• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004

TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 125/PUU-XIII/2015 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial [Pasal 10 ayat (1)] dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung [Pasal 17 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Taufiqurrohman Syahuri

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Selasa, 27 Oktober 2015 Pukul 14.11 – 14.41 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua)

2) Patrialis Akbar (Anggota)

3) Manahan MP Sitompul (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Andi Muhammad Asrun 2. Vivi Ayunita

(4)

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 125/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

Pemohon yang hadir siapa? Kayaknya saya belum kenal.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: VIVI AYUNITA

Hadir Kuasa Pemohon, saya Vivi Ayunita bersama dengan Bapak Muhammad Asrun. Terima kasih.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Permohonan Pemohon melalui kuasanya Pak Muhammad Asrun dan kawan-kawan sudah kami terima pada hari Kamis, 15 Oktober yang lalu, pada pukul 11.00 WIB, di Kepaniteraan.

Panel sudah membaca dan sudah mencermati semua yang ditulis pada permohonan ini. Oleh karena itu, saya kira Pak Asrun tidak usah membacakan keseluruhan, pokok-pokoknya saja yang saya minta untuk disampaikan secara lisan. Kemudian nanti, Panel akan memberikan nasihat.

Saya persilakan, Pak Muhahmmad Asrun.

4. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI MUHAMMAD ASRUN

Terima kasih, Yang Mulia. Sesuai dengan arahan Yang Mulia Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi, kami akan membacakan yang penting-penting saja, selebihnya dianggap dibacakan.

Pertama, soal kewenangan Mahkamah Konstitusi. Kami menganggap bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara a quo, yaitu Pasal 10 ayat … Pasal 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 yang berbunyi, “(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah jaksa agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal tertangkap tangan, melakukan tindak kejahatan, berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan dianggap dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan negara.” Kemudian ayat (2), “Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2x24 jam harus dilaporkan pada jaksa agung.”

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.11WIB

(5)

Kemudian Pasal 17 yang juga diujikan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 menyatakan, “(1). Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung selama mendapatkan persetujuan Presiden, kecuali dalam (a) tertangkap tangan, melakukan tindak pidana kejahatan atau barang bukti permulaan cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap negara.” “(2). Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana disebut pada ayat (1) dalam waktu paling lambat 2x24 jam harus juga dilaporkan kepada Jaksa Agung.”

Nah, menurut Pemohon bahwa materi Pasal 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan sangat merugikan Pemohon karena pasal-pasal a quo menciderai hak konstitusional Pemohon sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan kami menganggap perlu juga disampaikan juga terkait dengan materi unsur-unsur negara hukum sebagaimana (suara tidak terdengar jelas), yaitu pertama adanya pengakuan hak asasi manusia, adanya peradilan bebas, mandiri, dan tidak memihak, ada pembagian kekuasaan dalam pengelolaan kekuasaan negara, berlakunya asas legalitas hukum. Nah, jadi pandangan (suara tidak terdengar jelas) diadopsi semangatnya dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Kemudian, kedudukan hukum Pemohon dan kerugian konstitusional Pemohon, kami menganggap ada kerugian, dan Pemohon memiliki kedudukan hukum. Dan kami juga mengacu pada syarat dalam putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu Putusan Mahkamah Nomor 06/PUU-III/2005, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, dan putusan-putusan selanjutnya sebagai syarat untuk dikemukakan di atas.

Jadi, kalau menurut Pemohon bahwa pasal ini bertentangan dengan pasal yang diuji, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 karena materinya pasal a quo tidak mengandung asas keadilan, persamaan hukum dan pemerintahan, ketertiban, dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara profesional bagi setiap warga negara. Dan yang dimaksud dengan asas persamaan hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara agama, suku, ras, golongan, gender, dan status sosial.

(6)

Kemudian, Pemohon menganggap ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 telah menimbulkan persoalan ketidakadilan berpotensi muncul masalah di kemudian hari karena pemeriksaan polisi itu bisa saja terjadi manakala polisi sudah mengeluarkan panggilan. Ini praktik selama ini seperti itu.

