• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi - Tinjauan Tentang Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi - Tinjauan Tentang Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari risiko, baik menyangkut

jiwa maupun harta benda. Munculnya risiko mengenai bentuk dan kapan risiko itu

terjadi tidak dapat diduga sebelumnya. Terhadap risiko yang muncul seseorang

bisa menghindari, menghadapi, mengalihkan maupun membaginya terhadap

orang atau lembaga lain. Konsep pengalihan risiko (risk transfering) dan

pembagian risiko (risk sharing) inilah yang melahirkan lembaga pertanggungan,

atau yang lebih dikenal dengan asuransi. Dalam konteks Indonesia, mengenai

lembaga pertanggungan (asuransi) sudah diatur sejak sebelum kemerdekaan, yaitu

dalam Burgerlijke Wetboek (BW) atau lebih kita kenal dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Kemudian secara khusus mengenai

pertanggungan, diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).12

Asuransi dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti

pertanggungan atau asuransi dalam bahasa inggris disebut inssurance.13 Asuransi

berasal dari bahasa inggris “assure” yang berarti menanggung dan “assurance”

yang berarti tanggungan.14

12

Khotibul Umam, Memahami dan Memilih Produk Asuransi, (Yogyakarta; Pustaka Yustisia, 2011) Hal 1

13

J.C.T. Simorangkir, Rudy Erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009) Hal 182

14

(2)

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang

mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa belanda disebut

Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa Inggris disebut Insurance Law,

sedangkan dalam praktek-praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang

banyak dipakai orang istilah Asuransi (Asurantie).

Ada dua pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu penanggung sebagai

pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat

suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat

dari suatu perististiwa yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung akan

menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung diwajibkan membayar

sejumlah uang kepada pihak penanggung.15

Menurut Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi

yaitu, asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam

golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian

Dalam perjanjian asuransi terdapat dua pihak yang mana pihak pertama

sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak kedua atau pihak lainnya akan

mendapat penggantian suatu kerugian yang bisa saja akan diderita akibat adanya

suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum dapat ditentukan

kapan terjadinya. Pihak kedua atau pihak yang ditanggung tersebut wajib

membayar sejumlah uang kepada pihak pertama. Uang akan tetap menjadi milik

penanggung apabila dikemudian hari ternyata kejadian yang dimaksud itu terjadi.

15

(3)

untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada

suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan untung

ruginya salah satu pihak.16

Akan tetapi pengaturan yang memasukkan asuransi ke dalam kategori

perjanjian untung-untungan dirasa kurang tepat, karena dalam suatu perjanjian

untung-untungan pihak-pihak secara sadar dan sengaja melakukan atau menjalani

suatu kesempatan untung-untungan dimana prestasi timbal balik tidak seimbang,

sedangkan dalam asuransi hal tersebut tidak ada. Namun demikian ada juga

sarjana yang mengatakan bahwa pengaturan tersebut sudah sesuai. Hal ini Perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata). Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa suatu

persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai

untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung

pada suatu kejadian yang belum pasti. Yaitu persetujuan pertanggungan, bunga

cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

Jika kita kembali memperhatikan bunyi Pasal 1774 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek, dapat disimpulkan bahwa perjanjian

asuransi ini dikategorikan sebagai perjanjian untung-untungan (kans

overeenkomst). Menurut Pasal 1774 tersebut selain perjanjian asuransi yang

termasuk dalam perjanjian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup

(liferente) dan perjudian serta pertaruhan (spel en weddingschap).

(4)

dikarenakan pembayaran uang asuransi selalu digantungkan kepada peristiwa

yang tidak pasti (onzekker voorval), dengan terjadinya hal tersebut itu maka

dibayar uang asuransi.

Hanya saja dengan perkembangan asuransi saat ini walaupun tidak terjadi

onzekker voorval, pihak penanggung wajib membayar uang asuransi sesuai

dengan persetujuan atau kesepakatan mereka yang telah dituangkan ke dalam

perjanjian. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya kebebasan berkontrak para

pihak yang dianut dalam hukum perdata, maka dari itu asuransi tersebut sudah

mengandung unsur menabung (saving) dimana tertanggung memperoleh kembali

premi yang sudah dibayarnya dengan persetujuan yang mereka lakukan baik

sebagai penanggung maupun sebagai tertanggung.

Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan

kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi)

kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang

bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar bisa

menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu

mendatang.17

Pengaturan asuransi yang umum dan luas terdapat dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Dagang

atau Wetboek van Koophandel dijumpai suatu pengertian atau definisi resmi dari

asuransi, pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu

17

(5)

persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya

terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan,

kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diterima

olehnya karena kejadian yang tidak pasti.18

Berdasarkan defini tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau

pertanggungan yaitu sebagai berikut :19

1. Pihak-pihak

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung

dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Pemegang wajib

memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran

premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh

penggantiann jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.

2. Status pihak-pihak

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat

berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau

Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan,

persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas

obyek yang diasuransikan.

3. Obyek asuransi

Obyek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat

kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian.

18

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2006) Hal 8.

19Ibid

(6)

Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak.

Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai

imbalan pengalihan risiko, sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko

dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.

4. Peristiwa asuransi

Peristiwa asuransi adalah merupakan perbuatan hukum (legal act)

berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan

tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenement) yang

mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi.

Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis

berupa akta yang disebut polis, polis ini merupakan satu-satunya alat bukti

yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi.

