• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Distribusi Tenaga Listrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Umum Distribusi Tenaga Listrik"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha ESA. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah mata kuliah DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK yang berjudul TINJAUAN UMUM .

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala dapat teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing dan pembaca penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Medan, Februari 2016

Hormat kami Kelompok 1

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...2

BAB I...3

1.1. Latar Belakang Masalah...3

BAB II...4

2.1. Konsep Dasar Sistem Distribusi Tenaga Listrik...4

2.2. Sistem Tegangan...5

2.3. Sistem Penyaluran Daya...6

2.2. Pembagian Jaringan Distribusi...7

2.4. Sistem Perlengkapan...8

2.4.1.Peralatan dan perlengkapan Mekanik...10

2.5. Sistem Proteksi...11

2.5.1. Persyaratan Sistem Proteksi...13

2.5.2. Peralatan Proteksi Jaringan Distribusi...14

2.5.3. Pemutus daya (PMT)...16

2.5.4. Pemutus balik otomatis (PBO)...18

2.5.5.. Pelebur...20

2.5.6.. Sakelar Seksi Otomatis (SSO)...21

2.6. Sistem Perencanaan Jaringan...21

2.6.1. Faktor-Faktor Dasar Perencanaan Distribusi...22

2.6.2. Model Perencanaan Sistem Distribusi...27

BAB III...29

PENUTUP...29

3.1. Kesimpulan...29

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem penyaluran tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik ke konsumen (beban), merupakan hal penting untuk dipelajari. Mengingat penyaluran tenaga listrik ini, prosesnya melalui beberapa tahap, yaitu dari pembangkit tenaga listrik penghasil energi listrik, disalurankan ke jaringan transmisi (SUTET) langsung ke gardu induk. Dari gardu induk tenaga listrik disalurkan ke jaringan distribusi primer (SUTM), dan melalui gardu distribusi langsung ke jaringan distribusi sekuder (SUTR), tenaga listrik dialirkan ke konsumen. Dengan demikian sistem distribusi tenaga listrik berfungsi membagikan tenaga listrik kepada pihak pemakai melalui jaringan tegangan rendah (SUTR), sedangkan suatu saluran transmisi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik bertegangan ekstra tinggi ke pusat-pusat beban dalam daya yang besar (melalui jaringan distribusi).

Pada gambar 2.1 dibawah ini dapat dilihat, bahwa tenaga listrik yang dihasilkan dan dikirimkan ke konsumen melalui Pusat Pembangkit Tenaga Listrik, Gardu Induk, Saluran Transmisi, Gardu Induk, Saluran Distribusi, dan kemudian ke beban (konsumen tenaga listrik).

(5)

Sistem pembangkit (generation plant) terdiri dari satu atau lebih unit pembangkit yang akan

mengkonversikan energi mekanik menjadi energi listrik dan harus mampu menghasilkan daya listrik yang cukup sesuai kebutuhan konsumen. Sistem transmisi berfungsi mentransfer energi listrik dari unit-unit pembangkitan di berbagai lokasi dengan jarak yang jauh ke sistem distribusi, sedangkan sistem distribusi berfungsi untuk menghantarkan energi listrik ke konsumen, seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar2. 2 Diagram Satu Garis Sistem Tenaga Listrik

2.2. Sistem Tegangan

Ada bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut standar; (1) EEI : Edison Electric Institut, (2) NEMA (National Electrical Manufactures Association). Pada dasarnya tidak berbeda dengan system distribusi DC, faktor utama yang perlu diperhatikan adalah besar tegangan yang diterima pada titik beban mendekati nilai nominal, sehingga peralatan/beban dapat dioperasikan secara optimal. Ditinjau dari cara pengawatannya, saluran distribusi AC dibedakan atas beberapa macam tipe, dan cara pengawatan ini bergantung pula pada jumlah fasanya, yaitu:

1. Sistem satu fasa dua kawat 120 Volt 2. Sistem satu fasa tiga kawat 120/240 Volt 3. Sistem tiga fasa empat kawat 120/208 Volt 4. Sistem tiga fasa empat kawat 120/240 Volt 5. Sistem tiga fasa tiga kawat 240 Volt 6. Sistem tiga fasa tiga kawat 480 Volt 7. Sistem tiga fasa empat kawat 240/416 Volt 8. Sistem tiga fasa empat kawat 265/460 Volt 9. Sistem tiga fasa empat kawat 220/380 Volt

Di Indonesia dalam hal ini PT. PLN menggunakan sistem tegangan 220/380 Volt. Sedang pemakai listrik yang tidak menggunakan tenaga listrik dari PT. PLN, menggunakan salah satu

(6)

sistem diatas sesuai dengan standar yang ada. Pemakai listrik yang dimaksud umumnya mereka bergantung kepada negara pemberi pinjaman atau dalam rangka kerja sama, dimana semua peralatan listrik mulai dari pembangkit (generator set) hingga peralatan kerja (motor-motor listrik) di suplai dari negara pemberi pinjaman/kerja sama tersebut. Sebagai anggota, IEC (International Electrotechnical Comission), Indonesia telah mulai menyesuaikan sistem tegangan menjadi 220/380 Volt saja, karena IEC sejak tahun 1967 sudah tidak mencantumkan lagi tegangan 127 Volt. (IEC Standard Voltage pada Publikasi nomor 38 tahun 1967 halaman 7 seri 1 tabel 1).

2.3. Sistem Penyaluran Daya

Sistem distribusi daya listrik meliputi semua Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20 KV dan semua Jaringan Tegangan Rendah (JTR) 380/220 Volt hingga ke meter-meter pelanggan. Pendistribusian daya listrik dilakukan dengan menarik kawat – kawat distribusi melalui penghantar udara. Penghantar bawah tanah dari mulai gardu induk hingga ke pusat – pusat beban. pada sistem di ranting Galang ada terpasang jaringan bawah tanah karena keadaan kota atau daerahnya belum memungkinkan untuk dibangun jaringan tersebut. jadi untuk daerah ini tetap disuplai melalui hantaran udara 3 phasa 3 kawat. Setiap elemen jaringan distribusi pada lokasi tertentu dipasang trafo-trafo distribusi, dimana tegangan distribusi 20 KV diturunkan ke level tegangan yang lebih rendah menjadi 380/220 Volt. Dari trafo-trafo ini kemudian para pelanggan listrik dilayani dengan menarik kabel-kabel tegangan rendah menjelajah ke sepanjang pusat-pusat pemukiman, baik itu komersial maupun beberapa industri yang ada disini. Tenaga listrik yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengoperasikan peralatan-peralatan tersebut adalah listrik dengan tegangan yang rendah (380/220 Volt). Sedangkan tenaga listrik yang bertegangan menengah (sistem 20 KV) dan tegangan tinggi (sistem 150 KV) hanya dipergunakan sebagai sistem penyaluran (distribusi dan transmisi) untuk jarak yang jauh. Hal ini bertujuan untuk kehandalan sistem karena dapat memperkecil rugirugi daya dan memliki tingkat kehandalan penyaluran yang tinggi, disalurkan melalui saluran transmisi ke berbagai wilayah menuju pusat-pusat pelanggan.

(7)

Gambar2. 3 Diagram satu garis sistem penyaluran Tenaga Listrik

Keterangan dari gambar:

1. Saluran distribusi adalah saluran yang berfungsi untuk menyalurkan tegangan dari gardu distribusi ke trafo distribusi ataupun trafo pemakaian sendiri bagi konsumen besar.

2. Trafo distribusi berfungsi untuk menurunkan tegangan 20 KV dari Jaringan Tegangan Menengah (JTM) menjadi tegangan rendah 380/220 Volt. Tegangan rendah inilah yang kemudian

didistriibusikan ke pelanggan kecil melalui jaringan tegangan rendah (JTR) yang berupa sistem 3 phasa empat kawat.

