• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lap. Pendahuluan Sanitasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lap. Pendahuluan Sanitasi"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

K

K

A

A

T

T

A

A

P

P

E

E

N

N

G

G

A

A

N

N

T

T

A

A

R

R

Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami mengucapkan puji syukur telah

dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dalam pekerjaan penyusunan

Perencanaan Teknis Sanitasi Komunal dengan lokasi :

1.

Daerah pesisir pantai dan muara , yaitu di wilayah Kabupaten Bintan,

Propinsi Kepulauan Riau

2.

Daerah rawa dan daerah rawa pasang surut , yaitu di wilayah

Banjarmasin ,Propinsi Kalimantan Selatan

3.

Daerah berbukit, daerah berbatu dan daerah tandus, yaitu di wilayah

Sorong, Propinsi Papua Barat

Laporan Pendahuluan ini merupakan buku laporan awal dari seluruh proses

pelaporan yang harus dibuat.

Penyusunan Perencanaan Teknis Sanitasi Komunal ini dilaksanakan atas

kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta

Karya dengan konsultan perencana PT. Virama Karya Jakarta.

Secara umum laporan ini berisi tentang latar belakang, tujuan dan pemahaman

tentang sanitasi komunal dalam penanganan pekerjaan yang mencakup

deskripsi lokasi pekerjaan, identifikasi permasalahan , pendekatan dan

metodologi, rencana kerja, komposisi tim dan penugasan tenaga ahli serta

organisasi proyek.

Dengan tersusunnya Laporan Pendahuluan ini diharapkan dapat sebagai acuan

baik bagi pihak konsultan, tim teknis atau pihak lain yang terkait dalam

penyelesaian pekerjaan penyusunan Perencanaan Teknis Sanitasi Komunal

secara keseluruhan

Jakarta, April 2014

Tim Penyusun

(3)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar

Belakang ...

1 – 1

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1.

Maksud

...

1 – 1

1.2.2.

Tujuan

...

1 – 2

1.3. Sasaran ...

1 - 2

1.4. Lokasi

Kegiatan ...

1 – 2

1.5. Ruang

Lingkup

...

1 – 2

1.6. Keluaran ...

1 – 4

1.7. Sistematika Penulisan ...

1 – 4

BAB 2 DESKRIPSI LOKASI PEKERJAAN

2.1. Lokasi

Pekerjaan ...

2 – 1

2.1.1. Kabupaten Bintan (Provinsi Kepulauan Riau ) ...

2 – 1

2.1.1.1 Letak Geografis ... 2 – 1

2.1.1.2 Klimatologi ...

2 – 2

2.1.1.3 Topografi ...

2 – 2

2.1.1.4 Geologi ...

2 – 2

2.1.1.5 Demografi ...

2 – 4

2.1.1.6 Pemanfaatan Lahan ...

2 – 4

2.1.1.7 Sumber Daya Air ...

2 – 6

2.1.1.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan ...

2 – 7

2.1.2. Kota Banjarmasin ( Provinsi Kalimantan Selatan ) ... 2 – 11

2.1.2.1 Letak Geografis ... 2 – 11

2.1.2.2 Klimatologi ... 2 – 11

(4)

2.1.2.4 Geologi ... 2 – 13

2.1.2.5 Demografi ... 2 – 13

2.1.2.6 Pemanfaatan Lahan ... 2 – 13

2.1.2.7 Sumber Daya Air ... 2 – 13

2.1.2.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banjarmasin ... 2 – 14

2.1.3 Kota Sorong ( Provinsi Papua Barat ) ... 2 – 17

2.1.3.1 Letak Geografis ... 2 – 17

2.1.3.2 Klimatologi ... 2 – 17

2.1.3.3 Topografi ... 2 – 17

2.1.3.4 Geologi ... 2 – 17

2.1.3.5 Demografi ... 2 – 19

2.1.3.6 Pemanfaatan lahan ... 2 – 20

2.1.3.7 Sumber Daya Air ... 2 – 20

2.1.3.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sorong ... 2 – 21

BAB 3 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

3.1. Umum

...

3 – 1

3.2

Acuan Kebijakan Pembangunan Bidang Prasarana Air Limbah ...

3 – 2

3.3 Kondisi

Sanitasi Daerah ...

3 – 4

3.3.1. Kabupaten Bintan ...

3 – 4

3.3.1.1 Kondisi Fasilitas Sanitasi ...

3 – 4

3.3.2. Kota Banjarmasin ...

3 – 6

3.3.2.1 Pemko Komitmen Bangun Sanimas ...

3 – 7

3.3.2.2 Training Fasilitator LKapangan Sanimas ...

3 – 8

3.3.2.3 Kondisi Fasilitas Sanitasi ... 3 – 9

3.3.3. Kota Sorong ... 3 – 11

3.3.3.1 Kondisi Fasilitas Sanitasi ... 3 – 11

BAB 4 PENDEKATAN DAN METODOLOGI

4.1. Pendekatan

...

4 – 1

4.2. Metode

Pelaksanaan

...

4 – 3

4.2.1.

Persiapan ...

4 – 6

4.2.2. Pengumpulan Data dan Identifikasi Permasalahan ...

4 – 8

4.2.3. Analisis dan Evaluasi Data ...

4 – 9

4.2.4. Evaluasi dan Perencanaan IPAL Komunal ... 4 – 10

4.2.5. Perumusan IPAL Komunal , Rekomendasi dan

Penyempurnaan ... 4 – 11

BAB 5 RENCANA KERJA

5.1. Rencana

Kerja

5.1.1. Umum ...

5 – 1

5.1.2.

Persiapan ...

5 – 2

5.1.3.

Survey Lapangan ...

5 – 2

5.1.4.

Penyelidikan Tanah ...

5 – 3

5.1.5.

Analisis

dan Perhitungan ...

5 – 3

5.1.6. Konsep Sanitasi Komunal Berwawasan Lingkungan

(5)

5.1.7. Perencanaan Akhir Terhadap Lokasi Terpilih ...

5 – 3

5.1.8. Kegiatan Detail Desain Lokasi Prioritas ...

5 – 3

5.2. Pelaporan ...

5 – 3

5.3. Jadwal

Pelaksanaan Pekerjaan ...

5 – 5

BAB 6 KOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN TENAGA AHLI

6.1. Komposisi Tim ...

6 – 1

6.2. Tugas

dan

Tanggung

Jawab Tenaga Ahli ...

6 – 2

6.2.1. Pimpinan Tim ...

6 – 2

6.2.2. Ahli Teknik Lingkungan ...

6 – 3

6.2.3. Ahli Teknik Sipil/Konstruksi ...

6 – 3

6.2.4. Ahli Pengukuran ...

6 – 3

6.2.5. Ahli Arsitektur ...

6 – 3

6.2.1. Ahli Sosial ...

6 – 4

6.3. Jadwal

Penugasan Tenaga Ahli ...

6 – 5

BAB 7 ORGANISASI PROYEK

7.1. Umum

...

7 – 1

(6)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

T

T

A

A

B

B

E

E

L

L

2.1. Nama dan Luas Kecamatan di Kabupaten Bintan ...

2 – 2

2.2. Jumlah Penduduk di Kabupaten Bintan Tahun 2011 ...

2 – 4

2.3. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Di Kab. Binta ...

2 – 5

2.4. Deskripsi

Rencanan

Struktur Ruang Kab. Bintan ...

2 – 9

2.5. Nama dan Luas Kecamatan di Kota Banjarmasin ... 2 – 11

2.6. Jumlah

Penduduk

di Kota Banjarmasin ... 2 – 16

2.7. Deskripsi

Rencanan

Struktur Ruang Kota Banjarmasin ... 2 – 13

2.8. Nama dan Luas Distrik di Kota Sorong ... 2 – 17

2.9. Jumlah

Penduduk di Kota Sorong ... 2 – 19

2.10 Deskripsi

Rencanan

Struktur Ruang Kota Sorong ... 2 – 23

3.1

Jumlah Fasilitas BAB di Kota Sorong ... 3 – 11

4.1

Pola Pikir Perencanaan Teknis Sanitasi Komunal ...

4 – 2

5.1. Rencana

Kerja

...

5 – 6

5.2 Jadwal

Laporan ... 5 – 7

6.1. Komposisi

Tenaga

Ahli Yang Diusulkan ...

6 – 1

6.2. Komposisi Tenaga Pendukung ...

6 – 2

6.3. Manning

Schedule

Tenaga Ahli Dalam Pelaksanaan ...

6 – 5

6.4. Matriks Keterlibatan Tenaga Ahli Pekerjaan Teknis Sanitasi

(7)

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

2.1. Peta

Batas

Administrasi Kabupaten Bintan ... 2 – 3

2.2. Peta Citra Kabupaten Bintan ... 2 – 3

2.3 Peta

Infrastruktur Kabupaten Bintan ... 2 – 6

2.4 Profil

Sungai

Kabupaten Bintan ... 2 - 7

2.5

Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Bintan ... 2 - 8

2.6

Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bintan ... 2 – 8

2.7

Peta Administrasi Kota Banjarmasin ... 2 – 12

2.8

Peta Citra Kota Banjarmasin ... 2 – 12

2.9

Pola Jaringan Sungai Kota Banjarmasin ... 2 - 14

2.10 Peta Pola Ruang Kota Banjarmasin ... 2 - 15

2.11. Peta Struktur Ruang Kota Banjarmasin ... 2 – 15

2.12. Peta Administrasi Kota Sorong ... 2 – 18

2.13. Peta Citra Kota Sorong ... 2 – 18

2.14. Peta Infrastruktur Kota Sorong ... 2 – 20

2.15. Peta Sungai Kota Sorong ... 2 – 21

2.16. Peta Pola Ruang Kota Sorong ... 2 – 22

2.17. Peta Struktur Ruang Kota Sorong... 2 – 22

3.1. Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Fasilitas

Buang Air Besar di Kabupaten Banjar, Tahun 2010 ...

