• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET (STUDI PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA, TBK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM DALAM AKTIVITAS SEKURITISASI ASET (STUDI PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA, TBK)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA, TBK)

Anissa Noor Andriani

Pembimbing : Aad Rusyad Nurdin, S.H., M.Kn.

Dalam menjalankan usahanya, tidak dapat dipungkiri bahwa bank juga menghadapi berbagai risiko dimana salah satunya adalah risiko kredit. Sejalan dengan perkembangan zaman, terdapat teknik mitigasi risiko kredit baru yang telah dikenal sesuai dengan standar praktek internasional (best international practices) yaitu sekuritisasi aset. Skripsi ini membahas pengaturan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset dan penerapan prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank BTN dalam melaksanakan sekuritisasi aset KPR nya dikaitkan dengan pengaturan prinsip kehati-hatian dalam perbankan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan bentuk penelitian normatif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian dalam aktivitas tersebut diatur dalam PBI No. 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum dimana Bank BTN telah menerapkan prinsip kehati-hatiannya sesuai dengan amanat peraturan tersebut. Dengan demikian Bank BTN dapat dijadikan acuan bagi bank-bank lain untuk melaksanakan sekuritisasi aset.

Kata kunci : Prinsip kehati-hatian, sekuritisasi aset, efek beragun aset, kredit pemilikan rumah (KPR)

A. Latar Belakang

Salah satu sarana yang mempunyai peran besar dalam memajukan perekonomian suatu bangsa adalah sarana perbankan. Peran tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien. Dalam menjalankan usahanya, tidak dapat dipungkiri bahwa bank juga menghadapi berbagai risiko. Salah satunya adalah risiko kredit yaitu risiko yang timbul akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

(2)

Risiko ini pada dasarnya dapat bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti perkreditan, treasury, investasi, dan pembiayaan perdagangan.

Untuk memitigasi risiko kredit, pada umumnya bank menempuh berbagai upaya antara lain dalam bentuk setoran jaminan, asuransi, atau agunan. Sejalan dengan perkembangan usaha, kompleksitas transaksi, dan jenis risiko, terdapat teknik mitigasi risiko kredit lain yang telah dikenal sesuai dengan standar praktek internasional (best international practices) yaitu sekuritisasi aset.1

Sekuritisasi aset didefinisikan sebagai sebuah proses untuk memaketkan pinjaman individu, perusahaan, dan instrumen utang yang dikoneksikan terhadap sebuah instrumen investasi yang mempunyai peringkat untuk memperbaiki status kredit agar dapat dijual kepada investor.2

Sekuritisasi aset adalah penerbitan surat berharga berupa Efek Beragun Aset (EBA) oleh penerbit EBA yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari pemilik piutang asal (originator) yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan EBA kepada pemodal. Sekuritisasi aset dimulai dengan proses penjualan piutang oleh originator kepada suatu lembaga yang akan melakukan penawaran umum efek (issuer) dalam bentuk efek beragun aset.

Dalam proses penjualan piutang ini, investor sama sekali tidak memiliki informasi komprehensif yang dapat dipergunakan untuk memastikan bahwa piutang-piutang yang dialihkan melalui proses jual beli tersebut akan dibayar oleh debitur piutang tepat pada waktunya. Prospektus yang diterbitkan oleh

issuer sepenuhnya bersumber dari originator. Untuk melindungi kepentingan

investor terhadap kemungkinan penjualan piutang-piutang yang tebang pilih,

1 Bank Indonesia (a), Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam

Aktivitas Sekuritisasi Aset, PBI No.7/4/2005, LN No. 14 tahun 2005, TLN NO. 4473,

penjelasan umum.

2 DR. Adler Haymans Manurung, M.Com., ME, ChFC. dan Eko Surya Lesmana Nasution, SE., MSM., Investasi Sekuritisasi Aset: Mudah Himpun Dana Triliyunan Rupiah, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2007), hlm 2.

(3)

dimana piutang yang bagus tetap dipertahankan dalam portofolio originator dan piutang yang kurang bagus dijual kepada investor maka dilakukanlah proses pemeringkatan piutang-piutang oleh lembaga pemeringkat.3

Lembaga pemeringkat inilah yang akan menentukan rating dari piutang-piutang yang dijual originator ini. Informasi yang terkait dengan hasil pemeringkatan kemudian disampaikan investor melalui prospektus yang diterbitkan, sehingga investor dapat menilai kelayakan dari harga-harga efek yang ditawarkan beserta risiko-risiko yang ada.4

