• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PROFIL KETERLAMBATAN TERAPI AKIBAT KETERLAMBATAN DOKTER DAN SISTEM PADA PASIEN KANKER YANG DIRUJUK KE DEPARTEMEN RADIOTERAPI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

PERIODE MEI - AGUSTUS 2015

TESIS

SIGIT WIRAWAN 1206236483

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ONKOLOGI RADIASI JAKARTA JANUARI 2016

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

PROFIL KETERLAMBATAN TERAPI AKIBAT KETERLAMBATAN DOKTER DAN SISTEM PADA PASIEN KANKER YANG DIRUJUK KE DEPARTEMEN RADIOTERAPI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

PERIODE MEI - AGUSTUS 2015

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Onkologi Radiasi

SIGIT WIRAWAN 1206236483

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ONKOLOGI RADIASI JAKARTA JANUARI 2016

(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Spesialis Kedokteran Onkologi Radiasi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1) Prof. Dr. dr. Soehartati A. Gondhowiardjo, Sp.Rad (K) Onk.Rad selaku Pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dengan penuh kesabaran dalam penyusunan tesis ini;

2) Prof. Dr. dr. Adang Bachtiar Kanta Atmadja, MPH, DSc selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi dan membimbing saya dalam penyusunan tesis terutama dalam hal metode penelitian ini;

3) Dr. dr. Andhika Rachman, Sp.P (K) HOM selaku Pembimbing III yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi dan membimbing saya dalam penyusunan tesis ini;

4) Semua guru-guru saya di Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah mencurahkan ilmu yang tidak ternilai sebagai bekal untuk menjalankan profesi dan berguna bagi sesama;

5) Kedua orang tua dan mertua saya, istri saya dr. Ariyani Buana Nindra dan anak saya Argita Ammara Wirawan yang tidak henti-hentinya dengan penuh kesabaran selalu memberikan dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga; 6) Teman sejawat PPDS Radioterapi, khususnya teman seangkatan saya yang

telah bersama-sama melalui suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan menyemangati saya dan membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.

(6)

7) Seluruh staf dan karyawan Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah membantu saya dalam menjalani masa studi saya, yang sudah menjadi keluarga kedua bagi saya;

Akhir kata, saya berharap hanya Allah SWT yang berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat untuk pengembangan bidang ilmu kedokteran onkologi radiasi.

Jakarta, Januari 2016

Penulis

(7)
(8)

ABSTRAK

Nama : Sigit Wirawan

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Onkologi Radiasi Judul : Profil Keterlambatan Terapi Akibat Keterlambatan Dokter

dan Sistem pada Pasien Kanker yang Dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Mei - Agustus 2015

Latar Belakang Penyakit kanker merupakan penyakit yang sangat kompleks sehingga memerlukan pendekatan multidisiplin baik dalam diagnostik maupun terapi. Durasi penegakkan diagnosis dan terapi pada pasien kanker mempengaruhi hasil akhir pasien tersebut. Keterlambatan terapi dapat disebabkan oleh keterlambatan dokter dalam merujuk pada pelayanan kesehatan primer dan keterlambatan sistem pelayanan kesehatan pada proses penegakkan diagnosis dan dimulainya terapi definitif pada kanker.

Tujuan dan Metode Penelitian ini merupakan studi analisis deskriptif menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui data insidens keterlambatan terapi karena keterlambatan dokter dan keterlambatan sistem pada pasien kanker yang dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusmo pada bulan Mei - Agustus 2015 serta mengevaluasi faktor yang mempengaruhi keterlambatan tersebut.

Hasil Terdapat 294 orang pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini setelah mendapatkan persetujuan tertulis. Pada keterlambatan terapi akibat keterlambatan dokter, dari 62 pasien yang dirujuk dari pelayanan kesehatan primer didapatkan 18 pasien (29%) mengalami keterlambatan rujukan. Keterlambatan diagnosis terjadi pada 78 pasien (26,5%). Sedangkan pada keterlambatan tindakan pengobatan terjadi pada 172 pasien (58,5%). Dari seluruh pasien didapatkan 132 pasien (45%) mengalami keterlambatan dokter dan sistem. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan adanyan hubungan yang signifikan antara keterlambatan rujukan (p<0,01), keterlambatan diagnosis (p<0,01) dan keterlambatan tindakan pengobatan (p<0,01) dengan keterlambatan terapi akibat keterlambatan dokter dan system.

Kesimpulan Tingginya angka keterlambatan terapi kanker pada penelitian ini ditemukan akibat keterlambatan dokter dan sistem, khususnya pada keterlambatan pada penegakkan diagnosis dan tindakan pengobatan.

Kata kunci: Keterlambatan terapi, keterlambatan dokter, keterlambatan sistem, pasien kanker

(9)

ABSTRACT

Name : Sigit Wirawan

Study Program : Radiation Oncology Residency Program

Title : Delay Treatment Profile Due Doctor and Systems delay in Cancer Patients Referred to Radiotherapy Department RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo May to August, 2015 Background Cancer is a very complex disease that requires a multidisciplinary approach both in diagnostics and therapy. The duration of the diagnosis and treatment of cancer patients affect the outcome of these patients. Delay in treatment may be caused by the delay in referring physicians in primary health care and health care system delay in the commencement of the process of diagnosis and definitive therapy in cancer.

Methods This study was a descriptive analytical study using a mix of quantitative and qualitative methods to determine the incidence of data delays due to delays in therapy doctor and system delay in cancer patients who were referred to the Department of Radiotherapy RSUPN Dr. Cipto Mangunkusmo in May to August for 2015 and evaluate the factors that influence the delay.

Results There were 294 patients included in this study after obtaining inform consent. At the doctor's delay due to delayed treatment, from 62 patients referred from primary health care is obtained for 18 patients (29%) experienced a delay in referral. Delay in diagnosis occurred in 78 patients (26.5%). While the delay in treatment action occurred in 172 patients (58.5%). From all patients had 132 patients (45%) experienced doctor and system delay. Statistical analysis showed a significant correlation between the reference delay (p <0.01), late diagnosis (p <0.01) and delays in treatment measures (p <0.01) with a delay due to delayed therapy and doctor system.

Conclusions The high number of delays in cancer therapy in this study was found as a result of delays doctor and systems, in particular on the delay in diagnosis and treatment.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ...iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Pertanyaan Penelitian ... 2 1.3 Batasan Penelitian ... 2 1.4 Tujuan Penelitian ... 2 1.4.1 Tujuan Umum ... 2 1.4.2 TujuanKhusus ... 2 1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.5.1 Manfaat di Bidang Akademik ... 3

1.5.2 Manfaat di Bidang Penelitian ... 3

1.5.3 Manfaat di Bidang Pelayanan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tinjauan Umum Kanker ... 4

2.1.1 Definisi ... 4 2.1.2 Epidemiologi ... 4 2.1.3 Pertumbuhan Tumor ... 5 2.2 Konsep Perilaku ... 5 2.3 Keterlambatan Diagnosis ... 7 2.3.1 Keterlambatan Pasien ... 11

2.3.1.1 Faktor Pengenalan Gejala dan Interprestasi ... 11

2.3.1.2 Faktor Psikologis dan Perilaku ... 12

2.3.1.3 Faktor Sosio-Demografis dan Etnisitas ... 12

2.3.2 Keterlambatan Praktisi atau Penyedia Kesehatan ... 13

2.3.3 Keterlambatan Sistem ... 15

2.4 Kerangka Teori ... 16

2.5 Kerangka Konsep ... 16

3. METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Desain Penelitian ... 17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.3 Populasi Penelitian ... 17

3.4 Pemilihan Sampel ... 17

3.5 Cara Pengumpulan Data ... 17

(11)

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 18 3.7.1 Kriteria Inklusi ... 18 3.7.2 Kriteria Eksklusi ... 18 3.8 Alur Penelitian ... 18 3.9 Variabel Penelitian ... 19 3.10 Definisi Operasional ... 19 3.11 Rencana Analisis ... 21 3.12 Etika Penelitian. ... 21 4. HASIL PENELITIAN ... 22 4.1 Keterlambatan Dokter ... 24 4.2 Keterlambatan Sistem ... 25

4.3 Keterlambatan Dokter dan Sistem ... 28

5. PEMBAHASAN ... 33

5.1 Keterlambatan Terapi Akibat Keterlambatan Dokter dan Sistem pada Pasien Kanker yang Dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Periode Mei-Agustus 2015... 33

