• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENENTUAN KEDALAMAN RETAK MEMANJANG PADA POROS PROPELLER MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENENTUAN KEDALAMAN RETAK MEMANJANG PADA POROS PROPELLER MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Retak pada poros perlu diketahui kedalamannya untuk ditentukan apakah poros dapat diperbaiki atau perlu diganti. Untuk menentukan kedalaman retak pada poros propeller, dapat digunakan pengujian tidak merusak yaitu ultrasonik. tetapi tidak ada teknik yang telah teruji atau credible standard operating procedure untuk menentukan kedalaman retak pada poros propeller dan hal itu yang menjadi landasan pengambilan tugas akhir ini. Sehingga perlu dilakukan studi penentuan kedalaman retak memanjang pada poros propeller dengan menggunakan metode pengujian ultrasonik.

Studi penentuan kedalaman retak dilakukan melalui eksperimen pengujian ultrasonik pada 3 variasi diameter (100,200 dan 300 mm), 2 variasi kedalaman retak yang memanjang poros (2,5 dan 5 mm) dan 3 variasi probe sudut 4 MHz (45°,60°,70°). Modifikasi pada sederhana sepatu probe, menghitung dan membuat model dari beam spread dan memodelkan retak untuk intepretasi kedalaman. Setelah didapatkan hasil eksperimen dan dilakukan analisa didapatkan tingkat akurasi tertinggi untuk variasi diameter 100 dan 200 mm adalah probe sudut 45° sedangkan diameter 300 mm adalah probe 60°. Dari hasil pembahasan didapatkan selain dipengaruhi karakteristik probe itu sendiri (sudut, frekuensi, ukuran cristal), tingkat akurasi probe juga dipengaruhi oleh karakteristik material yang akan diperiksa (diameter dan kedalaman retak). setiap sudut dari probe memiliki kemampuan berbeda dalam mendeteksi kedalaman retak maksimal pada diameter material yang berbeda.

Hasil dari studi ini adalah didapatkannya maximum detecable crack depth effect beserta persamaannya dan standard operating procedure (SOP) penentuan kedalaman retak memanjang pada poros.

Kata Kunci— Ultrasonik, Poros, Probe Sudut, Maximum Detectable Crack Depth, Standard Operating Procedure..

I. PENDAHULUAN

etak pada poros perlu diketahui kedalamannya untuk ditentukan apakah poros dapat diperbaiki atau perlu diganti. Untuk menentukan kedalaman retak pada poros propeller, dapat digunakan pengujian tidak merusak yaitu ultrasonik. tetapi tidak ada teknik yang telah teruji atau credible standard operating procedure untuk menentukan kedalaman retak pada poros propeller dan hal itu yang menjadi landasan pengambilan tugas akhir ini.

Prinsip dari studi ini adalah melakukan eksperimen pengujian ultrasonik pada potongan shaft menggunakan metode 20 dB drop untuk mengetahui kedalaman retak permukaan buatan. Sehingga dari eksperimen itu dapat diketahui tingkat akurasi dan prilaku gelombang ultrasonik pada material

berbentuk lingkaran pejal. Dari hasil eksperimen, didapatkan hasil intepretarsi kedalaman yang akan dianalisa dan dibahas, yang dari hasil pembahasannya menjadi acuan dalam membuat standrad operating procedure.

Variasi transducer 8 x 9 mm 4 MHz (45°,60°,70°). Variasi diameter material 100 mm, 200 mm, 300 mm. Variasi kedalaman retak 2.5 mm dan 5 mm.

Untuk selanjutnya jurnal ini disusun sebagai berikut. Pada bab dua, terdapat teori dasar ultrasonik, beam spread, dB drop. Pada bab tiga , bagaimana eksperimen dilakukan. Pada bab empat, ditunjukan hasil eksperimen, hasil analisa. Pada bab lima, terdapat hasil pembahasan. Pada bab enam, terdapat persamaan untuk menghitung kedalaman retak maksimal dan standard operating procedure. Pada bab tujuh, ringkasan dari penelitian ini dan petunjuk untuk penelitian selanjutnya.

