• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masa Nifas

2.1.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009).

Menurut Suherni, dkk (2009) masa nifas disebut juga masa postpartum atau puerperium yaitu masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar dan lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan.

Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Sebenarnaya sebagian besar bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis.

Masa nifas merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua

(2)

setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkanya karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya.

Setelah berhasil melewati masa kehamilan dan persalinan secara aman, kaum wanita tetap berada dalam resiko dan bahkan berada dalam resiko tertinggi kematian yang disebabkan oleh kesakitan paska persalinan, yakni terjadinya perdarahan. Penanganan kesakitan ini cukup problematis karena pada masa ini kaum wanita kecil kemungkinannya untuk tetap berhubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan. Sehingga perawatan lebih lanjut sesudah melahirkan atau dalam masa nifas sangat dibutuhkan bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan seperti sebelum melahirkan. Disamping itu peran gizi sebagai penyebab atau faktor yang memperburuk situasi komplikasi persalinan perlu mendapat perhatian. Karena status gizi yang buruk memberikan kontribusi pada tiga dari empat penyebab utama kematian ibu (Wulyanto dan Winaryati, 2007).

Paska persalinan perlu mendapat perhatian yang serius bagi seorang ibu. Dalam masa ini ibu nifas harus selalu memperhatikan fisiknya menyangkut konsumsi makanan dan aktifitasnya. Untuk itu ibu nifas masih perlu periksa kepada dokter atau bidan. Dalam hal paska persalinan ini, ibu nifas kurang begitu perhatian. Banyak hal dilakukan ibu nifas berkenaan dengan pantangan, karena budaya yang berlaku dimasyarakat begitu kental.

(3)

2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas

Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi; pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu; merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu; mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta memungkinkan ibu untuk dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus; imunisasi ibu terhadap tetanus; mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak, serta peningkatan pengembangan hubunga yang baik antara ibu dan anak (Sulistyawati, 2009).

2.1.3 Program dan Kebijakan Nasional dalam Asuhan Masa Nifas

Untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta mencegah mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi maka perlu dilakukan kunjungan pada masa nifas paling sedikit 4 kali yaitu kunjungan pertama 6 – 8 jam yang bertujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, dan merujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Pemberian ASI awal, membantu melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, juga menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.

Kunjungan kedua 6 hari setelah persalinan yang tujuannya untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, yaitu uterus berkontraksi dan fundus di bawah umbilikus. Menilai adanya tanda-tanda infeksi atau perdarahan abnormal. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu

(4)

menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

Kunjungan ketiga 2 minggu setelah persalinan yaitu tujuannya sama dengan sewaktu kunjungan kedua. Selanjutnya kunjungan keempat 6 minggu setelah persalinan yang bertujuan untuk mengetahui tentang penyulit-penyulit yang dialami oleh ibu dan bayinya, juga memberikan konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara dini (Sulistyawati, 2009).

2.1.4 Tahapan Masa Nifas

Masa nifas dapat dibagi kedalam 3 periode yaitu pertama : puerperium dini berupa kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan. Kedua : puerperium intermedial berupa kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu. Dan ketiga : remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Ambarwati dan Wulandari, 2010).

2.1.5 Kebutuhan Dasar Selama Pemulihan Masa Nifas Ada beberapa kebutuhan dasar ibu dalam masa nifas yaitu:

a. Gizi : Ibu nifas dianjurkan untuk makan dengan diet berimbang, cukup, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, mengkonsumsi makanan tambahan. Asupan cairan 3 liter/hari, 2 liter di dapat dari air minum dan 1 liter dari cairan yang ada pada kuah sayur, buah dan makanan yang lain, mengkonsumsi tablet besi 1 tablet tiap hari selama 40 hari, mengkonsumsi

(5)

vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan hidup anak.

