• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG. Oleh : FANNY ANUGERAH K A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG. Oleh : FANNY ANUGERAH K A"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN

DI KABUPATEN TANGERANG

Oleh :

FANNY ANUGERAH K A 14301063

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(2)

RINGKASAN

FANNY ANUGERAH K. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang. (Di bawah bimbingan SJAFRI MANGKUPRAWIRA).

Pembangunan ekonomi Indonesia yang semakin membaik dan menuju ke arah struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja yang menurun di imbangi dengan proporsi kontribusi sektor non pertanian yang bertambah besar terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja memiliki kaitan erat dengan semakin besarnya pergeseran penggunaan lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selama tahun 1983-1993, sekitar 935.000 hektar lahan pertanian telah beralih fungsi. Jumlah ini, 425.000 hektar diantaranya adalah lahan sawah dan 510.000 lainnya bukan sawah. Bila dirata-rata maka konversi lahan pertahun sekitar 40.000 hektar. Untuk tahun 1993-2003 dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan konversi lahan mencapai dua kali lipat dari tahun 1983-1993, yaitu sekitar 80.000 hingga 100.000 hektar per tahun. Dilihat dari segi wilayah, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54%, Sumatera 38%. Akan tetapi jika dilihat dari bentuk perubahannya, perubahan terbesar adalah menjadi lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 persen) dan kawasan industri (20 persen).

Pada dasarnya alih fungsi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, namun perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat dari semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang memiliki tingkat opportunity cost yang besar.

Tujuan penelitian ini antara lain mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah di wilayah Kabupaten Tangerang, menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konversi lahan sawah dan dampaknya terhadap struktur perekonomian wilayah. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda, Location Quetient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja dan elastisistas pendapatan/tenaga kerja.

Selama sepuluh tahun (1994-2003) di Kabupaten Tangerang telah terjadi konversi lahan sebesar 5.407 hektar atau 540,7 hektar pertahun dengan laju 2,44 persen pertahun. Perubahan luas lahan sawah dan perkembangan konversi lahan sawah besarnya berfluktuasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pola konversi menurut tipe sawah secara berturut-turut luas lahan terkonversi dari yang terluas adalah sawah tadah hujan (2.723 hektar), sawah irigasi ½ teknis (1.162 hektar), sawah irigasi sederhana (849 hektar) dan sawah irigasi teknis (673 hektar).

Dampak kerugian akibat konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang diantaranya yaitu rata- rata kehilangan produksi padi per hektar lahan sawah yang terkonversi selama sepuluh tahun (1994-2003) adalah sebesar

(3)

35.881,05 ton atau sekitar 3.588,11 ton per tahun Jika diasumsikan harga 1 ton gabah kering giling (GKG) adalah Rp 1.350.000, maka kehilangan nilai produksi tersebut menjadi 35.881,05 ton x Rp 1.350.000 per ton = Rp 48.439.417.500 atau Rp 4.843.941.750 per tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh, rata-rata penguasaan lahan per petani di Kabupaten Tangerang adalah sebesar 0,4 hektar. Hal ini berarti telah terjadi kehilangan peluang memperoleh pendapatan usahatani padi sawah sekitar Rp. 3.157.560 per tahun dan per 0,4 hektar lahan sawah yang terkonversi. Selain itu mubazirnya investasi irigasi yang ditimbulkan akibat konversi lahan sawah beririgasi yaitu sebesar Rp 14.341.500,00 (biaya pembangunan jaringan irigasi per hektar) x 268,4 hektar per tahun (luas lahan sawah irigasi yang terkonversi selama sepuluh tahun) = Rp 3.849.258.600.

Secara tidak langsung terjadinya alih fungsi lahan sawah juga memberikan manfaat yaitu peningkatan penerimaan daerah yang diperoleh dari peningkatan pajak. Peningkatan status lahan sawah menjadi lahan kering untuk perumahan atau industri berarti peningkatan nilai pajak yang diterima pemerintah daerah. Semakin besar nilai kumulatif pajak bumi dan bangunan maka semakin besar pula kontribusi terhadap penerimaan pemerintah daerah tersebut.

Terjadinya pergeseran struktur ekonomi telah menyebabkan peningkatan permintaan terhadap sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang tetap akan menyebabkan tingginya kompetisi penggunaan lahan dalam berbagai alternatif penggunaannya yang pada akhirnya penggunaan lahan akan di prioritaskan pada penggunaan dengan nilai kompetitif yang paling besar. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Location Quetient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja dan elastisitas pendapatan/tenaga kerja selama tiga tahun terakhir (2001-2003), menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Tangerang masih memiliki peran penting dan merupakan sektor yang mampu memberikan efek pertumbuhan yang positif bagi perkembangan perekonomian wilayah.

Berdasarkan analisis regresi, hasil pendugaan menunjukkan koefisien determinasi (R2-adj) sebesar 92.5 persen yang menunjukkan bahwa peubah yang dimasukkan dalam model mampu menerangkan perilaku (kergaman) dari peubah konversi lahan sawah sebesar 92.5 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penurunan luas lahan sawah di tingkat wilayah adalah laju pertumbuhan penduduk, persentase luas lahan sawah irigasi dan pertambahan panjang jalan aspal. Adapun peubah yang berpengaruh negatif yaitu produktivitas padi sawah, kontribusi sektor non pertanian dan peubah dummy (kebijakan pemerintah). Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan sawah pada selang kepercayaan 90 persen adalah produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor non pertanian terhadap PDRB dan dummy (kebijakan pemerintah), sedangkan laju pertumbuhan penduduk dan pertambahan panjang jalan aspal tidak berpengaruh nyata. Selain itu nilai dari probabilitas-F menunjukkan bahwa secara bersama-sama seluruh variabel penjelas berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN

DI KABUPATEN TANGERANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Fanny Anugerah K A 14301063

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(5)

Judul Penelitian : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG

Nama Mahasiswa : Fanny Anugerah K NRP : A14301063

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira NIP. 130 345 014

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI, SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG” INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU

Bogor, Desember 2005

Fanny Anugerah K A 14301063

(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 23 Maret 1984 dari keluarga Dedy Dwiyanto K dan Zuhrianah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis memulai pendidikan non formalnya pada tahun 1988 di Taman Kanak-kanak Mu’mah Jakarta. Pendidikan formal dimulai pada tahun 1989 di SD Negeri Sudimara 3 Tangerang dan lulus pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 2 Tangerang dan lulus pada tahun 1998. Penulis diterima di SMU Yayasan Perguruan Rakyat I Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji bagi Allah SWT atas segala kemudahan dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian ini telah dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Nindyantoro, MSc selaku dosen penguji utama atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Murdianto, MSi selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan masukkannya demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Keluarga tercinta, Mama, Devy, Igan, Didi dan adikku tersayang Lala, Nenek dan terkhusus untuk Ayahanda tercinta Alm Dedy Dwiyanto atas segala motivasi dan pengertiannya.

5. Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten dan semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi luas dan pola konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang, menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dan dampaknya di tingkat wilayah, serta mengidentifikasi peran dan kontribusi masing-masing sektor dalam perekonomian wilayah.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perekonomian... 9

2.2 Konversi Lahan Sawah... 10

2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Konversi lahan ... 11

2.4 Dampak Konversi Lahan Sawah... 13

2.5 Penelitian Terdahulu... 14

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1 Pertumbuhan dan Pergeseran Struktur Ekonomi ... 18

3.1.2 Konversi Lahan ... 20

3.1.3 Teori Ekonomi Basis ... 24

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

3.3 Hipotesis Penelitian... 33

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 34

4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 34

4.2.1 Metode Analisis Data ... 35

4.2.2 Analisis Deskriptif... 36

4.2.3 Analisis Estimasi Dampak Konversi Lahan Sawah ... 36

4.2.4 Metode Location Quotient (LQ)... 38

4.2.5 Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja... 40

4.2.6 Analisis Elastisitas Pertumbuhan... 41

4.2.7 Analisis Regresi Linier Berganda ... 42

4.2.7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah... 42

4.3 Definisi Operasional...46

BAB V KARAKTERISTIK DAN POTENSI WILAYAH 5.1 Kondisis Geografis dan Administrasi... 48

(11)

5.3 Sumberdaya Alam... 51

5.3.1 Penyebaran dan Penggunaan Lahan ... 51

5.3.2 Sumberdaya Air... 53

5.4 Sumberdaya Manusia ... 54

5.4.1 Kependudukan... 54

5.4.2 Ketenagakerjaan ... 55

5.5 Aksesibilitas dan Transportasi ... 57

5.6 Karakteristik Perekonomian...58

BAB VI PERKEMBANGAN DAN POLA KONVERSI LAHAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH 6.1 Perkembangan dan Pola Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Periode 1994 – 2003...62

6.2 Dampak Ekonomi Konversi Lahan Sawah... 65

6.2.1 Produksi dan Nilai Produksi yang Hilang... 66

6.2.2 Pendapatan Usahatani yang Hilang... 67

6.2.3 Nilai Investasi Irigasi yang Hilang... 69

6.2.4 Manfaat Alih Fungsi Lahan Sawah... 71

6.3 Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Tangerang...73

6.3.1 Analisis Location Quetient (LQ) ... 74

6.3.2 Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja... 77

6.3.3 Analisis Elastisitas Pendapatan dan Tenaga Kerja... 80

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN TANGERANG 7.1 Analisis Regresi Konversi Lahan Sawah...83

7.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah ... 84

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan...89

8.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA...92

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kabupaten Tangerang Tahun 1994-2003... Kecamatan dan Jumlah Kelurahan/Desa di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Luas Pemanfaatan Lahan dalam Bidang Pertanian di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Pengelolaan Air oleh UPTD Irigasi di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas Mencari Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Jumlah Perusahaan Berdasarkan Lapangan Usaha dan Penggunaan Tenaga Kerja di Kabupaten Tangerang Tahun 2003... Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke-atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Tangerang Selama Periode 1998-2003... Rata-rata Luas Lahan Sawah Terkonversi Menurut Jenis Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 – 2003... Pola Konversi Lahan Sawah Menurut Jenis Lahan Sawah Terkonversi di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 – 2003... Estimasi Kehilangan Produksi Akibat Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Selama Periode 1994 – 2003... Peluang Perolehan Pendapatan Usahatani Padi Sawah yang Hilang Per Hektar Per Tahun Akibat Konversi Lahan Sawah Di Kabupaten Tangerang Selama Periode 1994 – 2003... Anggaran Biaya Pemerintah Daerah Periode 1994-2003 Untuk Sumberdaya Air dan Irigasi ... Perkembangan PAD Kabupaten Tangerang Periode 1994-2003... 3 49 52 54 56 57 60 64 64 67 68 70 72

(13)

14

15

Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Luas Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Periode 1994-2003... Kawasan Pertanian Berdasarkan Wilayah Kecamatan Tahun 2003...

84

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor 1 2 3 Teks

Ilustrasi Land Rent... Ilustrasi Hubungan Antara Land Rent dengan Kapasitas Penggunaan Lahan... Skema Kerangka Pemikiran Operasional Pergeseran Penggunaan Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian...

Halaman 22

23

(15)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Teks

Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tangerang Periode 1994 – 2003 Berdasarkan Lapangan Usaha... Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Konstan 1993, Menurut Lapangan Usaha ... Analisis Usahatani Padi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Harga Tahun 2004 ... Nilai LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Indikator Pendapatan Periode Tahun 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Nilai LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja Periode 2001-2003... Nilai Surplus Pendapatan Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode Tahun 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Nilai Surplus Pendapatan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Tangerang Periode Tahun 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Nilai Surplus Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Tahun 2001-2003... Nilai Elastisitas Pertumbuhan Pendapatan Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode 2001-2003... Nilai Elastisitas Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode 2001-2003... Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Banten periode 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun1993... Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tangerang 2001-2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993... Halaman 96 97 98 99 99 99 100 100 100 101 101 101

(16)

13

14

15 16

Tenaga Kerja 10 Tahun Ke-atas Berdasarkan Lapangan Usaha Propinsi Banten Periode 2001-2003... Tenaga Kerja 10 Tahun Ke-atas Berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Tangerang periode 2001-2003 ... Regression Analysis Penurunan Luas Lahan Sawah... Peta Kabupaten Tangerang...

102

102 103 104

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Di masa Orde Baru, pembangunan pertanian diletakkan pada skala prioritas teratas dimana pertanian telah dijadikan dasar pembangunan nasional yang menyeluruh. Sebagian besar wilayah di Indonesia, sektor pertanian dapat diarahkan untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan yaitu peningkatan pendapatan di suatu daerah. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat industrialisasi yang akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional yang tangguh.

Pembangunan ekonomi Indonesia yang semakin membaik dan menuju ke arah struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja yang semakin menurun di imbangi dengan proporsi kontribusi sektor non pertanian yang bertambah besar terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja.

Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap output nasional dan kemampuannya menyerap angkatan kerja, memiliki kaitan dengan semakin besarnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju.

(18)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2003, selama tahun 1983-1993, sekitar 935.000 hektar lahan pertanian telah beralih fungsi. Berdasarkan jumlah ini, 425.000 hektar diantaranya adalah lahan sawah dan 510.000 lainnya bukan sawah. Bila dirata-rata maka konversi lahan per tahun sekitar 40.000 hektar. Perkembangan konversi lahan pada tahun 1993-2003 dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan mencapai dua kali lipat dari tahun 1983-1993, yaitu sekitar 80.000 hingga 100.000 hektar per tahun. Dilihat dari segi wilayah, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54 persen, Sumatera 38 persen. Namun jika dilihat dari bentuk perubahannya, perubahan terbesar adalah menjadi lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 persen) dan kawasan industri (20 persen).

Kecenderungan konversi lahan yang tinggi, selama ini terasa pada sebagian kota-kota besar di pulau jawa yang merupakan kota-kota pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin besarnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah, akan menyebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang relatif tetap akan menyebabkan tingginya kompetitif penggunaan lahan dalam berbagai alternatif penggunaannya seperti sektor industri, pemukiman, sektor perdagangan maupun untuk sektor pertanian yang pada akhirnya penggunaan lahan akan di prioritaskan pada penggunaan dengan nilai kompetitif yang paling besar.

Kabupaten Tangerang merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Kemudahan aksesibilitas dan letak geografis yang strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti DKI Jakarta, Bogor dan Bekasi, dalam pengembangan Jabotabek Kabupaten Tangerang

(19)

dipersiapkan sebagai pendukung/menjadi penyeimbang dari DKI Jakarta yang memiliki fungsi sebagai kegiatan industri, pemukiman, transportasi dan lainnya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan perekonomian yang semakin maju telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Perkembangan perubahan penggunaan lahan selama sepuluh tahun terakhir (1994-2003) di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 1994 luas lahan di Kabupaten Tangerang sebesar 110.922 hektar, namun mengalami pengurangan sebesar 1.864 hektar menjadi 109.058 hektar pada tahun 2003. Hal ini diduga karena pada tahun 1994 telah terjadi pemekaran wilayah, yaitu dengan terbentuknya Kotamadya Tangerang.