II. DASARTEORI A. Teori Dasar Ultrasonik

Suara adalah sebuah getaran dan memiliki frekuensi tertentu. Sedangkan gelombang ultrasonik adalah getaran yang di atas 20 KHz. Pengujian ultrasonik adalah proses pengaplikasian gelombang ultrasonik pada sebuah spesimen untuk menentukan kemulusan, ketebalan, atau beberapa sifat fisik lainnya. B. Beam Spread

Penyebaran suara yang diukur pada daerah far zone dari geombang suara. Penggunaan beam spread dalam pengujian ultrasonik dilakukan dengan cara memerhatikan penurunan amplitudo pada UTFD.

C. Sistem dB drop

Satuan dB dipakai untuk mengukur intensitas suara. dB drop adalah perbandingan hilangnya atau bertambahnya intensitas suara.

STUDI PENENTUAN KEDALAMAN RETAK MEMANJANG PADA

POROS PROPELLER MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIK

Yusuf Thalib, dan Wing Hendroprasetyo AP. ST. M.Eng.

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

R

(2)

III. METEDOLOGIPENELITIAN A. Pengadaan Material

Pengadaan material baja karbon dengan spesifikasi sebagai berikut:

1. Baja karbon berdiameter 100 mm, lebar 25 mm sebanyak 2 buah,

2. Baja karbon berdiameter 200 mm, lebar 25 mm sebanyak 2 buah,

3. Baja karbon berdiameter 300 mm, lebar 25 mm sebanyak 2 buah.

B. Pembuatan Retak Buatan

Pembuatan cacat buatan menggunakan dengan spesifikasi berikut :

C. Verivikasi Retak Buatan

Verifikasi dilakukan karena retak buatan dibuat oleh pihak ketiga.

D. Pengadaan Peralatan Peralatan yang digunakan :

1) Ultrasonic Flaw Detector (UTFD) 2) Couplant

3) Probe yang sepatunya sudah dimodifikasi 4) Penggaris fleksibel

5) Model Beam Spread E. Kalibrasi Peralatan

1) Mengatur velocity gelombang shear. 2) Mengatur x-value.

3) Memastikan gelombang mengenai ujung atas retak . 4) Mengatur zero level.

F. Scanning Material

Proses scanning material menggunakan metode 20 dB drop. G. Intepretasi Kedalaman

Intepretasi menggunakan model material dan beam spread. IV. ANALISA

A. Variabel Diamater 1) 100 mm

i. Akurasi Scanning pada ø 100 mm: Probe sudut 45°. ii. Akurasi scanning retak 2,5 mm : Probe sudut 45°. iii. Akurasi scanning retak 5 mm : Probe sudut 45°. iv. Probe sudut 70° tidak dapat dipakai untuk scanning. 2) 200 mm

i. Akurasi Scanning pada ø 200 mm: Probe sudut 45°. ii. Akurasi scanning retak 2,5 mm : Probe sudut 70.° iii. Akurasi scanning retak 5 mm : Probe sudut 45°. 3) 300 mm

i. Akurasi Scanning pada ø 300 mm: Probe sudut 60°. ii. Akurasi scanning retak 2,5 mm : Probe sudut 70°. iii. Akurasi scanning retak 5 mm : Probe sudut 60°. B. Variabel Kedalaman

1) 2,5 mm

i. Akurasi scanning pada ø 100 mm : Probe sudut 45°. ii. Akurasi scanning pada ø 200 mm : Probe sudut 70°. iii. Akurasi scanning pada ø 300 mm : Probe sudut 70°. 2) 5 mm

i. Akurasi scanning pada ø 100 mm : Probe sudut 45°. ii. Akurasi scanning pada ø 200 mm : Probe sudut 45°. iii. Akurasi scanning pada ø 300 mm : Probe sudut 60°. Gambar III.1. Desain Penempatan Retak Buatan

Tabel III.1. Ukuran Crack

No. Diameter material (mm) Kedalaman (mm) Lebar (mm) 1 100 2.5 1 2 100 5 1 3 200 2.5 1 4 200 5 1 5 300 2.5 1 6 300 5 1

