ANALISIS KUALITATIF KADAR ASAM SIANIDA (HCN) PADA MELINJO DAN PETAI CINA
Annisa Mardhatillah 1112096000024
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Juanda No.95 Ciputat 15412 Indonesia annisamardhatillah@gmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap beberapa tanaman yang akan diuji kadar asam sianida (HCN) yang terdapat pada tanaman tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan asam sianida (HCN) pada tanaman melinjo dan petai cina. Asam sianida dikenal sebagai zat beracun terhadap tubuh manusia. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah sehingga akan menghambat peredaran darah.
Subjek penelitian adalah melinjo (biji dan kulitnya) serta biji petai cina dengan berbagai perlakuan yang telah dimaserasikan dengan aquadest selama 1 jam. Objek penelitian adalah kandungan asam sianida (HCN) pada melinjo dan petai cina dengan uji kualitatif menggunakan kertas pikrat. Hasil positif menunjukkan perubahan warna kertas saring pikrat yang kuning menjadi merah atau oren.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat kadar sianida pada tanaman melinjo maupun petai cina yang masih mentah, namun pada melinjo maupun petai cina yang sudah direbus atau disangray, tidak terdapat kadar sianida karena sampel telah diberi berbagai perlakuan seperti direbus dan disangray. Perlakuan tersebut yang menyebabkan hilangnya kadar sianida yang ada pada sampel.
PENDAHULUAN Tanaman Melinjo
Melinjo banyak manfaatnya, hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Daun muda (disebut dengan so) dan tangkil dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang cukup popular di kalangan masyarakat. Bahkan kulit biji yang tua itu setelah diberi bumbu kemudian digoreng menjadi makanan ringan yang cukup lezat. Semua bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, selain karbohidrat juga mengandung lemak, protein, mineral dan vitamin – vitamin. (Sunanto, 1992).
Daun muda, perbungaan, tangkil, dan buah tua melinjo dimasak sebagai sayur (terutama sayur asem). Bijinya merupakan bagian yang terpenting; buahnya tidak lain dari biji yang terbungkus oleh kulit dalam yang kaku (kulit biji) dan kulit luar yang tipis dan dapat dimakan. Biji melinjo umumnya direbus atau dijadikan emping dan digoreng. Suatu macam serat yang berkualitas tinggi dihasilkan dari kulit batang bagian
dalam; kulit ini dimanfaatkan sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat ketahanannya terhadap air laut. Kayu melinjo tak ada manfaatnya yang khusus, mungkin alasannya ialah karena kambium sekundernya membentuk struktur batang yang tidak normal.
Gambar 1. Tanaman Melinjo (Gnetum gnemon).
Dalam dunia tumbuh – tumbuhan, dikenal adanya suatu
divisi yang dinamakan
Spermatophyta (tumbuhan berbiji). Divisi ini dibagi dalam dua subdivisi: Gymnospermae (tumbuhan berbiji telanjang/terbuka) dan Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup). Seperti telah dijelaskan di atas, ke dalam kelompok Gymnospermae itulah melinjo digolongkan. Sementara itu Angiospermae masih dibagi lagi menjadi dua kelas, yaitu Monocotyledonae (tumbuhan biji berkeping satu) dan Dicotyledone (tumbuhan biji berkeping dua). Jenis ini dikatakan sebagai bentuk peralihan antara Gymnospermae dan Angiospermae. Secara garis besar, klasifikasi tanaman melinjo dalam dunia tumbuh – tumbuhan adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Gymnospermae
Kelas : Gnetinae Ordo : Gnetales Famili : Gnetaceae Genus : Gnetum
Spesies : Gnetum gnemon (melinjo)
Tanaman Petai Cina
berpenampang lebih tipis. Buah petai cina termasuk buah polong, berisi biji-biji kecil yang jumlahnya cukup banyak.
Gambar 2. Pohon dan Buah Petai Cina.
Tinggi pohon biji petai cina (Leucaena leucocephala Lamk. de Wit) mencapai 2-10 m. Pohon lamtoro banyak tumbuh di pinggir jalan maupun pinggir sungai. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Tanaman ini berkembangbiak dengan biji (Soeryoko, 2011). Menurut Tjitrosoepomo (1989), kedudukan taksonomi dari tanaman petai cina atau lamtoro gung adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Subclass : Dialypetalae Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae Subfamili : Mimosoideae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucaena Leucophala Lamk. de Wit
sebagai kunci yang membuka pintu sel agar glukosa darah dapat ke dalam sel untuk dirombak menghasilkan energi sehingga kadar glukosa dalam darah turun (Tandra dalam Manolong, 2010).