Tabel 1. Luas dan Persentase Penggunaan Tanah Berdasarkan Jenis Penggunaan di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 dan 2003

1994 2003 Luas Luas Jenis Penggunaan (Ha) % (Ha) % Bangunan Tegal Ladang Pengembalaan Rawa Tanah sementara Tanaman Kayu Hutan Perkebunan Tambak Kolam Sawah Lainnya 29.810 16.625 8.352 42 874 233 805 27 27 419 2.095 46.765 4.848 26,87 14,99 7,53 0,04 0,79 0,21 0,73 0,02 0,02 0,38 1,89 42,16 4,37 32.080 18.362 4.131 171 867 2.044 0 27 81 2.395 479 41.408 7.013 29,42 16,84 3,79 0,16 0,79 1,87 0,00 0,02 0,07 2,20 0,44 37,97 6,43 Total 110.922 100 109.058 100

Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tangerang, Tahun1994-2003

Penurunan luas lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang, sebagian besar merupakan peralihan penggunaan lahan pertanian khususnya lahan sawah ke penggunaan non pertanian. Pada tahun 2003, dari luasan lahan

(20)

keseluruhan sebesar 109.058 hektar, luas lahan sawah yaitu sebesar 41.408 hektar atau sekitar 37,97 persen, sedangkan sisanya sekitar 62,03 persen merupakan lahan kering dan bangunan. Jika dibandingkan dengan besaran luas lahan sawah pada tahun 1994, menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan luas lahan sawah yaitu sebesar 5.357 hektar, dimana pada tahun 1994 luasan lahan sawah yaitu sebesar 46.765 hektar atau sekitar 42,16 persen. Penurunan luas lahan sawah pada umumnya merupakan dampak dari perluasan untuk bangunan, diantaranya yaitu berupa bangunan perumahan dan industri. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya penggunaan lahan untuk bangunan, dimana pada tahun 1994 luas lahan untuk bangunan sebesar 29.810 hektar atau 26,87 persen dan menigkat menjadi 32.080 hektar atau 29,42 persen pada tahun 2003 (Tabel 1).

Besarnya konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang sebagai dampak dari semakin majunya perekonomian dan besarnya laju pertumbuhan penduduk, akan menyebabkan kerugian dan ketimpangan pembangunan wilayah di daerah tersebut, seperti masalah ketahanan pangan dan kesejahteraan petani pada khususnya.

1.2 Perumusan Masalah

Menurut Maulana (2004), Lahan sebagai faktor produksi dan komoditas strategis, mempunyai karakteristik yang khas yaitu : (1) penyediaannya bersifat permanen/tetap dan terbatas, (2) lokasi yang pasti/tidak dapat dipindahkan, (3) bersifat unik yaitu tidak satu bidang tanah yang mempunyai nilai yang sama dan tidak terpengaruh oleh waktu. Karena persediaan lahan bersifat tetap sedangkan

(21)

permintaannya terus bertambah, maka secara alamiah sesuai karakteristiknya akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas.

Pada dasarnya Konversi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, namun perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat dari semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian.

Kabupaten Tangerang memiliki perkembangan pembangunan cukup pesat dan merupakan daerah penyangga kegiatan ekonomi kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Bogor dan Bekasi. Dinilai dari segi aksesibilitasnya yang strategis dengan daerah sekitar, Kabupaten Tangerang memiliki peluang yang cukup besar untuk pengembangan wilayah pertanian. Seperti diungkapkan pada latar belakang bahwa lebih dari separuh luas lahan di daerah ini merupakan lahan untuk pertanian dan sebagian besar merupakan lahan sawah.

Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang memiliki tingkat opportunity cost yang besar. Ditingkat petani, dampak konversi lahan sawah dapat dilihat dari hilangnya kesempatan memperoleh produksi dan nilai produksi usahatani padi sawah, peluang memperoleh pendapatan usahatani yang hilang, dan berkurangnya kesempatan kerja disektor pertanian. Dampak dari konversi lahan sawah ternyata tidak hanya dirasakan pada tingkat petani saja, namun secara tidak langsung juga akan berdampak terhadap struktur perekonomian wilayah.

Kasus alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dalam pelaksanaan pembangunan, menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan peraturan

(22)

perundang-undangan tentang pertanahan, (dan) masih belum adanya sinkronisasi dalam pembuatan kebijaksanaan yang berkaitan dengan tanah antara instansi terkait (Harsono,1992).

Secara umum, masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi karena (Utomo,1992) :

1. Pola pemanfaatan lahan masih sektoral. 2. Delineasi antar kawasan belum jelas. 3. Kriteria kawasan belum jelas

4. Koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah

5. Pelaksanaan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) masih lemah 6. Penegakkan hukum masih lemah.

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan diungkapkan yaitu:

1. Bagaimana perkembangan dan pola konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang?

2. Bagaimana dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang?

(23)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir di wilayah Kabupaten Tangerang.

2. Mengidentifikasi dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tangerang, dalam hal ini Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang, Badan Perencanaan dan pembangunan daerah Kabupaten Tangerang dan instansi-instansi terkait lainnya di Kabupaten Tangerang.

Penelitian ini bagi penulis sendiri berguna untuk melatih kemampuan analisis penulis terhadap suatu masalah di suatu daerah yang berhubungan dengan proses pergeseran struktur ekonomi yang berdampak terhadap terjadinya konversi lahan pertanian dan lahan sawah khususnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti lain yang akan melakukan studi selanjutnya.

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah sebagai implikasi dari pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tangerang. Pembahasan lebih di fokuskan pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam penggunaan lahan sawah ke penggunaan non pertanian dan dampaknya,

(24)

serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini juga akan mengidentifikasi perubahan kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap struktur perekonomian wilayah.

Dalam penelitian ini, akan digunakan model alat analisis regresi linier berganda untuk menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian pada tingkat wilayah, sedangkan model alat analisis Location Quotient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja, elstisitas pendapatan/tenaga kerja digunakan untuk melihat perubahan peran masing-masing sektor ekonomi terhadap struktur perekonomian wilayah.

Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian terbatas hanya pada konversi penggunaan lahan sawah ke penggunaan non pertanian saja seperti industri, perumahan, jasa maupun perdagangan. Pada penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu ; laju pertumbuhan penduduk, kontribusi sektor non pertanian terhadap PDRB, produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, pertambahan panjang jalan aspal dan kebijakan pemerintah sebelum dan sesudah otonomi daerah.

(25)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Perekonomian

Menurut Djojohadikusumo (1994) mengenai perkembangan perekonomian di suatu wilayah, bahwa perkembangan perekonomian akan menyebabkan terjadinya transformasi strukutur ekonomi. Transformasi struktur ekonomi ditandai dengan terjadinya peralihan dan pergeseran dari kegiatan sektor primer (pertanian, pertambangan) ke sektor produksi sekunder (industri manufaktur, konstruksi) dan sektor tersier (jasa). Terdapat perbedaan tingkat produksi dan pada laju pertumbuhan diantara sektor-sektor yang bersangkutan. Dalam hubungan ini terjadi pergeseran diantara peranan masing-masing sektor dalam komposisi produk nasional. Transformasi struktur ekonomi juga dapat dilihat dari sudut pergeseran dalam kesempatan kerja. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun sebagai persentase secara menyeluruh dan sebaliknya, jumlah tenaga kerja di sektor sekunder dan tersier meningkat baik secara absolut maupun sebagai persentase dari jumlah total angkatan kerja.