Kelayakan suatu kredit bank maupun lembaga keuangan non-bank umumnya diberikan berdasarkan prinsip pemberian kredit sehat yaitu penilaian faktor 5-C yang terdiri dari character (karakter, watak); capacity (kapasitas, kemampuan, kompetensi); capital (modal); conditions (kondisi); dan collateral (jaminan) dari debitor. Di pihak kreditor setiap kebijakan pemberian kredit dilandasi prinsip kehati-hatian (prudential) dalam mengambil keputusan, keamanan (safety) atas pengembalian kreditnya dan keuntungan (profitability) yang diperhitungkan atas kredit yang dikucurkan.5

Sekuritisasi aset yang merupakan kegiatan mengalihkan aset keuangan dari originator kepada pihak lain dipandang sangat potensial untuk dilakukan oleh bank. Melalui sekuritisasi aset, bank diharapkan dapat mengelola risiko kredit dengan lebih baik yang berimplikasi pada perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum sekaligus dapat meningkatkan likuiditas bank untuk menunjang kegiatan intermediasi.6

Untuk memperoleh manfaat sekuritisasi aset tersebut, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset sebagai dasar dan panduan sehingga bank dapat

3 Drs. Ali Jusmono, M.Sc., “Perlunya Prinsip Kehati-hatian Dalam Sekuritisasi Aset untuk Pembiayaan Perumahan,” Jurnal Hukum Bisnis (Vol 27 No. 23 – 2008) : 4.

4 Ibid. 5 Ibid.

(4)

melaksanakan aktivitas sekuritisasi aset secara efektif. Adapun pada tahun 2005 berdasarkan landasan tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005 yang mengatur tentang Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset.

Semenjak diterbitkannya PBI No. 7/4/PBI/2005, hingga saat ini baru Bank Tabungan Negara (BTN) saja yang melaksanakan sekuritisasi asetnya di Indonesia melalui Kredit Pemilikan Rumahnya (KPR). Head of Consumer Lending Sales Distribution and Syariah PT. Bank CIMB Niaga Tbk, menilai industri perbankan masih enggan untuk melakukan sekuritisasi karena pangsa pasar akan tergerus. Namun disatu sisi ia juga mengatakan saat ini manajemen Bank CIMB Niaga sedang mempelajari skema sekuritisasi aset kredit perumahan. Rencana sekuritisasi senilai Rp 500 miliar-Rp 1 triliun itu akan dilakukan melalui kerja sama dengan SMF (Sarana Multigriya Finansial) serta PT. CIMB Securities Indonesia sebagai penjamin emisi.7

Pada tahun 2012 ini tercatat ada empat bank yang berencana untuk melaksanakan sekuritisasi mengikuti jejak dari Bank BTN. Salah satunya adalah Bank DKI sebagaimana dinyatakan oleh Direktur Utama Bank DKI bahwa Bank DKI kini masih menyiapkan aset-aset yang akan disekuritisasi.8 Namun sampai saat ini belum ada yang melakukan sekuritisasi asetnya selain Bank BTN.

Bank BTN telah menjadi pionir bagi bank-bank umum lainnya untuk melakukan sekuritisasi aset kedepannya. Bank BTN merupakan bank yang sudah melakukan sekuritisasi aset kredit perumahan dengan skema EBA sebanyak lima kali.

7 “Bank-Bank Masih Enggan Sekuritisasi KPR,” http://www.bisnis.com/articles/Bank-Bank-masih-enggan-sekuritisasi-kpr, diunduh pada 15 September 2012.

8 “Bank Enggan Ikut Sekuritisasi Aset Lewat SMF,” http://library.unud.ac.id/kliping/wp-content/uploads/2012/PERBANKAN/Bank_Enggan_Ikut_Sekuritisasi_Aset_Lewat_SMF.htm, diunduh pada 12 September 2012.

(5)

Bank BTN melaksanakan dua kali sekuritisasi pada 2009 masing-masing dengan nilai Rp 111 miliar dan Rp 391 miliar. Pada 2010 perseroan melakukan satu kali sekuritisasi dengan nilai Rp 750 miliar. Pada 2011 perseroan tersebut juga melakukan sekuritisasi dengan nilai Rp 703 miliar. 9 Pada 2012 ini, Bank BTN baru menerbitkan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) atau sekuritisasi aset sebesar Rp 1 triliun pada kuartal IV 2012.

