• Tidak ada hasil yang ditemukan

Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema. Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema. Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema

Chofi Qolbi NA

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk metabolisme jaringan dengan insidensi sebesar 0,13 per 1000 penduduk. Gagal jantung telah menajadi masalah utama baik pada negara maju maupun berkembang karena peningkatan mortalitas dan morbiditas. Laki-laki, 79 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 4 hari SMRS yang memberat pada peningkatan aktifitas dan berkurang ketika beristirahat. Sesak ini menyebabkan pasien sering terbangun pada malam hari. Kedua tungkainya bengkak sejak 2 minggu SMRS. Pasien memiliki hipertensi yang tidak terkontrol dan perokok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadraaan umum tampak sakit sedang, compos mentis, tekanan darah 170/120 mmHg, nadi 104 x/mnt, frekuensi nafas 40 x/mnt, suhu 37,40C. Pada

pemeriksan paru didapatkan taktil fremitus menurun, vesikuler menurun dan ronki pada kedua paru. Pada pemeriksan jantung didapatkan kardiomegali. Pada kedua tungkai didapatkan edema. Hasil permeriksaan rontgen toraks AP didapatkan kardiomegali dengan edema pulmo. Pasien didiagnosa Congestive Heart Failure (CHF) fungsional class New York Heart Asociation (NYHA) III + edema paru. Terapi yang diberikan tirah baring, balance cairan, pemasangan DC, pemberian 02 3L/menit, Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam, ISDN tab 2x2,5 mg. Kata Kunci: edema paru, gagal jantung, hipertensi

Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema

Abstract Heart failure is a condition when heart is unable to pump blood in order to maintain tissue metabolism. Its incidence is 0.13 for every 1000 population. Heart failure has become major health issue in developed and developing countries. Its because the mortality and morbidity is still high.A 79 years old man camed with shortness of breath which increasingly since 4 days before entering hospital. It increased with activity and reduced when resting. It made patients often wake up at night. Both of legs were swollen since 2 weeks before entering hospital. Patients had uncontrolled hypertension and were smokers. On physical examination found, moderate sick in general condition, compos mentis, blood pressure 170/120 mmHg, pulse 104 x/min, respiration rate 40 x/min, temperature 37,40C. On lungs examination found decline in taktil fremitus, decreased vesicular and crackles in both lungs. On heart examination found cardiomegaly. At both of leg found edema. On thoraks X-ray potition AP found cardiomegaly with pulmonary edema. Patients was diagnosed with Congestive Heart Failure (CHF) New York Heart Asociation (NYHA) functional class III+pulmonary edema. Patient received bed rest treatment, fluid balance, used of DC, 02 3L/min, Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemide 40 mg/12 hours, ISDN 2x2,5 mg tab. Keyword: heart failure, hypertension, pulmonary edema Korespondensi: Chofi Qolbi NA, S.Ked, alamat Perumahan Griya Kencana Blok C11 Rajabasa Bandarlampung, HP 085768532193, e-mail chofiqolbi@gmail.com Pendahuluan

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada negara industri maju dan berkembang seperti Indonesia.1

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi gagal jantung yang terdiagnosis

Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%). Sedangkan untuk provinsi Lampung angka kejadian gagal jantung adalah (0,08).2

Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65 – 74 tahun (0,5%). Biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun. Faktor risiko terpenting untuk Congestive Heart Failure (CHF) adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF.

(2)

Pasien laki-laki umur 79 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan sesak napas sudah dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak disertai dengan suara mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, lingkungan, dan suhu. Keluhan sesak napas dirasakan memberat pada saat beraktivitas, terutama saat melakukan aktivitas sedang sampai berat seperti berlari, menaiki tangga, dan mengangkat beban berat. Sesak berkurang jika beristirahat. Kadang sesak dirasakan saat beraktivitas ringan seperti berjalan.

