• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kanker

1. Definisi Kanker

Kanker merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali, serta mengancam nyawa individu penderitanya (Siburian dan Wahyuni, 2012).

Kanker adalah pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal, berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan sekitar (invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting serta syaraf tulang belakang. Sel-sel yang berkembang ini akan menumpuk, mendesak dan merusak jaringan dan organ yang ditempati. Penumpukan sel baru inilah yang disebut tumor ganas (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015).

2. Faktor resiko penyakit kanker

Faktor resiko penyakit kanker menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2015), antara lain:

(2)

b. Faktor Karsinogen, di antaranya yaitu zat kimia, radiasi, virus, hormon, dan iritasi kronis.

c. Faktor Perilaku/Gaya Hidup, diantaranya yaitu merokok, pola makan yang tidak sehat, konsumsi alkohol, dan kurang aktivitas fisik.

3. Jenis-jenis kanker

Jenis-jenis Kanker menurut Peiwen (2010): a. Karsinoma

Jenis kanker yang berasal dari sel yang melapisi permukaan tubuh atau permukaan saluran tubuh, misalnya jaringan seperti sel kulit, testis, ovarium, kelenjar mucus, sel melanin, payudara, leher rahim, kolon, rectum, lambung, pancreas, dan esofagus. b. Limfoma

Jenis kanker yang berasal dari jaringan yang membentuk darah, misalnya jaringan limfe, lacteal, limfa, berbagai kelenjar limfe, timus, dan sumsum tulang. Limfoma spesifik antara lain adalah penyakit Hodgkin (kanker kelenjar limfe dan limfa) c. Leukemia

Kanker jenis ini tidak membentuk massa tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah normal.

(3)

d. Sarkoma

Yaitu jenis kanker dimana jaringan penunjang yang berada dipermukaan tubuh seperti jaringan ikat, termasuk sel - sel yang ditemukan diotot dan tulang.

e. Glioma

Yaitu kanker susunan syaraf, misalnya sel-sel glia (jaringan penunjang) di susunan saraf pusat.

f. Karsinoma in situ

Yaitu istilah yang digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih dianggap lesi prainvasif (kelainan/luka yang belum menyebar) 4. Pengobatan Kanker

Penatalaksanaan kanker bersifat multidisipliner, mulai dari pendekatan diagnostik yang melibatkan banyak keahlian, kemudian pengobatan kanker yang multimodalitas dengan operasi, radiasi dan kemoterapi, ataupun kombinasi dari ketiga hal tersebut. Pemilihan modalitas terapi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang jika tidak diperhatikan bukan hanya tidak akan mencapai hasil yang diharapkan namun justru dapat memperburuk penyakit dan kondisi pasien yang semuanya justru akan menurunkan kualitas hidup pasien disamping beban finansial bagi keluarga (Sutrisno dkk, 2010).

Sebagian besar pengobatan kanker khususnya kemoterapi pada penyakit yang telah mengalami metastase diberikan dengan tujuan

(4)

paliatif, dimana lama hidup atau kualitas hidup menjadi sasaran pengobatan. Namun demikian, pengobatan pasien-pasien ini umumnya gagal untuk memperpanjang masa hidup, sehingga meningkatkan kualitas hidup merupakan tujuan yang lebih realistik. Demikian juga, kualitas hidup ternyata sudah digunakan oleh para dokter onkologi untuk memodifikasi atau menghentikan terapi (Sutrisno dkk, 2010).

Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik,, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif (Fitria, 2010).

Pengobatan pada penderita kanker stadium lanjut (IV) mengacu pada prosedur medis yg diberikan pada penderita kanker, sedangkan penanganan mengacu kepada pendampingan secara menyeluruh, meliputi aspek medis dan non-medis, yaitu aspek psiko dan sosial, atau yang biasa disebut dengan aspek bio-psiko-sosial, sesuai dengan model yang diajukan Engel dalam model biopsikososial yaitu model yang mencakup faktor psikologi, sosial dan perilaku, pendekatan

(5)

yang merupakan landasan ilmiah dalam upaya mengasuh pasien, karena raga yang mengidap penyakit dipersatukan lagi dengan dimensi psikososialnya yang dapat memperngaruhi perjalanan penyakitnya (Yusarga, 2009).

