PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DALAM PENGELOLAAN
TERMINAL PURABAYA
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MUHAMMAD TOYYIB AMIRUDDIN
NIM:
E04212035
PROGRAM STUDI POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Politik Islam
Oleh:
MUHAMMAD TOYYIB AMIRUDDIN NIM:
E04212035
PROGRAM STUDI POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
KONFLIK KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA
DAN
PEMERINTAH
KABUPATEN
SIDOARJO
DALAM
PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA
Oleh:Muhammad Toyyib AMIRUDDIN ABSTRAK
Skripsi ini mengkaji tentang konflik kewenangan pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam pengelolaan Terminal Purabaya. Dalam penelitian ini difokuskan untuk menjawab masalah utama, yakni: Bagaimana konflik terjadi dan dinamika kepentingan politik aktor untuk memperoleh perubahan prosentase bagi hasil Mou Kerjasama dan Penyelesian naskah perjanjian Kerjasama menggunakan proses negosiasi antar pemerintah daerah.
Pendekatan dalam penelitian ini yaitu deskriptif yang menggunakan analisis kualitatif. Sedangkan penetuan informan menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian mengambarkan bahwa konflik berawal dari keterlambatan pemerintah Kota Surabaya dalam membayar hasil seluruh pengelolaan dan manajemen kepada pemerintah Kabupaten Sidoarjo selama 3 tahun dari tahun 2015.
Adapun dinamika konflik politik antar aktor eksekutifberpusat pada kekuasaan dan kewenangan diantara kedua belah pihak yakni pemerintah Kota Surabaya dan pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Kewenangan pemerintah Kota Surabaya dalam mengelolan terminal Purabaya sesuai dengan Perwali Kota Surabaya No. 77 Tahun 2011 tentang Tugas dan Fungsi UPTD dan Perwali Kota Surabaya No. 42 Tahun 2011 tugas dinas dan fungsi Walikota Surabaya. Dari Kabupaten Sidoarjo kewenangan Pada Perda Kabupaten Sidoarjo No.3 Tahun 2011 tentang Retrebusi terminal. Yang mengguatkan Peraturan daerah terdapat di naskah perjanjian kerjasama pemerintah Kota Surabaya dan pemerinntah Kabupaten Sidoarjo tahun 1998.
Abstrak……….. III
A. Latar Belakang………. 1
B. Rumusan Masalah ……….. 7
C. Tujuan Penelitian ……… 7
D. Manfaat Penelitian ……….. 8
E. Penelitian Terdahulu ……….. 9
F. Sistematika Pembahasan ………. 12
BAB 2 Kajian Teori A. Konsep Konflik politik….……… 14
B. Konsep Kewenangan…….……… 19
C. Konsep Kekuasaan……..……… 23
BAB 3 Metode Penelitian A. Jenis Penelitian……… 35
B. Lokasi Penelitian………..……… 35
C. Sumber Data……… 36
D. Teknik Pengumpulan Data….………. 38
E. Teknik Analisis Data………..………. 41
F. Teknik Keabsahan Data……..………. 43
BAB 4 Penyajian Data dan Pembahasan A. Gambaran Umum terminal Purabaya….……… 46
B. Penyajian Data Konflik Purabaya……….….. 51
XII BAB 5 Penutup
A. Kesimpulan ………. 82
B. Saran……...………. 83
Daftar Pustaka……..………. 84
Lampiran
Naskah PerjanjianKerjasama………
KONSEP ALUR KONFLIK POLITIK………. 18
POTENSI PENDAPATANTERMINAL……….. 50
PERBANDINGAN JUMLAH PENDAPATAN………... 51
STRUKTUR ORGANISASI TERMINAL……… 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pasca Reformasi, Kewenangan dan urusan-urusan yang berada didaerah
tidak lagi diatur oleh Pemerintah Pusat atau Negara. Dikarenakan setelah
Pasca Reformasi pada tahun 1998 banyak daerah mengurus sistem
kepemerintah daerahnya sendiri. Hal ini menyebabkan daerah sulit untuk
menerima baik Perkembangan dan pembangun daerahnya sendiri.
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendri urusan pemerintah dan kepentingan
masyrakatsetempat sesuai dengan peraturan-peraturan
Perundangan-undangan. Sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk
mengatur sendiri atau kewengan untuk membuat aturan guna mengurus
rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyrakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah.
Dan pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang No.32
Tahun 2014 mengatur dan pelaksaan Aset Negara didaerah Meliputi: Sektor
Pelayanan publik diberbgai bidang didaerah, Kesejahteraan masyrakat
didaerah Tersebut, Membuat Kebijakan Umum didaerah dan Membuat
Peraturan Perundang-undang Daerah, dan Mengelola hasil dan Pendapatan
Pelaksanaan otonomi daerah di beberapa daerah diindonesia menuai
konflik didaerah tersebut. Baik mulai perbedaan mengelola hasil dan
pendapat daerah, Kebijakan dan lain-lain. Hal ini tidak sesuai dengan
Undang-undang tentang pelaksanaan Otonomi Daerah.
Maka dari masalah otonomi daerah ini penulis/peneliti akan
melaksanakan penelitian yang berjudul KONFLIK KEWENANGAN
Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam
PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA.
Terminal Purabaya merupakan pengembangan dari Terminal Joyoboyo
yang kapasitasnya sudah tidak memadai serta berada dipusat kota yang tidak
memungkinkan dilakukan pengembangan. Pembangunan terminal Type A
Purabaya sudah direncanakan sejak tahun 1982 berdasarkan surat Persetujuan
Gubernur Jawa Timur namun baru dapat dilaksanakan pembangunan pada
1989 serta diresmikan pengoperasiannya oleh Menteri Perhubungan RI pada
tahun 19911.
