• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet Alam

Karet merupakan polimer alam terpenting dan dipakai secara luas dilihat dari sudut industri. Karet atau elastomer merupakan polimer yang memiliki daya pegas atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat dan sebagian besar memiliki struktur jaringan (Stevens, 2001). Karet alam adalah material polimer yang di dapat dari tanaman Hevea Brasiliensis yang merupakan tanaman daerah tropis dan tumbuhan optimal di dataran rendah (Ariyantoro, 2006).

Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks Hevea

Brasiliensis merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung

partikel karet dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair yang mengandung banyak bahan-bahan terlarut ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang masuk ke dalam lateks saat lateks disadap. Lateks yang terkumpul digumpalkan dengan asam format (Hani, 2009). Karet alam mempunyai sifat-sifat yang dapat memberikan keuntungan dan kemudahan dalam proses pengerjaan dan pemakaiannya, baik dalam bentuk kompon maupun vulkanisat. Vulkanisat karet alam mempunyai kepegasan pantul yang baik sehingga panas yang dihasilkan rendah. Karet alam memiliki tegangan putus yang tinggi, ketahanan sobek dan kikisnya juga baik sekali, tetapi karet alam memiliki beberapa kekurangan yaitu kurang tahan terhadap panas, tidak tahan terhadap ozon dan cahaya matahari (Nuyah, 2009).

Karet alam tidak murni poliisoprena, mengandung sekitar 95% poliisoprena dan 5% bagian non karet seperti lemak, glikolipid, fospolipid, protein, senyawa –senyawa anorganik dan lain-lain, mempunyai berat molekul 200.000-500.000 dengan dua ikatan rangkap yang biasanya digunakan dalam reaksi kimia (Simpson, 2002). Berikut adalah reaksi polimerisasi Cis-1,4 isoprena

(2)

Gambar 2.1 Reaksi polimerisasi Cis-1,4 Isoprena menjadi Cis-1,4 Isopropena (Simpson, 2002)

Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein,selain berfungsi sebagai penstabil sistem koloid lateks juga berperan sebagai bahan yang mempercepat proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. Protein dan lipid yang ada di dalam lateks dapat membentuk senyawa fosfoliprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel karet.

2.1.1 Sifat Fisika dan Kimia Karet Alam

Karet alam dikenal sebagai elastomer yang memiliki sifat lunak tetapi cukup kenyal sehingga akan kembali ke bentuknya semula setelah di ubah-ubah bentuk. Perlakuan secara kimia terhadap karet alam menggambarkan jenis proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat polimer.

Karet alam termasuk ke dalam kelompok elastomer yang berpotensi besar dalam perindustrian. Struktur molekulnya berupa jaringan dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi yang relative tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan melawannya jika dikenai beban statis maupun dinamis. Hal ini menyebabkan karet alam memiliki kuat tarik, daya pantul tinggi, kelenturan, daya cengkeram yang baik, kalor timbul yang rendah, elastisitas tinggi, daya lekat, daya redam dan kestabilan suhu yang relatif baik. Sifat-sifat unggul ini menyebabkan karet alam banyak digunakan untuk barang-barang industri terutama ban.

(3)

Akan tetapi, karet alam juga memiliki kelemahan. Karena karet alam merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di dalam molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan keelektronegatifannya rendah, sehingga polaritasnya juga rendah. Kondisi demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon, degradasi pada suhu tinggidan pemuaian di dalam pelarut organik. Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam, terutama untuk pembuatan barang jadi karet teknik yang harus tahan lingkungan ekstrim. Hal ini menyebabkan penggunaan karet alam banyak digantikan oleh karet sintetik (Hani, 2009).

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah

1. Memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna

2. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah 3. Tidak mudah panas

4. Tidak mudah retak (Heru, 2005) 2.1.2 Standar Indonesian Rubber (SIR)

Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber (SIR). SIR adalah karet bongkah (karet rumah) yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat yang sesuai dengan Standard Indonesian Rubber. Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No. 143/KP/V/69. Peraturan yang berlaku mulai 18 Juni 1969 menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut

1. Standart Indonesia Rubber (SIR) adalah karet alam yang dikeluarkan dari daerah-daerah yang termasuk dalam lingkungan Negara Republik Indonesia.