Bank BTN telah menunjuk empat perusahaan sekuritas sebagai penjamin pelaksana KIK-EBA Rp 1 triliun dengan jangka waktu 5 tahun. Empat perusahaan tersebut antara lain PT. CIMB Securities Indonesia, PT. Mandiri Sekuritas, PT. Danareksa Sekuritas, dan PT. Victoria Sekuritas.10

Dalam penerbitan KIK-EBA, Bank BTN juga telah menunjuk PT. Sarana Multigriya Finansial sebagai pelaksana emisi atau arranger. Selain menunjuk pelaksana dan penjamin emisi, bank yang fokus dalam bisnis kredit pemilikan rumah (KPR) ini juga telah menunjuk PT. Danareksa Investment Management selaku manajer investasi dan PT. Bank Mandiri Tbk sebagai bank kustodian.11

Berawal dari latar belakang tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai peran dari Bank BTN dalam melaksanakan proses sekuritisasi aset yang dilakukannya. Selain itu pula dari peran yang dilakukannya, menarik pula untuk diteliti mengenai penerapan prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank BTN dalam men-sekuritisasikan asetnya. Apakah proses yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang berlaku umum bagi setiap bank umum dan juga telah sesuai dengan peraturan PBI

9 “CIMB Niaga Sekuritisasi Aset Kredit Perumahan Rp 1 Triliun,” http://www.indonesiafinancetoday.com/read/16294/CIMB-Niaga-Sekuritisasi-Aset-Kredit-Perumahan-Rp-1-Triliun, diunduh pada 12 September 2012.

10 “Krisis Global Juga Pengaruhi Penerbitan Sekuritisasi Aset BTN,” http://www.infoBanknews.com/2011/10/krisis-global-juga-pengaruhi-penerbitan-sekuritisasi-aset-btn/, diunduh pada 17 September 2012.

(6)

No.7/4/PBI/2005. Dari penelitian tersebut kemudian juga dapat dilihat alasan mengapa baru Bank BTN saja yang melakukan sekuritisasi asetnya dan mengapa bank-bank umum lainnya belum melaksanakan hal tersebut padahal sekuritisasi aset itu mendatangkan banyak segi positif bagi bank.

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis akan mengangkat dua pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pengaturan tentang prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum?

2. Bagaimana proses sekuritisasi aset yang dilakukan oleh Bank BTN dikaitkan dengan peraturan mengenai prinsip kehati-hatian dalam perbankan?

C. Tinjauan Teoritis

Di dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai tinjauan teoritis yang digunakan sebagai dasar penelitian. Akan diuraikan dua tinjauan teoritis dalam penelitian ini yaitu tinjauan umum mengenai prinsip kehai-hatian dalam perbankan dan tinjauan umum mengenai sekuritisasi aset.

1. Tinjauan Umum Mengenai Prinsip Kehati-hatian dalam Perbankan

Pada hukum perbankan, dikenal beberapa prinsip perbankan yang salah satunya berupa prinsip kehati-hatian. Namun, dalam peraturan perbankan yang diatur di Indonesia, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan secara gamblang mengenai pengertian dari prinsip kehati-hatian itu sendiri. Hanya dalam penjelasan pada pasal 4 ayat 1 UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar dinyatakan bahwa prinsip kehati-hatian merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan risiko usaha dalam pengelolaan bank, baik melalui ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

(7)

Indonesia maupun ketentuan intern bank yang bersangkutan. Pasal 2 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksanakan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

Bank yang selalu memperhatikan prudential regulations, akan peduli terhadap konsekuensi dan tindakan jangka panjangnya, baik untuk kepentingan bank yang dikelolanya dan sistem perbankan secara keseluruhan. Istilah prudent sangat erat kaitannya dengan fungsi pengawasan bank dan manajemen bank. Kata prudent itu sendiri secara harfiah dalam Bahasa Indonesia berarti bijaksana, namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati-hatian.

Dalam Pasal 29 ayat 2, 3, dan 4 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan ditegaskan pentingnya prinsip kehati-hatian diterapkan.

Pasal 29 ayat (2) mengemukakan bahwa:

Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.12

Berdasarkan ketentuan pasal 29 ayat (2) di atas, maka tidak ada alasan apa pun bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Ini mengandung arti, bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa

(8)

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.13

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 29 ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada nasabah debitur. Ketentuan tersebut mengemukakan bahwa:

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank.14

Ketentuan Pasal 29 ayat (2) dan (3) di atas tentu berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29 ayat (4), karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah dari risiko-risiko kerugian yang mungkin terjadi dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank yang bersangkutan. Adapun ketentuan tersebut menyatakan bahwa:

Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadi resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.15

Di dalam pasal 29 ayat 1 undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Adapun pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:16

a. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana

13 Hermansyah, S.H., M.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet ke-5, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 147.

14 Ibid., pasal 29 ayat 3. 15 Ibid., pasal 29 ayat 4.

16“Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank,”

http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Ikhtisar+Perbankan/Pengaturan+dan+Pengawasan+Ba nk/Tujuan+dan+Kewenangan/, diunduh pada 10 Oktober 2012.