Lokasi pembangunan terminal Purabaya berada di desa Bungurasih
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan luas ± 12 Ha2. Walaupun lokasi terminal Purabaya berada di Kabupaten Sidoarjo namun pengelolaan terminal
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Kepemilikan tanah dari Terminal
Purabaya ini adalah Pemerintah Kota Surabaya, Tidak hanya Kepemilikan
Tanah saja pegawai Secara Keseluruhan dalam Terminal Purabaya adalah
milik Kota Surabaya.
1
Sejarah profil Terminal, diunggah senin, (18/10/2016),
https://purabayabusterminal.wordpress.com/profil/diunggah tanggal 11/11/ 2016.
2
3
3
Hal tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama (MOU) antara Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah Kota Surabaya3.Sejarah terminal Purabaya ini sebelum berada didesa Bungurasih Kecamatan waru Kabupaten
Sidoarjo. Dulu pada tahun 1977 terminal Jayabaya dibagi dengan Dua Sistem.
Menurut Kepala Bagian Terminal Purabaya bahwa4:
“sebelum diabngunya terminal Purabaya ini dulu terminal Jayabaya adalah
terminal terbesar yang dimiliki oleh pemerintah Kota Surabaya. Dan letak terminal Jayabaya ini akses sangat mudah dan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya semakin baik dalam pengelolaan adapun dulu terminal Jayabaya ini dibagi dua sistem yakni Armada yang termasuk Kawasan AKAP diletak di terminal Bratang yang saat ini masih baik dan beroperasi untuk terminal kekecamatan diSurabaya. Dan Kawasan AKDP masih tetap dioperasikan diJabaya. Dikarenakan kebijakan tersebut menyusahkan masyrakat KOta Surabaya, maka pemerintah Kota Surabaya inisiatif membuat terminal
besar yang menampung dua sistem ini”.
Untuk Pembagian hasil antara Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah
Kabupaten Sidoarjo dalam melakukan kerjasama pengelolaan pembagian
pendapatan Terminal Purabaya dari mulai awal di bangunnya Terminal pada
tahun 1988 hingga saat ini 2016. Seiring perjalanan waktu dalam kerjasama
tersebut menimbulkan ketidak sepahaman antara kedua daerah yaitu
Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. dalam
memperoleh bagi hasil pendapatan Terminal Purabaya. Dalam terdapat
kepentingan-kepentingan di dalamnya untuk memperoleh Kekuasaan dalam
pengelolaan Terminal Purabaya.
Sedangkan untuk langkah-langkah penyelesaian antara kedua belah pihak
adalah perubahan MoU pada tahun 1998 dan penyelesian Kerjasama Mou
3
Naskah Mou Kerjasama Terminal Purabaya, berdasarkan Pasal 2,4, 5, 6, dan 7.
Terminal Purabaya dikarenakan pengelolaan Terminal Purabaya dilakukan
oleh Kementerian Perhubungan dibantu oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan perjanjian yang dibuat pada awal pengoperasian Terminal
Purabaya, pembagian hasil pendapatan dijelaskan dalam pasal tersebut dan
diatur berdasarkan Perda Kabupaten Sidoarjo. Awal tahun berdirinya 20%
untuk Kota Surabaya dan 5% untuk Kabupaten setelah 10 Tahun setelahnya.
Kemudian, untuk 10 tahun berikutnya, Sidoarjo mendapat 30 persen dan
Surabaya 70 persen5.
Sebagai konsekuensi dari Penjelasan diatas mengenai Sejarah berdiri nya
Terminal Purabaya dan Pembagian hasil pendapatan sesuai dengan MOU
Kerja Sama Terminal Purabaya No. 30 Tahun 1991 dan No. 32 Tahun 1991.
Sejak tahun 2012 kemarin kita duduk bareng dengan pihak sidoarjo,
Sebenarnya pemkot Surabaya pernah membahas dengan tingkat Eksekutif
Siodarjo (Pemkab) sampai 6 kali pertemuan, dan disepakati Bruto 80 untuk
Surabaya, 20 untuk Sidoarjo. Tapi setelah hasil kesepakatan ini kembali ke
tingkat legislatif (DPRD) kesepakatanya kembali berubah. Tak selesainya
konflik bagi hasil terminal Purabaya, menunjukan jika kedua pihak berkonflik
sama-sama tak ada itikad baik menyelesaikannya.
Pihak yang berkonflik dalam hal ini adalah Pemkot Surabaya dan
Pemkab Sidoarjo. Dikarenakan pihak Pemkot Surabaya merasa Implementasi
dari kebijakan hubungan Kerjaasama dalam pengelolaan Terminal Purabaya
terkendala masalah pendapatan dan tata kelola keuangan di APBD milik
5
5
5
Surabaya. Akibat terkendala dari masalah pendapatan Pemkot Surabaya
merasa merugi disebabkan APBD Surabaya berkurang untuk menutupi biaya
pelayanan di Terminal Purabaya. Sedangkan Pemkab Sidoarjo inginkan
mengusulkan untuk Tarif Penumpang Masuk Terminal.