5.2 Keterlambatan Dokter pada Pasien dengan Keterlambatan Terapi ... 36

5.3 Keterlambatan Sistem pada Pasien dengan Keterlambatan Terapi ... 37

6. SIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1 Simpulan ... 43

6.2 Saran... 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram keterlambatan pasien total ... 9

Gambar 2.2 Diagram keterlambatan pada pasien kanker ... 10

Gambar 2.3 Pedoman alur waktu tunggu pasien kanker di ingrris ... 11

Gambar 3.1 Alur pengobatan penderita kanker ... 19

Gambar 4.1 Diagram hubungan keterlambatan rujukan, keterlambatan dokter dan keterlambatan tindakan pengobatan ... 23

Gambar 4.2 Keterlambatan Dokter dan Sistem pada pasien kanker yang berobat di Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei-Agustus 2015 ... 28

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian ... 22 Tabel 4.2 Profil Keterlambatan Rujukan, Keterlambatan Diagnosis dan

Keterlambatan Tindakan Pengobatan (> 30 hari) ... 23 Tabel 4.3 Profil Kunjungan Pertama ke Pelayanan Kesehatan (n=294) ... 24 Tabel 4.4 Profil keterlambatan rujukan ... 25 Tabel 4.5 Profil Keterlambatan Diagnosis dan Keterlambatan Tindakan Pengobatan berdasarkan RSCM dan Non-RSCM ... 26 Tabel 4.6 Profil Keterambatan Diagnosis ... 26 Tabel 4.7 Profil Keterlambatan Tindakan Pengobatan ... 27 Tabel 4.8 Hubungan keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis, dan

keterlambatan tindakan pengobatan terhadap keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari) ... 29 Tabel 4.9 Faktor-faktor keterlambatan dokter dan sistem pada pasien kanker

... 30 Tabel 4.10 Hubungan antara stadium pada 3 jenis kanker dengan

keterlambatan dokter dan sistem ... 31 Tabel 4.11 Durasi waktu seluruh pasien (n = 294) ... 32 Tabel 4.12 Durasi waktu pasein yang mengalami keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari) (n=132) ... 32

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Informasi Penelitian ... 48 Lampiran 2. Formulir Persetujuan ... 50 Lampiran 3. Kuesioner Keterlambatan Terapi Pasien Kanker ... 51

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Kanker merupakan salah satu penyebab kematian di Dunia. Di Amerika penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung.1 Berdasarkan Globocan 2012 (IARC 2015) saat ini terdapat 14 juta Pasien penyakit kanker diseluruh dunia dengan 15 persen terdapat di asia tenggara. Di Indonesia pada tahun 2012 terdapat kasus penyakit kanker sebesar 300 ribu dan diprediksikan bahwa pada tahun 2025 akan terjadi peningkatan sebesar 450 ribu kasus penyakit kanker. Pada angka kematian akibat penyakit kanker, di Indonesia pada tahun 2012 terdapat hampir 200 ribu angka kematian dan diprediksikan pada tahun 2015 terjadi juga peningkatan sebesar 300 ribu.2 Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat kompleks sehingga memerlukan pendekatan multidisiplin ilmu yang dapat mempengaruhi berkurangnya waktu penegakan diagnosis dan terapi, meningkatkan pendekatan keputusan klinis berdasarkan pedoman, uji klinis dan bukti yang ada, serta meningkatkan hasil akhir dari pasien tersebut. Tim multidisiplin tersebut terdapat ahli onkologi, bedah onkologi, ahli onkologi radiasi, ahli patologis, dan ahli radiologis. Selain itu juga diperlukannya ahli psikologis, ahli rehabilitasi medik, ahli gizi dan keperawatan ahli onkologi.3

Di Indonesia, seringkali pasien datang berobat dengan rujukan ke RS sekunder dan tersier dengan keterlambatan diagnosis dan mengalami stadium lanjut. Allgar dkk, pada tahun 2005 melakukan studi terhadap 6 kasus kanker terbesar di ingris, yaitu kanker payudara, kanker paru, kanker ovarium, limfoma, kanker kolorektal dan kanker prostate. Berdasarkan hasil penelitiannya ternyata ditemukan bahwa keterlambatan diagnose dapat mengakibatkan perburukan outcome dan kesintasan hidup.4 Hal ini juga terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Djatmiko dkk, pada tahun 2013 yang meneliti profil keterlambatan terapi kanker payudara. Dalam penelitianya ditemukan bahwa keterlambatan akibat pasien yang telat

(16)

2

datang berobat dan keterlambatan dalam rujukan menghasilkan perburukan stadium kanker.5

Saat ini belum ada data yang menggambarkan profil data keterlambatan terapi pada pasien kanker di Indonesia. Oleh karena itu penulis ingin meneliti profil data keterlambatan terapi pada pasien kanker yang dirujuk ke Departemen Radioterapi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta

Penelitian ini membahas aspek-aspek yang terkait dengan keterlambatan terapi akibat keterlambatan diagnostik pada pasien kanker dimana termasuk didalamnya adalah dampak dan penyebab keterlambatan penegakan diagnosis kanker.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana profil dari keterlambatan dokter dan sistem terhadap terapi kanker?

1.3 Batasan Penelitian

Dalam penulisan tesis penilitian ini, analisis penulis terfokus pada data pasien-pasien kanker yang terdapat di Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta dari bulan Mei – Agustus 2015.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mendapatkan data keterlambatan terapi karena keterlambatan dokter dan sistem pada pasien kanker yang dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN Cipto Mangunkususmo dari Mei-Agustus 2015

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mendapatkan data insiden keterlambatan terapi karena keterlambatan dokter dan sistem pada pasien kanker

2. Mengevaluasi faktor-faktor penyebab terjadinya keterlambatan dokter dan keterlambatan sistem

(17)

1.5 Manfaat Peelitian

1.5.1 Manfaat di bidang akademik

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai profil data insiden keterlambatan terapi karena keterlambatan dokter dan sistem pada pasien kanker

1.5.2 Manfaat di bidang Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian prospektif selanjutnya yang secara teoritis dapat memberikan kontribusi keilmuan mengenai penyebab terjadinya keterlambatan dokter dan sistem

1.5.3 Manfaat di bidang Pelayanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenani dampak dari keterlambatan terapi dikarenakan keterlambatan dokter dan sistem pada pasien kanker

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Kanker 2.1.1 Definisi

Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Terdapat lebih daripada 100 jenis kanker dan setiapnya diklasifikasi berdasarkan jenis sel yang terlibat. Sejalan dengan pertumbuhan dan kembang biaknya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya yang dikenal sebagai invasif. Di samping itu, sel kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening sehingga tumbuh kanker baru di tempat lain dan hasilnya adalah suatu kondisi serius yang sangat sulit untuk diobati.6

2.1.2 Epidemiologi

Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia (UICC) maupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, diperkirakan angka kejadian kanker di dunia meningkat 300 persen pada 2030, terutama di negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Di Indonesia, kanker menduduki peringkat keenam sebagai penyebab kematian dan sekitar 800.000 orang Indonesia terserang kanker setiap tahunnya. Berdasarkan WHO, jenis kanker tersering berbeda antara pria dan wanita di mana pada pria kanker yang sering adalah kanker paru, lambung, hepar, kolorektal, esofagus, dan prostat manakala pada wanita adalah kanker payudara, paru, lambung, kolorektal, dan serviks. Apabila penyakit ini dapat dideteksi pada tahap awal, maka lebih daripada separuh penyakit kanker dapat dicegah, bahkan dapat disembuhkan dan perlu redefinisi dalam pelayanan kesehatan dari pengobatan ke promosi dan preventif. Tetapi hasil diagnosis kanker menyatakan bahwa 80% penderita kanker ditemukan pada stadium lanjut yaitu stadium 3 dan stadium 4. Pada tahap ini kanker sudah menyebar ke bagian-bagian lain di dalam tubuh

(19)

sehingga semakin kecil peluang untuk sembuh dan pulih. Keadaan di atas menjadi salah satu penyebab meningkatnya penyakit kanker di Indonesia.1,2,6

2.1.3 Pertumbuhan Tumor

Pertumbuhan tumor primer dan metastasis menentukan perjalanan klinis penyakit kanker. Pertumbuhan Tumor akibat dari terganggunya homeostasis jaringan, didorong oleh kemampuan fungsional yang diperoleh selama pembentukan tumor. Kemampuan ini diperoleh dari kemampuan mengaktifkan sinyal pertumbuhan, ketidakpekaan terhadap sinyal anti - pertumbuhan, potensi proliferatif yang tidak terbatas, menghindari apoptosis, dan angiogenesis yang berkelanjutan. Kecepatan pertumbuhan atau tingkat pertumbuhan bervariasi antara semua tumor yang berbeda karena perbedaan dalam proliferasi sel dan hilangnya sel.7