5. Kondisi Psikologis yang dialami Pasien Kanker

Masalah-masalah psikologis yang biasa timbul pada penyakit terminal adalah (Damayanti dkk, 2008):

a. Perubahan-perubahan dalam konsep diri pasien

Pasien dengan penyakit terminal biasanya semakin tidak dapat menunjukkan dirinya secara ekspresif. Mereka menjadi sulit untuk mempertahankan kontrol biologis dan fungsi sosialnya.

b. Masalah mengenai interaksi social

Konsekuensi mengenai interaksi sosial yang tidak menyenangkan dapat menyebabkan pasien mulai menarik diri dari kehidupan sosialnya. Ada beberapa alasan pasien mulai menarik diri antara lain proses kehilangan (mempersiapkan diri untuk meninggalkan keluarga), ketakutan merepotkan keluarga dengan biaya dan pengobatan penyakit pasien, dan kepanikan mengahadapi kematian yang akan segera dating.

c. Masalah-masalah komunikasi

Ketika keadaan pasien semakin buruk, maka komunikasi mengenai penyakit yang dianggap tabu juga akan berkurang

(6)

karena pasien dapat juga merasa tidak enak untuk membahas mengenai hal-hal tentang kematian.

Berkaitan dengan masalah psikologis dan sosial yang dihadapi pasien dengan penyakit terminal, Dr. Elisabeth Kubler-Ross dalam Damayanti dkk (2008), telah mengidentifikasi lima tahap yang mungkin dilewati pasien terminal yaitu tahap kaget, tahap penolakan, tahap amarah, tahap depresi, dan tahap pasrah.

B. Aspek Spiritual

1. Definisi Spiritual

Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).

Spiritual penting dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup. Spiritual juga penting dikembangkan menjadi dasar tindakan dalam pelayanan kesehatan. Pentingnya spiritualitas dalam pelayanan kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan Dunia yang menyatakan bahwa aspek spiritual merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Tahun 1947 World Health Organization (WHO) memberikan

(7)

batasan sehat hanya dari 3 (tiga) aspek saja yaitu sehat fisik (organobiologi), sehat mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat sosial.

2. Aspek Spiritual

Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian; kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2002).

Menurut Burkhardt (dalam Hamid, 2000) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :

a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan

b. Menemukan arti dan tujuan hidup

c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri

d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.

3. Dimensi Spiritual

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk

(8)

menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004).

Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spiritualitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut (Hawari, 2002).

4. Kompetensi yang di dapat dari Spiritualitas yang Berkembang Tischler (2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, yaitu :

a. Kesadaran pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional

self-awareness, penilaian diri yang positif, harga diri, mandiri,

dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri.

b. Ketrampilan pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, dan mudah beradaptasi.

(9)

c. Kesadaran sosial (sosial awareness), yaitu menunjukan sikap sosial yang posotif, empati, altruisme.

d. Ketrampilan sosial (sosial skills), yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukan sikap terbuka terhadap orang lain, mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan.

5. Faktor yang berhubungan dengan Spiritual

Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu :

a. Diri sendiri

Jika seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas. b. Sesama

Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling berhubungan telah lama diakui sebagai pengalaman pokok manusiawi.

c. Tuhan

Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan secara luas dan tidak terbatas.

(10)

C. Dukungan Sosial

1. Definisi dukungan sosial

Menurut Gonollen dan Bloney (dalam Muzdalifah, 2009), dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut. Katc dan Kahn (2000) berpendapat, dukungan sosial adalah perasaan positif, menyukai, kepercayaan, dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam kehidupan individu yang bersangkutan, pengakuan, kepercayaan seseorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu.

Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan rekan kerja. Johnson and Johnson berpendapat bahwa dukungan sosial adalah pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan sosial juga dimaksudkan sebagai keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Cohen & Syme (1985) dalam Sholichah (2009), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah :

(11)

a. Pemberi dukungan sosial

Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti daripada yang berasal dari sumber yang berbeda-beda setiap saat. Hal ini berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan yang akan memberikan keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.

b. Jenis Dukungan

Jenis dukungan yang diterima akan mempunyai arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang dihadapi, seperti orang yang kekurangan pengetahuan, dukungan informatif yang diberikan akan lebih bermanfaat bagi dirinya.

c. Penerima Dukungan

Karakteristik atau ciri-ciri penerima dukungan akan menentukan keefektifan dukungan yang diperoleh. Karakteristik tersebut diantaranya kepribadian, kebiasaan, dan peran sosial. Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mencari dan mempertahankan dukungan yang diperoleh.

(12)

d. Lamanya Pemberian Dukungan

Lama atau singkatnya pemberian dukungan tergantung pada kapasitasnya. Kapasitas berkaitan dengan kemampuan dari pemberi dukungan untuk memberikan dukungan yang ditawarkan selama suatu periode tertentu.

3. Aspek-Aspek Dukungan Sosial

Hause (dalam Suniatul, 2010) berpendapat bahwa ada empat aspek dukungan sosial yaitu:

a. Aspek Emosional adalah melibatkan kekuatan jasmani dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang kepadanya.

b. Aspek Instrumental meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah atau menolong orang lain sebagai contohnya adalah peralatan, perlengkapan, dan sarana pendukung lain dan termasuk didalamnya memberikan peluang waktu.

c. Aspek Informatif berupa pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi. Aspek informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.

d. Aspek Penilaian terdiri atas dukungan peran sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial, dan afirmasi (persetujuan). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

(13)

bahwa aspek-aspek dukungan sosial adalah aspek emosional, aspek instrumental, aspek informatif, dan aspek penilaian. Dukungan sosial dapat diwujudkan dengan bantuan materi, bantuan fisik, bimbingan, umpan balik, dan partisipasi sosial

D. Kualitas Hidup

1. Definisi Kualitas Hidup

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Kreitler & Ben (2004) dalam Nofitri (2009) kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu (Nofitri, 2009).

Menurut WHO (1994) dalam (Bangun 2008), kualitas

hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup,

(14)

harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social dan

hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.

Di dalam bidang kesehatan dan aktivitas pencegahan

penyakit, kualitas hidup dijadikan sebagai aspek untuk menggambarkan kondisi kesehatan (Wilson dkk dalam (Larasati, 2012). Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam (Larasati, 2012) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis, hubungan sosial dan lingkungannya WHOQOL Group (1998) dalam (Larasati, 2012).

Herman (Silitonga, 2007) definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Power, 2003), persepsi individu mengenai kualitas hidupnya

(15)

dipengaruhi oleh konteks budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan Fadda dan Jiron (1999) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota/ wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Menurut para peneliti, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah:

a. Gender atau Jenis Kelamin

Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Fadda dan Jiron (1999) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Bain, dkk (2003) dalam (Noftri, 2009) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik dari pada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan. Ryff dan Singer

(16)

(1998) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan aspek pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.

b. Usia

Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998) dalam Papalia, dkk (2007) individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, dkk (2001) menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, & Lett (2004) menemukan adanya perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting bagi individu.

c. Pekerjaan

Moons, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan

(17)

penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Wahl, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.

d. Pendidikan

Moons, dkk (2004) dan Baxter (1998) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Noftri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) dalam (Noftri, 2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

e. Status pernikahan

Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat

(18)

pasangan meninggal Glenn dan Weaver (1981) dalam (Nofitri, 2009) .Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa baik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi.

f. Penghasilan

Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak.

g. Hubungan dengan orang lain

Baxter, dkk (1998) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik

(19)

maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.

h. Standard referensi

O’Connor (1993) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQoL (Power, 2003) dalam (Nofitri, 2009), bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard dari masing-masing individu. Glatzer dan Mohr (1987) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa di antara berbagai standard referensi yang digunakan oleh individu, komparasi sosial Universitas Sumatera Utara memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Jadi, individu membandingkan kondisinya dengan kondisi orang lain dalam menghayati kualitas hidupnya.