3. Konsumen besar adalah konsumen yang menggunakan energi yang besar yang biasanya langsung mengambil sumber listrik dari gardu terdekat untuk kemudian disalurkan ke Gardu Induk (GI ) pemakaian sendiri.

4. Konsumen biasa adalah konsumen-konsumen yang menggunakan tenaga istrik dengan level tegangan rendah (380/220 Volt) seperti rumah tangga, industri kecil, perkantoran, pertokoan dan sebagainya.

2.3.1. Pembagian Jaringan Distribusi

Jaringan distribusi adalah kumpulan dari interkoneksi bagian-bagian rangkaian listrik dari sumber daya ( Trafo Daya pada GI distribusi ) yang besar sampai saklar-saklar pelayanan pelanggan.

(8)

1. Distribusi Primer

Distribusi primer adalah jaringan distribusi daya listrik yang bertegangan menengah (20 KV). Jaringan distribusi primer tersebut merupakan jaringan penyulang. Jaringan ini berawal dari sisi skunder trafo daya yang terpasang pada gardu induk hingga kesisi primer trafo distribusi yang terpasang pada tiang-tiang saluran.

2. Distribusi Sekunder

Distribusi skunder adalah jaringan daya listrik yang termasuk dalam kategori tegangan rendah (sistem 380/220 Volt), yaitu rating yang sama dengan tegangan peralatan yang dilayani. Jaringan distribusi skunder bermula dari sisi skunder trafo distribusi dan berakhir hingga ke alat ukur (meteran) pelanggan. Sistem jaringan distribusi skunder ini disalurkan kepada para pelanggan melalui kawat berisolasi.

2.4. Sistem Perlengkapan

Jaringan distribusi yang baik adalah jaringan yang memiliki perlengkapan dan peralatan yang cukup lengkap, baik itu peralatan guna kontruksi maupun peralatan proteksi. Untuk jaringan distribusi sistem saluran udara, peratan-peralatanm proteksi dipasangkan diatas tiang-tiang listrik berdekatan dekat letak pemasangan trafo, perlengkapan utama pada sistem distribusi tersebut antara lain:

1. Tiang Berfungsi :

Untuk meletakkan penghantar serta perlengkapan system seperti transformator, Fuse, isolator, arrester, recloser dan sebagainya. Tiang dibagi menjadi 3 jenis yaitu tiang kayu, besi dan beton sesuai dengan fungsi bawah tanah.

Tiang listrik harus kuat karena selain digunakan untuk menopang hantaran listrik juga digunakan untuk meletakan peralatan-peralatan pendukung jaringan distribusi tenaga listrik tegangan menengah. Penggunaan tiang listrik disesuaikan dengan kondisi lapangan.

2. Penghantar : Berfungsi sebagai penyalur arus listrik dari trafo daya pada gardu induk ke konsumen. Kebanyakan penghantar yang digunakan pada sistem distribusi . Begitu juga dengan beberapa kawat jaringan bawah tanah.

Dalam pemilihan kabel pengantar harus memiliki beberapa sifat-sifat sebagai berikut : a) Memiliki daya hantar yang tinggi

b) Memiliki kekuatan tarik yang tinngi c) Memiliki berat jenis yang rendah

(9)

d) Memiliki fleksibilitas yang tinggi e) Tidak cepat rapuh

f) Memiliki harga yang murah

Jenis-jenis bahan penghantar, antara lain :

a) Kawat logam biasa, cintohnya BCC (Bare Copper Conductor)

b) Kawat logam campuran, contohnya AAAC ( All Almunium Conductor ).

3. Kapasitor : Berfungsi untuk memperbesar factor daya pada system penyaluran.

4. Recloser : Berfungsi untuk memutuskan saluran secara otomatis ketika terjadi gangguan dan akan segera menutup kembali beberapa waktu kemudian sesuai dengan setting waktunya. Biasanya alat ini disetting untuk dua kali bekerja, yaitu dua kali pemutusan dan dua kali penyambungan . Apabila hingga kerja recloser yang kedua keadaan masih membuka dan menutup, berarti telah terjadi gangguan permanen.

5. Fuse cut out ( FCO )

Fuse cut out ( FCO ) adalah sebuah alat pemutus rangkaian listrik yang berbeban pada jaringan distribusi yang bekerja dengan cara meleburkan bagian dari komponenya ( fuse link ) yang telah dirancang khusus dan disesuaikan ukurannya. FCO ini terdiri dari ;

a) Rumah fuse ( fuse support ) b) Pemegang fuse(fuse holder) c) Fuse link

Berdasarkan sifat pemutusnya fuse link terdiri dari 2 tipe yaitu ; 1) Tipe K (pemutus cepat)

2) Tipe T (pemutus lambat)

FCO pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman percabangan 1 phasa maupun sebagai pengaman peralatan listrik (trafo distribusi non CSP, kapasitor).

6. PMT : Berfungsi untuk memutuskan saluran secara keseluruhan pada tiap out put. Pemutusan dapat terjadi karena adanya gangguan sehingga secara otomatis PMT akan membuka ataupun secara manual diputuskan karena adanya pemeliharaan jaringan.

(10)

7. Tansformator : Berfungsi untuk menurunkan level tegangan sehingga sesuai dengan tegangan kerja yang diinginkan.

Dalam sistem distribusi tenaga listrik transformator dapat dibagi berdasarkan sistem kerja menjadi dua macam yaitu:

1. Transformator Step Up ( 11,6 KV menjadi 150 KV )

2. Transformator Down ( 150 KV menjadi 20 KV ) dan ( 20 KV menjadi 380 / 220 Volt ) Sistem distribusi menggunakan jenis transformator step down untuk menghasilkan tegangan yang diinginkan.

8. Isolator

Isolator adalah suatu peralatan listrik yang berfunsi untuk mengisolasi konduktor atau penghantar. Menurut fungsinya isolator dapat menahan berat dari konduktor / kawat penghantar, mengatur jarak dan sudut antar konduktor serta menahan adanya perubahan pada kawat penghantar akibat temperatur dan angin.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan isolator yang banyak digunakan pada sistem distribusi tenaga listrik adalah isolator dari bahan porselin / keramik dan isolator dari bahan gelas.

Ada beberapa jenis konstruksi isolator dalam sistem distribusi, antara lain : a) Isolator gantung ( suspension type insulator )

b) Isolator jenis pasak ( pin type insulator )

Perlengkapan – perlengkapan diatas sangat penting keberadaannya, terutama untuk peralatan proteksi. Agar dapat bekerja dengan baik dan terjaminnya kontinuitas pelayanan, maka harus dilakukan pemeliharaan secara rutin untuk mengetahui kerusakan dan kehandalan dari masing-masing peralatan tersebut. Pemeliharan peralatan yang rutin sangat penting dilakukan agar setiap saat dapat diawasi keadaannya apakah masih layak dipakai atau tidak.

9. Rel Daya

Rel daya adalah suatu bagian dari sistem tenaga listrik yang bertujuan dalam penggunaannya untuk mengkombinasikan bermacam feder yang akan turut dibagi dalam melayani beban. Dalam sistem tenaga listrik Rel daya disebut juga dengan istilah Busbar. Busbar adalah konduktor berkapasitas arus besar yang berfungsi untuk terminal penampang arus yang masuk dan keluar melalui saluran masuk dan keluar melalui gardu induk. Busbar atau rel daya juga berfungsi untuk titik pertemuan atau hubungan antara transformator –transformator , SUTT dan peralatan-peralatan listrik lainya untuk menerima dan mendistribusikan tenaga listrik . Rel ini pada umunya terdiri dari bahan tembaga , alumunium atau ACSR.

