• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Nilai Sosial tentang Kebersihan dan Sampah. Dalam sosiologi nilai adalah prinsip-prinsip, patokan-patokan, anggapan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA Nilai Sosial tentang Kebersihan dan Sampah. Dalam sosiologi nilai adalah prinsip-prinsip, patokan-patokan, anggapan,"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Nilai Sosial tentang Kebersihan dan Sampah

Dalam sosiologi nilai adalah prinsip-prinsip, patokan-patokan, anggapan, maupun keyakinan yang berlaku di suatu masyarakat. Nilai sosial adalah ukuran- ukuran, patokan-patokan, anggapan-anggapan, keyakinan-keyakinan, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat serta dianut oleh banyak orang dalam lingkungan masyarakat mengenai apa yang benar, pantas, luhur, dan baik untuk dilakukan. Nilai-nilai sosial merupakan aktualisasi dari kehendak masyarakat mengenai segala sesuatu yang dianggap benar dan baik. Pada intinya, adanya nilai sosial dalam masyarakat bersumber pada tiga hal yaitu dari Tuhan, masyarakat, dan individu.

Menurut Prof. Dr. Notonegoro dalam (Sunarto, 2004), secara umum nilai dapat dibedakan kedalam tiga macam yaitu nilai vital, material dan kerohanian. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi fisik manusia. Misalnya makanan dan minuman dan juga kebersihan. Nilai vital artinya segala sesuatu yang berguna untuk mengadakan kegiatan atau aktivitas. Contohnya sapu untuk menyapu, tempat sampah sebagai tempat untuk membuang sampah. Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. nilai kerohanian juga dibagi lagi menjadi empat jenis yaitu:

1. Nilai kebenaran, bersumber dari akal manusia. Contoh, secara medis kebersihan merupakan dasar dari kesehatan.

(2)

2. Nilai keindahan atau estetika, bersumber dari unsur rasa manusia (estetika). Misalnya, sesuatu yang bersih tentunya akan indah dipandang dan tentunya akan menenangkan hati.

3. Nilai moral atau kebaikan, bersumber dari kehendak manusia (karsa) contohnya apabila kita ikut bergotongroyong bersama masyarakat untuk membersihkan lingkungan sekitar demi kenyamanan bersama.

4. Nilai religius, bersumber pada ke-Tuhanan. Contohnya dalam agama islam diajarkan bahwa kebersihan merupakan bagian dari iman.

Masyarakat memaknai nilai-nilai sosial tentang kebersihan tersebut untuk membentuk kesadaran masyarakat terhadap lingkungan terutama dalam hal pengelolaan sampah.

2.1.1. Kesadaran Masyarakat Terhadap Lingkungan

Kesadaran ialah siuman atau sadar akan tingkah lakunya, yaitu pikiran sadar yang mengatur akal dan dapat menentukan pilihan terhadap yang diingini misalnya baik buruk, indah jelek dan lain sebagainya (Joseph Murphy, 1998 dalam Neolaka, 2008). Maksudnya disini yaitu kesadaran manusia timbul karena keinginan dari dalam dirinya sendiri, orang lain tidak dapat merubah prinsip seseorang jika orang tersebut tidak mau berubah. Tiap orang mempunyai suatu sikap sadar tentang apa yang dilakukannnya dan dapat menilai baik buruknya suatu hal karena mereka memiliki akal/pikiran dan itu merupakan pilihan yang diambil oleh masing-masing orang tersebut.

(3)

Kesadaran lingkungan adalah upaya untuk menumbuhkan kesadaran agar tidak hanya tahu tentang sampah, pencemaran, penghijauan, dan perlindungan satwa langka, tetapi lebih daripada itu semua, membangkitkan kesadaran lingkungan manusia khususnya pemuda masa kini, agar mencintai tanah air untuk membangun tanah air Indonesia yang adil, makmur serta utuh lestari (Salim, 1982).

Maksudnya manusia hidup di dunia ini seharusnya tidak hanya tahu mengenai apa yang akan ia lakukan dalam hidup bermasyarakat seperti dampak buruk mengenai hal yang di perbuat, tapi manusia juga harus bisa mengerti tentang pentingnya lingkungan hidup bagi dirinya sendiri dan orang lain di sekelilingnya terutama bagi generasi penerus bangsa untuk menumbuhkan sikap sadar terhadap lingkungan karena mereka yang memegang peranan penting dalam pembangunan serta bagaimana tanah air yang mereka tempati akan berlanjut di masa yang akan datang.