Keluhan sesak nafas ini sampai menyebabkan pasien terbangun pada malam hari. Selain itu pasien mengatakan kedua tungkainya bengkak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan tidak pernah mederita penyakit dengan keluhan yang serupa sebelumnya. Pasien mengalami hipertensi sejak 2 tahun yang lalu. Hipertensi

tidak terkontrol. Riwayat diabetes melitus tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 170/120 mmHg, nadi 104 x/mnt, frekuensi nafas 40 x/mnt, suhu 37,40C. BB 58 kg, TB 162

kg, BMI 22,56 (Normoweight). Pada status generalis kepala normocephal, konjungtiva ananemis, sklera anikteri, tidak ditemukan pembesaran KGB, JVP 5+1 cmH2O.

Pemeriksaan paru didapatkan pada inspeksi pergerakan paru simetris baik pada saat statis dan dinamis, palpasi paru tidak ditemukan nyeri tekan, taktil fremitus menurun pada sisi kanan dan kiri, pada perkusi paru ditemukan sonor pada seluruh lapang paru, auskultasi paru ditemukan suara vesikuler menurun pada kedua paru, ditemukan adanya ronki pada kedua paru dan tidak adanya whezing. Berikut adalah hasil pemeriksaan toraks AP: Gambar 1. Kesan: Kardiomegali dengan Edema Pulmo.

Pada inspeksi jantung tidak terlihat

ictus cordis, pada palpasi didapatkan ictus cordis teraba 1 jari lateral dari midclavicula sinistra pada intercosta space 5, pada

perkusi batas jantung didapatkan batas jantung atas pada ICS 2 parasternal, batas jantung kanan pada ICS 4 parasternal

dextra dan batas jantung kiri pada 1 jari

lateral l dari midclavicula sinistra pada ICS 5. Pada auskultasi jantung didapatkan BJ I-II reguler, tidak ditemukan adanya murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema pada kedua tungkai, akral hangat dan tidak ditemukan sianosis.

(3)

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah Pasien didiagnosa mengalami CHF fungsional

class NYHA III + edema paru. Pasien diberikan

terapi tirah baring, balance cairan, pemasangan DC, pemberian 02 3L/menit dan

terapi medikamentosa berupa Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam, ISDN tab 2x2,5 mg.

Pembahasan

Penegakkan diagnosis dilakukan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki umur 79 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang semakin meningkat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada anamnesis ditemukan sesak napas telah dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan bertambah berat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak ini biasanya dirasakan saat pasien sedang melakukan aktivitas sedang-berat, dan sesekali pada saat melakukan aktivitas ringan. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca ataupun makanan, serta berkurang bila pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan pernah terbangun dari tidur akibat sesak napas yang menandakan gejala

Paroxsmal Nocturnal Dyspnea (PND).4

PND sendiri merupakan tanda yang khas menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kiri. Pasien juga mengeluhkan kaki sembab

sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Edema pada tungkai terjadi akibat adanya penimbunan cairan pada ruang-ruang interstisial sekunder dari kegagalan pada jantung kanan. Selain dari kegagalan pada jantung kanan, edema perifer juga dapat merupakan manifestasi dari retensi cairan sebagai mekanisme kompensatorik pada gagal jantung.4,5

Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan taktil fremitus menurun pada kedua sisi, suara vesikuler menurun dan ditemukan adanya ronki pada kedua paru. Pada pemeriksaan jantung didapatkan pergeseran iktus kordis ke arah lateral yang merupakan petunjuk adanya kardiomegali. Kardiomegali dapat terjadi sebagai mekanisme kompensatorik pada gagal jantung yaitu berupa hipertrofi ventrikel.5