(11)

10. Sistem Busbar Tunggal ( Singgele Busbar Sistem )

Pada sistem ini semua trafo , generator dan fedder yang ada pada system dihubungkan kebusbar . Rel daya tunggal adalah sistem rel daya yang paling sederhana karena hanya menggunakan satu rel daya saja. Semua rangkaian baik saluran masuk ataupun saluran keluar disambungkan dengan rel tersebut melalui pemutus daya dan saklar pemisah .

11. Sectionalizer

Sectinalizer atau yang disebut juga saklar seksi otomatis (SSO) adalah sebuah alat pemutus beban yg secara otomatis dapat dibebankan, seksi-seksi yang tergantung dari suatu sistem distribusi atau dapat melokalisasi gangguan pada seksi yang terganggu, sehingga sistem yang tidak mengalami gangguan tetap mendapat energi listrik. Saklar seksi otomatis (SSO) bekerja sendiri untuk membuka rangkaian setelah perhitungan operasi pemutusan dari peralatan-peralatan disisi sumbernya, dan pembukaannya dilakukan pada saat peralatan disisi sumber sedang dalam posisi terbuka.

11. Alat Pengukur dan Pembatas (APP)

APP merupakan bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab pengusaha ketenagalistrikan (PLN). Terdiri dari alat ukur kwh meter dan pembatas arus:

- 450 VA sampai dengan 4.400 VA untuk sistem satu fasa - 4,9 kVA sampai dengan 630 kVA untuk sistem tiga fasa

Gambar 1 APP 1 fasa dan 3 fasa

12. Panel Hubung Bagi (PHB)

Panel Hubung Bagi (PHB) adalah panel berbentuk almari (cubicle), yang dapat dibedakan sebagai: - Panel Utama/MDP : Main Distribution Panel - Panel Cabang/SDP : Sub-Distribution Panel - Panel Beban/SSDP : Subsub-Distribution Panel Untuk PHB sistem tegangan rendah, hantaran utamanya merupakan kabel feeder dan biasanya menggunakan NYFGBY. Di dalam panel biasanya busbar/rel dibagi menjadi dua segmen yang saling berhubungan dengan sakelar pemisah,

(12)

yang satu mendapat saluran masuk dari APP (pengusaha ketenagalistrikan) dan satunya lagi dari sumber listrik sendiri (genset). Dari kedua busbar didistribusikan ke beban secara langsung atau melalui SDP dan atau SSDP. Tujuan busbar dibagi menjadi dua segmen ini adalah jika sumber listrik dari PLN mati akibat gangguan ataupun karena pemeliharaan, maka suplai ke beban tidak akan terganggu dengan adanya sumber listrik sendiri (genset) sebagai cadangan.

13. MCB (Miniatur Circuit Breaker)

MCB adalah pengaman rangkaian yang dilengkapi dengan pengaman thermis (bimetal) untuk pengaman beban lebih dan juga dilengkapi relai elektromagnetik untuk pengaman hubung singkat. MCB banyak digunakan untuk pengaman sirkit satu phasa dan tiga phasa. Keuntungan menggunakan MCB sebagai berikut.

1. Dapat memutuskan rangkaian tiga phasa walaupun terjadi hubung singkat pada salah satu phasanya.

2. Dapat digunakan kembali setelah rangkaian diperbaiki akibat hubung singkat atau beban lebih. 3. Mempunyai tanggapan yang baik apabila terjadi hubung singkat atau beban lebih.

Pada MCB terdapat dua jenis pengaman yaitu secara thermis dan elektromagnetis, pengaman termis berfungsi untuk mengamankan arus beban lebih sedangkan pengaman elektromagnetis berfungsi untuk mengamankan jika terjadi hubung singkat. Pengaman thermis pada MCB memiliki prinsip yang sama dengan thermal overload yaitu menggunakan dua buah logam yang digabungkan (bimetal), pengamanan secara thermis memiliki kelambatan, ini bergantung pada besarnya arus yang harus diamankan, sedangkan pengaman elektromagnetik menggunakan sebuah kumparan yang dapat menarik sebuah angker dari besi lunak. MCB dibuat hanya memiliki satu kutub untuk pengaman satu phasa, sedangkan untuk pengaman tiga phasa biasanya memiliki tiga kutub dengan tuas yang disatukan, sehingga apabila terjadi gangguan pada salah satu kutub maka kutub yang lainnya juga akan ikut terputus.

(13)

14. MCCB (Molded Case Circuit Breaker)

MCCB merupakan alat pengaman yang dalam proses operasinya mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pengaman dan sebagai alat penghubung. Jika dilihat dari segi pengaman, maka MCCB dapat berfungsi sebagai pengaman gangguan arus hubung singkat dan arus beban lebih. Pada jenis tertentu, pengaman ini mempunyai kemampuan pemutusan yang dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan. Gambar

Gambar 3 MCCB

15. ACB (Air Circuit Breaker)

ACB (Air Circuit Breaker) merupakan jenis circuit breaker dengan sarana pemadam busur api berupa udara. ACB dapat digunakan pada tegangan rendah dan tegangan menengah. Udara pada tekanan ruang atmosfer digunakan sebagai peredam busur api yang timbul akibat proses switching maupun gangguan.

(14)

16. OCB (Oil Circuit Breaker)

Oil Circuit Breaker adalah jenis CB yang menggunakan minyak sebagai sarana pemadam busur api yang timbul saat terjadi gangguan. Bila terjadi busur api dalam minyak, maka minyak yang dekat busur api akan berubah menjadi uap minyak dan busur api akan dikelilingi oleh gelembung gelembung uap minyak dan gas. Gas yang terbentuk tersebut mempunyai sifat thermal conductivity yang baik dengan tegangan ionisasi tinggi sehingga baik sekali digunakan sebagi bahan media pemadam loncatan bunga api.

Gambar 5 OCB

17. VCB (Vacuum Circuit Breaker)

Pada dasarnya kerja dari CB ini sama dengan jenis lainnya hanya ruang kontak di mana terjadi busur api merupakan ruang hampa udara yang tinggi sehingga peralatan dari CB jenis ini dilengkapi dengan seal penyekat udara untuk mencegah kebocoran.

Gambar 6 VCB

18. SF6 CB (Sulfur Hexafluoride Circuit Breaker)

SF6 CB adalah pemutus rangkaian yang menggunakan gas SF6 sebagai sarana pemadam busur api. Gas SF6 merupakan gas berat yang mempunyai sifat dielektrik dan sifat memadamkan busur api yang baik sekali. Prinsip pemadaman busur apinya adalah Gas SF6 ditiupkan sepanjang busur api, gas ini akan mengambil panas dari busur api tersebut dan akhirnya padam. Rating tegangan CB adalah antara 3.6 KV – 760 KV.

(15)

2.4.1.Peralatan dan perlengkapan Mekanik

Adapun peralatan dan perlengkapan mekanik yang digunakan dalam distribusi tenaga listrik adalah sebagai berikut

1. Sarung tangan 20 kv

adalah sarung tangan berbahan karet tebal yang dapat digunakan untuk melindungi diri pemakainya dari sengatan listrik max 20 kv. Dan sangat cocok digunakan oleh orang atau pekerja yang bersentuhan langsung dengan medan listrik bertegangan tinggi.

2. Sepatu 20 kv

Sepatu yang terbuat dari bahan karet dan campuran bahan lain yang kekuatan / ketahanan sengatan listrik maximal 20 kv, Dari jenisnya sepatu di bagi menjadi 3 jenis yang berbeda dari sepatu keselamatan bahaya listrik yaitu sepatu safely, sepatu disipatif statis, dan sepatu konduktor.

3. Helem atau safety helmet

Helem ini didesain untuk melindungi kepala dari jatuhnya benda dari atas. Pemakaian helem ini secara tepat dan benar dapat mengurangi konsekwensi yang mungkin timbul pada saat terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

4. Saklar stock atau tongkat khusus

Saklar stock merupakan alat bantu untuk mengambil co yang tergantung. Saklar stock tersebut terbuat dari bahan piber yang ujung atasnya dipasang sebuah pengait dan dapat dipanjangkan atau dipendekan sesuai dengan keadaannya.