b. Kebersihan Diri : Menjaga kebersihan seluruh tubuh selama masa nifas dapat mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi. Karena kulit ibu yang kotor disebabkan keringat atau debu yang bersentuhan langsung dengan kulit bayi dapat menimbulkan alergi pada bayinya (Sulistyawati, 2009). Pada masa nifas, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting untuk dijaga (Saleha, 2009). Ibu nifas dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh, dan juga dianjurkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, mengganti pembalut setiap kali mandi, minimal setelah buang air. Menjaga kebersihan vagina harus jadi perhatian utama, karena vulva yang dibersihkan akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Vulva (bibir kemaluan) harus selalu dibersihkan dari depan ke belakang. Apabila terjadi pembengkakan dapat dikompres dengan es dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dengan duduk berendam di air hangat setelah 24 jam pascapersalinan. Dianjurkan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh kelamin, anjurkan ibu tidak sering menyentuh luka episiotomi atau laserasi. Pada ibu post sectio caesaria (SC), luka tetap di jaga agar tetap bersih dan kering, tiap hari di ganti balutan (Handayani, 2003).

(6)

c. Istirahat dan tidur : Pada umumnya orang menjadi cepat marah, kesal, dan merasa tidak dapat menghadapi hidup ketika mereka kelelahan. Kebanyakan wanita yang baru melahirkan akan sangat lelah selama berminggu-minggu dan bulan-bulan pertama, bahkan kadang-kadang tahun-tahun pertama dari kehidupan bayinya (Nolan, 2004). Ibu nifas dianjurkan istirahat cukup untuk mengurangi kelelahan, tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur, kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7-8 jam. Kurang istirahat pada ibu nifas dapat mengurangi jumlah ASI, memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan perdarahan, serta depresi.

d. Eliminasi : Dalam 6 jam ibu nifas sudah bisa buang air kecil (BAK) secara spontan. urine dalam jumlah yang banyak akan di produksi dalam waktu 12-36 jam setelah melahirkan, ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam waktu 6 minggu. Selama 48 jam pertama nifas (puerperium), terjadi kenaikan dueresis sebagai berikut : pengurasan volume darah ibu, autolisis serabut otot uterus. Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena edema persalinan, diet cairan, obat-obatan analgetik, dan perenium yang sangat sakit, bila lebih 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia, ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB, asupan cairan yang adekaut dan diet tinggi serat sangat dianjurkan (Suherni dkk, 2009).

(7)

2.1.6 Perawatan Masa Nifas yang Perlu di Perhatikan a. Perawatan Perineum

Perawatan khusus untuk perineum dianjurkan, khususnya bagi ibu nifas yang mendapat jahitan untuk menutup episiotomi atau robekan, atau jika perineum sangat lecet atau bengkak. Tujuan dasar dari perawatan perineum adalah untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan, dan mencegah infeksi. Jahitan akan hilang dalam waktu dua sampai empat minggu dan jaringan biasanya pulih dalam waktu empat sampai enam minggu, meskipun ibu akan merasa kurang nyaman untuk beberapa waktu. Ketidaknyamanan selama berhubungan seksual dapat berlangsung selama beberapa bulan. Adapun cara untuk merawat perineum yang bertujuan untuk memberikan rasa nyaman dan mengurangi resiko infeksi, yaitu :

1. Kompres es pada perineum segera sesudah melahirkan untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan. Gunakan kompres es secara berkala selama beberapa hari. Dapat juga meletakkan es yang dihancurkan atau kain pembasuh basah yang dibekukan dalam kantung yang bersleting dan membungkusnya dengan beberapa lembar pembalut perineum. Atau dapat membasahi pembalut yang bersih dengan witchhazel beku memberikan peredaan nyeri pada daerah robekan, daerah episiotomi dan wasir.

2. Senam kontraksi dasar panggul yang dilakukan cukup sering (kegel) akan dapat membantu proses penyembuhan luka perineum. Juga membantu mengembalikan kekuatan dan tonus otot pada dasar panggul. Dapat mulai

(8)

melakukan Kegel segera sesudah melahirkan. Kekuatan dasar panggul biasanya akan membaik berangsur-angsur.

3. Sehabis berkemih, bersihkan diri dengan menyiramkan air hangat ke daerah perineum dari depan ke arah anus. Selalu usap atau keringkan dari depan ke belakang untuk mecegah infeksi perineum akibat organisme di daerah anus. 4. Basuh rendam dapat membantu mengurangi nyeri perineum. Duduklah dalam

baskom bersih berisi air hangat selama sepuluh sampai dua puluh menit. Berbaringlah selama lima belas menit atau lebih untuk mengurangi pembengkakan perineum yang disebabkan oleh air hangat. Jika menginginkan, gunakan air dingin untuk basuh rendam. Air dingin ini menyejukan dan tidak memperbesar pembengkakan.