5. Hubungan Asuransi

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung

adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena adanya persetujuan atau

kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.

Apabila terjadi evenement yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi,

penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis asuransi

sedangkan apabila tidak terjadi evenement premi yang sudah dibayar oleh

tertanggung tetap menjadi milik penanggung.

Selain dari pengertian-pengertian asuransi yang telah diuraikan di atas,

dapat juga dilihat rumusan asuransi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

(7)

pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak

penanggung mengikatakan diri kepada tertanggung dengan menerima premi

asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab

hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul

dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan suatu pembayaran yang

didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Menurut Abdul Muis, bahwa definisi pasal 1 angka (1) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1992 tersebut memberikan definisi asuransi yang lebih lengkap

dibandingkan dengan pasal 246 KUHD, dimana dari definisi di atas tercakup di

dalamnya unsur-unsur yang lebih dikembangkan lagi seperti penegasan asuransi

itu adalh perjanjian antara dua pihak atau lebih, dan lebih diuraikan tentang

jenis-jenis kerugian serta ditegaskan adanya asuransi kerugian dan asuransi jiwa.20

Untuk memahami lebih lanjut Abdulkadir Muhammad membuat

perbandingan antara rumusan pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 dan Pasal 246 KUHD :21

1. Definisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi asuransi kerugian dan

asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat “penggantian

karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan”.

Asuransi jiwa dibuktikan oleh kalimat “memberikan pembayaran yang

20

Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian, (Medan; Fakultas Hukum USU, 2005) Hal 4.

21

(8)

didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”, bagian ini tidak ada

dalam Pasal 246 KUHD.

2. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 secara eksplisit meliputi

juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, hal ini terdapat dalam bagian

kalimat “tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”, bagian ini tidak

terdapat dalam pasal 246 KUHD.

3. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi obek asuransi

berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang an jiwa

manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat dalam definisi

pasal 246 KUHD.

4. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi evenement

berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi dan

peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak

terdapat dalam Pasal 246 KUHD.

Dasar hukum asuransi banyak tersebar di beberapa peraturan

perundang-undangan. Pengaturan mengenai asuransi ini sangat penting karena menjadi suatu

dasar pelaksanaan usaha asuransi di Indonesia. Berikut beberpa pengaturan

mengenai asuransi :

1. Pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) terdapat dua

cara pengaturan mengenai hukum pertanggungan, yaitu pengaturan yang

bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum

(9)

dalam Buku I Bab X, Buku II Bab IX dan X.Rincian isi bab-bab tersebut

adalah sebagai berikut :22

a. Buku I titel IX (sembilan) : mengatur tentang asuransi pada umumnya,

b. Buku I titel X (sepuluh) ini dibagi dalam bebearapa bagian yaitu :

1) Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran diatur

dalam pasal 287-298 KUHD;

2) Bagian kedua : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang

mengancam hasil-hasil pertanian di sawah di atur dalam pasal 299-301

KUHD;

3) Bagian ketiga : mengatur asuransi jiwa diatur dalam pasal 302-308

KUHD.

c. Buku II titel IX (sembilan) : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya

laut dan bahaya-bahaya perbudakan. Diatur dalam pasal 592-685 KUHD,

d. Buku II titel IX (sembilan) ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu :

1) Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi;

2) Bagian kedua : mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang

diasuransikan;

3) Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya;

4) Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban

penanggung dan tertanggung;

5) Bagian kelima : mengatur tentang abandonnemen;

22

(10)

6) Bagian keenam : mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak

makelar di dalam asuransi laut.

e. Buku II titel X (sepuluh) : mengatur tentang asuransi terhadap

bahaya-bahaya pengangkutan di darat dan sungai-sungai serta perairan pedalaman

diatur dalam pasal 689-695 KUHD.

f. Buku I titel X (sepuluh) dan buku II titel X (sepuluh) pengaturannya

bersifat secara ringkas saja, tidak seperti yang diatur dalam buku I titel IX

(sembilan) yang pengaturannya cukup luas.

Pengaturan asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

meliputi substansi sebagai berikut :23

a. Asas-asas asuransi;

b. Perjanjian asuransi;

c. Unsur-unsur asuransi;

d. Syarat-syarat (klaususula) asuransi

e. Jenis-jenis asuransi.

2. Pengaturan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian

Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan

maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

dalam Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 Tanggal 11 Februari 1992,

23

(11)

mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif

yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi pidana dan administratif.24

Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian

harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku.

Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak

boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam

dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut undang-undangn

perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992.25

B. Fungsi dan Tujuan Asuransi

Manusia di dalam hidupnya pasti akan menemui atau menghadapi risiko.

Risiko tersebut bisa terjadi pada dirinya maupun benda yang dimilikinya. Risiko

yang terjadi terhadap suatu benda tentu akan berkurangnya atau hilangnya nilai

benda tersebut. Oleh sebab itu banyak cara yang dilakukan manusia untuk

mengatasi risiko tersebut agar berkurangnya nilai dari benda yang dimilikinya

dapat dicegah.

Menurut Sri Rejeki Hartono, asuransi atau pertanggungan adalah suatu

guna menanggulangi adanya risiko.26

Dari pengertian tersebut berarti bahwa

secara luas siapapun pasti mengandung dan mempunyai risiko. Pertanggungan

(12)

peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain

yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian.

