• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah kasus kasus budaya k

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah kasus kasus budaya k"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KASUS-KASUS DARI KONFLIK BUDAYA

Makalah

Sebagai tugas mata kuliah BK Lintas Budaya

Oleh:

Intan Ifa Mustika 1101015032 Nur Ayuni 1101015054

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini tanpa hambatan apapun. Serta tidak lupa penulis panjatkan shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada dosen pembimbing Bimbingan Konseling Lintas Budaya yang telah menggunakan banyak waktu, tenaga, dan pikirannya dalam menyampaikan materi.

Makalah ini ditujukan sebagai Tugas Kelompok untuk mata kuliah Bimbingan Konseling Lintas Budaya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, sehingga penulis mengharapkan banyak saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalaamu’alaikum warohmatullahi wabarakatuh

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… DAFTAR ISI………

BAB I PENDAHULUAN………. A. Latar Belakang Masalah……….. B. Rumusan Masalah……… C. Tujuan Penulisan………... BAB II PEMBAHASAN ………. A. Pengertian Konflik……… B. Penyebab Terjadinya Konflik ……… C. Konflik Budaya di Indonesia……… D. Konflik Budaya di Luar Indonesia……… E. Mengelola Konflik……… BAB III PENUTUP………

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu konflik budaya ?

2. Penyebab terjadinya konflik budaya ?

3. Apa saja contoh konflik budaya di indonesia ? 4. Apa saja contoh konflik budaya di luar Indonesia ? 5. Cara mengelola konflik ?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk memberikan informasi tentang konflik budaya. 2. Untuk memberikan informasi mengenai apa saja contoh

konflik budaya yang terjadi di Indonesia.

3. Untuk memberikan informasi mengnai apa saja contoh konflik budaya yang terjadi di luar Indonesia.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik

Konflik adalah hubungan antar dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak jelas. Bahkan lebih dari itu konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antar orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Bahwa konflik berkaitan dengan perbedaan, ketidaksesuaian oposisi atau pertentangan. Dan ini bisa terjadi kapan saja, terutama dalam masyarakat yang plural dengan beraneka ragam kepentingan dan sasaran. Jadi, konflik mengandalkan pluralitas dan perbedaan, tetapi bukan sebaliknya, pluraliats dan perbedaan pasti menimbulkan konflik, apalagi konflik yang merusak. Jadi konflik berkaitan dengan penanganan pluralitas. Konflik akan timbul kalau pluralitas tidak dipahami dan tidak dikelola dengan baik.

Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang tidak pernah dapat diatasi sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini. Konflik antar perorangan dan antar kelompok merupakan bagian dari sejarah umat manusia. Perbedaan pandangan antar perorangan juga dapat mengakibatkan konflik. Selanjutnya, jika konflik antar perorangan tidak dapat diatasi secara adil dan proposional, maka hal itu dapat berakhir dengan konflik antar kelompok dalam masyarakat itu.

(6)

B. Penyebab Terjadinya Konflik

Tidak ada asap kalau tidak ada api. Segala sesuatu yang terjadi dalam masyarakat pasti ada sebabnya, begitu pula konflik sosial. Konflik dapat terjadi antar individu, antara individu dengan kelompok, antarmasyarakat dalam suatu negara, antarmasyarakat dengan negara, antarpemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antarsuku bangsa, antarpemeluk agama, antarnegara dengan kelompok ilegal, bahkan antarnegara, dan sebagainya.

Ada begitu banyak hal yang mampu memicu timbulnya konflik dalam masyarakat. Leopold von Wiese dan Howard Becker (1989:86) menyebutkan beberapa hal yang dapat menyebabkan konflik terjadi sebagai berikut.

a. Perbedaan Antarorang : Pada dasarnya setiap orang memiliki karakteristik yang berbedabeda. Perbedaan ini mampu menimbulkan konflik sosial. Perbedaan pendirian dan perasaan setiap orang dirasa sebagai pemicu utama dalam konflik sosial. Lihat saja berita-berita media massa banyak pertikaian terjadi karena rasa dendam, cemburu, iri hati, dan sebagainya. Selain itu, banyaknya perceraian keluarga adalah bukti nyata perbedaan prinsip mampu menimbulkan konflik. Umumnya perbedaan pendirian atau pemikiran lahir karena setiap orang memiliki cara pandang berbeda terhadap masalah yang sama.

