• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PELAPUKAN GEOKIMIA (R C) TANAH ANDISOL DI DESA TONGKOH KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PELAPUKAN GEOKIMIA (R C) TANAH ANDISOL DI DESA TONGKOH KECAMATAN TIGA PANAH KABUPATEN KARO SKRIPSI"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PELAPUKAN GEOKIMIA (R C) TANAH ANDISOL

DI DESA TONGKOH KECAMATAN TIGA PANAH

KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Oleh:

DEWI ERISA NAINGGOLAN

030303043

ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Judul Skripsi : Kajian Pelapukan Geokimia (R→C) di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo

Nama : Dewi Erisa Nainggolan

NIM : 030303043

Departemen : Ilmu Tanah Program Studi : Ilmu Tanah

Disetujui oleh:

(Ir. P. Marpaung, SU ) (Ir.Alida Lubis, MS ) Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui

(Dr.Ir. Abdul Rauf, MP) Ketua Departemen/Program Studi

(3)

ABSTRACT

Geochemical weathering is rock weathering that produces parent material as result, which this process happened in soil solum (R horizon). Geochemical weathering processes are oxidation, reduction, oxsidation-reduction, hydrolysis, carbonatation and acidification. All process changes rock cristalyne structure caused changes in rock solubility and volume that make rock weathered.

This research aim to study quantitatively decay of geochemical weathering of soil Andisol in Tongkoh Countryside Tiga Panah Countryside Karo Regency which used laboratory analysis method. Laboratory method consist of total analysis of chemical compound in R horizon and C horizon, texture analysis and bulk density analysis.

Sequences of soil horizon are A-Bw1-Bw2-C-R. R and C dominated by

SiO2, and other element both normally K2O in R horizon and C horizon.

Laboratory analysis of soil showed that decreasing of SiO2, P2O5, CaO,

Fe2O3, MgO, Mn2O3, Na2O, K2O from R horizon to C horizon, however for some

accurate compound Al2O3 change or experience or increasing of composition

(4)

ABSTRAK

Pelapukan geokimia adalah pelapukan batuan yang menghasilkan bahan induk dimana proses ini terjadi di bawah solum tanah, yaitu pada horison R dan horison C. Proses-proses yang terjadi pada pelapukan geokimia adalah oksidasi, reduksi, oksidasi-reduksi, hidratasi, hidrolisis, karbonatasi dan asidifikasi. Proses-proses tersebut merubah struktur kristal dan mineral penyusun batuan yang menyebabkan perubahan baik dalam kelarutan dan volume sehingga batuan dapat melapuk.

Penelitian ini untuk mengkaji secara kuantitatif pelapukan geokimia pada tanah Andisol di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo dengan menggunakan metode analisis total. Analisis total menghasilkan kandungan senyawa-senyawa pada horizon R dan horison C, analisa tekstur dan analisa kerapatan jenis.

Urutan-urutan horison tanah memiliki horison A-Bw1-Bw2-C-R. Horison R

dan C didominasi oleh SiO2 dan yang terendah terdapat pada senyawa K2O pada

horison R dan horison C.

Data analisis tanah laboratorium menunjukkan adanya pengurangan SiO2,

P2O5, CaO, Fe2O3, MgO, Mn2O3, Na2O, K2O akan tetapi dari beberapa senyawa

yang diteliti, senyawa Al2O3 berubah atau mengalami kenaikan komposisi dari

horison R ke horison C.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah ”Kajian Pelapukan Geokimia

(R C ) Tanah Andisol di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo “.Yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir. P. Marpaung, MS sebagai Pembimbing I, ibu Ir.Alida Lubis, MS sebagai Pembimbing II dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi. Terima kasih

Medan. September 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP

Dewi Erisa Nainggolan, lahir di PTPN IV Tinjowan pada tanggal 12 Juli 1985. Anak dari ayah H. Nainggolan dan ibu H. br.Gultom, S.Pd. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMU RK. Bintang Timur P. Siantar dan pada tahun 2003 lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Klasifikasi Tanah dan Evaluasi Lahan di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(7)

DAFTAR ISI Hal ABSTRACT ... ii ABSTRAK ... iii RIWAYAT HIDUP ... iv KATA PENGANTAR ... v DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Percobaan ... 3 Kegunaan Percobaan ... 3 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Induk ... 4 Andisol ... 6 Pelapukan Geokimia ... 7 Analisis Total ... 9

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

Persiapan ... 16

Survai Lapangan ... 16

Analisa Laboratorium ... 16

Analisa Data ... 16

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian ... 18

Iklim ... 18

Topografi ... 19

Vegetasi ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deskripsi Profil Tanah ... 20

(8)

Pembahasan

Deskripsi Profil Tanah ... 24 Pelapukan Geokimia ... 26 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 30 Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Mode Kajian Proses Pelapukan Geokimia Menggunakan Perhitungan

Analisis Total Senyawa Penyusun Bahan... 17 Tabel 3. Analisa Kerapatan Jenis... 22 Tabel 4. Kadar dan bobot senyawa-senyawa kimia pada profil tanah... 22

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1.Data Curah Hujan Daerah Penelitian ...31

Lampiran 2. Deskripsi Profil Tanah ...32

Lampiran 3. Analisa Kerapatan Jenis dan Analisa Total Senyawa ...34

Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian ...35

Lampiran 5. Peta Geologi Kecamatan Tiga Panah ...36

Lampiran 6. Peta Jenis Tanah di Desa Tongkoh Kec. Tiga Panah ...37

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah adalah tubuh alam ( natural body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam ( natural forces) terhadap bahan-bahan alam ( natural material) di permukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdifferensiasi membentuk horizon-horizon mineral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak di bawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisis maupun kehidupan biologisnya ( Hakim, dkk, 1986).

Pelapukan merupakan proses alamiah akibat bekerjanya gaya-gaya alam baik secara fisik maupun kimiawi yang menyebabkan terjadinya pemecah-belahan, penghancuran dan transformasi bebatuan dan mineral-mineral penyusunnya menjadi material lepas (regolit) di permukaan bumi ( Hanafiah, 2005).

Bahan induk tanah (horison C) pada dasarnya berasal dari batuan induk ( lapisan R) yang terbentuk akibat adanya pelapukan fisik dan kimiawi. Proses pedogenesis berlangsung setelah bahan induk tersebut terbentuk dan oleh karena faktor-faktor pembentuk tanah lainnya. Mineral yang terdapat pada batuan induk merupakan mineral utama, jika batuan tersebut melapuk maka mineral-mineral yang terkandung dalam batuan tersebut akan melepaskan unsur-unsur yang dikandungnya. Ada yang tercuci, ada yang menjadi sumber unsur hara pada tanaman dan ada yang saling bereaksi membentuk mineral sekunder.

(12)

Tanah sebagai salah satu unsur habitat perlu diketahui kapasitas kemampuannya jika kita hendak melakukan penanaman pada tanah itu. Untuk mengetahui kapasitas kemampuaannya itu perlu dilakukan penelitian-penelitian dengan cara analisis terhadap tubuhnya. Analisis kuantitatif dapat meyajikan kandungan dan komposisi senyawa penyusun mineral baik pada batuan induk (R) dan juga bahan induk (C).

Ada dua macam pelapukan yang terjadi di dalam tanah yaitu pelapukan pedokimia dan pelapukan geokimia. Pelapukan pedokimia merupakan pelapukan yang terjadi pada horison C ke horison A dan pada horison A ke horison B yang terletak pada solum, sedangkan pelapukan geokimia adalah pelapukan yang terjadi pada horison R ke horison C yang terletak di bawah solum. Horison R merupakan horison yang terdiri atas lapisan batuan yang keras dan juga batuan yang lunak, akibat adanya pengaruh alam dan waktu menyebabkan lapisan batuan ini hancur ( melapuk ) membentuk suatu horison yang baru dan disebut dengan horison C.

Kabupaten Karo merupakan salah suatu daerah yang berbahan induk Tuff Andesit, yang berasal dari letusan kompleks Sibayak. Daerah Tongkoh merupakan daerah yang memiliki jenis tanah Andisol dan memiliki bahan induk tuff andesit. Kabupaten Karo merupakan suatu areal dataran tinggi dengan topografi yang datar hingga bergunung dengan produksi tanaman jeruk (Citrus maxima).

Pada daerah ini belum pernah dilakukan penelitian tentang kajian pelapukan geokimia. Oleh karena itu penulis tertarik mengkaji sejauh mana tingkat pelapukan geokimia andisol yang terdapat di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

(13)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pelapukan geokimia tanah andisol, di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah.

Kegunaan Penulisan

o Sebagai bahan informasi tentang pelapukan geokimia tanah andisol di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo.

o Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Induk

Bahan induk merupakan peruraian atau pelapukan dari batuan. Secara umum batuan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : batuan beku, batuan metamorfosa dan batuan sedimen. Batuan beku terjadi karena magma yang membeku. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat sedimentasi baik oleh air maupun angin. Batuan metamorfosa berasal dari batuan beku ataupun sedimen yang karena suhu dan tekanan yang tinggi berubah menjadi jenis batuan yang lain ( Hardjowigeno, 1993).

Salah satu faktor yang terpenting dalam mendeterminasi karakteristik tanah bagi pakar perintis pedologi adalah bahan induk. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau klasifikasi dan survai tanah pada masa itu didasarkan pada bahan induk, sehingga tanah-tanah diberi nama seperti tanah granit, tanah andesit, tanah liparit, tanah abu volkan dan sebagainya ( Hardjowigeno, 1993).