Menurut Gunanto “risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kerugian

atau batalnya seluruh atau sebahagian dari suatu keuntungan yang semula

diharapkan karena suatu kejadian di luar kuasa manusia, kesalahan sendiri atau

perbuatan manusia lain”. Sedangkan risiko dalam industri perasuransian diartikan

sebagai ketidakpastian dari kerugian financial atau kemungkinan terjadinya

kerugian.27

Hidup tak ubahnya seperti permainan dari ketidakpastian. Secara awam,

ketidakpastian itu diterjemahkan sebagai risiko. Sesuatu yang belum pasti terjadi,

akibatnya tentu tidak dikehendaki juga. Misal risiko kecelakaan, kematian,

kerugian material dikarenakan gempa, banjir atau bencana alam lainnya (acts of

Gods). Tak seoragpun mengetahui secara pasti kapan risiko itu akan terjadi.28

1. Pengalihan Risiko

Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa tujuan asuransi adalah sebagai

berikut :

Tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta

kekayaan miliknya dan terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta

kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian material atau korban

jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi kerugian material atau korban jiwa

atau cacat raganya akan mempengaruhi perjalanan hidu seseorang atau ahli

27

Bagus Irawan, Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, (Bandung; Alumni, 2007) Hal 105.

28

(13)

warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat

memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

Asuransi sebagai alat pengalihan risiko artinya asuransi dapat dipakai

sebagai salah satu wahana unik mengadakan pengalihan risiko, dimana risiko

pihak yag satu (tertanggung) dialihkan kepada pihak lain (penanggung) yang

peralihannya dilakukan dengan suatu perjanjian.29

Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak

tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia

mengambil-alih beban risiko (ancaman bahaya) dan dia sanggup membayar

kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis perusahaan asuransi

selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil risiko

dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi

dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaannya atau

jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi

(penangguang) sejak itu pula risiko beralih keada penanggung. Apabila

sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang

merugikan penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah

diterimanya dari tertanggung.30

2. Pembayaran Ganti kerugian

Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka

tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam

praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh

29

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., Hal 12.

30Ibid

(14)

terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan

premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri

kepadanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang

menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada

tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian.

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian

bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance),

tetapi undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory

insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah

undang-undang bukan karena perjanjian, asuransi ini disebut asuransi sosial

(social security insurance). Asuransi ini bertujuan melindu ngi masyarakat

dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat

tubuh, dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung

berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.

Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang

terikat pada suatu hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya

hubungan kerja, penumpang angkutan umum. apabila mereka mendapat

musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung.

Mereka (ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari

penanggung (BUMN) yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang

adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena

(15)

4. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan

membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu

berkedudukan sebagai penanggung. Jika terjadi peristiwa yang

mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung),

perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung)

yang bersangkutan.

Wirjono Projodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan

(perkumpulan koperasi). Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung

(omderlinge verzekering) atau asuransi usaha bernama (mutual insurance)

yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota.31

Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak

dapat digolongkan ke dalam asuransi murni, melainkan hanya mempunyai

unsur-unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah.

Penyetoran uang iuranoleh anggota perkumpulan (semacam premi oleh

tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya

atau untuk mengurus kepentingan anggotanya misalnya bantuan upacara bagi

anggotanya yang mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi

anggota yang meninggal dunia dan biaya perawatan bagi anggota yang

mengalami kecelakaan atau sakit, serta cacat tetap.32

(16)

KUHD (kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dalam pasal 247 merinci

asuransi dalam 5 Jenis yaitu :

1. Asuransi terhadap Kebakaran;

2. Asuransi yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah;

3. Asuransi jiwa;

4. Asuransi di lautan dan perbudakan;

5. Asuransi pengangkutan darat dan sungai-sungai serta di perairan-perairan

pedalaman.33

Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengatur tentang jenis

asuransi yang poin 1, poin 2, dan poin 3 di atas, sedangkan jenis asuransi yang

poin 4 dan 5 diatur dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dari

jenis-jenis asuransi yang disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, dapat dilakukan penggolongan besar sebagai berikut :

1. Asuransi kerugian atau asuransi umum yang terdiri dari asuransi kebakaran

dan asuransi pertanian

2. Asuransi jiwa

3. Asuransi pengangkutan laut, darat dan sungai34

Jika diperhatikan dalam jenis-jenis asuransi pada pasal 247 KUHD

dengan perkembangan saat ini terdapat perbedaan. Perkembangan pertanggungan

itu sendiri pada sat ini kurang sesuai karena pada saat ini sudah banyak dikenal

jenis-jenis pertanggungan yang tidak tercantum di dalam pasal tersebut dan juga

33

Djoko Prakoso, Op.Cit, Hal 56.

34

(17)

melingkupi atau kriteria yang dipakai pembuat undang-undang tidak tepat seperti

:

1. Pertanggungan kebakaran memiliki arti murni hanya dilihat menanggung

kepentingan atas suatu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda

tersebut tidak dalam keadaan dikirm atau diangkut, sedangkan kerugian

karena kebakaran yang menimpa kapal dan barang-barang yang dalam

perjalanan untuk dikirim atau diangkut menjadi digolongkan dalam

pertanggungan laut.