Jadi, kalau ada pihak yang tidak suka dengan satu putusan hakim, maka dia bisa membuat … ini membuat pengaduan polisi. Dan pengalaman praktik selama ini memperlihatkan kelihatannya polisi tidak bisa merem itunya … apa namanya … upaya memanggil karena ini harus diperiksa panggilan itu. Panggilan itu harus diperiksa untuk memastikan apakah ada unsur pidana atau tidak. Baru kemudian apabila tidak ada unsur pidana, dihentikan.

Nah, persoalannya bahwa panggil memanggil ini kadang-kadang membuat repot Hakim Agung atau pun Komisi Yudisial. Jadi ada tugas yang ditinggalkan padahal tugas yang penting. Kadang-kadang satu perkara yang katakanlah perkara kecil pun, apabila sudah ada laporan polisi, maka itu harus ditindaklanjuti. Nah, ini yang menurut pengalaman kami, menurut pengamatan kami bahwa hal-hal semacam ini bisa digunakan untuk katakanlah bukan mengejar kesalahan dari yang dilaporkan. Tapi kadang-kadang hanya sekadar untuk merepotkan dari orang-orang yang dilaporkan. Dan ini yang menjadi masalah ya terkait dengan apa yang dihadapi klien kami dalam pemeriksaan di bareskrim. Padahal hakim yang melaporkan itu telah menggunakan haknya untuk meng-counter, untuk menjawab dari tuduhan anggota Komisi Yudisial. Dengan mengatakan bahwa itu apakah mereka bisa juga mau mengadili perkara ini, ya kan. Kemudian kalau mereka mengatakan Hakim Sarpin juga mengatakan, “Kalau ada di depan saya, saya mau ajak bertinju.” Dan sebagainya. Ini artinya ada satu kondisi yang sama-sama terjadi tapi yang satu yang dilaporkan akhirnya ada laporan balik.

Nah, kami melihat bahwa kalau seandainya yang terjadi, maka bukan tidak mungkin juga misalnya terjadi pada Hakim Mahkamah Konstitusi juga. Begitu ada suatu putusan dianggap tidak menguntungkan salah satu pihak, maka ada pelaporan juga pada polisi.

Nah, ke depan menurut saya harus ada pengaturan resmi, harus ada satu izin dari Presiden untuk memeriksa hakim ini. Karena posisinya itu posisi yang di atas, pejabat negara ini. Jangan sampai ditempatkan pada laporan-laporan yang sumir misalnya dan ini juga untuk menjaga martabat dan wibawa Hakim Agung terutama, Anggota Komisi Yudisial. Bahkan saya kira Hakim Mahkamah Konstitusi pun harus dilindungi martabatnya. Jadi harus ada izin.

Pengalaman yang lalu, mohon maaf sekadar mengingat kembali, ketika Pak Hamdan Ketua MK, dan Hakim Konstitusi Maria Farida, kemudian Hakim Konstitusi Anwar Usman dipanggil oleh KPK, harus ada izin Presiden, tidak bisa dipanggil begitu saja, kalau menurut saya. Jadi lembaga izin Presiden ini bukan maksudnya kemudian katakanlah

(7)

mempersulit proses pemeriksaan demi prinsip equality before the law. Jadi ini yang izin ini sangat prinsipal sekali ke depan. Jadi kalau bisa kecuali kalau dalam hal tertangkap tangan atau satu kejahatan yang serius, bisa, enggak apa-apalah dipanggil polisi, gitu. Tapi kalau untuk yang sumir, saya kira harus juga diabaikan kejahatan. Karena di dalam praktik, proses katakanlah pelaporan tidak semuanya juga (suara tidak terdengar jelas) ditindaklanjuti.