Abu vulkan yang berasal dari gunung berapi di Indonesia umumnya bersifat andesit hingga basalt. Abu vulkan yang bersifat andesitik dijumpai di daerah Banten yang berasal dari gunung Purba, sedangkan di Sumatera Utara di seitar gunung sibayak dan gunung Toba ditemukan tuff liparit, dasit, amdesit (Hardjowigwno, 1986).

Jenis tanah yang berasal dari hasil peletusan gunung Sibayak mempunyai sifat morfologi sebagai berikut :

(15)

0-30 cm : lapisan debu berlempung, berwarna kelabu tua sampai hitam, dalam keadaan kering berbentuk tepung. Struktur tanah remah dan konsistensinya sangat gembur hingga lepas

30-120 cm : lapisan lempung berpasir berwarna cokelat kekuningan sampai kuning, struktur bergumpal. Ditemukan pasir yang mengandung kerikil

120-250 cm : lapisan pasir volkanis berselang-seling dengan abu volkanis dapat mencapai tebal 50cm

> 250 cm : lapisan pasir yang kompak dengan banyak batu bulat. (Druif, 1969).

Tiap sifat bahan induk merupakan faktor pengubah bebas dalam pembentukan tanah. Sifat-sifat penting yang berpengaruh terhadap proses pelapukan antara lain tekstur batuan, struktur batuan, kemasaman, kadar Ca yang dikandung bahan induk dan jenis mineral yang menyusun batuan (Darmawidjaya, 1997).

Jenny (1941, dalam Poerwowidodo, 1991) menyatakan bahwa bahan induk tanah adalah semua bahan alami tanpa melihat asal-usul, ukuran dan watak bahan yang ditemui pada saat proses pembentukan tanah dimulai. Ini berarti bahwa bahan induk tanah dapat berupa batuan dan bahan bukan batuan.

Batuan andesit bersifat masam, tersusun atas mineral feldspar, ortoklas, amfibol, augit, hipersten dan biotit serta mineral pengiring apatit, zircon, dan titanit. Susunan senyawa dalam andesit menampakkan warna gelap yaitu kelabu, coklat merah, kehijauan dan kadang-kadang hitam, komposisi berbeda dibanding liparit, terutama senyawa basa yang lebih banyak pada andesit (Marpaung, 1992).

(16)

ANDISOL

Tanah andisol (andosol) adalah tanah yang berwarna hitam kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silica, alumina atau hidroxida-besi. Tanah ini terbentuk dari abu vulakanik umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi (Darmawijaya, 1990).

Mineral liat silikat amorf yang terpenting adalah alopan. Mineral ini terdapat pada tanah yang berasal dari abu vulkan, dan diperkirakan berasal dari pelapukan gelas volkanik atau mineral feldspar. Mineral ini mempunyai kapasitas tukar kation tinggi, tetapi dapat memfiksasi P dengan kuat. Tanah yang mengandung banyak alofan terasa licin bila dipirid dan umumnya mempunyai bulk density yang rendah ( kurang dari 0, 90 g/cc) ( Hardjowigeno, 2003).

Salah satu bentuk khas dari bahan volkanik adalah abu volkan. Bahan ini merupakan bahan volkanik yang disemburkan dari gunung api sewaktu gunung tersebut meletus. Abu volkan ada yang banyak mengandung gelas volkan yang amorf ( tipe vitrik), ada pula yang banyak mengandung fragman batuan (tipe litik). Tanah yang terbentuk dari abu volkan umumnya merupakan tanah-tanah yang subur, misalnya tanah Andosol ( Andept) ( Hardjowigeno, 1986).

Proses pembentukan tanah yang utama pada andisol adalah pelapukan dan transformasi (perubahan bentuk). Proses pemindahan (translokasi) dan penimbunan bahan-bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan organik dan terjadinya kompleks bahan organi dan almunium merupakan sifat khas pada beberapa andisol (Hardjowigeno, 1993).

(17)

Pelapukan Geokimia

Pelapukan adalah proses alam dimana berlangsung pemecahan dan transformasi batu-batuan dan mineral-mineral menjadi bahan lepas, disebut regolit, terletak di permukaan bumi dengan kedalaman yang berbeda. Proses pelapukan dicirikan oleh dua tipe yakni fisika dan kimia yang sudah ada sebelum jasad hidup muncul di permukaan bumi. Jasad hidup mempercepat proses pelapukan secara kimia dengan memproduksi CO2 sebagai hasil pernafasan, dan

oleh sekresi-sekresi asam-asam berasal dari akar (Hakim, dll, 1986).

Pelapukan mengacu pada disentegrasi dan perubahan batuan dan mineral disebabkan oleh proses fisik dan kimia. Pelapukan pada umumnya menghasilkan penurunan dalam ukuran partikel dan bahan dalam pelepasan bahan mudah larut dalam sintesis bahan-bahan baru (Tan, 1993).

Pelapukan ini bekerja di dalam batuan keras, batuan lunak, bahan tanah dan terus selama perkembangan tanah dan baru terhenti jika sudah tidak tersedia pereaksi. Pelapukan ini berlangsung di bawah dan di dalam solum (Poerwowidodo, 1991).

Proses pelapukan dibagi menjadi 2 jenis yaitu pelapukan secara geologi dan pelapukan pedologi. Pelapukan geokimia terjadi di bawah solum tanah dan merupakan proses geologi, proses ini terjadi sebelum tanah terbentuk. Sedangkan pelapukan pedokimia merupakan proses pembentukan tanah dan terjadi pada solum ( Buol et all, 1980) .

Sesuai dengan konsep pelapukan, mineral primer dibagi dalam kelompok resisten dan mudah lapuk. Mineral resisten utama terdiri dari kuarsa, opak dan

(18)

konkresi besi. Mineral resisten dan mudah lapuk sering digunakan sebagai indicator tingkat pelapukan tanah (Rachim, 2004).

Pelapukan adalah penghancuran fisik dan kimia dari batuan, karena mineral-mineral dalam batuan tersebut tidak dalam keseimbangan pada suhu, tekanan dan kelembaban. Pelapukan sudah dimulai sebelum proses pembentukan tanah berlangsung sampai tidak ada lagi bahan-bahan mudah lapuk. Pelapukan terjadi baik di bawah solum maupun di dalam solum. Pelapukan geokimia adalah pelapukan yang terjadi di bawah solum (horison C), sedangkan pelapuka pedokimia adalah pelapukan yang terjadi pada solum tanah yaitu horison A dan B (Hardjowigeno, 1993).

Pelapukan geokimia adalah pelapukan yang terjadi di bawah solum (horison R). pelapukan geokimia meliputi reaksi oksidasi, reduksi, oksidasi-reduksi, hidrasi, solusi dan hidrolisis. Mineral- mineral melapuk dan melepaskan unsur-unsur yang dikandungnya yang sebagian merupakan unsur hara tanaman, sebgaian tercuci dari tanah bersama air perkolasi atau erosi, sedangkan sebagian lagi saling bereaksi membentuk mineral-mineral baru (Hardjowigeno, 1993).

Reaksi- reaksi yang terjadi pada proses geokimia terdiri dari : (Hanafiah, 2005).

1. Pelarutan (solubilitasi) adalah proses pelarutan secara alamiah dilakukan oleh air yang daya larutnya akan meningkat bila mengandung senyawa-senyawa terlarut seperti CO2, asam-asam organik maupun

senyawa-senyawa organik tertentu.

2. Hidratasi adalah proses terbentuknya mineral hidrat pada permukaan batuan. Apabila suatu mineral terendam air, maka bidang-bidang

(19)

permukaan, rusuk, dan sudut kristalnya akan dijenuhi molekul-molekul air dan membentuk lapisan air, disebut mantel hidrat, yang berfungsi sebagai isolator mineral-mineral terhadap pengaruh-pengaruh gaya-gaya dari luar. Pelapisan permukaan ini menyebabkan rusaknya bentuk dan kisi-kisi kristal dan melepaskan energi pengikatnya. Akibat kerusakan ini menyebabkan meluasnya permukaan yang terhidratasi, sehingga kristal menjadi terpecah. Sebagai contoh adalah reaksi hidratasi yang mengubah hematit (berwarna merah) menjadi limonit (berwarna kuning) dan kalsium anhidrat menjadi gips di bawah ini :

2 Fe2O3 + 3 H2O

CaS4 + 2 H2O

3. Hidrolisis adalah proses sederhana dapat berupa substitusi (pertukaran situs) ion-ion alkali pada kisi-kisi kristal mineral oleh ion-ion H- tersebut, yang menghasilkan senyawa asam alumino-silikat atau asam ferro-sillikat dan membebaskan hidroksida-alkali. Menurut Hardjowigeno (1993) hidrolisis terjadi karena serangan ion hydrogen pada struktur kristal, sehingga terjadi pergantian kation-kation dalam kristal oleh hydrogen, sehingga struktur rusak dan hancur. Adanya pertukaran ion menyebabkan struktur mineral rusak, maka proses pelapukan akan cepat terjadi. Mekanisme hidrolisis misalnya terjadi dalam proses pembentukan asam silikat orthoklas dan liat kaolinit dari feldspar dengan reaksi sebagai berikut :

Feldspar : KAlSi3O8 + HOH

2 Fe2.3H2O atau 4 Fe (OH) (limonit)

CaSO4. H2O (gips)

(20)

4. Oksidasi merupakan reaksi kimiawi yang menyebabkan berkurangnya elektron (muatan negatif) baik melalui penambahan oksigen maupun tanpa oksigen. Proses oksidasi terhadap bebatuan umumnya terjadi lewat oksidasi senyawa-senyawa besi (Fe) dan mangan (Mn) yang dikandung mineral penyusunnya, karena kedua logam ini mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi dan bentuk teroksidasi.Akibat adanya transformasi bentuk reduksi-oksidasi ini maka memicu terjadinya pelapukan bebatuan secara kimia. Salah satu contoh oksidasi yaitu :

Ferro-oksida menjadi ferri –oksida 4 FeO + O2

5. Reduksi, reaksi di atas terlihat bahwa reaksi oksidasi-reduksi merupakan reaksi bolak-balik, apabila senyawa yang teroksidasi mengalami penggurangan elektron akibat penambahan atau tanpa oksigen, maka senyawa reduksi akan sebaliknya. Reaksi reduksi dominant pada tanah-tanah berkadar bahan organik tinggi (tanah-tanah gambut) di rawa-rawa.