Tabel IV.1. Hasil Intepretasi Kedalaman

Sudut Probe Diameter Material Uji Kedalaman Retak Buatan Hasil Intepretasi Kedalaman Retak Tingkat Error Tingkat Akurasi Tingkat Akurasi Per-Diameter 45° 100 mm 2.50 mm 2.36 mm 05.6 % 94.4 % 89.1 % 5.00 mm 4.19 mm 16.2 % 83.8 % 200 mm 2.50 mm 2.34 mm 06.4 % 93.6 % 95.7 % 5.00 mm 5.11 mm 02.2 % 97.8 % 300 mm 2.50 mm 2.67 mm 06.8 % 93.2 % 94.5 % 5.00 mm 5.21 mm 04.2 % 95.8 % 60° 100 mm 2.50 mm 2.29 mm 08.4 % 91.6 % 86.3 % 5.00 mm 4.05 mm 19.0 % 81.0 % 200 mm 2.50 mm 2.40 mm 04.0 % 96.0 % 93.8 % 5.00 mm 4.58 mm 08.4 % 91.6 % 300 mm 2.50 mm 2.31 mm 07.6 % 92.4 % 95.5 % 5.00 mm 4.93 mm 01.4 % 98.6 % 70° 100 mm 2.50 mm 0.00 mm 100.0 % 00.0 % 00.0 % 5.00 mm 0.00 mm 100.0 % 00.0 % 200 mm 2.50 mm 2.56 mm 02.4 % 97.6 % 82.8 % 5.00 mm 3.40 mm 32.0 % 68.0 % 300 mm 2.50 mm 2.38 mm 04.8 % 95.2 % 94.2 % 5.00 mm 4.66 mm 06.8 % 93.2 %

(3)

V. PEMBAHASAN

A. Pengaruh Geometris Material Terhadap Karakteristik Beam Spread

karakteristik beam spread pada material berpenampang lingkaran memiliki radius scanning tertentu dan tidak dapat melakukan scanning pada seluruh penampang material. sehingga membutuhkan cara scanning dan pemakaian model beam spread yang lebih khusus dari biasanya.

B. Pengaruh Diameter Terhadap Tingkat Akurasi Scanning

Besar kecil diameter material berarti berpengaruh kepada jarak yang ditempuh oleh gelombang suara. Semakin besar diameter material semakin jauh pula jarak yang perlu ditempuh oleh gelombang suara. Selain ukuran diameter pengaruh besar kecil sudut probe juga mempengaruhi jarak yang akan ditempuh oleh gelombang suara. Semakin besar sudut yang dipakai semakin kecil jarak yang ditempuh oleh gelombang suara.

Bentuk material yang mempunyai penampang permukaan lingkaran, membuat scanning lebih susah dibanding material yang mempunyai permukaan yang datar atau lebih dikenal dengan fenomena penyebaran geometris (geometrical spreading).

C. Pengaruh Kedalaman Retak Terhadap Akurasi Scanning

Pada diameter 300 mm, terjadi peningkatan akurasi untuk tingkat akurasi per-kedalaman retak pada probe sudut 45° dan 60°. Hal tersebut dikarenakan posisi probe pada waktu melakukan scanning kedalaman retak yang lebih dalam (5 mm) mengharuskan probe digeser lebih mendekati posisi retak, sehingga sisi beam spread yang mengenai ujung retak, berada pada posisi yang lebih dekat dengan sumber suara dan dari pusat berkas suara.

D. Pengaruh Kedalaman Retak Maksimal yang Dapat Dideteksi

Dengan melihat pengaruh bentuk geometris dan diameter material uji dan kedalaman retak terhadap tingkat akurasi scanning probe sudut maka diperlukan persamaan matematis untuk memperkirakan kemampuan pendeteksian kedalaman retak maksimal yang dapat dideteksi oleh probe sudut. Dengan asumsi arah retak tegak lurus dengan permukaan material, tabel V.1. merupakan hasil perhitungan kedalaman retak maksimal yang dapat dideteksi menggunakan persamaan M.D.C.D.. Gambar V.1. Ilustrasi Beam Spread Pada Material