Nah, saya menganggap upaya untuk menguji ini, memohon (suara tidak terdengar jelas) terhadap perkara a quo. Ini sangat penting ke depan untuk menjaga martabat anggota lembaga negara maupun Hakim Agung, bahkan Hakim Konstitusi saya kira. Dan harus ada izin pada Presiden.

Zaman dahulu kala sebelum berlaku Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, itu pemeriksaan Anggota DPR saja harus ada izin dari Presiden. Ini atau katakanlah Ketua DPRD harus izin dari Menteri Dalam Negeri. Nah, izin ini penting untuk tidak menimbulkan persoalan secara riil. Bahkan sekarang jauh lebih maju. Aparat sipil negara … aparatur sipil negara sebelum diperiksa terkait dengan kasus-kasus pidana, dia diperiksa dulu secara internal. Apa betul terjadi misalkan katakanlah perkara korupsi, ini penting untuk dilakukan.

Jadi kita menurut saya … menurut kami, Yang Mulia. Perbaikan ke depan dalam ketatanegaraan ini hal penting yang dilakukan dan saya paham betul, Yang Mulia, tentunya punya pengalaman yang luas, punya pandangan yang luas karena itu saya harus berhenti di sini untuk mendengar nasihat, Yang Mulia. Terima kasih.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Pak Asrun. Berikutnya nasihat dari Panel. Saya persilakan terlebih dahulu, siapa? Yang Mulia Pak Patrialis saya persilakan.

6. HAKIM ANGGOTA:PATRIALIS AKBAR

Terima kasih, Pak Ketua. Ini kalau Pak Asrun sudah turun langsung, ini ada sesuatu yang luar biasa, biasa asisten saja. Pak Asrun sebelum kita, atau kami, atau saya memberikan beberapa masukan. Ingin tahu dulu, tadi kan disampaikan bahwa kliennya Saudara diperiksa oleh bareskrim. Itu tentang kasus apa? Coba sampaikan dulu, ingin tahu.

7. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI MUHAMMAD ASRUN

Jadi terima kasih, Yang Mulia. Klien kami Pak Taufiqurrohman Syahuri, itu diperiksa dalam kasus dugaan pencemaran nama baik (fitnah), Pasal 310 dan Pasal 311.

(8)

8. HAKIM ANGGOTA:PATRIALIS AKBAR

Apa itu, kalimatnya apa?

9. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI MUHAMMAD ASRUN

Jadi dikatakan bahwa menurut pernyataan yang dikutip di media itu. Komisioner KY mengatakan, “Hakim Sarpin ini seperti MK, mengutik-mengutik pasal.” Memang pada saat itu penetapan tersangka belum lagi menjadi objek praperadilan, ya kan. Sebelum Mahkamah membuat keputusan bahwa penetapan praperadilan … peran tersangka itu menjadi objek praperadilan. Jadi itu asal-muasalnya. Dan itu terkait dengan komentar yang diberikan terkait dengan pemeriksaan praperadilan atas penetapan Tersangka Komjen Budi Gunawan pada saat itu.

10. HAKIM ANGGOTA:PATRIALIS AKBAR

Masa hanya itu?

11. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI MUHAMMAD ASRUN

Hanya itu, Pak.

12. HAKIM ANGGOTA:PATRIALIS AKBAR

Itu pencemaran nama baik apa itu?

13. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI MUHAMMAD ASRUN

Pencemaran nama baik, dianggap telah mencemarkan nama baik Hakim Sarpin.

14. HAKIM ANGGOTA:PATRIALIS AKBAR

Ya, ada yang lain enggak? Kalimat-kalimatnya.

15. KUASA HUKUM PEMOHON: ANDI MUHAMMAD ASRUN

Sepanjang yang kami kutip di sini enggak ada, bahkan di dalam salah satu yang dijadikan bukti kepolisian klien kami, Pak Taufiq mengatakan, “Walaupun ada kelemahan dari putusan pengadilan, putusan pengadilan itu harus dihormati.” Ini yang juga menjadi salah satu (…)

(9)

16. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Atau mungkin Pak Asrun tidak tahu persis kali, ya. Kan tidak mudah dong kualifikasinya. Oke, itu hanya … kita ingin tahu.