(4)

2. Standart Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran (28x6.5) dalam inci. Bongkahan-bongkahan yang telah dibungkus dengan plastik polietilena, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari 180oC, berat jenis 0,92 dan bebas dari segala bentuk pelapis (coating). Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan kantung kertas/krapt 4 ply atau dalam bentuk pellet seberat 0,5 ton atau 1 ton.

3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara visual yang konversional sebagaimana tercantum dalam International

Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book).

4. Standart Indonesia Rubber(SIR) terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10, dan SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai

plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf

 “H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80.  “M” untuk PRI antara 60-79.

 “S” untuk PRI antara 30-59.

5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis.

6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada Departemen Perdagangan. Oleh Departemen Perdagangan akan diberikan tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah untuk setiap pabrik yang diusahankan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi.

7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian. 8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing

SIR dan menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen Perdagangan. Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan dilarang.

(5)

2.1.3 Vulkanisasi Karet

Vulkanisasi adalah suatu reaksi kimia yang menyebabkan molekul karet yang linier mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menyebabkan molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga dikenal dengan proses pematangan (curing), dan molekul karet yang sudah tersambung silang dirujuk sebagai vulkanisasi sebagai vulkanisat karet (rubber vulcanizate).

Reaksi vulkanisasi ditemukan oleh seorang Amerika, Charles Goodyear dalam tahun 1839, dan merupakan langkah penting dalam teknologi karet. Beliau memanaskan suatu campuran karet, sulfur dan timah putih untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik. Akan tetapi apabila bahan-bahan pemvulkanisasi (kuratif) yang lain ditambahkan seperti pencepat (accelerator) reaksi sambung silang maka waktu vulkanisasi dengan suhu yang sama hanya 30 menit. Sistem vulkanisasi yang terakhir ini dikenal sebagai sistem vulkanisasi sulfur yang terakselerasi. Secara umum sistem ini diklasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasian konvensional, semiefisiensi dan efisiensi. Sebagai contoh system konvensional mengandung sulfur lebih banyak dibanding pencepat. Sistem effisiensi mengandung pencepat lebih banyak sedangkan system semi-effisien jumlah sulfur dan pencepat adalah sama banyak (Surya, 2006).

2.2 Mastikasi

Mastikasi adalah proses awal dari pembuatan barang jadi karet. Proses ini merupakan proses penurunan berat molekul karet yang ditunjukkan oleh penurunan viskositas karet sehingga pencampuran bahan kompon, yang sebahagian besar adalah serbuk padat dengan karet dapat berlangsung dengan mudah dan merata. Penurunan berat molekul terjadi akibat rantai-rantai utama atau backbone dari karet diputus-putus yang berakibat viskositasnya menurun. Sebagai contoh pada proses mastikasi karet alam terjadi penurunan berat molekul yang lebih rendah (Bristow,1963).

(6)

2.3 Kompatibilitas Campuran Polimer

Bila antara pemlastis dan polimer tidak terjadi interaksi dan karena pada praktiknya pemlastis ditambahkan menggunakan mesin pencampur, maka mula-mula terjadi campuran koloid yang tak mantap (polimer dan pemlastis tidak kompatibel). Sifat fisik dan mekanis polimer terplastisasi dalam kondisi ini sangat sukar diramalkan, bahkan tidak jarang bahwa kualitas sifat fisik hasil polimer menjadi lebih rendah (Wirjosentono, 1995).

Upaya pengoptimalan sifat bahan polipaduan dapat juga dilakukan dengan menambahkan bahan pengkompatibel (compatilizer), pemplastis (plasticizer), penumbuh rantai ikat silang dan pembentuk fasa dispersi (solid phase dispersant). Selain itu proses pembuatan polipaduan dengan metode blending harus dijaga agar tidak terjadinya degradasi rantai polimer akibat pemanasan yang sifatnya destruktif terhadap sifat mekanik. Karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap kinetika reaksi yang digunakan meliputi faktor kecepatan pengadukan, pemanasan dan pendinginan agar konstribusi perbaikan kinerja sifat mekanik polipaduan yang terbentuk sesuai hipotesa awal yang diinginkan (Kunert,1981)