(7)

B. Konflik Budaya di Indonesia

Penduduk Indonesia yang menempati wilayah yang luas ini, bukan hanya terikat oleh satu sistem kebudayaan. Sistem kebudayaan yang berlaku di Indonesia antara lain;

 Sistem kebudayaan daerah  Sistem kebudayaan agama  Sistem kebudayaan nasional  Sistem kebudayaan asing

Keempat unsur diatas harus berintegrasi satu sama lain. Karena hal-hal tersebut diatas merupakan landasan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia yang majemuk. Namun, ada hal-hal yang dapat menghambat terjadi intergrasi di Indonesia, yaitu:

 Klaim/tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya

 Isu asli tidak asli  Isu agama

 Prasangka dan etnosentrisme

Dan dibawah ini terdapat beberapa contoh kasus dari konflik budaya yang terjadi disebabkan karena kurang terintegrasinya keempat unsur dari sistem kebudayaan di Indonesia

a. Konflik Sampit

(8)

100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.

Konflik besar terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.

Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura.

Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000. Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama.

b. Etnis Tionghoa

(9)

masyarakat pada masa itu. Menurut Onghokham, Masyarakat Hindia belanda dibagi kedalam tiga golongan: pertama golongan Eropa atau Belanda, kedua golongan golongan Timur Asing: termasuk Cina, Arab, India dan seterusnya, ketiga golongan pribumi (Onghokham 2008: 3). Politik segregasi seperti ini mulai diterapkan mulai tahun 1854, dengan tujuan awal untuk membedakan kedudukan hukum masing-masing golongan. Ini mengingatkan kita pada politik apartheid di Afrika, yang juga sama-sama pernah menjadi koloni Belanda di masa lalu.

Pemisahan-pemisahan seperti ini juga sangat merugikan kalangan etnis Cina, karena Belanda sering menjadikan mereka sebagai tameng. Orang-orang Cina dimasa lalu sering dijadikan tuan-tuan tanah pemungut pajak oleh Belanda, sehingga apabila ada gejolak dalam masyarakat, merekalah yang akhirnya dijadikan tumbal. Hal seperti inilah yang membuat hubungan etnis Cina dan pribumi selalu tidak harmonis.

(10)

dianggap oportunis. Bila mereka menjauh dari politik, mereka juga dianggap oportunis, sebab mereka akan dikatakan hanya mencari keuntungan belaka (Coppel 1994: 53). Disini etnis Cina benar-benar terlihat sangat tidak bebas menentukan pilihan secara politis. Imbas dari politik segregasi yang diterapkan oleh Belanda di masa lalu masih terinternalisasi dalam masyarakat Indonesia— ada kesan etnis Cina selalu dicurigai segala gerak-geriknya. Kebijakan-kebijakan penguasa turut membuat mereka hanya “terpojok” dalam satu dunia saja, yaitu dunia bisnis. Mereka tidak mempunyai kesempatan yang sama seperti etnis-etnis lain yang ada di Indonesia untuk ikut merasakan dunia lain selain bisnis— misalnya kita hampir tidak menemukan mereka dalam dunia militer. Sehingga ketika terjadi krisis moneter pada tahun 1998 mereka menjadi tumbal, karena dianggap menghancurkan ekonomi Indonesia. Setelah reformasi bergulir, mereka mencoba untuk masuk kembali ke dalam dunia politik dengan ide mendirikan sebuah partai yang mengatas namakan etnis Cina atau Tionghoa. Ini adalah salah satu usaha untuk menunjukkan eksistensi mereka sebagai bagian dari rakyat Indonesia. Walaupun beberapa kalangan yang berasal dari etnis Cina sendiri menolak gagasan ini, namun ini bisa dianggap sebagai usaha mereka untuk ikut andil dalam membangun bangsa lewat jalur politis. Hal ini bisa juga dilihat sebagai usaha untuk merebut kembali hak politik mereka setelah sekian lama terabaikan.

c. Perang Antar Suku di Lampung

(11)

daerah masing – masing sebagai alat komunikasi. Bahkan di beberapa kota/daerah di lampung bahasa jawa digunakan sebagai bahasa komunikasi.

Dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka tingkat kecenderungan untuk terjadinya konflik pun semakin tinggi. Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi dengan seiring waktu falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.

Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik terhadap para pendatang, mereka menyambut baik kedatangan para pendatang tersebut tetapi memang terkadang para pendatang lah yang sering menyulut amarah penduduk asli lampung. Sebagai tuan rumah, suku asli lampung tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut berkaitan dengan masalah “harga diri”.

Konflik antar suku dilampung memang bukan merupakan sebuah hal baru, konflik tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya dan pemicunya hanyalah berawal dari masalah sepele. Bahkan di tempat yang sama dengan saat ini terjadi perang suku saat ini yaitu di Sidorejo kecamatan Sidomulyo juga pernah terjadi pada bulan januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan lahan parkir. Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di Lampung :

Pembakaran pasa Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali.

29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung berawal dari pencurian ayam.

September 2011 : Jawa vs Lampung

(12)

Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain konflik besar yang pernah terjadi diatas di lampung juga sering terjadi konflik – konflik kecil antar suku namun biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.

Dari konflik – konflik kecil tersebut timbullah dendam diantara para suku– suku tersebut sehingga jika terjadi insiden kecil bisa langsung berubah menjadi sebuah konflik besar. Pengelompokan suku di daerah lampung memang sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut sudah terjadi sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak–anak suku bali tidak mau bermain/bersosialisasi dengan anak– anak suku lainnya begitu juga dengan anak– anak dari suku jawa maupun lampung. Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga jika diantara kelompok tersebut terjadi perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.

d. Perang Antar Suku di Papua

Tanah Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang masih menyimpan berbagai macam permasalahan sosial. Salah satu masalah sosial yang sampai sekarang telah ada dan masih terjadi adalah konflik sosial. Konflik sosial yang terjadi di Tanah Papua sangat beragam dan mencakup semua lini kehidupan, mulai dari aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Konflik sosial yang terjadi di Tanah Papua pada beberapa tahun belakangan ini juga tidak terlepas dari pokok permasalahan tersebut, utamanya adalah konflik sosial yang dipicu oleh perbedaan suku, budaya dan golongan atau kelompok, sesuai dengan karakteristik dan dianggapnya sebagai salah satu permasalahan yang dapat merugikan dan mengganggu bahkan melanggar aturan dan norma yang berlaku pada suku-suku yang ada.

(13)

waktu lampau juga menjadi salah satu faktor penyebab perang suku dan kelompok di daerah pedalaman papua yang dapat menyebabkan kerugian secara fisik maupun materi lainnya.

Konflik sosial yang ada di daerah ini sering disebut sebagai perang suku atau Dani wim dan Amungme wem, sebab perang suku yang terjadi adalah antara suku-suku asli Papua yang mendiami daerah tersebut yaitu Suku Dani, Suku Nduga, Suku Dem, Suku Damal/ Amungme, Suku Moni, Suku Wolani serta Suku Ekari/ Me, dan suku-suku lainnya. Suku-suku tersebut merupakan suku-suku yang mempunyai tradisi perang yang sangat kuat.

Suatu perang suku baru bisa dihentikan ketika pokok perang membayar ganti rugi serta upacara bakar batu dilaksanakan. Akan tetapi pola penanganan semacam ini punya dua kelemahan yang mendasar. Pertama, pola penanganan semacam ini bersifat parsial. Artinya, penanganan semacam ini hanya efektif untuk satu kasus. Ketika kasus yang lain muncul maka perang akan muncul kembali.

Kelemahan ini sudah terbukti dalam sejarah. Meskipun perdamaian secara adat telah sering dilakukan untuk menghentikan dan mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perang suku, akan tetapi ketika masalah yang baru muncul maka perang kembali terjadi. Kenyataan seperti ini memperlihatkan bahwa upacara membayar ganti rugi dan upacara bakar batu bukan suatu bentuk penyelesaian konflik yang bersifat preventif. Padahal, ketika perang dilihat sebagai sesuatu yang negatif, diperlukan suatu mekanisme penyelesaian perang suku yang bersifat preventif sehingga perang tidak terus menerus terulang.

b. Konflik Budaya di Luar Indonesia

(14)

Tetapi, jika kemajemukan budaya itu tidak dikelola dengan baik maka akan terjadi konflik-konflik yang disebabkan adanya karena adanya perbedaan-perbedaan yang dipertentangkan. Dan yang pasti banyak pihak yang dirugikan, sama seperti konflik-konflik budaya yang terjadi di Indonesia.

a. Holocaust

Holocaust adalah genosida terhadap kira-kira enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holocaust, sekitar dua pertiganya tewas. Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi tewas dalam Holocaust, serta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi.

