BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedatangan bangsa Eropa ke bumi Nusantara pada mulanya sekedar mencari
rempah-rempah. tetapi, keuntungan yang berlipat ganda membuat mereka menjadi
buta dan lupa diri. Lambat laun bumi Nusantara dikuasai. Dengan politik devide et
impera, bangsa Eropa, khususnya Belanda, mampu mengadu domba warga istana atau
penguasa lokal. Tidak jarang mereka mengintervensi persoalan intern penguasa
pribumi. Sampai menjelang abad ke-20, seluruh kawasan Nusantara hampir dapat
ditaklukkan.1
Kekuasaan Belanda melemah saat Amerika mendapatkan serangan udara dari
Jepang, tepatnya serangan udara di Pearl Harbour pada tanggal 8 Desember 1941.
Jepang-pun dapat dengan mudah masuk ke wilayah Indonesia. Jepang datang ke
Indonesia dengan usaha menarik simpati rakyat Indonesia. Seperti diundangnya para
tokoh pergerakan, baik pergerakan nasional maupun pergerakan Islam ke Jepang
untuk melihat-lihat keberhasilan yang telah dicapai oleh Jepang.2 Pada masa awal pendudukan Jepang, tidak begitu sukar untuk mendapatkan simpati rakyat Indonesia,
karena propaganda Jepang sudah dimulai sebelum tahun 1942, yaitu dengan
kedatangan propagandisnya seperti Ishika Shingo pada tahun 1936.
1 Nasruddin Ashoriy, Bangsa Inlander: Potret Kolonialisme di Nusantara, (Yogyakarta: LKiS, 2008), hlm ix
2 http://allanakbar.blogspot.com/2010/03/propaganda-pada-masa-pendudukan-jepang.html diakses pada 16 Mei 2013 jam 12.30
▸ Baca selengkapnya: berdasarkan bacaan diatas, identifikasilah berbagai alasan jepang melakukan ekspansi ke wilayah asia timur raya
(2)Jepang berhasil mengakhiri pertempuran-pertempuran di laut Jawa dengan
kemenangan dan berhasil mendaratkan Tentara Ekspedisi ke Enambelas, di tiga
tempat sekaligus, yaitu Kragan, Jawa Tengah, pada tanggal 1 Maret 1942. Maka pada
tanggal 7 Maret 1942, tentara Jepang yang menduduki Batavia (sekarang Jakarta)
telah mengeluarkan Undang-undang No. 1, yang menjadi pokok peraturan-peraturan
tata negara pada masa Pendudukan Jepang. Secara formal pulalah di mulai
Pemerintahan Jepang di Jawa.3
Jepang yang saat itu mengalami kesulitan ekonomi karena mereka
mengeluarkan banyak biaya untuk berperang, mau tak mau harus memanfaatkan
Indonesia yang memang memiliki letak yang cukup strategis dari segi geografisnya,
dengan memanfaatkan sumber daya alam. Selain menggunakan Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan balatentara Jepang yang akan berperang dalam bentuk materi,
Pemerintah Jepang juga menggunakan kekuatan kaum muda dalam membentuk
kekuatan Militer.
Jepang menyadari bahwa untuk mempertahankan pendudukannya yang luas
itu mereka memerlukan dukungan dari penduduk di daerah masing-masing.
Karenanya sejak itu Jepang mulai lebih intensif mengumpulkan dan mendidik kaum
muda Indonesia. Untuk itu pada tanggal 9 Maret 1943 diresmikan berdirinya gerakan
Seinendan (Barisan Pemuda). Pelantikan Gerakan Seinendan yang disebut juga Djawa Seinendan dilakukan pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya tercatat sebanyak 3.500
orang pemuda di seluruh Jawa. Secara resmi disebutkan bahwa pembentukan itu
3Eka Putra Bhuwana,” Djawa Sinbun Kai, Situasi Persuratkabaran Di Jawa Pada
Masa Pendudukan Jepang 1942-1945”. Seminar Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Jakarta, 1990, hlm 145.