2. Mengenai pertanggungan sakit, dalam arti murni menurut sifatnya seseorang

yang menderita suatu penyakit atau dalam keadaan sakit itu tidak dapat

bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya sehingga untuk

kerugiannya itu akan dibayar oleh penanggung dan masih banyak

kepentingan lain dari tertanggung yang dapat dikaitkan dalam peristiwa sakit

itu misalnya akibat sakitnya itu menderita rugi karena harus membayar

ongkos perawatan, pemondokan dan lain-lain, sehingga diperlukan

pertanggungan biaya sakit (ziektekosten verzekerinh).

Menurut ketentuan pasal 268 KUHD “Suatu pertanggungan dapat

mengenai segala kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat diancam

oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Definisi ini

sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini karena kepentingan yang

diasuransikan tidak lagi terbatas pada kepentingan yang dapat dinilaikan dengan

uang sebagaimana halnya dengan jiwa seseorang. Kebutuhan masyarakat telah

(18)

mempertanggungkan kepentingan mereka mengingat risiko-risiko yang timbul

kemudian melahirkan kebutuhan terhadap jenis-jenis asuransi baru. Batasan atas

objek asuransi dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang meliputi

objek asuransi atas kepentingan yang dapat dinilaikan dengan uang, dapat

diancam oleh suatu bahaya yang tidak dikecualikan oleh undang-undang sudah

tidak sesuai praktik industri sudah sejak lama.

Dari ketentuan Pasal 247 dan 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

dapat diartikan bahwa walaupun terdapat keterbatasan dalam ketentuan-ketentuan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, ketentuan-ketentuan tersebut tidak

menutup munculnya jenis-jenis asuransi yang baru sepanjang ketiga kriteria

tersebut di atas terpenuhi semua dalam kesepakatan di antara para pihak yang

akan mengikatkan diri.35

1. Asuransi Kerugian (schade verzekering)

Molengraaff membedakan 2 (dua) bentuk utama asuransi, yaitu :

Merupakan pertangggungan hak-hak kekayaan, bagian-bagian-bagian

dari kekayaan.

a. Ini adalah asuransi untuk mendapatkan ganti rugi jika kekayaanmengalami

kekurangan. Demikian ini disebut juga asuransi kekayaan.

b. Kerugian yang diderita akan diganti, sebab itu untuk asuransi ini

disyaratkan adanya kemungkinan kerugian yang dapat dinilai dengan uang.

(kehilangan atau untung yang seharusnya diterima).

35

(19)

2. Asuransi Sejumlah Uang (sommen verzekering)

Merupakan pertanggungan untuk mendapatkan sejumlah uang tertentu,

terlepas dari kerugian yang diderita, terhadap suatu kejadian (biasanya

mengenai diri tertanggung atau orang lain) yang belum tentu kapan akan

terjadi. Ini juga dinamakan asuransi orang (jiwa, sakit, cacat, dan lain-lain)

a. sejumlah uang akan dibayar;

b. kemungkinan kerugian yang didapat dinilai dengan uang (biarpun hanya

kerugian ekonomis) tidak di syaratkan.36

Jika kita perhatikan jenis asuransi yang dikemukakan oleh Molengraaf,

maka dapat dikatakan bahwa asuransi kecelakaan diri termasuk ke dalam jenis

asuransi sejumlah uang (sommen verzekering), yaitu asuransi yang

pertanggungannya berupa sejumlah uang tertentu. Peristiwa yang

dipertanggungkan belum tentu kapan terjadi. Asuransi ini disebut juga asuransi

orang yang meliputi jiwa, sakit, cacat dan lain-lain dimana asuransi kecelakaan

diri meliputi pertanggungan asuransi meninggal dunia, luka-luka dan cacat

tetapakibat adanya peristiwa kecelakaan yang belum pasti terjadi.

Kita mengetahui bahwa dalam garis besarnya ada 2 jenis asuransi yaitu

asuransi sejumlah uang (sommen verzekering) dan asuransi kerugian (schade

verzekering), namun seiring perkembangan zaman dan usaha perasuransian

(20)

muncul 3 jenis asuransi lagi yakni asuransi varia (varia verzekering), asuransi

rekayasa (egineering insurance) dan asuransi syariah.37

Asuransi varia merupakan asuransi yang tumbuh dan berkembang sesuai

dengan kebutuhan masyarakat.38Asuransi varia disebut juga asuransi campuran

karena merupakan unsur-unsur yang ada dalam asuransi sejumlah uang dan

asuransi kerugian. Asuransi varia berkembang untuk mengantisipasi kekakuan

KUHD yang hanya mengatur asuransi dalam ruang lingkup yang sempit.39

1. Asuransi Kredit

Jenis-jenis asuransi varia antara lain :

2. Asuransi Deposito

Asuransi rekayasa (egineering verzekering) adalah jenis asuransi yang

memberikan jaminan kepada pemegang polis (tertanggung) terhadap risiko-risiko

yang timbul selama kegiatan pengerjaan proyek, pembangunan rumah,

37

Mustafa Dib al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah (Menjalin Kerja Sama Bisnis dn Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam), (Jakarta; Al-Hikmah, 2010), Hal 83.