Pada paruh kedua abad ke-19, di Jerman dan Austria-Hongaria muncul sebuah gerakan bernama gerakan Völkisch, yang dikembangkan oleh para pemikir seperti Houston Stewart Chamberlain dan Paul de Lagarde. Gerakan ini menyatakan bahwa Jerman harus memandang orang-orang Yahudi sebagai "ras" tandingan dalam pertarungan hidup-mati dengan ras "Arya" untuk menguasai dunia. Antisemit Völkisch ini, berbeda dengan antisemit Kristen. Yahudi dipandang lebih sebagai "ras" ketimbang sebagai agama.

(15)

sejak Kekaisaran Jerman diproklamirkan pada tahun 1871, atau siapapun yang setidaknya memiliki satu garis leluhur Yahudi. Selama masa Kekaisaran Jerman, gagasan völkisch ini dan rasisme "ilmiah" yang berkaitan dengan Yahudi telah menjadi hal yang umum dan diterima secara luas di Jerman.

Perubahan IPTEK yang luar biasa di Jerman pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 serta diringi dengan pertumbuhan negara kesejahteraan, menciptakan harapan luas bahwa "utopia" sudah dekat dan semua permasalahan sosial akan terselesaikan. Pada saat yang sama, didukung oleh prestise ilmu pengetahuan, di kalangan elit Jerman berkembang anggapan yang menyatakan bahwa beberapa ras secara biologis lebih "berharga" dibandingkan dengan ras lainnya. Dalam esainya pada tahun 1989, sejarawan Detlev Peukert menyatakan bahwa Holocaust tidak semata-mata berawal dari antisemitisme, namun merupakan produk dari "radikalisme kumulatif" yang kemudian menghasilkan genosida.

Setelah Perang Dunia I, didukung oleh sedang berlangsungnya Depresi Besar, permasalahan sosial yang terjadi di Jerman jauh lebih besar daripada yang diperkirakan oleh birokrat sebelumnya. Permasalahan ini semakin memperkuat anggapan bahwa beberapa kaum yang "tidak layak" harus disingkirkan untuk mencapai kesejahteraan.Kalangan medis di Jerman mengusulkan upaya pemusnahan orang-orang dengan cacat fisik dan mental untuk menghemat anggaran kesehatan negara. Pada saat Hitler merebut kekuasaan pada tahun 1933, usulan untuk menyelamatkan ras yang "berharga" dengan cara membersihkan ras "yang tidak layak" ini semakin mengemuka.

(16)

memiliki keturunan Yahudi juga dibinasakan oleh Nazi di wilayah-wilayah yang dikuasainya.

Dalam surat dan dokumen yang membahas Holocaust, Nazi tidak pernah menggunakan kata-kata "pemusnahan" atau "pembunuhan.", Mereka menggunakan kata-kata kode seperti "solusi akhir," "evakuasi" atau "perlakuan khusus".

b. Orang Kulit Hitam di Amerika

Orang Amerika kulit hitam adalah satusatunya kelompok etnis atau ras yang dibawa ke Amerika secara paksa. Orang kulit hitam ini didatangkan dari benua Afrika untuk dijadikan budak. Selama lebih dari dua abad perbudakan, bahasa dan kebudayaan nenek moyang mereka yang banyak itu pelan-pelan

Amerika memiliki jumlah budak terbesar diantara negara-negara belahan barat lainnya. Budak di Amerika Serikat biasanya diberi makanan yang bermutu rendah dan perumahan yang buruk. Budak dijaga agar tetap tidak tahu apa-apa, ketergantungan, dan ketakutan. Mayoritas budak-budak itu tidak dapat membaca dan menulis. Dengan banyaknya generasi tanpa inisiatif dan tanpa terangsang bekerja lebih dari sekedar menghindari hukuman, maka budak berkembang menjadi orang yang ragu-ragu dalam bertindak, dan pola-pola ini tetap menjadi suatu warisan kebudayaan lama sesudah perbudakan itu sendiri dihapuskan.

(17)

Komunitas budak itu sendiri mengembangkan kebudayaan maupun adat istiadatnya sendiri. Produk kebudayaannya yang paling terkenal adalah gerakan spiritual Negro yang kelak punya cabang seperti musik blues dan jazz, membentuk kerangka kerja bagi keseluruhan perkembangan musik populer di Amerika.