3 – 9

3.2. Grafik Perbandingan Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Fasilitas

Buang Air Besar Perkotaan dan Perdesaan di Kabupaten Banjar,

Tahun 2010 ... 3 – 10

4.1. Bagan Alir Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan Konsultan

Perencanaan Teknis Sanitasi Komunal ...

4 – 5

7.1 Organisasi

Pelaksana Pekerjaan ...

7 – 2

(8)

L

L

a

a

m

m

p

p

i

i

r

r

a

a

n

n

1. LAMPIRAN KUESTIONER SURVEI SOSOK DAN TEKNIK LINGKUNGAN

2. OPSI TEKNOLOGI PENGOLAHAN

3. APLIKASI TIPE JAMBAN DAN SISTEM PENGOLAHAN BERDASARKAN

TANTANGAN LINGKUNGAN FISIK DI DAERAH SULIT

4. ALGORITMA OPSI SANITASI DAERAH RAWA DAN MUKA AIR TANAH

TINGGI

5. ALGORITMA OPSI SANITASI DAERAH PANTAI DAN MUARA

6. HASIL SURVEY KOTA BANJARMASIN

(9)

1.1

LATAR BELAKANG

Latar belakang dibuatnya pekerjaan ini adalah masih kurangnya sarana pengelolaan air limbah domestik baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga tingkat pelayanan masih harus ditingkatkan. Untuk mempercepat meningkatkan cakupan pelayanan diupayakan dengan memperbanyak sistem pelayanan komunal, karena sistem komunal ini merupakan salah satu sistem yang efisien, jika dibandingkan dengan sistem individual yang hanya mengolah blackwater saja atau dibandingkan dengan sistem sewerage perkotaan terpusat yang memerlukan investasi yang besar. Dengan meningkatnya kualitas lingkungan masyarakat , diharapkan dapat meningkatkan kualitas masyarakat dibidang sosio ekonomi dan kesehatan.

Pekerjaan perencanaan teknis sistem komunal pada daerah spesifik seperti yang tercantum dalam KAK diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas lingkungan.

Acuan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana bidang yang dijadikan landasan dalan perencanaan teknis sistem komunal ;

1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang kebijakan Strategis Air Limbah.

1.2

MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1 Maksud

Membuat Perencanaan Teknis Sanitasi Komunal untuk 3 kategori karakteristik geografis yaitu daerah pesisir pantai dan muara, daerah rawa dan pasang surut dan daerah tandus dan berbatu dengan konsep berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan sektor ke Ciptakaryaan ( air bersih, persampahan, drainase dan air limbah).

P

P

e

e

n

n

d

d

a

a

h

h

u

u

l

l

u

u

a

a

n

n

B

(10)

1.2.2 Tujuan

Untuk mendapatkan sarana dan prasarana sanitasi yang tepat guna yang disesuaikan dengan kondisi masing – masing daerah spesifik dengan konsep bangunan yang berwawasan lingkungan

1.3

SASARAN

Masyarakat pengguna sanitasi komunal di 3 wilayah dengan kodisi spesifik pada umumnya dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) pada khususnya.

1.4

LOKASI KEGIATAN

Lokasi pekerjaan ;

1. Daerah pesisir pantai dan muara , yaitu di wilayah Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau.

2. Daerah rawa dan daerah rawa pasang surut , yaitu di wilayah Banjarmasin ,Propinsi Kalimantan Selatan.

3. Daerah berbukit, daerah berbatu dan daerah tandus, yaitu di wilayah Sorong, Propinsi Papua Barat.

1.5

RUANG LINGKUP

Lingkup pekerjaan yang tercakup dalam kerangka acuan ini adalah: a. Kegiatan Persiapan

1 Persiapan Administrasi 2 Mobilisai Personil dan alat 3 Studi Pendahuluan

4 Pengumpulan Data Sekunder

- Studi-studi terdahulu yang terkait dengan pekerjaan saat ini, yang akan diperoleh dari Pihak Pemberi Kerja atau Instansi lain yang terkait.

- Data-data hidrologi dan klimatologi pada lokasi studi dan yang mempengaruhi.

- Data daerah genangan - Data persampahan

- Data sosial ekonomi, penduduk dan data lainnya yang ada hubungan dengan studi terkait.

- Dokumen statistik (Kabupaten Dalam Angka).

- Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, morfologi, sifat tanah dan tata guna lahan.

- Mengumpulkan data eksisting sanitasi dan permasalahan yang berkaitan dengan data eksisting

- Gambar dan peta

- Referensi dan standar yang akan digunakan dalam pekerjaan ini. 5 Review terhadap studi yang ada.

6 Identifikasi peraturan, standar, kebijakan pemerintah, maupun pembangunan sanitasi komunal yang sedang berjalan.

b. Melakukan konsinyasi dengan praktisi dan stake holder (pemangku kepentingan) yang terkait dalam pengelolaan sanitasi komunal serta melakukan konsultasi publik

(11)

guna mendapatkan masukan untuk melengkapi perencanaan teknis sanitasi komunal

c. Kegiatan Survey

1. Orientasi lokasi proyek (orientasi lapangan)

2. Melakukan inventarisasi jaringan / saluran air limbah,air bersih, persampahan dan drainase.

3. Pengukuran situasi, penampang memanjang dan melintang detail dimaksudkan untuk mendapatkan data lapangan yang sebenarnya (eksisting) yang akan disajikan dalam bentuk gambar dengan skala.

4. Dalam lingkup tugas hanya ada 1 poin yang perlu diklarifikasi, yaitu mengenai volume atau jumlah sampel air limbah yang merupakan data primer. Dalam KAK tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui konsentrasi parameter BOD5, pH, TSS, minyak, total P dan N, deterjen.

Jumlah sampel terdiri dari 1 sampel blackwater, 1 sampel greywater dan satu sampel campuran. Yang harus diklarifikasi adalah:

i. Pengambilan sampel itu dimana, apakah di wilayah P. Bintan, Banjarmasin atau Sorong ? Persepsi kami karena wilayah yang dijadikan objek studi ini mempunyai karakteristik yang berbeda seperti yang kami sampaikan dalam Bab Pemahaman terhadap KAK, maka seyogyanya pengambilan sampel ini juga volume atau jumlahnya disesuaikan dengan jumlah kategori atau karakteristik wilayah tadi. Jadi jumlah sampelnya jumlahnya menjadi 9 buah sampel.

ii. Mengambil sampel campuran untuk lokasi P. Bintan dan Kota Sorong, akan mengalami kesulitan, karena kita ketahui untuk kedua lokasi tersebut belum memiliki sistem sewerage. Lain halnya dengan Kota Banjarmasin yang sudah memiliki sistem sewerage mungkin tidak ada masalah.

iii. Hal lain yang perlu diklarifikasi adalah mengenai jumlah KK yang akan dijadikan responden. Hal ini sangat penting karena akan menyangkut tingkat kepercayaan hasil analisis statistiknya dan juga jumlah biaya yang harus atau akan dikeluarkan oleh Konsultan. Jadi berapa responden yang akan dijadikan sampel harus sudah ditentukan.

d. Kegiatan Analisa

1 Permasalahan teknis perencanaan IPAL Komunal

2 Persepsi masyarakat terhadap sanitasi khususnya air limbah/IPAL Komunal e. Kegiatan Perencanaan

1. Rancangan teknis IPAL Komunal

2. Evaluasi efesiensi dan efektifitas pengelolaan IPAL Komunal

3. Evaluasi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan IPAL Komunal f. Kegiatan detail desain lokasi prioritas

g. Pelaporan dan penggambaran h. Diskusi

(12)

1.6

KELUARAN

Keluaran atau hasil yang diinginkan adalah minimal sebagai berikut:

a. Buku laporan meliputi laporan pendahuluan, laporan antara, laporan draft, Laporan akhir.

b. Gambar disain.

1.7

SISTEMATIKA PENULISAN

Laporan Pendahuluan PERENCANAAN TEKNIS SANITASI KOMUNAL ini disusun dengan sistematika penulisan berikut ini:

Bab 1 PENDAHULUAN

Menguraikan tentang Latar belakang; maksud dan tujuan; sasaran; Ruang Lingkup Kegiatan, Lokasi Kegiatan, Keluaran; serta Sistematika Penulisan.

Bab 2 DESKRIPSI LOKASI PEKERJAAN

Menguraikan tentang Lokasi Pekerjaan, Demografi, Sumber Daya Air, Permasalahan sanitasi, Tata Guna Lahan

Bab 3 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

Menguraikan tentang permasalahn yang mungkin terdapat /terjadi di daerah lokasi perencanaan

Bab 4 PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Berisikan uraian tentang pendekatan yang digunakan oleh konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan serta metode yang digunakan terutama yang berkaitan dengan proses pengumpulan, analisis dan penyusunan.