bertujuan untuk mendidik dan melatih para pemuda, agar dapat menjaga dan
mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Maksud yang disembunyikan
adalah agar demikian Jepang memperoleh tenaga cadangan untuk memperkuat
angkatan perangnya melawan Sekutu, seperti yang tercantum dalam peraturan Djawa
Seinendan, yang untuk mempercepat tercapainya kemenangan akhir dari perang
dewasa itu.4
Tujuan utama Jepang adalah menyusun dan mengarahkan kembali
perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan
rencana-rencananya bagi dominasi ekomoni jangka panjang terhadap Asia Timur dan
Tenggara. Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas:
menghapuskan pengaruh-pengaruh Barat di kalangan mereka dan memobilisasikan
mereka demi kemenangan Jepang. Seperti halnya Belanda, Jepang bermaksud
menguasai Indonesia untuk kepentingan mereka sendiri.5
Dalam sistem pemerintahan Jepang di Indonesia, propaganda merupakan
bagian penting dan integral. Suatu indikasi bahwa propaganda tidak terpisahkan dari
sistem pemerintahan Jepang di Indonesia adalah pembentukan Departemen
Propaganda (Sendenbu) di bawah pemerintah militer Jepang. Untuk menguasai Jawa,
Jepang berpegang pada dua prinsip utama yaitu: bagaimana menarik hati rakyat
(minshin ha’aku) dan bagaimana mengindoktrinasi dan menjinakkan mereka (senbu
kosaku). Prinsip tersebut perlu dilaksanakan untuk memobilisasi seluruh rakyat guna
4 Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Balai Pustaka,1977), hlm 128
5 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), hlm 299-300
mendukung kepentingan perang dan untuk merubah mentalitas mereka secara
keseluruhan. Berdasarkan keyakinan bahwa bangsa Indonesia harus dibawa kepada
pola tingkah laku dan berpikir Jepang, propaganda ditujukan untuk mengindoktrinasi
bangsa Indonesia agar dapat menjadi mitra yang dapat dipercaya dalam Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Betapa propaganda memiliki arti penting
bagi Jepang untuk menguasai wilayah dan rakyat Indonesia, sehingga bangsa Jepang
pun telah mempersiapkan sistem propagandanya secara sistematis dan intensif sejak
sebelum pelaksanaan invasi ke negeri ini.6
Propaganda yang dilakukan Jepang tersebut dilakukan melalui berbagai
media, mulai dari film, surat kabar, radio, pendidikan hingga sastra. Semua yang
berhubungan dengan masyarakat harus berada di bawah Pemerintah Jepang, sehingga
dibentuklah Departemen Propaganda. Departemen Propaganda bertugas mengawasi
semua media yang berhubungan dengan masyarakat Indonesia kala itu.
Bentuk propaganda Jepang melalui Surat Kabar salah satunya adalah
diterbitkannya surat kabar milik Jepang di berbagai daerah di Jawa, terjadi
pengawasan ketat terhadap isi berita yang akan diterbitkan oleh setiap surat kabar
tersebut dan dilarang terbit surat kabar yang menggunakan bahasa Belanda. Pada
tanggal 16 Desember 1942 didirikan Gabungan Persurat Kabaran di Jawa dengan
nama Djawa Shinbun Kai. Untuk keperluan tersebut, pada tanggal 23 Desember 1942,
diadakan konprensi pers yang kedua sejak kedatangan Balatentara Jepang di Jawa,
yang dihadiri oleh pimpinan surat kabar-surat kabar yang ada di Jawa seperti, Djawa
6 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa “Perubahan Sosial di Pedesaan
Shinbun, Asia Raya, Pembangoenan, Tjahaja, Sinar Baroe, Sinar Matahari, Soeara Asia, dan Pewarta Perniagaan.
