• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Ketidakstabilan perekonomian dan semakin tajamnya persaingan di dunia Proses pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk memproduksi 2 produk utama PKS yaitu minyak dan inti sawit. Minyak sawit mentah (CPO) dihasilkan dari ekstraksi tandan buah segar kelapa sawit. Terdapat dua jenis minyak kelapa sawit yaitu minyak yang berasal dari bagian sabut (pulp) kelapa sawit dan minyak yang berasal dari inti/biji kelapa sawit (PKO/palm kernel oil). Kandungan minyak di dalam serabut kelapa dan inti sawit berturut-turut adalah sebesar 50–55% dan 40% (Naibaho, 1996).

Sekitar 220 kg CPO dan 21 kg PKO dapat dihasilkan dari satu ton tandan buah segar kelapa sawit. Minyak inti sawit atau kernel oil mirip sekali dengan minyak kelapa yang berasal dari kopra, hal ini dapat dilihat dari harga tetapan-tetapan yang berlaku seperti misalnya iodine value dan saponification value, dan kandungan asam lauratnya. Pada umumnya, minyak kelapa sawit mengandung lebih banyak palmitat, oleat, dan linoleat dibandingkan dengan minyak inti sawit(Naibaho, 1996).

Beberapa parameter yang biasa digunakan untuk menentukan standar mutu CPO adalah kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida. Parameter lain yang juga perlu diperhatikan adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas, spreadability, kejernihan, kandungan logam berat, dan

saponification value. Mutu CPO yang baik adalah kadar air kurang dari 0,1%,

kadar kotoran kurang dari 0,013%, kandungan asam lemak bebas kurang dari 2,7%, bilangan peroksida di bawah 2, tidak berwarna merah atau hijau dan kandungan logam berat serendah mungkin (Naibaho, 1996).

(2)

5

2.2 Stasiun Pemurnian Minyak (Klarifikasi) Pada Pabrik Kelapa Sawit

Secara garis besar stasiun klarifikasi merupakan stasiun yang berfungsi untuk mengolah dan memurnikan minyak kasar (crude palm oil) hasil ekstraksi dari mesin press menjadi minyak yang standart dan sesuai dengan kualitas yang ditentukan suatu pabrik kelapa sawit. Pada stasiun ini ada beberapa prinsif metode pengolahan yang digunakan yaitu pengendapan, pemanasan, sentrifugal, dan penyaringan.

Seperti yang kita ketahui cairan (fluida) yang yang berupa minyak kasar (crude palm oil) yang keluar dari mesin screw press terdiri dari campuran minyak, air dan padatan bukan minyak (non oil solid). Untuk memisahkan minyak dari bentuk fase lainnya dilakukan dengan proses pemurnian yang disebut Klarifikasi. Minyak kasar tersebut perlu segera dimurnikan agar tidak terjadi penurunan mutu akibat adanya reaksi hidrolisis dan oksidasi. Hidrolisis dapat terjadi karena cairan bersuhu panas dan masih cukup banyak air, juga oksidasi akan terjadi dengan adanya non oil solid yang berbentuk bahan organik dan anorganik seperti Fe dan Cu yang berperan sebagai katalisator yang mempercepat terjadinya rekasi yang cepat.

Clarification Station adalah lanjutan tahapan proses dari Press Station dimana stasiun ini terdiri dari beberapa mesin pemisah dan pemurni minyak dari sludge (lumpur), air, pasir, dan lain-lain yang terdapat pada DCO (dillution crude oil) hasil dari mesin press.

Tujuan klarifikasi adalah :

1) Efisiensi pemisahan minyak murni dari crude oil pada tingkat awal. 2) Efisiensi pemisahan kadar air pada minyak.

3) Pemisahan kadar kotoran.

4) mendapatkan ekstraksi yang maksimum dengan melaksanakan kontrol yang optimal untuk memperkecil kehilangan minyak dan pemakaian biaya yang serendah mungkin.

(3)

6

5) Proses pemisahan ini di maksudkan untuk memisahkan minyak, air, kotoran, serta pasir dan lumpur dengan sistem sentrifuge dan pengendapan.

dan Adapun komposisi crude palm oil yang dihasilkan setelah di press adalah sebagai berikut :

Oil : 40 - 50 % Water : 30 - 35 % Sludge : 30 - 35 %

Ada beberapa proses yang ada pada stasiun klarifikasi dimulai dari proses pengendapan (sedimentation), proses centrifugal, proses pemanasan dan proses penyaringan (filtration).

2.2.1 Pengendapan (sedimentation)

a. Definisi

Pengambilan minyak berdasarkan viskositas (density) antara minyak dan partikel-partikel lainnya.

b. Hal yang ingin dicapai

• Mendapatkan minyak semaksimal mungkin diatas target.

• Pencapaian kualitas minyak, Moisture = ≤ 1 % dan Dirt = ≤ 0.05 %. • Meminimalkan kandungan minyak pada sludge under-flow 7 – 8 %. c. Pencapaian pengendapan yang baik :

• Sebelum proses dimulai, lakukan drain lumpur-lumpur halus pada vericalcontinuous tank.

• Periksa kondisi accessoies (valve, pipa-pipa steam dan lain-lain) baik atau rusak.

• Pada operasional proses, control volume tanki tetap konstan, agar tidak terjadi fluktuasi. laju aliran oil dan sludge (kontrol ketebalan oil 40 – 60 cm).

(4)

7

• Control temperatur ± 90 oC pada masing-masing tanki.

2.2.2 Proses Centrifugal

a. Definisi

Proses pemisahan minyak pada tahap akhir dengan metode centrifugal. b. Hal yang ingin dicapai

• Me-recover minyak dari kandungan sludge under-flow. • Meminimalkan losses pada kandungan sludge (heavy phase). c. Pencapaian sentrifugal yang baik

• Sebelum proses, lakukan pembersihan pada nozzle dan holder nozzle. • Periksa valve-valve dan kondisi pipa bocor atau tidak.