(9)

b. Pelaksana kebijakan moneter;

c. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:

a. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi); b. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan

c. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory

banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan

tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.

Di dalam Pasal 29 ayat (5) tersebut, diatur bahwa ketentuan mengenai kewajiban bank dalam memelihara tingkat kesehatan bank, memberikan kredit atau pembiayaan, menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian pada nasabah tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia. Artinya disini, Bank Indonesia diberi kewenangan untuk menetapkan pengaturan mengenai pelaksanaan kewajiban bank untuk melakukan usaha sesuai degan prinsip kehati-hatian.

Dalam pasal 25 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia dinyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas

(10)

mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.17

2. Tinjauan Umum Mengenai Sekuritisasi Aset

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Jakarta, 2002) sekuritas mempunyai pengertian sebagai bukti uang atau bukti penyertaan modal, misalnya saham; obligasi; wesel; sertifikat; dan deposito. Dari pengertian mengenai sekuritas tersebut, sekuritisasi dapat didefinisikan sebagai suatu transaksi yang bertujuan untuk menghimpun dana dengan cara mengalihkan sejumlah kredit-yang tidak likuid menjadi sekuritas- dan kemudian dapat diperdagangkan.18

Adapun pengertian sekuritisasi menurut Dictionary of Financial Risk

Management adalah:

The process of converting assets which would normally serve as collateral for a bank loan into securities which are more liquid and can be traded at a lower cost than the underlying assets. The largest category of securitized assets is real estate mortgage loans which serve as collateral for

mortgaged backed securities.19

Selanjutnya, securitization menurut Black’s Law Dictionary adalah sebagai berikut :

To convert (assets) into negotiable securities for resale in financial market, allowing the issuing financial institution to remove assets from its books, to improve its capital ratio and liquidity while marking new loans with

the security proceeds.20

17 Indonesia (d), Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, UU No. 23 Tahun 1999, LN No. 66 Tahun 1999, TLN No. 3843, pasal 25.

18 DR. Adler Haymans Manurung, M.Com., ME, ChFC dan Eko Surya Lesmana Nasution, SE., MSM., op.cit., hlm 10.

19 Gunawan Widjaja dan E. Paramitha Sapardan, Seri Aspek Hukum dalam Pasar

Modal: Asset Securitization (Pelaksanaan SMF di Indonesia), (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2006), hlm 9. 20 Ibid.

(11)

Dalam Asset Securitization: A Financial Service to be Nurtured,

Securitization diartikan sebagai berikut:

Repackaging of receivables into tradable forms. Securitization refers to the packaging of designated pools of loans and receivables with an appropriate level of credit enhancement and the redistribution of these packages to the investors in the forms of securities or loans, which are

collateralized on the underlying pool and its associated streams.21

Jadi sekuritisasi adalah

A term used to describe the process of raising funds through the sale of securities. It usually creates a new financial instrument representing an undivided interest in a segregated pool of assets such as commercial mortgages. The ownership of the assets is usually transferred to a legal trust or special purpose, bankruptcy-remote corporation to protect the interest of

the security holders.22

Menurut Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 tentang Perusahaan Sekunder Perumahan, pengertian sekuritisasi dalam pasal 1 huruf 14 adalah: “Transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditor asal dan penerbitan efek beragun aset.”23

Adapun pengertian sekuritisasi aset menurut Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005, dalam pasal 1 butir 2 adalah penerbitan surat berharga oleh penerbit efek beragun aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari kreditor asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun aset kepada pemodal.24

Menurut pengertian PBI tersebut, sekuritisasi adalah suatu kegiatan sekuritisasi penerbitan surat berharga, yang dimulai dengan kegiatan pengalihan suatu aset keuangan dari originator, yaitu piutang-piutang yang

21 Ibid., hlm 10. 22 Ibid.

23 Indonesia (e), Peraturan Presiden tentang Perusahaan Sekunder Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005, LN No. 21 tahun 2005, TLN NO. 4479, pasal 1 huruf 14.