5. Saat duduk dapat diberi bantal dan plastik berbentuk donat untuk tempat duduk. Bentuk donat mengangkat perineum dari permukaan tempat duduk. Dengan menggulung handuk mandi yang panjang dan membentuk koil gulung dalam bentuk sepatu kuda. Duduklah dengan bokong didukung handuk. Duduk pada bantal yang dirancang untuk menyusui atau menopang bayi juga membantu meningkatkan kenyamanan. Duduk kadang-kadang menimbulkan rasa sakit jika ada jahitan. Meskipun mengherankan, beberapa wanita merasa lebih nyaman jika duduk dipermukaan yang lembut keras ketimbang duduk di permukaan yang lembut atau bantal donat (keduanya cenderung membuat tepi irisan terbuka). Jika memilih duduk di permukaan yang keras, duduklah pada satu sisi bokong terlebih dahulu; kemudian dengan kedua sisi. Cara ini

(9)

membantu menekan luka irisan dan tidak begitu sakit. Cobalah permukaan keras maupun lembut dan gunakan pilihan yang terasa lebih nyaman (Peni dkk, 2007).

b. Perawatan Payudara

Selama masa nifas payudara perlu diinspeksi dan dipalpasi dua kali sehari untuk mengetahui apakah payudara terasa bengkak, pegal atau sakit. Hal ini dilakukan untuk segera mengetahui jika terjadi sesuatu yang tidak lazim yang dapat mengambat proses menyusui maka segara bisa diatasi (Farrer, H, 2001).

Menurut pakar ASI Dr. Utami Roesli Sp.A. dalam seminar ASI mengungkapkan bahwa sesungguhnya bukan menyusui yang mengubah bentuk payudara, tapi proses kehamilanlah yang menyebabkan perubahan itu. Namun bukan berarti tidak ada cara membuat payudara tetap terlihat indah dan kencang. Apalagi pada ibu paska melahirkan dan saat menyusui. Selain terlihat indah, perawatan payudara yang dilakukan secara teratur dan benar akan memudahkan bayi mengkonsumsi ASI dan mengurangi luka saat menyusui. Perawatan payudara merupakan suatu tindakan yang mudah dilaksanakan, baik oleh ibu sendiri maupun dibantu orang lain yang dilaksanakan mulai hari pertama atau kedua setelah melahirkan. Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga mempelancar pengeluaran ASI, serta menghindari terjadinya pembengkakan dan kesulitan menyusui, selain itu juga menjaga kebersihan payudara agar tidak mudah terkena infeksi. Adapun langkah-langkah dalam perawatan payudara :

(10)

1. Pengurutan Payudara

Licinkan kedua tangan dengan minyak tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara lakukan pengurutan, dimulai dari arah atas lalu arah sisi samping kiri kemudian kearah kanan, lakukan terus pengurutan kebawah atau melintang. Lalu kedua tangan dilepas dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali untuk setiap satu payudara. Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dua atau tiga jari tangan kanan mulai dari pangkal payudara dan berakhir pada puting susu. Lakukan tahap mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah putting susu. Lakukan gerakan 20-30 kali. Menyokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurut dan menggenggam dari pangkal menuju ke putting susu. Langkah gerakan 20-30 kali.

2. Pengompresan

Kompres kedua payudara dengan washlap hangat selama 2 menit, kemudian ganti dengan kompres dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama 3 kali berturut-turut dengan kompres air hangat. Menganjurkan ibu untuk memakai BH khusus untuk menyusui.