Menurut Dawam (2000) akibat terjadinya transformasi struktur ekonomi telah memberikan beberapa dampak yaitu; Pertama, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB telah menurun dari 52 persen pada tahun 1961 menjadi 17 persen pada tahun 1996 dan 19 persen pada tahun 1998. Kedua, Penyerapan tenaga kerja pada periode yang sama juga mengalami penurunan dari 80 persen menjadi 44 persen dan 45 persen setelah krisis.

Menurut Putri (1995) dalam skripsinya mengenai transformasi struktur ekonomi dan pembangunan pertanian, mengemukakan bahwa terdapat beberapa

(26)

faktor yang mempengaruhi dan mempercepat terjadinya proses transformasi struktur ekonomi dalam pembangunan ekonomi yaitu ; Lokasi, sarana dan prasarana, produktivitas sektor pertanian, investasi dan kebijakan pemerintah daerah.

2.2 Konversi Lahan Sawah

Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perubahan pola penggunaan lahan pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembanguan penduduk dan pola pembangunan wilayah (Utomo, 1992).

Perkembangan sektor pertanian pada umumnya terjadi pada wilayah-wilayah yang berlahan subur. Pada wilayah-wilayah-wilayah-wilayah inilah berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk sehingga menuntut pemerintah daerah setempat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi, yaitu dekatnya lokasi dengan pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non pertanian seperti industri cenderung untuk berkembang di wilayah ini (Nuryati,1995).

Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian periode 1990 – 1995 di Jawa secara keseluruhan paling besar terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat, masing-masing mengalami konversi lahan sekitar 23.448 dan 21.477 hektar. Konversi lahan sawah yang terjadi di Jawa Barat sekitar 66 persen lahan sawah

(27)

dialihkan fungsinya untuk kebutuhan penggunaan perumahan dan industri. Konsekuensi logis yang terjadi di Jawa Barat di karenakan daerah tersebut merupakan daerah tujuan untuk bermigrasi dan pusat-pusat pertumbuhan industri. Akibatnya alokasi lahan untuk kepentingan tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun (Sumaryanto, 1994).

Nuryati (1995) dalam skripsinya yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah kepenggunaan non sawah mengemukakan bahwa laju perkembangan luas lahan sawah di Jawa Barat selama sepuluh tahun (1984 – 1994) mengalami penurunan sebesar 0,9 persen per tahun. Jumlah luas lahan sawah yang di konversi selama periode tersebut adalah seluas 52.557,421 hektar. Alokasi konversi lahan sawah digunakan untuk pemukiman sebesar 37,17 persen per tahun, pertanian non padi 22,53 persen, jalan dan fasilitas umum 9,95 persen dan lainnya 4,75 persen.

2.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah

Hayat (2002), faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) dengan menggunakan pendekatan dua variabel, variabel tak bebas yaitu, penurunan jumlah luas lahan dan variabel bebas yaitu, kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non pertanian, pertambahan jalan aspal dan proporsi jumlah tenaga kerja sektor non pertanian. Namun dalam hasil penelitiannya, faktor tenaga kerja sektor non pertanian dihilangkan karena terdapat kontribusi positif yang kuat dengan faktor kontribusi

(28)

sektor non pertanian. Dari hasil perhitungan, faktor produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah beririgasi teknis, kontribusi sektor non pertanian dan pertambahan jalan aspal berpengaruh nyata, sedangkan kepadatan penduduk merupakan faktor yang tidak mempengaruhi secara nyata dalam model ini pada taraf uji 0,1.

Sutarti (1999) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Serang dengan menggunakan analisis regresi diduga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah yaitu pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, produktivitas lahan sawah, jarak lokasi ke pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri. Melalui uji-t diperoleh bahwa pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, jarak lokasi dari pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri berpengaruh nyata terhadapa model, sedangkan produktivitas lahan sawah tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen.

Pangaribuan (1995) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah di Kabupaten DATI II Bekasi dengan menggunakan metode analisis regresi, peubah yang digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu kesempatan kerja di sektor non pertanian, kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga pemilik lahan sawah, harga rata-rata lahan sawah, panjang jalan aspal dan Dummy. Dari hasil analisis, bahwa peubah yang berpengaruh positif terhadap luas penggunaan lahan sawah adalah kesempatan kerja di sektor non pertanian, proporsi rumah tangga pemilik lahan sawah dan produktivitas lahan sawah. Sementara yang berpengaruh negatif

(29)

antara lain kepadatan penduduk, harga rata-rata lahan sawah, panjang jalan aspal dan variabel dummy.

Nuryati (1995) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di tingkat wilayah adalah kepadatan penduduk, kontribusi sektor non tanaman pangan dalam PDRB, dan lokasi Kabupaten dari pusat pertumbuhan ekonomi. Masing-masing faktor tersebut berkolerasi positif dengan luas konversi lahan.

2.4 Dampak Konversi Lahan Sawah

Menurut Nuryati (1995), masalah yang timbul akibat konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah adalah terancamnya swasembada beras yang telah dicapai dengan susah payah. Di samping itu konversi lahan sawah ini mempunyai opportunity cost yang sangat besar, diantaranya adalah penurunan produksi pangan lokal atau nasional yang secara tidak langsung akan mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam PDRB, penurunan laju daya serap tenaga kerja sektor pertanian, mubazirnya investasi irigasi dan dampak konversi terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat.

Menurut Hayat (2002), akibat terjadinya konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor telah menyebabkan hilangnya produksi dan nilai produksi, pendapatan usahatani padi sawah serta nilai investasi irigasi dan kelembagaan.

(30)

Hal ini secara langsung berdamapak terhadap semakin menurunnya tingkat kesejahteraan petani.

Menurut Sibolak (1995), pengalihan fungsi lahan ke penggunaan lain, secara otomatis mengubah besaran maupun jenis manfaat yang dapat di terima dari penggunaan lahan tersebut. Kerugaian akibat konversi lahan sawah terutama adalah hilangnya “peluang” memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahan yang terkonversi. Kerugiannya antaralain penurunan produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usahatani, kesempatan kerja pada kegiatan usahatani, kehilangan manfaat investasi dari lahan terkonversi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Sektor-sektor dalam perekonomian mempunyai laju perkembangan yang berbeda-beda. Karena itu proses pembangunan ekonomi membawa serta perubahan struktur ekonomi.

Menurut Hayat (2002) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor pada periode 1991 – 2000 terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih dan sektor bangunan, sedangkan sektor pertanian bukan merupakan sektor basis karena memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu sehingga prioritas pembangunan lebih condong di arahkan ke pembangunan sektor industri dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini

(31)

menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah sebagai prioritas pengalokasian lahan bagi kawasan industri.

Wiyanti (2004) dalam penelitiannya mengenai analisis sektor basis perekonomian Kabupaten Tangerang serta implikasinya terhadap perencanaan tata ruang wilayah dalam otonomi daerah dengan menggunakan pendekatan LQ, mengindikasikan bahwa terjadi perbedaan penentuan kebijakan antara kebijakan yang disusun oleh BAPEDA dalam RTRW dengan kebijakan hasil perhitungan LQ. Sebaiknya dalam pengembangan wilayah kebijakan diprioritaskan pada sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri pengolahan, listrik dan air minum dan keuangan.