Kewenangan Pemkot Surabaya melakukan upaya lobbi dan Negosiasi
dengan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Walikota Surabaya, Wakil
Walikota dan DPRD Kota Surabaya.Dari fenomena dan fakta diatas maka
penulis mengutip wawancara Ibu Walikota Surabaya Ibu Tri Risma Harini
dan Beserta DRPD Surabaya tentang Konflik Kewenangan Terminal
Purabaya di berita Nasional Dinamika Politiknya adalah:
“Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan tidak akan melepaskan
kepemilikan Terminal Purabaya, Bungurasih, ke Pemkab Sidoarjo. Hal itu disampaikan untuk menepis keinginan Pemkab Sidoarjo yang berharap bisa mengelola terminal terbesar di Jawa Timur tersebut. Tanah dan infrastruktur terminal itu sudah masuk dalam daftar aset pemkot”.
“Menurut Risma, “sebenarnya pengoperasian Terminal Purabaya tidak
ditujukan untuk mendapat keuntungan. Sebab, terminal memang berfungsi sebagai tempat pelayanan publik. Karena itu, kepentingan umum lebih diutamakan daripada mencari keuntungan berlimpah untuk menyokong pendapatan daerah6.”
“Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya yang keberatan atas pengambilalihan terminal Tipe A dan telah menyampaikannya ke Kemenhub. Ajak Temui Pemerintah Pusat Sementara itu, Pemkot Surabaya akan berupaya pengelolaan Terminal Purabaya tidak diambil alih pemerintah pusat”.
“Menurut Wakil Walikota Surabaya, Whisnu Sakti Buana penulis mengutip wawancara berita tersebut di mengungkapkan, agar Terminal Purabaya tak diambil alih pemerintah pusat, Walikota Surabaya Tri Rismaharini berniat bertemu dengan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Bahkan mengajak Bupati Saiful ke Jakarta, agar pengelolaan Terminal Purabaya tak ditarik Pusat, melainkan tetap
dalam kendali Pemkot Surabaya. “Bu Wali berniat bertemu Bupati Sidoarjo7”.
Menurut Wakil ketua Komisi A Adi Sutarwijono adalah “Sebenarnya
terminal Purabaya dengan Pemkab Sidoarjo belum terselesaikan, peluang itu menjadi berkurang.
Legislatif sudah berulang kali meminta Pemkot Surabaya untuk tangkas menyelesaikan konflik kerja sama Purabaya dengan Pemkab Sidoarjo. Desakan ini, lanjut Awi, karena legislatif sudah melihat kemungkinan pengambilalihan terminal tipe A itu oleh pemerintah pusat.
Awi menyatakan pengelolaan terminal tipe A oleh pemerintah daerah lebih masuk akal bila dibandingkan dikelola pemerintah pusat. Pengelolaan terminal, lanjutnya, sangat terkait dengan trayek angkutan, jalur lalu lintas, kondisi sosial dan ekonomi wilayah yang kesemuanya di bawah wewenang pemerintah daerah8.
Kewenangan Pemkab Sidoarjo melakukan penolakan dari upaya lobbi
dan Negosiasi dengan Pemkot SurabayaPeranan Bupati Sidoarjo Bapak Saiful
Illah dalam konflik Terminal Purabaya ini adalah:
“Melalui Bupati Sidoarjo dan DPRD Kabuapten Sidoarjo, Pemkab Sidoarjo menjelas kan bahwa melihat lahan milik Pemkab Sidoarjo seluas 6 hektar di sisi utara terminal.Lahan yang kini masih di kontrak pihak swasta ini, dinilai memiliki nilai ekonomis jika bisa dikelola sendiri oleh pihak Pemkab. Kita wacanakan lahan ini bisa buka untuk akses perekonomian. Karena saat ini masih dibatasi oleh pagar terminal, ke depan nanti kita harapkan bisa dimaksimalkan untuk tambahan PAD kita.
Ketua DPRD Sidoarjo Sulamul Hadi Nurmawan mengatakan, pada perjanjian kerja di 1991 lalu, telah ditetapkan bahwa bagi hasil dari bruto sebesar 80:20. Namun tiba – tiba Pemkot Surabaya menginginkan perubahan bagi hasil bruto sebesar 90:10, dengan alasan pengelolaan Terminal Purabaya dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Menurut Sulamul Hadi Nurmawan, terminal Purabaya termasuk tipe A yang seharusnya dikelola pemerintah pusat atau pemerintah provinsi9.
“Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menolak untuk bekerja sama kembali. Bahkan,
Saiful menuding Pemkot Surabaya yang dipimpin Walikota Tri Rismaharini ini tidak transparan dalam pengelolaan terminal tipe A tersebut. Sebelumnya, Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menegaskan sangat siap bila diberi mandat untuk mengelola terminal tersebut. Dia memandang, memang lebih tepat pengelolaan diserahkan ke wilayah tempat terminal itu berdiri.” Bupati Saiful ke Jakarta,
agar pengelolaan Terminal Purabaya tak ditarik Pusat, melainkan tetap dalam
kendali Pemkot Surabaya. “Bu Wali berniat bertemu Bupati Sidoarjo10.
7
7
Selain itu, kurangnya peran dari para pemangku kepentingan lainnya
untuk turut serta berkontribusi dalam melakukan optimalisasi menjadikan
permasalahan tersendiri yang mengakibatkan kurang optimalnya hasil
serta pengelolahan nantinya11.