3. Perawatan puting susu

Putting susu memegang peranan penting pada saat menyusui. Air susu ibu akan keluar dari lubang-lubang pada putting susu oleh karena itu putting susu perlu dirawat agar dapat bekerja dengan baik, tidak semua wanita mempunyai putting susu yang menonjol (normal). Ada wanita yang mempunyai putting

(11)

susu dengan bentuk yang mendatar atau masuk kedalam, bentuk putting susu tersebut tetap dapat mengeluarkan ASI jika dirawat dengan benar. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat putting susu: Setiap pagi dan sore sebelum mandi putting susu (daerah areola mamae), satu payudara diolesi dengan minyak kelapa atau baby oil 3 – 4 kali. Jika putting susu normal, lakukan perawatan dengan oleskan minyak pada ibu jari dan telunjuk lalu letakkan keduanya pada Putting susu dengan gerakan memutar dan ditarik-tarik selama 30 kali putaran untuk kedua putting susu. Jika puting susu datar atau masuk kedalam lakukan tahapan berikut: Letakkan kedua ibu jari disebelah kiri dan kanan putting susu, kemudian tekan dan hentakkan kearah luar menjahui putting susu secara perlahan. Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah putting susu lalu tekan serta hentakkan kearah putting susu secara perlahan. Kemudian untuk masing-masing putting digosok dengan handuk kasar agar kotoran-kotoran yang melekat pada putting susu dapat terlepas. Terakhir payudara dipijat untuk mencoba mengeluarkan ASI. Lakukan langkah-langkah perawatan diatas 4-5 kali pada pagi dan sore hari, sebaiknya tidak menggunakan alkohol atau sabun untuk membersihkan putting susu karena akan menyebabkan kulit kering dan lecet. Penggunaan pompa ASI atau bekas jarum suntik yang dipotong ujungnya juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah pada putting susu yang terbenam.

(12)

c. Mobilisasi

Menurut Saleha (2009) Ibu nifas yang tidak memiliki penyulit atau komplikasi diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24 – 48 jam setelah bersalin (early ambulation). Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama, oleh karena itu ibu harus cukup istirahat, dimana ia harus tidur terlentang selama delapan jam paska persalinan untuk mencegah perdarahan paska persalinan. Kemudian ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua ibu dapat duduk, hari ketiga ibu dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka (Saefuddin dkk, 2002).

d. Diet/ Makanan

Masalah diet perlu mendapat perhatian pada masa nifas untuk dapat meningkatkan kesehatan dan pemberian ASI. Makanan selama menyusui tidak saja akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu yang baru melahirkan, tetapi juga pada bayinya. Ibu yang menyusui perlu mendapatkan gizi untuk memproduksi ASI. Oleh karena itu bila asupan gizi ibu kurang, maka kebutuhan gizi yang diperlukan untuk memproduksi ASI akan diambil dari tubuh ibu. Dalam sehari ibu menyusui memerlukan 2700 - 2900 kalori dalam bentuk asupan makanannya. Ibu menyusui membutuhkan tambahan protein sebanyak 20 - 25%, kalsium sampai 45%, zat besi sebanyak 4%. Ibu menyusui membutuhkan gizi seimbang untuk kesehatan ibu dan

(13)

peningkatan kualitas dan kuantiats ASI (Kasdu, 2004). Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, yang mengandung cukup protein, banyak cairan, serta banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran (Winkjosastro dkk, 2005).

e. Buang Air Kecil

Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Terkadang ibu nifas sulit buang air kecil karena pada persalinan musculus sphincter vesica urethare mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi mcusulus sphincter ani. Selain itu juga karena adanya pembengkakan kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan ibu sulit buang air kecil sebaiknya dilakukan kateterisasi, sebab jika air seni/kencing tidak dikeluarkan akan mengundang terjadinya infeksi.

f. Buang Air Besar

Pada ibu paska persalinan dalam 3 – 4 hari setelah persalinan sebaiknya ibu sudah buang air besar (BAB). Jika ibu mengalami susah buang air besar atau konstipasi hal ini merupakan hal yang fisiologis karena adanya perubahan hormon paska persalinan. Jalan keluar atau solusi ibu paska persalinan yang mengalami konstipasi bisa diberikan obat pencahar (laxantia) peroral atau parenteral, atau yang lebih praktis sekarang adalah mikrolax.

(14)

g. Suhu Badan

Suhu badan ibu yang akan melahirkan dalam keadaan sehat tidak lebih dari 37,2 Celcius. Sesudah bersalin, suhu badan ibu naik ± 0,5 Celcius dari keadaan normal, tapi tidak melebihi 38 C. Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari 38 Celcius, mungkin ada infeksi (Winkjosastro dkk, 2002).

h. Uterus

Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari di bawah pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang kurang lebih 15 cm, lebar kurang lebih 12 cm dan tebal kurang lebih 10 cm. Dinding uterus sendiri kurang lebih 5 cm, sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis daripada bagian lain. Pada hari ke-5 postpartum uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau pertengahan antara simfisis dan pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, setelah persalinan (Saefuddin dkk, 2002).

Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan berangsur-angsur akan mengecil pada saat masa nifas. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula seorang ibu mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor. Luka-luka jalan lahir, seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, Luka-luka pada vagina dan

(15)

serviks bila tidak terlalu luas akan mudah sembuh, kecuali bila terdapat infeksi (Winkjosastro dkk, 2002).

Rasa mules yang timbul akibat kontraksi uterus dan biasanya lebih terasa sedang menyusui. Hal ini dialami selama 2-3 hari sesudah bersalin. Perasaan sakit ini juga timbul bila masih ada sisa selaput ketuban, plasenta atau gumpalan di cavum uteri. Dengan adanya kontraksi yang baik maka akan memudahkan keluarnya sisa – sisa yang ada didalam uterus. Oleh karena itu sangat penting diajarkan kepada ibu dan keluarga tentang memeriksa kontraksi pada uterus ibu. Namun apabila ibu nifas memiliki kebiasaan memakai gurita sejak dua jam pertama segera setelah melahirkan maka akan menyulitkan ibu dan tenaga kesehatan memeriksa fundus apakah berkontraksi dengan baik atau tidak (Prawirohardjo A, 2002).

Sama halnya dengan pendapat Endjun (2002) bahwa pemasangan gurita tidak baik untuk kesehatan ibu serta mengganggu kenyamanan ibu. Pemasangan gurita yang terlalu ketat dalam jangka waktu yang lama menyebabkan aliran darah di tungkai kurang lancar sehingga tungkai terasa sakit/bengkak.

i. Laktasi

Sesudah persalinan ibu dianjurkan segera menyusui bayinya untuk merangsang produksi ASI dan merangsang kontraksi uterus. Kecuali ibu atau bayinya sedang sakit yang tidak memungkinkan untuk ibunya menyusui. Walaupun demikian dianjurkan bayi tetap minum ASI, jika tidak memungkinkan menyusui, maka ASI dapat diperah dan diberikan dengan sendok. Namun jika bayinya cacat atau sumbing (labiognato palatoschizis) ASI juga bisa diberikan melalui sonde. Dalam

(16)

artian sebisa mungkin bayi baru lahir diusahakan harus mengkonsumsi ASI. Hal-hal yang diberitahukan kepada ibu nifas yaitu menyusui bayi segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan, ajarkan cara menyusui yang benar, memberikan ASI secara penuh 6 bulan tanpa makanan lain (ASI eklusif), menyusui tanpa jadwal atau sesuka bayi (on demand). Diluar menyusui hindari memberikan dot/kompeng pada bayi, tapi berikan dengan sendok, penyapihan bertahap meningkatkan frekuensi makanan dan menurunkan frekuensi pemberian ASI.

j. Senam Nifas

Selama kehamilan dan persalinan ibu banyak mengalami perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang senggama dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulansi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula. Untuk memperkuat otot dasar panggul juga bisa dilakukan senam kegel, teknik ini dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dalam posisi apa saja. Latihan atau teknik peregangan otot dasar pelvik dan otot-otot abdomen ketika kekuatan ibu telah pulih kembali dan memasuki awal periode penyesuaian terhadap proses sesudah persalinan, teknik tersebut dikenal dengan “Kegel’s Exercise”. Kontraksi otot yang dihasilkan dari exercise ini akan merapatkan jaringan kulit dan jaringan di bawah kulit, serta mempercepat pemulihan luka jalan lahir. Dengan latihan ini juga dapat mengencangkan otot – otot perut (Handayani, 2003).