2.2 Konsep Perilaku

Perilaku adalah segala sesuatu yang dapat dikerjakan oleh seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian perilaku secara umum adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan makhluk hidup, sedangkan menurut ensiklopedia Amerika perilaku adalah suatu aksi dan reaksi dari organisme terhadap lingkungannya. Departemen Kesehatan RI mendefinisikan perilaku sebagai respon individu terhadap suatu stimulus atau tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan, baik disadari maupun tidak disadari. Pada dasarnya perilaku dapat diamati dengan sikap dan tindakan seseorang, hal tersebut sejalan dengan pernyataan Robert Kwick (1974) bahwa perilaku merupakan tindakan atau perbuatan yang dapat diamati serta dapat dipelajari.8

Terdapat sebuah teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green pada tahun 1980, yang menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni fakto perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes). Menurut Green, faktor perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni :8

(20)

6

1. Faktor-faktor perdisposisi (predisposing faktors)

Faktor-faktor ini meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat maupun tenaga medis terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan lain sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk perilaku kesehatan misalnya : pemeriksaan payudara sendiri atau screening tes ginekologi bagi seorang wanita diperlukan pengetahuan dan kesadaran wanita tersebut tentang manfaat dari pemeriksaan tersebut. Disamping itu kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem penilaian masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat pasien tersebut untuk periksa screening dan berobat kanker. Misalnya kepercayaaan orang yang menganggap bahwa kanker tidak dapat disembuhkan akan membuat seseorang tersebut enggan memeriksakan dirinya dan berobat. Selain itu, faktor predisposisi juga dapat dipengaruhi oleh tenaga medis yang disebabkan oleh pengetahuan dan sikap tenaga medis tersebut terhadap penyakit kanker. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah atau faktor presdisposisi.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling faktors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : brosur/leaflet tentang kanker dan deteksi kanker secara dini, brosur/leaflet pemeriksaan SADARI, alat pemeriksaan IVA, alat pemeriksaan pap smear dan tenaga dokter umum yang terlatih dalam pemeriksaan sederhana penyakit kanker. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, poliklinik, dokter praktek swasta, fasilitas radiologi, fasilitas patologi klinik, fasilitas patologi anatomi, rumah sakit, dan sebagainya. Untuk berprilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya: pada perilaku pemeriksaaan kanker secara dini, pasien tidak hanya mengetahui dan sadar manfaat pemeriksaan kanker secara dini saja, melainkan pasien tersebut dengan mudah dapat memperoleh fasilitas kesehatan pemeriksaan kanker, misalnya : puskesmas, dokter praktek swasta, ataupun rumah sakit. fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya

(21)

perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing faktors)

Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku keluarga, masyarakat, pemerintah, dan para petugas kesehatan yang memperkuat perilaku kesehatan seseorang. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan dan dukungan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) sebagai dukungan dari para keluarga, masyarakat, pemerintah dan petugas kesehatan. Misalnya dukungan pemerintah dalam membantu perihal pembayaran fasilitas kesehatan dengan menggunakan asuransi BPJS saat ini.8

2.3 Keterlambatan Diagnosis

Diagnosis Kanker dapat ditegakkan dari skrining atau temuan secara tidak sengaja dari pemeriksaan akibat keluhan yang dirasakan pasien ketika bertemu dengan dokter. Keterlambatan diagnosis kanker dan efek keterlambatan diagnosis kanker saat ini masih menjadi suatu masalah yang kompleks dan masih diperdebatkan. Keterlambatan diagnosis dapat terjadi karena berbagai hal. Contohnya, ketika individu tersebut tidak mengenali tanda dan gejala kanker, ketika individu tersebut tidak mengikuti skrining kanker, ketika pelayanan skinning tidak menunjukan diagnosis kanker, ketika ditemukannya kanker tetapi tidak di tindaklanjuti terapinya, ketika individu tersebut mengenali gejala kanker tetapi tidak berobat ke dokter, atau ketika dokter gagal mendeteksi kanker dan telat dalam melakukan pengobatan.9

Keterlambatan diagnosis kanker adalah ketika seseorang yang memiliki kanker tidak diperiksa lebih lanjut atau tidak di rujuk untuk diperiksa lebih lanjut atau telah dilakukan pemeriksaan tetapi tidak dapat menegakkan diagnosis segera setelah diperiksa atau tidak terdiagnosa kanker setelah diperiksa atau ketika hasil pemeriksaan menunjukkan diagnosis yang positif tetapi tidak dibicarakan secara efektif dengan dokter yang berkompeten atau diagnosis kanker tersebut tidak ditindak lanjuti dan diterapi secara tepat.9

(22)

8

Keterlambatan diagnosis dapat terjadi dalam beberapa tahapan ketika dilakukannya perjalan penegakkan diagnosis kanker dan keterlambatan itu dapat terjadi oleh karena faktor dari pasien dan pelayanan kesehatan. Salah satu model yang terkenal yang menjelaskan tentang keterlambatan dibuat oleh Anderson pada tahun 1995. Model keterlambatan pasien ini menjelaskan bahwa terdapat enam tahapan yang mengakibatakan keterlambatan, yaitu dari pertama timbulnya gejala hingga pertama kalinya dimulai pengobatan. 10

Dari ke enam tahapan tersebut terdapat 5 faktor penyebab keterlambatan diagnosis kanker yaitu :

Appraisal Delay  Waktu keterlambatan seseorang dalam mengetahui atau mengenali gejala kanker

Illness Delay Waktu keterlambatan seseorang dalam membuat keputusan -untuk berobat

Behavioural Delay  Waktu keterlambatan seseorang dalam membuat perjanjian untuk berobat

Scheduling Delay  Waktu keterlambatan seseorang dari membuat perjanjian untuk berobat hingga datang untuk berobat

Treatment Delay  Waktu keterlambatan dalam menerima terapi kanker Dari kelima faktor penyebab keterlambatan diagnosis, empat diantaranya disebabkan oleh individu pasien tersebut dan yang kelima disebabkan oleh pelayanan kesehatan. Berikut ini adalah diagram model keterlambatan diagnosis menurut Anderson.

(23)

Gambar 2.1 Diagram keterlambatan pasien total11

Studi lain juga membahas mengenai keterlambatan diagnosis yang bukan hanya disebabkan oleh pasien tetapi juga karena disebabkan oleh pelayanan kesehatan primer dan sekunder. Hansen dkk, menjelaskan bahwa terdapat 3 faktor penyebab keterlambatan diagnosis kanker, yaitu :10

1. Patient Delay

2. Doctor Delay  Terjadi di pusat pelayanan kesehatan primer

3. Sistem Delay  Terjadi di pusat pelayanan sekunder atau Rumah Sakit Ketiga faktor tersebut digambarkan pada diagram dibawah ini.

(24)

10

Gambar 2.2 Diagram keterlambatan pada pasien kanker11

Pada penelitian ini, keterlambatan terapi didefinisikan sebagai periode waktu dimana timbul keluhan pertama pada pasien hingga mendapatkan terapi medis yang pertama kali lebih dari 90 hari. Hal ini berdasarkan oleh tiga studi yang mendapatkan bukti bahwa keterlambatan di atas tiga bulan secara signifikan menurunkan survival pada penderita kanker.12,13,14

Pemerintahan Departemen Kesehatan Inggris menetukan waktu tunggu pengobatan pada pasien yang dicurigai kanker untuk mendapatkan tes diagnosis yang cepat. Mereka membuat pedoman dengan dua jalur, yaitu :15

1. Pasien yang diduga menderita kanker dan segera dirujuk oleh dokter umum mereka tidak lebih dari 14 hari dan tidak boleh menunggu lebih dari 62 hari untuk untuk memulai pengobatan

2. Pasien yang telah baru didiagnosa menderita kanker, bukan melalui rujukan dokter umum harus memulai pengobatan mereka dalam 31 hari dari keputusan untuk mengobati.