Berpenampang Persegi

Gambar V.2. Ilustrasi Beam Spread Pada Material Berpenampang Persegi

Gambar V.3. Ilustrasi Perbandingan Jarak yang Diakibatkan Diameter dan Sudut Probe

Gambar V.4. Perbandingan Jarak Sumber suara dan Pusat Berkas Suara dengan Ujung Bawah Retak

Table V.1. Hasil Perhitungan Kedalaman Retak Yang Dapat Dideteksi Sudut Diameter Maksimum Detectable Crack Depth Tinggi Retak Buatan Hasil Pengujian Akurasi 45° 100 mm 11.54 mm 2.5 mm 2.36 mm 94.4 % 5.0 mm 4.19 mm 83.8 % 200 mm 23.08 mm 2.5 mm 2.34 mm 93.6 % 5.0 mm 5.11 mm 97.8 % 300 mm 34.63 mm 2.5 mm 2.67 mm 93.2 % 5.0 mm 5.21 mm 95.8 % 60° 100 mm 04.58 mm 2.5 mm 2.29 mm 91.6 % 5.0 mm 4.05 mm 81.0 % 200 mm 09.16 mm 2.5 mm 2.40 mm 96.0 % 5.0 mm 4.58 mm 91.6 % 300 mm 13.75 mm 2.5 mm 2.31 mm 92.4 % 5.0 mm 4.93 mm 98.6 % 70° 100 mm 01.64 mm 2.5 mm 0.00 mm 00.0 % 5.0 mm 0.00 mm 00.0 % 200 mm 03.28 mm 2.5 mm 2.56 mm 97.6 % 5.0 mm 3.40 mm 68.0 % 300 mm 04.92 mm 2.5 mm 2.38 mm 95.2 % 5.0 mm 4.66 mm 93.2 %

(4)

Hasil Perhitungan M.D.C.D. pada tabel V.1. menjelaskan mengapa probe sudut 70° tidak dapat melakukan scanning sama sekali pada material berdiameter 100 mm.

VI. HASIL

A. Pengaruh Kedalaman Retak Maksimal yang Dapat Dideteksi dan Persamaannya

Pengertian maximum detecable crack depth effect adalah keterbatasan kemampuan pendeteksian kedalaman retak maksimal pada suatu probe sudut yang dipengaruhi oleh karakteristik material berbentuk lingkaran (diameter dan kecepatan rambat suara) dan karakteristik beam spread dari probe itu sendiri (frekuensi, bentuk kristal, ukuran kristal dan sudut), dari pengertian tersebut didapatkan persamaan 1 (M.D.C.D.).

Persamaan M.D.C.D. mempunya batasan sebagai berikut : 1) Hanya bisa dipakai pada material berpenampang lingkaran

pejal.

2) Hanya bisa dipakai pada retak permukaan.

3) Dengan anggapan arah kedalaman retak tegak lurus dengan permukaan material.

4) Persamaan ini tidak memperhitungkan pengaruh near zone. B. Standard Operating Procedure

1) Siapkan peralatan berikut : a. UTFD b. Couplant

c. Penggaris fleksibel d. Probe

2) Modifikasi sepatu probe sesuai kontur permukaan material

3) Ketahui diameter material

4) Hitung karakteristik probe sudut menggunakan persamaan berikut : a. b. ∅ c. Dimana : d. . . . . √2 1 cos 180 2 ∅ Dimana :

 : Panjang Gelombang ( Lambda ) V : Cepat Rambat Suara ( Km/s) f : Frekuensi ( Mhz )

Ø : Setengah sudut penyebaran berkas (half beam spread angle)

kdB : factor untuk dB drop

D : Tinggi kristal transducer

N : Panjang Near Field (mm) k : Aspect ratio constant,

M.D.C.D. : Maximum Detectable Crack Depth r : Jari-jari material poros

 : Sudut Tranducer 5) Kalibrasi peralatan sebagai berikut :

a. Ketahui letak retak permukaan pada material menggunakan metode NDT yang lain.

b. Masukkan velocity gelombang tranversal material yang akan diperiksa pada UTFD.

c. Massuk nilai x-value pada UTFD.