2.4 Surfaktan

Surfaktan adalah suatu garam asam lemak amfifilik berantai panjang dengan “kepala” hidrofilik dan “ekor” hidrofobik. Di dalam larutan encer, surfaktan membentuk agregat-agregat atau misel-misel (yang panjangnya 0.1-0.3 µm), terdiri dari 50-100 molekul yang terorientasi pada bagian dalam ekornya, sehingga membentuk suatu lingkungan hidrokarbon dan permukaan yang bersifat hidrofilik pada bagian kepala bersentuhan dengan air. Misel-misel tersebut berada pada keadaan setimbang dengan molekul-molekul bebas di dalam fase cair dan konsentrasinya harus melebihi “konsentrasi kritik misel” pada pengemulsi, (Cowie,1973).

Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul

(7)

surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi sutfaktan ditingkatkan (Myers, 2006).

2.4.1 Pembagian Surfaktan

Surfaktan dapat dikelompokkan sebagai anionik, kationik, non-ionik, atau amfoter, bergantung pada sifat dasar gugus hidrofiliknya. Sabun dengan gugus karboksilatnya adalah surfaktan anionik, benzalkoniumklorida (N-benzil ammonium kuartener klorida) yang bersifat anti bakteri adalah contoh-contoh surfaktan kationik. Surfaktan netral mengandung suatu gugus non-ion seperti suatu karbohidrat yang dapat berikatan hydrogen dengan air (Fessenden, 1986). 2.4.1.1 Surfaktan Anionik

Kenegatifan dari muatan gugus kepala hidrofilik pada surfaktan anionik dapat terdiri dari sulfat, sulfonat, sulfosuksinat atau gugus fosfat yang berhimpitan pada bagian yang hidrofobik. Sifat dari gugus hidrofilik akan mempengaruhi

1. Perluasaan stabilisasi elektrostatik 2. Sifat surfaktan sebagai fungsi pH 3. Derajat hidrolisis

4. Variasi kestabilan lateks terhadap waktu,kondisi elekrolit dan temperatur. Sifat dari gugus hidrofobik akan mempengaruhi sifat menyerap surfaktan terhadap permukaan partikel lateks,tegangan permukaan (yang mempengaruhi emulsifikasi monomer) dan tingkat stabilisasi sterik.

(8)

2.4.1.2 Surfaktan Kationik

Surfaktan kationik jarang digunakan dalam aplikasi polimerisasi emulsi karena surfaktan kationik tidak sesuai dengan surfaktan anionik dan kenegatifan muatan partikel lateks. Surfaktan-surfaktan ini biasanya digunakan pada garam amina berantai panjang, poliamina dan garam-garamnya, garam amonium kuartener (misalnya ammonium heksadesiltrimetil bromida), amina polioksietilen berantai panjang dan turunannya.

2.4.1.3 Surfaktan Non-ionik

Surfaktan non ionik dapat ditentukan ke dalam kelas alkilfenol polioksietilen, alkohol polioksietilen berantai panjang, polioksipropilen glikol polioksietilen (yaitu kopolimer blok yang terbentuk dari etilen oksida dan propilen oksida), ester asam karboksilat berantai panjang, alkanolamin terkondensasi, asetilen glikol tersier, silikon polioksietil, N-alkilpirolidon dan alkilpoliglikosida. Tiga kelas pertama yang disebutkan adalah surfaktan non-ionik yang paling sering digunakan untuk proses polimerisasi emulsi.

2.4.1.4 Surfaktan Zwitterion

Surfaktan jenis ini menunjukkan sifat sebagai anionik pada pH tinggi dan bersifat sebagai kationik pada pH rendah dan dapat dikategorikan sebagai asam β-alkilaminopropionat, asam alkil-β-iminodipropionat, imidazole karboksilat, N-alkilbetam dan amina oksida. Sulfobetain bersifat amfoter pada setiap pH, surfaktan ini jarang digunakan dalam proses polimerisasi emulsi.

Biasanya surfaktan anionik digunakan dalam polimerisasi emulsi surfaktan konvensional lainnya biasanya juga digunakan, seperti surfaktan kationik (untuk membuat partikel lateks bermuatan kationik dalam aplikasi khusus seperti lapisan kertas dan aspal aditif) dan surfaktan non ionik (untuk mengontrol morfologi partikel lateks dan untuk meningkatkan stabilitas awal polimerisasi koloid untuk mencegah gangguan mekanis, pembentukan dan peningkatan elektrolit) (Lovell, 1997).

