• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Kajian Pustaka

Agar mendapat pemahaman yang lebih baik dan jelas, maka diperlukan kajian pustaka yang terdiri dari teori ilmu hukum yang berguna sebagai pisau dalam menganalisis permasalahan hukum yang muncul antara das sollen dan das sein, dimana Perda No.4/2016 sebagai das sollen dan kenyataannya bahwa minuman beralkohol masih beredar atau dengan kata lain masyarakat masih belum mengindahkan Perda No.4/2016 sebagai das sein. Teori ilmu hukum dapat diartikan pula sebagai disiplin ilmu hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam penerapan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan jelas tentang bahan hukum yang

tersaji dan kegiatan yuridis dalam kemasyarakatan.22

Adapun dalam kajian pustaka ini sebagai dasar dalam menganalisis permasalahan hukum terkait penegakan Perda No.4/2016, maka peneliti akan menguraikan mengenai pengertian dan ruang lingkup penegakan hukum serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, uraian tersebut tersaji sebagai berikut :

22

(2)

1.

Pengertian dan Ruang Lingkup Penegakan Hukum

Istilah penegakan hukum (law enforcement) terdiri dari dua kata yaitu penegakan dan hukum. Penegakan memiliki akar kata tegak yang diberi awalan pe- dan akhiran -an. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Penegakan

adalah - Proses, cara, perbuatan menegakkan.23 Sedangkan hukum oleh KBBI

diberikan beberapa definisikan diantaranya, peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah;

undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.24 Menurut

Black’s Law Dictionary, penegakan hukum (law enforcement), diartikan sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the execution of a law; the carrying out of a mandate or command”. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang dikandungnya. Oleh Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum dimaknai sebagai proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.25

Terkait dengan penegakan hukum, dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara ekplisit menyebutkan “negara Indonesia adalah negara hukum”. Penegasan “Indonesia sebagai negara hukum” menjadi penting karena dalam konsep teori

23

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, h.1155

24 Ibid h.410

25 Jimly Asshiddqie, Penegakan Hukum, Makalah, h.1, diunduh dari www.jimly.com diakses pada tanggal 26 Mei 2018 pukul 01.00 wib.

(3)

kedaulatan hukum, arti negara hukum pada prinsipnya menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum, oleh sebab itu seluruh alat perlengkapan negara apapun namanya termasuk warga negara harus tunduk

dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali.26 Sejalan itu, Aminudin

Ilmar menjelaskan bahwa prinsip dasar dalam sebuah konsepsi dasar negara hukum menetapkan bahwa setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah (bestuurshandelingen) haruslah berdasarkan pada peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada adanya suatu legitimasi atau kewenangan, sehingga tindakan atau perbuatan pemerintah tersebut dipandang

absah adanya.27 Oleh karena itu, di dalam negara Indonesia hukum berkedudukan

sangat mendasar dan tertinggi (supreme). Berangkat dari Indonesia sebagai negara hukum maka penegakan hukum harus berdasarkan asas legalitas yang artinya tindakan aparat penegakan hukum didasarkan atas dasar peraturan

perundang-undangan yang telah ditetapkan.28

Menyinggung mengenai penegakan hukum, Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan

keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.29 Jadi penegakan hukum pada hakikatnya

adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

26 Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2015 h.16-17.

27 Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Penerbit Kencana, Jakarta, 2014, h.95. 28 Thesia Elias, Loc. Cit

29 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum: suatu tinjauan sosiologis, Genta Publishing, Jakarta, 2009, h.24

(4)

Secara konsepsional, inti dan arti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.30

Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Lebih lanjut, Sartjipto Rahardjo menjelaskan bahwa penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya menjadi kenyataan. Berdasarkan teori Webber maka Sarjipto Rahardjo mengatakan dilihat perbuatan-perbuatan yang secara wajar dilakukan orang-orang, dilain pihak ada hukum yang memaksakan tindakan orang untuk dilaksanakan menurut stereotip-stereotip tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Yang menarik dari hal tersebut adalah masing-masing orang sebetulnya menghendaki pencapaian kondisi tertentu yakni ketertiban. Maka ketertiban ditafsirkan dari segi dipenuhinya prosedur-prosedur normatif tertentu.

Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran. Penegakan hukum bukan hanya menjadi

30 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet.13, Ed. 1, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 5

(5)

tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggungjawab.

Menurut Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan

hukum yang dilakukan oleh subjek hukum.31 Lebih lanjut, Jimly Asshiddqie

menjelaskan bahwa penegakan hukum dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :

1) Ditinjau dari sudut subyeknya

Penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila

diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

(6)

2) Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya

Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu

hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.32

Sedangkan ditinjau dari sudut saat dilakukannya (pelaksanaan) penegakan hukum, ada 2 macam penegakan hukum, yaitu :

1) Penegakan preventif

Penegakan preventif merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mencegah agar warga masyarakat tidak melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh hukum. Dalam rangka mencegah warga masyarakat melakukan tindakan tersebut maka langkah yang dilakukan meliputi : Melakukan sosialisasi kepada masyarakat atas akan diberlakukannya suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan agar warga masyarakat mematuhi aturan hukum yang berlaku.

2) Penegakan represif

Penegakan represif merupakan bentuk penegakan terhadap pelanggar aturan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Dalam hal ini adalah bahwa penegakan hukum represif apabila terjadi pelanggaran maka

(7)

penegak hukum melakukan penindakan, diproses sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian maka jika terjadi pelanggaran maka pelaku akan ditangkap dan diproses sesuai aturan perundang-undangan.

2.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah :

1) Faktor Hukum

Dalam tulisan ini hukum dibatasi pada undang-undang dalam arti materiel yang mencakup juga peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah. Perihal undang-undang dalam arti materiel, oleh Purbacaraka & Soerjono Soekanto dalam buku Perundang-undangan dan Yurisprudensi (Purbacaraka & Soerjono Soekanto, 1979), mendefinisikan sebagai peraturan tertulis yang berlaku umum yang dibuat oleh Penguasa pusat maupun daerah yang sah. Agar undang-undang dalam arti materiel dapat mencapai tujuannya, sehingga efektif maka mulai dari proses pembuatannya sampai kepada berlakunya undang-undang tersebut harus memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan sementara, bahwa gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang mungkin disebabkan karena :

(8)

1. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang;

2. Belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang; dan

3. Ketidakjelasan arti kata-kata dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran didalam penafsiran penerapannya.33

Pada praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2) Faktor Penegak Hukum

Dalam kerangka sosiologis, ketika menyinggung mengenai penegak hukum maka pusat perhatiannya diarahkan pada peranannya. Peranan tersebut dibatasi pada peranan yang seharusnya dan peranan yang aktual. Peranan yang seharusnya merujuk pada peranan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan sedangkan peranan yang aktual merujuk pada peranan penegak hukum dilapangan oleh karena suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Fungsi

33

(9)

hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik,ada masalah. Sebab penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah

mentalitas atau kepribadian penegak hukum.34

3) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Penegakan hukum tidak akan berjalan lancar (mencapai tujuannya) tanpa didukung oleh adanya sarana atau fasilitas yang antara lain mencakup : tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil; peralatan yang memadai; organisasi yang baik; keuangan yang cukup; dan seterusnya. Dalam penegakan hukum, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena tanpa adanya sarana atau fasilitas, tidak mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