5. Kacamata

Kacamata merupakan pelindung mata. Berfungsi untuk melindungi mata supaya debu atau kotoran yang jatuh dari atas agar tidak langsung masuk kemata dan juga menghalau sinar matahari.

6. Senter / blor

Senter disini berguna saat malam hari untuk penglihatan. 7. Radio komunikasi

(16)

Radio ini berfungsi untuk berkomunikasi antar pegawai yang lainnya supaya tidak terjadi kecelakaan saat pelaksanaan.

2.5. Sistem Proteksi

Sebaik apapun suatu sistem tenaga dirancang, gangguan pasti akan terjadi pada sistem tenaga tersebut. Gangguan ini dapat merusak peralatan sistem tenaga sehingga kerja sistem tenaga menjadi terganggu dan dapat menyebabkan gagalnya penyaluran daya ke konsumen.

Berdasarkan sumber gangguan, gangguan pada sistem tenaga dapat dibagi menjadi dua: a. Gangguan internal

Sumber gangguan berasal dari dalam sistem. Penyebabnya dapat berupa :  penuaan peralatan

 arus beban lebih

 penentuan parameter peralatan proteksi yang tidak tepat b. Gangguan eksternal

Sumber gangguan berasal dari luar sistem. Penyebabnya dapat berupa :  kesalahan manusia dalam mengoperasikan sistem tenaga

 alam, seperti petir, angin, dahan pohon, dan lain-lain  binatang, seperti burung, kelelawar, dan lain-lain

Berdasarkan penyebab gangguan, gangguan pada sistem tenaga dapat dibagi menjadi dua: a. Gangguan arus lebih

Gangguan arus lebih ditandai dengan terjadinya kenaikan arus pada saluran melebihi arus beban maksimum. Arus lebih ini sendiri terbagi menjadi arus beban lebih (I>) dan arus hubung singkat (I>>). Arus beban lebih terjadi akibat penambahan beban yang akan menyebabkan kenaikan arus melebihi arus beban maksimum. Kenaikan arus ini tidak terlalu besar sehingga sistem masih bisa bertahan untuk selang waktu yang cukup lama. Sedangkan arus hubung singkat terjadi akibat penurunan kekuatan dasar isolasi dari sistem tenaga. Penurunan kekuatan isolasi ini dapat terjadi antarsaluran fasa atau antara saluran fasa dengan tanah. Akibatnya akan timbul arus yang jauh melebihi arus beban maksimum. Sistem tenaga tidak dapat bertahan lama apabila arus gangguan hubung singkat ini tidak segera diatasi.

(17)

Gangguan tegangan lebih terjadi umumnya diakibatkan oleh sambaran petir ke sistem, baik langsung maupun tidak langsung (induksi). Penambahan tegangan ini dapat mengakibatkan tegangan pada sistem naik melampaui BIL (Basic Insulation Level) dari peralatan sistem tenaga sehingga dapat merusak peralatan sistem tenaga.

Gangguan pada sistem tenaga listrik yang paling sering terjadi adalah gangguan hubung singkat. Sebagian besar dari gangguan hubung singkat ini bersifat temporer, artinya gangguan yang bila suplai arusnya dihentikan, gangguan tersebut akan hilang dan tidak menimbulkan kerusakan pada peralatan dimana terjadi gangguan .

Gangguan temporer ini kebanyakan berupa busur api listrik yang disebabkan oleh surja hubung pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), sambaran petir pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), dan sambaran petir, dahan, atau ranting pohon pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM).

2.5.1. Persyaratan Sistem Proteksi

Suatu sistem proteksi dapat bekerja dengan baik apabila memenuhi lima persyaratan utama, yaitu:

1. Kehandalan

Kehandalan kemampuan suatu rele atau sistem rele untuk bekerja dengan benar pada saat dibutuhkan dan tidak akan bekerja ketika tidak diperlukan atau menghindari operasi yang tidak diperlukan selama sistem tenaga beroperasi dengan normal. Memastikan bahwa sistem proteksi bekerja ketika dibutuhkan dapat dilakukan dengan melakukan serangkaian percobaan terhadap sistem proteksi dimana sistem proteksi harus bekerja ketika batasan operasi dari sistem tenaga dilampaui. Memastikan sistem proteksi tidak bekerja ketika tidak dibutuhkan jauh lebih sulit karena banyak variasi kerja transien yang dapat membuat terjadinya operasi yang tidak perlu pada sistem proteksi.

2. Selektivitas

Selektivitas adalah proses pengaturan dan penerapan rele-rele proteksi yang menjangkau rele lain sedemikian sehingga rele-rele ini bekerja secepat mungkin untuk gangguan pada zona utama dan bekerja dengan penundaan untuk gangguan pada zona pendukung (back up). Bekerjanya sistem proteksi pendukung adalah hal yang tidak benar dan tidak diharapkan kecuali sistem proteksi utama gagal mengatasi gangguan yang terjadi pada zonanya.

(18)

Suatu sistem proteksi diharapkan untuk dapat bekerja secepat mungkin ketika terjadi gangguan pada sistem tenaga. Pada beberapa sistem, hal ini dapat diterapkan. Namun ketika aspek selektivitas terlibat, operasi sistem proteksi yang sangat cepat dapat dilakukan dengan penerapan sistem yang lebih kompleks dan lebih mahal. Di lain pihak, operasi sistem proteksi yang semakin cepat akan memperbesar kemungkinan terjadinya operasi yang salah karena adanya kemungkinan kesalahan dalam membedakan transien yang dapat ditoleransi dan transien yang tidak dapat ditoleransi.

4. Sederhana

Suatu sistem proteksi harus diusahakan sesederhana mungkin dengan tetap harus bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap penambahan komponen yang dapat meningkatkan kinerja sistem proteksi namun tidak mutlak diperlukan dalam persyaratan sistem proteksi harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Setiap penambahan komponen membuat sumber gangguan baru terhadap sistem tenaga maupun sistem proteksi. Permasalahan di sistem proteksi jauh lebih berbahaya daripada masalah di sistem tenaga.

5. Ekonomis

Biaya adalah faktor yang paling penting. Hal yang sangat mendasar adalah memperoleh proteksi yang maksimum dengan biaya yang minimum. Untuk biaya yang sangat minimum, akan sangat sukar mendapat sistem proteksi yang baik, bahkan dapat menimbulkan kesulitan dalam pengaplikasian sistem proteksi tersebut. Untuk itu harus ada pertimbangan antara kualitas sistem proteksi dan biaya yang diperlukan.

2.5.2. Peralatan Proteksi Jaringan Distribusi

Sistem proteksi pada sistem tenaga harus dapat mendeteksi terjadinya gangguan pada sistem tenaga dan kemudian mengisolasi daerah dimana gangguan tersebut terjadi. Tugas sistem proteksi itu dapat dilaksanakan oleh rele proteksi. British Standard Specification (B.S. 142 : 1966) mendefinisikan rele dan rele proteksi sebagai berikut:

Rele adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mengontrol suatu rangkaian listrik secara tidak langsung dengan memakai perubahan yang terjadi pada rangkaian tersebut atau rangkaian yang lain.

Rele proteksi adalah suatu rele yang dipakai untuk memperoleh penghubungan dan/atau pemutusan secara otomatis suatu peralatan atau bagian sistem listrik dari sumber daya pada suatu

(19)

kondisi tertentu yang dapat menyebabkan kerusakan atau bahaya pada peralatan atau sistem tersebut.

Rele proteksi adalah peralatan yang vital pada setiap sistem tenaga listrik. Rele ini memang tidak diperlukan pada saat sistem tenaga beroperasi dengan normal, tapi akan menjadi sangat penting apabila terjadi gangguan pada sistem tenaga.

