• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Be

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Be"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma

Penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Cara untuk mencari kebenaran dilakukan para peneliti dan praktisi melalui model yang biasa dikenal dengan prespektif. Becker mendefenisikan perspektif sebagai seperangkat gagasan yang melukiskan karakter situasi yang memungkinkan pengambilan tindakan, suatu spesifikasi jeni-jenis tindakan yang secara layak danmasuk akal dilakukan orang, standar nilai yang memungkinkan orang dapat dinilai (Mulyana,2005:5).

Paradigma adalah satu pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi pokok persoalan (subject matter) dari suatu cabang ilmu (Ritzer, 2002:4). Bongdan dan Biklen menyatakan paradigma merupakan kumpulan dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian (Narwaya, 2006: 110).

Paradigma pada wilayah riset penelitian merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian (Narwaya, 2006: 108). Ketiadaan seperangkat dasar pemikiran yang tercermin pada sebuah paradigma, maka suatu penelitian akan mengalami ketumpulan ataupun bias dalam penelitian.

Ada tiga paradigma dalam kajian ilmu komunikasi. Pandangan pertama, paradigma positivisme yaitu melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Positivisme berasal dari bahasa Inggris Postivism dan bahasa latin Positivius Ponore yang berarti meletakkan. Tesis yang dikemukakan dalam paradigma ini adalah bahwa sains dan ilmu alam adalah satu-satunya pengetahuan yang valid dan fakta adalah dasar yang sah bagi pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa pandangan positivisme cenderung memandang realitas apa adanya, tanpa memikirkan dasar dari terbentuknya realitas tersebut. Pemikiran ini berasal dari August Comte (1798-2857).

(2)

aliran Frankfurt Jerman seperti Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud.

Ciri-ciri dari paradigma ini adalah:

- Bersifat historis, artinya teori ini diperkembangan berdasarkan situasi masyarakat yang konkret dan berpijak diatasnya.

- Bersifat kritis pada dirinya sendiri dan terbuka dari segala kritik, evaluasi dan refleksi terhadap dirinya.

- Selalu mempunyai kecurigaan penuh terhadap masyarakat aktual, karena secara mendasar ia selalu akan mempertanyakan segala kenyataan yang ada.

- Dibangun demi sebuah ‘praksis’ atau untuk mendorong terjadinya transformasi masyarakat dengan jalan praksis.

Pandangan ketiga adalah paradigma konstruktivisme. Menurut Von Glasersfeld (Ardianto, 2007: 154), konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa adanya, terlepas dari peranan subjek sebagai pengamat. Konstrutivisme menolak keyakinan itu. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif.

(3)

alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme karena didalam kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan bebas membatasi apa yang dapat dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjek. Dengan kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif kualitatif (wawancara dan observasi) merupakan bagian dari pendekatan konstruktivis.

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Defenisi dan Prinsip Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari kata latin “communis” yang berarti “sama”. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2007 : 46). Menurut Carl I Hovland (dalam buku Deddy Mulyana, 2007:48) komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

(4)

berbagai bentuk komunikasi yang dilakukan oleh bayi, seperti tangisan dan yang lainnya. Proses interaksi tersebut terus berkembang seiring dengan pertambahan usia dan kemampuannya berkomunikasi.

Berdasarkan model Laswell, komunikator sangat powerfull, mampu mempengaruhi komunikan, dan menganggap bahwa pesan pasti memiliki efek di dalam diri komunikannya. Unsur-unsur utama komunikasi adalah komunikator (who), pesan (says what), saluran komunikasi (in which channel), komunikan (to whom), dan efek komunikasi (with what effect) (Dani Vardiansyah, 2004:115).

Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka pengalaman (field of experience). Dari pernyataan tersebut dapat ditarik empat prinsip dasar komunikasi, yaitu :

1. Komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences).

2. Jika daerah tumpang tindih menyebar menutupi lingkaran A dan B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta suatu proses komunikasi yang mengena (efektif). 3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi

sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi yang efektif.

4. Kedua lingkaran ini tidak akan bisa saling menutup secara penuh karena dalam konteks komunikasi antar-manusia tidak pernah ada manusia di atas dunia ini yang memiliki perilaku , karakter, dan sifat-sifat yang persis sama sekalipun kedua manusia itu dilahirkan secara kembar (Cangara, 2007 :21-22).

(5)

komunikasi antarpribadi, proses menunjukkan adanya kegiatan pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain.