Bab 5 RENCANA KERJA

Bab ini menguraikan tentang rencana kerja, pelaporan dan jadwal pelaksanaan pekerjaan.

Bab 6 KOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN TENAGA AHLI

Bab ini menguraikan tentang komposisi tim, tugas dan tanggung jawab tenaga ahli dalam mengerjakan pekerjaan dan jadwal penugasan tenaga ahli.

Bab 7 ORGANISASI PROYEK

Bab ini berisi struktur organisasi pelaksaan pekerjaan sesuai dengan bidang keahlian masing-masing

(13)

2.1

LOKASI PEKERJAAN

2.1.1 Kabupaten Bintan 2.1.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan

UU no 53 tahun 1999 dan UU no 13 tahun 2000 Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten terdiri dari Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten

Kabupaten Bintan sekarang terdiri dari 10 kecamatan dengan  Sebelah Utara Berbatasa

 Sebelah Selatan Berbatasan  Sebelah Barat Berbatasan  Sebelah Timur Berbatasan Secara geografis wilayah Kabupaten dan 0o06’17” – 1o34’52” LU.

Kabupaten Bintan meliputi areal seluas dan luas lautan sebesar 86.398,33

penduduk tahun 2011 sebanyak 149.554 jiwa

pada gambar 2.1. Dan tampilan citra wilayah Kabupaten

D e s k r i p s i

L o k a s i

P e k e r j a a n

Bab

LOKASI PEKERJAAN

(Provinsi Kepulauan Riau) Letak Geografis

Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau

UU no 53 tahun 1999 dan UU no 13 tahun 2000 Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten terdiri dari Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Natuna ,

sekarang terdiri dari 10 kecamatan dengan batas wilayah: Sebelah Utara Berbatasan : Dengan Kabupaten Natuna Sebelah Selatan Berbatasan : Dengan Kabupaten Lingga

Sebelah Barat Berbatasan : Dengan Kota Tanjungpinang dan Kota Batam Sebelah Timur Berbatasan : Dengan Propinsi Kalimantan Barat

Secara geografis wilayah Kabupaten Bintan terletak pada koordinat 104o12’47”

.

meliputi areal seluas 87.717,84 km2 dengan luas daratan sebesar 1

86.398,33 km2( sumber : RTRW Kab . Bintan 2011-2031)

sebanyak 149.554 jiwa. Peta administrasi Kabupaten . Dan tampilan citra wilayah Kabupaten Bintan terdapat pada

D e s k r i p s i

L o k a s i

P e k e r j a a n

Bab 2

Kabupaten Kepulauan Riau, berdasarkan UU no 53 tahun 1999 dan UU no 13 tahun 2000 Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 dan Kabupaten Natuna ,

Kota Tanjungpinang dan Kota Batam Propinsi Kalimantan Barat

12’47” – 108o02’27” BT

dengan luas daratan sebesar 1.319,51 km2

2031) dengan jumlah inistrasi Kabupaten Bintan dapat dilihat

(14)

Tabel 2.1 Nama dan Luas Kecamatan di Kabupaten Bintan No Kecamatan Luas Tanah(Km2) 1 Bintan Timur 89,99 2 Gunung Kijang 212,38 3 Teluk Bintan 129,37 4 Toapaya 118,85 5 Teluk Sebong 287,99 6 Seri Kuala Lobam 95,81 7 Bintan Utara 81,45

8 Tambelan 91,67

9 Mantang 76,04

10 Bintang Pesisir 135,96 Jumlah 1.319,51

Sumber : RTRW Kabupaten Bintan 2011-2031

2.1.1.2 Klimatologi

Pada umumnya Kabupaten Bintan beriklim tropis yang dicirikan curah hujan turun sepanjang tahun dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Februari . Curah hujan berkisar antara 2.000 – 2.500 mm/tahun, suhu rata-rata pada tahun 2012 adalah 22,2 ºC – 33,2 ºC , suhu udara ditepi pantai memiliki temperatur yang lebih tinggi, kelembaban udara bervariasi pada umumnya kelembaban udara 85 %.

2.1.1.3 Topografi

Kabupaten Bintan dibentuk oleh perbukitan rendah membundar yang dikelilingai daerah rawa-rawa.Wilayah Kabupaten Bintan merupakan bagian dari paparan kontinental yang terkenal dengan nama Paparan Sunda. Morfologi Kabupaten Bintan memiliki ketinggian yang tidak ekstrim yaitu 0 – 350 meter dari permukaan laut .

2.1.1.4 Geologi

Proses pembentukan lapisan bumi berasal dari formasi – formasi vulkanik yang akhirnya membentuk tonjolan-tonjolan pada permukaan bumi yang disebut pulau baik yang berukuran besar maupun yang berukuran kecil. Paparan pulau yang tersebar merupakan sisa erosi yang membentang dari Semenanjung Malaysia sampai dengan Pulau bangka dan Belitung bagian selatan.

(15)

Gambar 2.1

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia BAKOSURTANAL

Sumber : Citra Quick Bird, 2009

Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Bintan

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia BAKOSURTANAL

Gambar 2.2 Peta Citra Kabupaten Bintan

(16)

2.1.1.5 Demografi

Berdasarkan Kabupaten Bintan Dalam Angka 2011, jumlah penduduk tahun 2011 yaitu 149.554 jiwa, dengan luas daratan 1.946,13 km2kepadatan penduduk sebesar 76,85 jiwa/km2.

Jumlah penduduk terbanyak terdapat di kecamatan Bintan Timur dan jumlah penduduk paling sedikit terdapat pada kecamatan Matang.

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk di Kabupaten Bintan 2011

No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) 2008 2011 1 Bintang Timur 35.676 40.994 2 Gunung Kijang 9.100 12.619 3 Teluk Bintan 8.616 9.389 4 Toapaya 7.628 11.175 5 Teluk Sebong 11.257 16.836 6 Seri Kuala Lobam 16.173 18.531 7 Bintan Utara 20.184 22.273 8 Tambelan 4.738 5.229 9 Mantang 3.637 4.095 10 Bintan Pesisir 8.013 8.413 Kabupaten Bintan 125.058 149.554

Sumber : Kabupaten Bintan Dalam Angka, 2011

2.1.1.6 Pemanfaatan Lahan

Kabupaten Bintan memiliki persamaan dengan Kota Batam merupakan wilayah

perdangangan dan pelabuhan bebas, penggunaan lahan di Kabupaten Bintan bisa dilihat

pada tabel 2.3 terdiri dari :

-

Kawasan Permukiman menyebar di setiap desa dengan pola linier mengikuti

jaringan jalan atau di daerah pantai

-

Kawasan Pertanian, berupa lahan kering diperuntukan untuk tanaman palawija,

holtikutura ( tanaman pangan)

-

Kawasan Perkebunan, lahan perkebunan berupa tanaman karet dan kelapa

dengan luasan yang cukup besar terdapat didaerah kecamatan Toapaya, Gunung

Kijang, Bintan Timur dan Bintan Pesisir.

-

Kawasan Hutan, dibedakan atas hutan lebat, hutan lindung dan hutan mangrove

-

Kawasan Pertambangan, galian tambang adalah bauksit, granit dan pasir darat.

-

Kawasan Pariwisata, tersebar di kecamatan Teluk Sebong, yaitu Lagoi dan

kecamatan Gunung Kijang yaitu kawasan Trikora

-

Kawasan Indistri, berada di kec Seri Kuala Lobam, Galang Batang dan Industri

Maritim

-

Kawasan Pemerintahan kabupaten Bintang untuk saat ini sudah pindah di

kecamatan Teluk Bintan.

(17)

Tabel 2.3 Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bintan

No Jenis Penggunaan lahan Luas

Hektar % A Kawasan Lindung 29.341,25 22,24 1 Hutan Lindung 3.659,00 2,77 2 Danau 269,19 0,2 3 Lamun 1.880,79 1,43 4 Mangrove 8.065,05 6,11 5 Sungai Bersar 521,71 0,4 6 Terumbu karang 14,945,51 11,33 B Kawasan Budidaya 102.609,75 77,76 1 Permukiman 3.276,70 2,48 2 Pertanian 56.756,11 43,01 3 perkebunan 10.171,19 7,71 4 Tambak 131,52 0,10 5 Pertambangan 6.147,43 4,65 6 Industri 3.362,63 2,55 7 Kolong 587,47 0,45

8 Kawasan Bandar Seri Bentang 4.226,30 3,21 9 Kawasan Parawisata Lagoi 17.499,71 13,26

10 Kawasan Parawisata Lainnya 450,69 0,34

Total 131.951,00 100,00

(18)

Gambar 2.3 Peta Infrastruktur Kabupaten Bintan

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia BAKOSURTANAL

2.1.1.7 Sumber Daya Air

Di Kabupaten Bintan terdapat 9 aliran sungai yang merupakan sumber air utama bagi kehidupan sehari-hari masyarakat yaitu Sungai Pulai, Sungai Gesek, Sungai Busung, Sungai Ekang Angculai, Sungai Jago, Sungai Kawal, Sungai Bintan, Sungai Kangboi dan Sungai Lagoi.

