• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik kewenangan Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam pengelolaan terminal Purabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik kewenangan Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam pengelolaan terminal Purabaya."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DALAM PENGELOLAAN

TERMINAL PURABAYA

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MUHAMMAD TOYYIB AMIRUDDIN

NIM:

E04212035

PROGRAM STUDI POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Politik Islam

Oleh:

MUHAMMAD TOYYIB AMIRUDDIN NIM:

E04212035

PROGRAM STUDI POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

KONFLIK KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA

DAN

PEMERINTAH

KABUPATEN

SIDOARJO

DALAM

PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA

Oleh:

Muhammad Toyyib AMIRUDDIN ABSTRAK

Skripsi ini mengkaji tentang konflik kewenangan pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam pengelolaan Terminal Purabaya. Dalam penelitian ini difokuskan untuk menjawab masalah utama, yakni: Bagaimana konflik terjadi dan dinamika kepentingan politik aktor untuk memperoleh perubahan prosentase bagi hasil Mou Kerjasama dan Penyelesian naskah perjanjian Kerjasama menggunakan proses negosiasi antar pemerintah daerah.

Pendekatan dalam penelitian ini yaitu deskriptif yang menggunakan analisis kualitatif. Sedangkan penetuan informan menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian mengambarkan bahwa konflik berawal dari keterlambatan pemerintah Kota Surabaya dalam membayar hasil seluruh pengelolaan dan manajemen kepada pemerintah Kabupaten Sidoarjo selama 3 tahun dari tahun 2015.

Adapun dinamika konflik politik antar aktor eksekutifberpusat pada kekuasaan dan kewenangan diantara kedua belah pihak yakni pemerintah Kota Surabaya dan pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Kewenangan pemerintah Kota Surabaya dalam mengelolan terminal Purabaya sesuai dengan Perwali Kota Surabaya No. 77 Tahun 2011 tentang Tugas dan Fungsi UPTD dan Perwali Kota Surabaya No. 42 Tahun 2011 tugas dinas dan fungsi Walikota Surabaya. Dari Kabupaten Sidoarjo kewenangan Pada Perda Kabupaten Sidoarjo No.3 Tahun 2011 tentang Retrebusi terminal. Yang mengguatkan Peraturan daerah terdapat di naskah perjanjian kerjasama pemerintah Kota Surabaya dan pemerinntah Kabupaten Sidoarjo tahun 1998.

(8)

Abstrak……….. III

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah ……….. 7

C. Tujuan Penelitian ……… 7

D. Manfaat Penelitian ……….. 8

E. Penelitian Terdahulu ……….. 9

F. Sistematika Pembahasan ………. 12

BAB 2 Kajian Teori A. Konsep Konflik politik….……… 14

B. Konsep Kewenangan…….……… 19

C. Konsep Kekuasaan……..……… 23

BAB 3 Metode Penelitian A. Jenis Penelitian……… 35

B. Lokasi Penelitian………..……… 35

C. Sumber Data……… 36

D. Teknik Pengumpulan Data….………. 38

E. Teknik Analisis Data………..………. 41

F. Teknik Keabsahan Data……..………. 43

BAB 4 Penyajian Data dan Pembahasan A. Gambaran Umum terminal Purabaya….……… 46

B. Penyajian Data Konflik Purabaya……….….. 51

(9)

XII BAB 5 Penutup

A. Kesimpulan ………. 82

B. Saran……...………. 83

Daftar Pustaka……..………. 84

Lampiran

Naskah PerjanjianKerjasama………

(10)

KONSEP ALUR KONFLIK POLITIK………. 18

POTENSI PENDAPATANTERMINAL……….. 50

PERBANDINGAN JUMLAH PENDAPATAN………... 51

STRUKTUR ORGANISASI TERMINAL……… 58

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pasca Reformasi, Kewenangan dan urusan-urusan yang berada didaerah

tidak lagi diatur oleh Pemerintah Pusat atau Negara. Dikarenakan setelah

Pasca Reformasi pada tahun 1998 banyak daerah mengurus sistem

kepemerintah daerahnya sendiri. Hal ini menyebabkan daerah sulit untuk

menerima baik Perkembangan dan pembangun daerahnya sendiri.

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendri urusan pemerintah dan kepentingan

masyrakatsetempat sesuai dengan peraturan-peraturan

Perundangan-undangan. Sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk

mengatur sendiri atau kewengan untuk membuat aturan guna mengurus

rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyrakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah.

Dan pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang No.32

Tahun 2014 mengatur dan pelaksaan Aset Negara didaerah Meliputi: Sektor

Pelayanan publik diberbgai bidang didaerah, Kesejahteraan masyrakat

didaerah Tersebut, Membuat Kebijakan Umum didaerah dan Membuat

Peraturan Perundang-undang Daerah, dan Mengelola hasil dan Pendapatan

(12)

Pelaksanaan otonomi daerah di beberapa daerah diindonesia menuai

konflik didaerah tersebut. Baik mulai perbedaan mengelola hasil dan

pendapat daerah, Kebijakan dan lain-lain. Hal ini tidak sesuai dengan

Undang-undang tentang pelaksanaan Otonomi Daerah.

Maka dari masalah otonomi daerah ini penulis/peneliti akan

melaksanakan penelitian yang berjudul KONFLIK KEWENANGAN

Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam

PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA.

Terminal Purabaya merupakan pengembangan dari Terminal Joyoboyo

yang kapasitasnya sudah tidak memadai serta berada dipusat kota yang tidak

memungkinkan dilakukan pengembangan. Pembangunan terminal Type A

Purabaya sudah direncanakan sejak tahun 1982 berdasarkan surat Persetujuan

Gubernur Jawa Timur namun baru dapat dilaksanakan pembangunan pada

1989 serta diresmikan pengoperasiannya oleh Menteri Perhubungan RI pada

tahun 19911.

Lokasi pembangunan terminal Purabaya berada di desa Bungurasih

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan luas ± 12 Ha2. Walaupun lokasi terminal Purabaya berada di Kabupaten Sidoarjo namun pengelolaan terminal

dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Kepemilikan tanah dari Terminal

Purabaya ini adalah Pemerintah Kota Surabaya, Tidak hanya Kepemilikan

Tanah saja pegawai Secara Keseluruhan dalam Terminal Purabaya adalah

milik Kota Surabaya.

1

Sejarah profil Terminal, diunggah senin, (18/10/2016),

https://purabayabusterminal.wordpress.com/profil/diunggah tanggal 11/11/ 2016.

2

(13)

3

3

Hal tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama (MOU) antara Pemerintah

Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah Kota Surabaya3.Sejarah terminal Purabaya ini sebelum berada didesa Bungurasih Kecamatan waru Kabupaten

Sidoarjo. Dulu pada tahun 1977 terminal Jayabaya dibagi dengan Dua Sistem.

Menurut Kepala Bagian Terminal Purabaya bahwa4:

“sebelum diabngunya terminal Purabaya ini dulu terminal Jayabaya adalah

terminal terbesar yang dimiliki oleh pemerintah Kota Surabaya. Dan letak terminal Jayabaya ini akses sangat mudah dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya semakin baik dalam pengelolaan adapun dulu terminal Jayabaya ini dibagi dua sistem yakni Armada yang termasuk Kawasan AKAP diletak di terminal Bratang yang saat ini masih baik dan beroperasi untuk terminal kekecamatan diSurabaya. Dan Kawasan AKDP masih tetap dioperasikan diJabaya. Dikarenakan kebijakan tersebut menyusahkan masyrakat KOta Surabaya, maka pemerintah Kota Surabaya inisiatif membuat terminal

besar yang menampung dua sistem ini”.