Pada pemeriksaan rontgen toraks AP didapatkan kardiomegali dengan edema pulmo. Pada pasien ditegakkan diagnosis CHF fungsional class NYHA III + edema paru. Untuk menegakkan diagnosis CHF dilakukan dengan menggunakan kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif, seperti yang tampak pada tabel berikut. Diagnosis CHF ditegakkan apabila ditemukan: 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor yang ditemukan pada saat yang bersamaan.6 Pemeriksaan Hasil Hemoglobin 10,9 gr/dl Leukosit 6.400/mm3 Eritrosit 4.230.000 Hematokrit 37% Trombosit 104.000/mm3 Waktu perdarahan 3 menit Waktu pembekuan 5,5 menit Gula darah 80 mg/dL Ureum 30 mg/dL Kreatinin 0,79 mg/dL SGOT 31 U/L SGPT 44 U/L Pemeriksaan Hasil Cholesterol total 73 mg/dl HDL 17 mg/dl LDL 42 mg/dl Trigliserida 70 mg/dl Protein total 8,3 g/dl Albumin 3,3 g/dl Globulin 5,0 g/dl

(4)

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau

ortopnea Edema ekstremitas Distensi vena leher Batuk malam hari Ronkhi paru basah tidak nyaring Dispnea d’ effort Kardiomegali Hepatomegali Edema paru akut Efusi pleura Gallop S3 Takikardi (>120x/menit) Penigkatan tekanan vena jugularis Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal Refluks hepatojugular

Berdasarkan kriteria Framingham pada pasien didapatkan 4 kriteria mayor berupa

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea, ronki paru,

kardiomegali dan edema paru dan 2 kriteria minor berupa edema ekstremitas dan Dispnea

d’ effort. Sehingga pada pasien sudah dapat

ditegakkan diagnosis CHF. Sedangkan untuk fungsional class pada pasien ditetapkan pada fungsional class III.

Pada pasien CHF dalam fungsional class III. Hal ini didasarkan pada keluhan pasien dimana biasanya dirasakan saat pasien sedang melakukan aktivitas sedang-berat, dan sesekali pada saat melakukan aktivitas ringan. Pada pasien juga didiagnosis mengalami edema paru. Edema paru didapatkan dari anamnesis berupa pasien mengalami dyspnea. Pada pemeriksaan fisik didapatkan taktil fremitus menurun, suara vesikuler menurun dan ditemukan adanya ronki pada kedua paru.4

Dyspnea terjadi karena peningkatan

kerja pernapasan akibat kongesti vaskuler paru yang disebabkan oleh gangguan aktivitas pompa jantung. Hal ini merupakan petunjuk adanya kegagalan pada jantung kiri dimana terjadi gangguan pompa jantung dalam mengalirkan darah ke seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan pompa dan menyebabkan kongesti vaskuler paru. Akibatnya akan terjadi ekstravasasi cairan dari vaskuler paru ke jaringan intersitial alveoli sehingga akan menyebabkan edema paru. Edema paru merupakan penanda telah terjadi gagal jantung kiri.4,6

Pada pasien diberikan terapi nonfarmakologis berupa terapi tirah baring, balance cairan, pemasangan DC, pemberian 02

3L/menit dan terapi medikamentosa berupa

Captopril 2x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam, ISDN tab 2x2,5 mg.

Pada pasien sudah tepat dilakukan pemasangan DC. Pemasangan DC ini digunakan untuk memantau dari output urine dan untuk menghitung balance cairan. Pada kasus CHF balance cairan yang dituju adalah

balance cairan negatif. Hal ini disebabkan

pada pasien terdapat edema ekstremitas dan edema paru.4,6

Pengobatan gagal jantung berdasarkan

Guideline dari American College of Cardiology Foundation / American Heart Association 2013

menyatakan pengobatan gagal jantung terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakogis berupa pengontrolan terhadap hipertensi dan kadar lipid, serta mengontrol kondisi lainnya yang dapat menyebabkan gagal jantung seperti obesitas, diabetes melitus, merokok dan alkohol.7 Diet

retriksi natrium sudah direkomendasikan pada pasien gagal jantung pada beberapa panduan.