(12)

dijamin dengan hak agunan (Peraturan Presiden No. 19 tahun 2005 pasal 1 huruf 2) oleh suatu lembaga yang disebut dengan nama issuer, yang diakhiri dengan penjualan surat berharga yang dapat diperdagangkan dan diterbitkan oleh issuer tersebut kepada investor. Hasil penjualan surat berharga itulah yang dipergunakan untuk membeli putang-piutang milik originator, sebagai dasar terjadinya peralihan hak milik dari piutang-piutang tersebut dari

originator kepada issuer. 25

Dari kesemua pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan sekuritisasi adalah26

a. Suatu proses melikuidkan aset-aset yang tidak likuid menjadi likuid; b. Proses tersebut dilakukan dengan cara melepaskan pemilikan atas

aset-aset yang tidak likuid tersebut;

c. Pelepasan aset tersebut dilakukan melalui jual beli atau suatu bentuk pengalihan hak milik dari aset tersebut (legal assignment);

d. Pelepasan aset tersebut melibatkan suatu institusi yang independen, yang terlepas dari perusahaan yang bermaksud untuk melikuidkan asetnya tersebut, yang akan menerbitkan EBA tersebut;

e. Aset-aset yang tidak likuid tersebut kemudian dijadikan sebagai jaminan atau agunan (collateral) dalam rangka penerbitan surat berharga (pasar uang atau pasar modal);

f. Untuk melindungi kepentingan investor, aset-aset yang menjadi jaminan bagi penerbitan surat berharga (pasar uang dan pasar modal) diletakkan dalam keadaan yang terpisah dari pengelola aset tersebut (termasuk pemilik aset semula).

Di Indonesia, pengaturan mengenai sekuritisasi aset sudah dimulai dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2004, Bapepam LK telah mengeluarkan 5

25 Gunawan Widjaja dan E. Paramitha Sapardan, op.cit., hlm 12. 26 Ibid.

(13)

(lima) peraturan yang terkait dengan penerbitan unit penyertaan efek beragun aset sebagai produk sekuritisasi aset. Kelima peraturan tersebut adalah: a. Peraturan Bapepam No. V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi

Berkaitan dengan Efek Beragun Aset;

b. Peraturan Bapepam No. VI.A.2. tentang Fungsi Bank Kustodian Berkaitan dengan Efek Beragun Aset;

c. Peraturan Bapepam No. IX.C.9. tentang Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset

d. Peraturan Bapepam No. IX.C.10. tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset;

e. Peraturan Bapepam IX.K.I tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset

Selain kelima peraturan tersebut, suatu rancangan undang-undang (RUU) tentang sekuritisasi sebenarnya sudah dibuat dan dibicarakan sejak tahun 2000-an hingga pada akhirnya berhenti dibahas sama sekali. Di samping itu, di tahun 1998 pernah dikeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No.132/KMK.014/1998 tentang Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan, yang diharapkan dapat menjadi cikal bakal dari produk mortgage

backed securities, yaitu asset backed securities yang asetnya berupa

piutang-piutang yang dijamin dengan mortgage. 27

Selanjutnya di tahun 2005, melalui Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 telah dikeluarkan pengaturan mengenai pembiayaan sekunder perumahan (sebagai salah satu bentuk sekuritisasi aset). Pengeluaran Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Keputusan Pemerintah No. 5 tahun 2005 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Preseroan

27 Dr. Gunawan Widjaja, S.H., M.H., M.M., “Sekuritisasi Aset dalam Kegiatan Pasar Modal dan Dampak Kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat terhadap Pasar Sekuritas Global,” Jurnal Hukum Bisnis (Vol 27 No. 23 – 2008) : 12-13.

(14)

(Persero) di bidang Pembiayaan Sekunder Perumahan.28 Selain itu pula, pada tahun 2008 kemudian dikeluarkan Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.

Di samping itu, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum. Peraturan tersebut dikeluarkan dengan latar belakang bahwa dalam rangka mengelola risiko kredit bank dengan cara teknik mitigasi risiko melalui aktivitas sekuritisasi aset, dipandang perlu dilandaskan dengan prinsip kehati-hatian supaya bank tidak menghadapi risiko yang lebih besar dari aktivitas sekuritisasi tersebut.

Adapun mekanisme proses sekuritisasi aset di Indonesia adalah sebagai berikut:29

- Perusahaan (originator) mengalihkan aset keuangannya kepada manajer investasi yang dicatatkan atas nama bank kustodian untuk kepentingan pemegang Efek Beragun Aset (EBA).

- Portofolio Kontrak Investasi Kolektif EBA (KIK EBA) yang telah direstruktur oleh manajer investasi kemudian diperingkat oleh lembaga pemeringkat efek (rating agency) dan dapat diberikan sarana peningkatan kredit/arus kas (credit enhancement). Jika dikehendaki dalam proses penawaran umum kepada pemodal, manajer investasi dapat dibantu oleh penjamin emisi efek (underwriter).