Terdapat juga beberapa waduk yang menjadi sumber air diantaranya adalah Waduk Sungai Pulai, Waduk Lagoi, Waduk Sungai Jago, Waduk Sei Lepan, Waduk Kawal . Berdasarkan hasil studi Potensi Sumber Air Alternatif ( Dinas PU Prov. Kepri 2009 ) terdapat beberapa potensi sumber air yaitu ; Waduk Galang Batang, Sungai Gesek, Waduk/ Kolong Katen, Waduk/ Kolong Beloreng.

(19)

Gambar 2.4 Profil Sungai Kabupaten Bintan

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia BAKOSURTANAL

2.1.1.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan

Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bintan adalah mewujudkan tata ruang yang dinamis bagi pengembangan kawasan peruntukan industri, permukiman dan pertanian secara harmonis, didukung infrastruktur yang handal dan iklim investasi yang kondusif, berdasarkam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan 2011 - 2031 maka akan dikembangkan system jaringan air limbah dan lokasi IPAL.

(20)

Gambar 2.5 Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Bintan

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia BAKOSURTANAL

Gambar 2.6 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bintan

(21)

Tabel 2.4

Deskripsi Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bintan Untuk Program Sanitasi

No.

Rencana Struktur Ruang Kabupaten

Bintan

Gambaran Umum

1 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pengembangan sumber daya air pada dasarnya adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan air dan mengendalikan daya rusak akibat air.

2 Sistem Jaringan Prasarana Perkotaan

Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Perkotaan di Kabupaten Bintan:

Sistem jaringan prasarana perkotaan terdiri atas:

 sistem jaringan air bersih  sistem jaringan drainase;  sistem jaringan air limbah;  sistem jaringan limbah industri; dan  sistem pengelolaan persampahan

Sistem Penyediaan Air Minum :

Adanya keterbatasan sumber air di Kabupaten Bintan menuntut perlunya dicari alternative lokasi yang dapat dijadikan sebagaicatchment area/waduk guna dapat menampung buangan air hujan dengan kapasitas yang cukup besar. Pembuatan waduk baru di sebagian besar wilayah ini sangat memungkinkan mengingat struktur batuan yang ada umumnya mempunyai tingkat permeabilitas rendah, sehingga sulit untuk diresapkan ke dalam tanah.

Sistem Jaringan Drainase :

Perencanaan jaringan drainase di Kabupaten Bintan pada masa mendatang masih tetap diarahkan pada pemanfaatan fungsi sungai-sungai sebagai saluran utama. Pada daerah yang padat penduduknya, seperti ibukota kabuapten dan kecamatan jaringan drainase direncanakan melalui pembuatan saluran drainase dengan memanfaatkan jaringan jalan.

Sistem jaringan drainase meliputi :

 Jaringan makro merupakan bagian dari sistem pengendalian banjir pada masingmasing DAS di Bintan;

 Jaringan mikro terdiri dari drainase primer, sekunder, tersier yang ditetapkan dengan menggunakan pendekatan Sub-DAS pada Pulau Bintan;

Sistem Jaringan Air Limbah Domestik ;

Untuk sistem air limbah di wilayah perencanaan direncanakan agar tidak mencemari lingkungan dengan mengusahakan pengembangan sistem pembuangan air limbah terpadu antar lingkungan dengan cara menggunakan sistem pengolahan sebelum masuk sungai-sungai yang ada, sehingga tidak terjadi pencemaran.

Jenis pengolahan limbah yang diusulkan untuk Kabupaten Bintan adalah pengembangan septik tank dengan sistem terpadu untuk kawasan perkotaan dan pengembangan jaringan tertutup untuk kawasan lainnya. Besarnya air limbah diperkirakan 80% dari kebutuhan air bersih untuk seluruh Kabupaten Bintan.

Sistem jaringan air limbah domestik, meliputi :

 Sistem pembuangan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat dikembangkan pada kawasan-kawasan yang belum memiliki sistem terpusat;

 Sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat dikembangkan pada kawasan perdagangan dan jasa, serta kawasan permukiman padat.

Lokasi IPAL ;

 Lokasi instalasi pengolahan air limbah terpusat di Bintan ditetapkan seluas 10 ha yang tersebar di daerah Lobam, dan di daerah Kijang untuk Kabupaten Bintan, di daerah Dompak untuk Kota Tanjungpinang.

(22)

No.

Rencana Struktur Ruang Kabupaten

Bintan

Gambaran Umum Sistem Jaringan Limbah Industri

Sistem jaringan limbah industri, meliputi :

 Sistem pengelolaan limbah industri setempat dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan limbah industri setempat dikembangkan pada kawasan-kawasan kegiatan ekonomi/industri yang belum memiliki sistem terpusat;

 Sistem pengelolaan limbah industri terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat dikembangkan pada kawasan-kawasan industri.

Sistem Pengelolaan Persampahan:

Arahan rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan dilakukan dengan melalui proses berikut :

1. Sistem Pewadahan, yaitu melalui penyediaan tong-tong sampah di setiap rumah maupun bangunan sarana kota, dengan ukuran 40 - 100 liter. Tong sampah di setiap rumah disediakan sendiri oleh masing-masing keluarga, sedangkan tong-tong sampah pada sarana kota di sediakan oleh pemerintah. 2. Sistem Pengumpulan, yang proses pengumpulan sampahnya dapat dilakukan

baik secara individual maupun secara komunal melalui bak-bak penampungan yang disediakan di setiap unit lingkungan perumahan maupun pada unit kegiatan komersial dan pemerintahan/perkantoran. Sampah domestik tersebut kemudian diangkut memakai gerobak sampah ukuran 1 m3 ke lokasi Transfer Depo atau Tempat Penampungan Sementara (TPS) oleh pengelola swadaya masyarakat di masing-masing unit lingkungan. Sedangkan sampah dari kegiatan komersial dan pemerintahan/perkantoran serta yang berada di sepanjang jalan utama dikelola oleh instansi terkait.

3. Sistem Pemindahan dan Pengangkutan, yaitu kontainer sampah maupun sampah dari tiap lokasi TPS atau Transfer Depo diangkut oleh kendaraan truk sampah maupun arm roll truck / dump truck ke lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.

4. Sistem Pembuangan/Pengolahan, yaitu sistem pengolahan sampah yang dilakukan di TPA dengan cara sistem open dumping, yang selanjutnya ditingkatkan menjadi sistem lahan urug (sanitary land fill) yang dilengkapi sarana sistem drainase permukaan maupun bawah permukaan, sistem pembuangan gas yang dihasilkan oleh proses dekomposisi sampah dan sumur (pipa) pemantau leachate (cairan yang ditimbulkan oleh sampah), serta daur ulang. Selain itu sampah-sampah yang mempunyai potensi untuk dapat dimanfaatkan kembali, seperti plastik, kertas dan kaleng dapat dijadikan sebagai bahan baku industri pengolahan sampah, yang selanjutnya dilakukan proses pengolahan dari sampah yang telah dipisahkan menjadi bahan baku atau barang jadi.

Lokasi TPA :

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah ; tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan, dan ditetapkan seluas 11 hektar di Bintan yang dialokasikan di Bintan Utara seluas 6 hektar dan di Bintan Timur seluas 5 hektar untuk melayani Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang.

(23)

2.1.2 Kota Banjarmasin (Provinsi Kalimantan Selatan) 2.1.2.1 Letak Geografis

Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin terdiri dari 11 Kabupaten, 2 kota, 151 kecamatan, 142 kelurahan.

Kota Banjarmasin secara geografis terletak antara 3°16’46’’ sampai dengan 3°22’54’’ lintang selatan dan 114°31’40’’ sampai dengan 114°39’55’’ bujur timur. Berada pada ketinggian rata-rata 0,16 m di bawah permukaan laut dengan kondisi daerah berpaya-paya dan relatif datar. Pada waktu air pasang hampir seluruh wilayah digenangi air. Kota Banjarmasin terletak di sebelah selatan Provinsi Kalimantan Selatan dibatasi oleh :

 Sebelah Utara Berbatasan : Dengan Kabupaten Barito Kuala  Sebelah Selatan Berbatasan : Dengan Kabupaten Banjar  Sebelah Barat Berbatasan : Dengan Kabupaten Barito Kuala  Sebelah Timur Berbatasan : Dengan Kabupaten Banjar

Luas Kota Banjarmasin 98,46 km2 atau 0,26% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan,

terdiri dari 5 kecamatan dengan 52 kelurahan dengan kemiringan tanah antara 0.13 % , susunan geologi terutama bagian bawahnya didominasi oleh lempung dengan sisipan pasir halus dan endapan aluvium yang terdiri dari lempung hitam keabuan dan lunak.

Peta administrasi Kota Banjarmasin dapat dilihat pada gambar 2.7. Dan tampilan citra wilayah Kota Banjarmasin terdapat pada gambar 2.8

Tabel 2.5 Nama dan Luas Kecamatan di Kota Banjarmasin

No Kecamatan Luas (Km2) 1 Banjarmasin Selatan 38,27 2 Banjarmasin Timur 23,86 3 Banjarmasin Barat 13,13 4 Banjarmasin Tengah 6,6 5 Banjarmasin Utara 16,54 Jumlah 98,46

Sumber : Kota Banjarmasin Dalam Angka, 2012

2.1.2.2 Klimatologi

Pada umumnya Kota Banjarmasin beriklim tropis dengan suhu udara antara 25 ºC - 38 ºC dan curah hujan turun sepanjang tahun dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Februari . Curah hujan rata-rata 189,35 mm / bulan dengan hari hujan 14 hari pada tahun 2012.

