13
PERSEPSI RISIKO MAHASISWA/MAHASISWI TERHADAP EKSPEDISI PETUALANGAN PENDAKIAN GUNUNG
Munauwar Mustafa1), Mohd Azril Ismail2)dan Donny Abdul Latief Poespowidjojo3) Pensyarah Kanan Pusat Pengajian Pengurusan Perniagaan. Kolej Perniagaan Universiti
Utara Malaysia.munawar@uum.edu.my azril@uum.edu.my donny@uum.edu.my ABSTRAK
Risiko sering dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Namun, penelitian ini menganggapnya sebagai satu variabel yang positif di dalam membantu proses pembelajaran atau pembentukan kompeten individu. Sebagai dasar bagi pengembangan program pelatihan untuk meningkatkan kompeten diri, penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan meanpersepsi risiko mahasiswa / mahasiswi universitas publik terhadap empat ekspedisi pendakian adventur yang terkenal di Semenanjung Malaysia iaitu Ekspedisi Chamah- Ulu Sepat, Ekspedisi Gunung Tahan, Ekspedisi Trans Titiwangsa Versi 1 dan ekspedisi Trans TitiwangsaVersi 2. Populasi penelitian ini adalah pendaki-pendaki yang menyertai salah satu dari ekspedisi-ekspedisi petualangan pendakian di dalam periode waktu pengumpulan data. Setelah penelitian dilakukan pada jumlah penlaksanaan ekspedisi dan jumlah peserta serta jadwal yang telah dikeluarkan oleh pihak pengelola, peneliti menggunakan sampling acak sederhana untuk memilih 8 kelompok dari 13 kelompok ekspedisi yang diselenggarakan pada saat libur panjang akhir semester. kajian ini menggunakan satu jenis instrumen lengkap yang telah dikembangkan oleh peneliti yang lainnya yang mampu membantu mencapai tujuan penelitian dengan memperhitungkan keabsahannya dan tingkat reliabilitas isi serta kesesuaiannya dengan responden-responden. Uji ANOVA One Way diberlakukan dan dapatannya mendapatkan nilai p> adalah .05, menandai hipotesis nol dapat diterima. Kesimpulannya, hasil penelitian ini telah berhasil membuktikan secara empiris bahwa mean persepsi kepada risiko peserta untuk keempat ekspedisi tersebut adalah tidak berbeda secarasignifikan. Oleh karena itu, jika satu dari kriteria-kriteria penting untuk menyukseskan setiap program kepada menajemen latihan menjadi faktor persepsi risiko, pengembang dan operator dapatlah memilih salah satu empat ekspedisi petualangan pendakian karena masing-masing tidak memberikan mean persepsi risiko yang berbeda antara keduanya.
Kata kunci:PersepsiRisiko, Pelatihan dan Pengembangan, Pembelajaraninsidental, Petualangan Pelatihan
ABSTRACT
Risk is normally perceived negatively. However, in this study it is perceived as a factor that can help the learning process or enhance the development of individual competece. This study was carried out to look into mean difference of perception of risk of the participants of four well known moutaineering expeditions in Peninsular Malaysia namely Chamah - Ulu Sepat, Tahan, Trans Titiwangsa Version 1 and Trans Titiwangsa Version 2, as a basis of developing training programmes to boost self competence. The study population were public university students who participated in one of the aforementioned expeditions within the period of data collection which was during the long break between the second semester and the first semester of academic session. After carrying out a thorough study on both the number of expeditions and the participants as well as the schedule produced, the researcher has used easy random sample to select eight out of 13 expeditions carried out within the data collection period. This study utilizes an established instrument developed by a previous researcher which is potentially able to help achieving the study objective, taking into consideration the validity and reliability of the construct and its suitability with the respondents. One way ANOVA test was done and the result yielded the value of p>0.5, signalling that the nol hypothesis could not be rejected. To conclude, the study has proven that empirically, the minimum perception of risk of the participants of the four selected expeditions did not differ significantly. Therefore, if perception of risk is to be considered as one of the critical criteria in any training programmes, programme developers can choose any one of the four adventure mountaineering expeditions as each one of them did not yield different minimum perception of risk.
Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekkah PENDAHULUAN
Keterlibatan kelompok mahasiswa untuk
kegiatan-kegiatan kokurikulum di luar kampus dapat
memberikan berbagai manfaat untuk mahasiswa.
Manfaat-manfaat tersebut dapat dilakukan secara
sadar dan terukur oleh setiap individu-individu
yang terlibat dan juga dapat dihasilkan dalam diri
mahasiswa tanpa dia sadari sebelumnya. Horwood
(1999) mengatakan bahwa keterlibatan dalam
kegiatan adventur luar membantu meluncurkan
perubahan atau pengembangan pribadi dan juga
kelompok. Ini dikatakan berpotensi untuk
meningkatkan pengembangan individu untuk
komponen fisik, keterampilan dan pengetahuan
tentang kerjasama yang kuat dan terkontrol (Klint,
1999). Selanjutnya kegiatan ini dapat juga
memberikan manfaat secara fisik, psikologis dan
fisiologis kepada pribadi mahasiswa individu,
bahkan ia juga memberikan manfaat kepada
aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. dalam
pandangan Brown (1999) juga menyatakan bahwa
manfaat-manfaat pengalaman dari kegiatan
petualangan termasuk meningkatnya percaya diri,
keyakinan diri, perasaan gembira ketika berhasil
melewati tantangan, peluang-peluang untuk
bekerjasama dan mengembangkan tim/kelompok,
kesadaran kepada tujuan yang baru dalam
kehidupan, kontrol emosional, kesadaran
lingkungan dan peningkatan tingkat kesehatan yang
dapat terbentuk. Ewert (1985; 1989) menyatakan
bahwa gunung-gunung didaki untuk menguji diri,
mendapatkan kesenangan, merasakan kesuksesan,
mengistirahatkan pikiran, mengembangkan
kreativitas dan kemampuan. Terdapat juga
kekuatan sosial dalam suatu lingkungan,
membentuk hubungan dengan teman, menikmati
flora dan fauna, menghayati pemandangan dan
merasa dekat dengan alam yang menjadi kagum
atas ciptaan Tuhan yang maha esa.
Dalam penelitian menjabarkan ke atas
hipotesis tentang kegunaan dan kontribusi kepada
pembentukan kompeten diri hasil dari kegiatan
pendakian gunung. Diberikan satu variabel utama
yang dikenal sebagai persepsi risiko dalam aktivitas
pendakian baik secara kelompok mahupun secara
perorangan. Persepsi risiko tidak akan muncul
dalam kegiatan-kegiatan biasa yang tidak
berbahaya dan menantang seperti dalam pendakian,
balapan mobil terbang layang dan lain sebagainya.
Ia ada dalam kegiatan-kegiatan luar yang berat,
rumit, kasar dan perlu nyali yang tidak sedikit.
Kegiatan-kegiatan luar kasar pula dapat dibagi
menjadi beberapa jenis salah satu dari jenis
kegiatan luar kelas adalah kegiatan pendakian
gunung atau petualangan.
Ekspedisi-ekspedisi petualangan
pendakian yang dilaksanakan ni penuh dengan
risiko-risiko yang harus di lalui sepanjang
perjalanan. Banyak kasus-kasus kecelakaan dan
kematian telah dilaporkan terjadi. Pada 24 Mei
1999, dua dari sekelompok 14 pendaki Gunung
Korbu telah meninggal dunia dalam tenda mereka
di puncak gunung tersebut akibat kepenatan
melampau (Keracunan gas penyebab kematian 2
peserta ekspedisi Gunung Korbu," 1999, 16 Juni).