Pertama di dalam permohonannya ini kan Pemohon menguji dua undang-undang, ya kan, Undang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Mahkamah Agung. Ini sementara kalau di dalam petitumnya ini kan hanya berkaitan dengan Komisi Yudisial ya, ada juga Mahkamah Agung di sini, ya. Apa relevansinya Undang-Undang Mahkamah Agung diuji di dalam permohonannya ini kaitan dengan kerugian konstitusional Pemohon? Sedangkan Mahkamah Agung saja enggak mempersoalkan ini kok, ya kan. Kan lembanganya ada atau hakimnya, hakim-hakim di sana enggak mempersoalkan. Kenapa kok seorang Komisioner KY justru mempersoalkan itu, relevansinya apa kerugian konstitusionalnya?

Yang kedua. Ini kerugian yang dialami ini sebetulnya apa, kerugian berkaitan dengan hak-hak Pemohon sebagai warga negara atau memang dia diperiksa oleh kepolisian? Nih harus diperjelas, ya. Kan tadi dikatakan diperiksa oleh bareskim makanya saya ingin mengetahui tadi, apa persoalannya? Apakah hanya sebegitu, ya kan? Saya kira tentu kepolisian tidak mudah ya menerima laporan yang begitu sumir ya kalau hanya memang itu, apa betul itu? Mungkin ada berkaitan dengan masalah penilaian.

Kemudian … kecuali itu saya minta barangkali Pak Asrun karena berbicara tentang masalah kepastian hukum, Indonesia sebagai negara hukum ya, jaminan … pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil. Ini sebetulnya kan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D ini kan tidak hanya dimaksudkan untuk Pemohon atau orang yang diduga melakukan … orang yang diduga … apa namanya … melakukan tindak pidana seperti yang disampaikan kepada Pemohon, tetapi kan juga sesesorang apalagi nama seorang pejabat negara, katakanlah hakim, kemudian dalam putusannya itu dikomentari dengan sesuatu yang sebetulnya kurang elok, apakah Pasal 28D ini juga tidak memberikan perlindungan ke pihak lain? Kan tidak hanya kepada diri kita kan, tapi ke pihak lain juga kan? Nah, ini kontradiksi seperti ini saya minta di elaborasi lebih jauh. Oleh karena itu, saya ingin tadi mengetahui kalau misalnya Hakim Sarpin, meskipun ini berawal dari kasus konkrit merasa tidak dicemarkan nama baiknya, kalau hanya mengatakan putusannya seperti itu, apakah betul? Ya kan. Kan ini asal usulnya. Makanya elaborasi Pasal 28D harus komperehensif juga untuk meyakinkan Mahkamah ini bahwa permohonannya itu betul-betul berdasar gitu.

Dari saya begitu, Pak Ketua. Terima kasih.

(10)

17. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Berikutnya Pak Manahan, saya persilakan.

18. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN SP. SITOMPUL

Terima kasih, Yang Mulia. Dari saya kembali lagi ke masalah legal standing tadi, kalau ke Undang-Undang KY ini sudah jelas bisa kita lihat ada refelansinya, namun tadi permasalahkan bagaimana refellansinya dengan Undang-Undang Mahkamah Agung? Nah, ini mungkin perlu dielaborasi lebih lanjut, pedomannya itu jelas di Pasal 51 ayat (1) ya Undang-Undang Mahkamah Konstitusi itu, bagaimana hak kewenangan konstitusional tersebut dirugikan oleh undang-undang yang dimohonkan, kemudian kerugian hak, dan kewenangan konstitusional tersebut bersifat spesifik atau khusus dan actual. Kemudian d dan e selanjutnya supaya hal ini bisa me ... dilihat ya apa sebenarnya kerugian konstitusional dari Pemohon yang kita tahu sekarang Pemohon di sini sesuai dengan identitasnya adalah sebagai Komisioner Komisi Yudisial. Nah, bagaimana itu kerugiannya sehingga Pasal 17 Undang-Undang Mahkamah Agung itu juga merupakan pasal yang merugikan hak konstitusional dari Pemohon? Barangkali itu perlu dielaborasi lebih lanjut atau bahkan kalau seperti yang disarankan tadi Yang Mulia, ya pasal itu ada yang berwenang mungkin memohonkan untuk judicial review-nya.