6. Karbonatasi, merupakan proses yang menyebabkan bereaksinya asam karbonat dengan basa-basa membentuk basa karbonat. Contoh reaksi ini yaitu yang dialami orthoklas sebelum menghasilkan liat kaolinit, kalium karbonat dan Si-oksida berikut :

KAlSi3O8 + 2 H2O + CO2

7. Asidifikasi, proses bebatuan juga berfungsi mempercepat pelapukan batuan, meliputi asam organik maupun asam organik maupun asam organik.

2 Fe2O3 (hematit)

(21)

Reaksi umum asidifikasi mineral adalah : Ca-Feldspar + H- Liat

Sebagai akibat pelapukan batuan dan reaksi hidrolisa yaitu pengrusakan kristal oleh ion hidrogen menyebabkan batuan pecah menjadi bentuk fragmen dan terjadinya pencucian komponen-komponen mineral yang larut seperti Ca, Mg, K dan P oleh air (Darmawijaya, 1997).

Bagan tentang cepat atau lambatnya mineral mengalami pelapukan tersusun di bawah ini ( Krauskopf, 1975)

Peningkatan suhu semakin cepat melapuk Olivine

Ca-Plagioklas

Bulk density menunjukan tingkat pelapukan batuan. Bulk density turun dengan meningkatnya pelapukan karena terbentuknya pori-pori tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikatan air oleh tanah. Tekstur dan struktur tanah perlu dipertimbangkan dalam menentukan cara pengolahan (penggarapan) tanah

(Hardjowigeno, 1993).

H- Silikat + Ca- Silikat

Piroxin Hornblede Biotite

Kuarsa

(22)

Analisis Total

Analisis total adalah analisis untuk menentukan jumlah total unsur-unsur di dalam tanah, misalnya Si, Al, Na, Ca, Mg, dll yang dinyatakan dalam bentuk oksidanya, misalnya Al2O3 dan K2O dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993).

Analisis “ kimia basah “ merupakan cara untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalam tanah yang hasilnya berupa oksida basa. Sebagai contoh, penentuan jumlah atau persentasi aluminium, silika, besi (Fe), kalsium, dan kation basa lainnya pada suatu tanah dikumpulkan untuk sebuah analisa dengan cara tersebut di atas. Analisa total ini merupakan cara yang cepat dan mudah. Pada penentuan dengan tipe ini adalah sangat diperlukan untuk mengubah unsur yang tidak terlarut menjadi dalam bentuk yang dapat larut sehingga dapat diukur dengan cara kimia. Metode yang umum digunakan adalah dengan mencampurkan sample tanah dengan natrium karbonat dengan cara berulang-ulang. Analisis kuantitatif biasanya menggunakan metode gravimetrik sebelum adanya instrument colorimeter dan spectrophotometer untuk menentukan total unsur pada suatu sample tanah. Persentasi bobot pada analisa ini berbentuk oksida. Persentasi bobot unsur ini digunakan untuk menentukan bobot setiap molekul sehingga diperoleh juga persentase molekulnya. Perbandingan nilai persentase setiap molekul dihitung untuk setiap horison tanah untuk mengetahui penambahan atau pengurangan yang terjadi di dalamnya, dengan demikian dapat diduga tempat pembentukan tanah terjadi secara alami (Buol, et al, 1980).

Titanium merupakan logam sedikit ditemukan dalam tanah. Umumnya jumlahnya hanya mencapai 1% atau bahkan kurang. Namun pada tanah-tanah

(23)

tropis yang telah mengalami pelapukan lebih lanjut atau disebut tanah tua, jumlah Titanium dapat ditemukan hampir 20 %. Hal ini dikarenakan Titanium merupakan bahan yang sukar lapuk (Black, 1965).

Mineral primer adalah mineral asli yang terdapat dalam batuan. Pada umumnya mineral primer terdiri atas mineral silikat, yaitu persenyawaan silikon dan oksigen (SiO2), kemudian variasinya terdiri dari feldspar yang mengandung

persenyawaan aluminium, kalsium, magnesium, besi. Perubahan susunan kimia selama pelapukan batuan di permukaan bumi merubah mineral primer yang terurai lagi, kemudian bersenyawa lagi dengan mineral sekunder (Abdullah, 1993).

Deret intensitas pelapukan potensial dibuat juga untuk mineral. Mineral penyusun batuan yang dulu terbentuk dalam proses differensiasi magma, berarti terbentuk dalam lingkungan suhu tinggi, tekanan besar dan kandungan oksigen serta air rendah akan melepuk lebih dahulu daripada mineral yang mengkristal paling belakangan dalam lingkungan yang tidak berjauh berbeda. Intensitas pelapukan mineral dipengaruhi oleh struktur kristal, perimbangan ikatan mantap Si-O dengan ikatan tak mantap Na-O, K-O, Mg-O dan Ca-O, kadar ion tereduksi Fe2+, S2- dan Mn2+ serta kelarutan antar mineral. Makin rumit struktur kristalnya dan makin banyak ikatan mantap Si-O maka mineral makin tahan lapuk. Sebaliknya makin banyak ion dalam keadaan tereduksi maka makin retan oksidasi atau makin mudah unsur terlarutkan berarti makin mudah unsur terbebaskan dari ikatan mineralogi dan makin retan pencucian (Notohadiprawiro, 1998).

Mengenai garam dari anion bervalensi dua terdapat berbagai macam daya larut. Garam sulfat dari Mg, Na dan K umumnya mudah larut, dengan daya larut

(24)

pada 00C dalam 100 cc air berturut-turut. Garam karbonat dan bikarbonat Na dan K mudah larut sedangkan Mg lebih sukar (0,1 g tiap 100 cc air) baik MgCO3

maupun Mg(HCO3)2 (Darmawijaya, 1990).

Kuarsa (SiO2) adalah mineral yang sangat umum dan merupakan kedua

terbanyak sesudah feldspar, tidak berwarna dan tembus pandang, kadang-kadang berwarna coklat, kuning, ungu merah, hijau, biru atau hitam, hal ini disebabkan adanya pengotoran zat-zat lain. Oksida dan hidroksida mangan dijumpai di tanah dalam bentuk nodul coklat atau hitam, konkresi dan menyelaputi ped. Sering berikatan dengan oksida besi. Mangan terdapat dalam bentuk birnessit atau lithiophorit di tanah. Hematit (Fe2O3) hanya sedikit dibandingkan goetit dan

biasanya terdapat berikatan dengan goetit. Goetit dan hematite adalah mineral stabil pada lingkungan teroksidasi ( Sitanggang dan Kemala, 2005).

Ternyata di antara alkali-tanah, Ca lebih cepat terlindi dari pada Mg, di antara alkali Na lebih cepat dari pada K. dibandingkan dengan basa, pencucian SiO2 dapat dianggap paling lambat. Akan tetapi keadaan sebaliknya diperlihatkan

Al2O3 yang selama berlangsung proses pelapukan kimia relatif naik kadarnya

(25)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo dengan ketinggian 1447 m di atas permukaan Laut, Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium Fisika Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dan Laboratorium Balai Riset Penelitian Perindustrian dan Perdagangan, Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2007 sampai dengan September 2007.

Bahan dan Alat

Bahan- bahan yang digunakan adalah sample tanah dan batuan di daerah penelitian , air, lilin, benang, bahan kimia lainnya.

Alat-alat yang digunakan adalah Peta Geologi Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah skala 1: 50.000, Peta Lokasi Penelitian skala 1: 50.000, Peta Jenis Tanah skala 1: 50.000, waterbath, bor tanah, cangkul, kompas, Altimeter, GPS, meteran, Kantong plastik, tali plastik, ring sample, label nama, spidol, karet gelang, formulir isian profil, Munsell Soil Color Chart, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) , goni plastik, karton manila, kamera.

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan adalah analisis data asal laboratorium beberapa senyawa penyusun batuan (R) dan horison C. Batuan (R) dan horison C diperoleh melalui survey lapangan/ deskripsi profil tanah dan analisis kerapatan jenis senyawa penyusun dengan metode lilin (R) dan metode ring sample (C).

(26)

Persiapan

Sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka, penyusunan skripsi dan penyediaan bahan serta peralatan yang digunakan di lapangan.

Survai Lapangan

Penentuan titik lubang profil tanah dengan menggunakan GPS berdasarkan analisa lokasi, geologi, jenis tanah dan peta Desa Tongkoh. Pengambilan sample tanah dilakukan pada horison R (batuan) dan horison C (bahan induk).

Analisa di Laboratorium

Analisa di laboratorium yang terdiri atas :

• Analisa kerapatan jenis (BD) dengan menggunakan metode lilin

• Metode analisa total senyawa Silika (SiO2), Aluminium (Al2O3),

Magnesium (MgO), Kalsium (CaO), Kalium (K2O), Natrium ( Na2O),

Besi (Fe2O3), Mangan ( Mn2O3) , Titanium (TiO2) dan Pospat (P2O5).