Berdasarkan pemakaian dan prinsip kerja, rele proteksi dapat dibagi menjadi lima, yaitu: 1. Rele arus lebih

Rele ini bekerja dengan menggunakan arus sebagai besaran ukur. Rele akan bekerja jika arus mengalir melampaui batas tertentu yang telah ditetapkan. Batas tersebut disebut juga setting rele.

2. Rele tegangan kurang

Rele bekerja dengan menggunakan tegangan sebagai besaran ukur. Rele akan bekerja jika penurunan tegangan melampaui batas yang telah ditentukan.

3. Rele jarak

Rele bekerja dengan menggunakan besaran tegangan dan arus sebagai besaran yang diukur. Untuk jenis tertentu, rele juga menggunakan besaran sudut fasa sebagai besaran ukur. Dengan membandingkan tegangan dan arus, akan diperoleh impedansi. Dengan adanya hubungan linear antara impedansi saluran dengan jarak saluran, maka rele dapat bekerja berdasarkan lokasi gangguan.

4. Rele arah

Rele bekerja dengan menggunakan arus dan tegangan sebagai besaran ukur. Rele mempunyai kemampuan untuk membedakan arah aliran daya (arus). Rele hanya bekerja untuk satu arah arus yang telah ditentukan terlebih dahulu. Pemakain rele ini pada sistem proteksi saluran selalu bersama-sama dengan rele lain seperti rele arus lebih atau rele jarak. Fungsi penggunaan rele arah adalah untuk memperoleh selektivitas proteksi karena arah daya pada keadaan gangguan

(20)

dapat datang dari kedua sisi saluran seperti pada jaringan loop dan jaringan grid/ring. 5. Rele diferensial

Prinsip kerja rele ini adalah membandingkan besaran arus yang ada di kedua sisi peralatan yang diproteksi. Bila perbedaan besaran antara kedua sisi tersebut melebihi suatu harga tertentu yang telah ditentukan, maka rele akan bekerja.

Proteksi terhadap gangguan arus lebih pada sistem distribusi jaringan tegangan menengah dapat dilakukan dengan menggunakan pemutus daya dengan rele arus lebih. Pemilihan rele arus lebih dilakukan terutama karena pertimbangan harga. Rele arus lebih adalah rele paling murah jika dibandingkan dengan rele-rele lain [3].

Rele arus lebih juga cocok untuk jaringan berbentuk radial. Untuk sistem yang lebih rumit, seperti jaringan loop atau spindel, rele arus lebih biasanya dilengkapi dengan rele arah untuk menjaga selektivitas sistem proteksi.

Selain rele arus lebih, pemutus daya juga harus dilengkapi rele lain yaitu: rele gangguan tanah dan rele penutup balik. Peralatan proteksi lain yang digunakan pada jaringan distribusi adalah pemutus balik otomatis, pelebur, dan sakelar seksi otomatis.

2.5.4. Pemutus balik otomatis (PBO)

PBO adalah sebuah alat berwadah-sendiri, berisi sarana yang diperlukan untuk mengindera arus lebih, mengatur waktu, memutus arus lebih, dan menutup balik secara otomatis [4]. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, gangguan hubung singkat pada sistem tenaga listrik pada umumnya adalah gangguan temporer, yaitu gangguan yang akan hilang ketika sumber arus gangguan dihentikan dan saluran ditutup kembali. Dengan demikian, ketika terjadi gangguan, PBO akan membuka. Hal ini menyebabkan terhentinya aliran arus gangguan. Beberapa saat kemudian PBO akan menutup. Bila gangguan yang terjadi adalah gangguan temporer, maka gangguan akan hilang dan sistem dapat bekerja seperti semula. Namun bila gangguan yang terjadi adalah gangguan permanen, maka gangguan tetap terjadi. Akibatnya PBO akan membuka kembali. PBO dapat menutup kembali namun hal ini bergantung pengaturan yang dilakukan terhadap PBO.

Proses urutan kerja PBO dari mulai saat terjadi gangguan, PBO terbuka, PBO tertutup, sampai suplai arus kembali

Berdasarkan cara kerjanya, PBO dapat dibagi menjadi penutup balik sekali (single shot recloser) dan penutup balik beberapa kali (multishot recloser).

(21)

a. Penutup balik sekali

Penutup balik jenis ini memberi perintah penutupan hanya sekali setelah terjadinya gangguan. Apabila PBO masih mendeteksi gangguan, maka sistem proteksi akan menganggap gangguan yang terjadi adalah gangguan yang bersifat permanen. PBO kemudian akan membuka dan mengunci.

Penutup balik jenis ini biasanya digunakan pada sistem transmisi tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi.

b. Penutup balik beberapa kali

Penutup balik jenis ini dapat memberi perintah penutupan beberapa kali. Jika setelah penutupan, PBO masih mendeteksi gangguan, PBO akan terbuka kembali dan kemudian PBO menutup lagi dan seterusnya. Hal ini dapat berulang dua, tiga, atau empat kali, bergantung dari pengaturan rele PBO itu sendiri. Penutup balik jenis ini biasanya dipakai pada sistem tegangan menengah.

Berdasarkan fasa kerjanya, PBO dibagi menjadi penutup balik satu fasa, penutup balik tiga fasa, dan penutup balik kombinasi satu fasa dan tiga fasa.

a. Penutup balik satu fasa

Bila terjadi gangguan satu fasa, PBO pada fasa yang terganggu akan terbuka. PBO tersebut kemudian akan menutup. Jika PBO masih mendeteksi terjadi gangguan, PBO pada tiap fasa akan terbuka dan terkunci.

Bila terjadi gangguan dua atau tiga fasa, PBO pada tiap fasa akan terbuka dan langsung terkunci, tanpa memberi kesempatan PBO untuk menutup.

b. Rele tiga fasa

Bila terjadi gangguan satu fasa, dua fasa, atau tiga fasa, PBO di tiap fasa akan terbuka. Kemudian PBO di tiap fasa akan tertutup kembali. Apabila gangguan masih terdeteksi, PBO akan terbuka kembali dan terkunci.

c. Rele kombinasi satu fasa dan tiga fasa

Rele ini berfungsi sebagai penutup balik satu fasa bila gangguan yang terjadi adalah gangguan satu fasa dan berfungsi sebagai penutup balik tiga fasa apabila gangguan yang terjadi adalah gangguan tiga fasa.

Berdasarkan waktu matinya (waktu kerja penutup balik umumnya dianggap sama dengan waktu mati), PBO dapat dibagi menjadi PBO cepat dan PBO lambat.

(22)

a. Penutup balik cepat

Penutup balik cepat adalah PBO dengan waktu mati kurang dari satu detik. Penutup balik cepat ini umumnya digunakan pada SUTT dan SUTM pada penutupan pertama kali atau sampai penutupan kedua.

b. Penutup balik lambat

Penutup balik lambat adalah PBO dengan waktu mati lebih dari satu detik, dalam hal ini bisa mencapai lima belas detik. Penutup balik lambat ini digunakan terutama pada SUTM.

Berdasarkan waktu kerja rele pengamannya, rele PBO dibagi menjadi rele PBO dengan waktu kerja rele pengaman cepat dan waktu kerja rele pengaman lambat. Pembagian ini berdasarkan cepat dan/atau lambatnya waktu kerja rele pengaman mulai saat merasakan gangguan sampai PBO terbuka. Waktu kerja ini ditentukan oleh waktu kerja atau karakteristik waktu-arus.

2.5.5.. Pelebur

Pelebur adalah suatu alat pemutus yang dengan meleburnya bagian dari komponennya yang telah dirancang khusus dan disesuaikan ukurannya untuk itu, membuka rangkaian dimana pelebur tersebut terpasang dan memutuskan arus bila arus tersebut melebihi suatu nilai tertentu dalam waktu yang cukup.