(25)

Gambar 2.3 Pedoman alur waktu tunggu pasien kanker di Inggris15

2.3.1 Keterlambatan Pasien

Keterlambatan pasien secara umum dapat didefinisikan sebagai lama waktu setiap indvidu untuk memiliki kesadaran terhadap pertama kali gejala gejala timbul sebelum berkonsultasi dengan dokter. Beberapa literature menyatakan bahwa ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi keterlambatan pasien, yaitu :

- Mengenali gejala dan menginterprestasikan gejala tersebut - Faktor psikologisosial

- Faktor sosiodemografi ,

2.3.1.1 Faktor Pengenalan Gejala dan Interprestasi

Menurut Anderson, seseorang individu dalam menginterprestasikan gejala yang dirasakannya mempengaruhi keputusannya untuk mencari pertolongan medis. Dalam penelitiannya dikemukakan bahwa mengetahui gejala secara dini dapat mempengaruhi 60 % dari total keterlambatan pengobatan kanker pada wanita dengan payudara dan kanker ginekologi.10 Gejala yang dirasakan oleh pasien tersebut dapat spesifik dan non spesifik. Pada non spesifik gejala dapat disamarkan dengan kejadian sehari-hari seperti menopause, gangguan pencernaan dan usia tua. Menurut grunfeld, pada survei dari 996 wanita tentang pengetahuan kanker payudara menunjukkan bahwa benjolan payudara yang tidak nyeri secara luas dapat diinterprestasikan sebagai gejala yang signifikan untuk kemungkinan kanker.16

Seseorang yang tidak mengenali gejala kanker secara dini lebih mungkin untuk terjadinya menunda pengobatan daripada mereka yang melakukannya. Sebuah studi berbasis populasi penderita kanker payudara menemukan bahwa lebih dari setengah pasien tertunda mencari pengobatan dokter dalam kurun waktu lebih dari

(26)

12

sebulan karena mereka menganggap bahawa gejala mereka tidak berbahaya.17 Dalam contoh lain, 53% dari pasien dengan kanker mulut menunggu 31 hari sebelum berobat ke seorang praktisi kesehatan, dan 39% menunggu lebih dari tiga bulan karena mereka menganggap bahwa gejala mereka tidak terlalu berat.18

2.3.1.2 Faktor Psikologis dan Perilaku

Terdapat keterkaitan antara faktor psikologis dan perilaku mencari bantuan medis dalam halnya perawatan kesehatan. Kanker dapat dikaitkan dengan rasa sakit, penderitaan dan kematian. Dalam sebuah survei Cancer Research UK pada tahun 2007, kanker terbukti menjadi nomor satu angka ketakutan setelah penyakit Alzheimer, serangan jantung dan terorisme.9

Dalam beberapa penelitian, ketakutan dan kecemasan telah terbukti berdampak pada keterlambatan pasien. Dalam penelitian kualitatif oleh Smith et al., ketakutan akan kanker dan rasa malu diidentifikasi sebagai faktor kunci yang berkontribusi dalam penundaan pasien berobat ke praktisi kesehatan. Kecemasan dalam mengenali gejala kanker juga telah terbukti menghasilkan tertundanya pasien untuk berobat. Rasa bersalah dan rasa takut akan penilaian medis dianggap oleh Tromp dkk. sebagai dua faktor psikologis yang mungkin menjelaskan keterlambatan berobat pada pasien.9

2.3.1.3 Faktor Sosio-Demografis dan Etnisitas

Penelitian tentang hubungan antara faktor-faktor sosio-demografis dan keterlambatan pasien telah menunjukkan hasil yang beragam. Misalnya, Brouha dkk. tidak menemukan hubungan antara status perkawinan, situasi kehidupan (sendiri atau dengan keluarga), dan pendidikan atau pendapatandengan keterlambatan pasien untuk berobat pada kanker mulut atau faring. Sebuah tinjauan sistematis dari 54 studi menemukan sedikit bukti bahwa usia, jenis kelamin atau status sosial-ekonomi memiliki efek pada keterlambatan diagnosis kanker kolorektal. Hansen et al. menemukan bahwa wanita yang dipekerjakan dan mereka yang merokok mengalami keterlambatan lebih lama daripada wanita yang pensiun dan mereka yang tidak merokok.9

(27)

Usia diidentifikasi sebagai faktor sosio-demografis yang penting. Seseorang yang lebih tua telah telah terbukti sebagai faktor utama penundaan pasien untuk berobat. Pada kanker payudara, wanita yang lebih tua tidak hanya lebih berisiko berkembangnya penyakit, tetapi juga telah terbukti memiliki pengetahuan yang lebih sedikit tentang risiko kanker payudara dan gejala dan lebih mungkin untuk terjadinya penundaan untuk berobat ke pelayanan kesehatan.9

Penelitian tentang dampak dari faktor budaya dan etnis terhadap keterlambatan pasien telah mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keterlambatan pasien untuk datang berobat. Pemeriksaan Kanker payudara bisa sulit bagi wanita beragama Muslim. Hukum Islam melarang bertelanjang dan memaparkan dirinya di depan laki-laki lain selain suaminya. Kurangnya ketersediaan dokter perempuan dipandang sebagai pencegah bagi perempuan Muslim untuk mengakses layanan skrining payudara. Setelah dilakukannya intervensi budaya yang disesuaikan untuk wanita Israel-Arab, ternyata ditemukan perbaikan dalam jumlah wanita yang melakukan skrining kanker payudara.9

2.3.2 Keterlambatan Praktisi atau Penyedia Kesehatan

Keterlambatan praktisi atau penyedia kesehatan atau disebut juga keterlambatan dokter adalah interval antara konsultasi pertama dengan penyedia layanan kesehatan dan rujukan untuk tes diagnostik atau pelayanan dokter spesialis. Beberapa penulis menyebut fase ini keterlambatan sebagai keterlambatan perawatan kesehatan primer atau keterlambatan dalam praktek umum. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap keterlambatan penyedia atau praktisi kesehatan meliputi :9

Gejala yang tidak menunjukkan tanda keganasan; Tidak adanya pemeriksaan atau investigasi keganasan; Penyakit penyerta;

(28)

14

Dalam review sistematis oleh Mitchell et al., Keterlambatan penyedia layanan kesehatan yang berkaitan dengan misdiagnosis awal dan kurangnya pemeriksaan oleh dokter, adalah temuan yang paling sering terjadi terkait dengan keterlambatan rujukan.9

Sebuah studi wanita dengan didiagnosis kanker ovarium melaporkan bahwa dokter umum tidak menyelidiki gejala mereka secara menyeluruh atau mengkaitkan gejala mereka sebagai penyebab penyakit non-kanker dan mengobati sebagai penyakit non-kanker.19 Dalam studi terpisah dari 132 wanita dengan kanker ovarium yang disurvei oleh sebuah grup peneliti kanker ovarium, lebih dari 60% dokter umum kesulitan dalam penegakkan diagnosis dan lebih dari sepertiga pasien wanita tersebut mengunjungi dokter mereka dengan gejala yang sama antara tiga sampai lima kali. Hampir dua-pertiga dari pasien perempuan tersebut menyatakan bahwa GP tidak memeriksa masalah gejala mereka secara serius. Hasil tes negatif yang tidak meyakinkan atau hasil tes yang salah juga telah dipandang sebagai faktor penyebab keterlambatan.

Data dari Survei Nasional NHS pasien kanker, menemukan bahwa pasien yang tidak datang ke dokter umum mereka untuk penegakkan diagnosis memiliki keterlambatan lebih pendek di semua enam kelompok kanker, dibandingkan dengan mereka yang datang ke dokter umum. Penyakit penyerta dapat berkontribusi dalam keterlambatan dokter umum dalma menghubungkan gejala dengan penyakit yang ada. Dalam sebuah penelitian kanker paru-paru, penyakit penyerta menunda diagnosis di lebih dari 20% pasien. Namun, penyakit penyerta juga telah membuat seorang dokter umum untuk segera merujuk ke dokter spesialis.20

Karakteristik pasien juga telah diidentifikasi memiliki pengaruh pada keterlambatan penyedia dan praktisi kesehatan. Hanson et al. menemukan bahwa pasien pria mengalami keterlambatan dokter lebih lama dibandingkan dengan wanita. Mitchel dkk. mengulas keterlambatan pada pasien kanker kolorektal dan menemukan bahwa orang yang lebih tua, orang-orang dari kelas sosial yang lebih tinggi dan kelompok sosial-ekonomi yang lebih tinggi lebih cepat dirujuk, meskipun temuan itu tidak membahas mengenai gender.