1. Metode analisa total Alumunium Oksida (Al2O3) dan Silika

Oksida (SiO2) adalah metode grafimetri.

2. Metode analisa total Kalsium Oksida (CaO), Magnesium Oksida (MgO), Mangan Oksida (Mn2O3), Natrium Oksida (Na2O),

Kalium Oksida (K2O), Besi/Ferum Oksida (Fe2O3), Pospat

Oksida (P2O5) adalah metode ekstraksi dengan larutan asam

(27)

3. Metode analisa total Titanium Oksida (TiO2) adalah metode

spektrophotometri. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan perhitungan menggunakan rumus berikut : Bobot Senyawa (gram) = Kadar Senyawa(%)x 167,33 cm3 x Kerapatan Jenis(g/cm3)

Keterangan :

Bobot Senyawa : bobot senyawa (g)

Kadar Senyawa (%) : Persentase senyawa hasil analisis total (%) Kerapatan Jenis : Nilai Bulk Density bahan (g/cm3).

167,33 = volume tanah dalam ring sample dengan perhitungan sebagai berikut : V=πr2

t

V=3,14 x (3,65cm)2x 4 cm V=167,33 cm3

R (jari-jari ring sample) = 3,65 cm, tinggi ring = 4 cm, π = 3,14

Tabel 1. Mode Kajian Proses Pelapukan Geokimia Menggunakan Perhitungan Analisis Total Senyawa Penyusun Bahan

Horison (R ) Bulk density………. Horison (C ) Bulk density………. +/- Gain/Loss Senyawa % g Senyawa % g g % SiO2 SiO2 Al2O3 Al2O3 Fe2O3 Fe2O3 P2O5 P2O5 Mn2O3 Mn2O3 MgO MgO K2O K2O CaO CaO Na2O Na2O TiO2 TiO2 Total

(28)

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo. Penelitian ini hanya pada satu profil tanah yang disebut Pedon pada koordinat 98032’20,7’’ LU dan 03012’23,2’’, dengan ketinggian tempat 1447 di atas permukaan laut (dpl). Peta lokasi ada pada lampiran 4.

Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya tanah. Data iklim yang digunakan adalah curah hujan selama 10 tahun terakhir yaitu mulai tahun 1996 sampai tahun 2006 (lampiran 1). Data curah hujan diperoleh dari Badan Meterologi dan Geofisika Sampali, Medan, Sumatera Utara.

Jika suatu daerah memiliki curah hujan yang cukup tinggi maka proses pembentukan tanah akan semakin cepat pada daerah tersebut, hal ini disebabkan karena pada keadaan basah tanah akan semakin cepat terdekomposisi dan membentuk lapisan-lapisan tanah baru.

Berdasarkan pendapat Schmidt dan Fergusson (1951, dalam Guslim, 1997) bahwa bulan basah terjadi jika curah hujan > 100mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan ≤ 60 mm, dengan harga Q yang diperoleh dari perbandingan antara bulan kering dan bulan basah. Pernyataan ini dinotasikan sebagai berikut :

Q = rata-rata bulan kering x 100% rata-rata bulan basah

(29)

Daerah penelitian di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo, mempunyai iklim tipe D (sedang), dengan rata-rata bulan kering 4,3 dan rata-rata bulan basah adalah 4,6 dengan harga Q terletak pada range 60<Q ≤ 100.

Topografi

Pada umumnya relief di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo adalah landai-bergunung. Pada Pedon reliefnya adalah landai dengan kemiringan lereng 5%.

Vegetasi

Vegetasi merupakan salah satu faktor pembentuk tanah. Tanah yang bervegetasi rumput memiliki kandungan bahan organik yang lebih banyak, sedangkan tanah yang bervegetasi hutan memiliki separuh dari kandungan organik yang dimiliki tanah bervegetasi rumput dan terdistribusi tidak merata. Tanah hutan memiliki tingkat perkembangan profil tanah lebih sempurna.

Penggalian profil tanah di desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo dilakukan pada kawasan hutan pinus (Pinus merkusii) yang ditanam oleh Dinas Kehutanan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, vegetasi yang tumbuh di sekitar daerah penelitian dan di atas daerah penelitian adalah rumput-rumputan (Graminae), pinus (Pinus merkusii), jeruk (Citrus maxsima), Ubi jalar ( Ipomea batatas), Ketimun (Cucumis sativus).

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Deskripsi Profil Tanah

Sifat tanah yang diamati di lapangan meliputi warna tanah, tekstur tanah, ketahanan struktur, struktur tanah, konsistensi tanah, dan kedalaman efektif adalah sebagai berikut :

Lokasi : Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Koordinat : 98032’20,7’’ LU dan 03012’23,2’’

Ketinggian Tempat : 1447 m dpl Bahan Induk : Andesit Jenis Tanah : Andisol Kemiringan Lereng : 5% Topografi : Landai Drainase : Baik Kedalaman Efektif : 56 cm

Vegetasi : Pinus (Pinus merkusii), Rumput-rumputan (Graminae), Jeruk (Citrus maxima), Ubi jalar (Ipomea batatas), Ketimun ( Cucumis sativus).

(31)

Morfologi Profil Tanah

Horison Kedalaman (cm) Uraian

A 0-16/18 Hitam gelap kecoklatan (10 YR 2/2), pasir berlempung, sedang, remah, gembur, terdapat batuan, perakaran banyak, beralih nyata berombak ke….

Bw1 16/18-28/40 Coklat kekuningan (10 YR 5/6), lempung, sedang, gumpal, teguh, terdapat batuan, sedikit perakaran, beralih nyata berombak ke…

Bw2 28/40-40/68 Kuning kecoklatan (10 YR 6/6), lempung berpasir, sedang, gumpal bersudut, teguh, tidak terdapat batuan, terdapat sedikit perakaran, terdapat sedikit karatan, beralih nyata berombak ke…

C 40/68 - < 150 Coklat kuning keabu-abuan (10 YR 4/8), lempung berpasir, sedang, gumpal bersudut, teguh, tidak terdapat batuan, tidak ada perakaran, terdapat bercak berwarna kuning merah kecoklatan pada kedalaman 55 cm, beralih nyata berombak ke…

II R 150- > 264 Berwarna kelam dan gelap, pelitik, padat keras

(32)

Analisis Laboratorium Kajian Pelapukan Geokimia • Analisis Kerapatan Jenis

Hasil analisis kerapatan jenis (bulk desity) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisa Kerapatan Jenis

Profil Horison Kedalaman (cm) Kerapatan Jenis (g/cm3)

P

C 40/68 - < 150 0.89

R 150- > 264 2.68

• Analisis Total Senyawa Penyusun R dan C

Hasil analisis total senyawa-senyawa kimia terdapat pada Tabel 3. Senyawa TiO2 tidak dianalisis, karena TiO2 tidak ditemukan pada sampel (Black,

1965).

Tabel 3. Kadar dan bobot senyawa-senyawa pada profil tanah Horison R BD = 2.68 g/cm3 Horison C BD = 0.89 g/cm3 +/- Gain/Loss Senyawa % g Senyawa % g g % SiO2 62.1 278.4839 SiO2 55.9 83.2483 -195.2356 -70.1 Al2O3 0.57 2.5561 Al2O3 17.8 26.5084 +25.9522 +937.05 Fe2O3 2.12 9.5070 Fe2O3 0.69 1.0275 -8.4794 -89.19 P2O5 0.08 0.3587 P2O5 0.03 0.0446 -0.3140 -87.54 Mn2O3 0.0929 0.4166 Mn2O3 0.004 0.00059 -0.4106 -98.57 MgO 18.5 82.9622 MgO 14.7 21.8917 -61.0704 -73.61 K2O 0.000019 0.000085 K2O 0.00001 0.0000148 -0.0000702 -82.58 CaO 15.2 68.1635 CaO 5.70 8.4886 -59.6748 -97.54 Na2O 0.05337 0.2393 Na2O 0.01644 0.0244 -0.2148 -89.77 Total 442.6876 141.2398 -301.4478 -68.09

Perhitungan total Loss atau gain berdasarkan rumus berikut :

Bobot senyawa di horison R – Bobot senyawa di horison C

Total Loss/Gain = x100%

(33)

Pembahasan Deskripsi Profil Tanah

Dari hasil pengamatan diperoleh solum yang dalam. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya horison C pada kedalaman 40 sampai di bawah 150 cm yang dapat dipengaruhi oleh keadaan topografinya, mengingat letak solum berada pada daerah yang lebih rendah daripada daerah sekitarnya. Seperti yang kita ketahui daerah yang lebih rendah umumnya merupakan daerah endapan. Lahan ini juga berada pada lereng dengan kemiringan 5% atau termasuk kelas landai.

Penentuan warna tanah dilakukan berdasarkan buku pedoman penciri warna yaitu buku Munsell Soil Color Chart. Warna tanah disusun atas tiga variable yaitu value, chorma, dan hue. Value menunjukkan warna gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum . Hue menunjukkan warna spektrum yang dominan, sesuai dengan panjang gelombang.

Warna tanah pada setiap horison berbeda-beda dari atas hingga ke bawah. Dilihat dari morfologi profil tanahnya bahwa warna tanah semakin ke bawah semakin terang. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang semakin terang menunjukkan kandungan bahan organik yang semakin sedikit dan warna tanah yang semakin gelap menunjukkan kandungan bahan organik yang tinggi. Pada tanah yang terbentuk dari batuan andesit umumnya memiliki kuarsa yang tinggi sehingga menimbulkan warna terang pada tanah hal ini sesuai dengan pernyataan (Sitanggang dan Kemala, 2005) bahwa kuarsa (SiO2) adalah mineral yang

(34)

dan tembus pandang, kadang-kadang berwarna coklat, kuning, ungu merah, hijau, biru atau hitam, hal ini disebabkan adanya pengotoran zat-zat lain.