Pelebur adalah peralatan satu fasa yang menggabungkan fungsi mendeteksi dan memutus arus. Pelebur hanya bekerja berdasarkan kombinasi magnitudo dan durasi dari arus yang mengalir melalui pelebur itu [7]. Pelebur yang akan melebur ketika terjadi arus gangguan adalah pelebur pada fasa dimana arus gangguan itu mengalir.

Jenis pelebur berdasarkan proses kerjanya adalah sebagai berikut: a.Pelebur jenis pembatasan arus (current limiting fuse)

Pelebur yang selama dan oleh kerjanya dalam selang arus tertentu membatasi arus yang lewat ke suatu nilai yang cukup rendah dari nilai puncak arus perkiraannya.

Pelebur jenis ini memiliki lapisan pasir yang mengelilingi fuse link sehingga ketika fuse link tersebut melebur, panas dan busur apinya dirdam oleh lapisan pasir tersebut.

b.Pelebur jenis letupan (expulsion fuse)

Pelebur dimana busur listrik yang terjadi waktu pemutusan dipadamkan oleh semprotan gas yang timbul karena panas busur listrik itu sendiri.

(23)

Kerja pelebur ini ditandai dengan suara yang keras, emisi gas, dan pecahan yang dapat membahayakan manusia yang bekerja di sekitar pelebur tersebut.

2.5.6.. Sakelar Seksi Otomatis (SSO)

SSO adalah sebuah peralatan pemutus yang secara otomatis membebaskan seksi-seksi yang terganggu dari suatu sistem distribusi, tapi tidak memutus arus gangguan, karena biasanya dipakai dalam hubungannya dengan penutup balik otomatis (PBO) [4].

SSO akan bekerja (membuka saluran) dalam selang waktu tertentu setelah PBO mendeteksi ada gangguan dan membuka saluran. Pembukaan SSO dapat merupakan fungsi waktu pembukaan PBO (pengaturan waktu) dan dapat juga merupakan fungsi jumlah pembukaan PBO.

2.5.3. Pemutus daya (PMT)

Pemutus daya dipasang pada saluran utama pada gardu induk sebagai pengaman utama jaringan dan dilengkapi dengan alat pengaman rele arus lebih, rele gangguan tanah, dan rele penutup balik [4].

Tugas suatu PMT adalah sebagai berikut:

a. mampu menghantarkan arus beban penuh secara terus menerus tanpa terjadi overheat atau kerusakan pada PMT

b. mampu membuka dan menutup saluran pada keadaan tak berbeban c. mampu membuka dan menutup saluran pada arus beban normal

d. mampu membuka dan menutup saluran pada keadaan hubung singkat pada besar arus hubung singkat tertentu.

Pemutus daya terbagi dalam beberapa tipe: a. Low Voltage Air Circuit Breaker

PMT ini dirancang untuk saluran arus searah dan saluran arus bolak balik yang bertegangan rendah, yaitu sampai 600 volt. Kelebihan dari PMT jenis ini adalah tidak menggunakan minyak sehingga mengurangi perawatan, dapat bekerja berkali-kali, dan pengecekan kontak PMT untuk pemeriksaan atau penggantian relatif lebih mudah.

b. Oil Circuit Breaker

PMT ini adalah jenis PMT yang tertua. Kontak pemisah PMT bekerja di dalam minyak dimana busur api yang terjadi ketika pembukaan kontak dipadamkan oleh gelembung gas yang terbentuk pada saat itu.

(24)

Berdasarkan banyaknya minyak yang digunakan, PMT jenis ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu (i) bulk oil circuit breaker dan (ii) low-oil circuit breaker. Perbedaaan kedua jenis PMT ini adalah PMT jenis (i) menggunakan minyak dalam jumlah besar sedangkan PMT jenis (ii) menggunakan minyak hanya pada sekitar kontak pemisah.

Kelebihan dari oil circuit breaker adalah:

a. energi dari busur api diserap pada dekomposisi minyak

b. gas yang terbentuk, dimana kandungan terbesarnya adalah hidrogen, mempunyai kemampuan penyerapan panas yang baik, sehingga dapat mendinginkan lingkungan.

c. Minyak yang digunakan adalah insulator yang baik yang memisahkan sistem dengan komponen pentanahan.

d. Minyak memiliki kemampuan untuk mengalir menuju busur ketika arus bernilai nol.

Kekurangan dari oil circuit breaker adalah:

a. Terdapat resiko terbentuknya campuran dengan udara sehingga menjadi mudah terbakar

b. Minyak harus tetap bersih sehingga memerlukan pengawasan berkala. c. Water Type Circuit Breaker

Prinsip kerja PMT ini adalah menggunakan energi dari busur untuk memanaskan air menjadi uap. Dengan mekanisme tertentu, uap ini akan menyebabkan perubahan tekanan dan temperatur yang memadamkan busur. PMT jenis ini digunakan untuk menangani arus gangguan yang kecil dan bekerja dalam satu atau dua siklus.busur

d. Air Blast Circuit Breaker

PMT jenis ini menggunakan udara bertekanan tinggi untuk memadamkan Kelebihan PMT jenis ini adalah:

a. Tidak ada resiko ledakan atau kebakaran b. Cocok untuk kerja yang berulang

c. Kerusakan kontak lebih jarang terjadi

d. Perawatan tidak terlalu sering Kekurangan PMT jenis ini adalah: a. Memerlukan kompresor untuk menyediakan udara bertekanan tinggi

(25)

b. Resiko udara bocor pada pipa

e. SF6 Circuit Breaker

PMT ini bekerja dengan insulator gas SF6 untuk memadamkan busur. Kelebihan PMT jenis ini

a. Gas SF6 tidak beracun dan tidak mudah terbakar

b. Gas SF6 memiliki kecenderungan mengikat elektron yang tinggi Kekurangan PMT jenis ini

a. Perlu pengontrolan yang teratur untuk menjaga kemampuan PMT b. Gas SF6 adalah gas yang mahal

2.6. Sistem Perencanaan Jaringan

Perencanaan sistem distribusi energi listrik merupakan bagian yang esensial dalam mengatasi pertumbuhan kebutuhan energi listrik yang cukup pesat. Perencanaan diperlukan sebab berkaitan dengan tujuan pengembangan sistem distribusi yang harus memenuhi beberapa kriteria teknis dan ekonomis. Perencanaan sistem distribusi ini harus dilakukan secara sistemik dengan pendekatan yang didasarkan pada peramalan beban untuk memperoleh suatu pola pelayanan yang optimal. Perencanaan yang sistemik tersebut akan memberikan sejumlah proposal alternatif yang dapat mengkaji akibatnya yang secara langsung berhubungan dengan aspek keandalan dan ekonomis.

Tujuan umum perencanaan sistem distribusi ini adalah untuk mendapat kan suatu fleksibilitas pelayanan optimum yang mampu dengan cepat mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan energi elektrik dan kerapatan beban yang harus dilayani. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menjadi input terkait dalam perencanaan sistem distribusi ini antara lain adalah : pola penggunaan lahan pada regional tertentu, faktor ekologi dan faktor geografi. Perencanaan sistem distribusi ini harus mampu memberikan gambaran besarnya beban pada lokasi geografis tertentu, sehingga dapat ditentukan dengan baik letak dan kapasitas gardu-gardu distribusi yang akan melayani areal beban tersebut dengan mempertimbangkan minimisasi susut energi dan investasi konstruksi, tanpa mengurangi kriteria, teknis yang diperlukan. Perencanaan sistem distribusi ini dapat dilakukan dalam perioda jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

(26)

Perencanaan jangka panjang harus selalu diaktualisasi dan dikoordinasikan dengan perencanaan jangka menengah dan dikoreksi oleh perkembangan jaringan distribusi kondisi eksisting.