(29)

2.3.3 Keterlambatan Sistem

Keterlambatan sistem mengacu pada interval antara rujukan dan diagnosis pasti atau pengobatan. Keterlambatan sistem ini termasuk waktu tunggu untuk pemeriksaan lebih lanjut pada pelayanan kesehatan sekunder atau RS dan administrasi. Dibawah ini adalah beberapa faktor yang berkontribusi terhadap keterlambatan sistem yang meliputi :9

• Waktu tunggu untuk pemeriksaan lebih lanjut; • Waktu tunggu untuk terapi;

• Keterlambatan administrasi dalam penindak lanjutan diagnosis atau terapi Di inggris, departemen kesehatan memiliki komitmen yang kuat untuk memastikan bahwa pasien dengan dugaan kanker dirujuk oleh seorang spesialis dalam waktu dua minggu. Namun, tidak semua pasien dengan kanker dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut atau konsultasi.9

Dalam studi Bjerager dkk tentang keterlambatan diagnostik untuk pasien kanker paru-paru, ditemukan bahwa waktu tunggu untuk pemeriksaan lebih lanjut merupakan penyebab utama terjadinya penundaan. Delay sistem ini berkisar dari satu sampai 57 hari, dengan rata-rata 14 hari, dan terutama karena waktu tunggu untuk rontgen dada. Dalam penelitian ini di temukan adanya penundaan sebesar 11% dari pasien kanker paru-paru yang menunggu sampai tujuh bulan untuk berkonsultasi dengan dokter lagi.20

Davies dkk. menggunakan audit klinis, dengan data kualitatif dari pasien dan dokter untuk mengidentifikasi faktor kemungkinan keterlambatan rujukan untuk pasien kanker kolorektal. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar faktor keterlambatan rujukan adalah karena masalah dengan komunikasi, informasi dan dukungan tentang diagnosis.9

(30)

16

2.4 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

Keterlambatan Dokter dan Sistem

Keterlambatan Dokter

Keterlambatan

Rujukan

Keterlambatan Sistem

Keterlambatan

Diagnosis

Keterlambatan

Tindakan

Pengobatan

Keterlambatan Terapi Keterlambatan Dokter dan Sistem Faktor Pemungkin :

- Fasilitas penunjang diagnostik - Fasilitas Pelayanan Terapi - Fasilitas Penunjang Terapi

Faktor Pendukung : - Tenaga Medis (sikap, komunikasi & pengetahuan) - Jumlah Tenaga Medis

(31)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik untuk mengetahui data insiden keterlambatan terapi karena doctor delay dan sistem delay pada pasien kanker dan hubungan antara beberapa variabel dengan menggunakan desain potong lintang pada pasien kanker di Departemen Radioterapi RSCM.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mulai bulan Desember 2015 sampai Januari 2016

3.3. Populasi Penelitian

Populasi target adalah seluruh pasien kanker yang dirujuk ke Departemen Radioterapi RSCM. Populasi terjangkau adalah seluruh pasien kanker baru yang dikirim untuk menjalani terapi radiasi di Departemen Radioterapi RSCM dalam kurun waktu Mei 2015 sampai Agustus 2015

3.4. Pemilihan Sampel

Subyek penelitian diambil dengan metode retrospektif dari catatan rekam medis serta data pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan kriteria inklusi.

3.5. Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui wawancara dengan pasien dengan menggunakan kuesioner sebagai kelengkapan data dari rekam medik. Kuesioner terdiri dari 4 bagian dengan total 16 pertanyaan. Bagian pertama tentang pertanyaan demografis dan sosioekonomi, bagian kedua tentang riwayat penyakit, bagian ketiga tentang perjalanan rujukan, dan bagian keempat tentang perjalanan penegakkan diagnosis dan terapi.

(32)

18

3.6. Besar Sampel

Karena penelitian ini menggunakan metode total sampling, maka jumlah sampel didapat secara kolektif berdasarkan data rekam medik dalam kurun waktu Mei 2015 sampai Agustus 2015

3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.7.1. Kriteria Inklusi

1. Seluruh kasus kanker yang dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN-CM (diagnosis ditegakkan berdasarkan patologi anatomi) dari Mei 2015 sampai dengan Agustus 2015

2. Pasien BPJS 3.7.2. Kriteria Eksklusi

1. Data rekam medis yang tidak dapat ditelusuri

2. Pasien dengan diagnosis tumor jinak atau bukan keganasan 3. Pasien residif

3.8. Alur penelitian

Pengumpulan Data Rekam Medis pasien Kanker

Pemilihan pasien sesuai Kriteria Inklusi

Pencacatan data karakteristik pasien kanker

Melakukan wawancara pasien dengan Kuesioner

Analisa Data

Pemilihan pasien sesuai Kriteria Eksklusi

(33)

3.9. Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan dokter dan sistem seperti periode waktu rujukan dari pelayan kesehatan primer atau dokter umum ke RS atau dokter spesialis dan periode waktu penegakkan diagnosis hingga dimulainya terapi pertama. Sedangkan variabel terikat adalah keterlambatan terapi.

3.10. Definisi Operasional Penelitian

Gambar 3.1 Alur pengobatan penderita kanker Keterangan:

a : Pasien pertama kali muncul keluhan b : Pasien pertama kali datang ke dokter c : Pasien didiagnosis kanker

d : Mulainya terapi kanker

b-b’ : Periode waktu dari pasien pertama kali datang ke dokter umum sampai pasien dirujuk ke dr. spesialis atau RS Sekunder

b-c/b’-c : Periode waktu dari pertama kali pasien datang ke dokter sampai pasien didiagnosis kanker

c-d : Periode waktu dari pasien didiagnosis kanker sampai pasien mendapatkan terapi medis

b-d : Peridoe waktu antara pasien pertama kali datang ke dokter sampai mendapatkan terapi medis

a b c

b’

(34)

20

Keterlambatan dokter dan sistem didefinisikan sebagai periode waktu dimana pasien melakukan konsultasi medis pertama hingga mendapatkan terapi medis definitif yang pertama kali lebih dari 90 hari. Keterlambatan dokter dan sistem dibagi menjadi 2, yaitu :

Keterlambatan Dokter yang disebut sebagai Keterlambatan Rujukan, didefinisikan sebagai durasi waktu untuk mendapatkan rujukan yang dihitung dari waktu pertama kali pasien datang ke dokter umum atau pelayanan kesehatan primer sampai akhirnya pasien mendapatkan rujukan ke dokter spesialis atau RS lebih dari 30 hari.

Peneliti menggunakan waktu 30 hari sebagai batas keterlambatan rujukan berdasarkan penelitian yang dilakukan Djatmiko dkk. yang juga menetukan waktu 30 hari untuk keterlambatan rujukan pada penelitiannya.5

Keterlambatan Sistem dibagi menjadi 2, yaitu :

o Keterlambatan Diagnosis didefinisikan sebagai durasi waktu antara rujukan atau pertama kali datang ke dokter spesialis samapai dengan penegakkan diagnosis lebih dari 30 hari

o Keterlambatan Tindakan Pengobatan didefinisikan sebagai durasi waktu antara penegakkan diagnosis hingga terapi kanker pertama kali lebih dari 30 hari.

Pada penelitian ini dikatakan adanya keterlambatan sistem apabila terdapat keterlambatan diagnosis lebih dari 30 hari dan/atau terdapat keterlambatan tindakan pengobatan lebih dari 30 hari. Hal ini berdasarkan pada protocol departemen kesehatan inggris yang yang dipakai di inggris untuk menentukan batasan maksimal keterlambatan terapi.15

Rumah sakit sekunder adalah Rumah sakit yang terdapat dokter spesialis dan sedikit dokter subspesialis (khususnya ahli onkologi) dan keterbatasan pemeriksaan penunjang sehingga minimnya untuk penegakkan dan terapi kanker. Sedangkang rumah sakit tersier adalah rumah sakit yang terdapat seluruh dokter spesialis dan subspesialis (khususnya ahli onkologi) dan terdapatnya pemeriksaan penunjang yang lengkap untuk penegakkan dan terapi kanker.

(35)

3.11. Rencana Analisis

Data penelitian diperoleh dari kuesioner dan data rekam medis yang dikumpulkan dan dilakukan entry dan coding data dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package for the Social Science (SPSS) Versi 16.0 untuk melakukan perhitungan deskriptif. Analisis statistik dilakukan dengan univariate dan multivariate logistic regression untuk mendapatkan odds ratio (OR). Hubungan antara faktor-faktor yang berkaitan dengan keterlambatan dokter dan sistem dianalisis p value dan interval kepercayaan 95% (IK 95%). Data akan disajikan dalam bentuk teks, tabel dan grafik.

3.12. Etika Penelitian

Mengajukan Ethical Clearance ke bagian Komite Etik Penelitian FKUI-RSCM. Pengambilan data diambil secara anonim dengan cara menghilangkan nama-nama subjek yang terdapat pada data hasil kuesioner. Semua data yang dibuat berkaitan dengan individu dilakukan secara rahasia dan tidak akan dipindah tangankan ke pihak lain.