- Penjualan EBA kepada investor dapat dilakukan melalui penawaran umum di pasar modal Indonesia atau dijual kepada investor strategis. Apabila akan dijual melalui penawaran umum, maka wajib mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, sedangkan EBA yang tidak ditawarkan melalui penawaran umum cukup dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

28 Ibid. 29 Ibid.

(15)

- Selanjutnya, arus kas pelunasan EBA dari debitur kepada servicer (penyedia jasa yang dapat dilakukan oleh originator), kemudian oleh KIK EBA disalurkan kepada pemegang EBA sesuai janjinya.

3. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang Penulis lakukan dengan cara studi kepustakaan dan juga melakukan wawancara kepada narasumber dari Bank BTN, dapat dijawab pokok permasalahan yang menjadi latar belakang dari penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Pengaturan tentang prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum. Peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005 ini mengatur tentang perlunya penerapan prinsip kehati-hatian bagi bank umum yang melaksanakan aktivitas sekuritisasi aset baik dalam perannya sebagai originator, servicer, penyedia fasilitas likuiditas, penyedia kredit pendukung, bank kustodian, dan pemodal.

Adapun bentuk penerapan prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset tersebut diimplementasikan dalam bentuk penilaian kualitas aktiva bank umum, batas maksimum pemberian kredit bank umum, prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat, serta prinsip-prinsip-prinsip-prinsip penerapan manajemen risiko. Bentuk penerapan tersebut dinyatakan dalam penjelasan pasal 3 ayat 2 butir b PBI No. 7/4/PBI/2005. Pengimplementasian penerapan manajemen risiko dalam aktivitas sekuritisasi bagi bank umum juga kemudian dijabarkan melalui Surat Edaran Bank Indonesia Kepada Semua Bank Umum No. 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 Tentang Pedoman Penyusunan

Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Dalam

Rangka Sekuritisasi.

Tujuan dibentuknya PBI No. 7/4/PBI/2005 adalah berdasarkan pertimbangan lembaga pengawas bahwa apabila aktivitas sekuritisasi aset

(16)

dilakukan tanpa memenuhi prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan bank menghadapi risiko yang lebih besar.30 Dengan adanya peraturan ini, bank diharapkan dapat mengelola risiko kredit dengan lebih baik yang berimplikasi pada perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum sekaligus dapat meningkatkan likuiditas bank untuk menunjang kegiatan intermediasi.31

Adapun mengenai penerapan prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh Bank BTN, dapat dilihat bahwa ia telah menerapkan prinsip kehati-hatiannya sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Pasal 29 UU Perbankan yang pada intinya menyatakan bahwa bank wajib menjunjung tinggi penerapan prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan aktivitasnya. Hal tersebut nampak dari pernyataan Bank BTN sehubungan dalam laporan Tahunan Bank BTN tahun 2011 dimana diuraikan salah satu misi perusahaan pada butir keempat yaitu “Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip kehati -hatian dan good corporate governance untuk meningkatkan shareholder value”.32

Selain itu, Bank BTN telah mematuhi ketentuan Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum pada saat melaksanakan sekuritisasi aset. Bank BTN yang berperan sebagai originator dan servicer dalam proses men-sekuritisasikan asetnya telah melakukan hal-hal di bawah ini untuk memenuhi pelaksanaan prinsip kehati-hatian sesuai amanat peraturan terkait sekuritisasi aset:

a. Bank BTN telah mematuhi persyaratan pasal 2 PBI No. 7/4/PBI/2005 dimana aset yang dialihkan yaitu piutang-piutang KPR debitur Bank BTN merupakan tagihan yang timbul di kemudian hari yang dinyatakan dalam portofolio KIK-DBTN02 nya,

30 Bank Indonesia (a), op.cit., bag. pertimbangan awal peraturan. 31 Ibid., bag. penjelasan umum.

32 Berdasarkan Laporan Tahunan 2011 PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk, hlm 8.

(17)

dimiliki dan dalam pengendalian Bank BTN sebagai originator, serta aset yang dialihkan memiliki arus kas.

b. Bank BTN telah melaksanakan persyaratan yang diminta oleh pasal 4 dan 5 PBI No. 7/4/PBI/2005 dimana Bank BTN telah mengalihkan aset keuangan kepada issuer-nya, KIK EBA BTN (PT. Dana Reksa dan Bank Mandiri) dan tidak memiliki hubungan afiliasi dengan issuer tersebut. Dalam proses sekuritisasi yang ia lakukan juga telah memenuhi kondisi jual putus serta dilengkapi dengan pendapat auditor independen dan pendapat hukum independen.