• Control volume buffer tank tetap konstan. • Control temperatur sludge ± 95 oC.

• Control kapasitas umpan sludge centrifuge.

2.2.3 Proses Pemanasan

a. Definisi

Proses pemanasan minyak dan sludge untuk menjaga berat jenis agar mempermudah proses pengendapan dan pemisahan minyak dari sludge. b. Hal yang ingin dicapai

Mendapatkan hasil minyak (OER) yang tinggi dan memperkecil losses minyak pada sludge

c. Pencapaian pemurnian yang baik

• Control temperatur oil dan sludge ± 90 oC. • Control tempratur air delusion ± 90 oC. • Temperatur semua tanki ± 90 oC.

(5)

8

2.2.4 Penyaringan (filtration)

a. Definisi

Pemisahan crude oil dari fibre-fibre, cangkang-cangkang halus dan partikel-partikel lainnya dengan menggunakan filtrasi ukuran 30 – 40 mesh.

b. Fungsi dan Tujuan

Menurunkan viskositas agar proses selanjutnya efisien.

(6)

9

Ada banyak alat yang berperan dalam pemurnian minyak, yang salah satunya adalah mesin sludge centrifuge diamana alat ini berfungsi untuk mengutip minyak yang terkandung dalam lumpur (sludge) hasil penyaringan minyak kasar pada proses centrifugal.

2.3 Sludge centrifuge

Sludge centrifuge adalah alat untuk mengutip minyak yang masih terkandung

di dalam sludge dengan cara centrifugal diputar dengan 6000-7000 rpm. Alat ini bekerja dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dari pemutaran bowl yang telah terisi padat dengan sludge. Dimana sludge yang memiliki berat jenis (BJ) > 1,0 (heavy phase) akan terlempar keluar melalui nozzle dengan ukuran tertentu (1,8 sampai dengan 2,0 mm) sedangkan minyak yang memiliki berat jenis lebih ringan (light phase) akan terkumpul di tengah bowl melalui duscharge pipe untuk dikirim kembali ke Sand Trap Tank/Collection Tank (Ucok Damanik, 2013). Padatan yang menempel pada dinding bowl dibersihkan/dicuci secara manual dengan normal setiap 4 jam sekali. Kapasitas Sludge centrifugeditentukan oleh ukuran nozzle. Ukuran nozzle dipakai sekecil mungkin untuk meminimumkan kehilangan minyak pada drab buang sludge centrifuge.Pada kasus penelitian ini beberapa mesin sludge

centrifuge memiliki 6 nozzle dan yang lainnya memiliki 12 nozzle yang

merupakan hasil modifikasi mesin. Pengoperasian Sludge centrifuge dengan cara membuka kran air penuh dan mengatur kran umpan Sludge centrifuge dikontrol melalui sudut flap pada sight glass air membentuk 150. Proses pemisahan sludge ditentukan dengan adanya balance water dan minyak keluar melalui paring disc.

2.3.1 Keberhasilan Penggunaan Sludge centrifuge

Keberhasilan penggunaan Sludge centrifuge sangat menentukan terhadap persentase kehilangan minyak. Kemampuan alat memisahkan volatile material (VM) dan non oil solid (NOS) tergantung dari :

(7)

10

b. Suhu minyak dalam Sludge centrifuge dipertahankan diatas 90 0C, yang dapat dibantu dengan pemberian uap panas

c. Ukuran nozzle (semakin besar ukuran maka semakin besar juga kapasitas olah, tetapi semakin besar juga minyak yang ikut terbuang pada

sludge/lumpur, rekomendasi 1,7 -1,9 mm).

d. Jenis sludge centrifuge

e. Putaran dari bolw (standar 1450-1500 rpm).

f. Kesetimbangan pemisahan lumpur dari cairan yang masuk kedalam Sludge

centrifugeperlu dipertahankan dengan : Mempertahankan tekanan pada

outlet Sludge centrifuge dengan membuat bak yang berisi air, sehingga tekanan lawan konstan. Ada juga alat Sludge centrifuge yang dilengkapi dengan vasculator yang berfungsi untuk mengukur volume outlet sekaligus menjadi stabilisator tekanan. Mengisi air panas kedalam Sludge centrifuge untuk mempertahankan tekanan dalam sludge centrifuge, sehingga kecepatan air dan pemisahan lumpur dengan air konstan.

2.3.1 Komponen Sludge centrifuge

1) Beberapa komponen penunjang Sludge centrifuge ialah (1) Motor listrik (ELMO) add coupling, (2) Pipa sludge inlet, (3) Pipa oil discharge, (4) Pipa sludge discharge, (5) Pipa hot water, (6) pipa water colling, (7) Rotor

shaft (8) Top cover, (9) Star blow, (10) Nozzle, (11) Bearing.

(8)

11

Gambar 2.2. Star Blow

Gambar 2.3. Nozzle

(9)

12

Berikut adalah spesifikasi mesin sludge centrifuge yang ada di pabrik kelapa sawit PT. PP Lonsum Baperpang

Model : Charp Ngea MT 6000

Power : 22 KW

Rpm : 1400

Capaccity : 6000 ltr/h

SN : 8355 : 8356 : 8359 : 8359

Type : Sludge Centrifuge

Quantity : 6 unit

Produksi : CHARP NGEA ENGINEERING WORK SDN.BHD (No 1 s/d 5 Tahun 2004 dan No 6 Tahun 2007).