2.2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Menurut Effendy (2006) dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan; 2. Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang; 3. Komunikan : Orang yang menerima pesan;

4. Media : Sasaran atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya; 5. Efek : Dampak sebagai pengaruh pesan.

2.2.1.3 Jenis-Jenis Komunikasi

Para pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Sebagaimana juga defenisi komunikasi, konteks komunikasi ini juga diuraikan secara berlainan. Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Klasifikasi komunikasi berdasarkan tingkat jumlah peserta dapat dikategorikan menjadi enam (Mulyana,2005:80):

a. Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi dengan diri sendiri. Contohnya berpikir. Komunikasi ini merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam konteks lainnya. Sebelum kita berkomunikasi dengan orang lain, kita biasanya berkomunikasi dengan diri sendiri guna mempersepsikan dan memastikan makna pesan oranglain. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri.

(6)

Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi ini adalah komunikasi diadik yang biasanya terjadi hanya melibatkan dua orang yang berkomunikasi dalam jarak dekat, dimana pesan yang dikirim maupun diterima secara simultan dan spontan baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi ini sangat efektif untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan sempurna, komunikasi antarpribadi berperan besar hingga kapanpun selama manusia masih memiliki emosi. c. Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan oleh kelompok kecil, jadi bersifat tatap muka.

d. Komunikasi Publik

Komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi ini biasanya berlangsung lebih formal dan lebih sulit dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi dan kelompok, dikarenakan bentuk komunikasi publik ini menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan kemampuan menghadapi sejumlah orang atau khalayak.

e. Komunikasi Organisasi

(7)

horisontal. Komunikasi informal adalah komunikasi yang berdasarkan struktur organiasi, seperti komunikasi antar rekan..

f. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik, dengan tujuan masyarakat luas yang anonim, heterogen yang tersebar diberbagai tempat.

2.2.1.4 Sifat Komunikasi

Berdasarkan sifatnya maka komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Komunikasi Verbal (verbal communication) a. Komunikasi lisan (oral communication) b. Komunikasi tulisan (written communication) 2. Komunikasi nonverbal l(mediated communication)

a. Komunikasi kial (gestural communication) b. Komunikasi gambar ( pictorial ommunication) 3. Komunikasi tatap muka (face-to-face communication) 4. Komunikasi bermedia (mediated communication)

2.2.1.5 Fungsi dan Tujuan Komunikasi Adapun fungsi komunikasi adalah: 1. Menyampaikan informasi (to inform). 2. Mendidik (to educate).

3. Menghibur (to entertain). 4. Mempengaruhi (to influence).

Adapun tujuan komunikasi adalah : 1. Perubahan sikap (attitude change). 2. Perubahan pendapat (opinion change). 3. Perubahan perilaku (behavior change).

(8)

2.2.2 Strategi Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Ilmu Komunikasi” (2006: 32) menyatakan bahwa : “Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”.

Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh penentuan strategi komunikasi. Di lain pihak jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek dari proses komunikasi bukan tidak mungkin menimbulkan

pengaruh negatif. Sedangkan untuk menilai proses komunikasi dapat ditelaah dengan menggunakan model-model komunikasi. Dalam proses kegiatan komunikasi yang sedang berlangsung atau sudah selesai prosesnya maka untuk menilai keberhasilan komunikasi tersebut terutama efek dari proses komunikasi tersebut digunakan telaah model komunikasi.

Strategi komunikasi dapat dilakukan berdasarkan sifat komunikasi itu sendiri, yaitu :

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata,

baik lisan maupun tulisan. Setidaknya ada tiga ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal (Djuarsa, 2003 : 63). Pertama, bahasa verbal adalah komunikasi yang kita pelajari setelah kita menggunakan komunikasi nonverbal. Jadi, komunikasi verbal ini digunakan setelah pengetahuan dan kedewasaan kita sebagai manusia tumbuh.

Kedua, komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi nonverbal, sebab bila kita keluar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan masyarakat setempat maka kita bisa

(9)

2. Komunikasi Nonverbal

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan merupakan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. porter,

komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu kegiatan komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang memiliki pesan potensial bagi penerima.

Komunikasi nonverbal mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan (Mulyana, 2007 : 343).

Jurgen Ruecsh ( dalam Mulyana, 2007 : 352 ) mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Bahasa tanda (sign language)

Bahasa tanda bisa berupa acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis atau juga bahasa tuna rungu.

2. Bahasa tindakan (action language)

Bahasa tindakan merupakan semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya berjalan.

3. Bahasa objek (object language)

Bahasa objek dapat berupa penunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat public lainnya seperti ukuran ruangan, bendera,

gambar(lukisan), music dan sebagainya baik secara sengaja maupun tidak.

Dalam menyusun strategi komunikasi harus memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan penghambat. Berikut ini sebagian komponen komunikasi dan faktor pendukung serta penghambat pada setiap komponen tersebut

(Effendy,2003:35).