c. Bank BTN telah memenuhi persyaratan pasal 6 PBI No. 7/4/PBI/2005 dimana dalam hal pengalihan aset keuangan dalam rangka sekuritisasi aset tidak mengakibatkan rasio kewajiban penyediaan modal minimum Bank BTN menurun. Bank BTN telah melaporkan bahwa Rasio Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) mereka pada posisi 31 Desember 2011 berada di atas batas minimum yang dipersyaratkan Bank Indonesia, yaitu: Rasio KPMM untuk risiko kredit dan risiko pasar sebesar 17,06%. Sedangkan rasio KPMM untuk risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional sebesar 15,12%.. Selain itu pula, dalam hal ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dimana sepanjang periode laporan, tidak terjadi pelanggaran atau pelampauan BMPK, baik untuk pihak terkait maupun pihak tidak terkait dengan Bank BTN.

d. Bank BTN telah memenuhi persyaratan pasal 11 PBI No. 7/4/PBI/2005 dimana bank dapat menjadi servicer asalkan memenuhi persyaratan diperjanjikan pada awal aktivitas sekuritisasi aset dan didukung oleh sistem administrasi yang memadai. Persyaratan tersebut telah terpenuhi dimana dibuat Perjanjian Penyediaan Jasa No. 09/PKS/TRSD/2011 tanggal 21

(18)

Oktober 2011 yang dilakukan antara Bank BTN dengan Penerbit EBA yaitu PT. Dana Reksa sebagai Manajer Investasi dan Bank Mandiri sebagai Bank Kustodian sebelum EBA diterbitkan.

e. Bank BTN telah melaksanakan persyaratan yang diminta oleh pasal 18 PBI No. 7/4/PBI/2005 dimana berdasarkan penilaian kualitas surat berharga yang diatur dalam PBI No. 14/15/PBI/2012, kualitas EBA dalam sekuritisasi aset yang dilakukan oleh BTN memenuhi kualitas lancar dimana memiliki peringkat investasi kelas A: idAAA.

f. Bank BTN telah melaksanakan persyaratan yang diminta oleh pasal 19 PBI No. 7/4/PBI/2005 dimana Bank BTN telah melakukan pelaporan rencana pengalihan aset keuangan dan laporan pelaksanaan pengalihan aset keuangan secara tepat waktu kepada Bank Indonesia.

g. Bank BTN telah melaksanakan penerapan manajemen risikonya sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Kepada Semua Bank Umum No. 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Dalam Rangka Sekuritisasi.

D. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah diuraikan dalam hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan berkaitan dengan permasalahan yang dirumuskan dalam rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Pengaturan tentang prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum

(19)

2. Bank BTN telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses sekuritisasi aset yang dilakukannya jika dikaitkan dengan peraturan mengenai prinsip kehati-hatian dalam perbankan.

E. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka saran yang dapat diberikan adalah

a. Perlu pengawasan ketat dari otoritas yang berwenang

Teknik pembiayaan melalui sekuritisasi aset ini harus selalu diantisipasi untuk mencegah terjadinya krisis kredit macet di kemudian hari. Lembaga keuangan yang terlibat dalam sekuritisasi aset hendaknya selalu memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian menilik kegagalan perbankan dalam krisis tahun 1998 ditambah fenomena krisis kredit perumahan di Amerika (subprime

mortgage case). Terlihat disini perlunya ada keterlibatan otoritas

yang berwenang untuk mengawasi transaksi ini secara ketat tidak dapat ditolerir lagi.

b. Bank BTN dapat dijadikan acuan bagi bank lain untuk melaksanakan sekuritisasi aset

Bank BTN yang telah melaksanakan penerapan prinsip kehati-hatiannya pada sekuritisasi aset yang dilakukannya dapat menjadi acuan bagi bank-bank lainnya untuk melakukan sekuritisasi terhadap aset-asetnya sebagai salah satu bentuk mitigasi risiko yang aman, mudah, dan efisien.

c. Perlu adanya sosialisasi terhadap calon originator dan investor mengenai aktivitas sekuritisasi ini

Sekuritisasi hanya dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian suatu negara jika warga negaranya turut serta dalam proses tersebut. Dalam hal ini kita sebagai warga negara dapat aktif dan turut serta membangun perekonomian

(20)

bangsa dengan berperan sebagai investor. Disinilah pula peran Pemerintah untuk dapat mensosialisasikan produk hasil dari sekuritisasi ini kepada masyarakat secara massive. Pemerintah juga diharapkan dapat mensosialisasikan kegiatan ini kepada para calon-calon originator untuk dapat melakukan hal yang sama dengan Bank BTN.

d. Adanya undang-undang khusus yang mengatur mengenai aktivitas ini RUU Sekuritisasi yang sempat dibahas hendaknya juga dibicarakan kembali dan disahkan menjadi Undang-undang Sekuritisasi untuk membantu sosialisasi dan kepastian hukum mengenai sekuritisasi aset ini. Dengan demikian proses sekuritisasi aset ini akan dapat memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian secara makro.