Menurut Azkiyah (1995) dalam penelitiannya mengenai pergeseran peranan subsektor pada sektor pertanian dalam perekonomian Propinsi Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis input–output untuk setiap sektor perekonomian, menyatakan bahwa telah terjadi penurunan kontribusi pertanian dan peningkatan kontribusi sektor industri. Akan tetapi dilihat dari kontribusinya secara keseluruhan dalam segi ekspor wilayah ternyata kedudukan sektor pertanian masih memiliki peranan penting dan tidak bisa diabaikan dalam perekonomian di Propinsi Jawa Barat.

Tyadi (1995), dalam penelitiannya mengenai pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi Propinsi Jawa Barat, menyatakan bahawa proses transformasi struktur ekonomi juga ditandai dengan terjadinya pengalihan fungsi sawah ke penggunaan non pertanian. Pengalihan lahan sawah ke penggunaan lainnya seperti perumahan, jalan, industri dan sebagainya dipandang sebagai suatu masalah, karena pengurangan lahan sawah akan berpengaruh negatif terhadap

(32)

produk padi yang pada gilirannya akan mengganggu swasembada beras. Meningkatnya laju urbanisasi yang dicirikan oleh tumbuhnya berbagai aktivitas akibat terjadinya perubahan struktur ekonomi mendesak terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian ke jenis penggunaan lainnya yang memberikan nilai yang lebih tinggi.

Situmeang (1998), dalam penelitiannya mengenai pola hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan transformasi struktur ekonomi dengan menggunakan alat analisis regresi berganda, menyatakan bahwa pergeseran struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk berpengaruh nyata dalam mendorong konsumsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti lahan perumahan, lahan industri dan lahan lain. Menurunnya produktivitas lahan, khususnya produktivitas lahan tanaman pangan non padi, sangat nyata dalam mempercepat konversi lahan pertanian ke non pertanian.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, pertumbuhan ekonomi dalam perkembangannya di tandai dengan terjadinya pergeseran tenaga kerja dan terjadinya pergeseran penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanain. Hal ini berdampak pada kontribusi masing-masing sektor yang bersangkutan terhadap output nasional dan dalam hal kemampuan menyerap angkatan kerja, dimana peran sektor pertanian akan semakin menurun dan pangsa sektor non pertanian akan semakin meningkat.

Terjadinya pergeseran penggunaan lahan dari sektor pertanian ke penggunaan sektor non pertanian, memberikan dampak kerugian tidak hanya bagi para petani, namun juga memberi dampak pada perekonomian wilayah. Ditingkat wilayah, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya konversi lahan

(33)

sawah yaitu laju pertumbuhan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, pertambahan jalan aspal dan kebijakan pemerintah.

Peran sektor pertanian sebagai sektor primer, masih menjadi salah satu sektor yang dapat diunggulkan bagi perkembangan perekonomian wilayah. Hal ini mengingat ketersediaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang cukup berlimpah.

(34)

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Teori yang digunakan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan pergeseran struktur ekonomi dan konversi lahan sawah. 3.1.1 Pertumbuhan dan Pergeseran Struktur Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang modern secara logis akan diikuti oleh perubahan struktur output dan ketenagakerjaan. Sektor primer akan semakin kecil peranannya sejalan dengan perkembangan yang pesat di sektor-sektor lainnya, seperti sektor jasa dan sektor industri. Sektor pertanian hanya akan menjadi penyangga awal ketika proses transisi berlangsung, sedangkan sektor non pertanian akan berkembang lebih besar lagi.

Proses pembangunan membawa konsekuensi berupa terjadinya suatu pergeseran struktural, dimana ada pergeseran peran sektor perekonomian utama dari sektor tradisionil (pertanian) menjadi di dominasi oleh peran sektor yang lebih modern (industri). Kondisi ini dapat terlihat melalui kontribusi sektor pertanian terhadap struktur produksi (Output) agregat yang semakin menurun, sedangkan disisi lain kontribusi sektor non pertanian, terutama sektor industri semakin meningkat ( Tyadi 1995). Proses pergeseran struktur ekonomi di tandai dengan perubahan yang tidak sedikit pada struktur ekonomi suatu negara maupun daerah. Proses transformasi struktur ekonomi di tandai dengan semakin menurunnya Indeks Produktivitas Relatif (IPR)2 sektor pertanian di Indonesia (Putri, 1995)

(35)

Menurut Sukirno (1985), perubahan persentasi sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi akibat perubahan struktur ekonomi :

1. Produksi sektor pertanian mengalami perkembangan yang lebih lambat dari perkembangan produksi nasional

2. Tingkat pertambahan produksi sektor industri adalah lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional

3. Tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa-jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional.

Dalam menggunakan pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan biasanya dilihat dari keadaan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selanjutnya indikator struktur ekonomi dan peranan sektor-sektor ekonomi digunakan untuk melihat pergeseran-pergeseran antar sektor dalam struktur PDRB. Dengan mengetahui pergeseran-pergeseran tersebut dapat di indikasikan sektor-sektor dominan yang mungkin dapat dijadikan sektor kunci (key sektor) dan diharapkan mampu meberikan pengaruh pada sektor lain dan kegiatan ekonomi lebih lanjut (Nasoetion, 1998).

Distribusi tenaga kerja di negara-negara maju saat ini terlihat bahwa proporsi terbesar berada pada sektor sekunder dan tersier, namun hanya sebagian kecil saja di sektor primer (pertanian). Proses perkembangan ekonomi negara maju diikuti oleh perubahan stuktur kesempatan kerja, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung menurun dibandingkan dengan sektor skunder yang selanjutnya sektor sekunder akan menurun dibandingkan dengan sektor tersier (United nation, 1980 seperti dikutip oleh Tyadi 1995).

(36)

3.1.2 Konversi Lahan

Perubahan penggunaan lahan banyak terjadi pada daerah-daerah peralihan (urban fringe) antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Perubahan penggunaan lahan tersebut sangat berkaitan erat dengan perubahan-perubahan dalam perekonomian dan kependudukan.

Menurut Pakpahan seperti dikutip oleh Nuryati (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu faktor yang langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi.

Di tingkat wilayah, menurut Pakpahan konversi lahan sawah secara tidak langsung dipengaruhi oleh :

1. Perubahan struktur ekonomi 2. Pertumbuhan penduduk 3. Arus urbanisasi

4. Konsistensi implementasi rencana tata ruang

Secara langsung konversi lahan sawah dipengaruhi oleh : 1. Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi

2. Pertumbuhan lahan untuk industri 3. Pertumbuhan sarana pemukiman 4. Sebaran lahan sawah.

(37)

Pengaruh langsung dipengaruhi oleh pengaruh tidak langsung, seperti pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pertumbuhan pemukiman, perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa akan meningkatkan kebutuhan pembangunan sarana transportasi dan lahan untuk industri, serta peningkatan arus urbanisasi akan meningkatkan tekanan penduduk atas lahan dipinggiran kota. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani adalah kondisi sosial ekonomi petani seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan kemampuan ekonomi secara keseluruhan serta pajak tanah, harga tanah dan lokasi tanah.

Secara umum, konversi lahan sawah ke penggunaan lain dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Konversi lahan sawah secara langsung umumnya terjadi sebagai akibat dari keputusan pemilik lahan sawah untuk mengalihkan lahan tersebut ke jenis pemanfaatan lain, diantaranya di pengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tataruang, sedangkan konversi lahan secara tidak langsung terjadi sebagai akibat makin menurunnya kualitas lahan sawah ataupun makin rendahnya income opportunity dari lahan tersebut secara relatif, diantaranya dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan pertanian.