Pada 3 April 2004, dua orang pendaki tewas
sedangkan 22 lainnya turut terluka dipanah petir
ketika sedang tidur dalam tenda mereka di puncak
Gunung Gambar (Beh, Florence & Jonathan, 2004,
4 May). Pada 25 Juni 2005, seorang pendaki yang
juga seorang supervisor asrama Universitas Utara
Malaysia meninggal dunia ketika mengiringi
sekelompok mahasiswa mendaki Gunung Chamah
(Hah & Embun, 2005, 27 Juni). Pada 18 April 2007
pula, seorang pendaki telah meninggal dunia di
sekitar Kem Teku dalam perjalanan turun dari
Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Pada 7 Februari 2008, seorang pelajar tahun akhir
Universiti Teknologi MARA, Perlis telah hilang
selama 19 hari ketika turun dari puncak Gunung
Tahan (Leong, 2010, 6 Februari). Pada 15 Februari
2009, seorang pegawai Bank RHB, Bangi telah
hilang di sekitar Pos Brooke, Gua Musang dalam
perjalanan pulang dari mendaki Gunung Yong Yap
bersama 13 orang teman (Pendaki hilang di
Gunung Yong Yap," 2009). Dia masih belum
ditemukan sampai hari ini. Contoh-contoh di atas
menunjukkan bahwa risiko adalah inti kepada
kegiatan petualangan. Risiko-risiko ini benar-benar
potensial untuk mendatangkan kecelakaan serius
yang mengancam khidupan peserta bahkan cacat
anggota tubuh dan juga menyebabkan hilang nyawa
para pendaki. Jika ada ancaman risiko dan
ditanggapi pula sebagai berisiko oleh individu
tersebut, maka secara alamiah keseluruhan
menajemen/mekanisme pertahanan anggota tubuh
baik dari segi fisiologinya, psikomotornya,
afektifnya dan juga kognitifnya akan ditujukan
untuk usaha-usaha terpadu untuk mempersiapkan
diri mengurangi resiko dalam petualang (Goetsch,
2008).
Sebagai dasar bagi pengembangan
program pelatihan untuk meningkatkan kompeten
diri, penelitian ini dilakukan untuk melihat
perbedaan mean persepsi risiko peserta terhadap
empat ekspedisi petualangan pendakian yang
terkenal di Semenanjung Malaysia yaitu Ekspedisi
Chamah - Ulu Sepat, Ekspedisi Gunung Tahan,
Ekspedisi TransTitiwangsa Versi 1 dan Ekspedisi
Trans Titiwangsa bahagian kedua.
TINJAUAN LITERATUR
Risiko sering dianggap sebagai sesuatu yang
negatif dalam sebuah aktivitas manusia dan dapat
juga diartikan sebagai sebuah ancaman serius
terhadap kesejahteraan fisik, psikologis dan sosial
(Lupton & Tullock, 2002; Priest, 1999; Renn,
1998; Sokolowska & Pohorille, 2000). Pengertian
seperti ini bersifat anti-tesis dan menjadikan risiko
sebagai penyebab efek buruk pada kegiatan pribadi.
Bagian ini membahas persepsi risiko dengan
menitik beratkan pada kemungkinan ke hal-hal
yang positif yaitu berfungsi dalam membantu
proses pembelajaran atau pembentukan kompeten
individu setiap mahasiswa.
Pandangan Renn (1998) bahwa risiko ini
adalah suatu hal yang perlu ditelusuri atau
dilakukan aspek yang ada pada resiko kegiatan
petualangan. Risiko jenis ini adalah risiko yang
berada di bawah kontrol kemampuan mahasiswa
yaitu individu tersebut dapat memilih tingkat risiko
tersebut dan melakukannya secara sukarela. Risiko
yang dilakukan secara sukarela ini sering dicari
untuk tujuan-tujuan menghadapi dan menghindari
perasaan takut, menunjukkan keberanian,
menemukan kegembiraan serta mencapai
aktualisasi diri (Lupton & Tulloch, 2002).