Pada zaman pendudukan Jepang, pers adalah alat Jepang dan kabar-kabar serta
karangan-karangan yang dimuat hanyalah yang pro-Jepang semata-mata. Walaupun
demikian ada juga segi baiknya bagi karyawan pers Indonesia pada zaman Jepang. Di
samping para karyawan pers Indonesia dapat memperluas pengalaman mereka dengan
fasilitas-fasilitas yang lebih banyak daripada di zaman Belanda, juga di bidang
komersilnya terdapat kemajuan. 7
Pers pada jaman pendudukan Jepang memegang peran penting dalam upaya
propaganda kepada masyarakat Indonesia. Dengan adanya pers tersebut, masyarakat
dapat memantau dan mengetahui apa yang sedang terjadi di sekitar mereka, terlebih
pada negara mereka. Pers dikenal sebagai “mata” bagi masyarakat umum sudahlah tak
asing lagi,8 maka inilah sebabnya mengapa Jepang sangat mengatur dengan ketat pers di Indonesia saat itu. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal
teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Selain Jepang mendirikan Djawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei
dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan
Antara. Selama masa tersebut, terbit beberapa media (harian), yaitu: Asia Raya di
Jakarta, Sinar Baroe di Semarang, Suara Asia di Surabaya, Tjahaya di Bandung.9
7 I. Taufik, Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia, (Jakarta: P.T Triyinco,1977), hlm 32.
8 Ibid.
9 http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/26/pers-indonesia-dari-masa-ke-masa/diakses pada 29 September 2012
Di Semarang sendiri surat kabar De Locomotief, surat kabar Matahari, surat
kabar Suara Semarang dan surat kabar Daja Oepaja pada masa kolonial Belanda
semuanya dihentikan. Sebagai gantinya terbit surat kabar Sinar Baroe di bawah
pimpinan Parada Harahap. 10 Sinar Baroe juga merupakan salah satu diantara 4 surat
kabar yang memuat Teks Proklamasi tepat sehari setelah Kemerdekaan Indonesia.
Namun bagaimanapun juga Sinar Baroe adalah bagian dari usaha propaganda Jepang
guna menarik simpati masyarakat saat itu.
Dari berbagai alasan dan pernyataan tersebut di atas, maka penelitian ini judul “Surat Kabar Harian Sinar Baroe Sebagai Media Propaganda Jepang di Semarang
pada tahun 1942-1945”. Salah satu media harian yang tebit sejak jaman Jepang
adalah Sinar Baroe yang diterbitkan di kota Semarang. Dalam penelitian ini akan
coba membahas lebih lanjut mengenai perkembangan persurat kabaran di Indonesia
pada masa Jepang, penggunaan Surat Kabar Harian Sinar Baroe sebagai media
propaganda Jepang, dan membandingkan antara propaganda yang dimuat dalam surat
kabar Sinar Baroe dengan kenyataan yang ada pada masa itu, melalui studi pustaka
dan dokumen. Batasan waktu antara tahun 1942-1943 ini tidak mutlak, karena
dipengaruhi juga oleh seberapa besar peran Surat Kabar Harian Sinar Baroe sebagai
media propaganda pada awal kedudukan Jepang di Semarang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, tersusunlah rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa latar belakang pemerintah Jepang menerbitkan Surat Kabar Sinar
Baroe?
2. Apa materi-materi propaganda yang dimuat dalam Surat Kabar Sinar
Baroe pada periode 1942-1943?
3. Apa peran propaganda tersebut dan kenyataan yang terjadi di masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Mengetahui latar belakang pemerintah Jepang menerbitkan Surat
Kabar Sinar Baroe,
2. Mengetahui materi propaganda yang dimuat dalam beberapa surat
kabar jaman Jepang.
3. Mengetahui peran propaganda dan perbedaan antara kenyataan di
masyarakat dengan propaganda diberitakan di media massa.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian
berikutnya tentang pendudukan Jepang di Indonesia dan memberikan gambaran
bagaimana kondisi pers pada masa pendudukan Jepang. Dengan terungkapnya
masalah-masalah tersebut maka dapat memberikan pengetahuan yang lebih
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa literatur dan referensi yang
relevan untuk menunjang pengkajian tema. Literatur tersebut akan digunakan sebagai
bahan acuan untuk mengkaji, menelusuri dan mengungkap pokok permasalahan.