Untuk Pembagian hasil antara Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah

Kabupaten Sidoarjo dalam melakukan kerjasama pengelolaan pembagian

pendapatan Terminal Purabaya dari mulai awal di bangunnya Terminal pada

tahun 1988 hingga saat ini 2016. Seiring perjalanan waktu dalam kerjasama

tersebut menimbulkan ketidak sepahaman antara kedua daerah yaitu

Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. dalam

memperoleh bagi hasil pendapatan Terminal Purabaya. Dalam terdapat

kepentingan-kepentingan di dalamnya untuk memperoleh Kekuasaan dalam

pengelolaan Terminal Purabaya.

Sedangkan untuk langkah-langkah penyelesaian antara kedua belah pihak

adalah perubahan MoU pada tahun 1998 dan penyelesian Kerjasama Mou

3

Naskah Mou Kerjasama Terminal Purabaya, berdasarkan Pasal 2,4, 5, 6, dan 7.

(14)

Terminal Purabaya dikarenakan pengelolaan Terminal Purabaya dilakukan

oleh Kementerian Perhubungan dibantu oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan perjanjian yang dibuat pada awal pengoperasian Terminal

Purabaya, pembagian hasil pendapatan dijelaskan dalam pasal tersebut dan

diatur berdasarkan Perda Kabupaten Sidoarjo. Awal tahun berdirinya 20%

untuk Kota Surabaya dan 5% untuk Kabupaten setelah 10 Tahun setelahnya.

Kemudian, untuk 10 tahun berikutnya, Sidoarjo mendapat 30 persen dan

Surabaya 70 persen5.

Sebagai konsekuensi dari Penjelasan diatas mengenai Sejarah berdiri nya

Terminal Purabaya dan Pembagian hasil pendapatan sesuai dengan MOU

Kerja Sama Terminal Purabaya No. 30 Tahun 1991 dan No. 32 Tahun 1991.

Sejak tahun 2012 kemarin kita duduk bareng dengan pihak sidoarjo,

Sebenarnya pemkot Surabaya pernah membahas dengan tingkat Eksekutif

Siodarjo (Pemkab) sampai 6 kali pertemuan, dan disepakati Bruto 80 untuk

Surabaya, 20 untuk Sidoarjo. Tapi setelah hasil kesepakatan ini kembali ke

tingkat legislatif (DPRD) kesepakatanya kembali berubah. Tak selesainya

konflik bagi hasil terminal Purabaya, menunjukan jika kedua pihak berkonflik

sama-sama tak ada itikad baik menyelesaikannya.

Pihak yang berkonflik dalam hal ini adalah Pemkot Surabaya dan

Pemkab Sidoarjo. Dikarenakan pihak Pemkot Surabaya merasa Implementasi

dari kebijakan hubungan Kerjaasama dalam pengelolaan Terminal Purabaya

terkendala masalah pendapatan dan tata kelola keuangan di APBD milik

5

(15)

5

5

Surabaya. Akibat terkendala dari masalah pendapatan Pemkot Surabaya

merasa merugi disebabkan APBD Surabaya berkurang untuk menutupi biaya

pelayanan di Terminal Purabaya. Sedangkan Pemkab Sidoarjo inginkan

mengusulkan untuk Tarif Penumpang Masuk Terminal.

Kewenangan Pemkot Surabaya melakukan upaya lobbi dan Negosiasi

dengan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Walikota Surabaya, Wakil

Walikota dan DPRD Kota Surabaya.Dari fenomena dan fakta diatas maka

penulis mengutip wawancara Ibu Walikota Surabaya Ibu Tri Risma Harini

dan Beserta DRPD Surabaya tentang Konflik Kewenangan Terminal

Purabaya di berita Nasional Dinamika Politiknya adalah:

“Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan tidak akan melepaskan

kepemilikan Terminal Purabaya, Bungurasih, ke Pemkab Sidoarjo. Hal itu disampaikan untuk menepis keinginan Pemkab Sidoarjo yang berharap bisa mengelola terminal terbesar di Jawa Timur tersebut. Tanah dan infrastruktur terminal itu sudah masuk dalam daftar aset pemkot”.

“Menurut Risma, “sebenarnya pengoperasian Terminal Purabaya tidak

ditujukan untuk mendapat keuntungan. Sebab, terminal memang berfungsi sebagai tempat pelayanan publik. Karena itu, kepentingan umum lebih diutamakan daripada mencari keuntungan berlimpah untuk menyokong pendapatan daerah6.”

“Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya yang keberatan atas pengambilalihan terminal Tipe A dan telah menyampaikannya ke Kemenhub. Ajak Temui Pemerintah Pusat Sementara itu, Pemkot Surabaya akan berupaya pengelolaan Terminal Purabaya tidak diambil alih pemerintah pusat”.

“Menurut Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana penulis mengutip wawancara berita tersebut di mengungkapkan, agar Terminal Purabaya tak diambil alih pemerintah pusat, Walikota Surabaya Tri Rismaharini berniat bertemu dengan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Bahkan mengajak Bupati Saiful ke Jakarta, agar pengelolaan Terminal Purabaya tak ditarik Pusat, melainkan tetap

dalam kendali Pemkot Surabaya. “Bu Wali berniat bertemu Bupati Sidoarjo7”.

Menurut Wakil ketua Komisi A Adi Sutarwijono adalah “Sebenarnya

(16)

terminal Purabaya dengan Pemkab Sidoarjo belum terselesaikan, peluang itu menjadi berkurang.

Legislatif sudah berulang kali meminta Pemkot Surabaya untuk tangkas menyelesaikan konflik kerja sama Purabaya dengan Pemkab Sidoarjo. Desakan ini, lanjut Awi, karena legislatif sudah melihat kemungkinan pengambilalihan terminal tipe A itu oleh pemerintah pusat.

Awi menyatakan pengelolaan terminal tipe A oleh pemerintah daerah lebih masuk akal bila dibandingkan dikelola pemerintah pusat. Pengelolaan terminal, lanjutnya, sangat terkait dengan trayek angkutan, jalur lalu lintas, kondisi sosial dan ekonomi wilayah yang kesemuanya di bawah wewenang pemerintah daerah8.

Kewenangan Pemkab Sidoarjo melakukan penolakan dari upaya lobbi

dan Negosiasi dengan Pemkot SurabayaPeranan Bupati Sidoarjo Bapak Saiful

Illah dalam konflik Terminal Purabaya ini adalah:

“Melalui Bupati Sidoarjo dan DPRD Kabuapten Sidoarjo, Pemkab Sidoarjo menjelas kan bahwa melihat lahan milik Pemkab Sidoarjo seluas 6 hektar di sisi utara terminal.Lahan yang kini masih di kontrak pihak swasta ini, dinilai memiliki nilai ekonomis jika bisa dikelola sendiri oleh pihak Pemkab. Kita wacanakan lahan ini bisa buka untuk akses perekonomian. Karena saat ini masih dibatasi oleh pagar terminal, ke depan nanti kita harapkan bisa dimaksimalkan untuk tambahan PAD kita.

Ketua DPRD Sidoarjo Sulamul Hadi Nurmawan mengatakan, pada perjanjian kerja di 1991 lalu, telah ditetapkan bahwa bagi hasil dari bruto sebesar 80:20. Namun tiba – tiba Pemkot Surabaya menginginkan perubahan bagi hasil bruto sebesar 90:10, dengan alasan pengelolaan Terminal Purabaya dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Menurut Sulamul Hadi Nurmawan, terminal Purabaya termasuk tipe A yang seharusnya dikelola pemerintah pusat atau pemerintah provinsi9.

“Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menolak untuk bekerja sama kembali. Bahkan,

Saiful menuding Pemkot Surabaya yang dipimpin Walikota Tri Rismaharini ini tidak transparan dalam pengelolaan terminal tipe A tersebut. Sebelumnya, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menegaskan sangat siap bila diberi mandat untuk mengelola terminal tersebut. Dia memandang, memang lebih tepat pengelolaan diserahkan ke wilayah tempat terminal itu berdiri.” Bupati Saiful ke Jakarta,

agar pengelolaan Terminal Purabaya tak ditarik Pusat, melainkan tetap dalam

kendali Pemkot Surabaya. “Bu Wali berniat bertemu Bupati Sidoarjo10.

(17)

7

7

Selain itu, kurangnya peran dari para pemangku kepentingan lainnya

untuk turut serta berkontribusi dalam melakukan optimalisasi menjadikan

permasalahan tersendiri yang mengakibatkan kurang optimalnya hasil

serta pengelolahan nantinya11.

Dari Penjelasan diatas menunjukan bagaimana konflik Kewenangan

dan Pengelolaan Terminal Purabaya yang semakin tambah tidak tertata

lagi dan perkembangan isu-isu mulai dari diambil oleh pusat dan PNS

didalamnya siap jika dikelola Pusat. Dinamika politik actor eksekutif

antar Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dengan tujuan memperoleh

kewenanngan namun kewenangan tersebut akhirnya diambil olhe

Pemerintah Pusat sebagai pemilik lahan kewennangan tersebut. Oleh

karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih jauh

mengenai Konflik pengelolaan Terminal Purabaya Antara Pemkot

Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dan penulis tidak melakukan PLAGIAT

namun penulis hanya mengembangkan dari skripsi-skripsi sebelumnya

yang ada di telaah pustaka semakin bertambahnya tahun semakin

tambahnya problem pelayanan publik.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada setiap pelaksanaan penelitian pada dasarnya dimulai dari sesuatu

yang dianggap sebagai permasalahan yang perlu dicari jawabannya. Berawal

dari latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka untuk lebih

11

(18)

memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah

tersebut disusun kedalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana permasalahan dan penyelesain Konflik Terminal

Purabaya antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo

2. Bagaimana dinamika politik actor eksekutif antara Pemkot

Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dan apa ada yang di penting dari

salah satu pihak tersebut

C. TUJUAN PENELETIAN

Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka peneliti mempuyai

tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari

penelitian ini agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar

dari adanya interpretasi dan meluasya masalah dalam memahami isi

penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memperjelas bagaiamana peranan Actor Eksekutif

dalam mengelola Terminal Purabaya.

2. Untuk memperjelas proses terjadinya konflik dua daerah

yang merebutkan terminal Purabaya yang dikelola oleh

Dinas Perhubungan Kota Surabaya beradasarkan Regulasi

pemerintah dan Bagaimana Peran Pemerintah pusat dalam

hal ini sebagai pelaksanakan terhadap daerah yang

(19)

9

9

D. MANFAAT PENELITIAN

Berhubungan dengan tujuan penelitian di atas maka peneliti dapat

paparkan bahwa manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Dari segi teoritis penelitian ini merupakan kegiatan dalam

rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya wacana

politik. Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu

memberi sumbangan kepada UIN Sunan Ampel Surabaya

khususya kepada mahasiswa/mahasiswi maupun dosen dan

perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan

sebagai kontribusi intelektual.

2. Manfaat Praktis

Sebagai tambahan referensi bagi peneliti lain yang

akan melakukan penelitian yang terkait dengan KONFLIK

PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA ANTARA

(20)

E. TELAAH PUSTAKA

A. Konflik Kepentingan Politik dalam Proses Negosiasi Hubungan

Kerjasama “Study kasus tentang pembagian hasil pengelolaan Terminal Purabaya antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo”Oleh: Permata , Ratih Sulanjari Diskha.

Skripsi diatas dengan Judul Proposal penulis berbeda dengan

skripsi diatas karena tempat sama namun hanya permasalahan yang

diangkat beda dikarenakan permasalhan dibahas terkait dengan

Peroleh Kewenangan sedangkan penulis peroleh kekuasaan dalam

hal pengelolaan terminal. Memiliki keputusan atau kebijakan publik

yang berbeda dari pustaka tersebut dulu Terminal Purabaya hanya

sampai naik berapa persen sekarang bukan hanya hasil Retrebusi

atau kewengan melainkan adanya pihak ketiga dalam proses konflik

tersebut membuat sebuah isu yakni Pengelolaan Terminal Purabaya

akan diambil Oleh Pemerintah Pusat Yakni Menteri Perhubungan.

Namun Fokus Judul Skripsi saya terletak pada Kewenangan Kedua

Pemerintah Daerah tingkat dua ini dengan aktor baik di ranah

Eksekutif, Legislatif.

Namun dari permasalahan yang diajukan oleh sebelumnya

menggakat terkait dengan sebuah kebijakan perubahan Mou

kerjasama Terminal bukan penyelesian kerjasama terminal

dikarenakan adanya peralihan kewenangan pengelolaan terminal oleh

(21)

11

11

konflik diantara kedua daerah hanya perbedaan persepsi dalam

penyelesian dan pelepasan kepentingan politik untuk kemaslahtan

bersama dan memberikan keputusan sesuai dengan Rapat kedua

pemerintahan daerah tingkat II.

B. KINERJA BIROKRASI DALAM PENGELOLAAN TERMINAL DAN

JASA TRANSPORTASI KOTA DEPOKOleh: Hendra Kurniawan.

Terminal Depok diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Jawa Barat pada tahun 1992. Luas areal sekitar + 31.500 m². Pada tahun

2002-2004, terminal Depok ini pernah dikelola oleh perusahaan swasta

yaitu oleh CV Bakti Perwira Utama. Ketika tahun 2005 sudah diambil

alih oleh Dinas LLAJ dan sebagai unit pelaksananya adalah Seksi

Terminal dengan seluruh stafnya. Tugas pokok Dinas LLAJ adalah

pengaturan, tertib lalu lintas di terminal. Selain itu juga sebagai unit

penghasil atau pendapatan. Di samping mengelola terminal, Dinas LLAJ

bertugas pula membuat kenyamanan, ketertiban di lingkungan terminal.

Fasilitas utama terminal terdiri dari : (1) Jalur pemberangkatan

kendaraan umum; (2) Jalur kedatangan kendaraan umum; (3) Tempat

parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan termasuk

didalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; (4)

Bangunan kantor terminal; (5) Tempat tunggu penumpang dan atau

pengantar; (6) Menara pengawas (7) Loket penjualan karcis; (8)

Rambu-rambu dan papan informasi yang sekarang kurang memuat info

(22)

Pelataran parkir kendaraan pengantar atau taksi.

Gambaran penelitian terdahulu diatas yang peneliti ambil adalah

kinerja UPTD terminal. Dulu terminal ini adalah milik swasta, sekarang

sudah milik daerah tingkat II. Dan kepemilikan ini disah oleh pemerintah

pusat. Yang membedakan Judul peneliti dengan Penelitian ini adalah inti

masalah judul yang diangkat dan tempat yang diangkat. Namun tema

yang diangkat sama tentang pengelolaan terminal angkutan umum darat.

C. PERAN UNIT PENGELOLAAN TERMINAL ANGKUTAN JAlan

PROVINSI DKI JAKARTA DALAM MERELOKASI PEDAGANG KAKI

LIMA DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR. Oleh:

Sahril Sidik.