Mengenai sarana atau fasilitas sebaiknya dianuti jalan pikiran sebagai berikut (Purbacaraka & Soerjono Soekanto 1983) :

a. Yang tidak ada – diadakan yang baru betul;

b. Yang Rusak Atau Salah – diperbaiki Atau dibetulkan; c. Yang Kurang – ditambah;

d. Yang Macet – dilancarkan; dan

e. Yang mundur atau merosot – dimajukan atau ditingkatkan.35

34 Ibid, h.19-36 35

(10)

4) Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum karena dalam masyarakat mempunyai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. Hal tersebut disebabkan dari sudut sosial dan budaya, Indonesia merupakan suatu masyarakat yang majemuk (plural society), terdapat banyak golongan etnik dengan kebudayaan-kebudayaan khusus. Disamping itu, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal diwilayah pedesaan yang berbeda cirinya dengan wilayah perkotaan sehingga mugkin dibutuhkan pendekatan yang berbeda perihal penegakan hukum agar hukum tertulis (perundang-undangan) dapat berlaku secara sosiologis. Karena Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, hanya persoalan yang timbul kemudian adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah

satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.36

5) Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik

(11)

(sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua

keadaan ekstrim yang harus diserasikan.37 Oleh sebab fungsi dari kebudayaan

sendiri untuk mengatur agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya ketika berhubungan dengan orang lain dalam bermasyarakat.

A. Hasil Penelitian

1. Profil Kabupaten Kepulauan Yapen

Secara historis, kabupaten kepulauan Yapen dahulu bernama kabupaten Yapen Waropen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907), namun pada tahun 2002 terbentuk kabupaten Waropen yang merupakan

hasil pemekaran dari kabupaten Yapen Waropen.38 Untuk menghindari adanya

duplikasi nama maka kemudian terhadap nama kabupaten Yapen Waropen diganti menjadi kabupaten Kepulauan Yapen berdasarkan Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2008 Tentang Perubahan Nama Kabupaten Yapen Waropen Menjadi

37 Ibid h. 59-60.

38 Lihat penjelasan umum Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2008 Tentang perubahan Nama Kabupaten Yapen Waropen Menjadi Kabupaten Kepulauan Yapen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4857)

(12)

Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4857).

Kabupaten Kepulauan Yapen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua dengan ibukota kabupaten di Serui. Secara geografis, letak kabupaten Kepulauan Yapen berada dibagian utara pulau Papua tepatnya di teluk

Cendrawasih, dengan luas wilayah 7.145,65 km2 atau sekitar 2,26 persen dari luas

Provinsi Papua yang meliputi 2.432,49 km2 wilayah daratan dan 4.713,16 km2

wilayah lautan.39 Dengan luas wilayah lautan lebih besar dibandingkan dengan luas daratan, sehingga kabupaten ini berbentuk kepulauan yang mayoritas merupakan daerah pesisisr pantai dengan ketinggian 3 meter dari permukaan laut (DPL). Secara astronomis Kabupaten Kepulauan Yapen terletak di antara 1 0 27’47.714” – 1 0 58’36.376” Lintang Selatan dan 135 0 56’21,708” – 1370 4,2’20,592” Bujur Timur. Sebelah utara Kabupaten Kepulauan Yapen berbatasan dengan Kabupaten Biak Numfor, sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kabupaten Waropen, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Manokwari, Provinsi Papua Barat.40

Wilayah administrasi kabupaten Kepulauan Yapen terdiri dari 16 wilayah distrik, yaitu distrik Yapen Timur, Pantura Yapen, Teluk Ampimoi, Raimbawi, Pulau Kurudu, Angkaisera, Kepulauan Ambai, Yapen Selatan, Kosiwo, Yapen

39 Statistik Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen 2017, diunduh dari www.kepulauanyapenkab.bps.go.id dikunjungi pada tanggal 11 April 2018 pukul 12.00 wib, h. 1. 40

(13)

Barat, Wonawa, Pulau Yerui, Poom, Windesi, Anataurei dan distrik Yawakukat.41 Agar pengembangan kabupaten memiliki sasaran dan tujuan yang jelas serta terarah, maka perlu dirumuskan dalam bentuk visi dan misi kabupaten. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, Kabupaten kepulauan Yapen memiliki Visi – Misi dalam membangun kabupaten Kepulauan Yapen. Adapun Visi Kabupaten Kepulauan Yapen ialah Kabupaten Kepulauan Yapen Unggul Dalam Bidang Pertanian, Kelautan dan Perikanan dan Pariwisata yang berbasis Budaya Papua. Dalam rangka mencapai visi tersebut, maka Misi Kabupaten Kepulauan Yapen adalah :

1. Mewujudkan Masyarakat Kabupaten Kepulauan Yapen dalam Memenuhi Seluruh Kebutuhan Dasar Hidupnya Secara Layak;

2. Mewujudkan Tatakelola Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih, Aparatur Pemerintahan Yang Berdisiplin Tinggi, Profesional, Bersih Dan Berwibawa Serta Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;

3. Meningkatkan Daya Saing Daerah Agar Mampu Melaksanakan Pembangunan Dalam Perekonomian Di Tingkat Lokal Papua, Tingkat Nasional Dan Global Khususnya Dalam Bidang Pertanian, Kelautan dan Perikanan, dan Pariwisata;

4. Mewujudkan tata ruang dan infrastruktur wilayah yang handal dan terintegrasi serta lingkungan hidup yang asri yang berorientasi pada terwujudnya Masyarakat Kepulauan Yapen yang Sehat dan Sejahtera.

41 Kabupaten Kepulauan Yapen Dalam Angka Tahun 2017, diunduh dari https://kepulauanyapenkab.bps.go.id, dikunjungi pada tanggal 11 Mei 2018 pukul 12.00 wib, h.5

(14)

5. Mewujudkan rasa aman, sentosa, tentram dan damai melalui Penegakan Supremasi Hukum dan Hak Azasi Manusia serta Proteksi Hak-hak Dasar Masyarakat Adat yang Bersendikan Nilai-nilai Budaya Papua.

Dalam mewujudkan Visi – Misi tersebut, pemerintah kabupaten Kepulauan Yapen memberlakukan Perda No. 4/2016 dengan tujuan agar dapat melindungi warga masyarakat dari berbagai ancaman bahaya, baik yang bersifat potensial maupun yang bersifat faktual, oleh sebab secara faktual pengedaran dan penjualan serta konsumsi minuman beralkohol dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terkendali dalam batas wajar dan menimbulkan dampak negatif yang cenderung mengancam hidup dan kehidupan orang asli Papua dan masyarakat Papua pada umumnya. Namun pada kenyataannya setelah Perda No.4/2016 diberlakukan, minuman beralkohol masih tetap diproduksi, diedarkan dan dijual serta dikonsumsi di kabupaten Kepulauan Yapen.

2. Peredaran Minuman Beralkohol di Kabupaten Kepulauan

Yapen

Sebelum berlaku Perda No.4/2016, peredaran minuman beralkohol di kabupaten Kepulauan Yapen diatur dengan Perda No.2 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol (Perda No.2/2015). Alasan sosiologis diberlakukannya Perda No.2/2015 menitik beratkan pada dampak mengkonsumsi minuman beralkohol yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan kesehatan, ketentraman dan keamanan dalam kehidupan

(15)

masyarakat sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian peredaran minuman beralkohol diwilayah hukum pemerintah Kabupaten Kepulauan

Yapen.42

Disamping pemberlakuan Perda No.2/2015, untuk meningkatkan Pendapat Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi daerah pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen juga memberlakukan Perda No.16 tahun 2012 tentang Retribusi Izin tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana telah diubah dengan Perda No.6 tahun 2013 tentang perubahan Perda No.16 tahun 2012 tentang retribusi tempat penjualan minuman beralkohol (Perda Retribusi Penjualan Minuman Beralkohol).