Struktur tanah dari profil yang diamati pada horison C adalah gumpal bersudut dan ukuran struktur sedang, sementara pada horison R merupakan batuan yang padat dan keras. Penentuan ketahanan bentuk dan struktur tanah dilakuka n berdasarkan kemantapan dan ketahanan bentuk struktur tanah tersebut. Ketahanan berbeda-beda dari mudah hancur (tingkat perkembangan awal), sedang (tingkat perkembangan sedang) sampai yang sulit hancur (tingkat pelapukan lanjut).

Pada morfologi profil tanah kita lihat bahwa tekstur tanah berbeda pada tiap horison. Pada horison C tanah bertekstur lempung berpasir. Tekstur tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan pasir, debu dan liat dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Foth (1991) yang menyatakan bahwa tekstur merupakan perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat.

Pada profil yang diamati diperoleh konsistensi tanah teguh. Terbentuknya konsistensi teguh disebabkan karena meningkatnya kandungan liat pada horison tersebut.

Kerapatan jenis atau Bulk Density (BD) profil yang diamati pada horison bawah ke atas semakin rendah. Ini menunjukkan jumlah pori di dalam tanah dari bawah sampai permukaan tanah semakin bertambah. Dari hasil yang diperoleh bahwa kerapatan jenis (BD) pada horison R sebesar 2,68 g/cm3. Hal ini disebabkan karena pada horison R merupakan batuan yang padat dan keras sehingga memiliki ruang pori yang sangat kecil. Sedangkan pada horison C kerapatan jenis yang diperoleh sebesar 0.89 g/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pertambahan ruang pori yang disebabkan oleh pelapukan. Hal ini sesuai

(35)

dengan pernyataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa bulk density menunjukkan tingkat pelapukan batuan. Bulk density turun dengan meningkatnya pelapukan karena terbentuknya pori-pori tanah.

Pada profil penelitian sebenarnya ditemukan adanya lithologi diskontinuitas pada kedalaman di atas 150 cm, hal ini dapat terlihat pada gambar lampiran 7. Namun dapat diasumsikan bahwa bahan induk pada Pedon I sama dengan Pedon II maka penulis menggunakan horison C pada Pedon I dan horison R pada pedon II disebabkan profil sudah tergenang oleh air. Adanya lithologi diskontinuitas dapat saja terjadi terutama pada daerah di sekitar pegunungan, hal ini mungkin saja disebabkan adanya erupsi (letusan gunung berapi) di daerah tersebut pada waktu yang berbeda sehingga terjadi penimbunan bahan volkan pada tanah yang sudah ada, hal ini sesuai dengan peryataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya lithologi diskontinuitas antara lain penimbunan bahan endapan pada tanah yang sudah ada, penimbunan bahan volkanik dari letusan yang berbeda, dan sebagainya.

Kajian Pelapukan Geokimia

Pada penelitian ini yang dikaji adalah pelapukan geokimia dari horison R ke C. Berdasarkan hasil analisis kimia di laboratorium, pada Tabel 3 terdapat perbedaan kuantitas senyawa-senyawa pada horison R ke C. Pada horison R bobot senyawa tertinggi adalah pada senyawa SiO2 yaitu 62.1% atau sebesar 278.4839 g

dan yang terendah pada senyawa K2O yaitu 0.000019% atau sebesar 0.000085 g.

Pada horison C bobot tertinggi juga senyawa SiO2 yaitu 55.9% atau sebesar

83.2483 g dan terendah juga pada senyawa K2O yaitu 0.00001% atau sebesar

(36)

yang berkurang dan ada yang bertambah. Senyawa-senyawa yang mengalami penurunan bobot adalah senyawa SiO2, P2O5, CaO, Mn2O3, MgO, Fe2O3, Na2O,

K2O sementara senyawa yang mengalami petambahan bobot hanya senyawa

Al2O3, adanya pengurangan dan peningkatan senyawa-senyawa tersebut

disebabkan karena pelapukan dan reaksi-reaksi kimia selama pelapukan terjadi. Dari hasil pengurangan bobot SiO2 tidak begitu drastis perubahannya. Hal

ini dapat terlihat pada hasil di horison R yang memiliki bobot 62,1% atau sebesar 278.4839 g dan di horison C menjadi 55,9% atau sebesar 83.2483 g. Hal ini disebabkan karena SiO2 merupakan senyawa yang sukar mengalami pelapukan.

Hal tersebut sesuai dengan bagan yang terdapat pada literatur Krauskopf (1975) yang memperlihatkan bahwa kuarsa (SiO2) memiliki urutan terakhir pada tingkat

pelapukan.

Al2O3 mengalami peningkatan yang drastis, hal ini dapat dilihat dari hasil

analisis laboratorium dimana nilai Al2O3 pada horison R yaitu 0,57% atau sebesar

2.5561 g menjadi 17,8% atau 26.5084 g di horison C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmawijaya (1990) yang menyatakan bahwa selama proses pelapukan kimia berlangsung Al2O3 relatif naik kadarnya. Kenaikan senyawa ini

juga disebabkan karena bahan induk yang dimiliki yaitu bahan induk andesit yang berasal dari bahan vulkan yang kaya akan Si dan Al. Tanah andisol merupakan salah satu jenis tanah yang terbentuk dari bahan induk vulkan.

Pada hasil nilai Fe2O3 mengalami pengurangan sebesar 89,19% atau

sebesar 8.4794 g. Pada horison R (batuan induk) nilai Fe2O3 sekitar 2,12% atau

sebesar 9.5070 g dan pada horison C menjadi 0,69% atau sebesar 1.0275 g. Pengurangan bobot juga terjadi pada senyawa Mn2O3 dimana pada horison R

(37)

memiliki bobot 0,0929% atau sebesar 0.4166 g mengalami pengurangan di horison C menjadi 0,004% atau sebesar 0,00059 g. Penurunan bobot ini disebabkan karena adanya reaksi oksidasi-reduksi, hal ini sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan proses oksidasi terhadap bebatuan umumnya terjadi lewat oksidasi senyawa-senyawa besi (Fe) dan mangan (Mn) yang dikandung mineral penyusunnya, karena kedua logam ini mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk tereduksi dan bentuk teroksidasi. Akibat adanya transformasi bentuk reduksi-oksidasi ini maka memicu terjadinya pelapukan bebatuan secara kimia.

P2O5 merupakan senyawa yang penting dan mutlak dibutuhkan tanaman,

tanaman-tanaman mengambil senyawa ini dengan akar-akarnya dari sebagian atau seluruh profil. Dari hasil terlihat pada komposisi kimia P2O5 yaitu 0,08% atau

sebesar 0.3587 g di horison R, setelah mengalami pelapukan di horison C berubah menjadi 0,03% atau sebesar 0.04466 g di horison C (bahan induk) yang tergolong sangat rendah oleh karena P merupakan salah satu unsur yang sulit larut.

Garam-garam (Ca, Mg, K, Na) umumnya mudah larut. Hal ini didukung dari hasil analisis laboratorium yang menunjukkan bahwa semua garam mengalami pelapukan terbukti garam-garam tersebut mengalami pengurangan bobot walau terlihat sangat kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmawijaya (1992) yang menyatakan bahwa garam sulfat dari logam Mg dan K umumnya mudah larut, dengan daya larut 00C dalam 100 cc air. Dan yang paling sukar adalah Na2O hal ini kemungkinan disebabkan bentuk garam Na yang dianalisis

dalam bentuk oksida, sementara Na yang mudah larut bila berada dalam bentuk karbonat.

(38)

Pelarutan basa-basa (CaO, MgO, K2O, dan Na2O) mengalami pengurangan

bobot dari batuan induk (R) ke bahan induk tanah (C), hal ini dapat terlihat dari hasilnya berikut dimana pada horison R bobot dari CaO yaitu 15,2% atau sebesar 68.1635 g mengalami penurunan di horison C menjadi yaitu 5,70% atau sebesar 8.4886 g, MgO pada horison R memiliki bobot 18,5% atau sebesar 82.9622 g mengalami penurunan di horison C menjadi 14,7% atau sebesar 21.8917 g, K2O

pada horison R memiliki bobot 0,000019% atau sebesar 0,000085 g mengalami penurunan di horison C menjadi 0,00001% atau sebesar 0,0000148 g, sedangkan Na2O memiliki bobot di horison R yaitu 0,05337% atau sebesar 0.2393 g

mengalami pengurangan bobot di horison C menjadi 0,01644% atau sebesar 0.0244 g.

TiO2 tidak dikaji pada hasil penelitian karena pada saat analisis di

laboratorium tidak ditemukan senyawa TiO2. Menurut Black (1965) persentase

total bobot Titanium di dalam tanah sangat kecil yaitu 1%. Namun pada tanah-tanah tropis yang berada pada perkembangan tanah-tanah tua seperti pada tanah-tanah Oksisol, Ultisol, senyawa Ti dijumpai dalam jumlah yang banyak.

Secara keseluruhan data analisa senyawa-senyawa kimia pada horison R dan C menunjukkan telah terjadi pelapukan. Pengurangan dan pertambahan bobot tiap-tiap senyawa mencerminkan reaksi-reaksi yang terjadi pada pelapukan. Total loss, pelapukan geokimia dari horison R ke horison C berkurang menjadi 68,09% atau sebesar 301.4478 g. Bobot total senyawa di horison R yaitu sebesar 442.6876 g dan setelah di horison C menjadi 141.2398 g.