Dalam hal pengelolaan sampah di masyarakat dibutuhkan kesadaran masyarakat itu sendiri. Menurut Paulo Freire terdapat tiga tipe kesadaran sosial, yaitu :

1. Kesadaran Magis merupakan jenis kesadaran paling determinis. Seorang manusia tidak mampu memahami realitas sekaligus dirinya sendiri. Bahkan dalam menghadapi kehidupan sehari-harinya ia lebih percaya pada kekuatan taqdir yang telah menentukan. Bahwa ia harus hidup miskin, bodoh, terbelakang dan sebagainya adalah suatu “suratan takdir” yang tidak bisa diganggu gugat.

Kesadaran magis tersebut artinya masyarakat yang melakukan suatu tindakan tanpa menyadari aspek yang mendorong mereka melakukan hal tersebut. Contohnya: masyarakat yang selalu menjaga kebersihan lingkungan sehari-hari tanpa memikirkan tujuan dari tindakan tersebut. Hal tersebut merupakan bawaan naluri dari orang terkait.

2. Kesadaran Naif adalah jenis kesadaran yang sedikit berada di atas tingkatan-nya dibanding dengan sebelumnya. Kesadaran naif dalam diri manusia baru sebatas mengerti namun kurang bisa menganalisa

(4)

persoalan-persoalan sosial yang berkaitan dengan unsur-unsur yang mendukung suatu problem sosial. Ia baru sekedar mengerti bahwa dirinya itu tertindas, terbelakang dan itu tidak lazim. Hanya saja kurang mampu untuk memetakan secara sistematis persoalan-persoalan yang mendukung suatu problem sosial itu. Apalagi untuk mengajukan suatu tawaran solusi dari problem sosial.

Artinya masyarakat tersebut sadar akan permasalahannya namun tidak melakukan sesuatu untuk mengatasi permasalahannya tersebut. Contoh: dalam permasalahan sampah, masyarakat menyadari bahwa sampah dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, namun masyarakat tidak berbuat apa-apa karena menganggap hal tersebut merupakan kondisi alam yang biasa terjadi.

3. Kesadaran Kritis adalah jenis paling ideal di antara jenis kesadaran sebelumnya. Kesadaran kritis bersifat analitis sekaligus praksis. Seseorang itu mampu memahami persoalan sosial mulai dari pemetaan masalah, identifikasi serta mampu menentukan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Di samping itu ia mampu menawarkan solusi-solusi alternatif dari suatu problem sosial. sebuah kesadaran yang melihat adanya keterkaitan antara ideologi dan struktur sosial sebagai akar masalah (Pitopang, 2012).

Artinya kesadaran kritis tersebut adalah masyarakat menyadari akan permasalahan dan mencari solusi dari permasalahan tersebut dan melakukannya melalui tindakan nyata. Contohnya: seseorang yang memahami nilai-nilai kebersihan lingkungan serta manfaatnya lalu turut bertindak dan berusaha selalu menjaga dan mengajak orang-orang sekitar untuk ikut menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Untuk mengidentifikasi ketiga jenis kesadaran masyarakat tersebut diperlukan indikator-indikator dalam memudahkan penelitian ini. Menurut (Lewit dalam Putra, 2017) terdapat beberapa indikator kesadaran masyarakat yakni pengetahuan, sikap dan perilaku.

(5)

a. Pengetahuan, yaitu hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka.

b. Sikap, yaitu respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat internal maupun eksternal sehingga manifesnya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut.

c. Perilaku, yaitu hasil dari pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan yang seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan.

2.2. Teori Tindakan Sosial Max Weber

Tindakan manusia dianggap sebagai sebuah bentuk tindakan sosial manakala tindakan itu ditujukan pada orang lain. Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain (Weber dalam Ritzer 2010). Suatu tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati tidak masuk dalam kategori tindakan sosial. Suatu tindakan akan dikatakan sebagai tindakan social ketika tindakan tersebut benar-benar diarahkan kepada orang lain. Meski tak jarang tindakan sosial dapat berupa tindakan yang bersifat membatin atau bersifat subjektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu. Bahkan terkadang tindakan dapat berulang kembali dengan sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang

(6)

serupa atau berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu. Ada 5 ciri pokok Tindakan sosial menurut Max Weber sebagai berikut:

1. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata.

2. Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya.

3. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam dari pihak mana pun.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain itu (Setiadi, 2011).