E. Motor : ELEKTRIM Type : EMI80L-4 Nr : 03041002005 Pe : 22 Kw Hp : 30 Hp Rpm : 1400 A : 37,8 – 41,3 HZ : 50 IP : 5,5 Nr : 03041002005

Pully 12" - 3 Ply ( utk E.motor ) Pully 12" - 3 Ply ( utk Centrifuge )

V.Belt : Mako B-152

(10)

13

2.4 Sifat-Sifat Material

Secara garis besar, material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi dua sifat. Sifatsifat itu akan mendasari dalam pemilihan material, sifat tersebut adalah sifat mekanik, sifat fisik (Askeland, 1985).

2.4.1 Sifat Mekanik

Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya. Dalam prakteknya pembebanan pada material terbagi dua yaitu beban statik dan beban dinamik.

Perbedaan antara beban statik dan beban dinamik hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan beban dinamik dipengaruhi oleh fungsi waktu. Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive

test), dari pengujian tersebut akan dihasilkan kurva atau data yang

mencirikan keadaan dari material tersebut. Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil atau spesimen.

Spesimen pengujian dapat mewakili seluruh material apabila berasal dari jenis, komposisi dan perlakuan yang sama. Pengujian yang tepat hanya didapatkan pada material uji yang memenuhi aspek ketepatan pengukuran, kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat pada material dan ketelitian dalam membuat spesimen.

(11)

14

2.4.2 Sifat Fisik

Sifat penting yang kedua dalam pemilihan material adalah sifat fisik.Sifat fisik adalah kelakuan atau sifat-sifat material yang bukan disebabkan oleh pembebanan seperti pengaruh pemanasan, pendinginan dan pengaruh arus listrik yang lebih mengarah pada struktur material. Sifat fisik material antara lain ialah Temperatur cair, konduktivitas panas dan panas spesifik.

Struktur material sangat erat hubungannya dengan sifat mekanik. Sifat mekanik dapat diatur dengan serangkaian proses perlakukan fisik. Dengan adanya perlakuan fisik akan membawa penyempurnaan dan pengembangan material bahkan penemuan material baru.

2.5 Manajemen Pemeliharaan 2.5.1 Manajemen

Manajemen adalah bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapaitujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia/kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). (Fazzry, 2009)

2.5.2 Pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan fungsi yang penting dalam suatu pabrik. Sebagai suatu usaha menggunakan fasilitas/peralatan produksi agar kontinuitas produksi dapat terjamin dan menciptakan suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan rencana. Selain itu, fasilitas/peralatan produksi tersebut tidak mengalami kerusakan selama dipergunakan sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai (Iswanto, 2008).

(12)

15

Manajemen pemeliharaan adalah pendekatan formal dalam pelaksanaan fungsi manajemen ketentuan pelaksanaan ada untuk mesin dan berdasarkan karakteristik kemampuan dan keandalan pekerjaan manajemen pemeliharaan menghasilkan banyak keuntungan melalui:(1) kesiapan mesin saat dibutuhkan untuk proses produksi, menghasilkan hasil produksi yang tinggi dan biaya perjam mesin rendah,(2) produktivitas tenaga kerja pada saat produksi meningkat,(3) dapat menurunkan biaya perbaikan, dan (4) menurunkan kerja lembur (Hadromi, 2013).

2.5.4 Pemeliharaan Mesin (Maintenance)

Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan rutin, pekerjaan berulang yang dilakukan untuk menjaga kondisi fasilitas produksi agar dapat dipergunakan sesuai dengan fungsi dan kapasitas sebenarnya secara efisien. Ini berbeda dengan perbaikan. Pemeliharaan (maintenance) juga didefenisikan sebagai suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau memperbaikinya sampai suatu kondisiyang bisa diterima (Dhillon,2002).

2.5.5 Tujuan Maintenance

Menurut Corder (1992) dalam jurnal Hendrik (2011), tujuan pemeliharaan yang utama dapat didefenisikan dengan jelas sebagai berikut:

a. Memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya).

b. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa ) dan mendapatkan laba (Return of Invesment) maksimum yang mungkin.

c. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam kegiatan darurat setiap waktu, misalnya unit

(13)

16

cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.

d. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

2.5.6 Jenis-jenis pemeliharaan

Perawatan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya: (Mustofa, 1997):

a. Berdasakan Tingkat Perawatan

Penentuan tingkat perawatan pada dasarnya berpedoman pada lingkup/bobot pekerjaan yang meliputi kerumitan, macam dukungan serta waktu yang diperlukan untuk pelaksanaannya. Tiga tingkatan dalam perawatan sistem, yaitu:

1) Perawatan Tingkat Ringan

Bersifat preventive yang dilaksanakan untuk mempertahankan sistem dalam keadaan siap operasi dengan cara sistematis dan periodik memberikan inspeksi, deteksi dan pencegahan awal. Menggunakan peralatan pendukung perawatan secukupnya serta personil dengan kemampuan yang tidak memerlukan tingkat spesialisasi tinggi. Kegiatannya antara lain menyiapkan sistem servicing, perbaikan ringan.

2) Perawatan Tingkat Sedang

Bersifat korektif, dilaksanakan untuk mengembalikan dan memulihkan sistem dalam keadaan siap dengan memberikan perbaikan atas kerusakan yang telah menyebabkan merosotnya tingkat keandalan. Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut didukung dengan peralatan serta fasilitas bengkel yang cukup lengkap. Kegiatannya meliputi:

Pemeriksaan berkala/periodik bagi sistem.

Inspeksi terbatas terhadap komponen system

 Perbaikan terbatas pada parts, assemblies, sub assemblies dan komponen.

(14)

17

 Modifikasi material seperti ditentukan sesuai dengan kemampuan perbengkelan.

Perbaikan dan pengetesan mesin.

Pembuatan/produksi perlengkapan/parts.

Test dan kalibrasi/pengukuran.