Beberapa literatur tersebut diantaranya:
Buku karya Aiko Kurasawa yang berjudul Kuasa Jepang di Jawa, Perubahan
Sosial di Pedesaan 1942-1945 meneliti secara cukup mendalam mengenai kondisi
masyarakat di pedesaan selama masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Kebijakan-kebijakan Jepang terhadap masyarakat pribumi bertujuan untuk memperoleh sumber
daya ekonomi dan manusia guna mendudukung operasi militer Jepang. Produksi dan
distribusi hasil panen, serta bahan komoditas ditempatkan di bawah control
pemerintah, dengan proritas pasokan diberikan untuk pasukan militer.
Sementara sistem pemerintahan Jepang di Indonesia, propaganda merupakan
bagian penting dan integral. Suatu indikasi bahwa propaganda tidak terpisahkan dari
sistem pemerintahan Jepang di Indonesia adalah pembentukan Departemen
Propaganda (Sendenbu) di bawah pemerintah militer Jepang. Untuk menguasai Jawa,
Jepang berpegang pada dua prinsip utama yaitu: bagaimana menarik hati rakyat
(minshin ha’aku) dan bagaimana mengindoktrinasi dan menjinakkan mereka (senbu
kosaku). Prinsip tersebut perlu dilaksanakan untuk memobilisasi seluruh rakyat guna
mendukung kepentingan perang dan untuk merubah mentalitas mereka secara
keseluruhan. Berdasarkan keyakinan bahwa bangsa Indonesia harus dibawa kepada
pola tingkah laku dan berpikir Jepang, propaganda ditujukan untuk mengindoktrinasi
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Betapa propaganda memiliki arti penting
bagi Jepang untuk menguasai wilayah dan rakyat Indonesia, sehingga bangsa Jepang
pun telah mempersiapkan sistem propagandanya secara sistematis dan intensif sejak
sebelum pelaksanaan invasi ke negeri ini.11
Semua kebijakan Jepang itu merupakan strategi politik Jepang untuk
menghasilkan nilai budaya dan kepercayaan yang baru. Namun, mengakibatkan
masyarakat mengalami keguncangan yang tidak pernah dialami sebelumnya:
eksploitasi sumber daya ekonomi menyebabkan meratanya kemiskinan secara luar
biasa, perekrutan tenaga kerja pedesaan sebagai romusha mengakibatkan
terganggunya kegiatan pertanian, jarak antara berbagai kelompok sosial semakin
tajam, dan gengsi kelas penguasa tradisional sungguh-sungguh digerogoti. Buku ini
menelusuri perubahan-perubahan sosial ekonomi serta dampak psikologis yang terjadi
dalam masyarakat di wilayah pedesaab Jawa selama masa pendudukan Jepang.
Skripsi karya Widiatmoko yang berjudul “Film sebagai Media Propaganda
Politik di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945” meneliti mengenai
Propaganda Jepang melalu media Film. Sejak awal pendudukan Jepang, staf
propaganda Jepang dikirim ke ibukota-ibukota provinsi di Jawa (Jakarta, Bandung,
Yogyakarta, Semarang dan Surabaya) untuk melaksanakan aktiftias propaganda.