(36)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Selama periode bulan Mei sampai Agustus 2015 didapatkan 294 pasien baru yang dikonsulkan ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Dari 294 pasien, seluruh pasien telah memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan ke dalam data penelitian setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari pasien. Dari seluruh sampel, pasien dengan jenis kelamin perempuan merupakan yang terbesar yaitu sebanyak 210 orang (71,4%). Rentang usia yang paling sering dijumpai pada sampel ini adalah 36-50 tahun, yaitu sebanyak 132 pasien (44,9%) dan 177 pasien (60,2%) berasal dari luar Jakarta. Karakteristik pasien disajikan pada table 4.1

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian

Jumlah (n = 294) % Jenis kelamin Laki-laki 84 28,6 Perempuan 210 71,4 Usia ≤ 17 tahun 12 4,1 18-35 tahun 34 11,6 36-50 tahun 132 44,9 51-65 tahun 99 33,7 65 tahun 17 5,8 Status pernikahan Menikah 270 91,8 Belum menikah 24 8,2 Tempat tinggal DKI Jakarta 117 39,8

Luar DKI Jakarta 177 60,2

Pendidikan Tidak/belum sekolah 14 4,8 SD 70 23,8 SLTP 77 26,2 SLTA 74 25,2 Diploma 40 13,6 S1 19 6,5 Pekerjaan Tidak/belum bekerja 27 9,2

Ibu rumah tangga 141 48,0

Wiraswasta 15 5,1

Karyawan swasta 81 27,6

Sopir 12 4,1

Pensiunan 5 1,7

(37)

Bila digambarkan secara keseluruhan subjek penelitian dengan keterlambatannya sesuai dengan masing-masing jenisnya didapatkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2 Profil keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis dan keterlambatan tindakan pengobatan (> 30 hari)

Keterlambatan (>30 hari) n % Terlambat Rujukan (KR) Diagnosis (KD) Tindakan Pengobatan (KTP) Rujukan-Diagnosis (KR-KD) Rujukan-Tindakan Pengobatan (KR-KTP) Diagnosis-Tindakan Pengobatan (KD-KTP) Rujukan-Diagnosis-Tindakan Pengobatan (KR-KD-KTP) Total 8 32 121 2 7 43 1 214 2,7 10,9 41,1 0,7 2,3 14,6 0,4 72,7 Tidak Terlambat

Tidak Terlambat Rujukan-Diagnosis-Tindakan Pengobatan Total 80 80 27,3 27,3 TOTAL 294 100

Gambar 4.1 Diagram hubungan keterlambatan rujukan, keterlambatan dokter dan

keterlambatan tindakan pengobatan (n=214). (KR=keterlambatan rujukan, KD=keterlambatan diagnosis, KTP=keterlambatan tindakan pengobatan)

KR

8 (2,7%) 7 (2,4%) KTP-KD

KD

32 (10,8%) KTP 121 (41.1%) KR-KTP KD-KR KD-KR-KTP 2 (0,7%) 1 (0,3%) 43 (14,6%)

(38)

24

Dari 294 pasien, terdapat 214 orang (214/294; 72,7%) yang mengalami keterlambatan baik keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis, keterlambatan tindakan pengobatan. Hanya terdapat 80 orang pasien yang sama sekali tidak terlambat baik pada saat dirujuk, saat diagnosis, ataupun tindakan pengobatan (80/294; 27,3%). (Tabel 4.2)

Dari 214 pasien yang mengalami keterlambatan didapatkan 18 orang pasien (18/214; 8,4%) terlambat dirujuk (KR=8; KR-KD=2; KR-KTP=7; KR-KD-KTP=1; ∑=18), 78 orang pasien (78/214; 36,4%) terlambat didiagnosis (KD=32; KD-KR=2; KD-KTP=43; KD-KR-KTP=1; ∑=78), dan 172 pasien (72/214; 80,3%) terlambat dilakukan tindakan pengobatan (KTP=121; KR=7; KTP-KD=43; KTP-KR-KD=1; ∑=172). (Gambar 4.1)

4.1 Keterlambatan Dokter

Dari 294 pasien didapatkan profil tempat berobat medis kunjungan pertama kali keluhan muncul.

Tabel 4.3 Profil kunjungan pertama ke pelayanan kesehatan (n=294)

Lokasi Berobat Tidak Terlambat n (%) Terlambat n (%) Total n (%)

Pelayanan Kesehatan Primer 44 (14,9) 18 (6,1) 62 (21)

Rumah Sakit 232 (79) - 232 (79)

Total 276 18 294(100)

Berdasarkan tabel 4.3 lebih banyak pasien yang berobat ketika pertama kali keluhan muncul ke Rumah sakit (232 pasien) dibandingkan berobat ke pelayanan kesehatan primer. Dari 62 pasien yang dirujuk dari pelayanan kesehatan primer didapatkan 18 pasien (18/62; 29%) mengalami keterlambatan rujukan.

Pada penelitian ini, didapatkan data pasien yang memiliki durasi waktu antara pertama kali berobat ke dokter umum dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit atau Dokter Spesialis lebih dari 30 hari dengan keterangan sebagai berikut.

(39)

Tabel 4.4 Profil keterlambatan rujukan

Keterlambatan Rujukan (n=18) n %

Alasan Keterlambatan Rujukan

Dikatakan bukan Keganasan 18 100

Min = 37 hari Max = 120 hari Median = 60 hari

Lokasi Kanker

Ginekologi (n=116) Kepala dan Leher (n=63) Payudara (n=47)

Gastrointestinal (n=13) Paru dan mediastinum (n=8) Susunan Saraf Pusat (n=14) Kelenjar Getah bening (n=8)

Asal Rujukan Klinik Puskesmas RS 7 4 1 2 2 1 1 11 7 0 39 22,3 5,5 11,1 11,1 5,5 5,5 61,1 38,9 0

Pada table 4.4 dikatakan bukan suatu keganasan merupakan alasan utama pada seluruh keterlambatan rujukan (n=18; 100%). Berdasarkan lokasi kanker, terjadi keterlambatan rujukan paling banyak pada kasus paru dan mediastinum (25%) dan paling sedikit pada payudara (2,3 %). Berdasarkan asal rujukan, semua keterlambatan rujukan terjadi pada pelayanan kesehatan primer (100%) dimana terjadi pada 11 pasien yang berobat pertama kali ke klinik dokter umum (61,1%) dan 7 pasien yang berobat pertama kali ke puskesmas (38,9 %). Tidak ada keterlambatan rujukan yang terjadi pada rumah sakit..

4.2 Keterlambatan Sistem

Pada penelitian ini didapatkan data profil keterlambatan sistem yang terdiri dari keterlambatan diagnosis dimana durasi antara pasien datang ke Rumah Sakit atau dr.Spesialis hingga akhirnya terdiagnosa lebih dari 30 hari dan keterlambatan tindakan pengobatan dimana durasi antara terdiagnosisnya pasien hingga dilakukan pertama kali terapi lebih dari 30 hari.

(40)

26

Table 4.5 Profil keterlambatan diagnosis dan keterlambatan tindakan pengobatan berdasarkan RSCM dan Non-RSCM

Tidak Terlambat n (%) Terlambat n (%) Total n (%) Diagnosis RSCM 83 (28,2) 38 (13)ss 121 (41,2) Non-RSCM 133 (45,2) 40 (13,6) 173 (58,8) 216 (73,5) 78 (26,5) 294 (100) Tindakan Pengobatan RSCM 88 (30) 106 (36)ss 194 (66) Non-RSCM 34 (11,6) 66 (22,4) 100 (34) 122 (41,5) 172 (58,5) 294 (100)

Dari table 4.5 didapatkan 78 pasien (78/294; 26,5%) mengalami keterlambatan diagnosis, dimana 38 pasien mengalami keterlambatan diagnosis di RSCM. Sedangkan pada keterlambatan tindakan pengobatan didapatkan 172 pasien (172/294; 58,5%) mengalami keterlambatan tindakan pengobatan, dimana 106 pasien mengalami keterlambatan tindakan pengobatan di RSCM.

Tabel 4.6 Profil keterambatan diagnosis

Keterlambatan Diagnosis n=78 % Imaging

Ginekologi Kepala dan Leher Payudara Lainnya 4 26 5 12 8,5 55,3 10,6 25,5 Alasan Waktu Tunggu 47 100 Lokasi Non-RSCM RSCM 24 23 51 49 PA Ginekologi Kepala dan Leher Payudara Lainnya 14 7 4 6 45,1 22,6 12,9 19,3 Alasan Waktu tunggu

Hasil belum menemukan keganasan

24 7 77,4 22,6 Lokasi Non-RSCM RSCM 16 15 51,6 48,4

(41)

Pada penelitian ini ditemukannya keterlambatan diagnosis karena imaging paling banyak pada pasien kanker kepala dan leher, yaitu sebanyak 26 orang (26/47; 55,3%) karena waktu tungggu antrian imaging. Pada keterlambatan diagnosis karena PA ditemukan paling banyak pada pasien kanker ginekologi sebanyak 14 orang (14/31; 45,1%). Keterlambatan diagnosis terjadi dengan alasan waktu tunggu pada 24 orang dan hasil yang belum ditemukan keganasan 7 orang. (Tabel 4.6)

Tabel 4.7 Profil keterlambatan tindakan pengobatan

Keterlambatan Tindakan Pengobatan n=172 % Operasi

Ginekologi Kepala dan Leher Payudara Lainnya 12 14 18 19 19 22,2 28,6 30,2 Alasan Waktu Tunggu 63 100 Lokasi Non-RSCM RSCM 21 42 33,3 66,7 Kemoterapi Ginekologi Kepala dan Leher Payudara Lainnya 1 9 7 8 4 36 28 32 Alasan Waktu tunggu 25 100 Lokasi Non-RSCM RSCM 9 16 36 64 Radiasi Ginekologi Kepala dan Leher Payudara Lainnya 61 13 3 7 72,6 15,5 3,6 8,3 Alasan Waktu tunggu 84 100 Lokasi Non-RSCM RSCM 36 48 42,9 57,1

Pada table 4.7 ditemukan 63 pasien mengalami keterlambatan tindakan pengobatan pada operasi, 25 pasien pada kemoterapi dan 84 pasien pada radiasi.