Pencegahan dan pengendalian korosi. 3) Perawatan Tingkat Berat

Bersifat restoratif dilaksanakan pada sistem yang memerlukan major overhaul atau suatu pembangunan lengkap yang meliputi assembling, membuat suku cadang, modifikasi, testing serta reklamasi sesuai keperluannya. Perawatan tingkat berat meliputi pekerjaan yang luas dan itensif atas suatu sistem. Pekerjaan tersebut mencakup pulih balik, perbaikan yang rumit yang memerlukan pembongkaran total, perbaikan, pemasangan kembali, pengujian serta pencegahan dukungan peralatan serta fasilitas kerja lengkap dan tingkat keahlian personil yang cukup tinggi serta waktu yang relatif lama. Perawatan tingkat berat dikerjakan di bagian yang berat. Tujuan perawatan berat adalah menjamin keutuhan fungsi struktur sistem dan sistemnya dengan menyelenggarakan pemeriksaan mendalam terhadap item/sub item dan bagian rangka sistem tertentu pada interval yang telah ditetapkan.

b. Berdasarkan Periode Pelaksanaannya

1) Perawatan Terjadwal (Schedule Maintenance)

2) Perawatan Tidak Terjadwal (Unschedule Maintenance) c. Berdasarkan Dukungan Dananya

1) Terprogram (Planned Maintenance)

2) Tidak Terprogram (Unplanned Maintenance) d. Berdasarkan Tempat Pelaksanaan Perawatan

Untuk melaksanakan kegiatan perawatan diperlukan adanya suatu tempat perawatan yang disesuaikan dengan macam/beban kerja yang dihadapi yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan yang

(15)

18

memenuhi persyaratan tertentu, berharga mahal, sehingga pendayagunaannya perlu dilakukan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya duplikasi kemampuan, maka peralatan disentralisasikan penempatannya di unit-unit perawatan sesuai tempat dan macam perawatan yang dilakukan.

2.5.7 Tugas dan Kegiatan Maintenance

Semua tugas-tugas dan kegiatan daripada maintenance dapat digolongkan kedalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut (Mustofa, 1997):

a. Inspeksi (Inspection)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara berkala (routine schedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai dengan rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitas mesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

b. Kegiatan Teknik (Engineering)

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan pengembangan komponen atau peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian penelitian terhadap kemungkinan pengembangan komponen atau peralatan, juga berusaha mencegah terjadinya kerusakan.

c. Kegiatan Produksi

Kegiatan Produksi Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya yaitu dengan memperbaiki seluruh mesin/peralatan produksi

d. Kegiatan Administrasi

Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan

(16)

19

scheduling, yaitu rencana kapan kegiatan suatu mesin/peralatan

tersebut harus diperiksa diservice dan diperbaiki. e. Pemeliharaan Bangunan

Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian

maintenance.

2.5.8 Kebijakan Perawatan

Jenis-jenis kebijakan perawatan secara umum dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu preventive maintenance dan corrective maintenance Ilustrasi dari klasifikasi maintenance ini dapat dilihat pada gambar 2.5 (Anthony, 1992).

Gambar 2.5. Kebijakan Perawatan

Maintenan ce Preventive Maintenan ce Corrective Maintenan ce Time Directed Maintenance Condition Directed Maintenance Failure Finding Run To Failure RCM

(17)

20

a. Perawatan Pencegahan (Preventive maintenance)

Preventive maintenance merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengamatan

secara berkala terhadap performansi sistem dan telah direncanakan terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu untuk memperpanjang kemampuan berfungsinya suatu peralatan. Perawatan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan, menemukan penyebab kerusakan atau berkurangnya tingkat keandalan peralatan dan menemukan kerusakan tersembunyi. Preventive

maintenance terbagi menjadi empat kategori tugas, yaitu sebagai berikut:

1) Time Directed Maintenance

Time Directed Maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan

berdasarkan variabel waktu. Kebijakan perawatan lain yang sesuai untuk diterapkan pada kegiatan ini adalah periodic maintenance dan on condition

maintenance.

Periodic maintenance (hard time maintenance) merupakan kegiatan

perawatan yang dilakukan secara periodik atau terjadwal. Kegiatan yang dilakukan adalah penggantian komponen secara terjadwal dengan interval waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi periodic maintenance adalah:

 Faktor ekonomi

Kebijakan penelitian dilakukan karena dihadapkan pada unit yang terhitung murah bila dibandingkan dengan resiko yang ditanggung dan biaya yang lebih besar bila komponen atau unit tersebut mengalami kerusakan apabila terjadi kelalaian.

 Faktor keamanan

Kebijakan penggantian tidak lagi berdasarkan nilai rupiah, tetapi dihadapkan pada keadaan apabila tidak dilakukan, maka nyawa manusia menjadi taruhannya karena berhubungan erat dengan keamanan dan keselamatan manusia.

(18)

21

On condition maintenance merupakan perawatan yang dilakukan berdasarkan

kebijakan operator perawatan. Kegiatan yang dilakukan pada kondisi ini adalah cleaning, inspection dan lubrication.

2) Condition Based Maintenance

Condition Based Maintenance merupakan perawatan pencegahan yang

dilakukan sesuai dengan kondisi yang berlangsung dimana variabel waktu tidak diketahui secara tepat. Kebijakan yang sesuai dengan keadaan tersebut adalah predictive maintenance.

Predictive maintenance merupakan suatu kegiatan perawatan yang dilakukan

dengan memeriksa dan memelihara pada saat perawatan sudah benar-benar memerlukana pemulihan ke tingkat semula. Hal ini dilakukan dengan memonitoring kondisi operasi peralatan berdasarkan data-data dan informasi. Monitoring yang dilakukan antara lain pengukuran suara, analisis getaran, analisis aliran dan komposisi gas.

3) Failure Finding

Failure finding merupakan suatu tindakan pencegahan yang dilakukan dengan

cara memeriksa fungsi yang tersembunyi (hidden function) secara periodik untuk memastikan kapan suatu komponen akan mengalami kerusakan.