d. Scan material sehingga mendapatkan pulsa tertinggi dan atur ketinggian pulsa sebesar 80% FSH. e. Pastikan sinyal tertinggi sudah memantul pada ujung

atas retak dengan teknik finger damping. Apabila sinyal berkurang ketika disentuh maka dapat dipastikan gelombang ultrasonik sudah memantul pada ujung atas retak.

f. Ukur jarak dari retak ke ujung depan probe menggunakan penggaris fleksibel. Atur zero level pada UTFD sehingga nilai sound path sama dengan nilai yang yang ditunjukkan penggaris fleksibel. g. Ulangi langkah diatas untuk proses kalibrasi probe

yang berbeda dan diameter material yang berbeda. 6) Scan material menggunakan metode 20 dB drop sebagai

berikut :

a. Siapkan probe dengan sudut terkecil. Antara 45°,  60°, 70°.

b. Scan material secara memutar sampai menemukan indikasi.

c. Cari pulsa tertinggi dari material. d. Pastikan dengan teknik finger damping.

e. Atur gain hingga tinggi pulsa di layar mencapai 80% FSH.

f. Ukur jarak antara ujung depan probe dan retak menggunakan penggaris fleksibel jarak itu sebagai sound distance (SD)

g. Catat jarak sound distance (SD0)

h. Majukan probe ke depan hingga tinggi pulsa di layar turun hingga 8% FSH (20dB drop)

i. Catat jarak sound distance (SD1)

j. Ulangi langkah b sampai i menggunakan probe dengan sudut yang lebih besar, apabila dalam proses scanning tidak ada gangguan lanjutkan

. . . . 2 1 cos 180 2 ∅ (1)

Dimana :

M.D.C.D.: Maximum Detectable Crack Depth r : Jari-jari material

 : Sudut Tranducer (45°,60°,70° adalah sudut yang disarankan) Ø   : Setengah sudut penyebaran berkas (half beam spread angle)

Gambar VI.1. Memastikan Posisi Gelombang dengan Finger Damping

(5)

menggunakan sudut lebih besar lagi, hingga variasi sudut terbesar.

Catatan :

Urutan penggunaan probe dari sudut yang terkecil hingga sudut terbesar. Tujuan penggunaan probe dari yang terkecil adalah untuk mendapatkan tingkat akurasi (resolusi cacat) tertinggi dalam intepretasi kedalaman retak.

Jika dalam proses scanning terdapat gangguan, tidak perlu melakukan scanning ulang menggunakan probe dengan sudut yang lebih besar. Disarankan agar teknisi lebih fokus kepada probe yang sedang digunakan sehingga mendapatkan hasil dengan tingkat akurasi yang tinggi dan menulis remark susah (difficult) pada laporannya. Berikut beberapa jenis ganguan yang ada pada proses scanning :

i. Pulsa berpindah-pindah.

ii. Tidak bisa menemukan pulsa tertinggi. iii. Tidak bisa menemukan tinggi pulsa 8% FSH. iv. Muncul pulsa gelombang permukaan yang

mengganggu pembacaan pada layar.

7) Persiapkan gambar/print model beam spread dari probe yang dipakai pada plastik transparan.

8) Persiapkan gambar/print model material pada kertas (polos atau milimeter) dan tempelkan pada kertas yang lebih tebal (karton/kardus).

9) Beri tanda lokasi SD0 dan SD1 pada garis tepi lingkaran,

posisi SD0 diukur dari ujung atas retak buatan dan

mengikuti kontur material uji.

 Tandai SD0 di sembarang tepi lingkaran

 Tandai SD1 di sebelah kanan (di depan) SD0

lokasi SD1= SD0 – SD1

10) Tempelkan model beam spread yang sumbu pusat ditaruh tepat pada posisi SD0 dan tegak lurus dengan

sumbu pusat lingkaran di kertas grafik. Tandai lokasi beam axis yang menyentuh tepi lingkaran pada kertas grafik. Tanda itu sebagai ujung atas retakan.

11) Tarik garis putus-putus dari ujung atas retak ke pusat diameter material uji. Garis ini sebagai sumbu retak.