Kemudian, di halaman 8. Karena ini dasar Saudara itu adalah batu ujinya adalah Pasal 28D di situ ada diskriminasi, ke … di situ tentu … di halaman 8 ini, Pemohon hanya sekedar mengatakan bahwa di pemeriksaan kepolisian itu berbeda dengan yang dilakukannya terhadap Hakim Konstitusi, kemudian BPK, Anggota BPK, Anggota DPR, pimpinan dan anggota dewan gubernur sebagaimana telah diatur oleh undang-undang. Jadi supaya jelas di situ ada diskriminasi tentu Pemohon perlu menjelaskan bagaimana mereka-mereka ini yang diatur oleh undang-undang ini bagaimana? Apakah sama atau benar tidak sama? Nah barangkali ini perlu juga diuraikan agar uraian ini bisa memperlihatkan kepada kita adanya diskriminasi yang didalilkan oleh Pemohon ini.

Kemudian, di dalam permohonan ini juga, baik di halaman

pertama, dihubungkan dengan di petitumnya mestinya jelas juga di sini karena Undang-Undang KY itu sudah mengalami perubahan, memang di dalam alasan permohonan itu ada diuraikan, tapi yang penting karena itu kan sudah tercatat di dalam Berita Negara bahwa ini jelas di petitum harus lengkap, seperti misalnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004, yang disebut di sini ini harusnya dijunctokan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, gitu. Nah sebagaimana yang diubah dan ditambah, gitu kan.

(11)

Jadi supaya jelas, nanti ini nomor undang-undangnya. Demikian Juga Undang-Undang Mahkamah Agung karena Undang-Undang Mahkamah Agung itu juga bukannya disebut lagi itu sekarang Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, ya. Kadang-kadang sudah disebut dengan Undang-Undang Nomor 3. Jadi, supaya jelas sesuai dengan nama undang-undangnya dalam Berita Negara itu sudah disebut di situ, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, seperti itu.

Nah, kemudian karena Pemohon di sini membuat petitumnya ada sistem conditionally constitutional, tentunya harus jelas di dalam petitumnya ini, “Dimaknai sebagai,” gitu ya, “Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat” ... nah, dari mulai ini sekarang, “Dapat dipanggil, dimintaui keterangan penyidikan.” Nah ini, penyidikan ini perlu juga diperjelas ini, apa yang dimaksud, apakah disidik maksudnya, atau dilakukan penyidikan?

Nah, jadi dalam petitum ini mungkin Anda perlu perbaikan,

pertama mengenai frasa penyidikan itu apakah sudah tepat, atau

disidikah maksudnya? Nah, kemudian tadi itu mengenai soal undang-undangnya.

Barangkali itu saja dari saya. Terima kasih, Yang Mulia.

19. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia. Yang terakhir dari saya sedikit karena sudah disampaikan oleh kedua kolega saya. Ada kata-kata yang menurut saya perlu ditinaju kembali karena di dalam permohonan ini kemudian ada kesan di dalam posita itu juga mempersoalkan masalah pengujian formil, kalau tidak salah baca. Menurut Pemohon, “Penetapan tersangka oleh bareskrim dikarenakan Pasal 10 dan Pasal 17 undang-undang … kedua undang-undang ini tidak memenuhi syarat pembentukan peraturan perundangan yang baik.” Itu kata-kata … apa ... alasan permohonan yang biasanya digunakan dalam pengujian formil. Nah ini sehingga perlu diperbaiki karena saya tahu persis bahwa sebetulnya permohonan ini adalah permohonan uji materiil, sehingga nanti tolong di ... bisa diperbaiki.