3. Dimensi Kualitas Hidup

Menurut WHOQOL group Lopez dan Sayder (2004) (dalam Sekarwiri 2008), kualitas hidup terdiri dari empat dimensi yaitu

(20)

kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan lingkungan.

a. Dimensi Fisik

Dalam hal ini dimensi fisik yaitu aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja. Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) aktivitas sehari – hari adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak dalam memenuhi kebutuhan hidup dimana aktivitas dipengaruhi oleh adekuatnya system persarafan, otot dan tulang atau sendi.

Ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis yaitu seberapa besar kecenderungan individu menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan mobilitas merupakan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian sakit dan ketidaknyamanan menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (Sekarwiri, 2008).

(21)

Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) istirahat merupakan suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masingmasing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Kapasitas kerja menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

b. Dimensi Psikologis

Dimensi psikologis yaitu bodily dan appearance, perasaan negatif , perasaan positif, self – esteem, berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi. Aspek sosial meliputi relasi personal, dukungan sosial dan aktivitas seksual. Kemudian aspek lingkungan yang meliputi sumber finansial, freedom, physical safety dan security , perawatan kesehatan dan sosial care lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan serta lingkungan fisik dan transportasi (Sekarwiri, 2008).

Bodily dan appearance menggambarkan bagaimana individu memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negative menggambarkan adanya perasaan yang tidak

(22)

menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Perasaan positif merupakan gambaran perasaan yang menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Self – esteem melihat bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi dimana keadaan kognitif individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan menjelaskan fungsi kognitif lainnya (Sekarwiri, 2008).

c. Dimensi Hubungan Sosial

Dimensi hubungan social mencakup relasi personal, dukungan social dan aktivitas sosial. Relasi personal merupakan hubungan individu dengan orang lain. Dukungan sosial yaitu menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Sedangkan aktivitas seksual merupakan gambaran kegiatan seksual yang dilakukan individu (Sekarwiri, 2008).

d. Dimensi Lingkungan

Adapun dimensi lingkungan yaitu mencakup sumber financial, Freedom, physical safety dan security, perawatan kesehatan dan sosial care, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan, lingkungan fisik serta transportasi (Sekarwiri, 2008).

(23)

E. Kemoterapi

1. Definisi kemoterapi

Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker (dalam Chyntia, 2009). Jadwal pengobatan kemoterapi sangat bervariasi. Seberapa sering dan seberapa lama pasien mendapatkan kemoterapi tergantung pada tipe dan stadium kanker; tujuan pengobatan (apakah kemoterapi digunakan untuk mengobati kanker, mengontrol perkembangannya, atau mengurangi gejala-gejala), tipe kemoterapi, dan bagaimana tubuh bereaksi terhadap kemoterapi (dalam Bellenir, 2009).

Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker yang paling banyak dilakukan (Azwar 2007, h.8). Komplikasi kemoterapi juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan, meningkatkan stres dan mempengaruhi kualitas hidup klien. Dengan kata lain tindakan kemoterapi secara signifikan berdampak atau mempengaruhi kualitas hidup dari klien kanker di antaranya kesehatan fisik, psikologis, spiritual, status ekonomi dan dinamika keluarga (Yusra 2011). WHO (dikutip dalam Farida 2010) mengemukakan bahwa kualitas hidup adalah konsep multi dimensional yang meliputi dimensi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan yang berhubungan dengan penyakit dan terapi. Cella dan Cherin tahun 2001 (dikutip dalam Farida 2010) menyatakan bahwa kualitas hidup merupakan

(24)

penilaian dan kepuasan klien terhadap tingkat dan fungsi kehidupan mereka dibandingkan dengan keadaan ideal yang seharusnya bisa dicapai menurut klien.