Menurut Situmeang (1998), perubahan struktur ekonomi dimana telah terjadi peningkatan peranan sektor non pertanian terhadap perekonomian dapat mempercepat perubahan pola penggunaan lahan ke arah pengkotaan. Selanjutnya, perubahan struktur perekonomian sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya

(38)

Jumlah Output B A E F D C

pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dapat mempercepat terjadinya struktur ekonomi kearah sektor manufaktur, jasa dan sektor non pertanian lainnya.

Persaingan kebutuhan untuk berbagai jenis penggunaan ditentukan oleh besarnya nilai sewa ekonomi lahan (land rent). Sewa lahan yang dihasilkan oleh tanah pada suatu wilayah akan berbeda-beda tergantung pada penggunaan lahan tersebut.

Menurut Barlowe (1978), sewa ekonomi lahan mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh suatu bidang lahan bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Urutan besaran ekonomi lahan menurut penggunaannya dari berbagai kegiatan produksi ditunjukkan sebagai berikut : (1) industri manufaktur, (2) perdagangan, (3) pemukiman, (4) pertanian intensif, dan (5) pertanian ekstensif. Biaya Produksi MC AC Keterangan : MC = Marginal Cost AC = Average Cost

Gambar 1. Ilustrasi land rent sebagai sisa surplus ekonomi setelah biaya produksi di keluarkan (Barlowe, 1978)

Land rent

(39)

Gambar 1 menjelaskan bahwa nilai total produk yang dihasilkan adalah ABCE dengan biaya produksi sebesar ADFB, dengan demikian land rent adalah ABCE – ADFB = CDFE.

Dalam pelaksanaannya, ada dua gejala yang muncul jika mekanisme pasar diterapkan (Barlowe,1978) :

1. Semakin besar land rent maka daya saing penggunaan tanah untuk menduduki prime location semakin besar.

2. Penggunaan tanah yang mempunyai land rent yang lebih besar akan menggeser penggunaan tanah dengan land rent yang lebih kecil.

Gambar 2. Ilustrasi hubungan antara land rent dengan kapasitas penggunaan lahan (Barlowe,1978)

Berdasarkan kedua teori diatas maka penggunaan lahan yang memiliki keuntungan komparatif tertinggi seperti perdagangan dan industri mempunyai kapasitas penggunaan lahan yang terbesar, sedangkan sektor pertanian

Industri dan Perdagangan Pemukiman

Pertanian

Hutan

Lahan Tandus

Kapasistas Penggunaan Lahah Sewa

(40)

mempunyai keuntungan komparatif yang lebih rendah sehingga alokasi penggunaan lahan untuk pertanian akan semakin kecil.

3.1.3 Teori Ekonomi Basis

Setiap wilayah memiliki faktor lokasi yang berbeda, terutama dalam hal penyebaran sumberdaya yang menunjang kegiatan perekonomiannya, perbedaan tersebut menyebabkan setiap wilayah memiliki potensi yang berbeda untuk dapat mengembangkan sektor ekonomi tertentu sebagai sektor basis.

Kondisi masing-masing wilayah menunjukkan variasi yang berbeda-beda karena adanya perbedaan struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Terdapat berbagai teori yang menjelaskan sektor-sektor dalam perekonomian regional atau perubahan-perubahan kondisi perekonomian di suatu daerah. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan regional adalah teori basis ekonomi. Selain itu teori ini juga dapat digunakan untuk melihat peranan suatu sektor dalam perekonomian daerah baik dalam tenaga kerja maupun pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sektor tersebut merupakan sektor basis atau bukan basis.

Hanafiah (1988) membagi kegiatan perekonomian dalam suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya dapat berupa barang dan jasa yang ditujukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut, jadi dapat di golongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi ke luar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu

(41)

wilayah, yaitu dalam pengertian persaingan dan prinsip perbandingan keuntungan.

Kegiatan bukan basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya, baik berupa barang maupun jasa yang diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Barang-barang jadi dan pelayanan diperuntukkan bagi ruang lingkup kesejahteraan dan pasar mereka sendiri. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraan dan kualitas lingkungan hidup sangat menentukan kegiatan bukan basis ini.

Thalib (1998) mengungkapkan bahwa kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya :

1. Memiliki laju pertumbuhan yang tinggi

2. Angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar

3. Memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi, baik ke depan atau ke belakang. 4. Sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

Menurut Thalib (1998), kemajuan kegiatan sektor basis ditentukan oleh beberapa penyebab, diantaranya ;

1. Perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi 2. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah 3. Perkembangan teknologi

4. Usaha pengembangan prasarana ekonomi dan sosial

Sedangkan faktor-faktor penyebab kemunduran sektor basis adalah : 1. Perubahan permintaan di luar daerah

(42)

3. Perkembangan teknologi yang merubah komposisi input.

Thalib (1998), mengemukakan bahwa beberapa asumsi dalam menentukan sektor basis dan non basis antara lain : (1) sektor basis merupakan penggerak utama pertumbuhan regional, (2) setiap daerah terdapat rasio tenaga kerja dan non basis konstan walaupun struktur ekonomi daerah bersangkutan berubah, (3) keseragaman produktivitas regional sektor-sektor, (4) sistem perekonomian tertutup, dan (5) spesialisasi lokal dalam produksi sehingga sesuai dengan spesialisasinya.

Teori basis ekonomi terdapat beberapa kekurangan, antara lain kekurangan yang bersifat teknis seperti unit pengukuran, metode identifikasi dan pemilihan unit wilayah serta diabaikannya peranan impor (Glasson, 1977). Walaupun memiliki kekurangan-kekurangan seperti yang telah diuraikan, teori basis ekonomi tetap relevan dalam analisa dan perencanaan regional serta bermanfaat dalam usaha memahami struktur ekonomi suatu wilayah.

Menurut Glasson (1977) terdapat beberapa teknik untuk menentukan yang menjadi sektor basis dan sektor non basis, diantaranya metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung adalah metode yang dilakukan menurut survei langsung untuk dapat menentukan sektor basis, sedangkan metode pengukuran tidak langsung dapat menggunakan tiga metode yaitu ; (1) metode Arbiter, yaitu metode yang langsung membagi suatu perekonomian ke dalam kategori ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian spesifik di tingkat lokal, (2) metode Location Quotient (LQ), yaitu metode analisa yang membandingkan peranan suatu sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas, (3)

(43)

metode kebutuhan minimum, merupakan modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menunjang sektor regional.

Selanjutnya Glasson (1972), menyarankan untuk menggunakan metode LQ dalam menentukan sektor basis dan sektor non basis. Keunggulan metode LQ yaitu metode yang tergolong sederhana dalam menentukan atau memilih kegiatan ekonomi yang akan di kembangkan di suatu wilayah, atau dalam menentukan lokasi bagi suatu kegiatan ekonomi.

Dasar ukuran penggolongan dalam perhitungan metode LQ dapat berbeda, sesuai dengan kebutuhan atau tujuan penggolongan. Penggunaan besaran sebagai ukuran mempunyai nilai yang bermacam-macam (Kadariah, 1985), yaitu :

1. Pendapatan, merupakan besaran yang digunakan untuk mengetahui hubungan lokasi suatu kegiatan dengan pasarnya.

2. Nilai tambah, merupakan besaran yang digunakan untuk membandingkan satuan kegiatan dengan daya produksi buruh secara keseluruhan.

3. Penduduk, merupakan besaran yang digunakan untuk mengetahui hal-hal yang menyangkut keadaan dan kriteria kesejahteraan serta pemerataan.