Diantaranya adalah keterlibatan dalam
kegiatan-kegiatan luar dengan keterampilan-keterampilan
pribadi diperlukan untuk melewati situasi
berbahaya dan perasaan senang dihasilkan dari
kemampuan untuk mengontrol diri dan lingkungan
Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekkah
Persepsi risiko adalah penilaian
subjektif terhadap ancaman nyata atau persiapan
atas ancaman terhadap keselamatan umum, sosial,
moral pada setiap orang (Sokolowska & Pohorille,
2000). Ada juga Byrnes, Miller dan Schafer (1998)
menegaskan penilaian terhadap risiko subjektif
membawa maksud tersirat bahwa individu-individu
hanya mengambil risiko setelah mereka menyadari
akan risiko tersebut. Persepsi subjektif risiko juga
dikatakan sebagai lebih mempengaruhi persepsi
risiko keseluruhan dibandingkan dengan persepsi
objektif risiko. Kouabeanan (1998) menemukan
bahwa penilaian risiko subyektif adalah komponen
utama persepsi risiko untuk kedua kelompok
penelitiannya yaitu golongan ahli di dalam sesuatu
bidang dan juga masyarakat umum.
Lingkup penelitian ini adalah untuk
melihat perbedaan persepsi risiko
penggemar-penggemar kegiatan petualangan dengan mengacu
pada empat ekspedisi yang berbeda. Ada banyak
penelitian yang telah dilakukan terkait dengan
persepsi risiko. Namun, penelitian-penelitian
tersebut tidak dilakukan secara khusus tentang
persepsi risiko di dalam kegiatan petualangan
pendakian gunung-gunung. Pendapat dari Boholm
(1998) menemukan bahwa faktor usia dan jenis
kelamin tidak menunjukkan perbedaan persepsi
risiko yang berarti. Namun, temuan studi-studi lain
menunjukkan bahwa sebaliknya yaitu kaum dan
gender mempengaruhi persepsi risiko (Flynn,
Slovic & Mertz, 1994; Byrnes et al., 1998;
Gustafson, 1998; Finucane, Slovic, Mertz & Flynn,
2000; Lupton & Tulloch, 2002; Rundmo, 2002;
Stuessy, 2007).
Namun, persepsi risiko terkait dengan
keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan luar ini
berkurang ketika peribadi peserta semakin biasa
dengan kegiatan- kegiatan tersebut dan minat serta
kecenderungan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tersebut bertambah banyak
(Cheron&Ritchie,1982). Ada suatu hubungan yang
sama yaitu persepsi risiko dipengaruhi oleh kualitas
dan kebiasaan peserta. Begitu juga dengan hasil
penelitian Creyer et al. (2003) yang menemukan
bahwa semakin sering responden melakukan
pendakian atau jenis sepeda gunung semakin
rendah persepsi risiko gagal kepada mereka dan
semakin tinggi harapan mereka untuk sukses atau
berhasil. Individu-individu yang mendapatkan hasil
yang positif dari keterlibatan tersebut pula, akan
seterusnya berusaha pula untuk melakukan sesuatu
yang lebih tinggi tingkat risikonya. Temuan ini
mendukung temuan sebelumnya yang dilakukan
oleh Ewert (1985) yang menemukan bahwa
individu-individu yang terlibat dalam
kegiatan-kegiatan petualangan luar dengan tingkat
keterampilan yang tinggi akan memberikan fokus
mereka kepada manfaat-manfaat yang tersedia hasil
dari keterlibatan tersebut dan bukan lagi kepada
risiko -risiko yang ada. Slanger dan Rudestam
(1997) yang juga mendukung pandangan ini
dengan menegaskan bahwa setiap individu-individu
yang lebih berpengalaman harus melakukan
kegiatan-kegiatan yang lebih besar risikonya untuk
memungkinkan mereka menikmati perasaan
menyenangkan ketika berhasil melewati rintangan
yang lebih sulit lagi.