(9)

Surfaktan, baik ionik maupun nonionik telah digunakan untuk membentuk flokulasi partikel suspensi. Konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai efek akan tampak menjadi kritik,karena senyawa ini dapat juga bekerja sebagai zat pembasah untuk memperoleh/mencapai disperse (Anief, 1999).

2.4.2 Cetiltrimetilammonium Bromida

CTAB merupakan surfaktan kationik dengan rumus BrN, dengan berat molekul 364,45 g/mol. Berbentuk serbuk putih, titik lebur 237-143oC. Sebagai surfaktan, CTAB banyak digunakan sebagai buffer larutan untuk mengekstraksi DNA dan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay. 2.5 Monmorillonit

Monmorillonit merupakan kelompok mineral filosilikat yang paling banyak menarik perhatian. Monmorillonit memiliki sifat seperti tanah liat, dimana pada X-Ray ditunjukkan dari kaolin dan bisa dibentuk dari mineral dengan partikel koloidal tertutup pada strukturnya. Sangat lembut, berwarna putih dan abu-abu menjadi merah rose dan kebiru-biruan. Berikut adalah rumus struktur dari monmorillonit yang ditunjukkan pada gambar 2.2

M+y(Al2-yMgy)(Si4) O10(OH)2 * nH2O

Gambar 2.2. Rumus Struktur Montmorillonit (Dana, 1960)

Monmorillonit termasuk mineral tanah liat dari t-o-t, lapisan silikat dari kedua dioktahedral. Karakteristik yang dapat dimengerti dari bilangan grup ini adalah kemampuannya untuk mengabsorpsi molekul air dimana dapat meningkatkan kemampuannya pada strukturnya (Hurlbut, 1985).

Monmorillonit murni dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang penggunaan, seperti kertas fotokopi tanpa karbon, adsorben selektif, pengobatan, membran, organoclay, polymeri clay, pillared clay, nanoclay dan produksi katalis (Vaccari, 1998).

(10)

2.5.1 Sifat-Sifat Monmorillonit

Monmorilonit memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk di interkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit organik-anorganik. Selain itu mineral ini juga mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi sehingga ruang antar lapis monmorillonit mampu mengakomodasi kation dalam jumlah yang besar serta menjadi monmorillonit sebagai material yang unik. Na-monmorillonit memiliki kandungan Na+ yang besar pada antar lapisnya. Selain itu memiliki sifat mudah mengembang bila direndam dalam air dan akan terbentuk suspensi bila didispersikan ke dalam air. Untuk Ca-monmorillonit, kandungan Ca+ dan Mg2+ relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kandungan Na+. Ca-monmorillonit memiliki sifat sedikit menyerap air dan jika didispersikan ke dalam air akan cepat mengendap atau tidak terbentuk suspensi. Oleh karena itu, Na-monmorillonit sering disebut dengan monmorilloni mengembang dan Ca-monmorillonit disebut dengan monmorillonit tidak mengembang (Riyanto, 1994).

2.6 Bahan Pengisi

Bahan pelunak bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan pengisi memerlukan waktu yang lebih singkat. Bahan pelunak juga berfungsi sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan membuat barang-barang jadi dari karet lebih empuk, bersifat licin dan mengkilat. Seperti asam stearate, lilin, resin dan lain-lain.

Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan pengaktif. Bahan pengaktif yang bias digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya.

(11)

Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk karena pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer. Tanda-tanda yang terlihat apabila produk rusak adalah polimer menjadi rapuh, kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi.

Bahan pengisi (filler), vulkanisasi dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik selektif bersifat lembut. Penambahan ini meningkatan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekakuan, serta ketahan sobek. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Karbon hitam adalah filler yang palling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Karbon hitam selama ini merupakan bahan murah yang dapat memperbaiki sifat penting vulkanisat yaitu kekuatan tarik, ketahana sobek dan ketahanan abrasi. Akan tetapi karbon hitam dapat menyebabkan polusi dan memberi warna hitam. Polimer berlapis silikat mulai diteliti sejak dikenalkan nanokomposit polymida-organoclay. Clay dan mineral clay termasuk montmorilonit, saponit, hektorit dan sebagainya mulai digunakan sebagai pengisi pada karet dan plastik (Arroyo, 2003).