2.1.2.3 Topografi

Topografi kota Banjarmasin merupakan daerah datar dengan ketinggian permukaan tanah 0,16 meter dibawah permukaan laut, sehingga akan selalu tergenang air baik ketika hujan maupun air pasang. Pengaruh dari pasang surut menyebabkan genangan air akibat hujan sulit mengering.

(24)

Gambar

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

Gambar

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

Gambar 2.7 Peta Administrasi Kota Banjarmasin

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

Gambar 2.8 Peta Citra Kota Banjarmasin

(25)

2.1.2.4 Geologi

Kota Banjarmasin terdiri dari beberapa formasi bebatuan formasi berai, formasi dahor, formasi keramaian, formasi pudak, formasi tanjung, alluvium, formasi pitanak dan kelompok batuan breksi-konhlomerat

2.1.2.5 Demografi

Berdasarkan Kalimantan Selatan Dalam Angka tahun 2013 , jumlah penduduk tahun 2012 yaitu 648. 029 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 8.917 jiwa/km2.

Tabel 2.6 Jumlah Penduduk di Kota Banjarmasin No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)

2010 2011 2012 1 Banjarmasin Selatan 146.068 148.230 151.175 2 Banjarmasin Timur 111.318 112.633 115.147 3 Banjarmasin Barat 143.461 145.366 146.448 4 Banjarmasin Tengah 91.700 91.248 93.167 5 Banjarmasin Utara 132.934 137.513 142.092 Kota Banjarmasin 625.481 634.990 648.029

Sumber : Kota Banjarmasin Dalam Angka, 2013

2.1.2.6 Pemanfaatan Lahan

Pemanfaatan tlahan di Kota Banjarmasin tahun 2013 berdasarkan Banjarmasin Dalam Angka ( hal 199 ) Provinsi Kalimantan Selatan :

-

Permukimman : 4609,24 ha

-

Tegal/kebun : 636,00 ha

-

Rawa tidak ditanam : 35 ha

-

Kolam : 70.67 ha

-

Tanah tidak digarap : 12 ha

-

Lainnya : 87 ha

-

Sawah + sayuran : 1753 ha

Dibandingkan dengan data tahun-tahun sebelumnya lahan pertanian cenderung menurun, sementara untuk lahan perumahan mengalami perluasan sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Luas optimal Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebuah kota adalah 30% dari luas kota sedangkan kota Banjarmasin hanya memiliki 10 sampai 12% RTH saja

.

2.1.2.7 Sumber Daya Air

Sungai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kota Banjarmasin sehingga Banjarmasin mendapat julukan "kota seribu sungai".

(26)

Gambar 2.9 Pola Jaringan Sungai Kota Banjarmasin

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

2.1.2.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banjarmasin

Tujuan penataan ruang wilayah Kota Banjarmasin adalah mewujudkan tata ruang yang dinamis bagi pengembangan kawasan peruntukan industri, permukiman dan pertanian secara harmonis, didukung infrastruktur yang handal dan iklim investasi yang kondusif, berdasarkan Perencanaan Tata Ruang Kota Banjarmasin tahun 2010 -2030 akan dikembangkan sarana dan prasarana perkotaan yang didalamnya termasuk sarana sanitasi seperti terlihat dalam table 2.6.

(27)

Gambar 2.10 Peta Pola Ruang Kota Banjarmasin

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

Gambar 2.11 Peta Struktur Ruang Kota Banjarmasin

(28)

Tabel 2.7

Deskripsi Rencana Struktur Ruang Kota Banjarmasin Untuk Program Sanitasi

No.

Rencana Struktur Ruang Kota Banjarmasin

Gambaran Umum

1 Rencana Sistem Jaringan Transportasi Air / Sungai

Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Perkotaan di Kota Banjarmasin

Sistem jaringan prasarana perkotaan terdiri atas:

 sistem jaringan air bersih  sistem jaringan drainase;  sistem jaringan air limbah;  sistem jaringan limbah industri; dan  sistem pengelolaan persampahan

Sistem Penyediaan Air Minum :

Penambahan kapasitas PDAM

Sistem Jaringan Drainase :

Pengembangan drainase pada setiap sisi jalan

Membangun saluran air yang menghubungkan antar blok

Sistem Jaringan Air Limbah Domestik ;

Pengembangan IPAL permukiman

Sistem Jaringan Limbah Industri

Merelokasi industry yang mencemari sungai dan udara ke luar kota.

Sistem Pengelolaan Persampahan:

Pengadaan prasarana sampah ( TPS dan TPA) secara merata 2 Sistem Jaringan Prasarana

Perkotaan

Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Perkotaan di Kota Banjarmasin Sistem jaringan prasarana perkotaan terdiri atas:

 sistem jaringan air bersih  sistem jaringan drainase;  sistem jaringan air limbah;  sistem jaringan limbah industri; dan  sistem pengelolaan persampahan

Sistem Penyediaan Air Minum :

Penambahan kapasitas PDAM

Sistem Jaringan Drainase :

Pengembangan drainase pada setiap sisi jalan

Membangun saluran air yang menghubungkan antar blok

Sistem Jaringan Air Limbah Domestik ;

Pengembangan IPAL permukiman

Sistem Jaringan Limbah Industri

Merelokasi industry yang mencemari sungai dan udara ke luar kota.

Sistem Pengelolaan Persampahan:

Pengadaan prasarana sampah ( TPS dan TPA) secara merata

(29)

2.1.3 Kota Sorong (Provinsi Papua Barat) 2.1.3.1 Letak Geografis

Secara geografis Kota Sorong berada pada koordinat 131º 17’ BT dan 0 º53 LS dengan luas wilayah 1.105 km2. Batas wilayah Kota Sorong adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara Berbatasan : Dengan Distrik Makbon dan Selat Dampir  Sebelah Timur Berbatasan : Dengan Distrik Makbon Kabupaten Sorong

 Sebelah Selatan Berbatasan : Dengan Distrik Aimas dan Distrik Salawati Kab Sorong  Sebelah Barat Berbatasan : Dengan Selat Dampir

Peta administrasi Kota Sorong dapat dilihat pada gambar 2.10 .

Tabel 2.8 Nama dan Luas Distrik di Kota Sorong

Sumber : Kota Sorong Dalam Angka, 2013

2.1.3.2 Klimatologi

Kota Sorong Pada umumnya beriklim tropis yang lembab dan panas dengan suhu udara rata-rata antara 24,1 ºC - 31,35ºC , kelembaban udara antara 81 – 85 %. Curah hujan rata-rata pada tahun 2012 adalah 3.085 mm dan banyaknya hari hujan adalah 250. Intensitas sinar matahari 48,02 %

2.1.3.3 Topografi

Topografi Kota Sorong sangat bervarisi, mulai dari dataran rendah , lereng dan bukit, sebelah timur merupakan hutan lindung dan hutan wisata. Ketinggian bervariasi antara 0 – 2500 meter diatas permukaan laut. Ketinggian kota Sorong 3 meter diatas permukaan laut

2.1.3.4 Geologi

Kondisi geologi Kota Sorong terdapat hamparan galian golongan C seperti batu gunung, batu kali, sirtu, pasir, tanah urug dan kerikil. Jenis tanah yang ada di Kota Sorang adalah tanah Latosol putih yang terdapat di pinggiran pantai Tanjung Kasuari dan tanah fudsolik merah kuning yang terdapat dihamparan seluruh kawasan Timur.

No Distrik Luas (Km2) 1 Sorong 126,85

2

Sorong Timur 158,22

3

Sorong Barat 254,15

4

Sorong Utara 229,71

5

Sorong kepulauan 200,10

6

Sorong Manoi 135,97 Jumlah 1.105,00

(30)

Gambar 2.12 Peta Administrasi Kota Sorong

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

Gambar 2.13 Peta Citra Kota Sorong

(31)

2.1.3.5 Demografi

Berdasarkan data Kota Sorong dalam Angka 2013 jumlah penduduk adalah 208.292 jiwa seperti terlihat pada tabel 2.9.

Tabel 2.9 Jumlah Penduduk di Kota Sorong

Sumber : BPS Kota Sorong 2013

2.1.3.6 Pemanfaatan Lahan

Penggunaan tanah di Kota Sorong berdasarkan BPS tahun 2013 Kota Sorong:

-

Pemukiman

-

Pertanian

-

Perkebunan

-

Peternakan

-

Kehutanan

-

Pertambangan dan Penggalian

-

Perindustrian

No Kecamatan Luas (Km2) Penduduk

(Jiwa) Kepadatan (jiwa/km2) 1 Sorong 126,85 33.654 268

2

Sorong Timur

158,22 28.474 186

3

Sorong Barat

254,15 38,654 152

4

Sorong Utara

229,71 48.968 213

5

Sorong kepulauan

200,10 10.701 53

6

Sorong Manoi

135,97 46.515 342 Jumlah 1.105 208.292

(32)

Gambar 2.14 Peta Infrastruktur Kota Sorong

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

2.1.3.7 Sumber Daya Air

Potensi sumber daya air di Kota Sorong tercermin dari curah hujan, air permukaan tanah dan air bawah tanah. Kota Sorong mempunyai rata-rata curah hujan yang cukup tinggi yaitu 3.085 milimeter per tahun dengan jumlah hari 107-185 turun hujan. Kota Sorong merupakan daerah dataran sampai berbukit/bergunung terjal yang dialiri oleh banyak sungai. Sungai yang terdapat di Kota Sorong seperti : sungai Rufei, Sungai Klabal, Sungai Duyung, Sungai Remu, Sungai Klagison, Sungai Klawiki, Sungai Klasaman dan Sungai Klablim.