Kemudian dibentuk sebuah badan lokal yang lebih luas dan terorganisasi rapih yang
disebut Unit Operasi Distrik (Chihokosakutai) di kota-kota tersebut di atas dan di kota
Malang. Unit-unit Operasi Distrik ini, berada di bawah kendali langsung Sendenbu
(Kesatuan Propaganda). Setiap kantor karesidenan memiliki seksi propaganda dan
penerangan sendiri. Sekurang-kurangnya satu anggota staf dalam seksi ini adalah
orang Jepang yang dikirim dari Jakarta secara khusus. Pada tingkat-tingkat
administratif bawah, seperti kabupaten dan kecamatan, terdapat pejabat-pejabat
Indonesia yang bertugas untuk propaganda. Pejabat-pejabat ini tidak bekerja secara
khusus untuk propaganda saja, tetapi secara bersamaan melakukan fungsi lain sebagai
pegawai pemerintah lokal. Secara umum pemimpin-pemimpin politik lokal,
pemuka-pemuka agama, penyanyi, musisi, aktor, dalang, penari, pelawak, dan sebagainya
sering dimobilisasi untuk operasi-operasi propaganda. 12
Latar belakang budaya dan bahasa dari masyarakat adalah penting dalam
menentukan sarana-sarana propaganda. Hasil-hasil dari kegiatan propaganda sukar
sekali diukur. Keberhasilan mencapai suatu tujuan agaknya bisa diukur dari
banyaknya orang yang dapat dipengaruhi di bawah suatu slogan tersebut, tetapi tidak
ada cara untuk mengukur intensitas dukungan rakyat. Tugas ini membutuhkan lebih
banyak emosi dari pada rasio, dan lebih banyak imajinasi dari pada perencanaan.
Dampak propaganda Jepang harus dibedakan antara reaksi kaum intelektual
perkotaan dan dari masyarakat yang tidak berpendidikan. Orang-orang yang terdidik
umumnya memperoleh informasi dengan baik tentang masalah dunia dan menambah
pengetahuan yang akan memberi dasar pada mereka untuk penilaian yang lebih
rasional dari pesan-pesan propaganda. Masyarakat yang tidak terdidik dan kurang
memperoleh informasi, cenderung menerima propaganda sebagai nilai utama. Jadi
sasaran propaganda yang ditujukan kepada generasi muda nampaknya lebih efektif
dan mengena kepada masyarakat yang belum mendapat pendidikan, terutama yang
12 Widiatmoko, “Film Sebagai Media Propaganda Politik di Jawa pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945”, Skripsi Fakultas Sastra Dan Seni Rupa, Univeristas Sebelas Maret, Surakarta, 2008, hlm 79-80.
hidup di daerah pedesaan yang sebelumnya terisolasi dari sumber-sumber informasi
lainnya.
Artikel dalam Seminar Sejarah Nasional tahun 1990, yang berjudul “Djawa
Sinbun Kai, Situasi Persuratkabaran Di Jawa Pada Masa Pendudukan Jepang
1942-1945” karya Eka Putra Bhuwana menjelaskan selama empat puluh bulan lebih,
persurat kabaran di Indonesia, khususnya Jawa Madura, mengalami masa otoriter
dalam pengaturan persurat kabaran. Menurut paham otoriter, yang merupakan bentuk
dan pengontrolan pers dilakukan pemerintah, adalah tergantung daripada masa situasi
dan koordinasi masyarakatnya, yaitu memerintah dapat memberikan ijin terbit kepada
surat kabar yang dianggap dapat mendukung tindakan dan kebijakan pemerintah.
Sebagai negara totaliter Jepang sangat baik sekali menggunakan paham otoriter dalam
pengaturan persurat kabaran dan sekaligus menjadikan surat kabar sebagai salah satu
alat untuk melaksanakan propaganda dan penyiaran yang ditujukan kepada
kepentingan perang yang sedang dilaksanakan.13
Penggunaan paham otoriter dalam pengaturan persurat kabaran, bagi kalangan
persurat kabaran Indonesia sendiri ada beberapa manfaat yang dapat dipergunakan
dalam masa persiapan kemerdekaan maupun masa mempertahankan kemerdekaan.
Jika dilihat keberadaan Djawa Shinbun Kai, mungkin akan terpikir bahwa organisasi
tersebut adalah semacam Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) atau Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) sekarang ini. SPS yang mengatur keberadaan dan
keperluan surat kabar dan PWI tempat para wartawan berorganisasi mengembangkan
profesinya. Djawa Shinbun Kai adalah suatu badan yang mengatur penerbitan surat
kabar dan para wartawan sekaligus.