Dari Penjelasan diatas menunjukan bagaimana konflik Kewenangan
dan Pengelolaan Terminal Purabaya yang semakin tambah tidak tertata
lagi dan perkembangan isu-isu mulai dari diambil oleh pusat dan PNS
didalamnya siap jika dikelola Pusat. Dinamika politik actor eksekutif
antar Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dengan tujuan memperoleh
kewenanngan namun kewenangan tersebut akhirnya diambil olhe
Pemerintah Pusat sebagai pemilik lahan kewennangan tersebut. Oleh
karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih jauh
mengenai Konflik pengelolaan Terminal Purabaya Antara Pemkot
Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dan penulis tidak melakukan PLAGIAT
namun penulis hanya mengembangkan dari skripsi-skripsi sebelumnya
yang ada di telaah pustaka semakin bertambahnya tahun semakin
tambahnya problem pelayanan publik.
B. RUMUSAN MASALAH
Pada setiap pelaksanaan penelitian pada dasarnya dimulai dari sesuatu
yang dianggap sebagai permasalahan yang perlu dicari jawabannya. Berawal
dari latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka untuk lebih
11
memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah
tersebut disusun kedalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana permasalahan dan penyelesain Konflik Terminal
Purabaya antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo
2. Bagaimana dinamika politik actor eksekutif antara Pemkot
Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dan apa ada yang di penting dari
salah satu pihak tersebut
C. TUJUAN PENELETIAN
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka peneliti mempuyai
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Adapun tujuan dari
penelitian ini agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar
dari adanya interpretasi dan meluasya masalah dalam memahami isi
penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memperjelas bagaiamana peranan Actor Eksekutif
dalam mengelola Terminal Purabaya.
2. Untuk memperjelas proses terjadinya konflik dua daerah
yang merebutkan terminal Purabaya yang dikelola oleh
Dinas Perhubungan Kota Surabaya beradasarkan Regulasi
pemerintah dan Bagaimana Peran Pemerintah pusat dalam
hal ini sebagai pelaksanakan terhadap daerah yang
9
9
D. MANFAAT PENELITIAN
Berhubungan dengan tujuan penelitian di atas maka peneliti dapat
paparkan bahwa manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Dari segi teoritis penelitian ini merupakan kegiatan dalam
rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya wacana
politik. Secara akademis penelitian ini diharapkan mampu
memberi sumbangan kepada UIN Sunan Ampel Surabaya
khususya kepada mahasiswa/mahasiswi maupun dosen dan
perpustakaan sebagai bahan bacaan yang bersifat ilmiah dan
sebagai kontribusi intelektual.
2. Manfaat Praktis
Sebagai tambahan referensi bagi peneliti lain yang
akan melakukan penelitian yang terkait dengan KONFLIK
PENGELOLAAN TERMINAL PURABAYA ANTARA
E. TELAAH PUSTAKA
A. Konflik Kepentingan Politik dalam Proses Negosiasi Hubungan
Kerjasama “Study kasus tentang pembagian hasil pengelolaan Terminal Purabaya antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo”Oleh: Permata , Ratih Sulanjari Diskha.
Skripsi diatas dengan Judul Proposal penulis berbeda dengan
skripsi diatas karena tempat sama namun hanya permasalahan yang
diangkat beda dikarenakan permasalhan dibahas terkait dengan
Peroleh Kewenangan sedangkan penulis peroleh kekuasaan dalam
hal pengelolaan terminal. Memiliki keputusan atau kebijakan publik
yang berbeda dari pustaka tersebut dulu Terminal Purabaya hanya
sampai naik berapa persen sekarang bukan hanya hasil Retrebusi
atau kewengan melainkan adanya pihak ketiga dalam proses konflik
tersebut membuat sebuah isu yakni Pengelolaan Terminal Purabaya
akan diambil Oleh Pemerintah Pusat Yakni Menteri Perhubungan.
Namun Fokus Judul Skripsi saya terletak pada Kewenangan Kedua
Pemerintah Daerah tingkat dua ini dengan aktor baik di ranah
Eksekutif, Legislatif.
Namun dari permasalahan yang diajukan oleh sebelumnya
menggakat terkait dengan sebuah kebijakan perubahan Mou
kerjasama Terminal bukan penyelesian kerjasama terminal
dikarenakan adanya peralihan kewenangan pengelolaan terminal oleh
11
11
konflik diantara kedua daerah hanya perbedaan persepsi dalam
penyelesian dan pelepasan kepentingan politik untuk kemaslahtan
bersama dan memberikan keputusan sesuai dengan Rapat kedua
pemerintahan daerah tingkat II.
B. KINERJA BIROKRASI DALAM PENGELOLAAN TERMINAL DAN
JASA TRANSPORTASI KOTA DEPOKOleh: Hendra Kurniawan.
Terminal Depok diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Jawa Barat pada tahun 1992. Luas areal sekitar + 31.500 m². Pada tahun
2002-2004, terminal Depok ini pernah dikelola oleh perusahaan swasta
yaitu oleh CV Bakti Perwira Utama. Ketika tahun 2005 sudah diambil
alih oleh Dinas LLAJ dan sebagai unit pelaksananya adalah Seksi
Terminal dengan seluruh stafnya. Tugas pokok Dinas LLAJ adalah
pengaturan, tertib lalu lintas di terminal. Selain itu juga sebagai unit
penghasil atau pendapatan. Di samping mengelola terminal, Dinas LLAJ
bertugas pula membuat kenyamanan, ketertiban di lingkungan terminal.
Fasilitas utama terminal terdiri dari : (1) Jalur pemberangkatan
kendaraan umum; (2) Jalur kedatangan kendaraan umum; (3) Tempat
parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan termasuk
didalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum; (4)
Bangunan kantor terminal; (5) Tempat tunggu penumpang dan atau
pengantar; (6) Menara pengawas (7) Loket penjualan karcis; (8)
Rambu-rambu dan papan informasi yang sekarang kurang memuat info
Pelataran parkir kendaraan pengantar atau taksi.