Dengan pemberlakuan Perda Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol dan Perda No.2/2015, minuman beralkohol diizinkan untuk diperjual-belikan dikabupaten Kepulauan Yapen sepanjang memiliki izin penjualan serta membayar retribusi penjualan minuman beralkohol. Masa berlaku izin tempat penjualan ini berjangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. Data mengenai tempat penjualan minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2015 tersaji pada tabel 2.1.

42 Bentuk pengawasan dan pengendalian yang diatur dalam Perda No.2/2015, yaitu : 1. Penjual wajib memiliki izin dari pemerintah daerah;

2. Larangan menjual kepada anak dan/atau pelajar dibawah usia 21 tahun dan anggota TNI/POLRI serta Pegawai Negeri Sipil yang berpakaian seragam.

3. Perihal tempat yang diizinkan untuk melakukan penjualan langsung minuman beralkohol 4. waktu menjual dan mengkonsumsi

5. Bupati berwenang menghentikan sementara penjualan karena pertimbangan khusus serta dalam hal mengawasi dan menertibkan penjualan minuman beralkohol yang dibantu oleh Tim yang terdiri dari instansi terkait

(16)

Tabel 2.1

Data Perizinan Tempat Penjualan Minuman Beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2015

No. Nama Usaha Alamat Tanggal Berlaku Izin

1. Toko Merpati Jln. Gajah Mada 30 Maret 2015 s.d 30 Maret 2016 2. Toko Kartika Jln.Yos Sudarso 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016

3. Toko Rista Jln. Palapa 30 April 2015 s.d 30 April 2016

4. Café & Karaoke Bintang Jln.Moh Yamin 30 Maret 2015 s.d 30 Maret 2016 5. Rumah Makan & Karaoke

Glamor Jln.Hang Tua

30 Januari 2015 s.d 30 Januari 2016

6. Toko Pambers Jln.P.Diponegoro 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016 7. Toko Sidharta Jln. Hang Tua 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016 8. Toko Irianto Jln.Mariadei 30 April 2015 s.d 30 April 2016

9. Toko Sukaria Jln. Palapa 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016

10. Toko Mandiri Makmur Jln. Yos Sudarso 27 Februari 2015 s.d 27 Februari 2016

11. Rumah Makan & Karaoke

K-1 Rilex Jln. Moh Toha 30 Juni 2015 s.d 30 Juni 2016

12. Rumah Makan & Karaoke

New Queen Jln. Gajah Mada

27 Februari 2015 s.d 27 Februari 2016

13. Rumah Makan & Karaoke

Malalayang Indah Jln. Frans Kaisepo

27 Februari 2015 s.d 27 Februari 2016

14. Rumah Makan & Karaoke

Milenium Jln. Moh Toha

30 Oktober 2015 s.d 30 Oktober 2016

15. Bar & Karaoke Zona Max Jln. Moh Toha 31 Desember 2015 s.d 31 Desember 2016

Sumber : Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2015/2016

Dari tabel 2.1 diatas, dapat dilihat bahwa terhadap tempat-tempat usaha yang menjual minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen masa berlaku izin penjualan minuman beralkoholnya berakhir pada tahun 2016. Izin penjualan minuman beralkohol ini dikeluarkan berdasar pada Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi izin Penjualan Minman Beralkohol.

Sejak diberlakukan Perda No.4/2016, terhadap perpanjangan izin maupun pengurusan izin baru terkait izin penjualan minuman beralkohol tidak diberikan lagi oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas terkait, yaitu Dinas Penanaman Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kepulauan Yapen. Mengenai semua izin penjualan minuman beralkohol yang telah diberikan sebelum

(17)

berlakunya peraturan daerah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku izin tersebut.43

Namun, kenyataannya sejak Perda No.4/2016 diberlakukan pada tanggal 25 November 2016 sampai saat ini, minuman beralkohol ternyata masih di produksi, diedarkan serta diperjual-belikan di kabupaten Kepulauan Yapen serta dengan mudah masyarakat dapat memperolehnya karena ada beberapa tempat penjualan minuman beralkohol yang berjualan dilakukan 24 jam. Padahal pengaturannya dalam Perda No.4/2016 jelas melarang dalam hal produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen.

Sehubungan dengan masih terus beredar dan diperjual-belikannya minuman beralkohol pasca diberlakukannya Perda No.4/2016, perlu dilakukan penelitian agar dapat diperoleh data yang valid. Dalam memperoleh data yang valid mengenai peredaran minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen sejak berlakukannya Perda No.4/2016, penulis melakukan wawancara dengan berbagai pihak, yaitu distributor minuman beralkohol, penjual minuman beralkohol, masyarakat yang mengkonsumsi serta tokoh adat. Lebih lanjut rangkuman hasil wawancara tersebut penulis uraikan sebagai berikut :

1. Distributor minuman beralkohol

Untuk minuman beralkohol selain minuman lokal, khusus di kabupaten Kepulauan Yapen terdapat 2 distributor. Distributor memperoleh izin sebagai distributor dari Kementerian Perdagangan berupa Surat Izin Usaha

43

(18)

Penjualan Minuman Beralkohol (SIUPMB) dan Izin dari kementrian keuangan melalui Dirjen Pajak berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Artinya segala Minuman beralkohol yang telah ada didistributor, kemudian akan didistribusikan lagi (dibeli) oleh penjual minuman beralkohol yang berada satu tingkat dibawah distributor (pengecer) untuk kemudian dijual langsung kepada masyarakat. Setelah berlaku Perda No.4/2016, distributor tetap melakukan kegiatan pendistribusian minuman beralkohol ke dalam kabupaten Kepulauan Yapen. Terhadap distributor yang diwanwancarai oleh penulis mengaku bahwa mereka tidak mengetahui bahwa Perda No.4/2016 telah disahkan serta diberlakukan. Namun bagi mereka jika memang Perda tersebut telah ada, mereka punya alasan sebagai distributor, yaitu telah memperoleh izin dari kementrian sehingga kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang legal secara hukum. Terkait pengurusan perizinan sebagai distributor minuman beralkohol bukan merupakan domain pemerintah daerah oleh sebab itu pemerintah daerah tidak dapat melarang kegiatan mereka sebagai

distributor minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen.44

2. Penjual minuman beralkohol

a. Penjual minuman non tradisional (minuman toko)45

Terhadap pengecer ini berdasarkan Perda No.4/2016 sudah tidak diberikan lagi izin penjualan minuman beralkohol oleh pemerintah

44 Wawancara dengan salah satu distributor minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen tanggal 19 Januari 2018

45 Wawancara dengan beberapa penjual minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen tanggal 15 Januari 2018

(19)

daerah46 tetapi faktanya, pengecer masih tetap melakukan penjualan minuman beralkohol. Tingkat pembelian masyarakat terhadap minuman beralkohol sangat tinggi sementara menurut penjual minuman beralkohol non tradisional, pemerintah melalui aparat penegak Perda belum melakukan tindakan represif terhadap tempat-tempat yang menjual minuman beralkohol (tindakan represif yang dimaksud oleh mereka berupa penyitaan minuman beralkohol yang mereka jual). Sehingga tempat-tempat yang menjual minuman beralkohol masih tetap menjual minuman beralkohol. Bagi mereka jika pemerintah tegas menegakan Perda No.4/2016 dengan menyita minuman yang mereka jual maka mereka tidak akan menjual lagi. mengenai keamanan mereka dalam berjualan, salah satu penjual minuman beralkohol pada toko X mengakui bahwa ada beberapa oknum polisi maupun TNI yang sering kali datang dan meminta rokok serta beberapa minuman yang mereka jual dan mereka selalu memberikannya.