Asam Sianida ( HCN )
Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya terdapat dalam bentuk gas atau larutan dan terdapat pula dalam bentuk garam-garam alkali seperti potasium sianida. Sifat-sifat HCN murni mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau khas. HCN mempunyai berat molekul yang ringan, sukar terionisasi, mudah berdifusi dan lekas diserap melalui paru-paru, saluran cerna dan kulit (Dep Kes RI, 1987).
HCN dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan
menyerang langsung dan
menghambat sistem antar ruang sel,
yaitu menghambat sistem
cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ke setiap jaringan sel-sel dalam tubuh.
Dengan sistem keracunan ini maka menimbulkan tekanan dari alat-alat pernafasan yang menyebabkan kegagalan pernafasan, menghentikan pernafasan dan jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian. Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah. Tergantung jumlahnya HCN dapat menyebabkan sakit hingga kematian (dosis yang mematikan 0,5 - 3,5 mg HCN/kg berat badan ) (Winarno, F.G. 2004 ).
selama beberapa hari. Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10- 40 mg/kg. (Winarno F.G, 2004). Asam biru (HCN) dapat larut di dalam air maka untuk menghilangkan asam biru tersebut cara yang paling mudah adalah merendamnya di dalam air pada waktu tertentu (Kuncoro, 1993).
Analisis Kadar HCN
Ada 2 macam analisa yang dapat digunakan dalam pengujian Asam sianida, yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif.
1. Analisa Kualitatif
Analisa kualitatif yang dipergunakan dalam pengujian sianida, prinsip pengujiannya yakni HCN larut dalam air, dalam suasana panas dan asam HCN akan menguap, lalu uap HCN akan bereaksi dengan asam pikrat membentuk warna merah. 2. Analisa kuantitatif
Analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode spektrofotometri dan titrimetri.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2014 di Pusat Laboratorium Terpadu Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah labu erlenmeyer, kertas saring, gelas ukur, pipet tetes, labu ukur, batang pengaduk, mortar, alu, cawan petri, timbangan analitik, dan pisau. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah melinjo, petai cina, larutan asam pikrat, larutan asam tartrat 5%, larutan Na2CO3 10%, dan aquadest.
Prosedur Kerja
Pembuatan Kertas Pikrat
Analisis Kualitatif Asam Sianida pada Melinjo
Bagian melinjo yang akan digunakan pada percobaan ini adalah biji dan kulitnya. Pada percobaan ini, dilakukan 2 perlakuan pada biji melinjo dan kulit melinjo yaitu dengan direbus selama + 15 menit dan yang mentah. Selain itu, digunakan juga melinjo yang sudah diolah pada sayur asem.
Masing-masing sampel ditumbuk
menggunakan mortar dan alu, kemudian ditimbang sebanyak 10 gram. Lalu dimaserasikan dalam 20 ml aquadest pada erlenmeyer selama + 1 jam. Setelah 1 jam, ditambahkan dengan larutan asam tartrat 5%. Kertas pikrat yang telah kering, dibahasi dengan larutan Na2CO3 dan
digantungkan pada leher erlenmeyer di atas, dan erlenmeyer ditutup sehingga kertas pikrat tidak kontak dengan cairan dan erlenmeyer. Selanjutnya, dipanaskan di atas penangas air selama + 15 menit sampai kertas pikrat yang berwarna kuning berubah menjadi warna merah/oren, berarti melinjo tersebut terdapat HCN.
Gambar 3. Sampel Melinjo dengan Berbagai Perlakuan (Atas: Kulit Melinjo, Bawah: Biji Melinjo)
Analisis Kualitatif Asam Sianida pada Petai Cina
Pada percobaan ini, dilakukan 3 perlakuan pada petai cina yaitu dengan direbus selama + 15 menit, disangray selama + 15 menit, dan yang mentah. Masing-masing sampel ditumbuk menggunakan mortar dan alu, kemudian ditimbang sebanyak 10 gram. Lalu dimaserasikan dalam 20 ml aquadest pada erlenmeyer selama + 1 jam. Setelah 1 jam, ditambahkan dengan larutan asam tartrat 5%. Kertas pikrat yang telah kering, dibahasi dengan larutan Na2CO3 dan digantungkan pada leher
berwarna kuning berubah menjadi warna merah/oren, berarti melinjo tersebut terdapat HCN.
Gambar 4. Sampel Petai Cina dengan Berbagai Perlakuan
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan analisis kandungan asam sianida (HCN) pada tanaman melinjo dan petai cina. Terdapat beberapa variabel perlakuan untuk sampel melinjo maupun petai cina. Pada sampel melinjo, bagian yang akan digunakan yaitu biji dan kulitnya. Dan terdapat 5 variabel perlakuan yaitu: biji melinjo mentah, biji melinjo yang telah direbus, kulit melinjo mentah, kulit melinjo yang telah direbus, dn biji melinjo yang sudah diolah menjadi makanan sayur asem.