Gambaran penelitian terdahulu diatas yang peneliti ambil adalah
kinerja UPTD terminal. Dulu terminal ini adalah milik swasta, sekarang
sudah milik daerah tingkat II. Dan kepemilikan ini disah oleh pemerintah
pusat. Yang membedakan Judul peneliti dengan Penelitian ini adalah inti
masalah judul yang diangkat dan tempat yang diangkat. Namun tema
yang diangkat sama tentang pengelolaan terminal angkutan umum darat.
C. PERAN UNIT PENGELOLAAN TERMINAL ANGKUTAN JAlan
PROVINSI DKI JAKARTA DALAM MERELOKASI PEDAGANG KAKI
LIMA DI TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR. Oleh:
Sahril Sidik.
Banyaknya individu atau masyarakat yang terjun ke dunia kerja
informal disebabkan pemerintah belum bisa menyediakan lapangan
pekerjaan formal yang banyak untuk masyarakat, seta adanya mekanisasi
di sektor modern (industri). sehingga membatasi dalam menyerap para
pekerja. Dengan adanya permasalahan ini perlu bagi pemerintah
membuat kebijakan relokasi kepada pedagang kaki lima untuk
mendapatkan tempat yang layak dan aman dalam melakukan aktifitasnya.
Secara garis besar penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Unit
Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta dalam
merelokasi pedagang kaki lima di terminal Kampung Rambutan Jakarta
13
13
penelitian ini ingin mengetahui gambaran mengenai peran
pemerintah dalam menjalankan program relokasi terhadap pedagang kaki
lima diterminal Kampung RambutanJakarta Timur.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, relokasi yang dilakukan
oleh Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan Provinsi DKI Jakarta yaitu
mengalokasikan para pedagang kaki lima yang melakukan kegiatan
usahanya secara liar di lingkungan terminal ke tempat fasilitas penunjang
terminal yang letak bangunannya terdapat di jalur keluar terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Selain itu, terdapat kebijakan sementara yang diberikan kepada
pedagang kaki lima yang tidak memiliki tempat (tidak resmi atau liar)
oleh pihak terminal, yaitu jam operasional, lokasi usaha, membayar
retribusi untuk kebersihan, dan konsekuensi atau tindakan
represif.Gambaran dari abstrak penelitian terdahulu nomer 3. merupakan
bahwa masalah utama ini adalah relokasi pedagang kaki lima yang
berada sekitar terminal tersebut.
Terbilang menganggu aktifitas dari program terminal. Sedangkan
lokasi penelitian penelitian terdahulu dengan peneliti sangat berbeda
karena dua kota khsus ini memiliki jumlah masyrakat banyak dan disebut
dengan jantungya Kota bisnisnya Indonesia. Sedangkan tema
permaslahan tentang pengelolaan terminal.
Agar lebih sistematis dan memudahkan untuk memahami hasil penelitian
ini, maka penulis perlu mendiskripsikan muatan yang terkandung dalam
penelitian ini yaitu:
Bab I: Yaitu pendahuluan, pada bab ini terdiri atas enam sub bab
antar lain: latar belakang masalah, Batasan Penelitian atau Identifikasi
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab II: Yaitu kajian pembahasan,pada bab ini terdiri dari tiga sub
bab, sub bab pertama yaitu pembahasan kajian Konseptual dalam kajian
konsep penelitia membahas 3 konsep yakni(Konsep kebijakan publik
namun yang dipakai adalah Implementasi kebijakan dan analisis
kebijakan, konsep Konflik politik, Konsep Kewenangan), sub bab kedua
Kajian Teoritik dan sub bab ketiga yakni hasil penelitian yang relevan.
Bab III : Yaitu metode penelitian pada bab ini terdiri dari enam sub
bab yaitu pendekatan dan jenis penelitian, lokasi Penelitian, Instrumen
Penelitian, Sumber data dan tahap – tahap penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik keabsahan data.
Bab IV : Yaitu Hasil penelitian dan Pembehasan, terdiri dari dua
Subab adalah subab pertama tentang gambaran umum Uptd Terminal
Purabaya dan Mou Kerjasama. Dan Subab kedua tentang Pembahasan.
Bab V : Yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan yang ditutup
dengan saran.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam Kajian Pustaka yang saya ambil adalah kajian Konseptual Konflik Politik
dengan konsep Kebijakan publik, konsep Kewenangan
A. Konsep Konflik Politik
Konflik merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam
masyarakat.Fenomena konflik tersebut mendapat perhatian bagi manusia,
sehingga muncul penelitian-penelitan yang menciptakan dan
mengembangkan berbagai pandangan tentang konflik1.Pengertian konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika keduanya
menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya hambatan dari
kedua pihak2.
Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan
seperti kerusuhan, kudeta, terorisme,danrefolusi. Konflik mengandung
pengertian “benturan” seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antar individu dan individu, kelompok dan kelompok, antara
individu dan kelompok atau pemerintah3.
Jadi konflik politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan pendapat,
persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah individu, kelompok ataupun
oraganisasi dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber
1
Dr. Wirawan. MSL, Sp.A., M.M., M.Si., 2010, konflik dan Manajemen konflik, jakarta, Salemba Humanika., Hlm. 1-2.
2
Rumlan Surbakti,memahami ilmu politik,jakarta, PT gramedia widiasararna indonesia,1992,hal149
3
dari keputusan yang dibuat yang dilaksanankan oleh pemerintah. Yang
dimaksud dengan pemerintah meliputi lembaga legislatif, yudikatif dan
eksekutif.