46 Mengenai perizinan penjualan minuman beralkohol oleh pemerintah daerah ini disampaikankan juga oleh Kepala Dinas PM dan PTSP bapak Harold Weno tanggal 8 Januari 2018 dan Bapak R.A Mambrasar, S.Sos selaku Kabid penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan Dinas PM & PTSP Kabupaten Kepulauan Yapen dalam wawancara dengan Penulis tanggal 26 Januari 2018 : bahwa dikabupaten Kepulauan Yapen lebih kurang ada 20-an tempat yang menjual minuman beralkohol yang telah mengurus izin tempat penjualan serta telah diberikan izin penjualan oleh pemerintah daerah dengan masa berlaku izin selama 1 tahun serta dapat diperpanjang setiap tahunnya. Namun pada waktu rancangan Perda No.4/2016 sedang “digodok” oleh legistatif dan eksekutif, kurang lebih masuk pada semester 2 tahun anggaran 2016, di kantor kami sudah punya komitmen bahkan sudah kita wujud nyatakan untuk menunda sementara perpanjangan izin penjualan minuman beralkohol. Setelah Perda No.4/2016 ditetapkan pada bulan November 2016, maka berdasarkan Perda tersebut dinas PM dan PTSP menolak seluruh perpanjangan izin penjualan minuman beralkohol maupun menerbitkan izin baru terhadap penjualan minuman beralkohol.

(20)

Minuman beralkohol yang dijual ditoko (seperti Bir, Vodka, Whisky Robinson, dll) dari pengamatan penulis pada salah satu toko, setiap harinya buka normal mulai jam 09.00 wit dan tutup kurang lebih pada jam 03.00 wit. Dalam waktu 1 jam (antara jam 09.00-17.00 wit) paling sedikit ada 3 pembeli yang datang ke toko tersebut untuk membeli minuman beralkohol dan jumlah ini akan meningkat mulai dari jam 17.00-02.00 wit. Bahkan ada tempat penjualan minuman beralkohol yang melakukan penjualan selama 24 jam dengan memakai jasa “kurir” dimana jika toko tersebut telah tutup, pembeli dapat melakukan pembelian melalui kurir tersebut. Menurut toko yang menjual minuman beralkohol, seharusnya pemerintah melarang distributor untuk memasukan minuman beralkohol ke Kabupaten Kapulauan Yapen.

b. Penjual minuman lokal47

Sedangkan untuk minuman lokal (minuman bobo), minuman bobo ini dihasilkan dari pohon bobo dan produksinya dilakukan sendiri oleh masyarakat dengan cara tradisional. Dengan tingginya permintaan masyarakat terhadap minuman bobo, maka masyarakat banyak yang lebih memilih untuk memproduksi minuman bobo serta menjual

kepada “penadah”48

yang berasal dari kota Serui. Tingkat konsumsi minuman beralkohol dimasyarakat sendiri terbilang sangat tinggi. Sejak berlakunya Perda No.4/2016, dengan alasan yang beragam

47 Wawancara dengan penjual minuman lokal (minuman bobo) tanggal 25 Januari 2018

48 Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan penadah ialah pembeli yang melakukan pembelian dalam jumlah banyak dengan maksud untuk dijual kembali

(21)

masyarakat masih tetap membeli serta mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini juga turut berpengaruh terhadap volume peredaran (penjualan) minuman beralkohol, seperti penuturan salah seorang penjual minuman bobo : “saya menjual bobo tiap malam biasanya mulai dari jam 19.00 sampai sekitar jam 01.00… dalam satu malam paling sedikit 30 liter bobo laku terjual”.

Tujuan mereka menjual minuman bobo untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan bersih yang mereka peroleh dalam satu malam menurut beberapa penjual bobo dapat mencapai kurang lebih Rp. 200.000,- apalagi bagi mereka yang sudah punya pelanggan tetap. Terkait Perda No.4/2016, bagi mereka jika pemerintah mau melarang penjualan minuman beralkohol maka seharusnya lebih utama pemerintah melarang toko-toko untuk menjual minuman dan juga distributor.

3. Masyarakat yang mengkonsumsi49

Sejak berlakunya Perda No.4/2016, walaupun telah mengetahuinya dari sosialisasi yang dilakukan melalui media RRI stasiun Serui, dengan alasan yang beragam masyarakat masih tetap membeli serta mengkonsumsi minuman beralkohol. Alasan yang dimaksud mulai dari alasan sudah terbiasa meminum minuman beralkohol sampai kepada alasan mengkonsumsi karena minuman masih dijual. Untuk mendapatkan

49 wawancara dengan beberapa peminum minuman beralkohol pada tanggal 21, 24 dan 25 Januari 2018

(22)

minuman beralkohol ini pun cukup mudah karena banyak tempat yang menjualnya. Masyarakat yang penulis wawancarai ini umurnya berkisar dari 16 tahun hingga 45 tahun.

4. Tokoh Adat50

Tanggapan dari sisi adat terkait kebiasaan meminuman minuman beralkohol serta peredaran minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen terungkap bahwa secara historis, memang minuman beralkohol telah menjadi salah satu suguhan dalam acara adat yang dilakukan. Masyarakat pada waktu itu mengkonsumsinya pada batas normal (artinya tidak dengan tujuan untuk mabuk) dan adat juga mengatur batasan usia bagi yang dapat mengkonsumsi minuman beralkohol, yaitu ketika telah berusia 20 tahun ke atas. Namun Seiring dengan perkembangan zaman, tatanan adat itu telah bergeser karena sekarang ini minuman beralkohol itu sudah menjadi tujuan anak-anak muda sebagai selingan hidup sehingga hampir tiap hari kita menemukan orang yang mabuk. Pemerintah harus serius dalam menerapkan Perda ini, perlu ada tindakan tegas dari pemerintah dalam penegakan Perda No.4/2016. Khusus untuk minuman lokal misalnya minuman bobo, jika serius maka pemerintah perlu memberikan pelatihan dan modal agar masyarakat dapat mengolah pohon bobo menjadi menjadi gula merah atau cuka sehingga hasil pohon bobo tetap memberikan keuntungan apabila dijual.

50 Hasil wawancara dengan Bapak Onesimus Wajoi, S.sos selaku Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Kepulauan Yapen tanggal 18 dan 19 Januari 2018.

(23)

3. Pengaturan Hukum

Yang dimaksud dengan pengaturan hukum adalah pengaturan yang berkaitan minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen yang dituangkan dalam Perda No.4/2016.

Sejak diberlakukan pada tanggal 25 November 2016, pengaturan mengenai minuman beralkohol dikabupaten kepulauan Yapen hanya berdasar pada Perda No.4/2016. Pemberlakuan Perda No.4/2016 ini sekaligus juga mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi izin

Penjualan Minuman Beralkohol.51

Materi muatan dari Perda ini mengatur mengenai beberapa hal, yaitu penggolongan dan standar mutu; larangan; pengawasan; peran serta masyarakat; ketentuan pidana; penyidikan; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup. Terhadap hal-hal yang diatur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Penggolongan dan Standar Mutu

Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Perda No.4/2016, diatur mengenai minuman beralkohol yang disasar oleh Perda ini, yaitu Minuman beralkohol dalam negeri (hasil produksi pabrik dan hasil olahan tradisional) dan Minuman beralkohol luar negeri berdasarkan penggolongannya. Terkait dengan penggolongannya meliputi : a. Golongan A adalah minuman yang beralkohol dengan kadar ethanol

(C2H5OH) diatas 1 % (satu perseratus) sampai dengan 5 % (lima perseratus);

51

(24)

b. Golongan B adalah minuman yang beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) lebih dari 5% (lima perseratus) sampai dengan 20% (duapuluh perseratus);

c. Golongan C adalah minuman yang beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) lebih dari 20% (duapuluh perseratus) sampai dengan 55% (lima puluh lima perseratus); dan

d. Minuman beralkohol produksi bukan pabrik atau hasil olahan tradisional tidak termasuk golongan A, golongan B, dan golongan C merupakan minuman yang dihasilkan dari berbagai jenis tumbuhan dan/atau bahan alami yang mengandung ethanol atau alcohol.