Berdasarkan tinjauan literatur tentang persepsi
risiko adalah hasil kajian studi-studi terdahulu
memperlihatkan ada beberapa perbedaan persepsi
risiko dengan mengacu kepada faktor-faktor alam
lingkungan, cuaca, dukungan pengetahuan dan
pengalaman peserta, perlu dipersiapkan secara
Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Berdasarkan argumentasi di atas, maka dapat dikemukakan kerangka teoritikal penelitian
ini
ditunjukkan seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 1: Kerangka teori
Kerangka teoritikal ini menghipotesiskan bahwa keempat jenis pendakian yang dikaji tidak dapat
memberikan mean persepsi risiko yang berbeda secara nyata di antara mereka.
METO PENELITIAN.
Populasi penelitian ini adalah para mahasiswa
pendaki-pendaki yang menyertai salah satu dari
ekspedisi-ekspedisi petualangan pendakian di
dalam periode waktu pengumpulan data yaitu pada
masa libur panjang pada akhir semester kedua
tahun akademik. Di dalam rentang waktu
pengambilan data dilakukan, peneliti menemukan
ada 17 pelaksanaan/kegiatan ekspedisi-ekspedisi
dengan jumlah peserta sebanyak 315 orang. Jumlah
kegiatan ekpedisi dan jumlah peserta ini diperoleh
dari Kantor-Kantor Kehutanan Daerah yang
bersangkutan yang dihubungi dari waktu ke waktu
di dalam pengumpulan data tersebut dengan
mengacu pada jumlah surat izin yang dikeluarkan
dan daftar nama yang tertera dalam formulir izin
untuk pendakian tersebut.
Mengingat populasi penelitian ini
adalah diketahui dan memiliki probabilitas untuk
dipilih sebagai subjek sampel, maka peneliti
memutuskan untuk menggunakan desain sampling
ber struktur. Peneliti juga memutuskan untuk
menggunakan metode sampling secara kluster
berdasarkan ekspedisi karena dapat memberikan
lebih heterogen di dalam kelompok dan lebih
homogen di antara kelompok (Sekaran & Bougie,
2009). Setelah penelitian dilakukan pada jumlah
kegiatan ekspedisi dan jumlah peserta serta jadwal
yang dikeluarkan, peneliti menggunakan sampling
acak sederhana untuk memilih 8 dari 13 ekspedisi
yang diselenggarakan pada libur panjang akhir
Semester kedua tahun akademik.
Variabel Referensi Item
Persepsi risiko Ward, 2008 23
Setelah melalui langkah-langkah untuk memastikan
keesahan instrumen, instrumen penelitian ini juga
melalui proses pengujian keabsahan. Uji keabsahan
ini bertujuan mengukur tingkat konsistensi
instrumen yang digunakan (valid dan realibel).
Hasil tes keandalan melalui pengukuran
"coefficient Cronbach s Alpha" adalah seperti
berikut:
Tabel 2: Uji Keabsahan
PERSEPSI RISIKO
EKSPEDISI PETUALANGAN
Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekkah
Variabel Cronbach’s Alpha
Persepsi risiko 0.845
Cooper & Schindler (2006), Sekaran (2005), Hair
et al. (1998) dan Nunally (1978) menyatakan
bahwa setiap skor koefisien Cronbach s Alpha di
sekitar 0.60 dianggap memiliki standar keabsahan
yang dapat diterima. Mengingat skor tes yang
tersedia adalah melebihi nilai tersebut, maka
instrumen tersebut dapat dipakai-pakai untuk
mengukur variabel penelitian sesuai dengan valid
dan reliabel.
Analisis Data
Secara khusus, tes ANOVA One Way digunakan
untuk menguji perbedaan mean persepsi risiko
populasi. Sebelum tes dilakukan, data yang
diperoleh dilapangan untuk memastikan
asumsi-asumsi yang diperlukan sudah terpenuhi. Kedua
asumsi tes ini adalah normaliti populasi dan varian
homogeniti. Hasil tes skewness dan kurtosis
menunjukkan skor variabel berada dalam
lingkungan normal seperti yang diusulkan oleh
Meyers, Gamst dan Guarino (2006); sedangkan
hasil tes Levene adalah tidak signifikan (p> .05),
menandakan bahwa varian populasi untuk setiap
kelompok adalah hampir sama.