4. Area (kawasan), merupakan besaran yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya faktor yang memperkuat atau memperlemah satuan kegiatan.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam metode LQ diantaranya dikemukakan oleh Kadariah (1985), yaitu permintaan wilayah akan suatu barang pertama-tama akan dipenuhi oleh hasil produksi wilayah itu sendiri, jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi wilayah, maka kekurangan akan diimpor. Asumsi lain yang digunakan antara lain adalah ; (1) keseragaman pola konsumsi

(44)

atau permintaan dan selera, (2) keseragaman kebutuhan sarana produksi untuk proses produksi dan produktivitas tenagakerja dan (3) keseragaman tingkat pendapatan di tingkat regional dan nasional.

Sedangkan untuk analisis LQ ini menurut Kadariah (1985) terdapat beberapa kelemahan yaitu :

1. Analisisnya bersifat statis sehingga tidak dapat menangkap kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi untuk waktu yang akan datang.

2. Walaupun suatu sektor memiliki nilai LQ lebih besar dari satu, belum menjadi jaminan sektor tersebut mampu bersaing.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pembangunan ekonomi di pandang sebagai bagian dari keseluruhan pembangunan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Dalam suatu negara, laju pembangunan ekonomi ditunjukkan dengan semakin meningkatnya pertambahan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product atau GDP). Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya pendapatan perkapita penduduk yang merupakan suatu cerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masayarakat di suatu wilayah. Peningkatan pendapatan perkapita ini sebagai dampak dari pertambahan aktivitas kegiatan ekonomi di dalam suatu masyarakat.

Pergeseran struktur ekonomi merupakan suatu proses perubahan peran masing-masing sektor ekonomi terhadap output nasional dan kemampuannya menyerap angkatan kerja. Hal ini merupakan suatu bentuk modernisasi dalam struktur ekonomi tradisionil sebagai dampak dari pembangunan ekonomi yang semakin maju. Pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan

(45)

ekonomi, tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan aspek lingkungan akan memberikan dampak negatif, yang salah satunya yaitu dengan terjadi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian. Terjadinya konversi lahan sawah yang semakin besar seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju, merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pendayagunaan lahan bagi sektor pertanian masih rendah. Hal ini akan berdampak pada kemampuan sektor pertanian dalam memberikan kontribusinya terhadap PDRB dan kemampuannya menyerap angkatan kerja.

Arah perkembangan perekonomian ke sektor industri, perdagangan dan jasa akan memberikan dorongan yang kuat terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan. Pemerintah membutuhkan lahan untuk menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung arah kebijaksanaanya seperti lokasi untuk industri, perdagangan, pergudangan, jaringan infrastruktur dan fasilitas lainnya. Hal ini akan meningkatkan permintaan terhadap lahan, namun disisi lain ketersediaan lahan terutama di perkotaan sangat terbatas, akibatnya akan terjadi pemekaran kota (gentrifikasi kota), sehingga akan menyebabkan konversi lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Perubahan penggunaan lahan secara besar-besaran dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian sebagai dampak dari semakin tingginya kompetisi dalam penggunaan lahan, menyebabkan ketersediaan lahan bagi penggunaan sektor pertanian dan sebagai lapangan usaha bagi petani akan semakin sempit. Dampak lebih lanjut dari perubahan penggunaan lahan ini, yaitu akan semakin besarnya mobilitas tenaga kerja sektor pertanian ke sektor non pertanian dan semakin menurunnya luas lahan pertanian yang akan berpengaruh terhadap

(46)

produksi dan produktivitas sektor pertanian. Kedua hal ini dapat dilihat dengan semakin menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dan kemampuannya menyerap angkatan kerja.

Semakin kecilnya luas lahan pertanian khususnya lahan sawah akan memberikan dampak kerugian, yaitu hilangnya jumlah produksi dan nilai produksi padi, hilangnya pendapatan usahatani padi dan hilangnya investasi irigasi. Derita kerugian ini tidak hanya berdampak pada petani saja namun akan berdampak pula terhadap perekonomian wilayah. Penurunan peran sektor pertanian yang diimbangi dengan laju pertumbuhan sektor lainnya terutama sektor industri dan bangunan akibat terjadi konversi lahan, ternyata juga memberi manfaat yaitu berupa peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari tingginya pajak bumi dan bangunan (PBB). Hal ini dikarenakan pajak lahan yang digunakan untuk perumahan dan industri memberikan nilai pajak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pajak lahan penggunaan lahan sawah.

Terjadinya perubahan peran masing-masing sektor ekonomi, dimana telah terjadinya penurunan peran sektor primer (sektor pertanain dan sektor pertambangan dan galian) dan meningkatnya peran sektor skunder (sektor industri, sektor listrik dan sektor bangunan) dan sektor tersier (sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa) terhadap output nasional dan kemampuannya menyerap angkatan kerja, akan berdampak terhadap struktur perekonomian wilayah. Hal ini dapat dilihat dengan dua indikator yaitu : (1) kontribusi yang diberikan masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB dan (2) kemampuan masing-masing sektor ekonomi dalam menyerap angkatan kerja.

(47)

Untuk lebih mengarahkan suatu prioritas pembangunan di suatu wilayah, dapat di analisis dengan melihat potensi suatu sektor dan peranannya terhadap perekonomian wilayah yang bersangkutan. Implikasi akhir mengenai sektor-sektor yang perlu dikembangkan pada suatu wilayah dapat dilihat dari kontribusi sektor tersebut, yaitu dengan mengetahui sektor-sektor yang menjadi sektor basis di suatu wilayah, selain itu juga perlu adanya suatu kebijakan yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk mencapai keseimbangan antar sektor ekonomi

(48)

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Pergeseran Penggunaan Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian.

Dampak konversi lahan sawah

Kondisi Perekonomian Kabupaten Tangerang Pembangunan Ekonomi

Pergeseran Struktur Ekonomi

Pergeseran struktur penggunaan lahan (Lahan pertanian ke non

pertanian)

Perubahan peran sektor pertanian (primer) ke

sektor non pertanian (skunder dan tersier)

Saran/Implikasi kebijakan Analisis Regresi Linear berganda Konversi lahan Sawah ke Non pertanian Kemampuan Menyerap angkatan kerja Kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDRB) Analisis Location Quetient (LQ), Analisis Surplus Pendapatan/tenag a kerja, Analisis Elastisitas Pertumbuhan pendapatan/tenaga kerja

(49)

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran serta permasalahan yang di telaah, maka dirumuskan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Pola konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang meningkat tiap tahunnya dan berdampak menurunkan peranan sektor pertanian.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju konversi lahan sawah di tingkat wilayah adalah laju pertumbuhan penduduk, produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non pertanian dalam PDRB, pertambahan panjang jalan aspal dan kebijakan pemerintah.

3. Sektor unggulan yang menggerakkan perekonomian wilayah pada dasarnya merupakan sektor basis. Pendekatan pembangunan yang berbasis pengembangan sektor basis akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan wilayah tersebut.

(50)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian di lapang dimulai pada akhir bulan April 2005 hingga bulan Juni 2005 selama dua bulan. Daerah penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. Pemilihan Kabupaten Tangerang sebagai lokasi Penelitian dilakukan secara sengaja (purposive).

Beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar pemilihan wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah penelitian :

1. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah Kabupaten Tangerang dari tahun ke tahun mengalami penurunan sedangkan kontribusi sektor non pertanian lainnya meningkat. 2. Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah yang mempunyai tingkat

konversi lahan sawah terbesar kedua setelah Kabupaten Pandeglang di Provinsi Banten (Banten dalam Angka, 2003).