2) Larangan

Dalam Pasal 4 Perda No.4/2016, diatur mengenai setiap orang atau badan hukum dilarang untuk memproduksi, memasukkan, mendistribusikan, serta menjual minuman beralkohol baik yang merupakan hasil produksi pabrik maupun hasil olahan tradisional dikabupaten Kepulauan Yapen. Selain itu diatur juga mengenai larangan bagi setiap orang mengkonsumsi minuman beralkohol di kabupaten Kepulauan Yapen.

3) Pengawasan

Dalam Pasal 5 Perda No.4/2016, diatur bahwa Bupati melakukan pengawasan terhadap larangan kegiatan produksi, distribusi, penjualan, dan konsumsi minuman beralkohol dengan membentuk tim pengawasan yang terdiri dari unsur pemerintahan dan non pemerintahan. Tim pengawasan ini diangkat

(25)

oleh Bupati dengan masa kerja 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang dengan susunan keanggotaan ditetapkan oleh Bupati.

4) Peran serta masyarakat

Dalam Pasal 6 Perda No.4/2016, diatur mengenai peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan berupa pengawasan sosial dalam bentuk laporan, saran dan pertimbangan kepada tim pengawasan dan penegak hukum.

5) Ketentuan pidana

Untuk menjamin ditaatinya Perda No.4/2016 ini maka dalam Pasal 7 diatur mengenai pemberian sanksi pidana terhadap setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan Perda ini, yaitu :

1. berupa denda berupa kurungan paling lama 5 (lima) Tahun dan/atau denda paling tinggi Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) terhadap setiap orang dan/atau badan hukum perdata yang memproduksi, memasukkan, mendistribusikan serta menjual minuman beralkohol non tradisional dan tradisional di kabupaten Kepulauan Yapen.

2. berupa pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling tinggi Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) terhadap setiap orang yang mengkonsumsi minuman beralkohol non tradisional dan tradisional di wilayah kabupaten Kepulauan Yapen.

(26)

6) Penyidikan

Dalam Pasal 8 Perda No.4/2016, diatur mengenai tugas penyidikan dalam memproses setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diatas. Penyidikan ini dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negari Sipil (PPNS)

7) Ketentuan peralihan

Dalam Pasal 10 Perda No.4/2016, diatur bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini, semua Ijin yang telah diberikan sebelum berlakunya peraturan daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku izin tersebut.

8) Ketentuan Penutup

Dalam Pasal 11 Perda No.4/2016, diatur bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah ini,

1. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol

2. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 16 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin tempat penjualan minuman beralkohol sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 16 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin tempat penjualan minuman beralkohol,

(27)

4. Satuan Polisi Pamong Praja

Satuan Polisi Pamong Praja [Satpol PP] dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta

menyelenggarakan perlindungan masyarakat.52 Satpol PP merupakan bagian

perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat.53 Konkritnya, Satpol PP mempunyai tugas membantu kepala daerah

untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai SKPD penegak Perda, Satpol PP mempunyai fungsi meliputi:

a. Menyusun program dan melaksanakan penegakan Perda,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

b. Melaksanakan kebijakan penegakkan Perda dan peraturan kepala daerah. c. Melaksanakan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah.

d. Melaksanakan kebijakan perlindungan masyarakat.

e. Melaksanakan koordinasi penegakkan Perda dan peraturan kepala daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan

52 Pasal 255 ayat (1) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587)

(28)

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan atau aparatur lainnya.

f. Melakukan pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum

agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah.

g. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah 54

dan memiliki kewenangan :

a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat;

d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan

e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau

peraturan kepala daerah.55

Serta memiliki kewajibannya yang meliputi:

a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.

54 Ibid Pasal 5 55

(29)

b. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja.

c. Membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

d. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana.

e. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda

dan/atau peraturan kepala daerah.56

Agar dapat melakukan tugasnya secara maksimal, Satpol PP juga ditunjang oleh jumlah pegawai, sarana dan prasarana, anggaran, serta terkait penindakan memerlukan adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Tabel 2.2

Jumlah Anggota Satpol PP Tahun 2016-2017

No. Tingkat Pendidikan 2016 Jumlah 2017 Jumlah PNS Honorer PNS Honorer 1. SD 4 - 4 8 - 8 2. SMP 3 - 3 6 - 6 3. SMA 22 26 48 30 29 59 4. Sarjana 12 1 13 11 1 12

Sumber : Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2018

Berdasarkan data pada tabel 2.2 diatas, terlihat bahwa jumlah anggota Satpol PP yang berstatus PNS dengan tingkat pendidikan SD dan SMP mengalami kenaikan pada tahun 2017, dimana berturut-turut Satpol PP dengan tingkat pendidikan SD pada tahun 2016 berjumlah 4 orang mengalami kenaikan menjadi 8 orang pada tahun 2017 dan Satpol PP dengan tingkat pendidikan SMP pada tahun 2016

56

(30)

berjumlah 3 orang naik menjadi 6 orang pada tahun 2017. Kenaikan jumlah yang sama juga terjadi pada anggota Satpol PP yang berstatus PNS dan honorer dengan tingkat pendidikan SMA, dimana Satpol PP yang berstatus sebagai honorer pada tahun 2016 berjumlah 26 orang mengalami kenaikan pada tahun 2017 menjadi 29 orang dan yang berstatus sebagai PNS naik dari 22 orang pada tahun 2016 menjadi 30 orang pada tahun 2017. Namun, jumlah anggota Satpol PP dengan tingkat pendidikan sarjana mengalami penurunan, dimana pada tahun 2016 berjumlah 13 orang pada tahun 2016, menurun menjadi 12 orang pada tahun 2017.

Tabel 2.3

Sarana dan Prasarana Satpol PP Tahun 2016-2017 No. Sarana Prasarana yang dimiliki Jumlah

1. Gedung kantor 1 gedung

2. Mobil Patroli 1 unit

3. Motor operasional 8 unit

4. Komputer 5 unit

5. Laptop 4 unit

6. Printer 7 unit

Sumber : Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2018

Tabel 2.3 diatas merupakan jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Satpol PP pada tahun 2016-2017. Dari sekian sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Satpol PP, penulis tertarik untuk membahas lebih dahulu mengenai jumlah mobil patroli dan motor yang dimiliki. Karena menurut hemat penulis mobil dan motor merupakan sarana penunjang bagi Satpol PP dalam melakukan kegiatan operasi rutin maupun operasi insidental dilapangan berupa penegakan represif terhadap pihak-pihak yang melanggar ketentuan Perda No.4/2016 apabila penegakan secara preventif tidak berhasil.