Karena label “budak” yang melekat pada generasi orang kulit hitam ini, bahkan meskipun perbudakan itu sudah dihapuskan akibat desakan dari negara-negara diluar Amerika bahwa perbudakan itu melanggar hak asasi manusia, tetap saja mereka dipandang sebelah mata oleh orang kulit putih. Mereka mendapat perlakuan diskriminasi, seperti sulit untuk mendapat pekerjaan, pendidikan, dan penghidupan yang layak. Sepertinya orang kulit putih masih memandang rendah para orang kulit hitam pada masa itu.

Namun, sekarang seiring perkembangan zaman, dimana sudah banyak orang yang menyuarakan tentang hak asasi manusia, maka orang kulit hitam di Amerika kedudukannya sama dengan orang kulit putih. Bahkan justru presiden mereka sendiri berasal dari golongan kulit hitam.

c. Apartheid

Apartheid adalah sistem diskriminasi dan pemisahan rasis yang berkuasa di Afrika Selatan dari tahun 1948 hingga akhirnya dihapuskan di awal 1990-an. Dengan mengembangkan diskriminasi terhadap orang-orang kulit hitam selama bertahun-tahun, National Party atau Partai Nasional menerapkan apartheid sebagai model untuk memisahkan pembangunan bagi berbagai ras yang berbeda, meski pada kenyataannya kebijakan tersebut hanya bertujuan untuk melindungi kepentingan orang kulit putih.

(18)

Sebagai bagian dari usahanya untuk menghapuskan praktik ini selama beberapa dekade, PBB pada tahun 1973 mengesahkan Konvensi Internasional tentang Penindasan dan Hukuman terhadap Apartheid, yang diratifikasi oleh 101 Negara. Konvensi ini menyatakan apartheid sebagai suatu pelanggaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara individual.

Konvensi ini juga mendeskripsikan apartheid sebagai sebuah rangkaian “tindakan tanpa perikemanusiaan yang dilakukan untuk membangun dan mempertahankan dominasi kelompok ras tertentu terhadap kelompok ras lainnya dan secara sistematis melakukan penindasan terhadap mereka.” Hal ini termasuk pengabaian hak terhadap kehidupan dan kemerdekaan, perusakan kondisi hidup dengan tujuan untuk menghancurkan kelompok tertentu, tindakan legislatif untuk mencegah partisipasi kelompok tersebut dalam kehidupan kebangsaan, pembagian populasi berdasarkan kelompok ras, dan eksploitasi terhadap buruh dari kelompok tertentu. Konvensi tersebut juga menyatakan apartheid sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

(19)

BAB III PENUTUP

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2009. Ilmu Sosial Budaya. Jakarta: Rineka Cipta Ata Ujan, Andre.2009. Multikulturalisme. Jakarta : PT.Indeks

Inis, konflik komunal di Indonesia saat ini. Universiteit Leiden, Jakarta: 2003. Sowell, Thomas. 1989. MOSAIK AMERIKA: Sejarah Etnis Sebuah Bangsa.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/300

Referensi

Dokumen terkait

menyampaikan materi akan diuji, dan hal ini menjadi sangatlah penting karena tenaga pendidik memegang peranan kunci utama keberhasilan dalam melahirkan generasi emas

Penggunaan Linux Virtual Server yang menggunakan round-robin scheduler dalam lingkungan percobaan yang telah disebutkan, ternyata meningkatkan performa dari sebuah sistem

Biaya perolehan awal hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa dan diklasifikasikan sebagai properti investasi yang dicatat sebagai sewa pembiayaan seperti

Proses pembelajaran menggunakan media audio visual pada pertemuan keempat (treatment 3) diawali dengan tayangan film sederhana yang berkaitan dengan materi

Dari hasil pengolahan data diperoleh kebutuhan upah dan bahan untuk pembuatan rumah tinggal type 36 adalah 26% untuk upah dan 74% untuk bahan material, dari perhitungan RAB

Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan

Pada umumnya logam tidak berdiri sendiri atau keadaan murni, Pada umumnya logam tidak berdiri sendiri atau keadaan murni, Pada umumnya logam tidak berdiri sendiri

Sunda, Jawa, China dan Islam sangat mempengaruhi seni rupa tradisi Cirebon; kedua, srabad adalah hasil dari konsepsi spiritual masyarakat Cirebon, dalam