Keberadaan Djawa Shibun Kai telah memberikan inspirasi di dalam
pembentukan SPS yang didirikan pada tanggal 8 Juni 1946. Para pencetus ide
pendirian SPS tersebut kebanyakan adalah mereka yang pernah berkecimpung di
dalam Djawa Shinbun Kai atau paling tidak pernah bekerja pada persurat kabaran
pada masa pendudukan Jepang.
Akibat lain dari masa pendudukan Jepang adalah penggunaan bahasa
Indonesia dapat dipergunakan secara umum dan lebih berkembang lagi, ini
disebabkan oleh larangan penggunaan bahasa Belanda yang pada waktu itu dianggap
bahasa musuh. Surat kabar dan media cetak yang terbit pada saat itu turut pula
menyebarkan penggunaan bahasa Indonesia, karena memang satu-satunya bahasa
resmi yang dipergunakan selain bahasa Jepang tentunya. Dengan demikian penguasa
yang hanya kurang lebih 40 bulan saja menguasai bumi Indonesia, sedikit banyak
telah mewarnai kehidupan bangsa Indonesia, khususnya bagi kalangan persurat
kabaran.
Dari sumber-sumber buku, Skripsi di atas, semua rata-rata mengambil topik
yang sama yaitu mengenai masa pendudukan Jepang dan Propaganda Jepang. Namun
propaganda Jepang yang dibahas dari masing-masing penulis memiliki fokusnya
masing-masing. Dalam skripsi ini akan membahas mengenai Propaganda Jepang.
Propaganda merupakan strategi penting Jepang dalam usaha merebut hati Rakyat
Indonesia pada masa tersebut. Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini akan
lebih fokus kepada Propaganda Jepang melalui Surat Kabar Harian Sinar Baroe yang
terbit di kota Semarang. Literatur yang akan digunakan cenderung sama dengan
buku-buku di atas, namun untuk penelitian ini akan lebih condong kepada surat kabar masa
materi-materi propaganda dalam surat kabar Sinar Baroe dan membandingkan
propaganda yang dimuat dengan kenyataan di masyarakat pada masa Jepang.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode Sejarah adalah
proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman-rekaman dan peninggalan
masa lampau.14 Proses metode sejarah meliputi empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
1. Heuristik
Heuristik merupakan langkah-langkah mencari dan menemukan sumber atau
data. Data-data yang dikumpulkan berupa dokumen, arsip, data yang diperoleh
melalui wawancara, maupun studi pustaka yang relevan dengan tema dan
permasalahan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
a. Studi Dokumen
Sesuai dengan ciri-ciri Ilmu Sejarah yang selalu mencari sumber-sumber
berupa dokumen. Studi dokumen dimaksud untuk memperoleh sumber yang berkaitan
dengan penelitian. Dokumen berfungsi menyajikan data untuk menguji dan
memberikan fakta untuk memperoleh pengertian histori tentang fenomena khusus.
Dokumen ini berupa Majalah Jawa Baroe, Surat Kabar Asia Raya dan Sinar Baroe.
Dokumen ini berupa:
1. Surat Kabar Sinar Baroe terbitan tahun 1942-1943
2. Majalah Jawa Baroe terbitan tahun 1945
14 Louis Gottschalk, 1975, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia), hlm. 32.
b. Studi Pustaka
Teknik studi pustaka ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data
yang bersifat teoritis dan sebagai pelengkap sumber data yang tidak terungkap dari
sumber primer. Data-data tersebut berupa buku-buku, dan sumber sekunder lainnya
yang masih relevan dengan tema penelitian ini. Studi pustaka antara lain dilakukan di
UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Wilayah Jawa Tengah, Perpustakaan
Nasional di Jakarta, Arsip Nasional Jakarta, dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro.