(31)

Tabel 2.4

Jumlah Anggaran Satpol PP tahun 2016-2018

No. Tahun Anggaran Jumlah Anggaran

1. 2016

Rp. 2.155.154.000

(dua milyar seratus lima puluh lima juta seratus lima puluh empat ribu rupiah)

2. 2017

Rp. 2.155.154.000

(dua milyar seratus lima puluh lima juta seratus lima puluh empat ribu rupiah)

3. 2018

Rp. 4.383.082.000

(empat milyar tiga ratus delapan puluh tiga juta delapan puluh dua ribu rupiah)

sumber : Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2018

Dari tabel 2.4 diatas, jumlah anggaran bagi Satpol PP pada tahun 2016 besarnya sama dengan pada tahun 2017 yaitu sebesar Rp.2.155.154.000 (dua milyar seratus lima puluh lima juta seratus lima puluh empat ribu rupiah). Kenaikan anggaran bagi Satpol PP baru terjadi pada tahun 2018, yaitu sebesar Rp.4.383.082.000 (empat milyar tiga ratus delapan puluh tiga juta delapan puluh dua ribu rupiah).

Untuk dapat melakukan penegakan perda, selain tindakan preventif, juga diperlukan tindakan represif. Dalam melakukan tindakan represif, dibutuhkan adanya PPNS. Dalam UU No.23/2014, tugas PPNS yaitu melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keberadaan PPNS ini mempunyai peranan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan Perda dalam hal mengkonsumsi, memproduksi, memasukkan, mendistribusikan, serta menjual minuman beralkohol di kabupaten Kepulauan Yapen dan menetapkan sanksi pidana terhadap yang melanggar sesuai ketentuan pidana yang diatur dalam Perda No.4/2016. Terkait penegakan Perda No.4/2016, secara ekplisit tugas PPNS diatur dalam Pasal 9 Perda No.4/2016.

(32)

Mengenai PPNS, idealnya Kabupaten Kepulauan Yapen membutuhkan 4-5 orang PPNS, sementara sampai saat ini baru memiliki 1 orang PPNS yaitu Bapak Woisiri, yang merupakan salah satu anggota Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen, itu pun baru dikirim untuk mengikuti training (diklat) PPNS menjelang

akhir tahun 2017.57

5. Penegakan Hukum

Yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah penegakan Perda No.4/2016 di Kabupaten Kepulauan Yapen. Sebagaimana termuat dalam penjelasan umum Perda No.4/2016, alasan sosiologis diberlakukan Perda No.4/2016 yakni agar dapat melindungi warga masyarakat dari berbagai ancaman bahaya, baik yang bersifat potensial maupun yang bersifat faktual. Selain ditujukan kepada masyarakat kabupaten Kepulauan Yapen, Perda No.4/2016 ini, ditujukan juga kepada Satpol PP selaku aparat penegak Perda agar peredaran minuman beralkohol dapat terkontrol.

Dalam menegakan Perda No.4/2016 ditinjau dari sudut dilakukannya (pelaksanaan) penegakan hukum, ada 2 macam penegakan hukum yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu :

1) Penegakan Preventif

Penegakan preventif merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mencegah agar warga masyarakat tidak

57 Hasil wawancara dengan Bapak Johanis F. Loupatty selaku Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen, tanggal 8 Januari 2018

(33)

melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh hukum. Dalam rangka mencegah warga masyarakat melakukan tindakan tersebut maka langkah yang dilakukan meliputi :

a. Pada tanggal 20 Juni 2016 pemerintah daerah melalui Satpol PP, berdasarkan disposisi Bupati tertanggal 17 Juni 2016, mengeluarkan Surat Nomor 800/073/SATPOL-PP yang isinya Pemberitahuan Larangan Memasukan dan Menjual Miras di Kabupaten Kepulauan Yapen. Surat tersebut ditujukan kepada para distributor penjual minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen yang pada pokoknya berisi pemberitahuan untuk tidak lagi mendatangkan dan menjual minuman keras/milo serta dan mulai diberlakukan tanggal 1 September 2016 dan akan diadakan pengawasan dan penarikan semua minuman keras yang masih beredar.

b. melakukan sosialisasi kepada masyarakat atas akan diberlakukannya Perda No.4/2016 melalui media Radio Republik Indonesia stasiun Serui dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan setelah Perda ditetapkan dengan frekuensi 2-3 kali dalam 1 bulan. Selain itu, pemerintah daerah juga membentuk membentuk satgas miras dengan tujuan membantu pemerintah dalam melakukan mensosialisasikan Perda No.4/2016. Satgas miras yang dibentuk ini terdiri dari para pemuda yang merupakan perwakilan dari 16 distrik, tiap distrik mengirimkan kurang lebih 10 orang perwakilan sebagai satgas. Pembentukan Satgas miras ini dilakukan antara bulan November atau

(34)

Desember 2016. Jadi ada satgas miras yang oleh pimpinan kita disebut sebagai satgas Maleo. Tugas Satgas miras untuk menyampaikan mensosialisasikan isi perda miras ini kepada masyarakat di tingkat distriknya. Sosialisasi yang dilakukan oleh satgas miras sudah berjalan dan sampai belum dilakukan evaluasi kembali sampai dimana keefektifanya. Sosialisasi ini dimaksudkan agar warga masyarakat mengetahui serta mematuhi aturan hukum yang berlaku (Perda No.4/2016)

2) Penegakan Represif

Pada tanggal 11 Oktober 2017 pemerintah daerah melalui Satpol PP berdasarkan Perda No.4/2016, mengeluarkan surat peringatan nomor 800/017/SATPOL-PP dan ditujukan kepada yang memproduksi, memasukan, mendistribusikan, serta menjual minuman beralkohol di kabupaten Kepulauan Yapen. Surat ini pada pokoknya berisi bahwa dalam rangkan penegakan Perda No.4/2016 dan rapat bersama anggota DPRD tanggal 27 September 2017 serta laporan keluhan dari masyarakat tentang peredaran minuman beralkohol dan dampak yang ditimbulkan maka kepada saudara/saudari yang memproduksi, memasukan, mendistribusikan serta menjual minuman beralkohol diperingatkan segera menghentikan kegiatan tersebut setelah menerima surat Peringatan ini akan diadakan operasi penegakan Perda No.4/2016. Apabila dalam operasi masih kedapatan melakukan kegiatan tersebut maka akan ditindak sesuai Perda No.4/2016.

(35)

B.

Analisis

Secara filosofis menurut Roscoe Pound sebagaimana dikutip oleh Titon Slamet Kurnia, berpendapat bahwa hukum lebih pada suatu ideal, nilai, tentang keharusan (norma/kaidah) untuk merepresentasikan tujuan yang sangat kuat yang hendak direalisasikan oleh keharusan tersebut yaitu keadilan dalam rangka

penataan suatu masyarakat.58 Hukum merupakan sinonim dari keadilan dan

karena itu tidak dapat dipersamakan dengan kesewenang-wenangan kekuasaan.59

Dalam masyarakat hukum merupakan dasar dari suatu tindakan dilarang atau tidak dilarang karena didalamnya memuat norma atau kaidah-kaidah yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu serta ditetapkan oleh pengemban kekuasaan yang berwenang.

Dalam arti hukum positif, hukum dapat dimaknai undang-undang. Undang-undang dalam arti materiel adalah peraturan tertulis yang berlaku umum yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian, Perda No.4/2016 merupakan salah satu bentuk undang-undang dalam arti materiel, sebab telah ditetapkan berlaku disuatu tempat yaitu Kabupaten Kepulauan Yapen dan dibentuk oleh penguasa yang sah. Oleh karenanya Perda No.4/2016 wajib ditaati oleh segenap masyarakat yang ada di kabupaten Kepulauan Yapen.