Penguatan elastomer oleh pengisi koloid, seperti karbon hitam, clay atau silika, memainkan peranan penting dalam perbaikan sifat mekanik bahan karet. Potensi penguatan ini terutama disebabkan dua efek yaitu pembentukan jaringan pengisi terikat secara fleksibel dan kopling polimer-filler yang kuat. Kedua efek ini timbul akibat tingginya aktivitas permukaan dan permukaan partikel filler yang spesifik (Vilgis, 2009).

2.7 Komposit

Komposit dapat didefinisikan sebagai yang terdiri dari dua atau lebih material dimana sifat kimia dan fisika yang berbeda dipisahkan oleh sebuah gaya antarmuka yang bebeda. Komposit menjadi bahan penting karena memiliki keuntungan seperti berat molekul rendah, ketahanan terhadap korosi, daya tahan

(12)

bahan dalam membuat material pesawat, kemasan peralatan elektronik untuk medis dan beberapa bahan bangunan rumah. Perbedaan antara campuran dan komposit adalah bahwa dalam komposit dua konstituen utama tetap dikenali sementara dalam campuran mungkin tidak dikenali. Bahan utama yang biasa digunakan adalah kayu, beton, keramik dan sebagainya (Thomas, 2012).

Pencampuran dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan dengan berbagai variasi seperti komposisi bahan, temperatur pencampuran dan lainnya. Ada tiga jenis poliblen polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam dan polimer alam dengan polimer alam. Proses pencampuran dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni :

a. Blending kimia yaitu menghasilkan suatu kopolimer yang ditandai dengan terjadinya ikatan-ikatan kovalen antar polimer-polimer penyusunnya. b. Blending fisik, yaitu blending atas dua jenis polimer atau lebih yang

strukturnya berbeda yang menghasilkan suatu poliblen. Dengan demikian dalam poliblen ini tidak terjadi ikatan kovalen antar komponen-komponennya. Interaksi yang terjadi dalam sistem ini dapat berupa ikatan hidrogen, interaksi dipol-dipol dan ikatan van der walls (Bandrup, 1997). 2.7.1 Nanokomposit

Nanokomposit adalah suatu komposit dimana setidaknya salah satu fase berukuran nanometer. Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikel.

Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa material tiga dimensi berbentuk sterik atau polihedral seperti silika, material dua dimensi berupa padatan berlapis seperti clay, grafit dan hidrotalsit ataupun nanofiber satu dimensi seperti nanotube.

(13)

Nanokomposit polimer-lempung biasanya merupakan bahan penggabungan antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit dan lain-lain. Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi pada matriks polimer (Arroyo, 2003).

Polimer-nanokomposit biasanya merupakan bahan penggabungan antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement) seperti silika, zeolit, dan monmorillonit (MMT). Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi pada matriks polimer. Antara karet alam dan MMT mempunyai sifat yang berbeda. Untuk mempersatukan kedua bahan yaitu karet alam yang bersifat nonpolar dan MMT yang bersifat polar dibutuhkan zat pemersatu yang biasa disebut kompatibel. Kompatibel yang biasa digunakan adalah zat yang identik dengan matriks polimer serta dapat mengikat filler itu sendiri. Bahan kompatibel yang sering digunakan dalam pembuatan polimer-nanokomposit adalah PP-g-MA. Kompatibel yang paling banyak digunakan adalah kopolimer tipe blok maupun graft (Liza, 2005).

2.7.2 Aplikasi dan Penggunaan Nanokomposit

Beberapa aplikasi penting teknologi yang didasarkan material nano antara lain produksi bubuk nano keramik dan material lain, nanokomposit, pengembangan sistem nanoelektrokimia, aplikasi penggunaan tabung nano untuk menyimpan hidrogen, chip DNA dan chip untuk menguji kadar logam dalam kimia maupun biokimia. Teknologi nano juga digunakan dalam mendeteksi gen maupun mendeteksi obat dalam bidang kedokteran. Selain itu, dapat juga digunakan dalam alat-alat nanoelektronik. Pengembangan teknologi nano lebih lanjut diaplikasikan dalam pembuatan laser jenis baru, nanosensor, nanokomputer (yang berbasis nano tabung dan nano material) dan banyak lagi aplikasi lainnya (Rao, 2004).