(21)

pemasangan mesin, testing dan commisioning. Jenis-jenis asuransi rekayasa

(egineering verzekering) antara lain :

1. Asuransi Egineering Proyek

2. Asuransi egineering non proyek

a. Asuransi peralatan elektronika (electronic equipmentinsurance/e.e.i)

b. Asuransi Kerusakan Mesin (machinery breakdown insurance/MB)41

Dalam prespektif ekonomi Islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful

yag berasal dari bahas Arab yakni takafala-yatakafulu-takafulyang berarti saling

menanggung atau saling menjamin.42Pengertian asuransi syariah adalah usaha

saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak

melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru (sumbangan) yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad

(perikatan yang sesuai syariah).43

1. Asuransi Jiwa

Bentuk-bentuk asuransi yang dikenal dalam tata hukum Indonesia, yakni

sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya, dapat dijabarkan sebagai

berikut:

41Ibid

, Hal 141

42

H. Hendi Suhendi dan Deni K. Yusuf, Asuransi Takaful (dari Teoritis ke praktis), (Bandung; Mimbar Pustaka, 2005), Hal 1.

43

(22)

Asuransi jiwa dapat didefenisikan dari dua perspektif, yaitu lingkungan

masyarakat dan perorangan. Dari sudut pandang lingkungan masyarakat,

asuransi jiwa dapat didefenisikan sebagai perangkat sosial pengalihan risiko

keuangan perorangan akibat kematian ke kelompok orang, dan melibatkan

suatu proses akumulasi dana oleh kelompok untuk memenuhi kerugian

keuangan yang tidak pasti akibat kematian.

Dari sudut pandang perorangan, asuransi jiwa dapat didefenisikan

sebagai suatu perjanjian (polis asuransi) yang mana satu pihak (pemilik polis)

membayar suatu perangsang kepada pihak lain (penanggung) sebagai imbalan

persetujuan penanggung untuk membayar jumlah tertentu jika orang yang

ditanggung meninggal. Dimana kegunaan asuransi jiwa adalah memberikan

perlindungan ekonomis terhadap kerugian yang mungkin terjadi akibat suatu

kemungkinan kejadian, seperti kematian, sakit, atau kecelakaan.

2. Asuransi Kerugian

Asuransi kerugian dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yakni :

a. Asuransi Wajib (compulsory insurance)

Adalah asuransi wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang berkepentingan

sehubungan dengan adanya undang-undang atau peraturan pemerintah

mengenai hal tersebut. Program asuransi ini diselenggarakan secara wajib

berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan memberikan

perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Asuransi wajib hanya

memberikan perlindungan dasar dan lazimnya penyelenggaraan program

(23)

pemerintah.Contohnya antara lain : asuransi sosial pegawai negeri sipil,

asuransi kesehatan pegawai negeri sipil, asuransi kecelakaan lalu lintas,

jaminan sosial tenaga kerja dan lain sebagainya.

b. Asuransi Sukarela (Voluntary Insurance)

Asuransi jenis ini dilaksanakan secara sukarela. Masyarakat diberikan

secara kebebasan untuk mengasuransikan atau tidak mengasuransikan

obyek yang dapat dipertanggungkan. Dalam hal yang bersangkutan

memutuskan untuk berasuransi, maka ia juga diberikan kebebasan

memilih penanggung (perusahaan asuransi). Terkait dengan pelaksanaan

asuransi sosial untuk risiko-risiko yang telah dijamin dan hanya

menyediakan perlindungan dasar, masyarakat dapat menggunakan

mekanisme asuransi sukarela ini untuk meningkatkan jumlah santunan

atau coverge merupakan solusi atas keterbatasan program yang disediakan

melalui asuransi sosial.44

1) Asuransi Jiwa (Life Insurance)

Karena sifatnya sukarela maka setiap orang tidak terikat untuk masuk pada

jenis asuransi ini, yaitu:

2) Asuransi Kerugian (Non Life Insurance) atau General Insurance,

antara lain sebagai berikut:

a) Asuransi Kebakaran

b) Asuransi Pengangkutan Transport Laut, Darat, dan Udara

c) Asuransi Kendaraan Bermotor

44

(24)

d) Asuransi Kendaraan Berat (Heavy Equipment Insurance)

e) Asuransi Kecelakaan Diri (Personal Accident Insurance)

f) Asuransi Cash

g) Asuransi Kontruksi (Construction’s All Risk Insurance)

h) Asuransi Pemasangan Mesin (Erection All Risks Insurance)

i) Asuransi Kerusakan Mesin (Machinery Breakdown Insurance)

j) Asuransi Pembongkaran (Burglary Insurance)

k) Asuransi Penggelapan (Fidelity Guarantee)

D.Polis dan Premi

Pada dasarnya setiap perjanjian pasti membutuhkan adanya suatu

dokumen. Setiap dokumen secara umum mempunyai arti yang sangat penting

karena berfungsi sebagai alat bukti. Arti pentingnya dokumen sebagai alat bukti

tidak hanya bagi para pihak saja, tetapi juga bagi pihak ketiga yang mempunyai

hubungan langsung atau tidak langsung dengan perjanjian yang bersangkutan.

Undang-undang menentukan bahwa perjanjian asuransi harus ditutup dengan

suatu akta yang disebut (pasal 255 KUHD). Menurut pasal 255 “Suatu

tanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis”.