Kemudian, yang kedua kalau Saudara Pemohon Pak Asrun ini, kalau Hakim MK itu diperiksa ... mau diperiksa kan hanya cukup dengan

kalimat tindakan kepolisian, tindakan kepolisian terhadap Hakim

Mahkamah Konstitusi harus seizin Presiden, kan begitu, kan. Nah, atas perintah Jaksa Agung atas dasar izin Presiden, sebetulnya kan itu. Nah, apakah tidak lebih baik, lebih itu … di dalam petitum Saudara tidak perlu dimintakan konstitusional bersyarat dengan dimaknai ini, dapat dipanggil, diminta keterangan, penyidikan, ditangkap, dan ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung. Saya kira kalau satu frasa kalimat itu saja kan sudah sebetulnya sudah cukup tindakan kepolisian itu. Karena kita

(12)

memang melihat kata dari ... frasa dari kedua undang-undang ini terlepas dari tadi kalau di Undang-Undang MA itu ... apa ... kerugian konstitusionalnya enggak terkait, kecuali Anda bisa menjelaskan kepada kita bahwa Pemohon ini juga punya kaitan dengan itu karena mungkin saja bisa diuraikan. Karena profesinya sebagai Komisi Yudisial yang tugas sehari-harinya adalah menjaga marwah atau martabat dari hakim, termasuk Hakim Agung ikut menyeleksi Hakim Agung, maka sebetulnya dia mempunyai kerugian konstitusional dengan adanya undang-undang ini, kecuali bisa diuraikan begitu. Tapi enggak ada penjelasan itu, sehingga keterkaitan antara Pemohon dengan Undang-Undang Mahkamah Agung itu belum terlihat, tapi kalau keterkaitannya dengan kerugian konstitusional dia sebagai Komisioner KY itu kita sudah melihat ada karena dia adalah anggota atau komisioner dari KY sehingga dia punya kaitan kerugian konstitusional dengan adanya Undang-Undang KY yang hanya mengatakan begitu di Pasal 10 nya, tapi dengan Pasal 17 ayat (1) nya itu mungkin karena dia jadi anggota KY yang tugasnya adalah ini, ini, ya kan dia sebetulnya berkepentingan juga dalam rangka menjaga Hakim Agung itu juga harus diperlakukan sama seperti Hakim Konstitusi atau itu frasanya harus diubah begitu. Itu mungkin bisa dijelaskan ke situ, ya. Sehingga mungkin bisa dipersingkat atau diperjelas ... apa ... frasanya, tindakan kepolisian saja karena kan di situ ada hal yang lolos, Hakim Agung dan Komisi Yudisial itu kalau ditangkap dan ditahan saja kan harus izin, sedangkan kalau diiperiksa kan enggak perlu. Itu bisa menghambat tadi sebagaimana yang Anda sampaikan.

Ya, cukup itu saja dari saya dan saya kira ... apa ... bisa diperbaiki

sedikit sebagaimana yang saya sampaikan, atas dasar itu kemudian juga perlu diperhatikan nasihat Para Hakim kolega saya supaya permohonan ini bisa menjadi permohonan yang mendekati sempurna. Ada yang akan disampaikan, Pak Asrun?

20. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD ASRUN

Ya, Yang Mulia. Pertama-tama saya sampaikan terima kasih atas nasihat-nasihat, saran dari Yang Mulia. Satu hal yang ingin kami tegaskan di sini bahwa permohonan ini sama sekali bukan untuk kepentingan Pemohon pribadi, tapi untuk ke depan, ke depan. Dan kemudian mengapa dimasukkan Undang-Undang Mahkamah Agung ini berkaitan dengan tugas Komisi Yudisial, seperti Yang Mulia katakana, “Untuk menjaga kehormatan hakim.” Kita tidak ingin tentunya hakim dipanggil-panggil terus untuk pemerikasan hanya karena laporan sumir karena memang tugas polisi untuk memeriksa.