(14)

2.8 Maleat Anhidrida

Maleat Anhidrida (C4H2O3) larut dalam aseton dan air, tidak berwarna atau

berwarna putih padat dalam keadaan murni dengan abu yang sangat tajam, memiliki massa molar 98.06 g/mol, berwarna kristal putih dan memiliki densitas 1.314 g/cm3. Maleat Anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh yang merupakan bahan mentah dalam sintesa resin polyester, pelapisan permukaan karet sintesis, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer, kopolimer dan ikatan ini berperan dalam reaksi adisi.

HC CH

C

O O

C O

Gambar 2.3 Struktur maleat anhidrida (Kroschwitz, 1990).

Maleat anhidrida telah berkembang di dunia. Maleat anhidrida diproduksi secara komersil dari oksidasi benzene atau butana. Proses butana dianggap memiliki ekonomi yang unggul dan merupakan proses yang paling disukai oleh produsen. Namun, sejumlah kecil dihasilkan oleh benzena. Maleat Anhidrida berbau sangat tajam dan beracun sehingga bisa menimbulkan iritasi pada kulit dan selaput lendir dan juga menyebabkan kebakaran.

2.9 Benzoil Peroksida

Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan bahan pembentukan ikatan silang dari berbagai polimer dan materi polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Benzoil peroksida mempunyai waktu paruh yang dipengaruhi tekanan dan temperatur, waktu paruh relatif kecil 0,37 jam pada temperature 1000C. Inisiator diperlukan dalam pembentukan papan partikel berbahan baku limbah serbuk kayu dan limbah plastikpolipropilena, karena tanpa adanya inisiator maka kinerja dari kompatibel dalam hal ini Maleat Anhidrida hanya bisa terjadi reaksi esterifikasi dengan gugus OH dari bahan baku sedangkan reaksi gabungan dengan polipropilena tidak terjadi.

(15)

2.10 Asam Stearat

Asam stearat dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH merupakan padatan putih yang meleleh pada 72oC. Tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam etanol dan eter. Jika ditambahkan garam natrium dan kalium akan membentuk sabun. Asam ini juga digunakan sebagai bahan pembuatan lilin. Molekul asam stearat memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua sifat yang saling bertolak belakang, atau mempunyai sifat amfipatik karena mengandung gugus karboksilat ionik (suka air) pada satu ujung dan rantai hidrokarbon hidrofobik (Bahl, 2000).

Minyak organik dengan berat molekul yang rendah yang digunakan pada proses pencampuran polimer yaitu asam stearat, lilin, gliserol monostearat, palmitat, dan garam logam. Salah satu bahan pendispersi atau pelunak yang sering digunakan adalah asam stearat. Asam stearat memiliki sifat bau tajam dan tak sedap. Anggota deret yang lebih tinggi tidak atsiri, bertitik leleh rendah, dan berwujud padat seperti lilin. Asam stearat (C-18) diperoleh dari lemak sapi (Wilbraham, 1992).

2.11 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer

Karakterisasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu meliputi pengujian ukuran partikel dengan menggunakan Particel Size Analyzer (PSA), pengujian bobot molekul dengan menggunakan viskositas Mooney, pengujian terhadap gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan Analisa permukaan dengan menggunakan Scanning Elektron Microscopy (SEM). 2.11.1 Particle Size Analyzer

Analisa ukuran partikel adalah sebuah sifat fundamental dari endapan suatu partikel yang dapat memberikan informasi tentang asal dan sejarah pertikel tersebut. Distribusi ukuran juga merupakan hal penting seperti untuk menilai perilaku granular yang digunakan oleh suatu senyawa atau gaya gravitasi. Diantara senyawa-senyawa dalam tubuh hanya ada satu partikel yang berkarakteristik dimensi linear.Partikel irregular memiliki banyak sifat dari beberapa karakteristik dimensi linear.

(16)

Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan analisis gambar atau beberapa jenis penghitung partikel. Gambar didapatkan secara tradisional dengan mikroskop electron atau untuk partikel yang lebuh kecil menggunakan SEM (James & Syvitski, 1991).