Sesuai dengan uraian di atas bahwa perjanijian asuransi harus dibuat

secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Berdasarkan pasal 19 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 bahwa polis atau bentuk perjanjian

asuransi dengan nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan

(25)

penafsiran yang berbeda mengenai risiko yang ditutup asuransinya, kewajiban

tertanggung, atau mempersulit tertanggung mengurus haknya.45

Berdasarkan ketentuan 2 (dua) pasal tersebut di atas, maka dapat dipahami

bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah

terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti

tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung

kata-kata atau kalimat-kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga

mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban

mereka dalam pelaksanaan asuransi. Disamping itu, polis juga memuat

kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi

dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi.46

Sedang syarat-syarat formal polis diatur lebih lanjut pada pasal 256

KUHD. Agar suatu akta dapat disebut sebagai suatu polis. Pasal 257, selanjutnya

mengatur tentang saat kapan perjanjian asuransi itu mulai dianggap ada, yaitu

sejak adanya kata sepakat/sejak saat ditutup, bahkan sebelum polis

ditandatangani. Pada umumnya syarat-syarat tambahan/khusus itu dibagi dalam

dua jenis, ialah :47

1. Syarat-syarat yang bersifat larangan

Yang dimaksud dengan syarat-syarat yang bersifat larangan ialah

syarat-syarat dimana dinyatakan bahwa pihak tertanggung dilarang melakukan

45

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi IndonesiaOp.Cit., Hal 59.

46Ibid 47

(26)

suatu perbuatan tertentu dengan ancaman bila mana larangan tersebut dilanggar

oleh tertanggung, maka perjanjian pertanggungan menjadi batal.

2. Syarat-syarat lain

Yang dimaksud dengan syarat-syarat lain ialah semua syarat-syarat

yang tidak mengandung ancaman-ancaman batalnya perjanjian pertanggungan

syarat untuk melanjutkan pertanggungan dan sebagainya. Misalnya ada

ketentuan sebagai berikut : “Selesainya jangka waktu yang tersebut dalam polis

ini, dan sehabisnya tiap-tiap jangka waktu yang berikut, maka perjanjian

pertanggungan ini dianggap menurut hukum telah diperpanjang untuk jangka

waktu yang sama, bilamana sekurang-kurangnya satu bulan di muka tidak

menyatakan penghentian pertanggungan ini oleh salah satu pihak yang

bersangkutan kepada pihak lain dengan surat tercatat”.

Dengan syarat ini diberi kesempatan kepada pihak tertanggung atau

penanggung untuk melanjutkan pertanggungan secara otomatis dengan

memberi kelonggaran membatalkan pertanggungan itu pada tanggal tersebut

dalam polis di mana harus diberitahukan maksud itu oleh pihak yang

menghendaki kepada pihak yang lain.

Pada dasarnya setiap polis terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu:

1. Deklarasi

Deklarasi merupakan suatu pernyataan yang dibuat oleh calon

tertanggung yang pada dasarnya memberikan keterangan mengenai beberapa

hal baik mengenai jati dirinya maupun yang mengenai obyek/barang yang

(27)

penutupan perjanjian asuransi/pertanggungan. Hal ini sesuai dengan ketentuan

pasal 256 KUHD titik 3 (tiga) yo pasal 251 KUHD yaitu mengenai pemberian

keterangan haruslah sesuai dengan asas itikad baik yang sempurna. Di dalam

deklasrasi pada dasarnya memuat :

a. Identitas, alamat, dan sebagainya.

b. Nilai barang yang bersangkutan.

c. Keterangan lengkap mengenai barang yang bersangkutan.

d. Waktu yang diminta.

e. Dan sebagainya

2. Klausula pertanggungan

Klausula pertanggungan merupakan bagian yang utama dari suatu polis.

Pada bagian klausula ini dengan jelas dianut ketentuan mengenai risiko apa

saja dari polis yang bersangkutan, yang ditanggung oleh penanggung,

syarat-syarat yang diminta dan ruang lingkup tanggung jawab penanggung.Pada

setiap polis, bagian klausula ini antara lain mengatur menentukan tetang :

a. Risiko yang termasuk di dalam pertanggungan.

b. Kerusakan/kerugian yang disebabkan oleh...perluasan apabila ada sesuai

dengan syarat tambahan.

3. Pengecualian-pengecualian

Dalam setiap polis dengan kondisi dengan kondisi apapun juga selalu

terdapat bagian yang mengandung pasal-pasal mengenai pengecualian. Dengan

tegas polis ini menentukan terhadap hal-hal apa saja terdapat pengeculian;

(28)

kerugian-kerugian tertentu yang dikecualikan dari perjanjian pertanggungan

yang dimaksud. Untuk ini seorang tertanggung harus tahu persis apa saja yang

dikecualikan dari penutupan polis termaksud.

4. Kondisi-kondisi

Pada bagian polis ini dijelaskan tentang apa yang menjadi hak dan

kewajiban para pihak baik penanggung atau tertanggung. Kondisi-kondisi

termaksud, biasanya mengenai :

a. Pembayaran premi

b. Pertanggungan-pertanggungan lain

c. Perubahan risiko

d. Kewajiban tertanggung bila terjadi peristiwa

e. Laporan kerugian

f. Ganti rugi

g. Kerugian atas barang

h. Ganti rugi pertanggungan rangkap

i. Pertanggungan di bawah harga

j. Laporan palsu

k. Taksiran harga dalam kerugian

l. Biaya yang diganti

m. Pembayaran ganti rugi

n. Sisa barang

o. Sisa jumlah pertanggungan

(29)

q. Gugurnya hak ganti rugi

r. Pennghentian pertanggungan

s. Pengembalian premi

t. Perselisihan

u. Penutup.48

Dalam praktik asuransi setiap perusahaan asuransi telah menyusun polis

masing-masing dengan syarat-syarat khusus dan klausula-klausula tertentu pula.