F. Kepustakaan

I. Buku

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Cet ke-5. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Manurung, Adler Haymans dan Eko Surya Lesmana Nasution. Investasi Sekuritisasi Aset: Mudah Himpun Dana Triliyunan

Rupiah. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2007.

Widjaja, Gunawan dan E. Paramitha Sapardan. Seri Aspek Hukum dalam Pasar Modal: Asset Securitization (Pelaksanaan SMF di

Indonesia). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.

II. Jurnal

Widjaja, Gunawan. “Sekuritisasi Aset dalam Kegiatan Pasar Modal dan Dampak Kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat terhadap Pasar Sekuritas Global.” Jurnal Hukum Bisnis Vol 27 No. 23 (2008) : 12-13.

III.Peraturan Perundang-undangan

Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip

Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset. PBI No.7/4/2005, LN No.

(21)

. Surat Edaran Bank Indonesia Kepada Semua Bank Umum tentang Pedoman Penyusunan Standard Operating

Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Dalam Rangka

Sekuritisasi, SK Direktur BI No. 12/38/DPNP.

Indonesia. Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN

No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790.

. Undang-undang tentang Lalu Lintas Devisa dan Nilai

Tukar, UU No. No. 24 tahun 1999, LN No. 67 Tahun 1999, TLN

No. 3844.

. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank

Indonesia, UU No. 23 Tahun 1999, LN No. 66 Tahun 1999, TLN

No. 3843.

. Peraturan Presiden tentang Perusahaan Sekunder

Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005, LN No. 21 tahun 2005,

TLN NO. 4479. IV. Internet

“Bank-Bank Masih Enggan Sekuritisasi KPR.”

http://www.bisnis.com/articles/bank- bank-masih-enggan-sekuritisasi-kpr. Diunduh pada 15 September 2012.

“Bank Enggan Ikut Sekuritisasi Aset Lewat SMF.”

content/uploads/2012/PERBANKAN/Bank_Enggan_Ikut_Sekurit isasi_Aset_Lewat_ SMF.htm. Diunduh pada 12 September 2012.

“BI Akan Perketat Aturan Kehati-hatian Bank.”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol503/bi-akan-perketat-aturan- kehatihatian-bank. Diunduh pada 18 Oktober 2012. “CIMB Niaga Sekuritisasi Aset Kredit Perumahan Rp 1 Triliun.”

http://www.indonesiafinancetoday.com/read/16294/CIMB-Niaga-Sekuritisasi-Aset- Kredit-Perumahan-Rp-1-Triliun. Diunduh pada 12 September 2012.

“Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank.”

http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Ikhtisar+Perbankan/Pengatur an+dan+Pengawa san+Bank/Tujuan+dan+Kewenangan/. Diunduh pada 10 Oktober 2012.

(22)

V. Sumber Lainnya

Laporan Tahunan 2011 PT. Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. Prospektus Efek Beragun Aset DBTN 02 PT Bank Tabungan Negara, Tbk.

Wawancara Penulis dengan Ibu Hesti, Staff Bidang Treasury Division di Kantor Pusat Bank BTN, 12 November 2012.

Wawancara Penulis dengan Ibu Hesti dan Ibu Anita, Staff Bidang

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah, “Seorang yang mati syahid akan mendapatkan enam anugerah dari Allah: dosanya diampuni pada tetesan pertama dari darahnya;

Dari awal 2015, mereka telah menyetujui sebuah kebijakan untuk memperluas perang terhadap Islam ke Timur Tengah, bekerjasama dengan elite pemerintahan sekutu mereka di

KESIMPULAN DAN SARAN Ekstrak kulit buah jeruk manis dan kulit buah kelengkeng pada dosis 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB memiliki aktivitas menurunkan kadar glukosa

Kembaga Keuangan Bukan Bank, dan Otoritas Jasa Keuangan ”. Selanjutnya penulis sajikan daftar nilai hasil belajar berupa Ulangan Akhir Semester mata pelajaran

Availabi This syll the sylla this sylla. terials

FUNGSI DAN PERANAN SEKRETARIS DALAM MEMBANTU PIMPINAN PADA PT BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL (BTPN),TBK.. CABANG PUTRI

You need to answer all 40 questions on the Extended (Core and Supplement) syllabus content.. Each question will have four options to

Gambar 5: Petunjuk kursi untuk orang hamil, lansia, cacat dan orang cedera. Gambar 6 : Antrian di luar, untuk mau masuk restoran sekitar