Penyinaran sinar laser pada analisis ukuran partikel dalam keadaan tersebar.Pengukuran distribusi intensitas difraksi cahaya spasial dan penyebaran cahaya dari partikel. Distribusi ukuran partikel dihitung dari hasil pengukura. Difraksi sinar laser analisis ukuran partikel meliputi perangkat laser untuk menghasilkan sinar laser ultraviolet sebagai sumber cahaya dan melekatkan atau melepaskan fluorescent untuk mengetahui permukaan photodiode array yang mengetahui distribusi intensitas cahaya spasial dan penyebarab cahaya selama terjadinya pengukuran (Totoki, 2007).

Particel Size Analyzer adalah alat yang mampu mengukur partikel

distribusi ukuran emulsi, suspensi dan bubuk kering. Hal ini dapat melakukan berbagai analisis dalam penggunaan operasi yang sangat ramah lingkungan. Keunggulannya antara lain

1. Akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ±1% 2. Mengukur berkisar dari 0,02 nm sampai 2000 nm

3. Dapat digunakan untuk pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi, suspensi dan bubuk kering (Hossaen, 2010).

2.11.2 Spektroskopi Fourier Transform Infra Merah

Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik. Ada dua jenis vibrasi ikatan kimia yang dapat menyerap radiasi infra merah, yakni vibrasi longitudinal dan vibrasi sudut.

Sistem analisa spektroskopi infra merah telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa infra merahakan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk

(17)

masing-masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya (Hummel, 1985).

2.11.3 Uji Kekuatan Tarik

Untuk mengukur kekuatan tarik, suatu spesimen dijepit pada kedua ujungnya, salah satu ujung dibuat tetap, dan di aplikasikan suatu bahan yang naik sedikit demi sedikit keujung lainnnya sampai sampel tersebut patah. Spesimen-spesimen serat dan elastomer bentuknya berbeda tetapi pada prinsipnya diuji dengan cara yang sama. Kekuatan tarik diberikan sebagai keuletan (tenacity), parameter kekuatan tarik yang umum dipakai oleh para ilmuwan serat ( Stevens, 2001).

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (ζt ) menggunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap

bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen

bahan, dibagi dengan luas penampang bahan.Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao).

ζt =

(2.1)

Selama perubahan bentuk dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah. Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besarnya kemuluran (ε) dapat didefinisikan sebagai berikut:

ε = x 100 % (2.2)

keterangan : ε = kemuluran (%)

l0 = panjang specimen mula-mula (mm)

(18)

SEM berbeda dengan mikroskop electron transmisi (TEM) dalam hal ini suatu berkas insiden elektron yang sangat halus discan menyilangi permukaan sampel sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi.

Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan coating, bahan-bahan fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian-bagiannya (Stevens, 2001).

Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan sampel dimana mula – mula sampel dilapisi dengan emas bercampur paladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan menggunakan mesin JEOL JSM-6360LA-EXD JED-2200 Series. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 20 kV pada ruangan khusus sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental dapat dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 Å dimasukkan ke dalam spesimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil pemotretan dapat disesuaikan dengan perbesaran yang diinginkan.

Gambar

Gambar  2.1  Reaksi  polimerisasi  Cis-1,4  Isoprena  menjadi  Cis-1,4  Isopropena  (Simpson, 2002)

Referensi

Dokumen terkait

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai perbedaan adversity quotient pada mahasiswa yang mengikuti Objective Structured Clinical Skills (OSCE) berdasarkan motivasi

Gagasan menuju kemajuan dapat mulai diimplementasikan dengan lima aspek masyarakat berbasiskan pengetahuan, yaitu dengan mulai membangun dan mengembangkan

Seiring dengan tingkat teknologi dan permasalahan yang ada, desain pendidikan senantiasa mengalami perubahan, untuk mengantisipasi perubahan tersebut maka terjadilah

Saat ini selalu diadakan evaluasi tentang tatanan zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sebab dikhawatirkan kegiatan perumputan yang dilakukan masyarakat

Untuk penjualan smartphone Xiaomi di jaringan took ritelnya, perusahaan telah melakukan pembahasan intensif, sebab pihak Xiaomi juga belum memiliki kan- tor perwakilan

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

Demi Yesus Kristus, PuteraMu dan pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dalam persekutuan Roh Kudus, sepanjang segala