Efektifitas perencanaan sistem distribusi ini makin diperlukan bila dikaitkan dengan makin tingginya investasi terhadap energi, peralatan dan tenaga kerja. Di samping itu perencanaan yang baik akan memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan sistem distribusi. Kondisi ini disebabkan pada kenyataan sistem distribusi merupakan ujung tombak dari pelayanan energi listrik karena langsung berhubungan dengan konsumen sehingga adanya gangguan pada sisi distribusi akan berakibat langsung pada konsumen. Sedangkan adanya gangguan pada sisi transmisi ataupun sisi pembangkit belum tentu menyebabkan terjadinya proses interupsi disisi konsumen.

Perencanaan sistem distribusi dimulai dari sisi konsumen. Pola kebutuhan, tipe dan faktor beban dan karakteristik beban yang dilayani akan menentukan tipe sistem distribusi yang akan dipakai. Kelompok-kelompok beban tersebut akan dilayani oleh jaringan sekunder. Sekelompok jaringan sekunder ini akan dilayani oleh trafo-trafo distribusi yang selanjutnya sejumlah trafo ini akan memberikan gambaran pembebanan pada jaringan primer. Jaringan distribusi ini akan mendapat masukan energi dari trafo-trafo gardu induk. Sistem beban pada jaringan distribusi ini akan menentukan pula lintasan dan kapasitas saluran distribusi. Dengan demikian setiap langkah proses perencanaan sistem distribusi merupakan input bagi langkah proses berikutnya.

2.6.1. Faktor-Faktor Dasar Perencanaan Distribusi 1. Peramalan beban

Perencanaan sistem distribusi memerlukan prakiraan (forecasting) beban masa depan. Kualitas dan akurasi perencanaan sistem tergantung pada kualitas dan akurasi data dan prakiraan beban. Dalam perencanaan sistem distribusi meliputi penentuan ukuran, lokasi dan perubahan waktu masa depan, seperti sejumlah komponen-komponen sistem (substation, saluran, penyulang, dan sebagainya). Lokasi geografis beban-beban dianalisa menggunakan pendekatan area yang kecil (small area), yang mana dibagi daerah pelayanan utilitas ke dalam sejumlah area kecil dan prakiraan beban pada setiap salah satunya, oleh sebab itu akan dapat ditentuan dimana dan berapa banyak yang akan dikembangkan. Ada dua metode untuk membagi sistem ke dalam area kecil , yaitu :

a) Melaksanakan prakiraan dalam perihal penyulang, substation, atau wilayah (zone) ditetapkan oleh komponen-komponen distribusi, atau

b) Melaksanakan prakiraan dalam perihal grid seragam (uniform grid), berbasis pada pemetaan sistem koordinasi.

Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metodologi berbasis grid (b) memerlukan pertimbangan data input, tidak hanya historis rekaman beban dalam setiap blok grid, tetapi juga ekonomi, sosial, demografis dan penggunakan informasi pertanahan, untukmemperoleh hasil yang akurat. Untuk kebanyakan utilitas, adalah sulit untuk memperoleh

(27)

data-data yang lengkap tersebut di atas. Prakiraan distribusi beban dengan menggunakan metode (a) di atas hanya diperlukan data historis beban beberapa tahun, yang mana dengan mudah didapat pada setiap utilitas. Batas pertambahan atau pengurangan beban akan dievaluasi dengan memperhatikan terhadap elemen-elemen penting lainnya, seperti termasuk pertanahan, air, seperti faktor-faktor ekonomi dan sosial, bahwa akan memberi pengaruh yang kuat pada kecendrungan prakiraan beban.

Seperti yang diharapkan, pertumbuhan beban mempunyai korelasi yang kuat dengan aspek pengembangan komunitas dan pengembangan lahan. Sedangkan output peramalan beban tersebut dapat berupa kerapatan beban yang dinyatakan dalam dalam KVA per satuan luas layanan sistem distribusi energi listrik untuk skala jangka panjang. Dan bila peramalan dilakukan dalam skala jangka pendek maka diperoleh output lebih detail dan dinyatakan dengan besaran kerapatan beban KVA persatuan luas layanan yang diasosiasikan dengan koordinat grid atau luasan yang diminati. Penggunaan sistem grid dengan koordinat-koordinatnya merupakan suatu metoda yang banyak digunakan baik pada proses peramalan beban jangka pendek. Dengan berdasar pada besarnya kerapatan beban pada masing-masing grid tersebut dapat ditentukan pula pola dan lintasan jaringan distribusi serta area layanan masing-masing trafo distribusi.

Gambar2. 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi peramalan beban

2. Pengembangan Gardu

Seperti halnya dengan peramalan beban, maka pengembangan gardu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar dominan. Kondisi eksisting jaringan distribusi serta konfigurasinya merupakan faktor yang mendampingi pertumbuhan beban, kerapatan beban dalam proses penentuan pengembangan gardu atau melakukan konstruki gardu baru. Faktor – faktor dasar tersebut tersebut digambarkan sebagai berikut :

(28)

Gambar2. 5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan gardu

3. Pemilihan Letak Gardu

Letak gardu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak dari pusat beban, jarak dari jaringan sub-transmisi yang ada dan adanya batasan – batasan seperti tersedianya lahan, investasi yang harus digunakan, dan aturan penggunaan lahan. Lokasi ideal gardu mengikuti pandangan – pandangan sebagai berikut :

a. Lokasi gardu tersebut sebanyak mungkin melingkupi sejumlah beban b. Dapat memberikan level tegangan yang baik

c. Mampu memberikan akses yang baik untuk incoming saluran sub transmisi dan out going penyulang primer.

d. Mempunyai ruang yang cukup untuk pengembangan e. Tidak bertentangan dengan aturan tata guna lahan.

f. Dapat meminimisasi jumlah konsumen yang terpengaruh terhadap adanya gangguan

g. Kemudahan instalasi.

Di samping faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan letak gardu tersebut, terdapat juga proses pentahapan yang dilakukan dalam rangka pemilihan lokasi gardu. Seleksi awal terhadap lokasi gardu tersebut didasarkan pada aspek safety, engineering, sistem perencanaan,institusional, ekonomi dan faktor estetika.

(29)

Gambar2. 6 Prosedur Pemihan Gardu

Gambar2. 7 Faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi gardu

4. Pemilihan Level Tegangan Penyulang Primer

Faktor – faktor dasar dalam menentukan level tegangan pada penyulang primer diberikan sebagai berikut :

Gambar2. 8 Faktor-faktor mempengaruhi level tegangan

5. Pembebanan Penyulang Primer

Pembebanan penyulang primer adalah pembebanan penyulang tersebut pada kondisi beban puncak dan di ukur di sisi gardu. Faktor – faktor yang mempengaruhi disain pembebanan penyulang tersebut antara lain :

(30)

a. Rapat beban penyulang b. Pola bembebanan

c. Laju pertumbuhan beban

d. Keperluan reverse capacity kondisi darurat e. Kontinuitas pelayanan

f. Kualitas pelayanan g. Keandalan pelayanan

h. Level tegangan pada penyulang primer i. Tipe dan biaya konstruksi

j. Lokasi dan kapasitas gardu distribusi k. Guna pengaturan tegangan

Gambar2. 9 Faktor-faktor yang mempengaruhi lintasan penyulangan primer

(31)

Gambar2. 11 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan ukuran konduktor

6. Faktor-Faktor Investasi

Secara umum, sistem distribusi didisain dengan berdasar pada minimisasi biaya investasi tapi teknis sistem distribusi tersebut masih dipenuhi. Adapun faktor investasi yang

mempengaruhi pengembangan sistem distribusi diberikan pada gambar berikut.