Sebaliknya secara sempit konflik politik dapat dirumuskan sebagai
kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk menentang
kebijakan umum dan pelaksanaannya,juga prilaku penguasa, beserta segenap
aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-hubungan diantara
partisipan politik4.
1. Penyebab Konflik Politik
Pada dasarnya konflik politik disebabkan oleh dua hal. Konflik
politik itu mencakup kemajemukan horizontal dan kemajemukan vertical.
Yang dimaksud dengan kemajemukan horizontal ialah struktur
masyarakat yang majemuk secara cultural, seperti suku bangsa, daerah,
agama, dan ras. Kemajemukan horizontal social dapat menimbulkan
konflik sebab masing-masing kelompok yang berdasarkan pekerjaan dan
profesi serta tempat tinggal tersebut memiliki kepentingan berbeda
bahkan saling bertentangan.
Kemajemukan vertical ialah struktur masyarakat yang berlawanan
menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan.
Kemajemukan vertical dapat menimbulkan konflik sebab sebagian besar
masyarakat tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit kekayaan,
pengetahuan, dan kekuasaan akan memiliki kepentingan yang
4
17
17
bertentangan dengan kelompok kecil masyarakat yang mendominasi. Jadi,
kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan merupakan penyebab utama
tmbulnya suatu konflik politk.
Dengan kata lain, perbedaan kepentingan karena kemajemukan
vertical dan horizontal merupakan kondisi yang harus ada bagi timbulnya
konflik, tetapi perbedaan kepentingan itu bukan kondisi yang memadai
untuk menimbulkan konflik5.
2. Tujuan Konflik Politik
Adapun tujuan konflik sebagai beriku6t:
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memiliki tujuan yang
sama, yakni sama-sama berupaya mendapatkan kekuasaan, kekayaan,
kesempatan, dan kehormatan.
2. Disatu pihakhendak mendapatkan, sedangkan di pihak lain
berupaya keras mempertahankan apa yang dimiliki.
3. Konflik dan Proses Politik
Konflik merupakaan gejala serba hadir dalam kehidupan manusia
bermasyarakat dan bernegara. sementara itu, salah satu dimensi penting
proses politik ialah penyelesaian konflik yang melibatkan pemerintah.
Proses dalam ”penyelesaian” konflik politik yang tak bersifat kekerasan
dibagi menjadi 3 tahap, meliputi7:
1. Tahap politisasi dan atau koalisi
2. Tahap pembuatan keputusan
5
Denny,membaca isu-isu politik,(Yogyakarta, LKIS, 2006), hal 17
6
Ibid Ramlan Surbakti, Hlm. 198-199. 7
3. Tahap pelaksaan dan integras
B. Konsep Kebijakan
a. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan merupakan terjemahan dari katapolicyyang berasal dari
bahasa Inggris. Katapolicydiartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau
pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu
pemerintahan, partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai
pernyataan-pernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis.
Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah
mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan
pernyataan tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan
lain-lain8.
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik
dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu
aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku
mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai
dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan
masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.
Istilah “kebijakan atau policy” biasanya digunakan untuk menunjuk
perilaku seseorang atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu (misalnya:
pejabat, suatu kelompok, lembaga pemerintah).
8
19
19
Kebijakan Publik adalah segala tindakan yang dibuat dan dilaksanakan
oleh Pemerintah yang dampaknya menjagkau atau dirasakan oleh seluruh
lapisan masyrakat. Kebijakan publik suatu usulan arah tindakan atau
kebijakan yang diajukan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah guna
mengatasi hambatan atau untuk memanfaatkan kesempatan pada suatu
lingkungan tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan
suatu sasaran9.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai
kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.
Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya
secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan
bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi
kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para
pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi
suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi
Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah
maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
Kebijakan publik menurut Sulaiman Bahwa :
“Sebagai suatu proses yang mengandung berbagai pola aktivitas tertentu
dan merupakan seperangkat keputusan yang bersangkutan dengan tindakan untuk mencapai tujuan dalam beberapa cara yang khusus. Dengan demikian, maka konsep kebijakan publik berhubungan dengan tujuan dengan pola
aktivitas pemerintahan mengenai sejumlah masalah serta mengandung tujuan”.
Kebijakan tersebut akhirnya disebut juga dengan kebijakan
9
pemerintah atau negara seperti yang didefinisikan oleh suradinata
Sebagai berikut :
“Kebijakan negara/pemerintah adalah kebijakan yang dikembangkan
oleh badan-badan atau lembaga dan pejabat pemerintah. kebijakan negara dalam pelaksanaannya meliputi beberapa aspek, berpedoman pada ketentuan yang berlaku, berorientasi pada kepentingan umum dan masa
depan, serta strategi pemecahan masalah yang terbaik”.
Sementara itu pakar kebijakan publik Thomas R. Dye.
mendefinisikan bahwa kebijakan publik Bahwa:
“Segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan”.
Arena dalam Kebijakan adalah Formulasi, Implementasi Kebijakan
dan Evaluasi Kebijakan. Formulasi adalah arena dimana berbagai
kepentingan yang ada dalam masyrakat ‘dikompetisikan untuk
ditemukan rumusan terbaik yang dapat diterima oleh mayoritas
masyrakat10. Dalam formulasi ada 3 tahapan yaitu11: A. Penyusunan agenda
B. Legistimasi
C. Pernyataan kebijakan.
Implementasi kebijakan adalah rangkian tindakan kongkret untuk
mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Evaluasi adalah performa dari
pelaksana dinilai, apakah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,
10
Ibid, Fatahulah, Hlm 303. 11
21
21
memenuhi kriteria yang ditentukan, serta dilakukan tepat waktu.