Berdasarkan syarat-syarat khusus dan klausula-klausula tertentu yang

dicantumkan dalam polis timbullah bermacam jenis polis yang berbeda antara satu

sama lain, bahkan menunjukan persaingan antara sesama penanggung. Demikian

juga tertanggung, ada yang merasa sulit memilih perusahaan asuransi yang akan

dijadikan penanggung karena masing-masing mempunyai kelebihan dan

kekurangan.49

Untuk mengatasi kesulitan dalam praktik dan untuk mencegah persaingan

yang tidak sehat sesama perusahaan asuransi, maka diupayakan penyeragaman

syarat-syarat khusus dalam polis dengan cara menciptakan polis standar, bak

secara nasional maupun secara interasional sehingga dapat dicegah perbedaan

yang mencolok antara polis perusahaan asuransi yang satu dengan perusahaan

asuransi yang lain yang sejenis. Berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan

48Ibid

, Hal 129-131.

49

(30)

dalam polis, terdapat 5 (lima) jenis polis yang terkenal, yaitu polis maskapai, polis

bursa, polis Lloyd, polis perjalanan dan polis waktu sebagai berikut :50

1. Polis maskapai

Dinamakan polis maskapai karena polis ini dibuat dan diterbitkan oleh

maskapai-maskapai asuransi. Selain syarat-syarat yang diharuskan oleh

undang-undang, polis maskapai memuat beberapa ketentuan khusus yang

berlaku bagi maskapai yang menciptakan syarat-syarat tersebut. Dalam operasi

kerjanya perusahaan asuransi yang menggunakan polis maskapai ini banyak

mengalami kesulitan, sehingga lambat laun polis maskapai ini ditinggalkan dan

orang mulai mengarah pada pembuatan dan penggunaan polis seragam.

2. Polis bursa

Polis bursa mempunyai syarat-syarat yang seragam dan digunakan pada

bursa asuransi. Ada 2 (dua) macam polis bursa, yaitu polis bursa Amsterdam

dan polis bursa Rotterdam. Kedua polis ini digunakan pada asuransi

pengangkutan laut dan asuransi kebakaran. Kedua polis ini dinamakan

demikian karena polis bursa Amsterdam digunakan di Bursa Asuransi

Amsterdam, sedangkan polis bursa Rotterdam digunakan di Bursa Asuransi

Rotterdam. Polis-polis ini masih terus dikembangkan dengan menambah

syarat-syarat yang telah diseragamkan itu secara berurutan dengan diberi

nomor urut dan dicetak. Apabila syarat tambahan itu belum tercetak dalam

polis dan akan digunakan di polis bursa, maka syarat tersebut harus dilampiran

pada polis bursa yang bersangkutan, atau dinyatakan secara khusus dalam polis

50Ibid

(31)

yang bersangkutan bahwa syarat itu berlaku juga bagi asuransi yang diliput i

polis tersebut. Polis standar sebagaiman diuraikan di atas digunakan oleh

perusahaan asuransi di Indonesia. Di saming itu, Dewan Asuransi Indonesia

(DAI) juga telah menetapkan polis standar untuk asuransi kebakaran dan

asuransi kendaraan bermotor.

3. Polis Lloyd

Polis Lloyd adalah polis yang digunakan di bursa Lloyd di London.

Polis ini telah dikembangkan tersendiri di bawah merk Lloyd dan hanya

digunakan oleh perusahaan asuransi yang menjadi anggota The Lloyds

Corporation. Polis Lloyd digunakan untuk asuransi pengangkutan laut, asuransi

kebakaran dan asuransi pengangkutan laut diakui Marine Insurance Act 1906.

4. Polis perjalanan

Polis perjalanan dibuat untuk asuransi 1 (satu) perjalanan atau 1 (satu)

pelayaran tertentu saja, misalnya Tanjung Priok ke Belawan. Berapa hari

perjalanan itu dilakukan tidak menjadi persoalan, kecuali jika perjalanan atau

pelayaran itu dihentikan atau diputuskan di tengah perjalanan dapat

mengakibatkan batalnya asuransi. Tidak termasuk pengertian dihentikan atau

diputuskan apabila penghentian perjalanan itu sebagai bagian dari perjalanan,

misalanya pelayaran dari Tanjung Priok ke Ujung Pandang, singgahnya kapal

di Tanjung Perak bukan termasuk penghentian atau pemutusan perjalanan.

Demikian juga apabila kapal berhenti di suatu pelabuhan karena kerusakan atau

keadaan darurat tidak dapat dikatakan sebagai penghentian atau pemutusan

(32)

5. Polis Waktu

Polis waktu dibuat untuk asuransi yang berjangka waktu tertentu,

misalnya 1 (satu) tahun. Penentuan jangka waktu asuransi harus tepat menurut

tanggal dan jam dimulai dan diakhiri. Misalnya asuransi berjangka waktu 1

(satu) tahun, dimulai dari tanggal 1 Januari 2010 pukul 12.00 siang hari sampai

1 Januari 2011 pukul 12.00 siang hari. Polis berjangka waktu tertentu biasa

digunakan pada asuransi kebakaran.

Sesuai dengan pasal 255 KUHD, asuransi jiwa harus diadakan secara

tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304

KUHD, polis asuransi jiwa memuat :

1. Hari diadakan asuransi

Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal

ini penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat

diketahui pula sejak hari dan tanggal risiko itu menjadi beban penanggung.

2. Nama tertanggung

Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang

wajib membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenement

atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak

menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain

tertanggung dalam praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (benefiaciary),

yaitu orang yang berhak menerima sejumlah uang tertentu dari penanggung

(33)

dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang

berkepentingan.