12) Tempelkan model beam spread yang sumbu pusat ditaruh tepat pada posisi SD1. Beri tanda pada titik

perpotongan antara beam boundary sebelah atas dengan sumbu retak.

13) Tinggi retak adalah jarak antara titik ujung atas retak dan titik perpotongan beam boundary sebelah atas dengan sumbu retak.

Gambar VI.2. Penampang Material Uji di Kertas Grafik

Gambar VI.3. Posisi Pemberian Tanda SD0 dan SD1

Gambar VI.4. Beam Axis Menyentuh Tepi Lingkaran dan Tanda Ujung Atas Retak

Gambar VI.5. Sumbu Retak

Gambar VI.6. Beam Spread Boundary Berpotongan dengan Sumbu Retak

(6)

14) Ukur tinggi retak menggunakan penggaris/sketchmark. 15) Ulangi dari langkah nomor 7 untuk hasil scanning

dengan menggunakan sudut yang yang lebih besar. 16) Setelah didapa hasil intepretasi kedalaman retak, teknisi

UT melakukan penentuan kedalaman retak yang dipakai sebagai:

a. Perhatikan hasil perhitungan M.D.C.D. probe sudut yang mendapat remark mudah

b. Apabila ada kedalaman retak yang mendekati hasil perhitungan M.D.C.D. probe sudut dan mendapatkan hasil remark susah (difficult), kedalaman retaknya tidak dapat diambil sebagai pembanding.

c. Hanya perhatikan dan bandingkan hasil kedalaman retak dengan remark mudah (easy).

d. Dengan anggapan bahwa hanya 3 jenis probe sudut (45°,60°,70°) yang biasa digunakan dan proses scanning dimulai dari sudut terkecil hingga sudut terbesar. Ada 4 kemungkinan remark dalam proses scanning dengan urutan sebagai berikut beserta cara menentukan kedalaman retak yang diambil :

i. Sudut 45° dengan remark mudah (easy) Sudut 60° dengan remark mudah (easy) Sudut 70° dengan remark mudah (easy) Kedalaman retak yang diambil dari hasil intepretasi kedalaman retak probe dengan sudut 70°.

ii. Sudut 45° dengan remark mudah (easy) Sudut 60° dengan remark mudah (easy) Sudut 70° dengan remark sulit (difficult) Kedalaman retak yang diambil dari hasil intepretasi kedalaman retak probe dengan sudut 60°.

iii. Sudut 45° dengan remark mudah (easy) Sudut 60° dengan remark sulit (difficult) Kedalaman retak yang diambil dari hasil intepretasi kedalaman retak probe dengan sudut 45°.

iv. Sudut 45° dengan remark sulit (difficult) Disarankan hasil intepretasi kedalaman retak

tidak dipakai dan menggunakan metode

NDT yang lain untuk mengukur kedalaman retak.

VII. KESIMPULAN

1) Penentuan kedalaman retak pada poros propeller yang menggunakan metode ultrasonik tidak dapat menggunakan teknik biasa (standard technique) tetapi harus menggunakan teknik khusus (special technique). 2) Tingkat akurasi tertinggi probe sudut pada

masing-masing diameter material dapat diurutkan sebagai berikut :

(Diameter material – Probe sudut) Ø 100 – 45°,

Ø 200 – 45°, Ø 300 – 60°,

3) Tingkat akurasi tertinggi probe sudut pada masing-masing kedalaman retak dapat diurutkan sebagai berikut :

(Kedalaman retak – Diameter material – Sudut probe)

2.5 mm – Ø 100 mm – 45°, 2.5 mm – Ø 200 mm – 70°, 2.5 mm – Ø 300 mm – 70°,

5.0 mm – Ø 100 mm – 45°, 5.0 mm – Ø 200 mm – 45°, 5.0 mm – Ø 300 mm – 60°.

4) Keterbatasan kemampuan pendeteksian kedalaman retak maksimal pada suatu probe sudut yang dipengaruhi oleh karakteristik material berbentuk lingkaran (diameter dan kecepatan rambat suara) dan karakteristik beam spread dari probe itu sendiri (frekuensi, bentuk kristal, ukuran kristal dan sudut). 5) Didapatkannya persamaan M.D.C.D. untuk

menghitung Maximum Detectable Crack Depth effect. 6) Didapatkan Standard Operating Procedure (S.O.P.)

yang telah teruji

DAFTARPUSTAKA

[1] ASME, 2011a Section V, Article 1.