Banyaknya individu atau masyarakat yang terjun ke dunia kerja

informal disebabkan pemerintah belum bisa menyediakan lapangan

pekerjaan formal yang banyak untuk masyarakat, seta adanya mekanisasi

di sektor modern (industri). sehingga membatasi dalam menyerap para

pekerja. Dengan adanya permasalahan ini perlu bagi pemerintah

membuat kebijakan relokasi kepada pedagang kaki lima untuk

mendapatkan tempat yang layak dan aman dalam melakukan aktifitasnya.

Secara garis besar penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Unit

Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta dalam

merelokasi pedagang kaki lima di terminal Kampung Rambutan Jakarta

(23)

13

13

penelitian ini ingin mengetahui gambaran mengenai peran

pemerintah dalam menjalankan program relokasi terhadap pedagang kaki

lima diterminal Kampung RambutanJakarta Timur.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, relokasi yang dilakukan

oleh Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta yaitu

mengalokasikan para pedagang kaki lima yang melakukan kegiatan

usahanya secara liar di lingkungan terminal ke tempat fasilitas penunjang

terminal yang letak bangunannya terdapat di jalur keluar terminal

Kampung Rambutan Jakarta Timur.

Selain itu, terdapat kebijakan sementara yang diberikan kepada

pedagang kaki lima yang tidak memiliki tempat (tidak resmi atau liar)

oleh pihak terminal, yaitu jam operasional, lokasi usaha, membayar

retribusi untuk kebersihan, dan konsekuensi atau tindakan

represif.Gambaran dari abstrak penelitian terdahulu nomer 3. merupakan

bahwa masalah utama ini adalah relokasi pedagang kaki lima yang

berada sekitar terminal tersebut.

Terbilang menganggu aktifitas dari program terminal. Sedangkan

lokasi penelitian penelitian terdahulu dengan peneliti sangat berbeda

karena dua kota khsus ini memiliki jumlah masyrakat banyak dan disebut

dengan jantungya Kota bisnisnya Indonesia. Sedangkan tema

permaslahan tentang pengelolaan terminal.

(24)

Agar lebih sistematis dan memudahkan untuk memahami hasil penelitian

ini, maka penulis perlu mendiskripsikan muatan yang terkandung dalam

penelitian ini yaitu:

Bab I: Yaitu pendahuluan, pada bab ini terdiri atas enam sub bab

antar lain: latar belakang masalah, Batasan Penelitian atau Identifikasi

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika pembahasan.

Bab II: Yaitu kajian pembahasan,pada bab ini terdiri dari tiga sub

bab, sub bab pertama yaitu pembahasan kajian Konseptual dalam kajian

konsep penelitia membahas 3 konsep yakni(Konsep kebijakan publik

namun yang dipakai adalah Implementasi kebijakan dan analisis

kebijakan, konsep Konflik politik, Konsep Kewenangan), sub bab kedua

Kajian Teoritik dan sub bab ketiga yakni hasil penelitian yang relevan.

Bab III : Yaitu metode penelitian pada bab ini terdiri dari enam sub

bab yaitu pendekatan dan jenis penelitian, lokasi Penelitian, Instrumen

Penelitian, Sumber data dan tahap – tahap penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik keabsahan data.

Bab IV : Yaitu Hasil penelitian dan Pembehasan, terdiri dari dua

Subab adalah subab pertama tentang gambaran umum Uptd Terminal

Purabaya dan Mou Kerjasama. Dan Subab kedua tentang Pembahasan.

Bab V : Yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan yang ditutup

dengan saran.

(25)

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam Kajian Pustaka yang saya ambil adalah kajian Konseptual Konflik Politik

dengan konsep Kebijakan publik, konsep Kewenangan

A. Konsep Konflik Politik

Konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam

masyarakat.Fenomena konflik tersebut mendapat perhatian bagi manusia,

sehingga muncul penelitian-penelitan yang menciptakan dan

mengembangkan berbagai pandangan tentang konflik1.Pengertian konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika keduanya

menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya hambatan dari

kedua pihak2.

Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan

seperti kerusuhan, kudeta, terorisme,danrefolusi. Konflik mengandung

pengertian “benturan” seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antar individu dan individu, kelompok dan kelompok, antara

individu dan kelompok atau pemerintah3.

Jadi konflik politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan pendapat,

persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah individu, kelompok ataupun

oraganisasi dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber

1

Dr. Wirawan. MSL, Sp.A., M.M., M.Si., 2010, konflik dan Manajemen konflik, jakarta, Salemba Humanika., Hlm. 1-2.

2

Rumlan Surbakti,memahami ilmu politik,jakarta, PT gramedia widiasararna indonesia,1992,hal149

3

(26)

dari keputusan yang dibuat yang dilaksanankan oleh pemerintah. Yang

dimaksud dengan pemerintah meliputi lembaga legislatif, yudikatif dan

eksekutif.

Sebaliknya secara sempit konflik politik dapat dirumuskan sebagai

kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk menentang

kebijakan umum dan pelaksanaannya,juga prilaku penguasa, beserta segenap

aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-hubungan diantara

partisipan politik4.

1. Penyebab Konflik Politik

Pada dasarnya konflik politik disebabkan oleh dua hal. Konflik

politik itu mencakup kemajemukan horizontal dan kemajemukan vertical.

Yang dimaksud dengan kemajemukan horizontal ialah struktur

masyarakat yang majemuk secara cultural, seperti suku bangsa, daerah,

agama, dan ras. Kemajemukan horizontal social dapat menimbulkan

konflik sebab masing-masing kelompok yang berdasarkan pekerjaan dan

profesi serta tempat tinggal tersebut memiliki kepentingan berbeda

bahkan saling bertentangan.

Kemajemukan vertical ialah struktur masyarakat yang berlawanan

menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan.

Kemajemukan vertical dapat menimbulkan konflik sebab sebagian besar

masyarakat tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit kekayaan,

pengetahuan, dan kekuasaan akan memiliki kepentingan yang

4

(27)

17

17

bertentangan dengan kelompok kecil masyarakat yang mendominasi. Jadi,

kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan merupakan penyebab utama

tmbulnya suatu konflik politk.

Dengan kata lain, perbedaan kepentingan karena kemajemukan

vertical dan horizontal merupakan kondisi yang harus ada bagi timbulnya

konflik, tetapi perbedaan kepentingan itu bukan kondisi yang memadai

untuk menimbulkan konflik5.

2. Tujuan Konflik Politik

Adapun tujuan konflik sebagai beriku6t:

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memiliki tujuan yang

sama, yakni sama-sama berupaya mendapatkan kekuasaan, kekayaan,

kesempatan, dan kehormatan.

2. Disatu pihakhendak mendapatkan, sedangkan di pihak lain

berupaya keras mempertahankan apa yang dimiliki.

3. Konflik dan Proses Politik

Konflik merupakaan gejala serba hadir dalam kehidupan manusia

bermasyarakat dan bernegara. sementara itu, salah satu dimensi penting

proses politik ialah penyelesaian konflik yang melibatkan pemerintah.

Proses dalam ”penyelesaian” konflik politik yang tak bersifat kekerasan

dibagi menjadi 3 tahap, meliputi7:

1. Tahap politisasi dan atau koalisi

2. Tahap pembuatan keputusan

5

Denny,membaca isu-isu politik,(Yogyakarta, LKIS, 2006), hal 17

6

Ibid Ramlan Surbakti, Hlm. 198-199. 7

(28)

3. Tahap pelaksaan dan integras

B. Konsep Kebijakan

a. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan merupakan terjemahan dari katapolicyyang berasal dari

bahasa Inggris. Katapolicydiartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau

pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu

pemerintahan, partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai

pernyataan-pernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis.

Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah

mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan

pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan

lain-lain8.