3. Kabupaten Tangerang merupakan daerah penyangga DKI Jakarta serta di proyeksikan sebagai daerah pengalihan kegiatan industri dari DKI Jakarta. Hal ini sebagai indikasi terjadinya pergeseran struktur ekonomi dan akan berpengaruh terhadap konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Tangerang.

4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber. Data yang diperlukan untuk

(51)

melihat pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang yaitu berupa data PDRB Kabupaten Tangerang dan Penyerapan tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha selama periode 1994-2003. Hal ini dikarenakan PDRB dan tingkat penyerapan tenaga kerja merupakan indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu daerah, sedangkan data yang diperlukan untuk melihat terjadinya konversi lahan sawah ke

penggunaan non pertanian di tingkat wilayah adalah data time series tahun 1994–2003 yang meliputi data kependudukan, data perkembangan luas lahan sawah, produktivitas padi sawah, kontribusi sektor non pertanian, pertambahan panjang jalan aspal, serta data lain yang dianggap perlu. Data primer di peroleh melalui wawancara dengan pihak terkait dari pemerintah Kabupaten

Tangerang.

Data yang dibutuhkan diperoleh antara lain dari Badan Pusat Statistik Nasional, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang, Bapepeda Kabupaten Tangerang, Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Tangerang, Dinas tata ruang wilayah dan dinas atau instansi pemerintah maupun non pemerintah yang terkait lainnya.

4.2.1 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan dua metode analisis, yaitu metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan dan interpretasi atas data dan informasi pada tabulasi data. Sedangkan penggunaan metode kuantitatif bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di tingkat wilayah dan mengidentifikasi terjadinya pergeseran

(52)

struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang. Analisis kuantitatif menggunakan metode linear berganda, Location Quotient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja dan elastisitas pendapatan/tenaga kerja

4.2.2 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif ini digunakan untuk menampilkan data dan informasi berdasarkan tabulasi data. Data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Penulisan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dengan tujuan untuk mengevaluasi data. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi selama pengamatan.

2. Merumuskan data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel untuk menghindari kesimpangsiuran interpretasi serta sekaligus untuk mempermudah interpretasi data.

3. Menghubungkan hasil penelitian yang diperoleh dengan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian, dengan tujuan mencari arti atau memberi interpretasi yang lebih luas dari data yang diperoleh.

Dengan menggunakan analisis deskriptif akan diperoleh gambaran umum mengenai pergeseran struktur ekonomi, perubahan peran sektoral dalam perekonomian daerah dan pertumbuhan sektoral. Sedangkan untuk konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian akan diperoleh gambaran umum mengenai perkembangan dan pola konversi lahan sawah di Kabupaten Tangerang.

(53)

Kerugian yang timbul dari konversi lahan sawah diantaranya berupa hilangnya peluang memperoleh produksi (dan nilainya) serta pendapatan usahatani yang seharusnya dapat tercipta dari usahatani seluas lahan sawah yang terkonversi. Secara matematis dapat dihitung :

4 3

Q = • Qi, dimana Qi = Si • Hm ………(1) I = 1 m = 1

Q = produksi padi sawah per tahun yang hilang

Qi = produksi padi sawah per tahun dari sawah dengan irigasi- i yang terkonversi

i = 1…4, dimana 1, 2, 3, 4 masing-masing menunjukkan jenis sawah irigasi teknis, semiteknis, sederhana, dan tadah hujan yang terkonversi.

Si = luas lahan sawah dengan jenis irigasi – i yang terkonversi

Hm = produktivitas usahatani pada musim tanam –m dari sawah dengan jenis irigasi – i tersebut.

M = 1, 2, 3 masing- masing menunjukkan musim tanam 1, 2, dan 3

Sedangkan nilai produksi padi sawah yang hilang dapat dirumuskan sebagai berikut :

NQ = P x Q ……….(2)

NQ = nilai produksi padi sawah yang hilang P = harga komoditi padi sawah yang ditanam

Produksi dan nilainya yang hilang adalah merupakan akumulasi dari peluang produksi yang hilang selama kurun waktu akibat konversi tersebut. Secara kumulatif produksi yang hilang selama periode n tahun adalah :

n

(54)

t = 1

Q kum = produksi kumulatif yang hilang selama kurun waktu n t = 1, 2, 3 ………10

Pendapatan usahatani yang hilang per tahun dapat di estimasi dengan persamaan metematis sebagai berikut :

4 3

ð = • Si ði , dimana ði = • ðm ………( 4) i = 1 i = 1

ð = pendapatan usahatani/ tahun yang hilang akibat konversi lahan sawah ke penggunaan lain.

ði = pendapatan per hektar usahatani per tahun di lahan sawah irigasi- i.

ðm = pendapatan per hektar usahatani pada musim tanam-m di lahan sawah tersebut.

4.2.4 Metode Location Quotient (LQ)

Metode ini merupakan salah satu pendekatan identifikasi basis ekonomi di suatu wilayah, yaitu untuk menentukan apakah suatu sektor ekonomi termasuk ke dalam basis atau non basis di suatu wilayah dalam periode tertentu. Suatu sektor dikatakan basis bila sektor tersebut telah mampu berswasembada di suatu wilayah dan dapat mengirim atau menyumbangkan sebagian produksinya ke wilayah lain, sedangkan kebalikannya termasuk dalam sektor non basis. Dalam hal ini metode LQ digunakan untuk mengukur kegiatan di suatu wilayah dengan jalan membandingkan peranannya dalam perekonomian wilayah dengan peranannya dalam perekonomian secara keseluruhan.

Dasar ukuran penggolongan tersebut dapat berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan atau tujuan penggolongan. Apabila tujuan penggolongan tersebut adalah untuk mencari kegiatan ekonomi yang dapat memberikan kesempatan kerja yang sebanyak-banyaknya, maka yang digunakan sebagai dasar ukuran

Gambar

Tabel 1. Luas dan Persentase Penggunaan Tanah Berdasarkan Jenis Penggunaan  di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 dan 2003
Gambar 1.  Ilustrasi land rent sebagai sisa surplus ekonomi setelah  biaya produksi di keluarkan (Barlowe, 1978)
Gambar 1 menjelaskan bahwa nilai total produk yang dihasilkan adalah  ABCE dengan biaya produksi sebesar ADFB, dengan demikian land rent adalah  ABCE – ADFB = CDFE
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Pergeseran  Penggunaan Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian
+7

Referensi

Dokumen terkait

kebutuhan biaya investasi yang tidak terlalu tinggi, usaha pengolahan limbah kulit kakao menjadi pektin menjadi reasonable untuk dilakukan oleh petani. Tingkat

An increase in phosphorous intake eciency to 60% causes a reduction in the cost of the diets formulated using the single objective function model to minimize phosphorous excretion

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompokorang dalam suatu organisasi, sesuai dengan.. wewenang dan tanggung jawabmasing-masing, dalam rangka

lebih kecil dari α=0,05 menunjukkan bahwa variabel modal usaha, lama usaha, dan jam kerja berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan pedagang Pasar Seni Sukawati

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Reklame Dan Nilai Strategis

fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja,.. baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa hasil uji (Adjusted R 2) nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.242 atau 24,2%, ini menunjukkan bahwa variabilitas dari

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi / Tugas Akhir yang berjudul “ Korelasi Koefisien Permeabilitas dari Uji Constant Head dan Hasil Permeabiltas dari Uji