Pada dasarnya rumusan kebijakan memang harus bersifat obyektif
baik sebagai dasar analisisnya maupun kondisi kebutuhan masyarakat
atau obyek yang akan terkena dampak dari kebijakan yang akan diambil
serta dapat memudahkan penentuan kebijakan untuk mengadakan revisi
atau perbaikan, jika ternyata pelaksanaannya tidak sesuai dengan harapan
obyektif tadi.
C. Konsep Kewenangan
Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan sering ditemukan istilah
kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk
hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain
yang diperintah” (the rule and the ruled)12. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di
samping unsur-unsur lainnya, yaitu: hukum, kewenangan (wewenang),
keadilan, kejujuran, kebijakbestarian, dan kebijakan13. Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan (legitimate power).
Sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila
kekuasaan politik dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan
sumber-sumber untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan plitik maka, kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan
melaksanakan keputusan politik.
12
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), Hlm. 35-36
13
Orang yang mempunyai kekuasaan politik belum tentu memiliki hak
moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik, sedangkan orang
yang memiliki kewenangan politik berarti memiliki hak moral. Prinsip moral
kewenangan: menentukan siapa yang berhak memerintah dan mengatur cara
dan prosedur melaksanakan wewenang.
Prinsip moral dapat berwujud hukum yang tertulis dan dapat pila
berwujud tradisi atau hukum yang tidak tertulis. Nilai dan norma yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat akan mempengaruhi pelaksanaan
kewenangan politik. Wewenang adalah kekuasaan yang terdapat pada
seseorang karena mendapat pengakuan atau dukungan dari
masyarakat. Kewenangan menimbulkan hak-hak tertentu pada penguasa yang
memungkinkan ia melakukan suatu kebijakan.
Sifat dari kewenangan adalahtop-down, dari penguasa ke rakyat.
Wewenang timbul, karena dukungan dari rakyat tersebut memberikan
semacam hak bagi penguasa untuk melakukan kebijakan berkaitan dengan
tugasnya. Hubungan timbal-balik tersebut timbul karena adanya suatu
kesepahaman antara yang memimpin dan dipimpin. Kekuasaan dalam arti
kewenangan diartikan bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifat-sifat yang
sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar masyarakatnya.
Kewenangan ini tidak sama pada setiap pemegang kekuasaan14.
a. Sumber Kewenangan
14
23
23
Sumber kewengan untuk memerintah diuraikan sebagai berikut:
a) Hak memerintah berasal dari tradisi. Artinya, kepercayaan yang telah
berakar dipelihara secara terus menerus oleh masyarakat.
b) Hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu. Atas dasar
itu, hak memerintah dianggap bersifat sakral.
c) Hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik
penampilannya yang agung dan diri pribadinya yang
populer maupun karena kharisma.
d) Hak memerintah masyarakat berasal dari peraturan
perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat
menjadi pemimpin pemerintahan.
e) Hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental
seperti keahlian dan kekayaan.
Kelima sumber kewenangan itu disimpulkan menjadi dua tipe
kewenangan utama, yaitu kewenangan yang bersifat prosedural dan
substansi, Kewenangan yang bersifat prosedural ialah hak memerintah
berdasarkan peraturan perundang- undangannya yang bersifat tertulis
maupun tak tertulis, Kewenangan yang bersifat substansi ialah hak
memerintah berdasarkan faktor yang melekat pada diri pemimpin seperti
tradisi, sakral, kualitas pribadi dan instrumental.
struktur dan spesialisasi peranan, dan hubungan impersonal yang sudah
meluas sehingga masyarakat ini memerlukan pengaturan-pengaturan
yang bersifat tertulis dan rasional, Sebaliknya masyarakat yang
stukturnya masih sederhana cenderung menggunakan tipe kewenangan
substansial karena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi,
kepercayaan pada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada tokoh
pemimpin.
b. Peralihan Kewenangan
Menurut Paul Conn dalam buku Ramlan Surbkati yang berjudul
memahami dasar-dasar Ilmu politik, secara umum terdapat tiga cara
peralihan kewenangan, yakni secara turun temurun, pemilihan dan
paksaan sebagai Berikut:
1) Secara turun temurun ialah jabatan dan kewenangan dialihkan
pada keturunan atau keluarga pemegang jabatan terdahulu.
2) Peralihan dengan pemilihan dapat dilakukan secara langsung
melalui badan perwakilan rakyat, Hal ini dipraktekan dalam
sistem politik demokrasi.
3) peralihan kewenangan secara paksaan ialah jabatan dan
kewenangan terpaksa dialihkan kepada orang atau kelompok
lain tidak menurut prosedur yang telah disepakati, melainkan
dengan menggunakan kekerasan seperti revolusi dan kudeta, dan
ancaman kekerasan (paksaan tak berdarah).
25
25
Pada umumnya sikap terhadap kewenangan dikelompokkan dalam
sikap menerima, mempertanyakan (skeptis ), dan kombinasi keduanya.
Pertama sikap masyarakat Amerika Serikat terhadap kewenangan
prosedural merupakan perpaduan antara sikap legalistik dan skeptis atas
hukum yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Masyarakat
yang semacam ini menganggap hukum bukan hal yang sakral.