4) Run To Failure

Kegiatan ini disebut juga no schedule maintenance dimana kegiatan perawatan ini tidak melakukan usaha untuk mengantisipasi kerusakan. Suatu peralatan atau mesin dibiarkan bekerja hingga mengalami kerusakan kemudian dilakukan perawatan perbaikan. Kegiatan ini dilakukan jika tidak ada kegiatan pencegahan efektif yang dapat dilakukan, tindakan percegahan terlalu mahal atau dampak gagal tidak berpengaruh.

b. Perawatan Perbaikan (Corrective Maintenance)

Kegiatan perbaikan adalah kegiatan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan (failure) atau sistem tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini bukan berarti bahwa aktivitasnya tidak dapat diramalkan, karena pada

(19)

22

kenyataannya metode untuk mengembalikan fungsi peralatan (recovery) dari failure dapat dikembangkan. Tindakan yang dapat diambil adalah berupa penggantian komponen (corrective replacement), perbaikan kecil (repair) dan perbaikan besar (overhaul). Kegiatan pemeliharaan ini merupakan perbaikan yang dilakukan setelah mesin atau sistem mengalami kerusakan atau tidak dapat berfungsi dengan baik. Perawatan perbaikan ini lebih cenderung suatu tindakan yang tidak terjadwal.

2.6 Keandalan (Reliability)

Menurut Ebeling (1997), reliability merupakan peluang sebuah komponen atau sistem akan dapat beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan untuk suatu periode waktu tertentu ketika digunakan di bawah kondisi operasi yang telah ditetapkan.

Keandalan merupakan suatu penerapan perancangan pada komponen atau suku cadang sehingga komponen atau suku cadang tersebut dapat melakukan fungsinya dengan baik, tanpa ada kegagalan, sesuai dengan rancangan atau proses ketika dilakukan pembuatan. Keandalan merupakan probabilitas bahwa suatu sistem mempunyai kekuatan atau performansi sesuai dengan fungsi yang diharapkan dengan masa berlaku dan kondisi operasi tertentu. Namun secara umum keandalan merupakan ukuran kemampuan suatu komponen atau suku cadang beroperasi terus menerus tanpa adanya kerusakan yang dialami oleh si komponen tersebut, tindakan perawatan pencegahan (preventive maintenance) sangat dianjurkan karena dapat memperpanjang dan meningkatkan masa berlaku keandalan komponen tersebut (Ebeling, 1997).

Analisis kekuatan tekanan sering digunakan untuk mengevaluasi probabilitas dari pengidentifikasian situasi dimana nilai dari tekanan terlalu besar atau kekuatan lebih kecil dari pada nilai normal. Seperti analisis pemenuhan yang ditunjukkan oleh langkah-langkah berikut (Ebeling, 1997):

(20)

23

1) Untuk menyeleksi komponen, menentukan nominal penekanan seperti fungsi beban temperatur/ suhu, getaran, guncangan, perlengkapan fisik, waktu dan lainnya.

2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat tekanan maksimum, seperti faktor penekanan konsentrasi, faktor beban statis dan dinamis, penekanan terhadap hasil pabrikasi dan perlakuan panas, faktor penekanan lingkungan dan lainnya.

3) Mengidentifikasi penekanan komponen kritis dan mengkalkulasi arti setiap penekanan kritis yang dapat direnggangkan secara maksimal dan menghilangkan penekanannya.

4) Menentukan distribusi penekanan kritis untuk masa penggunaan komponen yang sudah ditetapkan. Menganalisa parameter distribusi dan mengidentifikasi batas keamanan. Mengaplikasikan distribusi dengan asumsi distribusi normal, poisson, weibull, lognormal dan lainnya.

Terdapat 4 elemen yang signifikan dengan konsep reliability, antara lain (Dwi Prayatna):

1) Peluang (Probability)

Setiap komponen memiliki umur atau waktu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga terdapat sekelompok komponen yang memiliki rata-rata kualitas atau ketahanan tertentu. Jadi untuk mengidentifikasi distribusi frekuensi dari komponen dapat dilakukan dengan cara melakukan estimasi hidup dari komponen agar diketahui umur pemakaiannya sudah berapa lama.

2) Kinerja (Performance)

Kehandalan merupakan suatu karakteristik yang harus dimiliki suatu sistem, dimana suatu sistem yang andal harus dapat menunjukkan performansi yang memuaskan jika dilakukan pengoperasian.

3) Waktu (Time)

Realibility atau kehandalan suatu sistem dapat dinyatakan dalam suatu

(21)

24

melakukan penilaian kemungkinan suksesnya suatu sistem. Peluang suatu

item untuk digunakan selama satu tahun berbeda dengan peluang item

yang digunakan dalam sepuluh tahun. Biasanya faktor waktu berkaitan dengan kondisi tertentu, seperti jangka waktu mesin selesai diperbaiki sampai mesin rusak kembali (mean time to failue) dan jangka waktu mesin mulai rusak sampai mesin tersebut diperbaiki (mean time to repair).

4) Kondisi (Condition)

Perlakuan yang diterima oleh suatu sistem dalam menjalankan fungsinya dalam arti bahwa dua buah sistem dengan tingkat mutu yang sama dapat memberikan tingkat kehandalan yang berbeda dalam kondisi operasionalnya. Misalnya kondisi temperatur, keadaan atmosfer dan tingkat kebisingan di mana sistem di operasikan.

Secara matematis besarnya keandalan mesin untuk operasi (t) tertentu didapat dari satu dikurangi dengan probabilitas terjadinya kerusakan selama waktu (t) tersebut. Jika R(t) menyatakan fungsi keandalan dari suatu komponen atau sistem fungsi waktu maka hubungan antara fungsi keandalan R(t) dan distirbusi kegagalan kumulatif atau fungsi ketakhandalan Q(t) dihubungkan oleh sebuha formula dibawah ini (Dwi Priyatna, 2000).