Berdasarkan data total Loss/Gain, kebanyakan senyawa mengalami pengurangan bobot seperti yang terjadi pada senyawa SiO2, P2O5, Fe2O3, K2O,

(39)

CaO, MgO, Mn2O3, Na2O. Pengurangan bobot terjadi karena proses pelapukan

yang berlangsung selama pembentukan tanah yang dapat disebabkan oleh pencucian atau erosi. Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (1993) yang menyatakan mineral- mineral melapuk dan melepaskan unsur-unsur yang dikandungnya yang sebagian merupakan unsur hara tanaman, sebagian tercuci dari tanah bersama air perkolasi atau erosi, sedangkan sebagian lagi saling bereaksi membentuk mineral sekunder.

Adanya peristiwa lithologi diskontinitas juga dapat mempengaruhi peningkatan kadar senyawa pada horison, dimana adanya lithologi liskontinitas dapat terjadi akibat adanya peristiwa erupsi (letusan gunung berapi) pada waktu yang berbeda sehingga terjadi penimbunan bahan vulkan yang kaya Al, hal ini sesuai dengan peryataan Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya lithologi diskontinuitas antara lain penimbunan bahan endapan pada tanah yang sudah ada, penimbunan bahan volkanik dari letusan yang berbeda, dan sebagainya, sehingga adanya peningkatan Al2O3 bisa saja terjadi.

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Senyawa-senyawa yang mengalami penurunan bobot adalah SiO2, P2O5,

Fe2O3, K2O, CaO, MgO, Mn2O3, Na2O, dan senyawa yang mengalami

peningkatan adalah senyawa Al2O3..

2. Total Loss atau penurunan kadar total senyawa dari horison R ke horison C pada proses pelapukan geokimia di Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo adalah 68,09% atau 301.44 g.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian persentase kehilangan yang besar dari horison R ke horison C yakni sebesar 68,09%, disarankan penambahan unsur hara yang hilang seperti P, K, Ca, Mg melalui pemupukan untuk melengkapi unsur hara yang hilang akibat proses pelapukan. Dan juga disarankan agar penelitian lebih lanjut mengenai lithologi diskontinitas.

(41)

Lampiran 1. Data Curah Hujan

Informasi Curah Hujan Bulanan Pos Pengamatan/Stasiun Tiga Panah Tahun 1997-2006

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 1997 91 135 322 81 26 47 110 186 62 186 126 110 1998 55 61 28 46 25 41 54 77 97 41 34 - 1999 67 32 43 21 38 19 18 56 85 37 18 45 2000 115 57 67 52 12 16 23 28 93 66 33 40 2001 28 35 13 74 28 - - - - 600 185 382 2002 42 18 46 - 54 7 26 71 - - - - 2003 250 152 484 242 676 205 107 173 220 - - - 2004 65 2106 1402 124 521 275 125 205 314 - 1300 390 2005 70 110 350 142 39 135 57 110 276 - 127 107 2006 57 210 260 205 46 26 360 236 306 110 - 165 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Sampali, Medan

Curah Hujan Rata-rata di daerah Penelitian Tahun 1997-2006 Bulan Rata-rata Bulanan (mm)

Januari 84 Februari 291.6 Maret 301.5 April 98.7 Mei 146.5 Juni 77.1 Juli 88 Agustus 114.2 Sepetember 145.3 Oktober 104 November 182.3 Desember 123.9 Rata-Rata Tahunan (mm) 1757.1

(42)

Lampiran 2. Deskripsi Profil Tanah

Lokasi : Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Koordinat : 98032’20,7’’ LU dan 03012’23,2’’

Ketinggian Tempat : 1447 m di atas permukaan laut Bahan Induk : Andesit

Jenis Tanah : Andisol Kemiringan Lereng : 5% Topografi : Landai Drainase : Baik Kedalaman Efektif : 56 cm

Vegetasi : Pinus (Pinus merkusii), Rumput-rumputan (Graminae), Jeruk (Citrus maxima), Ubi jalar (Ipomea batatas), Ketimun ( Cucumis sativus).

Horison Kedalaman (cm) Uraian

A 0-16/18 Hitam, gelap kecoklatan (10 YR 2/2), pasir berlempung, sedang, remah, gembur, terdapat batuan, perakaran banyak, beralih nyata berombak ke….

Bw1 16/18-28/40 Coklat kekuningan (10 YR 5/6), lempung halus, gumpal, teguh, terdapat batuan, sedikit perakaran, beralih nyata berombak ke…

Bw2 28/40-40/68 Kuning kecoklatan (10 YR 6/6), lempung berpasir, sedang, gumpal bersudut, teguh, tidak terdapat batuan, terdapat sedikit perakaran, terdapat sedikit karatan, beralih nyata berombak ke…

C 40/68 - < 150 Coklat kuning keabu-abuan (10 YR 4/8), lempung berpasir, sedang, gumpal bersudut, teguh, tidak terdapat batuan, tidak ada

(43)

perakaran, terdapat bercak berwarna kuning merah kecoklatan pada kedalaman 55 cm II R 150 - > 264 Berwarna kelam dan gelap, pelitik, padat,

(44)

Lampiran 3. Hasil Analisa Kerapatan jenis (Bulk density) dan Hasil Analisis Total Senyawa Kimia Horison R dan Horison C

Analisis Laboratorium Kajian Kuantitatif Pelapukan Geokimia Hasil Analisa Kerapatan Jenis (Bulk Density)

Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian USU

Profil Horison Kedalaman (cm) Kerapatan Jenis (g/cm3)

P

C 40/68 - < 150 0.89

II R 150 - > 264 2.68

Hasil Analisis Total Senyawa-Senyawa Kimia

Balai Riset Penelitian Perindustrian dan Perdagangan Jl. Sisingamaraja No. 24, Medan

Senyawa Kimia Horison

R C SiO2 (%) 62,1 55,9 Al2O3 (%) 0,57 17,8 P2O5 (%) 0,08 0,03 CaO (%) 15,2 5,70 Fe2O3 (%) 2,12 0,69 MgO (%) 18,5 14,7 K2O (ppm) 0,19 0,10 Mn2O3 (ppm) 92,9 40,0 Na2O (ppm) 533,7 164,4

(45)
(46)
(47)
(48)

> 264 cm

Horizon R

Lampiran 7 : Profil Tanah Daerah Penelitian

A

Bw

1

Bw

2

C

Lithologi Discontinuitas

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. T., 1993. Survey Tanah dan Evaluasi lahan, Penebar Swadaya, Jakarta.

Buol, S. W. D., F. D. Hole and R. J. Mc Craken., 1980. Soil Genesis and Classification, Second Edition, The Lowa State University Press.

Black, C.A., 1965. Method of Soil Analysis, Part 2, American Society of Agronomi, Inc, Second Edition, The Lowa State University Press.

Darmawijaya, I. M., 1990. Klasifikasi Tanah, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Darmawijaya , I. M., 1997. Klasifikasi Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Druif, J. H., 1969. Tanah- Tanah di Deli, diterjemahkan oleh Pangudijanto G, Medan.

Foth, H. D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan S. Adisoemarto, Erlangga, Jakarta.

Guslim., 1997. Klimatologi Pertanian, Cetakan ke-XI . Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. A. Diha., G. B. Hong., dan H. H. Bailey., 1986. Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press, Lampung.

Hanafiah, A. K., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, S., 1986. Genesis dan Klasifikasi Tanah . Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis, Akademika Pressindo, Jakarta.

., 2003. Ilmu Tanah, Akademika Pressindo, Jakarta.

Krauskopf . K. B., 1979. Introduction to Geochemistry Second Edition., Mc Graw Hill, New York.

Marpaung, P., 1992. Pola Distribusi Mineral Liat Dalam Dua Pedon Berbahan Induk Liparit dan Andesit, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(50)

Mohr E. C. J and F. A. Van Baren., 1960. Tropical Soils, NV Vitgevery, W Van Hoeve The Hague. Bandung.

Notohadiprawiro, T., 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Poerwowidodo., 1991. Genesa Tanah . Batuan Pembentuk Tanah, Rajawali Press, Jakarta.

Rachim, D. A., 2004. Jurnal Bionatura. Karakteristik Tanah Berliat Aktifitas Rendah Dari Beberapa Tempat di Indonesia Aspek Mineralogi dan Bahan Induk, Jurnal Ilmu- Ilmu Hayati dan Fisik. Lembaga Penelitian UNPAD, Bandung.

Sitanggang, M dan Kemala, S. L., 2005. Bahan Ajar Mata Kuliah Mineralogi Liat, SP-4 Kompetisi Pengembangan Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Tan, K. H., 1993. Dasar- Dasar Kimia Tanah. Terjemahan D. H. Goenadi, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

(51)

Prosedur analisis senyawa total yang diteliti

1. Alumunium (Ai2O3)

Menentukan kadar Ai2O3 dengan metode Grafimetric

• Pipet 50 ml hasil saringan dari penetapan SiO2 ke dalam beaker

glass 250 ml

• Kemudian ditambahkan Amonium Chlorida NH4Cl 5 % sebanyak

5 ml, kemudian ditambah indicator MM, maka warna berubah menjadi merah metal

• Panaskan sehingga hamper mendidih, kemudian ditambahkan amonium sampai warna berubah menjadi warna kekuningan (bersifat alkalis)

• Kemudian endapan disaring panas-panas dengan kertas saring whatman nomor 40 ke dalam labu ukur 250 ml

• Endapan dicuci dengan air panas sampai saringan jernih

• Endapan kertas saring dimasukkan kedalam cawan platina yang sudah diketahui beratnya

• Diabukan atau dibakar dalam furnace kemudian didinginkan di desikator lalu filtrate di timbang. Timbang abu sampai bobot tetap. Dari sini penentuan kadar R2O3 dapat dicari.