(33)

Gambar 2.15 Peta Sungai Kota Sorong

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

2.1.3.8 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sorong

Tujuan penataan ruang wilayah Kota Sorong adalah mewujudkan tata ruang yang dinamis bagi pengembangan kawasan peruntukan industri, permukiman dan pertanian secara harmonis, didukung infrastruktur yang handal dan iklim investasi yang kondusif.

(34)

Gambar 2.16 Peta Pola Ruang Kota Sorong

Sumber : Peta Rupabumi Indonesia, BAKOSURTANAL

Gambar 2.17 Peta Struktur Ruang Kota Sorong

(35)

Tabel 2.10

Deskripsi Rencana Struktur Ruang Kota Sorong Untuk Program Sanitasi

No. Rencana Struktur

Ruang Kota Sorong Gambaran Umum

1

2

RPJM I (2005-2010)

RPJM II (2010-2015)

-

Pengembangan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat

dan bersih yang berorientasi pada kepedulian lingkungan.

-

Pengembangan kesadaran masyarakat untuk menjaga

kelestarian Lingkungan.

-

Terpenuhinya kebutuhan air bersih, energi listrik dan

telekomunikasi bagi seluruh masyarakat Kabupaten Sorong.

(36)

 

Laporan Pendahuluan

3 - 1

 

 

 

 

3.1

UMUM

Pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan merupakan upaya menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana. Upaya dilakukan dengan memperhitungkan adanya interaksi dampak kegiatan terhadap lingkungan, serta kemampuan daya dukung lingkungan untuk menopang pembangunan secara berkelanjutan. Pada prosesnya, pembangunan ini mengoptimalkan manfaat sumber daya alam, sumber daya manusia, dan ilmu pengetahuan dengan menserasikan ketiga komponen tersebut sehingga dapat berkesinambungan

.

Beberapa aspek yang perlu ditinjau pada konsep green building:

1. Material yang digunakan untuk membangun adalah dari alam, dan merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola secara berkelanjutan. Daya tahan material bangunan yang layak sebaiknya teruji, namun tetap mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi produksi sampah, dan dapat digunakan kembali atau didaur ulang.

2. Hemat energy

3. Hemat penggunaan air

4. Kesehatan , penggunaan bahan-bahan bagunan dan furnitur harus tidak beracun, bebas emisi, rendah atau non-VOC (senyawa organik yang mudah menguap), dan tahan air untuk mencegah datangnya kuman dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga dapat ditingkatkan melalui sistim ventilasi dan alat-alat pengatur kelembaban udara. Sanitasi yang berwawasan lingkungan adalah yang berfokus pada keberlanjutan yang pendekatannya berdasarkan prinsip pencegahan polusi yaitu dengan mengolah limbah manusia dan memanfaatkan urin dan tinja sebagai sumber daya pertanian, biogas dan lainnya.

Di Indonesia masih mengguna system basah membutuhkan 20 – 40 % air, saat urin dan tinja bercampur maka nutrient yang berada pada urin akan tercemar bakteri pathogen sehingga sukar digunakan untuk pemanfaatan pertanian.

I

I

d

d

e

e

n

n

t

t

i

i

f

f

i

i

k

k

a

a

s

s

i

i

P

P

e

e

r

r

m

m

a

a

s

s

a

a

l

l

a

a

h

h

a

a

n

n

B

B

a

a

b

b

3

3

(37)

Inisiatif terhadap diperlukannya pekerjaan ini, Konsultan Perencanaan Teknis Sanitasi Komunal, merupakan suatu langkah yang patut dihargai. Investasi pembangunan sarana air limbah, merupakan suatu langkah kunci untuk mencapai tujuan pembangunan Indonesia, khususnya di bidang peningkatan pelayanan pengelolaan air limbah domestik,sesuai amanat konstitusi dalam pelayanan kebutuhan yang menyangkut hajat orang banyak, pemenuhan hak dasar warga negara, maupun keterikatan global dalam MDGs. Disamping itu disadari secara luas, bahwa sanitasi akan mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat luas dan mempengaruhi kualitas masyarakat di bidang sosio-ekonomi dan kesehatan.

3.2

ACUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PRASARANA AIR LIMBAH

Peraturan yang digunakan sebagai acuan dan target dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang kebijakan Strategis Air Limbah.

Dari acuan peraturan yang dijadikan landasan dalam perencanaan teknis sanitasi komunal berwawasan lingkungan ini adalah:

1. Menjaga Kualitas Lingkungan

Pemerintah sangat menekankan menjaga kualitas lingkungan hidup dan daya dukung lingkungan, khususnya lingkungan perairan, agar tidak tercemar oleh kegiatan masyarakat, khususnya limbah domestik yang memang secara dominan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan perairan

2. Target Kualitas Efluen Hasil Pengolahan

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai target kualitas hasil pengolahan yang tertuang dalam Permen LH no 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Peraturan ini merupakan target minimal yang harus dicapai dan dijadikan acuan oleh semua Pemda di masing-masing wilayah. Namun banyak pemda yang telah membuat peraturan sendiri yang lebih ketat dari peraturan tersebut diatas. Dalam rangka menjaga kualitas lingkungan di wilayah kewenangannya pemda diperkenankan membuat peraturan dan menentukan standar efluennya sendiri dengan catatan peraturan yang dibuat tersebut harus lebih ketat dari pada peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Dalam kaitan ini banyak pemkot yang telah membuat peraturan yang antara lain menetapkan target kualitas efluen hasil pengolahan kandungan BOD5 nya < 50 mg/l.

(38)

 

Laporan Pendahuluan

3 - 3 3. Meningkatkan kepedulian dan partisipasi aktif masyarakat.

Untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi aktif masyarakat terhadap permasalahan air limbah domestik, perlu dilakukan kampanye dan pendidikan yang sistematik dan kontinu. Kampanye ini harus dilakukan dengan konsisten, terprogram dan kontinu, berupa sosialisai, advokasi dan promosi yang akhirnya menggugah kesadaran masyarakat dalam turut aktiv menjaga fasilitas Ipal Komunal yang tentunya investasinya disiapkan oleh Pemerintah. Masyarakat hendaknya dengan kesadaran yang baik, mau memberikan kontribusi positiv, berupa bantuan dalam penyediaan lahan dan dalam pengelolaan nantinya. Karena investasi yang sudah ditanamkan jika tidak dipelihara dan dirawat dengan baik akhirnya akan mubandzir dan sia-sia. Konsultan tidak perlu menyampaikan secara satu persatu, sudah banyak hal yang terjadi seperti yang diuraikan diatas di berbagai tempat, dimana investasi yang sudah ditanamkan dengan biaya sangat besar menjadi mubadzir. Antara lain, pembuatan IPLT yang hampir seluruh yang dibangun tidak berfungsi karena kelembagaan dan pengelolaan tidak siap. 4. Menyusun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan upaya persoalan limbah

domestik sistem komunal, serta menegakkan hukum (law enforcement) dalam pelaksanaan sistem pengelolaan secara konsekuen, transparan, dan berkeadilan.

Hal ini perlu dilakukan agar investasi yang dikeluarkan tidak mubadzir, dan tujuan utama dari program ini yaitu untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tercapai dengan baik. Yang agak spesifik disini, karena ini akan merupakan pelayanan komunal, artinya warga cenderung harus dilibatkan sejak awal mengenai semua informasi mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan serat yang lebih penting adalah informasi mengenai adanya kebutuhan biaya operasional dan perawatan/perbaikan bagi Ipal Komunal ini yang harus ditanggung bersama berupa iuran warga yang akan dikenakan.

5. Mengembangkan lembaga keuangan khusus yang menangani pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana, khususnya Ipal Komunal.

Untuk mengantisipasi semakin terbatasnya sumber pembiayaan Pemerintah, khususnya sumber pembiayaan yang berasal dari Pemerintah, maka perlu dikembangkan lembaga keuangan khusus yang menangani pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana. Selain itu, dapat juga dikembangkan misalnya municipal bonds yang dijamin oleh pemerintah kabupaten/kota sebagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan prasarana Ipal Komunal.

6. Lahan Ipal Komunal dan Biaya Operasional-Perawatan

Kita harus akui bahwa menyediakan lahan untuk Ipal Komunal ini tidak mudah. Pemda harus pandai mensiasatinya, karena investasi yang dialokasikan Pemerintah hanya meliputi perencanaan teknis dan biaya konstruksi saja. Sedangkan biaya untuk penyediaan lahannya harus menjadi tanggung jawab pemkab/pemkot setempat. Disamping itu biaya operasi dan pemeliharaannya juga menjadi tanggung jawab pengelola. Seandainya pengelola belum terbentuk dan atau belum bisa menarik iuran dari warga atau iuran yang dikumpulkan kurang

(39)

dari kebutuhan, pemkab/pemkot harus menyediakan dana untuk hal tersebut diatas. Namun dalam kaitan ini, Konsultan memberi informasi peluang bagaimana cara mengumpulkan dana untuk hal tersebut diatas. Hal ini adalah bisa dengan menaikkan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) untuk wilayah/lokasi yang sudah mendapat pelayanan pengelolaan air limbah yang baik, dimana logikanya adalah biaya kenyamanan lingkungan didapat oleh warga karena adanya layanan air limbah tadi dibayar secara tidak langsung melalui pajak dimaksud. Biaya selisih kenaikan pajak tadi hendaknya secara konsisten digunakan terfokus untuk meningkatkan pelayanan air limbah domestik tadi.