1. Mengenali sasaran komunikasi

2. Faktor situasi dan kondisi

3. Pemilihan media komunikasi

4. Pengkajian tujuan pesan komunikasi

5. Peranan komunikator dalam komunikasi

(10)

7. Kredibilitas sumber

Dalam proses pendidikan sering kita jumpai kegagalan-kegagalan, hal ini biasanya dikarenakan lemahnya strategi komunikasi yang dipakai. Untuk itu, pendidik perlu mengembangkan pola komunikasi efektif dalam proses belajar mengajar. Komunikasi pendidikan yang dimaksudkan adalah hubungan atau interaksi antara pendidik dengan peserta didik pada saat proses belajar mengajar berlangsung atau dengan istilah lain yaitu hubungan aktif antara pendidik dengan peserta didik.

Guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, disamping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar.

2.2.3 Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura

Teori pembelajaran sosial Albert Bandura dikenal juga dengan teori kognitif sosial, proses kognitif terjadi ketika seseorang mengamati sosok model, mengamati, mempelajari kepingan perilaku dan secara mental menyatukan kepingan-kepingan tersebut ke dalam sebuah pola perilaku baru yang kompleks (Papalia, 2010 : 48).

Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi peembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari faktor kognitif, tujuan, materi, serta metode pembelajaran dapat membuat hasil belajar siswa dicapai semaksimal mungkin(Uno, 2006 : 185)

Teori Bandura didasarkan pada tiga asumsi (dalam buku Surya, 2013:151), yaitu :

(11)

2. Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dan lingkunganya. Pembelajaran terjadi akibat keterkaitan tiga pihak, yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi.

3. Hasil pembelajaran berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena pengaruh dari lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku dilingkungannya sebagai contoh, kemudian ditirunya menjadi perilaku miliknya. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuaian dengan keadaan dirinya dan tujuannya.

2.2.4 Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Sujiono, 2009:7). Batasan pengertian anak usia dini yaitu 0-6 tahun. Usia dini pada anak kadang disebut sebagai usia emas atau golden age.

Perkembangan anak usia dini merupakan fase yang sangat mendasar bagi perkembangan individu. Masa-masa tersebut merupakan masa kritis dimana seorang anak membutuhkan rangsangan-rangsangan yang tepat untuk mencapai kematangan yang sempurna (Pratisti 2008: 56). Perkembangan anak usia dini merupakan fase yang sangat mendasar bagi perkembangan individu. Mengingat karakteristik yang khas, maka pembelajaran anak usia dini harus dirancang sedemikian rupa sehingga menyenangkan dan menarik bagi anak. Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.

Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut :

a. Anak bersifat unik.

(12)

c. Anak bersifat aktif dan enerjik. d. Anak itu egosentris.

e. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.

f. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang. g. Anak umumnya kaya dengan fantasi.

h. Anak masih mudah frustrasi.

i. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak. j. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.

k. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial. l. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.

2.2.5 Kemandirian Anak Usia Dini

Kemandirian adalah sikap dan perilaku seseorang yang mencerminkan perbuatan yang cenderung individual (mandiri), tanpa bantuan dan pertolongan dari orang lain. Kemandirian identik dengan kedewasaan, melakukan sesuatu tidak harus ditentukan atau diarahkan sepenuhnya oleh orang lain. Kemandirian anak sangat diperlukan dalam rangka membekali mereka untuk menjalani kehidupan yang akan datang. Dengan kemandirian ini seorang anak akan mampu untuk menentukan pilihan yang ia anggap benar, selain itu ia juga berani memutuskan pilihannya dan bertanggung jawab atas resiko dan konsekuensi yang diakibatkan dari pilihannya tersebut.

Menurut Bacharuddin Mustafa (2008: 75) kemandirian adalah kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekuensi yang menyertainya.Kemandirian pada anak-anak mewujud ketika mereka menggunakan pikirannya sendiri dalam mengambil berbagai keputusan; dari memilih perlengkapan belajar yang ingin digunakannya, memilih teman bermain, sampai hal-hal yang relatif lebih rumit dan menyertakan konsekwensi-konsekwensi tertentu yang lebih serius.

(13)

takut dalam takarannya yang wajar dapat berfungsi sebagai ‘emosi perlindungan’ (protective emotion) bagi anak-anak, yang memungkinkannya mengetahui kapan waktunya meminta perlindungan kepada orang dewasa atau orang tuanya.