2. Kritik Sumber
Kritik sumber bertujuan untuk mencari otentitas atau keaslian data-data yang
diperoleh. Kritik ini terdiri dari kritik intern dan ekstern. Kritik intern dilakukan
dengan cara menguji isi sumber baik melalui verivikasi dengan sumber lain atau
dengan menyesuaikan antara data dengan peristiwa. Dalam isi arsip-arsip yang akan
digunakan dilihat dari isinya menandakan memang sudah memenuhi syarat yang
sezaman jika ditihat dari bentuk tulisan dan tata bacanya. Sedangkan Kritik ekstern
dilakukan dengan melihat bentuk fisik, meliputi material yang digunakan guna
mencapai kredibilitas sumber atau keaslian sumber tersebut. Bentuk fisik dari arsip
yang dipakai jika dilihat dari segi warna sudah mengalami perubahan warna menjadi
kertasnya sudah mulai rapuh. hal ini menunjukkan arsip yang dipakai adalah arsip
yang sezaman.15
3. Interpretasi
Interpretasi adalah tahap ketiga dalam penulisan skripsi, pada tahap ini
fakta-fakta sejarah ditafsirkan dan dianalisis serta dihubungkan dalam rangkaian kronologis,
sehingga didapatkan alur yang sistematis, penafsiran terhadap data-data tentang
seberapa besar peran Surat Kabar Sinar Baroe dalam usaha propaganda Militer
Jepang kepada masyarakat Indonesia, terlebih di Semarang.16
4. Historiografi
Historiografi atau penulisan sejarah, yaitu menyampaikan hasil penelitian
dalam bentuk kisah sejarah atau penulisan sejarah. Kemudian menceritakan apa yang
telah ditafsirkan dalam penyusunn kisah sehingga menarik untuk dibaca. Penulisan
dan penyusunan kisah dengan kata-kata dan gaya bahasa yang baik agar pembaca
mudah memahami.17
15 Kuntowijoyo, 1981, Kegunaan Sejarah Lisan dalam penulisan Sejarah
Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), hlm 3. 16 Ibid,
G. Sistematika Penulisan
Hasil akhir penulisan yang tersrtuktur secara sistematis dan mengarah pada
permasalahan memerlukan suatu sistematika. Untuk itu sistematika skripsi ini dibagi
dalam lima bab.
Adapun Bab I berisi Pendahuluan. Dalam bab ini dibicarakan beberapa hal
yang menyangkut latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, serta sumber dan cara mendapatkannya.
Bab II membahasa mengenai garis besar kondisi sosial-politik Indonesia pada
tahun 1942-1943. Diawali dengan membahasa secara singkat tentang kondisi
sosial-politik Indonesia pada masa pendudukan Belanda. Dilanjutkan dengan membahas
mengenai pendudukan Jepang di Indonesia dari segi sosial-politik. Serta membahas
mengenai strategi propaganda Jepang di Indonesia, yang dilakukan melalui berbagai
media.
Bab III membahas mengenai surat kabar Sinar Baroe, mulai dari Surat Kabar
yang terbit pada zaman Jepang serta peraturan yang berlaku pada masa tersebut.
Dilanjutkan dengan Penerbitan surat kabar Sinar Baroe, apa saja yang
melatarbelakangi penerbitan surat kabar Sinar Baroe. Serta membahas tentang
materi-materi apa saja yang banyak diangkat pada tahun 1942-1943 pada surat kabar Sinar
Baroe tersebut.
Bab IV membahas mengenai Pengaruh propaganda dalam Surat Kabar Sinar Baroe. Mulai dari peranan propaganda bagi masyarakat Indonesia pada masa tersebut. Serta perbandingan antara kenyataan yang terjadi di masyarakat dengan apa yang ditulis di surat kabar.
Akhirnya, Bab V berisi penutup yang akan dituliskan sejumlah kesimpulan dari hasil pembahasan bab-bab sebelumnya.