R(t) = 1- Q(t) ... (2.1)

Fungsi densitas kegagalan ini yang dinotasikan dengan f(t), dapat diturunkan baik dari fungsi ketakhandalan maupun fungsi keandalan seperti pada formula dibawah ini. (Dwi Priyatna. 2000)

f (t) = 𝑑𝑄(𝑡)𝑑𝑡 = −𝑑𝑅(𝑡)𝑑𝑡 ... (2.2)

sebaliknya fungsi ketakhadalan maupun fungsi keandalan dapat diperoleh dari fungsi densitas kegagalan seperti yang dituliskan dalam formula dibawah ini. (Dwi Priyatna. 2000)

(22)

25

Q(t) = 𝑓 𝑡 𝑑𝑡0𝑡 ... (2.3) dan

R(t) = 1 - 𝑓 𝑡 𝑑𝑡 0𝑡 = 𝑓 𝑡 𝑑𝑡0∞ ... (2.4)

Dimana:

f(t) = fungsi kepadatan peluang, kemungkinan kegagalan untuk periode tertentu

R(t) = keandalan (Reliability), peralatan ber-operasi pada waktu t R = 1 sistem dapat melaksanakan fungsi dengan baik

R = 0 sistem tidak dapat melaksanakan fungsi dengan baik R = 0,8 sistem dapat melaksanakan fungsi dengan baik = 80%

2.7 Laju Kegagalan

Laju kegagalan (λ) adalah banyaknya kegagalan per satuan waktu. Laju kegagalan dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya kegagalan yang terjadi selama selang waktu tertentu dengan total waktu operasi komponen atau sistem. Laju kegagalan terhadap waktu dapat dinyatakan dalam persamaan berikut. (Ebeling, 1997)

λ(t) = 𝑓(𝑡)𝑅(𝑡) ... (2.5) Laju kegagalan dalam beberapa kasus dapat ditunjukkan sebagai penambahan atau increasing failure rate (IFR), sebagai penurunan atau decreasing failure

rate (DFR), dan sebagai konstan atau constant failure rate (CFR), pada saat

fungsi laju kegagalan λ(t) adalah fungsi penambahan, penurunan atau konstan. Menurut prinsip keandalan suatu peralatan, terjadinya breakdown atau failure berubah sejalan dengan waktu. Karakteristik kurva breakdown atau failure

rate (tingkat kerusakan) dipisahkan menurut “karakteristik rentang umur” atau

disebut juga kurva “bath-up” (kurva cawan) seperti yang dijelaskan oleh gambar di bawah ini:

(23)

26

Gambar 2.6. Karakteristik Rentang Umur Kerusakan Sumber: Jardine, AKS, 1973

Pada saat peralatan masih baru, tingkat kerusakan mesin tinggi dan akhirnya turun (Start Up Failure Periode) lalu mendatar, kemudian stabil pada level ini untuk periode yang lama (Chance Failure Periode). Terakhir, seperti umumnya peralatan yang mendekati akhir umur pemakaiannya, tingkat kerusakannya meningkat lagi (Wear Out Failure Periode). Ketiga periode waktu diatas disebabkan oleh hal yang berbeda, seperti pada gambar 2.3. dimana untuk mencapai hasil yang terbaik untuk masing-masing tipe

breakdown, harus diperlukan dengan tindakan yang berbeda pula ( Nakajima,

1998). Lajukerusakan Wear Out Failure Periode Chance Failure Periode Start Up Failure Periose t2 t0 t1 t0 Waktu

(24)

27 Failure Rate Start – Up Failure

Periode Chance Failure Periode Wear-Out Failure Periode Specified Breakdown

Rate Useful Life

Reduction of Failure Through

Maintenance

Category Start – Up Failure Chance Failure Wear-Out Failure

Cause Countermeasure Design Manufacturing Errors Operational

Errors Wear Out

Trails Run at Acceptance and Start-Up Control Proper Eopration Preventive and Maintainability Improvement Maintenance Prevention

Gambar 2.7. Karakteristik Umur dan Pencegahan Breakdown Peralatan Sumber: Seiichi Nakajima, 1988 : 37

a. Start Up Failure Periode

Pada periode 0 sampai dengan t1 (permulaan bekerjanya peralatan), kurva menunjukkan bahwa laju kerusakan menurun dengan bertambahnya waktu atau disebut sebagai decreasing failure rate (DFR). Laju kegagalan λ(t) menunjukkan gejala menurun akibat kegagalan dini. Kegagalan tersebut diakibatkan kerusakan dalam manufaktur, retak saat pengelasan, patah, adanya kontaminasi, dan rendahnya kualitas pengendalian. (Ebeling, 1997). Untuk mengatasi hal ini, perbaikan untuk memudahkan perawatan peralatan (maintainability improvement) dilakukan untuk menutupi kekurangan yang ada pada desain manufaktur.

(25)

28 b. Chance Failure Periode

Pada periode t1 dan t2 laju kerusakan cenderung tetap atau disebut constant

failure rate (CFR). Periode ini biasanya dikenal sebagai useful life periode.

Komponen menunjukkan λ(t) yang kurang lebih konstan (Ebeling, 1997). Yang paling efektif untuk mengatasinya adalah dengan cara memastikan operator mengoperasikan peralatan secara tepat (standard operation).

c. Wear Out Failure Periode

Pada periode setelah t2 menunjukkan bahwa laju kerusakan meningkat dengan bertambahnya waktu atau disebut dengan increasing failure rate (IFR). Fungsi laju kegagalan λ(t) menunjukkan peningkatan dimana peluang kegagalan komponen selama interval waktu yang sama menjadi bertambah besar. Kegagalan ini diakibatkan oleh penuaan, korosi, gesekan, sehingga di sebut fase pengausan (wearout) (Ebeling, 1997). Umur peralatan dapat diperpanjang dengan preventive maintenance dan maintainability improvement (melalui pengubahan pada desain), hal ini akan mengurangi tingkat wear-out failure.