Dapatan kajian dan Pembahasan
Setelah kedua asumsi tes dipenuhi, tes ANOVA One Way dilaksanakan dan dapatannya adalah sebagai berikut.
Tabel 3: Uji ANOVA pada persepsi risiko peserta ekspedisi
F Sig
1.910 0.132
Tes ini mendapatkan nilai p> .05, menunjukkan bahwa hipotesis nol diterima di mana nilai mean persepsi risiko peserta adalah tidak berbeda secara signifikan melintasi empat ekspedisi pendakian tersebut.
Mengingat tidak ada penelitian penelitian terdahulu yang sama persis dilakukan sebelumnya, maka diskusi sebagai pembanding tidak dapat
Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekkah
Kesimpulan
Dari tulisan ini bermaksud untuk melihat perbedaan mean persepsi risiko dalam kalangan peserta ke empat ekspedisi pendakian di Semenanjung Malaysia. Penelitian ini berhasil membuktikan secara empiris bahwa mean persepsi risiko peserta untuk keempat ekspedisi tersebut adalah tidak berbeda secara signifikan. Oleh karena itu, jika satu
dari kriteria-kriteria penting untuk menyukses kan setiap program latihan adalah faktor persepsi risiko, panitia penyelenggara dan pihak operator boleh memilih salah satu dari empat ekspedisi pendakian karena masing-masing tidak memberikan mean persepsi risiko yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Referensi
Beh, Y. H., Florence, S., & Jonathan, C. (2004, 4 May). Lightning horror: Two killed, 22 injured in striked on mountain peak. The Star. Akses 7 Jun 2014,
daripadahttp://thestar.com.my/news/story. asp?file=/2004/5/4/nation/7908095&sec=n ation.
Boholm, A. (1998). Comparative studies of risk perception: A review of twenty years of research. Journal of Risk Research, 1(2), 135-163.
Brown, T. J. (1999). Adventure risk management. In J. C. Miles, & S. Priest, Adventure programming (pp. 273-284). State College, PA: Venture.
Byrnes, J. P., Miller, D. C., & Schafer, W. D. (1998). Gender differences in risk taking: A meta-analysis. Psychological Bulletin, 125(3), 367-383.
Cheron, E. J., & Ritcie, J. R. (1982).Leisure activities and perceived risk. Journal of Leisure Research, 14(2), 139-154. Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2006).
Marketing Research. New York: McGraw–Hill.
Creyer, E. H., Ross, W. T., & Evers, D. (2003). Risky recreation: An exploration of factors influencing the likelihood of participation and the effects of experience. Leisure Studies, 22, 239-253.
Driver, B.L. (1996).Benefits-driven management of natural areas.Natural Areas Journal.16(2), 94 –99.
Ewert, A. (1989). Outdoor adventure pursuits: Foundations, models, and theories. Scottsdale, AZ: Horizon Publishing.
Ewert, A. (1985). Why people climb: The relationship of participant motives and experience level to mountaineering. Journal of Leisure Research, 17(3), 241-250.
Faye, A. D., Bassi, M., & Massimini, F. (2003). Quality of experience and risk perception in high altitude rock climbing. Journal of Applied Sport Psychology, 15, 82-98. Finucane, M. L., Slovic, P., Mertz, C. K., & Flynn,
J. (2000). Gender, race, and perceived risk: The white male effect. Health, Risk, and Society, 2(2), 159-172.
Flynn, J., Slovic, P., & Mertz, C. K. (1994).Gender, race, and perception of environmental health risks. Risk Analysis, 14(6), 1101-1108.
Goetsch, D. L. (2008).Occupational safety and health for technologists, engineers, and managers, 6th edition. Saddle River, NJ: Pearson Education.
Gustafson, P. E. (1998). Gender differences in risk perception: Theoretical and
methodological perspectives. Risk Analysis, 18(6), 805-811.