Selain kelima ciri pokok tersebut, menurut Weber (Setiadi, 2011) tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu, atau waktu yang akan datang. Sasaran suatu tindakan sosial bisa individu tetapi juga bisa kelompok atau sekumpulan orang. Weber membedakan tindakan sosial manusia ke dalam empat tipe yaitu:

1. Tindakan rasionalitas instrumental

Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Contohnya: Seseorang ingin membersihkan lingkungannya apabila tersedianya alat untuk memberihkan lingkungan tersebut seperti sapu, tong sampah, serokan, kendaraan pengangkut sampah dan lain-lain. 2. Tindakan rasional nilai

Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai

(7)

individu yang bersifat absolut. Contoh : Seseorang yang membersihkan lingkungannya atas dasar nilai estetika akan indahnya kebersihan lingkungan sekitar.

3. Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi

Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu. Contohnya: Seseorang yang bertindak membersihkan / mengutip sampah dijalanan karena rasa cintanya terhadap lingkungan.

4. Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan

Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Contoh: pada saat adanya kegiatan gotong royong membersihkan sampah di lingkungan sekitar.

2.3. Sosialisasi dan Pengorganiasasian Masyarakat melalui Bank Sampah Sosialisasi merupakan suatu proses belajar yang berlangsung sepanjang hidup manusia sejak individu dilahirkan sampai ia tua agar individu tersebut dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya (Sunarto, 2004). Ada beberapa tujuan sosialisasi dalam masyarakat, antara lain:

a) Mengetahui nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam suatu masyarakat sebagai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupan seseorang kelak di tengah-tengah masyarakat di mana individu tersebut sebagai anggota masyarakat. Dalam hal ini masyarakat diberikan pengetahuan dalam hal pengelolaan sampah.

(8)

b) Mengetahui lingkungan sosial budaya baik lingkungan sosial tempat individu bertempat tinggal termasuk juga di lingkungan sosial yang baru agar terbiasa dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada pada masyarakat. Masyarakat juga diajarkan supaya peka terhadap fenomena yang sedang terjadi di masyarakat.

c) Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat. Dalam tujuan sosialisasi ini masyarakat juga dibantu dalam hal pengendalian diri supaya tidak terjadi hal-hal diluar tujuan dari suatu program tersebut.

d) Menambah kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien serta mengembangkan kemampuannya seperti membaca, menulis, berekreasi, dan lain-lain. Dalam proses sosialiasi ini masyarakat juga dilatih untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya masing-masing.

Setelah dilakukannya proses sosialisasi, maka selanjutnya dilakukan tahap pengornasisasian masyarakat untuk membentuk sebuah asosiasi dalam menyelesaikan permasalahan secara kolektif, dalam hal ini adalah permasalahan pengelolaan sampah yang terdapat di lingkungan sekitar. Pengorganisasian masyarakat merupakan suatu proses yang dilakukan dalam rangka memotivasi masyarakat agar mau bekerja sama dan melakukan tindakan atas dasar kepentingan bersama. Pengorganisasian masyarakat dilakukan untuk melaksanakan perubahan dalam memecahkan masalah dan memperbaiki keadaan yang tidak dapat diperbaiki secara individual. Pengorganisasian dibentuk oleh pihak bank sampah kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat mengetahui sekaligus berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di daerah terkait.

(9)

Dalam proses pembentukan sebuah lembaga/organisasi masyarakat berawal dari kegiatan manusia bisa mengalami proses pembiasaan. Tiap tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan menjadi suatu pola. Pembiasaan membawa keuntungan psikologis yang penting bahwa pilihan menjadi dipersempit. Pembiasaan kegiatan manusia adalah koekstensif (sama lingkup dan lamanya) dengan pelembagaan kegiatan itu. Pelembagaan terjadi apabila ada suatu tipifikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang sudah terbiasa bagi berbagai tipe pelaku.

Tipifikasi tindakan-tindakan yang sudah dijadikan kebiasaan, yang membentuk lembaga-lembaga, selalu merupakan milik bersama dengan kata lain proses-proses pembiasaan mendahului setiap pelembagaan, malahan dapat dibuat sedemikian rupa sehingga bisa berlaku bagi seorang individu hipotetis yang hidup menyendiri, terkucil dari interaksi sosial yang bagaimanapun (Berger, 1990). Pada pengorganisasian masyarakat melalui Bank Sampah juga dilakukan sosialisasi tentang sampah dengan beberapa tujuan antara lain :

a. Pengenalan bank sampah pada masyarakat b. Pentingnya pemilahan dan pengelolaan sampah

c. Memberikan wawasan dan pelatihan keterampilan kepada masyarakat berupa produk daur ulang sampah

d. Melatih potensi yang terdapat di setiap individu masyarakat untuk dapat berkembang menjadi maju (Laporan, 2015).