American heart association merekomendasi

retriksi natrium hingga 1500 mg/hari pada gagal jantung stage A dan B. Pada tipe C dan D belum terdapat data yang pasti mengenai nilai pembatasan sodium.8-10

Pada pasien seharusnya dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Hal ini dikarenakan untuk mengklasifikan gagal jantung berdasarkan kerusakan struktur dan besar fraksi ejeksi. Hal ini penting dilakukan untuk menentukan terapi yang sesuai. Pada pasien diberikan terapi berupa Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam. Pemberian ini sudah sesuai dengan panduan dimana pada pasien gagal

(5)

jantung dengan fungsional class I-IV diberikan ACEi atau ARB dengan ditambahkan β-blocker.

Captopril merupakan golongan Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI). Dosis awal captopril adalah 3x6,25 mg dan dosis

maksimal sebesar 3x50 mg. Sehingga dosis 3x 12,5 mg masih merupakan rentang dosis terapi.7,11-12

ACEI dapat menurunkan resiko kematian dan menurunkan lama rawat inap. ACEI bekerja dengan mensupresi angiotensin dan kinin. Penggunaan ACEI dapat digunakan

pada kasus gagal jantung ringan, sedang dan berat dengan atau tanpa penyakit arteri koroner. ACE inhibitor harus diresepkan pada semua pasien gagal jantung jika tanpa ada kontraindikasi.13-14 Pasien tidak diberikan ACE inhibitor jika terdapat angioedema. Pemberian ACEI dapat menyebabkan efek samping berupa batuk dan harus dilakukan pemantauan fungsi ginjal.6-7 Berikut adalah

panduan pengobatan gagal jantung sesuai

guideline ACCF/AHA 2013.7 Gambar 1. Penatalakasaan Gagal jantung7

Selain itu pemberian ACEI atau ARB harus dikombinasikan dengan terapi

β-blocker.15-16 Penggunan β-blocker meiliki efek

sinergis apabila dikombinasikan dengan ACEI.17 Pemberian β-blocker diawali pada dosis

rendah kemudian dinaikan perlahan sambil memantau tanda vital dan gejala. Hal ini dikarena efek samping β-blocker berupa retensi cairan, bradikardia, blok jantung dan hipotensi.18-19 Dosis awal β-blocker adalah

1x1,25 mg dan dosis maksimal adalah 1x10 mg. Sehingga dosis yang diberikan pada kasus

bahwa gagal jantung yang disertai dengan

overload cairan dan fungsional class 2-4

diberikan loop diuretik.7,21 Diurerik

bermanfaat untuk mengatasi retensi cairan yang terjadi pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini diberikan furosemid yang berkerja untuk menghambat reabsorpsi dari natrium atau klorida pada loop of henle sehingga termasuk dalam loop diuretik. Pemberian dosis furosemid dimulai dengan dosis 20-40 mg satu atau 2 kali sehari dengan dosis maksimal 600 mg/hari. Sehingga pemberian

(6)

Apabila tidak berespon dapat diberikan digitalis.22-23

Pada pasien didiagnosa mengalami edema paru akibat gagal jantung. Berdasarkan

Guideline ESC untuk pengobatan edema paru

karena gagal jantung. Pada pasien diberikan pemberian 02 3l/mnt pemberian ini untuk

menjaga SpO2 >90% agar tidak terjadi

hipoksemia, selain itu untuk diberikan terapi loop diuretik yang sudah diberikan pada pasien ini.24

Pada pasien tidak diberikan opiate. Hal ini dikarenakan pada pasien tidak terdapat kecemasan dan depresi. Pemberian opiate pada pasien edema paru digunakan untuk mengurangi kedua kondisi tersebut. Selain itu opiate juga berfungsi sebagai venodilator, menurunkan preload dan menurunkan stimualsi simpatis. Pada pasien diberikan ISDN tab 2x2,5 mg. ISDN merupakan golongan nitrigliserin yang bekerja sebagai vasodilator yang menurunkan preload dan afterload serta meningkatkan stroke volume. Vasodilator baik diberikan pada pasien hipertensi dan harus dihindarkan pada pasien dengan sistol <110 mmHg. Dosis awal ISDN adalah 1mg/hari dengan dosis maksimal 10 mg/hari sehingga pemberian dosis 2x2,g mg masih dalam batas terapetik.25