3.3. KONDISI SANITASI

3.3.1 Kabupaten Bintan 3.3.1.1 Kondisi Fasilitas Sanitasi

Berdasarkan Profil kesehatan Kabupaten Bintan Tahun 2011, kepemilikan sanitasi dasar untuk keluarga di Kab Bintan :

a. Kepemilikan Jamban

Dari 32.145 KK yang diperiksa , keluarga yang memiliki jamban keluarga sebanyak 28.980 KK dan jamban yang sehat sebanyak 23.935 KK (82,59 %)

b. Pengelolaan Air Limbah

Jumlah keluarga/KK yang memiliki pengelolaan air limbah pada tahun 2011 sebanyak 12.269 KK ( 44,33 %) dari 27.679 KK yang diperiksa. Jumlah KK yang memiliki pengelolaan air limbah yang sehat sebanyak 8.603 KK ( 70,12%).

c. Tempat Sampah

Jumlah keluarga yang memiliki tempat sampah di Kabupaten Bintan tahun 2011 sebanyak 23.427 KK (77,34%) dari 30.292 KK yang diperiksa. Dan yang memiliki tempat sampah yang sehat sebanyak 18.198 KK (77,68%).

Beberapa tahun lalu, Kelurahan Tanjungunggat di Kepulauan Riau punya masalah sanitasi. Tiap ada air pasang, perairan di bawah rumah-rumah panggung di tepian dermaga ini berubah warnanya jadi kuning gara-gara warganya buang air besar sembarangan.

(40)

 

Laporan Pendahuluan

3 - 5 Warga di Kelurahan Tanjungunggat, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau tinggal di rumah - rumah panggung yang berdiri di atas air. Sebelum mengenal septic tank, perairan di bawah kolong rumah menjadi tampungan bagi segala macam limbah termasuk kotoran manusia) Saking banyaknya warga yang buang air besar langsung ke air di bawah rumah, limbah kotoran manusia menjadi masalah saat terjadi air pasang. “Dulu kalau sedang pasang, air di bawah ini kuning semua,” kata seorang warga, Abu Bakar

(Foto: Uyung/detikHealth).

Agar tidak menjadi sumber penyakit, Abu Bakar dan warga l ainnya kompak membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal. Dengan bantuan dari pemerintah maupun berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masalah buang air besar pun sedikit teratasi .

IPAL Komunal ini berupa saluran pipa yang menghubungkan WC di beberapa rumah warga ke sebuah septic tank di tengah-tengah kampung.

Inisiatif warga Kelurahan Tanjungunggat di Kepulauan Riau untuk membangun instalasi pengolahan limbah bersama patut dicontoh. Berkat instalasi tersebut, warga tidak lagi buang air besar sembarangan ke perairan di bawah rumah-rumah panggungnya.

(41)

Seorang warga, Abu Bakar menuturkan bahwa Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) Komunal ini telah dirintis sejak tahun 2009. Sebelumnya, warga di sekitar dermaga ini buang air besar langsung ke perairan di bawah rumah-rumah panggungnya.

Menurut Abu Bakar, sudah ada 16 IPAL di Kelurahan Tanjungunggat. Dari sekitar 400 KK (Kepala Keluarga) yang ada di kampung tersebut, sebanyak 250 KK telah terhubung dengan IPAL komunal. Selain mendapat bantuan dari pemerintah, warga juga dibantu oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli sanitasi. Keberadaan IPAL ini mendukung pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni akses sanitasi layak sebesar 62,40 persen.

3.3.2 Kota Banjarmasin

Sebagai ibukota provinsi bisa dikatakan kondisi sanitasi di Banjarmasin masih belum begitu baik. Faktanya, hingga saat ini masih banyak dijumpai jamban bilik di sepanjang permukiman pinggir sungai yang pembuangannya langsung dibuang ke sungai.

Dengan julukan kota seribu sungai, aktivitas masyarakat di kota ini memang sangat erat dengan sungai, mulai dari menjalankan aktivitas sehari-hari seperti Mandi Cuci Kakus (MCK), berdagang, hingga berwisata semua dilakukan diatas sungai.

Eratnya hubungan masyarakat Bumi Banjar ini dengan sungai juga diamini oleh Kepala Bappeda Kota Banjarmasin, Fajar Desira.

Menurutnya, masyarakat di daerah ini memang sangat bergantung dengan sungai. Oleh karena itu, wajar bila di kota ini masih banyak dijumpai masyarakat yang menjalankan aktivitas sehari-hari terutama kegiatan MCK di sepanjang aliran sungai. Kondisi ini tentunya sangat disayangkan karena dengan melakukan aktivitas MCK di sungai otomatis akan mencemari kondisi air sungai itu sendiri. "Budaya masyarakat kami memang sangat erat dengan sungai. Sehingga, saya pribadi sebenarnya merasa tidak masalah bila hingga kini masih banyak masyarakat melakukan kegiatan buang air di jamban terapung," ujarnya.

Hanya saja, Fajar menambahkan, bila pembuangannya harus disalurankan ke suatu sistem pengolahan seperti ke pipa ipal komunal atau ke tangki septik apung.dan tidak boleh dibuang seperti saat ini.

"Sebab, bukan hanya sekadar mencemari air sungai saja, dengan pembuangan kotoran langsung ke sungai akan berdampak pula dengan rusaknya kondisi lingkungan yang berujung pada penyebaran penyakit, seperti diare," terangnya saat membuka acara Pemutakhiran dan Finalisasi SSK kota Banjarmasin yang dilaksanakan di Kantor Bappeda Kota Banjarmasin, Senin (2/12).

Fajar mengatakan, untuk meningkatkan kondisi sanitasi Banjarmasin yang belum optimal, saat ini telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah kota Banjarmasin, salah satunya dengan mengikuti dan menjadi peserta program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) sejak 2009. Melalui program ini Banjarmasin telah menyusun strategi perencanan pembangunan sanitasi berupa Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Penyusunan SSK sendiri bertujuan agar kota dapat memiliki strategi pembangunan sanitasi yang tepat dan disesuaikan dengan permasalahan yang ada, sehingga pembangunan sanitasi akan lebih optimal.

(42)

 

Laporan Pendahuluan

3 - 7 Adapun, kegiatan pemutakhiran SSK ini dilakukan karena kini dokumen SSK kota Banjarmasin sudah lebih dari lima tahun.

Fajar menuturkan bahwa pihaknya sangat antusias dalam melakukan pemutakhiran SSK. "Dengan adanya perbaikan SSK kami berharap kedepannya makin banyak lagi sumber pendanaan yang masuk untuk membiayai program pembangunan sanitasi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Banjarmasin, baik itu pendanaan yang berasal dari pemerintah pusat atau lembaga donor," katanya.

Dalam rangka mensuksekan acara ini, Fajar mengimbau agar semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dapat saling bergotong royong dan bekerjasama dengan baik dalam penyelesaian dokumen SSK yang baru ini.

" Mari kita buat dokumen SSK yang lebih berkualitas dari sebelumnya. Karena, dengan SSK yang lebih baik saya yakin kondisi sanitasi di Banjarmasin ini dapat lebih maju dari sebelumnya, baik itu dari sisi air limbah, sampah maupun drainase," pungkasnya.

Acara pemutakhiran SSK sendiri berlangsung dari tanggal 2-3 Desember 2013 yang bertempat di Kantor Bappeda Banjarmasin.

3.3.2.1 Pemko Komitmen Bangun Sanitasi Berbasis Masyarakat

Banjarmasin, KP – Pemko Banjarmasin sejak 2006 hingga 2011 ini terus berkomitmen untuk membangun sanitasi berbasis masyarakat dengan terus mengadakan tempat Mandi Cuci Kakus (MCK) Komunal yang tersebar di ibu kota Provinsi Kalsel ini.

Kegiatan penggalan sanitasi yang berbasis masyarakat ini diharapkan bisa menekan warga Banjarmasin yang sebelumnya sering memanfaatkan sungai menjadi sarana buang air besar sampai kebutuahan sehari-hari supaya mulai beralih dengan MCK Komunal, kata Kepala Dinas PU Kota Banjarmasin Ir HN Fajar Desira Ces kepada {[wartawan]}, di Banjarmasin, belum lama ini. “Sejak dibangun MCK Komunal 2006 hingga 2010 sekarang ini sudah berjumlah 17 lokasi yang setiap MCK bisa dipakai 50 KK yang setiap harinya dilakukan pengelolaan masyarakat warga sekitarnya,’’papar Fajar.Diakui memang sejak adanya MCK Komunal yang dilakukan pengelolaan warga masyarakat dibawah pengawasan PD PAL cukup membantu masyarakat yang semula melakukan aktifitas keseluruhannya di sungai sekarang ini mereka sudah berkurang 50 KK sehingga jika dikalikan 17 tentu saja sudah mencapai 850 KK di Kota Banjarmasin sudah tak lagi berketergantungan dengan Sungai lagi.