Penelitian ini diawali dengan menumbuk atau menghaluskan sampel terlebih dahulu yang bertujuan mempercepat proses
pencarian zat aktif selama proses maserasi atau memperluas permukaan sampel supaya zat sianida yang terkandung di dalamnya dapat keluar. Sebanyak 10 gram pada masing-masing sampel yang telah dihaluskan dimaserasikan ke dalam
aquades pada labu
erlenmeyer. Proses maserasi sampel ini bertujuan untuk melakukan penyarian zat aktif yang terdapat pada sampel. Dimana cairan penyari (pelarut) yang digunakan adalah aquadest. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel dimana zat glukosida yang mengandung HCN ini akan larut dalam cairan penyari. Reaksi yang terjadi pada proses maserasi yaitu :
CN- + H2O HCN + OH
dalam erlenmeyer tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan uap HCN. Uap HCN yang dihasilkan disebabkan oleh hidrogen dari asam tartrat (H2.C4H4O6) yang bereaksi dengan ion CN- yang terlarut dalam
air sehingga dihasilkan uap HCN. Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut:
2CN- + 2H+ 2 HCN
Gambar 5. Hasil Perubahan Kertas Pikrat pada Sampel Biji Melinjo Mentah (kanan) dan Biji Melinjo Rebus (kiri).
Gambar 6. Hasil Perubahan Kertas Pikrat pada Sampel Kulit Melinjo Mentah (kanan) dan Kulit Melinjo Rebus (kiri).
Gambar 7. Hasil Perubahan Kertas Pikrat pada Sampel Olahan Melinjo (Sayur Asem).
Pada sampel petai cina diperoleh hasil yang dapat dilihat
pada tabel 2, yaitu hasil positif terdapat pada petai cina mentah karena kertas saring pikrat yang semula berwarna kuning berubah menjadi merah ketika dipanaskan. Hal ini menunjukkan bahwa petai cina mentah mengandung sianida yang walaupun kadarnya hanya sedikit. Perubahan warna merah yang terjadi hanya pada ujung bagian bawah kertas pikrat, namun pada sampel petai cina rebus dan sangray, perubahan warna merah terjadi di ujung bagian atasnya atau pada bagian tutupnya (gambar 8). Hal ini tidak dapat dikatakan bahwa sampel petai cina rebus dan sangray tersebut mengandung sianida, karena perubahan warna yang terjadi disebabkan oleh uap yang menempel pada tutup erlenmeyer sehingga mengenai kertas pikrat tersebut.
Tabel 2. Hasil Uji Kualitatif Kadar Sianida pada Petai Cina
Sampel (+perlakuan)
Hasil
Pengamatan Petai cina
mentah
+ (positif)
Petai cina + direbus
- (negatif)
Petai cina + disangray
Selain sianida, petai cina mengandung tanin yang merupakan kandungan tumbuhan yang bersifat fenol dan mempunyai rasa sepat. Tanin terdiri dari dua golongan besar, yaitu tanin yang dapat terhidrolisis dan tanin hasil kondensasi. Tanin diketahui dapat menimbulkan implikasi karena tanin dapat bergabung dengan protein dan membentuk ikatan kompleks. Kompleks yang dibentuk tidak dapat diserap dinding usus, akibatnya protein dari makanan tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh.
Gambar 8. Hasil Perubahan Kertas Pikrat pada Sampel Petai Cina Mentah (kanan), Petai Cina Rebus (tengah), dan Petai Cina Sangray (kiri).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa petai cina
mentah mengandung sianida sedikit lebih banyak dibandingkan dengan melinjo mentah. Selain itu, pada sampel mentah terdapat kadar sianida dibandingkan dengan sampel yang telah direbus atau disangray, karena dengan adanya perlakuan seperti direbus dan disangray menyebabkan hilangnya kadar sianida pada melinjo maupun petai cina.
DAFTAR PUSTAKA
Bintang, S. 2011. Nutrisi dan
Manfaat Petai Cina.
http://www.solusikesehatan.info/solu si-kesehatan/rahasia-nutrisi-dan-manfaat-petai.html. (Diakses pada 2 Mei 2014)
Cook, B. G. 2007. Pohon dan Buah Leucaena Leucophala Lamk. de Wit. http://www.pasturepicker.com.au/Ht ml/Leucaena.htm. (Diakses pada 2 Mei 2014)
http://e-journal.uajy.ac.id/ 377/3/2BL01043.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/25161/4/Chapter