2.8 Pola Distribusi Statistika

Ada banyak cara menyajikan sejumlah distribusi statistik atau probabilitas yang berguna untuk melakukan berbagai jenis penelitian dalam keandalan, kualitas, dan keselamatan (Birolini, 2006).

1) Distribusi Normal 2) Distribusi Binominal 3) Distribusi Poisson 4) Distribusi Eksponensial 5) Distribusi Rayleigh 6) Distribusi Weibull 2.9 Distribusi Weibull

Dalam teori probabilitas dan statistik, distribusi Weibull adalah salah satu distribusi kontinu. Distribusi ini dinamai oleh Waloddi Weibull pada tahun 1951. Suatu peubah acak x berdistribusi Weibull.

(26)

29

Parameter-parameter yang dipergunakan dalam evaluasi keandalan adalah parameter-parameter distribusi peluang. Nilai dari parameter-parameter ini sangat tergantung pada waktu kegagalan, waktu perawatan dsb. Dengan kata lain, komponen-komponen di dalam sistem akan gagal tidak pada waktu yang sama, dan juga akan diperbaiki tidak pada waktu yang sama pula. Dengan demikian maka Time To Failure (TTF) komponen pun akan berbeda satu sama lain (Liang dan Goel, 1997).

Setiap pola distribusi statistika memiliki parameter tersendiri, distribusi weibull mempunyai 2 parameter yaitu parameter bentuk (shape parameter), parameter skala (scale parameter). Untuk mencari nilai indeks keandalan distribusi weibull, kita perlu terlebih dahulu mencari nilai parameter-parameter distribusi Weibull.Ada 2 metode mencari parameter-parameter distribusi weibull yaitu metode grafik dan metode analisis (Dhillon, 2005).

Distribusi weibull memiliki beberapa indeks keandalan seperti laju kegagalan dan fungsi keandalan. Pola grafik dari masing-masing fungsi pada distribusi weibull mendekati bentuk pola berikut.

Gambar 2.8. Pola Grafik Fungsi Distribusi Weibull Sumber: Jardine, AKS, 1973

f(t)

t

F(t)

t

1

Fungsi Padat Probabilitas Fungsi Kumulatif Kerusakan

R(t)

t

1 r(t)

t

1

(27)

30

Gambar 2.9. Pengaruh β pada Laju Kegagalan

Distribusi weibull mempunyai laju kerusakan menurun untuk β < 1, laju kerusakan konstan untuk β = 1 dan laju kerusakan naik untuk β > 1.

2.9.1 Parameter Distribusi Weibull

Setiap pola distribusi statistika memiliki parameter tersendiri, distribusi weibull mempunyai 2 parameter yaitu parameter bentuk (shape

parameter), parameter skala (scale parameter) (Ebeling, 1997).

1) Parameter Bentuk (shape parameter)

Parameter bentuk, seperti namanya membantu menentukan bentuk distribusi. Parameter bentuk yang menunjukkan laju kerusakan data dari distribusi Weibull. Beberapa distribusi, seperti eksponensial atau normal, tidak memiliki parameter bentuk karena mereka memiliki bentuk standar yang tidak berubah. Dalam kasus distribusi normal, bentuknya selalu bentuk lonceng akrab.

(28)

31

Parameter skala adalah jenis yang paling umum dari parameter. Parameter skala yang menunjukkan besarnya keragaman data distribusi Weibull. Semakin besar nilai dari parameter skala, maka distribusi data akan semakin menyebar. Mayoritas distribusi dalam keandalan atau bidang analisis survival memiliki parameter skala. Dalam kasus satu-parameter distribusi, parameter satunya adalah parameter skala. Skala parameter mendefinisikan di mana sebagian besar distribusi terletak, atau bagaimana mengulurkan distribusinya. Dalam kasus distribusi normal, parameter skala adalah standar deviasi.

Ada 2 metode mencari parameter distribusi weibull yaitu : 1) Metode Grafik

Metode grafik biasanya diguankan karena metode yang singkat dan cepat, akan tetapi kurang akurat. Ada 2 cara metode grafik yaitu Weibull

probability plotting dan Hazard Plotting Tehnique.

2) Metode Analisis

Metode analisis terbagi atas 3 jenis yaitu, metode Maximum Likehood Estimator (MLE), Method of Moments (MOM), Least Square Method (LSM). Dalam skripsi ini digunakan Least Square method (LSM) untuk menghitung parameter distribusi weibull karena lebih simpel dan praktis. Least Square Method (LSM) merupakan salah satu metode analisis yang digunakan untuk mengihtung 2 parameter distribusi weibull.

2.10 Metode Kuadrat Terkecil (Least Squares Method)

Metode kuadratterkecil (LSM) sangat umum diterapkan dalam persoalan teknik dan matematika yang sering tidak dianggap sebagai masalah estimasi. Lalu asumsikan bahwa hubungan linier antara dua variabel. Untuk estimasi dari parameter-parameter Weibull, lalu gunakan metode kuadrat terkecil. Gunakan persamaan (2.1) sebagai berikut (Al-Fawzan. 2000).