[2] AWS, D1.1/D1.1M:2010 structural welding code-steel. [3] Berke, Michael., Nondestructive Material Resting with

Ultrasonic – Introduction to the Basic Principles,

Krautkramer, 1992.

[4] ForecastPRO. (22/12/2013), Forecasting 101: A Guide to

Forecast Error Measurement Statistics and How to Use Them

[Website]. Available: www.forecastpro.com/Trends/forecasting101august2011.

[5] Hellier, Charles., Handbook of Non Destructive Evaluation, New York ; MacGrow-Hill companies Inc, 2003.

[6] Hendroprasetyo A P, Wing, Training Hand Out, Ultrasonic Testing – General, INA ; NDE CENTER, 2011.

[7] id.wikipedia (11/5/2013). Lingkaran [Website]. Available: id.wikipedia.org/wiki/lingkaran.

[8] Krautkramer, Josef and Herbert, Ultrasonic testing

materials, Springer, Berlin, 1990, 4th edition, chapters4.4, 4.5.

[9] Kristianto, Deddy dan Hendroprasetyo A P, Wing, Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No. 1., Studi Penentuan Panjang dan Kedalaman Retak Sambungan Las Pada Konstruksi Kapal Menggunakan Pengujian Ultrasonik Deangan Variasi Frekusensi dan Ukuran Kristal dan Dengan Variasi Kondisi Permukaan Coating dan Uncoating, INA, JTP-ITS, 2013.

[10] NDE Associates, Inc. (4/21/2014), Ultrasonic Testing –

TOFD, [Website]. Available:

http://www.nde.com/UTsizing.html.

[11] Olympus., (4/21/2014), Phased Array Tutorial [Website].

Available:http://www.olympus-ims.com/en/ndt-tutorial/transducer/characteristic.

[12] Olympus, Important characteristics of sound fields of

ultrasonic transducers, USA, 2012.

[13] Schlengermann, udo, The Krautkamer Blue Booklet. [14] Smilie, Robert W., Programmed Instruction Handbook,

Nondestructive Testing – Introduction, PH Diversified, Inc.,

South Harrisburg, 1995.

[15] Smilie, Robert W., Programmed Instruction Handbook,

Nondestructive Testing – Ultrasonic, Volume I –Basic Principles, PH Diversified, Inc., South Harrisburg, 1995.

[16] TWI Ltd., Beam Spread FAQ [Website]. Available: Http://twi-global.com/technical-knowledge/faqs/ndt/faq- what-factor-influence-the-beam-spread-of-an-ultrasonic-probe-in-far-zone.

Gambar

Gambar II.1. Ilustrasi  dB Drop pada Beam Spread
Gambar III.1. Desain Penempatan Retak Buatan
Gambar V.1. Ilustrasi Beam Spread Pada Material  Berpenampang Persegi
Gambar VI.1. Memastikan Posisi Gelombang dengan  Finger Damping
+2

Referensi

Dokumen terkait

selaku koordinator Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini..

Menimbang : bahwa dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kota Batu baik untuk kegiatan belanja langsung

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor layanan yang terdiri dari Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty terhadap keputusan menabung

Multimedia interaktif adalah suatu sistem yang menggunakan lebih dari satu media presentasi ( teks, suara, citra, animasi, video ) secara bersamaan dan melibatkan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan penyemprotan pada kandang-kandang unggas yang disinyalir telah terinfeksi virus flu burung dan melakukan pengawasan yang

Gambar II-1 Space Segment pada GPS ...II-5 Gambar II-2 Isi Pesan Navigasi GPS...II-7 Gambar II-3 Trilaterasi dalam GPS ...II-8 Gambar II-4 Arsitektur Android [GOO08]...II-13

Identifikasi gugus fungsi dengan FTIR dilakukan pada beberapa tahap penelitian, yang pertama adalah analisis gugus fungsi pada selulosa bakteri yang digunakan sebagai