(17)

k. Hubungan Seks

Hubungan suami istri atau intim aman dilakukan setelah darah merah berhenti, dan ibu dapat memasukan satu atau dua jari kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Ada kepercayaan/budaya yang memperbolehkan melakukan hubungan seks setelah 40 hari atau 6 minggu, oleh karena itu perlu didiskusikan antara suami dan istri.

l. Keluarga Berencana

Idealnya setelah melahirkan boleh hamil lagi setelah 2 tahun. Pada dasarnya ibu tidak mengalami ovulasi selama menyusui ekslusif atau menyusui selama 6 bulan tanpa makanan dan minuman pendamping lainnya (metode amenorhe laktasi). Meskipun setiap metode kontrasepsi beresiko, tetapi menggunakan kontrasepsi jauh lebih aman. Jelaskan pada ibu berbagai macam metode kontrasepsi yang diperbolehkan selama menyusui. Metode hormonal, khususnya oral (estrogen-progesteron) bukanlah pilihan pertama bagi ibu yang menyusui.

2.2 Pengertian Budaya

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan, serta mempunyai kepribadian. Organisasi faktor-faktor biologis, psikologis dan sosialisasi yang mendasari perilaku individu. Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di

(18)

dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang tiada ternilai tingginya. Kekayaan tersebut harus dipahami terus dari generasi ke generasi.

Menurut pendapat EB. Taylor (Syafrudin dan Meriam tahun 2010) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum dan adat istiadat. Sedangkan menurut pendapat Selo Soemardjan dan Soelaaeman Soemardi (Syafrudin dan Meriam tahun 2010) kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan serta mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor – faktor biologis, psikologis dan sosialisasi yang mendasari perilaku manusia.

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan social, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana dan Rahmat, 2002).

Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan setiap individu dalam suatu kelompok sosial yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit ataupun menyembuhkan diri dari penyakit. Telah disadari adanya kenyataan-kenyataan perilaku menyimpang dalam perawatan kesehatan yang dikaitkan dengan kebudayaan. Namun tidak semua perawatan yang didasarkan oleh kebudayaan dapat

(19)

merugikan kesehatan, sebagian perawatan yang didasarkan oleh kebudayaan juga memiliki manfaat bagi kesehatan (Kalangie, 1994).

Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma, adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya. Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan (cultural nursing approach) (Putra S, 2012).

2.3 Budaya Jawa

Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang Jawi. Orang Jawa telah menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga sudah dibawa ke Suriname (Amerika Selatan).

Budaya suku Jawa secara turun-temurun salah satunya adalah mengonsumsi jamu. Mengonsumsi jamu kerap menjadi pilihan karena dianggap lebih alami dan tidak ada efek samping. dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto Mangunkusumo mengakui memang orang yang memiliki masalah di ginjal harus

(20)

lebih berhati-hati mengonsumsi jamu. Maka dari itu jika ingin minum jamu harus yang sudah benar-benar teruji secara klinis. Minum jamu bisa berbahaya jika tidak disertai dengan banyak minum air. Air putih ini membantu cairan yang disaring ke ginjal tidak terlalu pekat sehingga tidak mengganggu kerja ginjal. Begitu juga halnya pada perawatan masa nifas, orang Jawa kerap sekali melakukan perawatan dengan mengkonsumsi Jamu (Putra S, 2012).

Dalam makanan dan kesehatan banyak ditemukan masalah yang berhubungan dengan kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan upacara-upacara yang seringkali mencegah orang memanfatkan makanan yang tersedia bagi mereka. Kebiasaan makanan beragam dalam konteks budaya, mengubah kebiasaan atau pola makanan tradisional bukan hal yang mudah, mengingat dari semua kebiasaan yang paling sulit diubah adalah kebiasaan makanan. Apa yang kita sukai dan tidak kita sukai, kepercayaan-kepercayaan kita terhadap apa yang dapat dimakan atau tidak dapat dimakan, dan keyakinan kita dalam hal makanan yang berhubungan kesehatan dan ritual, telah ditanamkan sejak usia muda. Kebiasaan makan sebagaimana halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lain hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya secara menyeluruh (Saptandari P, 2012).