(29)

32

lnln 1−𝐹(𝑡)1 = 𝜃 ln(t) – 𝜃 ln (1) ... (2.6)

Fungsi peluang kumulatif adalah:

F(t) = 1/((n+1)) ... (2.7)

Persamaan linear dapat ditulis sebagai berikut:

Misalkan: lnln 1−𝐹(𝑡)1 = Y ... (2.8) Ln(t) = X ... (2.9) y = 𝑛1 (ln⁡(ln(𝑛1 1−𝐹 𝑡 1 )) ... (2.10) x = 𝑛1 ln 𝑡(𝑖)𝑛1 ... (2.11) 𝛽 = 𝑛. (ln 𝑡 𝑖 𝑛 1 .(ln{ln[1−𝐹 𝑡 1 ]})}−{ ln(ln[𝑛1 1−𝐹 𝑡 1 ]). ln 𝑡 𝑖 𝑛1 } 𝑛. ln 𝑡(𝑛 1 𝑖))2 −{ ln 𝑡(𝑛1 𝑖)}2 ... (2.12) ƞ= 𝑒𝑦 −𝑥 /𝛽 ... (2.13) Dimana : F(t) = Fungsi Peluang Komulatif

𝛽 = Shape Parameter

ƞ = Scale Parameter

n = Jumlah Komulatif Kegagalan

2.11 Indeks Keandalan Distribusi Weibull

Distribusi weibull memiliki beberapa indeks keandalan seperti laju kegagalan dan fungsi keandalan (Prayitna, 2000).

a. Laju kegagalan atau fungsi hazard

Laju kegagalan atau fungsi hazard adalah frekuensi suatu sistem atau komponen gagal bekerja, biasa disimbolkan dengan λ (lambda).

Fungsi laju kegagalan atau fungsi hazard adalah

λ(t) = 𝛽ƞ𝑡𝛽 −1 ... (2.14) Dimana : λ(t) = Fungsi laju kegagalan atau fungsi hazard

(30)

33 𝛼 = Shape parameter

b. Fungsi Keandalan (Reliability)

Keandalan suatu alat adalah probabilitas untuk tidak rusak (survival) selama periode (t) tertentu atau lebih. Fungsi keandalan terhadap waktu R(t) dapat diformulasikan sebagai berikut (Dhillon, B.S,2002).

R(t) = 𝑓 𝑡 𝑑𝑡 =𝑡 𝑒− 𝑡/ƞ 𝛽 ... (2.15) Dimana:

f(t) = fungsi kepadatan peluang, kemungkinan kegagalan untuk periode tertentu

R(t) = keandalan (Reliability), peralatan ber-operasi pada waktu t R = 1 sistem dapat melaksanakan fungsi dengan baik

R = 0 sistem tidak dapat melaksanakan fungsi dengan baik R = 0,8 sistem dapat melaksanakan fungsi dengan baik = 80%

2.12 Rata-rata Waktu antar Keruskan (Mean Time Between Failures)

MTBF adalah waktu rata-rata antar kerusakan atau rata rata waktuberoperasinya komponen, subsistem, atau sistem tanpa mengalami kerusakan. MTBF diperoleh dari hasil bagi antara total waktu operasi dengan jumlah kerusakan dalam periode waktu operasi tersebut (dwi priyanta. 2000)

MTBF =𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑘𝑑𝑜𝑤𝑛𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖

Waktu rata-rata antar kerusakan (mean time betwen failure = MTBF) dari suatu sistem yang memiliki fungsi densitas Kerusakan (failure density function) f(t) didefinisikan oleh nilai harapan dari komponen itu. Secara matematis waktu rata-rata antar kerusakan dapat diekspresikan sebagai berikut: (Dwi Priyatna. 2000)

(31)

34

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.2) kedalam persamaan (2.16) maka akan diperoleh (Dwi Priyatna. 2000)

MTBF = - 𝑡𝑅0∞ ′ 𝑡 𝑑𝑡 ... (2.17) Persamaan (2.17) dapat diselesaikan dengan memakai intergral parsial yaitu sebagai berikut: (Dwi Priyatna. 2000)

MTBF = - 𝑡𝑅(𝑡) 0∞ + 𝑅 𝑡 0∞ 𝑑𝑡 ... (2.18) Jika MTBF < ∞ , maka nilai dari [ tR (t) , sehingga persamaan (2.18) diatas menjadi (Dwi Priyatna. 2000)

MTBF = 𝑅(𝑡)𝑑𝑡0∞ ... (2.19)

Dari persamaan (2.19) maka dapat substitusikan ke dalam persamaan (2.15) untuk mendapatkan persamaan fungsi MTBF distribusi weibull-nya, maka akan diperoleh

MTBF = 𝑅 𝑡 𝑑𝑡 =𝑡 𝑒𝑡 − 𝑡/ƞ 𝛽 𝑑𝑡 = ƞ 𝛽 𝛽.𝑡𝛽 −1. 𝑒− 𝑡/ƞ 𝛽 ... (2.20)

Gambar

Gambar 2.1. Proses Klarifikasi
Gambar 2.1. Top Cover
Gambar 2.2. Star Blow
Gambar 2.5. Kebijakan Perawatan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Suatu sistem merupakan suatu cara tertentu untuk melaksanakan suatu atau sekelompok aktivitas. Sistem merupakan suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan

Pada saat jatuh tempo, keuntungan tersebut diperoleh dari naiknya harga saham di atas harga yang disepakati dalam kontrak opsi, maka call option buyer dapat

Ini berarti sistem aplikasi mampu beroperasi sesuai dengan fungsi yang diharapkan pada suatu periode waktu yang ditentukan dalam kondisi tertentu, seperti dapat

Dengan menggunakan Perintah HTML yang telah dibahas diatas, buatlah program html untuk menampilkan hasil seperti layar berikut: pada Bagian Akhir tuliskan nama, nim,

Makalah ini membahas dua Riset Unggulan Strategis Nasional yang berkaitan dengan peningkatan produk pangan hewani, yaitu RUSNAS Kelautan (Kerapu) (2000-2007) dan RUSNAS Industri

5) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk mencapai KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yaang tersedia dalam silabus dan KD

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran COPIQ yaitu Contextual Teaching and Learning yang dipadukan

a) Mengetahui nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam suatu masyarakat sebagai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan seseorang kelak