2. Kemoterapi Dibedakan Menjadi Tiga, yaitu :

a) Kemoterapi paliatif, jenis kemoterapi yang dilakukan dengan alasan untuk mengendalikan atau melenyapkan tumor untuk meringankan gejala kanker seperti rasa sakit.

b) Kemoterapi adjuvant, jenis kemoterapi yang dilakukan dengan alasan untuk mencegah kemunculan kembali sel-sel kanker setelah pembedahan atau terapi radiasi untuk mengontrol tumor. Cara kerja kemoterapi ini adalah dengan membidik dan melenyapkan sel kanker yang berkembang dengan sangat cepat di dalam tubuh.

c) Kemoterapi Neo-adjuvant, kemoterapi yang dilakukan dengan alasan untuk mengurangi tumor sehingga mudah dioperasi yang diberikan sebelum operasi.

3. Cara Pemberian Kemoterapi

a) Dalam bentuk tablet atau kapsul yang harus diminum beberapa kali sehari. Keuntungan kemoterapi oral semacam ini adalah: bisa dilakukan di rumah.

b) Dalam bentuk suntikan atau injeksi. Bisa dilakukan di ruang praktek dokter, rumah sakit, klinik, bahkan di rumah.

(25)

c) Dalam bentuk infus, Dilakukan di rumah sakit, klinik, atau di rumah (oleh paramedis yang terlatih).Tergantung jenisnya, kemoterapi ada yang diberikan setiap hari, seminggu sekali, tiga minggu sekali, bahkan sebulan sekali. Berapa sering penderita harus menjalani kemoterapi, juga tergantung pada jenis kanker penderita.

4. Manfaat Kemoterapi

a) Pengobatan, beberapa jenis kanker dapat disembuhkan secara tuntas dengan satu jenis kemoterapi atau beberapa jenis kemoterapi.

b) Kontrol, kemoterapi ada yang bertujuan untuk menghambat perkembangan kanker agar tidak bertambah besar atau menyebar ke jaringan lain

c) Mengurangi gejala, bila kemoterapi tidak dapat menghilangkan kanker, maka kemoterapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala yang timbul pada pasien, seperti meringankan rasa sakit dan memberi perasaan lebih baik serta memperkecil ukuran pada daerah yang diserang.

5. Efek Kemoterapi

Pengobatan secara kemoterapi memiliki efek samping, dimana efeknya tergantung jenisnya, Kemoterapi ada yang diberikan setiap hari, seminggu sekali, tiga minggu sekali, bahkan sebulan sekali. Berapa sering penderita harus menjalani

(26)

Kemoterapi, juga tergantung pada jenis kanker penderita. Yang paling ditakuti dari kemoterapi adalah efek sampingnya. Ada-tidak atau berat-ringannya kondisi akan pulih seperti semula. Beberapa produk suplemen makanan mengklaim bisa mengurangi efek samping kemoterapi sekaligus membangun kembali kondisi tubuh. Bisa menggunakannya, tetapi konsultasikanlah dengan ahlinya, dan sudah tentu dengan dokter juga. Saat ini, dengan semakin maraknya penggunaan obat-obatan herbal (yang semakin diterima kalangan kedokteran), banyak klinik yang mengaku bisa memberikan kemoterapi herbal yang bebas efek samping. Kalau Anda bermaksud menggunakannya, pastikan yang menangani Anda di klinik tersebut adalah seorang dokter medis. Paling tidak Anda harus berkonsultasi dengan dokter yang merawat Anda, dan lakukan pemeriksaan laboratorium secara teratur untuk memantau hasilnya.