Simpulan

Penegakkan diagnosis pada kasus

ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Penatalaksanaan

congestive heart failure terdiri dari nonmedikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan nonmedikamentosa terdiri atas pengontrolan terhadap hipertensi dan kadar lipid, serta mengontrol kondisi lainnya yang dapat menyebabkan gagal jantung seperti obesitas, diabetes melitus, merokok dan alkohol. Penatalaksanaan medikamentosa diberikan kombinasi ACEI atau ARB dan

β-blocker, diuretik, vasodilator dan digitalis.

Daftar Pustaka

1. Brashaers VL. Gagal jantung kongestif. Dalam: Brashaers VL. Aplikasi klinis

patofisiologi, pemeriksaan dan

manajemen. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2007. hlm. 53-5.

2. Kementrian Kesehatan Republik

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013.

3. Rani A, Aziz. Gagal jantung kronik. Dalam: Panduan pelayanan medik, perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Jakarta: PB PAPDI; 2008. hlm. 54-6.

4. Panggabean MM. Gagal jantung. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI; 2006. hlm. 1503-4.

5. Braunwald E. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrison’s principle of internal medicine. Edisi ke-16. Chicago: McGraw-Hill; 2005. hlm. 1367.

6. Dayer M, Cowie MR. Heart failure: diagnosis and healthcare burden. Clin Med. 2004; 4(1): 13-8.

7. Yancy CW, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarrow GC. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure. Circulation. 2013; 128:240-327.

8. He FJ, MacGregor GA. Effect of longer-term modest salt reduction onblood pressure. Cochrane Database Syst Rev. 2004; 3:CD004937.

9. Strazzullo P, D’Elia L, Kandala NB. Salt intake, stroke, and cardiovascular disease: meta-analysis of prospective studies. Br Med J. 2009; 339:b4567.

10. Gupta D, Georgiopoulou VV,

Kalogeropoulos AP. Dietary sodium intake in heart failure. Circulation. 2012; 126:479–85.

11. Flather MD, Yusuf S, Kober L, Pfeffer M, Hall A, Murray G, et al. Long-term ACE-inhibitor therapy in patients with heart failure or left-ventricular dysfunction: a systematic overview of data from

individual patients. ACE-Inhibitor

Myocardial Infarction Collaborative Group. Lancet. 2000; 355(9215): 1575-81.

12. McMurray J, Cohen-Solal A, Dietz R, Eichhorn E, Erhardt L, Hobbs FD, et al. Practical recommendations for the use of ACE inhibitors, beta-blockers, aldosterone antagonists and angiotensin receptor blockers in heart failure: putting guidelines into practice. Eur J Heart Fail. 2005; 7(5): 710–21.

13. Verdecchia P, Sleight P, Mancia G. Effects of telmisartan, ramipril, and their combination on left ventricular

(7)

risk in the ongoing telmisartan alone and in combination with ramipril global end point trial and the telmisartan randomized assessment study in ACE intolerant subjects with cardiovascular disease. Circulation. 2009; 120(14): 1380–9. 14. Braunwald E, Domanski MJ, Fowler SE.

Angiotensin-convertingenzyme inhibition in stable coronary artery disease. N Engl J Med. 2004; 351(20): 2058–68.

15. Packer M, Coats AJ, Fowler MB. Effect of carvedilol on survival insevere chronic heart failure. N Engl J Med. 2001; 344(22): 1651–8.

16. Poole-Wilson PA, Swedberg K, Cleland JG, Hanrath P, Komajda M, Lubsen J, et al. Comparison of carvedilol and metoprolol on clinical outcomes in patients with chronic heart failure in the Carvedilol Or Metoprolol European Trial (COMET): randomised controlled trial. Lancet. 2003; 362(9377): 7–13.