Dalam penelitian Dewi (2009) perawatan yang biasa banyak dilakukan wanita Jawa pada awal memasuki masa nifas adalah mandi wajib nifas. Dengan tujuan untuk menghilangkan najis setelah proses persalinan. Mandi ini hanya dilakukan satu kali selama masa nifas, tepatnya esok hari setelah proses persalinan, dan dilakukan pada pagi hari. Perawatan yang lain yaitu irigasi vagina dengan menggunakan air rebusan

(21)

daun sirih. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk menghilangkan kuman dan bau vagina. Air rebusan daun sirih dipakai sebagai irigari vagina sebelum melakukan mandi wajib nifas dan setiap selesai buang air kecil maupun air besar. Air rebusan daun sirih, yang digunakan untuk irigasi vagina ini terkadang bagi sebagian wanita nifas dicampur dengan daun sere. Kemudian menapali perut sampai ke vagina dengan menggunakan daun sirih. Tujuan dari perawatan ini dimaksudkan agar tubuh dan vagina tidak bau. Namun sebelum ditempelkan ke kulit perut, terlebih dahulu daun sirih diganggang diatas api, kemudian diolesi dengan minyak makan, agar mudah melekat jika ditempelkan. Pemasangan daun sirih ini dilakukan setelah pemakaian parem dan sebelum pemasangan gurita.

2.4 Perawatan Ibu Nifas Berdasarkan Aspek Budaya

Dalam konteks kehamilan dan kelahiran bayi, setiap masyarakat memiliki cara – cara budaya mereka sendiri untuk memahami dan menanggapi peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang sudah dipraktekan jauh sebelum masuknya sistem medis biomedikal di lingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat juga mempunyai cara – cara tertentu dalam mengatur aktivitas – aktivitas mereka saat menghadapi wanita yang hamil dan bersalin. Demikian pula didalam berbagai kebudayaan terdapat cara – cara tertentu sebagai respons mereka saat menanggapi kematian bayi dan ibunya (Swasono, 1998).

Meskipun kelahiran dan kehamilan bayi secara unversal dilihat dalam pengertian dan kepentingan yang sama, yakni untuk kelangsungan umat manusia,

(22)

namun dalam kehidupan berbagai kelompok masyarakat, terdapat bermacam – macam dalam menanggapi proses itu. Berbagai kelompok masyarakat yang menitikberatkan perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran menganggap proses ini sebagai tahapan hidup yang harus dijalani (Syafrudin dan Meriam, 2010).

Persalinan berjalan lancar merupakan hal wajar, apabila terjadi hal – hal yang mengganggu persalinan (anak lahir cacat, lahir mati, ibu meninggal saat melahirkan) dinyatakan ada hubungan antara musibah dengan ketidaktaatan dan pelanggaran atas tradisi dan kebiasaan nenek moyang.

Menurut pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja, tetapi dilihat juga sebagai proses yang mencakup seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, wilayah tempat kelahiran berlangsung, para pelaku, atau penolongnya, cara pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan, serta perawatan bayi dan ibunya.

Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku budaya yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip – prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran atau bahkan memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya.

Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan hidup manusia, namun setiap kebudayaan atau setiap daerah

(23)

mempunyai persepsi atau pandangan, interpretasi dan respon perilaku yang berbeda – beda.

Pengaruh sosial budaya sangat jelas terlihat pada ibu hamil dan keluarga yang menyambut masa-masa kehamilan. Upacara-upacara yang diselenggarakan mulai dari kehamilan 3 bulan, 7 bulan, masa melahirkan dan masa nifas sangat beragam menurut adat istiadat daerah masing-masing (Syafrudin, 2009).

Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama bagi ibu hamil, bersalin, dan nifas adalah lingkungan, selain itu pendidikan dari masing-masing dari kaum ibu tersebut. Seandainya mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status kesehatan terhadap hal itu, maka diharapkan masyarakat tidak melakukan kebiasaan atau adat istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu nifas (Syafruddin, 2009).

Pada kenyataannya keadaan ini tidak hanya dapat mencakup dari aspek biologis saja tetapi juga sosiokultural. Hal ini dapat diketahui dari respon yang berbeda/bervariasi untuk setiap masyarakat yang memiliki cara-cara khusus seperti pengobatan, larangan, dan praktek budaya yang berbeda pula (Swasono, 1998).

Sama halnya dengan penelitian Sari (2004) budaya melayu juga memiliki aturan selama perawatan masa nifas berupa pantangan keluar rumah selama 40 hari. Dengan alasan kondisi ibu yang belum pulih total akan mudah terserang penyakit dan ada juga yang mengatakan kalau ibu yang baru selesai melahirkan diganggu oleh roh jahat. Larangan lain yaitu tidak mengkonsumsi sayuran yang licin seperti kangkung.