3. Nama orang yang jiwanya diasuransikan

Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu

kesatuan. Jiwa tanpa badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada

arti apa-apa bagi asuransi jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek badannya.

Orang yang punya badan itu mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan,

baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang

berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini,

tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.

4. Saat mulai dan berakhirnya evenement

Saat mulai dan berakhirnya evenement merupakan jangka waktu

berlaku asuransi, artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban

penanggung, misalnya mulai tanggal 1 Januari 1990 sampai tanggal 1 Januari

2000. Apabila dalam jangka waktu itu terjadi evenement, maka penanggung

berkewajiban membayar santunan kepada tertanggung atau orang yang

ditunjuk sebagai penikmat (benficiary).

5. Jumlah asuransi

Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada

saat diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh

penanggung kepada penikmat dalam hal terjadi evenement, atau pengembalian

kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa

(34)

syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara

tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut asas

kepentingan dan asas keseimbangan dalam asuransi jiwa dikesampingkan.

6. Premi asuransi

Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh

tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap

bulan selama asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi

bergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat

diadakan asuransi.51

Dalam pasal 246 terdapat rumusan “dengan mana penanggung

mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi”. Berdasarkan

rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa premi adalah salah satu unsur penting

dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib dipenuhi oleh

tertanggung kepada penanggung.

Polis merupakan akta penting dalam perjanjian asuransi karena polis

bertujuan untuk menjadi bukti terjadinya perjanjian asuransi. Namun untuk dapat

membuat polis tetap berlaku maka diperlukan adanya premi. Premi merupakan

obyek dari asuransi. Premi sangat penting dalam asuransi karena jika premi tidak

dibayarkan dapat menyebabkan polis menjadi tidak berlaku sehingga perjanjian

asuraansi menjadi batal.

52

51

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., Hal 196-198.

52Ibid

(35)

Sebagai perjanjian timbal balik, asuransi bersifat konsensus artinya sejak

terjadi kesepakatan timbullah kewajiban dan hak kedua belah pihak. Akan tetapi,

asuransi baru berjalan jika kewajiban tertanggung membayar premi telah

dipenuhi. Dengan kata lain, risiko atas benda beralih kepada penanggung sejak

premi dibayar oleh tertanggung, karena itu ada tidaknya asuransi ditentukan oleh

pembayaran premi. Premi merupakan kunci perjanjian asuransi. Pada asuransi

yang diadakan untuk jangka waktu tertentu, premi dibayar lebih dahulu pada saat

asuransi diadakan. Pada asuransi yang diadakan untuk 1 (satu) perjalanan, premi

dapat dibayar pada saat bahaya sudah mulai berjalan, misalnya pada kapal yang

sudah berangkat. Akan tetapi, ada asuransi yang diadakan untuk jangka waktu

panjang, misalnya asuransi jiwa, pembayaran premi dapat dilakukan secara

periodik, yaitu setiap awal bulan. Pada asuransi yang demikian ini, jika pada suatu

tertentu premi belum dibayar, asuransi berhenti. Setelah premi periode yang

tertunggak itu dibayar, asuransi berjalan lagi. Jika premi tidak dibayar

mengakibatkan asuransi itu batal.53

Dalam asuransi jiwa yang harus diperhatikan ialah, penentuan tarif (rate

making), karena hal tersebut akan menentukan besarnya premi yang akan

diterima. Tarif atau premi yang ditetapkan harus bisa menutupi klaim (risiko)

serta biaya-biaya asuransi dan sebagian dari jumlah.54

53

H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit., Hal 92.

54

(36)

Dalam jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung juga termasuk

biaya yang berkenaan dengan pengadaan asuransi itu. Rincian yang dapat

dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah :

1. Jumlah presentase dari jumlah yang diasuransikan;

2. Jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penanggung, misalnya biaya

materai, biaya polis;

3. Jasa untuk pialang jika asuransi diadakan melalui pialang; dan

4. Keuntungan bagi penanggung dan jumlah cadangan.55

Menurut ketentuan pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992,

premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi tidak berlebihan, dan tidak

diterapkan secara dskriminati. Tingkat premi dinilai tidak mencukupi apabila :

1. Sangat rendah shingga sangat tidak sebanding dengan manfaat yang

diperjanjikan dalam polis asuransi yang bersangkutan;

2. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan membahayakan tingkat

solvabilitas perusahaan; dan

3. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan dapat merusak iklim

kompetisi yang sehat.

55

Referensi

Dokumen terkait

2 Tahun 1992 tentang Usaha Persuransian, Pasal 1 angka (1), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan

Dalam Pasal 246 KUHD memberikan batasan perjanjian asuransi sebagai berikut; Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung

Dalam Pasal 246 KUHD memberikan batasan perjanjian asuransi sebagai berikut; Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung

Kitab Undang – Undang Hukum Dagang disebutkan dalam Pasal 246 KUHD menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dimana penanggung mengikatkan diri terhadap

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi,

Suatu pertanggungan atau pertanggungan atau asuransi asuransi karena pada karena pada hakekatnya adalah hakekatnya adalah merupakan merupakan suatu perjanjian maka ia

Definisi resmi asuransi konvensional d isebutkan dalam pasal 246 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang): Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana

27 Sedangkan pengertian otentik asuransi sendiri terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu:28 “ Asuransi atau pertanggungan adalah suatu persetujuan, di mana