Peredaran minuman beralkohol menjadi menarik untuk dikaji, sebab sebelum berlakunya Perda No.4/2016 salah satu PAD Kabupaten Kepulauan

58 Titon Slamet Kurnia, Sistem Hukum Indonesia : Sebuah Pemahaman Awal, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2016, h.3.

59 Ibid

(36)

Yapen bersumber dari izin penjualan minuman beralkohol. Hal ini didasarkan dengan diberlakukannya Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol. Namun setelah diberlakukan Perda No.4/2016, pemberlakuan Perda ini telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi Izin Penjualan Minuman Beralkohol. Implikasi dari pemberlakuan Perda No.4/2016, yaitu :

1) pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen tidak dapat mengeluarkan izin baru maupun perpanjangan izin kepada tempat-tempat yang menjual minuman beralkohol sebab Perda ini melarang terhadap produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol

2) dengan tidak dapat mengeluarkan izin baru maupun perpanjangan izin penjualan minuman beralkohol, maka konsekuensinya pemerintah kehilangan PAD yang cukup besar dari sektor izin penjualan minuman beralkohol. Karena sebelum Perda No.4/2016 ini ditetapkan, dengan berdasar pada Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi Penjualan Minuman Beralkohol, pemerintah dapat memperoleh PAD yang cukup besar dari izin penjualan minuman beralkohol.

3) terhadap penegakan Perda No.4/2016, kemungkinan tidak dapat dilakukan secara konsekuen oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen. Hal ini disebabkan karena hanya dalam waktu kurang lebih 1 tahun, pengaturan hukum mengenai minuman beralkohol telah dilakukan perubahan dari sebelumnya Perda No.2/2015 kemudian dicabut dan diganti dengan Perda No.4/2016. Sementara jumlah

(37)

minuman beralkohol yang telah beredar di Kabupaten Kepulauan Yapen cukup banyak karena bersumber dari 2 distributor. Sehingga apabila diterapkan secara konsekuen, maka kerugian akan diderita oleh pengusaha yang terlanjur membeli minuman beralkohol dalam jumlah yang banyak.

4) merujuk pada poin 3 diatas serta dalam hubungannya dengan PAD, maka ada kemungkinan PAD mempengaruhi corak penegakan hukum. Hal ini dikarenakan setelah pemberlakuan Perda No.4/2016, pemerintah mengambil kebijakan dengan memberikan kelonggaran kepada distributor maupun penjual yang berada satu tingkat dibawah distributor untuk “menghabiskan” sisa stok minuman beralkohol yang ada (yang sudah terlanjur dibeli sebelum berlakunya Perda No.4/2016). Walaupun pada faktanya, sampai dengan tahun 2018 minuman beralkohol tetap diproduksi, diedarkan dan diperjualbelikan di Kabupaten Kepualauan Yapen. Dengan kata lain, bahwa kegiatan produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol yang masih terus terjadi tersebut dilakukan secara illegal.

Lebih lanjut, dari segi sosial-budaya sebagaimana terungkap dalam wawancara dengan Bapak Onesimus Wajoi, S.sos, selaku Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Kepulauan Yapen, dijelaskan bahwa :

“…minuman beralkohol telah menjadi salah satu suguhan dalam acara adat yang dilakukan. Masyarakat pada waktu itu mengkonsumsinya pada batas normal (artinya tidak dengan tujuan untuk mabuk) dan adat juga mengatur batasan usia bagi yang dapat

(38)

mengkonsumsi minuman beralkohol, yaitu ketika telah berusia 20 tahun ke atas….”

Sebagai hukum tertulis dalam hubungannya dengan sosial-budaya, Perda ini kurang akomodatif terhadap kenyataan sosial-budaya masyarakat yang lazim mengkonsumsi minuman beralkohol dalam acara-acara adat. Sehubungan dengan kurang akomodatifnya Perda ini, pada akhirnya menyebabkan Perda sebagai hukum tertulis tidak berlaku secara sosiologis yang pada akhirnya mengakibatkan tidak dapat ditaati/dipatuhi oleh masyarakat.

Dari sisi pelaksaanaan penegakan peraturan daerah tersebut, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melaksanakan penegakan Perda. Dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam pasal 255 ayat (1) disebutkan bahwa satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta

menyelenggarakan pelindungan masyarakat, sebagai pelaksana tugas

desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh

pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.60 Pada

dasarnya setiap daerah mempunyai 2 macam kekuasaan, yaitu otonomi dan medebewind. Otonomi ialah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, sedangkan medebewind adalah hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu.

60

(39)

Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Kepulauan Yapen khususnya dalam menjalankan tugasnya diatur di dalam Peraturan Bupati Kepulauan Yapen No. 31 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kepulauan Yapen. Sehubungan dengan permasalahan yang timbul dalam penegakan peraturan daerah di Kabupaten Kepulauan Yapen merujuk kepada aparat yang bertugas untuk menjaga ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dan penegakan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah, yaitu Satuan Polisi Pamong Praja.

1. Pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2016

Tentang Larangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan

Minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen

Sebagaimana telah diuraikan pada hasil penelitian bahwa penegakan hukum telah dilaksanakan dikabupaten Kepulauan Yapen yaitu penegakan preventif dan represif. Penegakan preventif yang telah dilakukan berupa :

1) Surat pemberitahuan pemberitahuan larangan memasukan dan menjual Miras di Kabupaten Kepulauan Yapen, tertanggal 20 Juni 2016, yang ditujukan kepada para distributor minuman beralkohol;

2) Sosialisasi melalui media RRI Serui; dan 3) pembentukan satgas Maleo.

Sementara penegakan represif yang dilakukan baru sebatas pemberian surat peringatan tertanggal 11 Oktober 2017 yang ditujukan kepada para penjual dan distributor minuman beralkohol yang pada pokoknya berisi apabila masih

(40)

memproduksi, mengedarkan dan menjual minuman beralkohol maka akan ditindak sesuai ketentuan Pasal 4 Perda No.4/2016. Sedangkan penegakan represif berupa penindakan terhadap pihak-pihak yang masih melanggar ketentuan Perda No.4/2016 belum dilakukan. Sekalipun setelah surat peringatan tersebut minuman beralkohol masih tetap diproduksi, diedarkan dan diperjual-belikan, namun Satpol PP selaku aparat penegak Perda belum menerapkan sanksi(menindak) bagi pihak-pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perda No.4/2016 .

Terkait belum dilaksanakan penegakan represif berupa penerapan sanksi (penindakan) tersebut, salah satunya disebabkan karena Kabupaten Kepulauan Yapen belum memiliki PPNS. Padahal dalam menerapkan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Perda tersebut diperlukan adanya PPNS. Terkait dengan PPNS, menjelang akhir tahun 2017 Kabupaten Kepulauan Yapen baru mengirim 1 orang anggota Satpol PP untuk mengikuti training PPNS dan baru dilantik menjadi PPNS pada tahun awal tahun 2018.

Menurut Satjipto Raharjo maupun Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Meskipun telah diatur secara jelas namun fakta dilapangan minuman beralkohol masih diproduksi, diedarkan serta dikonsumsi. Hal ini menunjukan bahwa penegakan hukum belum terlaksana dengan baik. Sehubungan dengan penegakan hukum yang belum terlaksana dengan baik terkait Perda No.4/2016, menurut Satjipto Raharjo maupun

(41)

1) Faktor hukum

Perda No.4/2016 merupakan hukum yang mengatur khusus mengenai minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen. Terhadap pemberlakuan Perda ini, ada beberapa hal yang perlu dicermati :

1. Secara hierarki peraturan perundang-undangan, Perda ini diberlakukan berdasar pada Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 15 tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di Provinsi Papua. Selanjutnya, diwujudkan berdasarkan hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Yapen.