Nah, oleh karena itu harus ada satu katakanlah suatu upaya konstitusional untuk menjaga hal seperti itu terjadi. Jadi itu pesan yang ingin disampaikan kepada forum ini. Dan kemudian saya kira bahwa memang kerugian konstitusional di situ dan KY ini saya kira sebagai

(13)

upaya untuk menjaga kehormatan hakim telah melakukan banyak hal, termasuk menaikan gaji para hakim. Saya kira itu upaya sungguh-sungguh dan nanti (...)

21. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, itu nanti diuraikan di dalam pada waktu menguraikan legal standing, ada kaitan, khususnya dengan Undang-Undang KY karena yang bersangkutan adalah anggota komisioner, sedangkan di Undang-Undang MK ... MA berkaitan dengan tugas sebagai anggota komisioner adalah itu, itu. Tolong diuraikan di situ, ya.

22. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD ASRUN

Kemudian satu lagi, Yang Mulia.

23. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, silakan.

24. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD ASRUN

Mohon kiranya dari Mahkamah Agung dihadirkan sebagai Pihak Terkait, supaya ada dialog bagaimana ini antara KY dengan Mahkamah Agung supaya ada dialog sama-sama. Karena permohonan ini juga untuk menjaga kepentingan Mahkamah Agung ke depan, ini saya kira suatu niatan yang baik dari Pemohon, Yang Mulia. Terima kasih.

25. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, baik. Kalau begitu nanti anu kan ... akan kita laporkan dulu, setelah diperbaiki kita laporkan ke RPH. Tapi kalau misalnya hakim menganggap bahwa ini memang sudah penting tanpa harus menghadirkan pihak, kan langsung bisa saja kita putus, oh ini memang betul permohonannya kan bisa saja. Tapi kalau memang kita akan ... anu ... tapi permohonan dari Pemohon untuk bisa menghadirkan MA sebagai Pihak Terkait juga akan kita perhatikan, ya.

Baik, perbaikan permohonan paling lambat dimasukkan di Kepaniteraan, Senin, 9 November 2015, pukul 10.00 WIB, ya. 9 November 2015, pukul 10.00 WIB, kecuali dalam waktu segera bisa di ... biasanya permohonannya Pak Asrun perbaikannya cepat sekali kok, bisa di ... apa ... disampaikan di Kepaniteraan dalam waktu sesegera mungkin sehingga kita bisa menggelar sidang perbaikan yang kedua. Saya kira itu, Pak Asrun, cukup ya.

(14)

Baik, sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 27 Oktober 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 14.41 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Jika sudah ketemu dengan file popojicms yang akan anda upload, silakan klik kanan pada nama file popojicms.v.1.2.5 lalu klik upload.. biarkan kosong saja, lalu klik

Apabila ketuban  pecah sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan meningkatkan risiko infeksi, juga meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat yang

Berdasarkan perbandingan nilai korelasi antara nilai dugaan respon akhir dan peubah respon

Meyakinkan keandalan informasi, fungsi audit internal yang ketiga ini juga telah sesuai dengan standar perusahaan bahwa fungsi audit internal yaitu Memberikan

Dalam asumsi pertama, ijtihad sama dengan ra'yu; dan dalam asumsi kedua, ijtihad sama dengan qiyas. Oleh sebab itu, aliran ini sangat dominan mengunakan ra'yu dengan

Kedua, penelitian dengan judul “Coping Strategy pada Mahasiswa Salah Jurusan” yang dilakukan oleh Intani dan Surjaningrum (2010). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi arus kas operasional perusahaan maka semakin tinggi kepercayaan investor pada perusahaan tersebut, sehingga

a) Pusat Teknologi Tepat Guna (PT2G) mempunyai tugas melaksanakan promosi dan publikasi teknologi tepat guna baik berupa perangkat atau peralatan maupun sistem operasi (software)