R2O3 = Berat Cawan + Abu x 100%

Berat Contoh

• Setelah R2O3 di dapat maka dilakukan penetapan kadar Fe2O3 yang

dipakai untuk analisa perhitungan kadar Al2O3 dengan pemakaian

formula formula rumus : Al2O3 = R2O3 – Fe2O3

2. Silika (SiO2)

Penetapan kadar SiO2 dengan metode Grafimetric

1. Sample tanah ditimbang + 1 gram yang kehalusannya 80 mesh dan dimasukkan kedalam cawan platina yang telah diketahui beratnya. 2. Ditambahkan bahan pelebur (Natrium tetera borat dengan kalium

karbonat ) 3 ½ kali berat tanah

3. Dimasukkan dalam furnace dengan suhu 950 0C dan kemudian didinginkan di desikator

4. Kemudian dilebur sampai larut

5. Dilarutkan dengan HCl pekat 5 ml, dipanaskan dengan penangas pasir sampai semua endapan larut

6. Kemudian diuapkan sampai kering dan setelah itu ditambahi dengan HCl 5 ml

(52)

7. Lalu diencerkan menjadi 25 ml dengan penambahan aquades dan disaring dengan kertas saring whatman nomor 40 kedalam labu ukur 250 ml

8. Endapan dicuci dengan air panas sampai bebas asam dan diencerkan sampai 250 ml aquades

9. Endapan dalam kertas saring tadi dimasukkan kedalam cawan platina yang telah diketahui bobot dan diabukan dalam furnace 10. Dinginkan dalam desikator dan timbang maka endapan itulah SiO2

dengan perhitungan kadar SiO2 sbb :

11. SiO2 = ( berat platina + endapan) – (berat platina + abu) x 100 %

Berat contoh 3. Kalsium (CaO) Penetapan Kalsium dalam HCl 25 %

Bahan- bahan

Larutan Lantan Chlorida (LaCl3) 20000 ppm La

Ditimbang 53,5 gram LaCl2.7 H2O, ditambahn 20 ml HCl 25 % dan dilarutkan

dengan air destilasi di dalam labu ukur 1 liter dan dipenuhkan hingga tanda garis. Larutan standard Kalsium 100 ppm Ca

Dipipet 50 ml larutan standard baku 1000 ppm Ca kedalam labu ukur 500 ml, ditambah 62,5 ml larutan HCl 25 %, dipenuhkan dengan air destilasi hingga tanda garis.

Larutan seri standard ; 0-1-2-5-10-20-30 ppm Ca

Dipipet 0-1-2-5-10-20-30 ml larutan standard 100 ppm Ca, masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah 12,5 ml larutan HCl 25 % dipenuhkan hingga tanda garis dengan air destilasi

Alat-alat

Atomic Adsorbtion Spectrophotometer Cara kerja

Larutan seri standard ( 1-30 ppm Ca), larutan blanko dan larutan contoh filtrate HCl 25 %. Masing-masing dipipet ke dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml larutan 20.000 ppm La. Diukur dan dibaca “absorbance” pada alat AAS.

Perhitungan

Dari hasil pengukuran “absorbance” seri standard, dibuat garfik kurva, yang mana kepekatan larutan seri standard ( 0-30 ppm ) sebagai absis dan “absorbance” sebagai ordinat. Kepekatan larutan contoh dibaca pada grafik.

% CaO = Ca-garfik x 100/1000 x 1,4 x 100 x 100 % berat contoh tanah kering 1050C (g) x 100

(53)

dihitung dua decimal

4. Magnesium (MgO) Penetapan Magnesium dalam HCl 25 %

Bahan-bahan

Larutan Chlorida (LaCl3) 20000 ppm Mg

Ditimbang 53,5 garam LaCl3. 7H2O, ditambah 20 ml HCl 25 % dan dilarutkan

dengan air destilasi di dalam labu ukur 1 liter dan dipenuhkan hingga tanda garis. Larutan seri standard ; 0-1-2-5-10-20-30 ppm Mg

Dipipet 0-1-2-5-10-20-30 ml larutan standard 100 ppm Mg, masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah 12,5 ml larutan HCl 25 % dipenuhkan hingga tanda garis dengan air destilasi

Alat-alat

Atomic Adsorbtion Spectrophotometer Cara kerja

Larutan seri standard ( 1-30 ppm Mg), larutan blanko dan larutan contoh filtrate HCl 25 %. Masing-masing dipipet ke dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml larutan 20.000 ppm La. Larutan contoh dan blanko dipergunakan larutan sisa pengukuran Kalsium (Ca), bersama-sama dengan larutan seri standard. Diukur dan dibaca “absorbance” pada alat AAS.

Perhitungan

Dari hasil pengukuran “absorbance” seri standard, dibuat garfik kurva, yang mana kepekatan larutan seri standard ( 0-10 ppm) sebagai absis dan “absorbance” sebagai ordinat. Kepekatan larutan contoh dibaca pada grafik.

% MgO = Mg-garfik x 100/1000 x 1,4 x 100 x 100 % berat contoh tanah kering 1050C (g) x 100

dihitung dua decimal

5. Mangan (Mn2O3)

Penetapan total Mn Bahan-bahan

1. Asam Florida (HF) 48 % 2. Asam sulfat (H2SO4) 18 N

3. Asam Nitrat (HNO3)

(54)

5. KlPO4

6. Larutan standar 1000 ppm 7. Larutan standar 10 ppm Prosedur :

1. Place 1 g of soil passing a 100 mesh screen in a platinum evaporating dish

2. Add 10 ml of HNO3, heat dish slowly

3. Evepotrate the contents to dryness and ingite the residu in a muffle furnace at 5000C for 30 minutes

4. Cool the dish

5. Add 5 ml of 18 N H2SO4 and 10 ml of HF and stir the mixture with

platinum strring rod

6. Heat the dish slowly inb fume hood of sand-bath until the H2SO4

has fumed strongly for 30 minutes 7. Cool the dish

8. Fill it about ¾ full wuth H2O and evaporate the contents to strong

fuming of H2SO4 again for 30 minutes

9. Allow the dish to cool add 10 to 20 ml of H2O and place the dish

on water bath for 10 minutes

10. Filter the solution into a 100 ml volumetric flash, washing the filter paper with hot water

11. Allow the flask to cool, and bring the solution to volume with H2O

12. Transfer an aliquot containing from 0.001-0.3 mg og Mn to a 100 ml beaker and add 2 ml of HNO3, 5 ml 0f 85 % H3PO4 and about

0.3 g of KIO4

13. Cover the beaker with a watch caustiously bring the solution to a boil on a hot plate, and continue to boil the solution gently for at least 5 minutes after the color develops

14. Cool the beaker to room temperature, transfer the solution to a 50 ml volumetric flask and bring with H2O. mix the contents of the

flask thourghly

15. Measure the light transmittance at 540 mμ 6. Natrium (NaO) Bahan-bahan

a. Zinc uranyl acetate b. Ethyl alcohol 95 %

c. Anhydrous ether or acetone d. Standard Na solution Prosedur

1. Decompose 0.5 g of soil in HF and HClO4 and silute the residue to

50 ml

2. Transferan aliquot (20 ml) containing no more than 8 mg of Na to a small acid washed beaker

(55)

3. Evaporate the solution to dryness

4. Cool the beaker and add 1 ml of water and 10 ml of yranyl zinc acetate solution

5. Stir the contents thoroughly and allow the beaker to stand for not less than 30 minutes (over night is satisfactory)

6. Filter the solution by suction through a porous porcelain of fritted glass crucible of medium porousty using 2 ml of reagent to transfer the precipate

7. Wash thr precipate and the crucible with five to ten 2 ml portions of alcohol followed by to 2 ml portions of anhydrous ether or acetone

8. Dissolves the precipate by washing it with 100 to 200 ml of cold water, depending on the amount the present

9. Wash the crucible with alcohol and ether and then reweigh it as before

10. The difference in weight by 0.01495 to obtain the weight pf Na in the aliquot taken

7. Kalium (K2O)

Penetapan Kalium dalam HCl 25 % Bahan-bahan

Larutan standard Kalsium 100 ppm K

Dipipet 50 ml larutan standard baku 1000 ppm K kedalam labu ukur 500 ml, ditambah 62,5 ml larutan HCl 25 %, dipenuhkan dengan air destilasi hingga tanda garis.

Larutan seri standard ; 0-1-2-5-10-20-30 ppm K

Dipipet 0-1-2-5-10-20-30 ml larutan standard 100 ppm K, masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, ditambah 12,5 ml larutan HCl 25 % dipenuhkan hingga tanda garis dengan air destilasi

Alat-alat

Atomic Adsorbtion Spectrophotometer Cara kerja

Larutan seri standard ( 1-20 ppm K), larutan blanko dan larutan contoh filtrat HCl 25 %. Diukur dan dibaca “absorbance” pada alat AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer)

Perhitungan

Dari hasil pengukuran “absorbance” seri standard, dibuat garfik kurva, yang mana kepekatan larutan seri standard ( 0-20 ppm) sebagai absis dan “absorbance” sebagai ordinat. Kepekatan larutan contoh dibaca pada grafik.