(24)

Pada masyarakat Bajo di Saloso, Kabupaten Kendari, untuk keselamatan ibu dan bayinya dilakukan upacara adat dengan berbagai syarat dan aturan yang harus dipenuhi selama maupun sebelum proses upacara tersebut terlaksana. Begitu juga pada masyarakat Aceh yang memiliki aturan berupa pantangan meninggalkan rumah selama 44 hari bagi wanita yang baru melahirkan. Anjuran untuk berbaring selama masa nifas, perawatan nifas dengan pengurutan, penghangatan badan, konsumsi minuman berupa jamu-jamuan dan pantangan makan - makanan tertentu (Swasono, 1998).

Perawatan nifas pada masyarakat Aceh juga memiliki kebiasaan yang dilakukan turun temurun sesuai dengan hasil penelitian Juliana (2010) bahwa seseorang setelah melahirkan dirawat oleh ibu kandungnya dan selang satu hari setelah melahirkan dimandikan serta dibilas vaginanya dengan daun sirih dilanjutkan badan diolesi parem dan dahi diolesi pilis. Selama tujuh hari dilakukan tutum mata atau memanasi mata dengan kain yang dibasahi dengan air hangat agar penglihatan kembali terang. Tidak hanya itu, pengurutan juga rutin dilakukan untuk memperbaiki peranakan dan memakai gurita agar perutnya tetap kencang serta dilakukanya penghangatan badan dengan sale atau batu hangat.

2.5 Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini perawatan ibu masa nifas mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh Reeder, Martin, Griffi (1997) yaitu perawatan ibu nifas yang

(25)

meliputi perawatan perineum, perawatan payudara, pemulihan kesehatan, seksualitas dan pemilihan alat kontrasepsi.

Masa nifas merupakan suatu peristiwa alamiah yang harus dilewati oleh seorang ibu. Pada masa nifas ibu akan mengalami pemulihan pada kondisi seperti sebelum hamil dalam waktu 6 – 8 minggu. Oleh karena itu besar peranan ibu dan keluarga dalam mempercepat pemulihan kesehatan ibu seperti sebelum hamil. Selain faktor dari tenaga kesehatan, faktor lingkungan dan keluarga juga mempengaruhi proses pemulihan ibu masa nifas. Setiap ibu nifas dan keluarga memiliki cara atau tradisi/kebiasaan yang berbeda dalam melakukan perawatan masa nifas, yang mana hal ini dilatarbelakangi oleh budaya yang mereka miliki. Namun tidak semua faktor sosial budaya memiliki dampak positif terhadap pemulihan ibu masa nifas, tidak jarang faktor sosial budaya juga menyumbangkan dampak negatif terhadap kesehatan ibu. Dalam hal ini tenaga kesehatan diharapkan berperan aktif dalam memberikan pendidikan kesehatan yang mendukung pemulihan ibu selama perawatan masa nifas.

Referensi

Dokumen terkait

Tinjauan Pustaka berisi teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian antara lain statistik dan statistika, statistika deskriptif dan statistika

Lebih rendahnya persentase buah yang kulit luar dan dagingnya tidak bergetah kuning pada perlakuan irigasi tetes berkaitan dengan lebih tingginya kandungan kalsium pada

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul

Hapsari (2014) menyatakan bahwa penambahan sekam padi dengan serbuk kayu jati 15% berpengaruh terhadap bobot segar badan buah dan jumlah tubuh buah jamur tiram,

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : ”Isolasi Lignin dari Lindi Hitam ( Black Liquor ) Proses Pemasakan Pulp Soda dan Pulp Sulfat ( Kraft )” adalah

a. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang di jahitkan hilang. Tenggang waktu yang di sepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir.. Kedua hal

Pembahasan soal ini dapat dijadikan bahan belajar dalam menghadapi ulangan harian, UTS, UAS, UKK, ujian dapat dijadikan bahan belajar dalam menghadapi ulangan

Faktor sikap dapat diketahui bahwa 47 dari 88 responden atau ibu hamil setuju jika faktor sikap memiliki peran penting dalam pemberian ASI Eksklusif dengan persentase 53,4%