Gambar2. 12 Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi system distribusi

2.6.2. Model Perencanaan Sistem Distribusi

Secara umum, perencanaan sistem distribusi melibatkan beberapa factor penting pada masing – masing sub problem perencanaan distribusi tersebut. Maka perencanaan sistem distribusi berkaitan dengan sejumlah variabel dan persamaan matematis serta sejumlah kriteria pembatas. Model matematis yang berkembang saat ini adalah :

a. Lokasi gardu optimum b. Model pengembangan gardu

c. Model penentuan kapasitas optimum trafo

(32)

e. Model optimisasi ukuran dan lintasan penyulang untuk mensupply beban

Semua model yang berkembang tersebut mempunyai fungsi untuk meminimisasi investasi. Adapun metoda matematis yang mendukung model tersebut adalah :

a. Metoda dekomposisi yang mampu memilah problem besar menjadi sub problem dan masing – masing sub problem dicari solusinya secara tersendiri.

b. Metoda programa linear dan integer yang mampu melinearisasi faktor – faktor pembatas.

c. Metoda programa dinamik.

Masing –masing metoda dilakukan dalam proses perencanaan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Khusus pada perencanaan jangka panjang, sejumlah variabel yang dimasukan dan hal ini akan memberikan sejumlah alternatif pengembangan sistem distribusi yang layak dan setelah itu akan dilakukan pemilihan sistem distribusi yang optimum. Gambaran proses perencanaan sistem distribusi diberikan pada diagram berikut.

(33)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sistem penyaluran tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik ke konsumen (beban), merupakan hal penting untuk dipelajari. Mengingat penyaluran tenaga listrik ini, prosesnya melalui beberapa tahap, yaitu dari pembangkit tenaga listrik penghasil energi listrik, disalurankan ke jaringan transmisi (SUTET) langsung ke gardu induk. Dari gardu induk tenaga listrik disalurkan ke jaringan distribusi primer (SUTM), dan melalui gardu distribusi langsung ke jaringan distribusi sekuder (SUTR), tenaga listrik dialirkan ke konsumen. Dengan demikian sistem distribusi tenaga listrik berfungsi membagikan tenaga listrik kepada pihak pemakai melalui jaringan tegangan rendah (SUTR), sedangkan suatu saluran transmisi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik bertegangan ekstra tinggi ke pusat-pusat beban dalam daya yang besar (melalui jaringan distribusi).

Ada bermacam-macam sistem tegangan distribusi sekunder menurut standar; (1) EEI : Edison Electric Institut, (2) NEMA (National Electrical Manufactures Association). Pada dasarnya tidak berbeda dengan system distribusi DC, faktor utama yang perlu diperhatikan adalah besar tegangan yang diterima pada titik beban mendekati nilai nominal, sehingga peralatan/beban dapat dioperasikan secara optimal.

Sistem distribusi daya listrik meliputi semua Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20 KV dan semua Jaringan Tegangan Rendah (JTR) 380/220 Volt hingga ke meter-meter pelanggan. Pendistribusian daya listrik dilakukan dengan menarik kawat – kawat distribusi melalui penghantar udara. Penghantar bawah tanah dari mulai gardu induk hingga ke pusat – pusat beban. pada sistem di ranting Galang ada terpasang jaringan bawah tanah karena keadaan kota atau daerahnya belum memungkinkan untuk dibangun jaringan tersebut. jadi untuk daerah ini tetap disuplai melalui hantaran udara 3 phasa 3 kawat. Setiap elemen jaringan distribusi pada lokasi tertentu dipasang trafo-trafo distribusi, dimana tegangan distribusi 20 KV diturunkan ke level tegangan yang lebih rendah menjadi 380/220 Volt. Dari trafo-trafo ini kemudian para pelanggan listrik dilayani dengan menarik kabel-kabel tegangan rendah menjelajah ke sepanjang pusat-pusat pemukiman, baik itu komersial maupun beberapa industri yang ada disini. Tenaga listrik yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengoperasikan peralatan-peralatan tersebut adalah listrik dengan tegangan yang rendah (380/220 Volt). Sedangkan tenaga listrik yang bertegangan menengah (sistem 20 KV) dan tegangan tinggi (sistem 150 KV) hanya dipergunakan sebagai sistem penyaluran (distribusi dan transmisi) untuk jarak yang jauh. Hal ini bertujuan untuk kehandalan sistem karena dapat memperkecil rugirugi daya dan memliki tingkat

(34)

kehandalan penyaluran yang tinggi, disalurkan melalui saluran transmisi ke berbagai wilayah menuju pusat-pusat pelanggan.

Perencanaan sistem distribusi energi listrik merupakan bagian yang esensial dalam mengatasi pertumbuhan kebutuhan energi listrik yang cukup pesat. Perencanaan diperlukan sebab berkaitan dengan tujuan pengembangan sistem distribusi yang harus memenuhi beberapa kriteria teknis dan ekonomis. Perencanaan sistem distribusi ini harus dilakukan secara sistemik dengan pendekatan yang didasarkan pada peramalan beban untuk memperoleh suatu pola pelayanan yang optimal. Perencanaan yang sistemik tersebut akan memberikan sejumlah proposal alternatif yang dapat mengkaji akibatnya yang secara langsung berhubungan dengan aspek keandalan dan ekonomis.

Tujuan umum perencanaan sistem distribusi ini adalah untuk mendapat kan suatu fleksibilitas pelayanan optimum yang mampu dengan cepat mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan energi elektrik dan kerapatan beban yang harus dilayani. Adapun faktor-faktor lain yang dapat menjadi input terkait dalam perencanaan sistem distribusi ini antara lain adalah : pola penggunaan lahan pada regional tertentu, faktor ekologi dan faktor geografi. Perencanaan sistem distribusi ini harus mampu memberikan gambaran besarnya beban pada lokasi geografis tertentu, sehingga dapat ditentukan dengan baik letak dan kapasitas gardu-gardu distribusi yang akan melayani areal beban tersebut dengan mempertimbangkan minimisasi susut energi dan investasi konstruksi, tanpa mengurangi kriteria, teknis yang diperlukan.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Diklat PLN Pusat. (2005) Transmisi Tenaga Listrik Jakarta.

Fabio Saccomanno (2003) Electric Power System and Control John Wiley & Sons. Inc New-York.

Luces. M . (1996) Electric Power Distribution and Transmision Prantice Hall New-York. Oswald (2000) Electric Cables for Power Transmision John Wiley & Sons.

Hutauruk (2000)Tranmisi Daya Listrik Erlangga Jakarta.

Abdul Kadir (2000) Distribusi dan Utilasi Tenaga Listrik. Penebit Universitas Indonesia Press.

Gambar

Gambar 1 APP 1 fasa dan 3 fasa
Gambar 2 MCB
Gambar 3 MCCB
Gambar 5 OCB
+2

Referensi

Dokumen terkait

MTC-CDMA adalah teknik untuk menangani layanan dengan kecepatan data yang tinggi dan kecepatan data yang berbeda-beda dengan menggunakan urutan.. kode yang

12) Untuk pembungkusan dan penyegelan benda sitaan/barang bukti ini dibuatkan Berita Acaranya yang memuat uraian tentang alat/pembungkusan dan penyegelannya sehingga barang atau

Effect of weekly zinc supplements on incidence of pneumonia and diarrhoea in children younger than 2 years in an urban, low income population in Bangladesh: randomised

Masalah kurang gizi lain yang dihadapi anak usia balita adalah kekurangan zat. gizi mikro seperti vitamin A, zat besi, yodium

81 Jumlah yang dikecualikan dari CET1 karena adanya cap (kelebihan di atas cap setelah redemptions dan maturities) N/A N/A.. 82 Cap pada AT1 yang temasuk phase out

Hambatan atau ancaman kerusakan pada kelas II adalah salah satuatau kombinasi dari pengaruh berikut :(1) lereng yang landai, (2) kepekaan erosi atau ancaman

Jelek, tidak ada harapan, tetapi dengan terapi yang baik dan waktu yang cukup lama. sepertiga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan (rpm) pada pencampuran antara solar dan biodiesel (B30) dengan penambahan zat aditif