(42)

28

Pada operasi ditemukan keterlambatan tindakan pengobatan paling tinggi pada kasus kanker payudara (28,6 %) dibandingkan kasus kanker ginekologi dan kepala dan leher. Keterlambatan tindakan pengobatan pada kemoterapi ditemukan paling banyak pada kasus kepala dan leher (36%). Sedangkan pada keterlambatan tindakan pengobatan pada radiasi ditemukan paling banyak pada kasus kanker ginekologi (72,6%). Waktu tunggu merupakan alasan utama terjadinya keterlambatan tindakan pengobatan pada seluruh kasus. Keterlambatan tindakan pengobatan paling banyak terjadi di RSCM.

4.3 Keterlambatan Dokter dan Sistem

Pada penelitian ini didapatkan data pasien yang mengalami keterlambatan dokter dan sistem dimana durasi antara pasien pertama kali ke dokter hingga dapat terapi kanker pertama kali lebih dari 90 hari.

Gambar 4.2 Keterlambatan dokter dan sistem (> 90 hari) pada pasien kanker yang

berobat di Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei-Agustus 2015

Dari 294 pasien didapatkan 132 pasien (45%) mengalami Keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari) dan 162 pasein (55%) tidak mengalami keterlambatan terapi (<90 hari) (Gambar 4.2)

Tidak ada keterlambatan Dokter dan Sistem Keterlambatan Dokter dan Sistem 45 %

(43)

Tabel 4.8 Hubungan keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis, dan keterlambatan tindakan pengobatan terhadap keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari)

Keterlambatan Tidak Terlambat n (%) (≤90 hari) Terlambat n (%) (>90 hari) Total n (%) Terlambat (n=214) KR 2 (1) 6 (2,8) 8 (3,7) KD 27(12,6) 5 (2,4) 32 (15) KTP 52(24,2) 69 (32,2) 121(56,5) KR-KD - 2 (1) 2 (1) KR-KTP - 7 (3,3) 7 (3,3) KD-KTP 1(0,5) 42 (19,5) 43 (20) KR-KD-KTP - 1 (0,5) 1 (0,5) Total 82 (38,3) 132 (61,7) 214(100)

Ket : KR=Keterlambatan Rujukan, KD=Keterlambatan Diagnosis, KTP=Keterlambatan Tindakan Pengobatan

Adapun yang signifikan secara keseluruhan disebut keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari) terdapat pada 132 orang pasien (132/214; 61,7%) dari seluruh pasien yang pernah mengalami keterlambatan atau 45 % (132/294) dari seluruh subjek yang diteliti. Apabila dilihat dari pengaruh keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis, dan keterlambatan tindakan pengobatan terhadap keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari) maka didapatkan 6 pasien (6/8; 75%) yang mengalami keterlambatan rujukan saja juga mengalami keterlambatan dokter dan sistem, 5 pasien (5/32; 15,7%) yang mengalami keterlambatan diagnosis saja juga mengalami keterlambatan dokter dan sistem, dan 69 pasien (69/121; 57%) yang mengalami keterlambatan tindakan pengobatan saja juga mengalami keterlambatan dokter dan sistem. Selain itu didapatkan bahwa apabila pasien tersebut mengalami 2 atau 3 faktor keterlambatan baik keterlambatan rujukan, diagnosis, dan tindakan pengobatan maka hampir 100% pasien tersebut mengalami keterlambatan dokter dan sistem. (Tabel 4.8)

(44)

30

Tabel 4.9 Faktor-faktor keterlambatan dokter dan sistem pada pasien kanker

Tidak Terlambat (n = 162) n (%) (<90 hari) Terlambat (n = 132) n (%) (>90 hari) Total (n = 294) n (%) Keterlambatan

Rujukan Uji

Chi-square p 0,0001 Tidak 160 (98,8) 116 (87,9) 276 (93,9)

Ya 2 (1,2) 16 (12,1) 18 (6,1)

Keterlambatan

Diagnosis Uji

Chi-square p 0,0001 Tidak 134 (82,7) 82 (62,1) 216 (73,5)

Ya 28 (17,3) 50 (37,9) 78 (26,5)

Keterlambatan

Tindakan Pengobatan Uji

Chi-square p 0,0001 Tidak 109 (67,3) 13 (9.8) 122 (41,5)

Ya 53 (32,7) 119 (90,2) 172 (58,5)

Analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara faktor keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis, dan keterlambatan tindakan pengobatan dengan keterlambatan dokter dan sistem pada pasien kanker yang berobat di Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Mei - Agustus 2015. (Tabel 4.9)

Gambar 4.3 Keterlambatan terapi berdasarkan lokasi anatomi kanker

0 20 40 60 80 100 120 140

Gastro Intestinal Ginekologi Kepala dan Leher Kulit Kelenjar Getah Bening Mata Paru & Mediastinum Payudara Susunan Saraf Pusat Tulang & Jaringan Lunak Urinarius

Keterlambatan Dokter dan Sistem Berdasarkan Lokasi Anatomi Kanker

(45)

Dari 294 pasien, sebagian besar lesi kanker berdasarkan lokasi anatomi paling banyak berada di organ reproduksi wanita/ginekologi (39,4%), kepala dan leher (21,4%), dan Payudara (15,9%). Dari gambar diatas terlihat hampir 50% pasien ginekologi dan kepala dan leher mengalami keterlambatan dokter dan sistem. (Gambar 4.3)

Tabel 4.10 Hubungan antara stadium pada 3 jenis kanker dengan keterlambatan dokter dan sistem Stadium Kanker Tidak Terlambat n (%) (<90 hari) Terlambat n (%) (>90 hari) Total n (%) Kanker Serviks Uji Mann-Whitney p = 0,049 IB1 2 (3,7) 2 (3,7) 4 (3,7) IB2 0 2 (3,7) 2 (1,9) IIA 2 (3,7) 0 (0) 2 (1,9) IIB 10 (18,5) 17 (31,4) 27 (25,0) IIIA 1 (1,8) 1 (1,8) 2 (1,9) IIIB 29 (53,7) 32 (59,2) 61 (56,5) IVA 9 (16,6) 0 (0) 9 (8,3) IVB 1 (1,8) 0 (0) 1 (0,9) Total 54(100) 54 (100) 108 (100) Kanker Payudara Uji Mann-Whitney p = 0,972 IIA 4 (13,8) 3 (17,6) 7 (15,2) IIB 6 (20,7) 2 (11,7) 8 (17,4) IIIA 8 (27,5) 4 (23,5) 12 (26,1) IIIB 7 (24,1) 8 (47) 15 (32,6) IIIC 4 (13,8) 0 (0) 4 (8,7) Total 29(100) 17(100) 46 (100) Kanker Nasofaring II 1 (9,1) 3 (15) 4 (12,9) Uji Mann-Whitney p = 0,699 III 3 (27,2) 8 (40) 11 (35,5) IVA 4 (36,3) 2 (10) 6 (19,4) IVB 3 (27,2) 7 (35) 10 (32,3) Total 11 (100) 20 (100) 31 (100)

Didapatkan hubungan yang signifikan antara stadium kanker dengan keterlambatan dokter dan sistem pada 108 pasien penderita kanker serviks (P=0,049). Pasien yang mengalami keterlambatan dokter dan sistem lebih banyak pada pasien dengan stadium lanjut pada ketiga jenis kanker diatas. (Tabel 4.10)

(46)

32

Tabel 4.11 Durasi waktu seluruh pasien (n = 294)

Interval waktu berobat Minimum Maksimum Median

Dari pertama kali melakukan konsultasi medis hingga dirujuk

1 hari 120 hari 15 hari

Dari waktu pasien datang ke dokter hingga didiagnosis

Dari pasien didiagnosis hingga pasien mendapatkan terapi 7 hari 7 hari 150 hari 180 hari 30 hari 45 hari

Dari pertama kali melakukan konsultasi medis hingga mendapatkan terapi

21 hari 225 hari 90 hari

Dari table 4.11 menunjukkan durasi waktu seluruh pasien berobat (n=294) dimana didapatkan nilai median ½ bulan dari durasi rujukan, nilai median 1 bulan dari durasi penegakkan diagnosis, serta nilai median 1½ bulan dari durasi dilakukannya tindakan pengobatan. Secara keseluruhan didapatkan nilai median 3 bulan dari pertama kali melakukan konsultasi medis hingga mendapatkan tindakan pengobatan.