Direktur PD PAL Kota Banjarmasin Ir H Muhiddin MT mengatakan pembangunan sanitasi dalam hal ini penanganan air limbah, persampahan, dan drainase, memang dapat memenuhi syarat teknologi dan syarat kesehatan terhadap lingkungan tempat tinggal untuk bermukim. Jadi, katanya, sanitasi memang merupakan aspek yang sangat penting dan sangat mendukung kelestarian dan kualitas sumber daya air, serta penciptaan permukiman yang layak huni, maka dengan sanitasi yang baik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat. “Memang sanitasi yang baik akan mengurangi serangan penyakit infeksi seperti diare, dengan tubuh menjadi sehat maka diharapkan pertumbuhan ekonomi masyarakat akan membaik,”tegas Muhiddin lagi.

Ia juga menerangkan sangatlah wajar kalau pemerintah Indonesia dalam Konferensi Sanitasi Nasional (KSN) telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang diantaranya menumbuhkembangkan perilaku hidup bersih dan sehat serta perilaku higienis, menetapkan sanitasi sebagai sektor prioritas

(43)

pembangunan nasional, menumbuhkembangkan penyediaan layanan sanitasi oleh dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat, serta meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam menerapkan standar pelayanan minimal.

Bahkan, saat ini penanganan sanitasi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK), jadi penanganan DAK saitasi tak lagi jadi satu kesatuan dengan DAK air minum.“Untuk sanitasi mulai tahun ini sudah tersendiri melalui DAK sub bidang sanitasi yakni DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM),”jelasnya.

Oleh karena itu, diperlukan adanya pelatihan tenaga fasilitator lapangan. Sebab, keberhasilan implementasi sanitasi lingkungan berbasis masyarakat atau SLBM ini sangat tergantung pada partisipasi aktif masyarakat selama proses perencanaan yang dilaksanakan.(vin)

3.3.2.2 Training Fasilitator Lapangan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Tingkat Regional Kalimantan, Kota Banjarmasin, 4-10 April 2010

Setelah pelaksanaan Training Fasilitator Lapangan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (TFL-SLBM) di Kota Mataram, Solo dan Palembang, kegiatan ini dilanjutkan untuk regional Kalimantan di Kota Banjarmasin pada tanggal 4-10 April 2010. Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari 43 kabupaten/kota yang mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2010 di Provinsi Kalimantan Selatan. Perwakilan dari unsur pemerintahan dan masyakarat yang mencapai jumlah 160 peserta mengikuti pelatihan satu minggu ini. Seperti halnya pelatihan di kota lain, berbagai materi mulai dari kebijakan dan strategi sampai dengan beberapa contoh pengalaman yang berhasil dalam pembangunan sanitasi di Indonesia disampaikan pada kegiatan ini.

Kunjungan lapangan di Kota Banjarmasin dilakukan ke dua lokasi pembangunan sarana sanitasi yaitu rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Pekauman dan MCK plus Basirih. Rusunawa Pekauman saat ini merupakan satu-satunya rusunawa yang ada di Kota Banjarmasin dimana rusunawa ini memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal tersendiri. MCK plus Basirih merupakan sarana yang berhasil dibangun melalui kegiatan Sanitasi untuk Masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan Sanimas.

Rusunawa Pekauman terdiri atas dua twin blok, dimana masing-masing twin blok terdiri dari 96 unit hunian tipe 21. Seluruh unit pada twin blok pertama telah dihuni oleh 96 kepala keluarga, sedangkan twin blok kedua saat ini baru dihuni sekitar enam puluh persen. Seperti umumnya rusunawa yang dibangun di daerah lain, bangunan ini terdiri atas lima lantai, dimana lantai dasar merupakan daerah terbuka yang digunakan untuk berbagai aktivitas penghuni mulai dari ruang pertemuan, musholla, sampai dengan area parkir. Harga sewa setiap unit berkisar antara Rp 180.000 untuk lantai kedua dan bertambah Rp 20.000 setiap kenaikan lantai hingga mencapai harga Rp 120.000 untuk unit di lantai lima.

Unit Pengelola Teknis Dinas (UPTD) telah dibentuk untuk mengelola rusunawa ini. Salah satu tugas UPTD adalah mengelola IPAL komunal yang ada. Limbah tinja dipisahkan dengan limbah rumah tangga lainnya melalui saluran terpisah. Limbah tinja tersebut kemudian diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Selain pengolahan limbah agar aman untuk dibuang, IPAL ini pun menghasilkan bio-gas sebagai pengganti LPG yang biasa digunakan untuk memasak. Sedangkan untuk pengelolaan sampah, masih dilakukan secara konvensional yaitu dengan pengumpulan dan pengangkutan secara berkala ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) secara berkala. Seluruh kegiatan

(44)

 

Laporan Pendahuluan

3 - 9 pengelolan limbah dan sampah ini tidak dipungut biaya tambahan sehingga masyarakat hanya perlu membayar penggunaan listrik dan air.

MCK plus Basirih merupakan salah satu contoh keberhasilan kegiatan Sanimas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi serta melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan sanitasi. MCK ini menetapkan tarif sesuai dengan penggunaannya., bahkan terdapat pula jasa layanan pengantaran air bersih selama 24 jam dengan dikenakan biaya tertentu. Segala proses pembangunan MCK ini melibatkan peran serta masyarakat mulai dari pemilihan ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), perencanaan, pembangunan sampai dengan organisasi pengelola.

Melalui kunjungan lapangan, peserta pelatihan dapat berbagi pengalaman secara langsung dengan pihak pengelola serta melihat secara langsung hasil dan kemajuan dari pembangunan sanitasi yang sudah ada. Peserta dapat berdiskusi secara langsung mengenai berbagai hal mulai dari proses pemilihan pengurus KSM, proses pembangunan dari penyediaan lahan sampai dengan pemeliharaan, partisipasi masyarakat serta berbagai masalah yang dihadapi dan cara mengatasinya. Pelaksanaan TFL SLBM ini ditutup dengan penyusunan rencana tindak lanjut oleh para peserta.

3.3.2.3 Kondisi Fasilitas Sanitasi

Salah satu kebutuhan penting dalam rumah tinggal adalah tersedianya fasilitas sanitasi seperti tempat buang air besar. Yang dimaksud dengan fasilitas tempat buang air besar adalah ketersediaan jamban/kakus yang dapat digunakan oleh anggota rumah tangga. Berdasarkan ketersediaan jamban ini dapat dibedakan menjadi empat, yaitu jamban sendiri (jamban/kakus yang digunakan khusus oleh rumah tangga, walaupun kadangkadang ada yang menumpang), jamban bersama (jamban/kakus yang digunakan beberapa rumah tangga tertentu), jamban umum (jamban/kakus yang penggunaannya tidak terbatas pada rumah tangga tertentu, tetapi siapapun dapat menggunakannya) dan tidak ada jamban (tidak ada fasilitas jamban/kakus, misalnya lahan terbuka yang bias digunakan untuk buang air besar (tanah lapang/kebun/halaman/semak belukar), pantai, sungai, danau, kolam dan lainnya.

Gambar 3.1: Grafik Persentase Rumah Tangga Menurut Kepemilikan Fasilitas Buang Air Besar di Kabupaten Banjar, Tahun 2010 .

Sumber: Survey Pertanian, 2010, Susenas

Dari diatas terlihat bahwa dari data SP 2010, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Banjar memiliki jamban sendiri, mencapai 57,92 persen, jamban bersama dimiliki oleh 23,3 persen rumah

Gambar

Tabel 2.1 Nama dan Luas Kecamatan di Kabupaten Bintan No Kecamatan Luas Tanah(Km 2 ) 1 Bintan Timur 89,99 2 Gunung Kijang 212,38 3 Teluk Bintan 129,37 4 Toapaya 118,85 5 Teluk Sebong 287,99
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Bintan
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk di Kabupaten Bintan 2011
Tabel 2.3 Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bintan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ditinjau dari indikator Akuntabilitas yaitu segala hal menyangkut langkah dari seluruh keputusan dan proses yang dilakukan, serta pelaporan hasil dan kinerja dalam

(1998) dalam Nurwahyuni (2001), perbanyakan tanaman jeruk secara in vitro melalui kultur jaringan memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah dapat menghasilkan bibit

Dengan kondisi tersebut Blibli.com harus merencakan strategi untuk mengatasi permasalahan ini tentunya adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan yang

mengembangkan ekosistem ekonomi digital di Desa... tidak mengandung bahasa

Pusat Data dan Informasi yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana TI, program dan anggaran, pengolahan data, penelaahan sistem informasi, pemantauan dan

Kelompok triploid AAA seperti ‘Aghaker’, ’Ambon Putih’, ’Ambon Hijau’ dan ’Ambonaee’ terdapat dalam satu klad karena secara morfologi keempat aksesi tersebut sangat

Evaluasi ketepatan obat di Puskesmas Siantan Hilir Pontianak selama periode Januari - Desember 2015 terdapat 65 pasien (70,65%) obat antihipertensi yang diberikan sudah

antara faktor umur, durasi mengemudi waktu istirahat, dan status gizi/IMT terhadap kejadian kelelahan pengemudi. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara kondisi