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik

dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu

aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku

mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai

dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan

masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.

Istilah “kebijakan atau policy” biasanya digunakan untuk menunjuk

perilaku seseorang atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu (misalnya:

pejabat, suatu kelompok, lembaga pemerintah).

8

(29)

19

19

Kebijakan Publik adalah segala tindakan yang dibuat dan dilaksanakan

oleh Pemerintah yang dampaknya menjagkau atau dirasakan oleh seluruh

lapisan masyrakat. Kebijakan publik suatu usulan arah tindakan atau

kebijakan yang diajukan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah guna

mengatasi hambatan atau untuk memanfaatkan kesempatan pada suatu

lingkungan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan

suatu sasaran9.

Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai

kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.

Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya

secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan

bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi

kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para

pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi

suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi

Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah

maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.

Kebijakan publik menurut Sulaiman Bahwa :

“Sebagai suatu proses yang mengandung berbagai pola aktivitas tertentu

dan merupakan seperangkat keputusan yang bersangkutan dengan tindakan untuk mencapai tujuan dalam beberapa cara yang khusus. Dengan demikian, maka konsep kebijakan publik berhubungan dengan tujuan dengan pola

aktivitas pemerintahan mengenai sejumlah masalah serta mengandung tujuan”.

Kebijakan tersebut akhirnya disebut juga dengan kebijakan

9

(30)

pemerintah atau negara seperti yang didefinisikan oleh suradinata

Sebagai berikut :

“Kebijakan negara/pemerintah adalah kebijakan yang dikembangkan

oleh badan-badan atau lembaga dan pejabat pemerintah. kebijakan negara dalam pelaksanaannya meliputi beberapa aspek, berpedoman pada ketentuan yang berlaku, berorientasi pada kepentingan umum dan masa

depan, serta strategi pemecahan masalah yang terbaik”.

Sementara itu pakar kebijakan publik Thomas R. Dye.

mendefinisikan bahwa kebijakan publik Bahwa:

“Segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam

menetapkan suatu kebijakan”.

Arena dalam Kebijakan adalah Formulasi, Implementasi Kebijakan

dan Evaluasi Kebijakan. Formulasi adalah arena dimana berbagai

kepentingan yang ada dalam masyrakat ‘dikompetisikan untuk

ditemukan rumusan terbaik yang dapat diterima oleh mayoritas

masyrakat10. Dalam formulasi ada 3 tahapan yaitu11: A. Penyusunan agenda

B. Legistimasi

C. Pernyataan kebijakan.

Implementasi kebijakan adalah rangkian tindakan kongkret untuk

mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Evaluasi adalah performa dari

pelaksana dinilai, apakah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,

10

Ibid, Fatahulah, Hlm 303. 11

(31)

21

21

memenuhi kriteria yang ditentukan, serta dilakukan tepat waktu.

Pada dasarnya rumusan kebijakan memang harus bersifat obyektif

baik sebagai dasar analisisnya maupun kondisi kebutuhan masyarakat

atau obyek yang akan terkena dampak dari kebijakan yang akan diambil

serta dapat memudahkan penentuan kebijakan untuk mengadakan revisi

atau perbaikan, jika ternyata pelaksanaannya tidak sesuai dengan harapan

obyektif tadi.

C. Konsep Kewenangan

Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan sering ditemukan istilah

kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk

hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain

yang diperintah” (the rule and the ruled)12. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di

samping unsur-unsur lainnya, yaitu: hukum, kewenangan (wewenang),

keadilan, kejujuran, kebijakbestarian, dan kebijakan13. Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan (legitimate power).

Sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila

kekuasaan politik dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan

sumber-sumber untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan

keputusan plitik maka, kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan

melaksanakan keputusan politik.

12

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), Hlm. 35-36

13

(32)

Orang yang mempunyai kekuasaan politik belum tentu memiliki hak

moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik, sedangkan orang

yang memiliki kewenangan politik berarti memiliki hak moral. Prinsip moral

kewenangan: menentukan siapa yang berhak memerintah dan mengatur cara

dan prosedur melaksanakan wewenang.

Prinsip moral dapat berwujud hukum yang tertulis dan dapat pila

berwujud tradisi atau hukum yang tidak tertulis. Nilai dan norma yang hidup

dan berkembang dalam masyarakat akan mempengaruhi pelaksanaan

kewenangan politik. Wewenang adalah kekuasaan yang terdapat pada

seseorang karena mendapat pengakuan atau dukungan dari

masyarakat. Kewenangan menimbulkan hak-hak tertentu pada penguasa yang

memungkinkan ia melakukan suatu kebijakan.

Sifat dari kewenangan adalahtop-down, dari penguasa ke rakyat.

Wewenang timbul, karena dukungan dari rakyat tersebut memberikan

semacam hak bagi penguasa untuk melakukan kebijakan berkaitan dengan

tugasnya. Hubungan timbal-balik tersebut timbul karena adanya suatu

kesepahaman antara yang memimpin dan dipimpin. Kekuasaan dalam arti

kewenangan diartikan bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifat-sifat yang

sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar masyarakatnya.

Kewenangan ini tidak sama pada setiap pemegang kekuasaan14.

a. Sumber Kewenangan

14

(33)

23

23

Sumber kewengan untuk memerintah diuraikan sebagai berikut:

a) Hak memerintah berasal dari tradisi. Artinya, kepercayaan yang telah

berakar dipelihara secara terus menerus oleh masyarakat.

b) Hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu. Atas dasar

itu, hak memerintah dianggap bersifat sakral.

c) Hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik

penampilannya yang agung dan diri pribadinya yang

populer maupun karena kharisma.

d) Hak memerintah masyarakat berasal dari peraturan

perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat

menjadi pemimpin pemerintahan.

e) Hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental

seperti keahlian dan kekayaan.

Kelima sumber kewenangan itu disimpulkan menjadi dua tipe

kewenangan utama, yaitu kewenangan yang bersifat prosedural dan

substansi, Kewenangan yang bersifat prosedural ialah hak memerintah

berdasarkan peraturan perundang- undangannya yang bersifat tertulis

maupun tak tertulis, Kewenangan yang bersifat substansi ialah hak

memerintah berdasarkan faktor yang melekat pada diri pemimpin seperti

tradisi, sakral, kualitas pribadi dan instrumental.

(34)

struktur dan spesialisasi peranan, dan hubungan impersonal yang sudah

meluas sehingga masyarakat ini memerlukan pengaturan-pengaturan

yang bersifat tertulis dan rasional, Sebaliknya masyarakat yang

stukturnya masih sederhana cenderung menggunakan tipe kewenangan

substansial karena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi,

kepercayaan pada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada tokoh

pemimpin.

b. Peralihan Kewenangan

Menurut Paul Conn dalam buku Ramlan Surbkati yang berjudul

memahami dasar-dasar Ilmu politik, secara umum terdapat tiga cara

peralihan kewenangan, yakni secara turun temurun, pemilihan dan

paksaan sebagai Berikut:

1) Secara turun temurun ialah jabatan dan kewenangan dialihkan

pada keturunan atau keluarga pemegang jabatan terdahulu.

2) Peralihan dengan pemilihan dapat dilakukan secara langsung

melalui badan perwakilan rakyat, Hal ini dipraktekan dalam

sistem politik demokrasi.

3) peralihan kewenangan secara paksaan ialah jabatan dan

kewenangan terpaksa dialihkan kepada orang atau kelompok

lain tidak menurut prosedur yang telah disepakati, melainkan

dengan menggunakan kekerasan seperti revolusi dan kudeta, dan

ancaman kekerasan (paksaan tak berdarah).