2. Dalam proses pembentukan, telah memenuhi asas keterbukaan pembentukan undang-undang. Dimana, ada naskah akademiknya, ada acara dengar pendapat di DPRD yang mana dalam acara dengar pendapat tersebut, turut diundang ketua Dewan Adat Yapen untuk memberikan pandangan yang isinya bahwa peredaran minuman beralkohol dikabupaten kepulauan yapen telah sampai pada taraf yang mengkuatirkan sehingga sangat diperlukan adanya Perda tersebut. 3. Telah dilakukan sosialisasi terhadap pemberlakuan Perda ini melalui

media RRI Serui dalam jangka waktu lebih kurang 3 bulan setelah Perda ini ditetapkan, dengan frekuensi 2-3 kali dalam 1 bulan. Antara bulan November atau Desember 2016, pemerintah daerah juga membentuk satgas miras (satgas Maleo) yang terdiri dari perwakilan

(42)

pemuda dari 16 distrik, dengan tiap distriknya diwakili oleh 10 orang dan bertugas mensosialisasikan perda ini ke distrik masing-masing. 4. Arti kata-kata dalam perda ini sudah cukup jelas sehingga tidak

mengakibatkan kesimpangsiuran dalam penafsiran penerapannya. 5. Perda ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu tanggal 25

November 2016. Berdasarkan tafsiran gramatikal, sejak tanggal ditetapkan, Perda ini berlaku dan mengikat bagi masyarakat untuk dipatuhi. Sehingga apabila surat peringatan tidak diindahkan oleh penjual dan/atau peminum dan /atau distributor dan/atau masyarakat yang memproduksi minuman lokal maka semestinya Satpol PP dapat melakukan penindakan tegas (diproses) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perda No.4/2016.

2) Faktor penegak hukum

Dalam menegakan Perda No.4/2016, Satpol PP selaku aparat penegak perda telah melakukan penegakan secara preventif dan represif. Penegakan secara preventif yaitu dengan mengeluarkan surat No.800/073/SATPOL-PP tertanggal 20 Juni 2016 yang ditujukan kepada distributor penjual minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen. Surat tersebut pada pokoknya berisi Pemberitahuan bahwa mulai tanggal 1 September 2016 tidak lagi mendatangkan dan menjual minuman beralkohol dan akan diadakan pengawasan dan penarkan semua minuman beralkohol yang masih beredar.

Sedangkan penegakan secara represif, yaitu dengan mengeluarkan surat peringatan (teguran tertulis) pada tanggal 11 Oktober 2017. Surat ini ditujukan

(43)

kepada semua yang memproduksi, memasukan, mendistribusikan, serta menjual minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen agar menghentikan kegiatan tersebut setelah menerima surat peringatan ini. Apabila dalam operasi Satpol PP masih kedapatan melakukan kegiatan tersebut maka akan ditindak sesuai Perda No.4/2016. Namun, setelah mengeluarkan surat peringatan ini minuman beralkohol masih tetap beredar, diproduksi, diperjual-belikan serta dikonsumsi dengan bebas dan Satpol PP belum melakukan tindakan tegas kepada para penjual, peminum dan distributor sesuai dengan Perda No.4/2016 dengan alasan belum adanya PPNS.

3) Faktor Saran atau Fasilitas

Dalam melakukan penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang juga turut mempengaruhi. Artinya tanpa sarana atau fasilitas maka penegakan hukum tidak mungkin akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas yang dimaksud meliputi tingkat pendidikan, peralatan yang memadai serta keuangan yang cukup.

Menyinggung masalah tingkat pendidikan, dari data pada tabel 2.2 diatas, jumlah anggota Satpol PP yang berstatus PNS dengan tingkat pendidikan SD dan SMP mengalami kenaikan pada tahun 2017, dimana berturut-turut Satpol PP dengan tingkat pendidikan SD pada tahun 2016 berjumlah 4 orang mengalami kenaikan menjadi 8 orang pada tahun 2017 dan Satpol PP dengan tingkat pendidikan SMP pada tahun 2016 berjumlah 3 orang naik menjadi 6 orang pada tahun 2017. Kenaikan jumlah yang sama juga terjadi pada anggota Satpol PP yang berstatus PNS dan honorer dengan tingkat pendidikan SMA, dimana Satpol PP

(44)

yang berstatus sebagai honorer pada tahun 2016 berjumlah 26 orang mengalami kenaikan pada tahun 2017 menjadi 29 orang dan yang berstatus sebagai PNS naik dari 22 orang pada tahun 2016 menjadi 30 orang pada tahun 2017. Namun, jumlah anggota Satpol PP dengan tingkat pendidikan sarjana mengalami penurunan, dimana pada tahun 2016 berjumlah 13 orang pada tahun 2016, menurun menjadi 12 orang pada tahun 2017. Jika ditotal jumlah Satpol PP mengalami kenaikan dari tahun 2016 berjumlah 65 orang, naik menjadi 85 orang pada tahun 2017. Sementara, fasilitas berupa kendaraan dalam melakukan tugas Satpol PP sebagai aparat menegak perda sulit dilakukan secara maksimal oleh sebab Satpol PP hanya memiliki kendaraan operasional berupa 1 unit mobil patroli dan 8 unit motor, yang mana 1 unit mobil patroli maksimal hanya dapat memuat sekitar 12 orang sedangkan 8 motor hanya dapat memuat maksimal 2 orang pada tiap motor. Jika jumlah Satpol PP yang dapat dimuat dalam 1 unit mobil patroli ditambah dengan jumlah Satpol PP yang menggunakan 8 unit motor, maka total satpol PP yang dapat melakukan operasi lapangan terkait penegakan perda hanya sekitar 28 orang. Sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP saat disinggung mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki, beliau mengatakan bahwa sangat dibutuhkan mobil dalmas karena saat melakukan penindakan, sebagian Satpol PP terpaksa menggunakan motor pribadi mereka.61

61 hasil wawancara dengan Pak Loupatty selaku Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Daerah Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen tanggal 8 Januari 2018

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan nilai wajar terkait dengan liabilitas keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi diakui di dalam “Keuntungan/

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Foxx et al 41,44 dan Judarwanto 51 yang mengungkapkan bahwa anak perempuan memiliki kemampuan berbahasa

Pola tingkah laku pegawai merupakan dampak dari seorang pemimpin, maka dari itu diduga penerapan gaya kepemimpinan Kepala UPTD berdampak pada kedisiplinan pegawai yang

SECURITY LEVEL 1 ADALAH TINGKATAN DIMANA TINDAKAN PENCEGAHAN KEAMANAN MINIMUM YANG HARUS DILAKSANAKAN SECARA TERUS MENERUS.. PSC

Kebijakan untuk menjadikan daerah-daerah di Jawa sebagai daerah kotapraja yang dimulai dari kota Batavia lalu kemudian Magelang didasarkan pada tiga faktor yang biasanya

industri Kecil Niaga adalah sesuatu usaha dengan modal > 400 Juta dengan kegiatan ekonomi dan jasa yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi

Sebagai organ negara atau lembaga yang diberi kedudukan tertinggi sehingga presiden sebagai penyelenggara kekuasaan negara diharuskan tunduk dan bertanggung jawab,

Dalam perancangan Signage dan Placemaking pada Situ Cisanti, konsep pesan dapat tersampaikanya pesan sejarah serta informasi kepada pengunjung agar dapat memahami sejarah