17. Krum H, Roecker EB, Mohacsi P, Rouleau JL, Tendera M, Coats AJ, et al. Effects of initiating carvedilol in patients with severe chronic heart failure: results from the COPERNICUS Study. JAMA. 2003; 289(6): 712–8.

18. Jondeau G, Neuder Y, Eicher JC, Jourdain P, Fauveau E, Galinier M, et al. B-CONVINCED: Beta-blocker continuation vs. interruption in patients with Congestive

heart failure hospitalized for a

decompensation episode. Eur Heart J. 2009; 30(18): 2186–92.

19. Packer M, Coats AJ, Fowler MB. Effect of carvedilol on survival insevere chronic

heart failure. N Engl J Med. 2001; 344(22): 1651–8.

20. Dungen HD, Apostolovic S, Inkrot S, Tahirovic E, Topper A, Mehrhof F, et al. Titration to target dose of bisoprolol vs. carvedilol in elderly patients with heart failure: the CIBIS-ELD trial. Eur J Heart Fail. 2011; 13(6): 670–80.

21. Eshaghian S, Horwich TB, Fonarow GC. Relation of loop diuretic dose to mortality in advanced heart failure. Am J Cardiol. 2006; 97(12): 1759–64.

22. Felker GM, Lee KL, Bull DA. Diuretic strategies in patients with acute decompensated heart failure. N Engl J Med. 2011; 364(9): 797–805.

23. Testani JM, Cappola TP, Brensinger CM. Interaction between loop diuretic-associated mortality and blood urea nitrogen concentration in chronic heart failure. J Am Coll Cardiol. 2011; 58(4): 375–82.

24. Park JH, Balmain S, Berry C, Morton JJ, McMurray JJ. Potentially detrimental cardiovascular effects of oxygen in patients with chronic left ventricular systolic dysfunction. Heart. 2010; 96(7): 533–8.

25.

McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Dickstein K, Falk V, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The task force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 of the European society of cardiology. Eur Heart J. 2012; 33(14): 1787–847.

Gambar

Tabel	1.	Hasil	Pemeriksaan	Laboratorium
Tabel	2.	Hasil	Pemeriksaan	Kimia	Darah	 	 	 	 		 	 Pasien	 didiagnosa	 mengalami	 CHF	 fungsional	 class	NYHA	III	+	edema	paru.	Pasien	diberikan	 terapi	 tirah	 baring,	 balance	 cairan,	 pemasangan	 DC,	 pemberian	 0 2 	 3L/menit	 dan	 terapi	 medikamento
Gambar	1.	Penatalakasaan	Gagal	jantung 7

Referensi

Dokumen terkait

harzianum setelah diuji bersifat kompatibel satu sama lain, maka penelitian selanjutnya pada ketiga mikrob antagonis tersebut digabungkan dalam satu formulasi bentuk

ˆ Ruang sampel (S) adalah himpunan semua outcome yang mungkin dari sebuah eksperimen.. Contoh : Ruang sampel dari eksperimen melempar koin dua kali, S = {HH, HT, T T, T H} dimana

Pada hakikatnya penyimpangan yang dilakukan remaja itu timbul tidak dengan sendirinya ditengah masyarakat, akan tetapi masalah tersebut dapat muncul dikarenakan

Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru dalam bidang studi matematika, yaitu seorang guru yang memiliki kemampuan dan

Secara molekuler, kasus infertilitas pada pria berkaitan dengan adanya delesi gen pada lokusnya terletak pada kromosom Y lengan panjang (Yq) yang dikenal sebagai

Rekrutmen kader PUI adalah penjaringan anggota yang dilakukan melalui Training Intisab, yang selanjutnya diwajibkan untuk mengikuti Follow Up Halaqoh Ishlah, sebagai

Dalam rangka mengadakan upaya Kompetensi keahlian Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) untuk mencapai tujuan nasional pendidikan yang diamanatkan oleh Undang- Undang Republik

Partikel-partikel organik yang terdapat dalam air dapat mengikat ion logam, yang karena gravitasinya akan terendapkan di dasar.Eichornia crassipes juga mempunyai