Hah, F. L., &Embun, M. (2005, 27 Jun). Day of joy turns to sorrow for UUM. The Star. Akses 7 Jun 2014,
Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekkah Hair, J. F., Anderson, R. E., Tatham, R. L., &
Black, W. C. (1998). Multivariate data analysis (5th ed.). New Jersey: Prentice-Hall International.
Horwood, B. (1999). Educational adventure and schooling. In J. C. Miles, & S. Priest, Adventure programming (pp. 9-12). State College, PA: Venture.
Keracunan gas punca kematian 2 peserta ekspedisi Gunung Korbu (1999, 16 Jun).Utusan Malaysia. Akses 17 Ogos 2014, daripada http://www.utusan.com.my/utusan/info.as p?y=2010&dt=0614&pub=Utusan_Malay sia&sec=Dalam_Negeri&pg=dn_02.htm. Klint, K. A. (1999). New directions for inquiry into
self-concept and adventure experiences. In J. C. Miles, & S. Priest, Adventure programming (pp. 163-168). State College, PA: Venture.
Kouabenan, D. R. (1998).Beliefs and the perception of risks and accidents. Risk Analysis, 18(3), 243-252.
Krejcie, R., & Morgan, D. (1970).Determining sample size for research activities. Educational and Psychological Measurement, 30, 607-610. Leong, S. H. (2010, 6 Februari).A mind for
surviving.The Star. Akses 17 Ogos 2014, daripadahttp://thestar.com.my/lifestyle/sto ry.asp?file=/2010/2/6/lifefocus/5421941& sec=lifefocus.
Lupton, D., & Tulloch, J. (2002). Life would be pretty dull without risks. Health, Risk, and Society, 4(2), 113-124.
Meyers, L.S., Gamst, G., &Guarino, A.J. (2006).Applied multivariate research: Design and interpretation. Thousand Oaks, CA: Sage.
New Straits Times, 27 Jun 2005. UUM hostel adviser dies while trekking.
Nunnaly, J. C. (1978). Psychometric Theory (2nd ed.). New York: McGraw Hill.
Pendaki hilang di Gunung Yong Yap (2009, 19 Februari). Berita Harian. Akses 7 Jun 2014, daripada
http://www.bharian.com.my/Current_New s/BH/Wednesday/Mutakhir/20090218161 012/Article/index_html.
Priest, S. (1999). The adventure experience paradigm. In J. C. Miles, & S. Priest, Adventure Programming (pp. 159-162). State College, PA: Venture.
Renn, O. (1998). Three decades of risk research: Accomplishment and new challenges. Journal of Risk Research, 1(1), 49-71. Rowe, G., & Wright, G. (2001). Differences in
expert and lay judgment of risk: Myth or reality? Risk Analysis, 21(2), 341-356. Rundmo, T. (2002).Associations between affect and risk. Journal of Risk Research, 5(2), 119-135.
Sekaran, U. (2005). Research Methods for Business: A skill-building approach (4th ed.). NY: John Wiley & Sons.
Sekaran, U. & Bougie, R. (2009). Research Methods for Business: A skill-building approach (5th ed.). NY: John Wiley & Sons.
Sjoberg, L. (2002). Allegedly simple structure of expert's risk perceptions: An urban legend in risk research. Science, Technology, and Human Values, 27(4), 443-459.
Slanger, E., & Rudestam, K. E. (1997). Motivation and disinhibition in high risk sports: Sensation seeking and self-efficacy. Journal of Research in Personality, 31, 355-374.
Slovic, P. 1997. Public perception of risk. Risk Analysis. 59, 22-23.
Sokolowska, J., & Pohorille, A. (2000). Models of risk and choice: Challenge or danger. Acta Psychologikla, 104, 339-369.
Stuessy, T. (2007). Risk perception: A quantitative analysis of skydiving participation. Ann Arbor, MI: ProQuest LLC.
Walker, G. J., Hull, R. B., & Roggenbuck, J. W. (1998).On-site optimuml experiences and their relationship to off-site benefits. Journal of Leisure Research, 30(4), 453-471.