Kemandirian bukanlah kemampuan yang dibawa anak sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar. Kemandirian merupakan hasil dari pendidikan. Kartawijaya dan Kuswanto (2000: 1) mengemukakan bahwa kemandirian anak harus dibina sejak anak masih bayi dengan penanaman disiplin yang konsisten sehingga kemandirian yang dimiliki dapat berkembang secara utuh.

Dengan mengacu kepada definisi tersebut, Terdapat delapan unsur yang menyertai makna kemandirian bagi seorang anak, yaitu antara lain:

1. Berani memutuskan atas pilihannya sendiri

2. Bertanggungjawab menerima konsekwensi yang menyertai pilihannya 3. Percaya diri

4. Mengarahkan diri 5. Mengembangkan diri

6. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya 7. Berani mengambil resiko atas pilihannya.

2.2.6.1 Upaya Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini

Mengembangkan kemandirian pada anak adalah dengan memberikan kesempatan untuk terlibat dalam berbagai akivitas. Semakin banyak kesempatan yang diberikan pada anak, maka anak akan semakin terampil mengembangkan kemampuannya sehingga lebih percaya diri. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan kemandirian anak ini, sebagaimana yang disarankan oleh Ratri Sunar Astuti (2006: 49), yaitu:

1. Anak-anak didorong agar mau melakukan sendiri kegiatan sehari-hari yang ia jalani seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan sendiri, bersisir, berpakaian, dan lain sebagainya segera setelah mereka mampu melakukan sendiri.

(14)

3. Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani sehingga terlatih untuk mengembangkan ide dan berpikir untuk dirinya. Agar tidak terjadi kecelakaan maka atur ruangan tempat bermain anak sehingga tidak ada barang yang membahayakan.

4. Biarkan anak mengerjakan segala sesuatu sendiri walaupun sering membuat kesalahan.

5. Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak, jika anak tergantung pada kita maka beri dorongan untuk berinisiatif dan dukung keputusannya.

6. Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan dan idenya

7. Latihlah anak untuk mensosialisasi diri, sehingga anak belajar menghadapi problem sosial yang lebih kompleks. Jika anak ragu-ragu atau takut cobalah menemaninya terlebih dahulu, sehingga anak tidak terpaksa. 8. Untuk anak yang lebih besar, mulai ajak anak untuk mengurus rumah

tangga, misalmya menyiram tanaman, membersihkan meja, menyapu ruangan, dan lain-lain.

9. Ketika anak mulai memahami konsep waktu dorong mereka untuk mengatur jadwal pribadinya, misalnya kapan akan belajar, bermain dan sebagainya. Orang tua bisa mendampingi dengan menanyakan alasan-alasan pengaturan waktunya.

10. Anak-anak juga perlu diberi tanggung jawab dan konsekwensinya bila tidak memenuhi tanggung jawabnya. Hal ini akan membantu anak mengembangkan rasa keberartian sekaligus disiplin.

(15)

2.3 Model Teoritik

Dalam penelitian ini, penelitian membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan antara beberapa teori, yaitu. Keterkaitan teroti-teori ini akan mebentuk rangkaian yang berkesinambungan. Berikut model teoritik yang peneliti gambarkan untuk menunjukkan keterkaitan antar teori tersebut:

Guru Anak Usia Dini

Strategi Komunikasi

1. Komunikasi Verbal 2. Komunikasi

Nonverbal

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, tersusunnya panduan yang lebih spesifik mengenai Program Pemanfaatan Dana APP, dalam hal ini yang sudah diimplementasikan di Paroki Maria Assumpta Pakem, yang mengadopsi

Maklum balas ini membuktikan bahawa dengan adanya rangsangan- rangsangan baharu seperti alat digital, minat pelajar bertambah, dan mereka berasa lebih teruja membaca

Aktivitas mineralkortikoid tidak mempunyai efek dalam inflamasi alergi dan dapat menyebabkan efek samping, antara lain retensi air dan natrium yang menyebabkan edema dan

(35,8%) responden yang mengalami Penurunan Fungsi Paru (PFP) hal tersebut menandakan sebagian besar responden yang memiliki umur produktif mengalami penurunan fungsi

SIMPULAN dari Tugas Akhir ini adalah melalui karya desain buku ilustrasi yang lebih menarik diharapkan masyarakat, khususnya kaum muda akan lebih tertarik dengan

Jumlah sel inflamasi yang lebih banyak pada RA persisten mungkin dapat menjadi dasar lebih banyaknya jumlah subjek yang mengalami gangguan fungsi penghidu serta lebih

9.3.3 Peralatan teknis yang digunakan dalam proses pengujian skema sertifikasi KKNI level N Kompetensi Keahlian Rekayasa Perangkat Lunak diverifikasi dan dikalibrasi, 9.3.4