(35)

25

25

Pada umumnya sikap terhadap kewenangan dikelompokkan dalam

sikap menerima, mempertanyakan (skeptis ), dan kombinasi keduanya.

Pertama sikap masyarakat Amerika Serikat terhadap kewenangan

prosedural merupakan perpaduan antara sikap legalistik dan skeptis atas

hukum yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Masyarakat

yang semacam ini menganggap hukum bukan hal yang sakral.

Kedua, sikap masyarakat Inggris atas kewenangan prosedural tidak

sekental sikap masyarakat Amerika karena Inggris tidak memiliki

konstitusi. Hal ini tidak berarti seseorang yang memiliki kewenangan

dapat dengan semaunya menggunakan kewenangan untuk kepentingan

pribadi atau golongan.

C. Konsep Kekuasaan

Kekuasaan (power) dan politik merupakan dua konsep yang salaing

komplementer. Kedua konsep ini tidak pernah bisa dipisahkan antara satu

dengan yang lainnya. Ibarat istilah ada gula ada semut, begitulah konsep

keuasaan dan politik saling melengkapi satu sama lain. Tidak akan ada proses

politik ketika didalamnya tidak melibatkan kekuasaan. Sebaliknya tidak akan

ada ada kekuasaan jika tidak melibatkan politik didalamnya.

Jadi tidak berlebihan kalau sebagian orang mengakatakan bahwa ketika

kita berbicara mengenai politik, maka kita sesungngguhnya sedang

membicarakan kekuasaan, begitu pula sebaliknya.

(36)

“Kekuasaan adalah kemampuan sesorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku sesorang atau sekelompok orang lain sehingga tingkah lakunya menjadi sesuai dengan keinginan/tujuan seseorang/kelompok orang yang mempunyai kekuasaan tersebut15 . Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau Negara16”.

Robert A. Dahl juga menekankan “kekuassan sebagai sebuah pengaruh

(Influence). Dahl mengungkapkan bahwa konsep kekuasaan merujuk kepada

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain”. Pengertian

kekuasaan yang agak berbeda dikemukakan oleh Ramlan Surbakti17:

“kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku piha lain, sehingga fihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak yang memberi pengaruh . Meskipun masih menekankan pada pengaruh, Ramlan menambahkan sumber-sumber pengaruh didalam defenisinya untuk memberi gambaran lebih lengkap mengenai konsep kekuasaan. Jadi bisa dipastikan bahwa seseorang berkuasa karena dia memiliki sumber-sumber pengaruh dan mampu memanfaatkan atau mengelola sumber-sumber tersebut untuk

mempengaruhi orang lain”.

Harold D. Laswell (1984 : 9) berpendapat bahwa kekuasaan secara

umum berarti ‘’kemampuan pelaku untuk memengaruhi tingkah laku pelaku

lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai

dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan18’’.

Kekuasaan Politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan

15

Prof. Miriam Budiahrjo, Cetakan Keempat, 2008, Dasar-Dasar Ilmu politik, jakarta, Penerbit Gramedia pustaka Utama. Hal. 59-60.

16

Miriam Budiardjo,Op.Cit, hlm. 35

17

Ibid. Ramlan Hlm. 18

(37)

27

27

umum (pemerintah) baik terbentuknya mapun akibat-akibatnya sesuai dengan

tujuan-tujuan penegang kekuasaan sendiri. Kekuasaan politik merupakan

bagian kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan kepada pengendalian

negara terhadap tingkah laku sosial masyarakat, ketaatan masyarakat, dan

mempengaruhi aktivitas negara di bidang administratif, legislatif, dan

yudikatif.

a. Dimensi Kekuasaan

Beberapa defenisi tentang kekuasaan yang dikemukakan diatas,

setidaknya telah membantu kita dalam memahami konsep kekuasaan,

meskipun tidak bisa dipungkiri pula bahwa interpretasi tiap orang tentang

kekuassan mungkin berbeda antara yang satu dengan lainnya.

Selanjutnya untuk lebih memahami konsep kekuasaan dalam ilmu

politik secara lebih komprehensif, berikut ini dikemukakan beberapa

dimensi kekuasaan antara lain19; 1. Potensial - Aktual.

Seseorang dikatakan memiliki kekuasaan potensial apabila

dia memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti, kekayaan,

senjata, status sosial yang tiggi, popularitas, pengetahuan dan

informasi, massa yang terorganisi, serta jabatan.

2. Konsensus–Paksaan

Aspek konsensus dari kekuasaan adalah ketika kekuasaan

dijadikan alat untuk mencapai tujuan dari masyarakat secara

19

(38)

keseluruhan. Sedangkan aspek Paksaan dari kekuasaan adalah

sekelompok kecil orang menggunakan kekuassan sebagai alat

untuk mencapai tujuan tanpa menghiraukan masyarakat secara

keseluruhan dan dengan menggunakan kekrasan baik secara

fisik maupun secara psikis.

3. Positif–negatif

Aspek ini melihat kekuasaan dari tujuannya. Dikatakan

kekuasaan positf jika kekuasaan digunakan untuk mencapai

tujuan yang dipandang penting dan diharuskan. Sebaliknya

dikatakan kekuasaan negatif apabila kekuasaan digunakan untuk

menghalangi orangpihak lain mencapai tujuannya yang tidak

hanya diandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihak yang

berkuasa.

4. Jabatan–pribadi.

Aspek ini lebih melihat kekuasaan pada pihak yang

memgang kekuasaan. Kekuasaan jabatan dimaksudkan apa bila

seseorang memiliki kekuasaan karena jabatan yang didudukinya

tanpa memperhatikan kualitas pribadi dari oroang tersebut.

Sedangkan kekuasaan pribadi dimaksudkan apabila sesorang

memiliki kekuasaan karena kulitas pribadi (kharisma, kekayaan

kecerdasan, status sosial yang tinggi, dsb) yang dimilikinya.

(39)

29

29

Kekuasaan Implisit adalah pengruh yang tidak dapat dilihat

tatapi dapat dirasakan, sedangkan kekuasaan eksplisit adalah

pengaruh yang secara jelas dilihat dan dirasakan.

6. Langsung–tidak langsung.

Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber

untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik

dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melalui

perantara. Sedangkan kekuasaan tidak langsung adalah

penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi pembuat d an

peaksana keputusan politik memalui perantara pihak lain yang

dianggap memliki pengaruh yang lebih besar.

b. Sumber Kekuasaan

Ada beberapa cara yang perlu ditempuh untuk mendapatkan

kekuasaan yaitu20:

A. Legistimate power: perolehan kekuasaan melalui pengakatan.

B. Leorsive power : perolehan kekuasaan melalui

kekerasaan.

C. Expert power : perolehan kekuasaan melalui

keahlian seseorang.

D. Reward power : perolehan kekuasaan melalui suatu

pemberian atau karena berbagai pemberian.

E. Reverent power : perolehan kekuasaan melalui daya

20

(40)

tarik seseorang.

F. Information power : perolehan kekuasaan akibat terjadinya

imperialisme komunikasi sebab adanya monopoli informasi maka

terjadi pembedaan terhadap perilaku kepribadiannya dan diakui oleh

masyrakat atas pembelaanya.

G. Connection power : perolehan kekuasaan karena adanya

hubungan yang luas.

c. Pembagian Kekuasaan

Pembagian Kekuasan yang digunakan peneliti adalah Teori

Pembagian kekuasaan milik John Locke dan Teori Pembagian

Kekuasaan Menurut Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang

kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep

dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada

satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di

lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan

kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan

Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang;

Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan

Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi

jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, men

ginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan

(41)

31

31

undang-undang.

Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke

John Locke, dalam bukunya yang berjudul “Two Treaties of

Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi

dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda.

Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada

pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam

kekuasaan,yaitu:

1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)

2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)

3. Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik

dengan negara-negara lain).

Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian

kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan

kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.

Konsep Trias Politica Montesquieu

Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis

mengemukakan teorinya yang disebut trias politica. Dalam bukunya yang

berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang

agak berbeda dari pendapat John Locke.

Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu

(42)

a) Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).

b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).

c) Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas

undang-undang).

Konsep yang dikemukakan oleh John Locke dengan konsep yang

dikemukakan oleh Montesquieu pada dasarnya memiliki perbedaan,

yaitu:

a) Menurut John Locke kekuasaan eksekutif merupakan

kekuasaan yang mencakup kekuasaan yuikatif karena mengadili itu

berarti melaksanakan undang-undang, sedangkan kekuasaan federatif

(hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri.

b) Menurut Montesquieu kekuasaan eksekutif mencakup

kekuasaan ferderatif karena melakukan hubungan luar negeri itu

termasuk kekuasaan eksekutif, sedangkan kekuasaan yudikatif harus

merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan terpisah dari eksekutif.

c) Pada kenyataannya ternyata, sejarah menunjukkan bahwa cara

pembagian kekuasaan yang dikemukakan Montesquieu yang lebih

diterima. Kekuasaan ferderatif diberbagai negara sekarang ini

dilakukan oleh eksekutif melalui Departemen Luar Negerinya

masing-masing.

Mengenai pembagian kekuasaan seperti yang dikemukakan

Montesquieu, yang membagi kekuasaan itu menjadi tiga kekuasaan, yaitu:

(43)

33

33

mengenai cabang-cabang dari kekuasaan-kekuasaan itu. Cabang

kekuasaan legislatif terdiri dari:

a. Fungsi Pengaturan (Legislasi).

b. Fungsi Pengawasan (Control).

c. Fungsi Perwakilan (Representasi).

Kekuasaan Eksekutif juga mempunyai cabang kekuasaan yang

meliputi :

a. Sistem Pemerintahan.

b. Kementerian Negara.

d. Legitimasi kekuasaan

Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: "kekuasaan"

didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk

melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan", akan tetapi "kewenangan"

ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk

melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki

kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa

sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada

aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya

dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat

memilikikewenanganuntuk memerintahkan sebuah hukuman mati.

Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan

subjek penelitian dalam berbagai empiris pengaturaneluarga

(44)

kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara,

industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan

masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang

paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau

organisasi (kewenangan politik)21.

e. Cara mempertahankan kekuasaan

Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang, sekelompok orang atau

suatu negara terhadap pihak lain, dapat membuat penguasa tersebut

berupaya untuk mencapai apa yang menjadi keinginan dan tujuannya.

Cara untuk mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dengan cara

damai, antara lain dengan demokrasi dan mencari dukungan pihak lain,

atau dengan kekerasan, antara lain dengan penindasan dan memerangi

pihak yang menentang kekuasaannya.

Dalam masyarakat yang tidak demokratis atau masyarakat yang

dipimpin oleh seorang yang diktator, penguasa mempertahankan

kekuasaannya dengan paksaan. Di dalam masyarakat yang tidak

demokratis, ada kecenderungan penguasa untuk masuk terlalu jauh dalam

mengatur kehidupan dan kepercayaan serta pribadi warganya sesuai

dengan keinginan penguasa. Dengan paksaan, warga ditujukan untuk

patuh pada penguasa. Diantara banyak bentuk kekuasaan, kekuasaan

politik merupakan hal yang paling penting untuk dipertahankan, karena

dengan kekuasaan politik, penguasa dapat memengaruhi kebijakan umum

21

(45)

35

35

(pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan

tujuan-tujuan pemegang kekuasaan.

Kekuasaan politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk mendapat

ketaatan warga masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang

lain dengan tujuan untuk memengaruhi tindakan dan aktivitas penguasa

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian yang peneliti lakukan Menggunakan pendekatan kualitatif yang

dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara

mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas.

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian.

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Penelitian Kualitatif adalah

metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam

terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian

generalisasi. Adapun analisis data yang diteliti dalam penelitian ini konflik

kewenangan antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dalam

pengelolaan Terminal Purabaya.

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan Observasi berupa

wawancara dengan mengumpulkan beberapa pertanyaan dan tanggapan atas

dari Narasumber yang berdasarkna pada sumber data yang telah dilakukan

oleh penliti sehingga penelitian yang dilakukan sesuai dengan judul yang

diambil oleh peneliti dan temuan dilapangan terkait masalah tentang

Permaslahan Kepentingan Politik antara Pemkot Surabaya dan Pemkab

Sidoarjo mengenai pendapatan seluruh Terminal Purabaya.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah Kota Surabaya dan

(47)

37

37

yakni sumber utama peneliti adalah: Walikota Surabaya, DPRD Kota

Surabaya meliputi: Komisi A dan Pimpinan DPRD Kota Surabaya dan DPRD

Kabupaten Sidoarjo meliputi Komisi B dan Pimpinan DPRD Kabupaten

Sidoarjo. Adapun sumber data sekunder atau tambahan yakni: Kepala Dinas

Perhubungan Surabaya, Kepala Bagian Kerjasama Kota Surabaya, Kepala

UPTD Terminal Purabaya dan Kabid Dinas Perhubungan Pemprov Jatim.

Berikut pemaparan Lokasi penelitian:

1. Lokasi penelitian Walikota Surabaya: Jl. Taman Surya No. 1 Surabaya Telp. (031) 5312144, Jl. Jimerto No. 25-27 Surabaya - Jawa Timur Telp: (031) 5312144, 5345689, 534687.

2.Kantor DPRD Kota Surabaya, Jl. Yos Sudarso no.18-22. Surabaya. 3. Kantor DPRD Kabupaten Sidoarjo: Jl. Sultan Agung No. 39, Pucang, Magersari, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61212

4.UPTD terminal Purabaya: Jl. Letjen Sutoyo KM SBY 13, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo. (031) 8530192.

C. Sumber Data

Sumber data merupakan subjek yang memberikan data sesuai dengan

klasifikasi data penelitian yang sesuai. Di sini memiliki data yang berfungsi

sebagai penunjang dalam penelitian. Sumber data dalam penelitian ini dibagi

menjadi:

A. Primer

Data primer merupakan sumber data utama dan kebutuhan mendasar

dalam penelitian ini. Sumber data diperoleh dari informan saat peneliti

(48)

Selama di lapangan, peneliti sekaligus penulis tidak hanya

mendapatkan data melalui wawancara secara mendalam dengan informan.

Peneliti juga mendapatkan MOU Kerjasama Terminal Purabaya dalam

Mengelola antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo.

Informan adalah orang yang bisa memberikan informasi tentang

situasi dan juga kondisi latar penelitian1. Informan bukan hanya sebagai sumber data, melainkan juga aktor yang menentukan berhasil atau

tidaknya penelitian berdasar hasil informasi yang diberikan. Yang

dimaksudkan informan dalam penelitian adalah Walikota Surabaya dan

Bupati Sidoarjo, DPRD Kota Surabaya, DPRD Kota Surabaya Komisi

tentang Perhubungan, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, Dinas

Perhubungan Kotamadya Surabaya, Kepala Terminal Purabaya.

Dalam penelitian kualitatif, sampel dalam sumber data yang di pilih

adalah Purposive Sampling2. adapun sumber data saya sebagai peneliti sebagai berikut:

A. Sumber Primer Utama adalah Walikota Surabaya, DPRD Kota

Surabaya (Komisi A dan Pimpinan DPRD Kota Surabaya) dan DPRD

Kabupaten Sidoarjo (Komisi B dan Pimpinan DPRD Kabupeten

Sidoarjo) .