Kebanyakan pasien yang diberikan kemoterapi juga

mengalami mual, muntah, dan kerontokan rambut (dalam Tavistock & Routledge, 2002). Banyak orang yang memandang bahwa rambut mereka merupakan bagian yang sangat penting dari penampilan. Pada beberapa budaya, rambut juga merupakan lambang dari kesuburan atau status, sehingga kerontokan rambut dapat menjadi pengalaman yang begitu sulit (dalam Odgen, 2004).

(27)

Kebanyakan efek samping mereda setelah kemoterapi berakhir. Tetapi terkadang efek tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahuntahun. Kemoterapi juga dapat menyebabkan efek samping jangka panjang yang tidak kunjung reda seperti kerusakan hati, paru-paru, ginjal, saraf, atau organ reproduksi. Beberapa tipe kemoterapi bahkan dapat menyebabkan kanker tambahan beberapa tahun kemudian (dalam Bellenir, 2009).

(28)

F. Kerangka Teori

= = yang tidak diteliti = yang diliti

Gambar 2.2

Kerangka Konsep modifikasi dari : (Tishler, 2002), (Kozier, 2004), (Dyson dalam Young, 2007), (WHOQOL group Lopez dan Syder, 2004

Dukungan sosial

- Dukungan emosional - Dukungan instrumental - Dukungan informatif - Dukungan penilaian

Dimensi kualitas hidup - Kesehatan fisik

- Kesejahteraan psikologis - Hubungan sosial

- lingkungan

Kualitas hidup pasien kanker dengan kemotarapi

Karakteristik responden : a) Gender / jenis kelamin b) Usia

c) Pendidikan d) Pekerjanan e) Status pernikahan f) Penghasilan

g) Hubungan dengan orang lain

Aspek spiritual - Perkembangan - Keluarga - Ras / suku

- Agama yang dianut - Kegiatan keagamaan

(29)

G. Kerangka konsep

Kerangka konseptual merupakan dasar pemikiran yang di rumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka (Saryono, 2008)

Gambar 2.1

kerangka konsep modifikasi dari : (Kozier, 2004), (Tischler, 2002), (Dyson dalam Young, 2007) Aspek Spiritual - Dimensi spiritual - Kompetensi yang di dapat dari spiritual yang berkembang - Faktor yang berhubungan dengan spiritualitas Dukungan sosial - Dukungan emosional - Dukungan instrumental - Dukungan informatif - Dukungan penilaian

Kualitas hidup pasien kanker dengan

(30)

H. Hipotesis

Ha = ada hubungan antara aspek spiritual dan dukungan sosial terhadap kualitas hidup pasien kanker dengan kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Ho = tidak ada hubungan antara aspek spiritual dan dukungan sosial terhadap kualitas hidup pasien kanker dengan kemoterapi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Referensi

Dokumen terkait

Pelingkupan No Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Pengelolaan Lingkungan yang Sudah Direncanakan Komponen Rona Lingkungan Terkena

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 3 maret 2014 dengan metode wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang remaja usia 17-19 tahun di SMA Negeri 3

Database terdiri dari data yang akan digunakan atau diperuntukkan terhadap banyak user dimana masing-masing user (baik menggunakan teknik pemrosesan yang bersifat batch

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi

Pada penelitian ini terdapat adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberikan teknik Effleurage dan Abdominal Lifting pada 27 responden yang mengalami

Peraturan permohonan perbelanjaan kemudahan perubatan kepada pesara & ahli tanggungan yang layak adalah tertakluk kepada Pekeliling Perkhidmatan Bilangan 21 Tahun 2009

Dengan dukungan pengembangan kapasitas STBM dari pemerintah pusat, Anda dapat meningkatkan permintaan konsumen akan sanitasi yang layak di provinsi atau kabupaten Anda,

variabel yang bermakna mempengaruhi umur menarche dengan α = 0,05, yaitu status gizi, berat badan lahir, umur ibu saat melahirkan, dan pendidikan ayah, sedangkan