Tabel 4.12 Durasi waktu pasein yang mengalami keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari) (n=132)

Interval waktu berobat Minimum Maksimum Median

Dari pertama kali melakukan konsultasi medis hingga dirujuk

7 hari 120 hari 15 hari

Dari waktu pasien datang ke dokter hingga didiagnosis

Dari pasien didiagnosis hingga pasien mendapatkan terapi 7 hari 7 hari 150 hari 180 hari 30 hari 60 hari

Dari pertama kali melakukan konsultasi medis hingga

mendapatkan terapi (Keterlambatan

Dokter dan Sistem)

97 hari 225 hari 120 hari

Dari seluruh pasien yang mengalami keterlambatan dokter dan sistem (n=132) didapatkan nilai median ½ bulan dari pertama kali melakukan kosultasi medis hingga dirujuk, nilai median 1 bulan dari waktu pasien datang ke dokter hingga didiagnosis, serta nilai median 2 bulan dari pasien didiagnosis hingga mendapatkan terapi. Secara keseluruhan didapatkan nilai median 4 bulan dari pertama kali melakukan konsultasi medis hingga mendapatkan terapi. (Tabel 4.12)

(47)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Keterlambatan Terapi akibat Keterlambatan Dokter dan Sistem pada Pasien Kanker yang Dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Periode Mei-Agustus 2015

Pada penelitian ini membagi keterlambatan terapi akibat faktor-faktor yang berasal dari dokter dan sistem. Keterlambatan dokter itu sendiri merupakan keterlambatan akibat lamanya rujukan yang durasi waktu keterlambatannya dihitung dari mulai dari pasien datang berobat ke dokter atau pelayanan kesehatan primer atau RS Sekunder (dokter spesialis) hingga akhirnya dirujuk ke RS Tersier atau Dokter subspesialis (>30 hari).

Keterlambatan sistem terbagi menjadi dua, yaitu keterlambatan diagnosis dan Keterlambatan tindakan pengobatan. Pada keterlambatan diagnosis merupakan keterlambatan akibat lamanya penegakkan diagnosis yang durasi waktu keterlambatannya dihitung mulai dari pasien datang berobat hingga ditegakkannya diagnosis berdasarkan PA atau imaging (>30 hari). Sedangkan pada Keterlambatan tindakan pengobatan merupakan akibat lamanya dimulainya terapi kanker yang durasi waktu keterlambatannya dihitung mulai dari tegaknya diagnosis hinga pasien menerima terapi definitif yang dapat berupa operasi, kemoterapi atau radiasi (>30 hari).

Sampel penelitian didapatkan dari pasien baru yang dirujuk ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo sebesar 294 pasien. 210 pasien berjenis kelamin perempuan dengan 141 pasien perempuan berprofesi ibu rumah tangga. Dari seluruh pasien didapatkan median usia berkisar 36-50 tahun.

Pada penelitian ini, didapatkan 214 orang pasien (72,7%) mengalami keterlambatan baik keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis ataupun keterlambatan tindakan pengobatan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan keterlambatan dokter dan sistem (>90 hari). Dan hanya terdapat 80 orang pasien (27,3%) yang sama sekali tidak terlambat baik pada saat dirujuk, saat diagnosis,

(48)

34

ataupun tindakan pengobatan. Ditemukan pula keterlambatan paling tinggi pada keterlambatan tindakan pengobatan (172/214; 80,3%).

Keterlambatan pada terapi kanker dapat mempengaruhi angka kesintasan pasien. Hal ini ditemukan pada penelitian retrospektif smith et al. pada 8860 pasien kanker payudara dewasa muda yang menghubungkan antara durasi waktu terapi dengan kesintasan pasien yang menenemukan bahwa durasi terapi yang lebih panjang (>6 minggu) menurunkan angka kesintasan dibandingkan dengan durasi terapi yang lebih pendek (5 tahun kesintasan; > 6 minggu vs < 6 minggu = 80% vs 90%).21

Dari 294 pasien kanker yang berobat ke Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkususmo pada periode bulan Mei sampai Agustus 2015, didapatkan 132 pasien (45%) yang mengalami keterlambatan dokter dan sistem dimana pasien tersebut tidak mendapatkan terapi kanker dalam kurun waktu lebih dari 90 hari dari pertama kali pasien datang ke dokter.

Hasil ini berbeda dengan yang ditemukan oleh Yurdakul pada penelitian retrospektif keterlambatan terapi pada pasien kanker paru non small cell yang juga membagi keterlambatan terapi menjadi keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis dan Keterlambatan tindakan pengobatan. Yurdakul et al menemukan sekitar 67,3 % pasien mengalami keterlambatan terapi.22 Hal ini bisa terjadi karena pada penelitiannya menggunakan batasan waktu 6 minggu sebagai definisi keterlambatan terapi total.

Menurut William et al. pada sistematic review 33 studi mengenai keterlambatan terapi pada kanker payudara menemukan bahwa pendeteksian dini diagnosis dan dimulainya tindakan pengobatan kurang dari 90 hari dapat meningkatkan kesintasan dan kebebasan penyakit.23

Keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis dan keterlambatan tindakan pengobatan berpengaruh terhadap keterlambatan terapi (>90 hari) secara keseluruhan. Hal ini ditemukan pada penelitian ini dimana apabila terdapat 2 atau 3 faktor keterlambatan baik keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis atau

(49)

keterlambatan tindakan pengobatan maka akan terjadi keterlambatan terapi (>90 hari)

Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis dan keterlambatan tindakan pengobatan dengan keterlambatan terapi pada pasien yang berobat di Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (p<0,05).

Hasil ini juga ditemukan pada salah satu studi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Yurdakul et al. Pada penelitian prospektifnya terhadap 1016 pasien penderita kanker paru non small cell yang membagi keterlambatan terapi total menjadi keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis, dan keterlambatan tindakan pengobatan. Pada penelitiannya mendapatkan hasil bahwa keterlambatan rujukan, keterlambatan diagnosis dan Keterlambatan tindakan pengobatan memiliki hubungan yang signifikan dengan keterlambatan terapi total (p<0,05).22

Keterlambatan terapi juga didapatkan pada pasien dengan stadium yang lebih lanjut. Penulis mendapatkan hasil yang signifikan terhadap hubungan antara stadium kanker dengan keterlambatan terapi pada 108 pasien kanker serviks (p<0,05). Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya keterlambatan dari dokter dan sistem selama durasi waktu sejak pasien pertama kali datang berobat ke dokter hingga mendapatkan terapi kanker.

Dari durasi waktu pasien yang mengalami keterlambatan, didapatkan median interval waktu dari pertama kali pasien pertama kali melakukan konsultasi medis hingga dilakukannya terapi kanker (keterlambatan terapi (>90 hari)) yaitu 120 hari. Hasil ini juga ditemukan tidak jauh berbeda pada penelitian Yurdakul etal sebelumnya dimana kisaran keterlambatan terapi adalah 131-135 hari.22

Gambar

Tabel 4.1  Karakteristik sampel penelitian .....................................................
Gambar 2.1 Diagram keterlambatan pasien total 11
Gambar 2.2 Diagram keterlambatan pada pasien kanker 11
Gambar 2.3 Pedoman alur waktu tunggu pasien kanker di Inggris 15
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah pencatatan kepemilikan modal pada BUMD, maka konsep yang dapat diyakini untuk dipercayai adalah, Penyertaan Modal Pemerintah yang menghasilkan kepemilikan

Analizom povezanosti aspekata osobina posla s varijablama sagorijevanja na poslu zaklju č ujemo kako su negativna obilježja posla u korelaciji negativnog smjera s poželjnim

Analisa data adalah kemampuan untuk mengaitkan data dan menghubungkan data dengan keluhan yang dirasakan klien secara objektif, sehingga dapat diketahui apa masalah kesehatan

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah banyak mendapatkan.. bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik berupa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Perilaku pemasaran kakao di Kabupaten Lombok Utara yaitu : 1) Petani memproduksi biji kakao kemudian melakukan penjualan biji kakao

Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata

Economic Value Added perusahaan (EVA) mengukur kinerja pada periode saat ini sementara Market Value Added (MVA) penilaian mencerminkan pasar pada prospek perusahaan di

Hal ini dibuktikan dengan nilai posttest, dapat dilihat bahwa kelas eksperimen memiliki rata-rata lebih tinggi dari pada kelas kontrol sehingga dapat