B.Sumber Primer penambah atau kedua yakni adalah Kepala

1

Jalaluddin Rahmat,Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 36.

2

(49)

39

39

Dishub Kota Surabaya, Kepala Terminal Purabaya Kota Surabaya, Dinas

Kerjasama Kota Surabaya, Dinas BPKP dan Dinas Pengelolaan

Keuangan.

B. Sekunder

Data sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk

melengkapi sumber data primer. Data sekunder juga sering disebut

sebagai sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Jadi data ini

berupa bahan kajian yang digambarkan oleh bukan orang yang ikut

mengalami atau hadir dalam waktu kejadian berlangsung. Sehingga

sumber data bersifat penunjang dan melengkapi data primer. Dalam

penelitian ini jenis sumber data yang digunakan adalah literatur dan

dokumentasi.

Sumber literatur adalah referensi yang digunakan untuk memperoleh

data teoritis dengan cara mempelajari dan membaca literatur yang ada

hubungannya dengan kajian pustaka dan permasalahan penelitian baik

yang berasal dari buku maupun internet seperti: Documen Asli atau

Copian Mou Kerja sama Terminal Purabaya, Pemasukan dana Retrebusi

Terminal Purabaya baik Kepada Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo,

Data Pengelolaan Penuh Terminal Purabaya dan Perda Sidoarjo dan Perda

Surabaya.

(50)

Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk

keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting

dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan

digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan.

Pada bagian ini dikemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, teknik

pengumpulan data yang utama adalah Observasi, Participant Wawancara

mendalam terkait permasalah yang diangkat peneliti dan studi dokumentasi,

atau pun gabungan ketiganya atau menggunakan trigulasi.3

Perlu di kemukakan kalau teknik pengumpulan datanya dengan observasi

maka perlu di kemukakan apa yang diobservasi, kalau wawancara kepada

siapa yang akan diwawancarai.

a. Pengumpulan Data dengan Observasi

Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung

terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan

data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan

secara sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang diteliti.

Dalam hal ini peneliti akan melakukan mengunakan teknik dan

Metode Observasi untuk melihat bagaimana aktivitas di dalam Terminal

Purabaya baik Prasarana dan sarana dan Kerja para Birokasi di terminal

walaupun Posisi Terminal dalam Konflik.

Peneliti juga Mengamati activiitas warga sekitar Desa Bungurasih

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang berada disekitar Terminal

(51)

41

41

Purabaya Yang sebgai tempat Pintu Masuk Keluar Bus yang menuju

Terminal Begitu juga Warga yang berkerja disekitar area Terminal

Purabaya.

Peneliti juga meneliti acktivitas yang dikelola oleh sumber data

tersebut apakah sesuai dengan undang-undang atau tidak dalam hal ini

masih banyak prasarana dan sarana di Terminal masih terbilang

terbengkala dan tidak terawat banyak lagi masih menemui problemnya.

Maka dari itu peneliti melakukan observasi tidak hanya kepada sumber

data dan masalahnya namun observasi secara menyyeluruh.

b. Pengumpulan Data dengan Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi

dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna

dalam suatu topik tertentu dan dengan wawancara, peneliti akan

mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam

menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi yang tidak

mungkin bisa ditemukan melalui observasi4.

Berikut ini merupakan langkah-langkah sebelum melakukan sebuah

wawancara kepada sumber data yaitu; (1) menetapkan kepada siapa

wawancara itu akan dilakukan, (2) menyiapkan pokok-pokok masalah

yang akan menjadi bahan pembicaraan, (3) mengawali atau membuka

alur wawancara, (4) melangsungkan alur wawancara, (5)

mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya, (6)

4

(52)

menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, (7)

mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh5. Berdasarkan Penjelasan diatas maka peneliti akan menggunakan proses

wawancara atau langkah-langkah tersebut.

c. Pengumpulan data dengan Dokumentasi

Penggunaan data dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk

mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data tentang

berbagai hal yang berhubungan dengan Seperti peta wilayah, foto-foto

dokumenter aktivitas Birokasi Terminal Purabaya dan Aktivitas Terminsl

Purabaya, Aktvitas Peneliti dalam melakukan Observasi dan Wawancara

dengan sumber data. Teknik dokumentasi ini juga digunakan untuk

mendapatkan informasi dan data-data sekunder yang berhubungan dengan

fokus penelitian.

E. Teknik Analisis data

Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,

sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki

nilai sosial, akademik dan ilmiah. Analisis data penelitian bersifat

berkelanjutan dan dikembangkan sepanjang program.

Analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi

secara bersamaan (Matthew B.Miles dan A Michael Huberman). Tahap

analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum di mulai sejak

5

(53)

43

43

pengumpulan data 1) reduksi data,yang diartikan sebagai proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi

data kasar yang muncul dari catatan–catatan tertulis di lapangan; 2) penyajian

data (displaydata) dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif dan 3)

penarikan kesimpulan serta verifikasi6.

Menurut Miles dan Huberman, terdapat tiga teknik analisisi data kualitatif

yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses ini

berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum

data benar-benar terkumpul.

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif.

Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data

sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.

Dengan hal tersebut maka proses reduksi data bertujuan untuk

mempertajam, menggolongkan, mengarahkan dan membagikan data yang

tidak diperlukan serta mengorganisasi data itu agar memudahkan

penarikan kesimpulan, kemudian dilanjutkan dengan verifikasi data.

Miasalnya dinamika actor eksekutif Pemerintah Kota Surabaya dan

pemerintah Kabupaten Sidoarjo tentang masyrakat sekitar.

b. Penyajian Data

Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data

6

(54)

kualitatif. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi

disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan

kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks naratif

(berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan.

Misalnya seperti peta lokasi Terminal dan Bagan Organsasi UPTD.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis data

kualitatif. Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat

digunakan untuk mengambil tindakan. Teknik analisis data dalam

penelitian ini, akan dilakukan setelah data-data diperoleh melalui teknik

wawancara mendalam, observasi dan Dokumentasi. Kemudian data-data

tersebut, di analisis secara saling berhubungan untuk mendapatkan

dugaan sementara, yang dipakai dasar untuk mengumpulkan data

berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan secara terus menerus

secara triangulasi.

F. TEHNIK KEABSAHAN DATA

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang

dirumuskan ada tiga macam yaitu, antara lain :

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.

Gambar

GAMBAR SUASANA TERMINAL……………………………………….
    Tabel 2
Tabel 4
  Tabel 8
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana peranan retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam Penerimaan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Tata

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dalam Pengelolaan Kebersihan Pemerintah Kota Surabaya di Kecamatan Tambaksari adalah

Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Retribusi Terminal Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo menurut Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014

Mekanisme dalam menentukan nilai pasar pada pemungutan BPHTB atas waris di kota Surabaya yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (Dispenda) kota

KONTRIBUSI PAJAK REKLAME DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Pada Dinas Pendapatan.. dan Pengelolaan Keuangan

Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat bahwa strategi yang diterapkan oleh DPPKAD Pemerintah Kota Surabaya dalam meningkatkan pendapatan reklame (Megatron) sudah

Prinsip penarikan garis batas yang digunakan dalam penentuan batas pengelolaan laut dan bagi hasil kelautan antara Kota Surabaya dengan Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten

Dalam kajian ini membahas dua inti permasalahan dalam perumusan kebijakan publik yang terjadi di Kota Surabaya, pertama membahas mengenai aktor-aktor yang terlibat dalam