2.4. Pemberdayaan Masyarakat berbasis Bank Sampah

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah dalam lingkungan, merencanakan dan

(10)

melakukan pemecahan mengenai sampah dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada baik instansi kelembagaan dan tokoh masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat (Mubarak, 2010). Pemberdayaan masyarakat berbasis program bank sampah meliputi:

a) Simpan pinjam dengan sampah b) Berobat dengan sampah

c) Pendidikan bayar dengan sampah d) Rukun tetangga

e) Peduli lingkungan dengan sampah

f) Daur ulang sampah menjadi kerajinan (Laporan, 2015)

Dimensi keberdayaan meliputi: jumlah warga yang tertarik dalam mengikuti program, ide-ide baru untuk pelaksanaan program, intensitas kegiatan petugas, partisipasi masyarakat. Kegiatan pemberdayaan ini akan disertakan juga dengan pendidikan dan pelatihan. Hal ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pemeliharaan lingkungan sekitar dan menumbuhkan serta meningkatkan kreativitas masyarakat dalam berwirausaha, peningkatan kualitas kesehatan serta meningkatkan kesadaran akan menjaga lingkungan.

2.5. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir juga dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi

(11)

sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Dilisty (2011) menyatakan bahwa perilaku masyarakat pesisir masih rendah terutama dalam hal kesadaran untuk melestarikan lingkungan dan mengelola sampah. Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan penyadartahuan pada masyarakat dan pendampingan secara intensif dan dalam waktu cukup panjang. Masyarakat pesisir mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas atau unik, yaitu :

a) Ketergantungan Pada Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan ini akan mempengaruhi kesehatan masyarakat pesisir tersebut. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan seperti pada penelitian di atas akan memberikan yang buruk bagi kehidupannya sehari-hari.

b) Aktivitas Kaum Perempuan dan Anak-Anak

Pada masyarakat ini, umumnya perempuan dan anak-anak ikut bekerja mencari nafkah. Kaum perempuan seringkali bekerja sebagai pedagang ikan (pengecer), baik pengecer ikan segar maupun ikan olahan. Mereka juga melakukan pengolahan hasil tangkapan, baik pengolahan kecil-kecilan di rumah untuk dijual sendiri maupun sebagai buruh pada pengusaha pengolahan ikan atau hasil tangkap lainnya. Sementara itu anak laki-laki seringkali telah dilibatkan

(12)

dalam kegiatan melaut. Ini antara lain yang menyebabkan anak-anak nelayan banyak yang tidak sekolah (Handoko, 2009).

c) Memiliki Kepribadian Yang Keras, Tempramental dan Boros

Masyarakat pesisir memiliki kepribadian keras dan boros, hal tersebut menjadi faktor utama penyebab kemiskinan (Mussadun, 2016)

d) Rendahnya Tingkat Kesejahteraan dan Tingkat Pendidikan

Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh : penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Tahun 2001 sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar dan sejalan dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas (Lasiki, 2012).

Beberapa karakteriktik di atas juga dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat kesadaran masyarakat pesisir untuk menjaga dan melestarikan lingkungan sehingga kondisi lingkungan wilayah pesisir sering kali terlihat kotor karena pola perilaku masyarkaatnya sendiri yang masih cenderung bersikap tidak peduli akan kebersihan lingkungannya sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk.. mengembangkan diri,

1) Kurangnya hubungan suatu masyarakat dengan masyarakat lain, sehingga keterasingan hidup anggota masyarakat yang demikian sering kali tidak mengetahui perkembangan

ini juga tidak lepas dari anggapan mereka sebagai narapidana anak yang telah melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga persepsi pada tiap

dengan judul “Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Masyarakat Desa Terhadap Kehidupan Rumah Tangga di Desa Landungsari Kecamatan Dau Kabupaten Malang.” Hasil dari penelitian

a) Berlandaskan pada etika dan nilai-nilai demokrasi yang berlaku. b) Merupakan keseluruhan sistem nilai dan gagasan dalam kehidupan.. demokrasi. c) Berlandaskan pada

Dalam masyarakat hukum merupakan dasar dari suatu tindakan dilarang atau tidak dilarang karena didalamnya memuat norma atau kaidah-kaidah yang berlaku pada waktu dan

Kompetensi kategori pemula atau ambang merupakan karakteristik esensial minimal, biasanya adalah pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang untuk dapat

menentukan dengan tepat pengetahuan serta keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu pekerjaan. Apabila seseorang pemegang posisi mampu