(56)

% K2O = K-garfik x 100/1000 x 1,4 x 100 x 100 %

berat contoh tanah kering 1050C (g) x 100 dihitung dua desimal

8. Besi/ Ferum (Fe2O3)

Penetapan Total Fe

a. Decomposition of Sample - sample apparatus

1. Platinum crucible, 30 ml. capacity, with lid - Reagents

1. HF and HClO4

2. H2SO4 6 N

- Procedure

1. digest 0.5 g of oved dried, 100 mesh soil using HF and HClO4

2. carry blank samples through the same procedure

3. add 5 ml. of 6 N H2SO4 and heat the crucible at 2500C for

15 minute to dissolve the residue rom the digestion

4. scrub the crucible and cover with rubber policeman, then wash the cover and policeman with 5 ml. of 6 N H2SO4

5. catch the washing in the crucible. b. Colorimetric determination - special Apparatus 1. spectrophotometer - reagents 1. NH4Oac 5 N 2. Hydroxylamine hydocloride 3. Ortophenanthroline reagent 4. HCl 6 N 5. standard Fe Solution 100 ppm of Fe 6. Standard Fe Solution 5 ppm of Fe 7. NaOac 1 N - procedure

1. To prepare a calibration curve, place 0-,5-,15-,25-,35-, and 45-ml . portion of 5 ppm. Solution of Fe in a series of 100 ml. volumetric flask

2. add 2 ml. of 10 % Hidroxylamine hydrochloride

3. sheke the flask and add 2 ml. of orthopenanthroline reagent

4. now ass 1 N NaOAc solution dropwise until a bright orange or red color developes

(57)

5. add 3 additional ml. of 1N NaOAc and dilute the solution to volume with distilled water. The colored solution now contain 0.00, 0.25, 0.75, 1.25, 1.75, 2.25 ppm. Ppm of Fe 6. transfer the colored tophotometer tubes and place the

tubes in a spectrophotometer using a wavelength setting of 510 mμ

calculate the ppm of Fe in the test solution blank, and then determine the Fe content of the soil samples as follows :

% Fe in Soil = ( ppm. Fe in test solution – ppm. Fe in blank ) x 1.25 weight of soil sample in gram

9.Pospat (P2O5)

penetapan fosfat (P2O5) dalam HCl 25 %

bahan-bahan

larutan asam sulfat (H2SO4) 5 N

dipipet 70 ml H2SO4 PEKAT (B.D 1,84) dimasukkan ke dalam piala gelas 600 ml

yang sudah diisi dengan air destilasi ± 350 ml. H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam

piala secara perlahan-lahan melalui dinding piala, dibiarkan samp[ai dingin kembali, kemudian dibilas ke dalam labu ukur 500 ml dan dipenuhkan hingga tanda garis dengan air destilasi

larutan Amonium Molibdat {(NH4)6 MO7O24} 40 %

ditimbang 20 gram (NH4)6 MO7O24. 4H2O, dilarutkan kedalam labu ukur 500 ml

dengan air destilasi dan dipenuhkan hingga tanda garis kemudian dikocok serba sama.

Larutan asam askorbat (C6H8O6) 0,1 M

Ditimbang 0,889 gram, dilarutkan dengan air destilasi kedalam labu ukur 50 ml, dipenuhkan hingga tanda garis kemudian dikocok serba sama

Larutan kalium antimoniltartrat ( KsbOC4H4O6) 1 mg Sb/ml

Ditimbang 0,247 gram KsbOC4H4O4. ½ H2O , dimasukkan kedalam labu ukur

1—ml, dilarutkan dengan air destilasi dan dipenuhkan hingga tanda garis. Larutan ini tidak boleh disimpan lebih dari seminggu

Larutan campuran

Dipipet masing-masing; 100 ml larutan H2SO4 5 N, 30 ml larutan ammonium

molibdat 4 % 60 ml asam askorbat 0,1 M, 10 ml larutan kalium antimoniltartrat 1mg Sb/ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter, kemudian dipenuhkan hingga tanda garis dengan air destilasi, dikocokkan serba sama

(58)

Larutan standard 100 ppm P Ditimbang 0,2195 gram KH2PO4

( yang telah dikeringkan diatas H2SO4 pekat), dimasukkan kedalam labu ukur

500 ml, dilarutkan dengan air destilasi dan ditambah 62,5 ml larutan HCl 500 ml 25 %, dipenuhkan dengan air destilasi hingga tanda garis dan dikocok serba sama dan dapat disimpan kedalam lemari es.

Larutan seri standard ; 0-1-2-4-6-8 ppm P

Dipipet masing-masing ; 0-1-2-4-6-8 ml larutan HCl 25 % dipenuhkan hingga tanda garis dengan air destilasi dan dikocok serba sama.

Alat- alat

spectrophotometer Cara kerja

Larutan seri standard ( 1-8 ppm ), larutan blanko dan larutan contoh ekstrak HCl 25 %. Masing-masing dipipet ke dalam botol gelas 30 ml pakai tutup , ditambah 5 ml air destilasi, 1 ml larutan campuran, botol ditutup, dikocok, ditunggu 15 menit. . kemudian diukur dan dibaca “absorbance” contoh yang sudah dikontrol blanko dapt di baca kepekatan contoh pada grafik.

% P2O5 = P-garfik x 100/1000 x 2,291x 100 x 100 %

berat contoh tanah kering 1050C (g) x 100

10. Titanium (TiO2)

Penetapan total Ti 1) special apparatus

a. spectrophotometer

b. platinum crucible 20 ml capacity 2) reagents

a. H2SO4 18 N

b. HF 49 % c. H2O2 30 %

d. Standard Ti solution of 300 ppm (or 500 ppm TiO2)

Procedure

1. place 0.3 g of soil passing a 100 mesh screen in a 20ml. platinum crucible 2. add approximatately 4 ml of 18 N H2SO4 slowly to the material followed

by 2 ml of 49 % HF

3. place the crucible on a triangle of nichrome oa silica-tube-covered nichrome and heat the crucible catiously at first prevent spattering

4. raise temperature slowly and continue heating untul fumes of H2SO4

(59)

5. cool the crucible, wash down the sides with H2O and repeat the

evaporation until H2SO4 fumes are eveloved

6. after cooling the crucible add 10 ml of 18 N H2SO4 to dissolve the Ti salts

7. transfer the contents of the crucible to a filter and wash the crucible and filter thoroughly with hot H2O

8. receive the filtrate and washings in 1 100-ml, volumetric flask

9. the volume of solution in the flask should amount to about 80 to 90 ml after the washing

10. cool the flask to room temperature add 1 to 2 ml of 30 % H2O2, and bring

the volume of solution to 100 ml with H2O

11. mix the contents of the flask and determine the intensity of the yellow color b y measu ring the transmittancy of the solu tion at 4 2 0 to 4 3 0 mμ (blue filter)

12. obtain the Ti content of the solution by consulting a calibration curve 13. to prepare a calibration curve, pipette suitable aliquots of the standard Ti

solution, ranging in volume from 0 to 10 ml, into 100-ml. volumetric flasks add 15 ml of 18 N H2SO4, bring the volume up to 80 to 90 ml. with

H2O and develop the yellow Ti color in the same manner as for the test

solution

14. plot the percentage transmission against the concentration of Ti to obtain a calibration curve.

(60)

Prosedur perhitungan nilai BD batuan dengan metode lilin Bahan- bahan • Air • Batuan • Benang • Lilin Alat • Gelas ukur • Waterbath • cawan Prosedur

 Batuan ditimbang sebagai bobot batuan

 Gelas ukur diisi air dan dicatat volumenya sebagai volume awal

 Lilin dipanaskan dicawan sampai mencair, kemudian batu diikat dengan menggunakan benang dan dicelupkan ke dalam cawan yang berisi lilin cair  Batu terbungkus lilin cair diangkat, lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur

yang berisi air.

 Dicatat volume pada gelas ukur sebagai volume akhir. Selisih volume adalah volume batuan

( Volume batu = volume akhir – volume awal )  Nilai BD batuan adalah :

BD = Bobot batuan (gram) Volume batu ( cm3)

Gambar

Tabel 1. Mode Kajian Proses Pelapukan Geokimia Menggunakan Perhitungan  Analisis Total Senyawa Penyusun Bahan
Tabel 2. Analisa Kerapatan Jenis

Referensi

Dokumen terkait

Berlawanan dengan komentarnya (P70) aku tidak bisa membayangkan bahasa yang kurang kata-kata untuk benda-barang materi lebih dari saya bisa membayangkan sistem visual yang tidak

Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan adalah belum adanya perencanaan mengenai pemberian upah insentif kepada karyawan, dengan permintaan produk peci per minggu nya

Tabel 5 Rata-rata nilai hematokrit tikus putih jantan dengan pemberian bisacodyl dosis 5 mg/ekor dan konsumsi air pada jam ke-6 sampai jam ke-32. Selanjutnya dilakukan uji

PENAKSIR RASIO DAN PRODUK YANG EFISIEN UNTUK RATA-RATA POPULASI PADA SAMPLING ACAK SISTEMATIK1.

Setelah memaparkan kesimpulan hasil analisis morfologis bahasa Perancis pada teks rubrik C’est Mon Histoire dalam majalah Elle edisi bulan Desember 2013 sampai

 Pengembangan jaringan jalan nasional yang terpadu dengan jaringan jalur kereta api, pelabuhan, bandar udara, serta transportasi sungai dan penyeberangan untuk membuka

dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c untuk retribusi pelayanan pasarbagi wajib.. retribusi yang menggunakan kios dan/atau los dan retribusi

antiformalisme, dan antikemapanan dalam teori dan filsafat hukum yang dipengaruhi oleh pola pikir postmodern, neo marxisme, dan realisme hukum secara radikal mendobrak paham