Kedua, sikap masyarakat Inggris atas kewenangan prosedural tidak
sekental sikap masyarakat Amerika karena Inggris tidak memiliki
konstitusi. Hal ini tidak berarti seseorang yang memiliki kewenangan
dapat dengan semaunya menggunakan kewenangan untuk kepentingan
pribadi atau golongan.
C. Konsep Kekuasaan
Kekuasaan (power) dan politik merupakan dua konsep yang salaing
komplementer. Kedua konsep ini tidak pernah bisa dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Ibarat istilah ada gula ada semut, begitulah konsep
keuasaan dan politik saling melengkapi satu sama lain. Tidak akan ada proses
politik ketika didalamnya tidak melibatkan kekuasaan. Sebaliknya tidak akan
ada ada kekuasaan jika tidak melibatkan politik didalamnya.
Jadi tidak berlebihan kalau sebagian orang mengakatakan bahwa ketika
kita berbicara mengenai politik, maka kita sesungngguhnya sedang
membicarakan kekuasaan, begitu pula sebaliknya.
“Kekuasaan adalah kemampuan sesorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku sesorang atau sekelompok orang lain sehingga tingkah lakunya menjadi sesuai dengan keinginan/tujuan seseorang/kelompok orang yang mempunyai kekuasaan tersebut15 . Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau Negara16”.
Robert A. Dahl juga menekankan “kekuassan sebagai sebuah pengaruh
(Influence). Dahl mengungkapkan bahwa konsep kekuasaan merujuk kepada
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain”. Pengertian
kekuasaan yang agak berbeda dikemukakan oleh Ramlan Surbakti17:
“kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku piha lain, sehingga fihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak yang memberi pengaruh . Meskipun masih menekankan pada pengaruh, Ramlan menambahkan sumber-sumber pengaruh didalam defenisinya untuk memberi gambaran lebih lengkap mengenai konsep kekuasaan. Jadi bisa dipastikan bahwa seseorang berkuasa karena dia memiliki sumber-sumber pengaruh dan mampu memanfaatkan atau mengelola sumber-sumber tersebut untuk
mempengaruhi orang lain”.
Harold D. Laswell (1984 : 9) berpendapat bahwa kekuasaan secara
umum berarti ‘’kemampuan pelaku untuk memengaruhi tingkah laku pelaku
lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai
dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan18’’.
Kekuasaan Politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan
15
Prof. Miriam Budiahrjo, Cetakan Keempat, 2008, Dasar-Dasar Ilmu politik, jakarta, Penerbit Gramedia pustaka Utama. Hal. 59-60.
16
Miriam Budiardjo,Op.Cit, hlm. 35
17
Ibid. Ramlan Hlm. 18
27
27
umum (pemerintah) baik terbentuknya mapun akibat-akibatnya sesuai dengan
tujuan-tujuan penegang kekuasaan sendiri. Kekuasaan politik merupakan
bagian kekuasaan sosial yang fokusnya ditujukan kepada pengendalian
negara terhadap tingkah laku sosial masyarakat, ketaatan masyarakat, dan
mempengaruhi aktivitas negara di bidang administratif, legislatif, dan
yudikatif.
a. Dimensi Kekuasaan
Beberapa defenisi tentang kekuasaan yang dikemukakan diatas,
setidaknya telah membantu kita dalam memahami konsep kekuasaan,
meskipun tidak bisa dipungkiri pula bahwa interpretasi tiap orang tentang
kekuassan mungkin berbeda antara yang satu dengan lainnya.
Selanjutnya untuk lebih memahami konsep kekuasaan dalam ilmu
politik secara lebih komprehensif, berikut ini dikemukakan beberapa
dimensi kekuasaan antara lain19; 1. Potensial - Aktual.
Seseorang dikatakan memiliki kekuasaan potensial apabila
dia memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti, kekayaan,
senjata, status sosial yang tiggi, popularitas, pengetahuan dan
informasi, massa yang terorganisi, serta jabatan.
2. Konsensus–Paksaan
Aspek konsensus dari kekuasaan adalah ketika kekuasaan
dijadikan alat untuk mencapai tujuan dari masyarakat secara
19
keseluruhan. Sedangkan aspek Paksaan dari kekuasaan adalah
sekelompok kecil orang menggunakan kekuassan sebagai alat
untuk mencapai tujuan tanpa menghiraukan masyarakat secara
keseluruhan dan dengan menggunakan kekrasan baik secara
fisik maupun secara psikis.
3. Positif–negatif
Aspek ini melihat kekuasaan dari tujuannya. Dikatakan
kekuasaan positf jika kekuasaan digunakan untuk mencapai
tujuan yang dipandang penting dan diharuskan. Sebaliknya
dikatakan kekuasaan negatif apabila kekuasaan digunakan untuk
menghalangi orangpihak lain mencapai tujuannya yang tidak
hanya diandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihak yang
berkuasa.
4. Jabatan–pribadi.
Aspek ini lebih melihat kekuasaan pada pihak yang
memgang kekuasaan. Kekuasaan jabatan dimaksudkan apa bila
seseorang memiliki kekuasaan karena jabatan yang didudukinya
tanpa memperhatikan kualitas pribadi dari oroang tersebut.
Sedangkan kekuasaan pribadi dimaksudkan apabila sesorang
memiliki kekuasaan karena kulitas pribadi (kharisma, kekayaan
kecerdasan, status sosial yang tinggi, dsb) yang dimilikinya.
29
29
Kekuasaan Implisit adalah pengruh yang tidak dapat dilihat
tatapi dapat dirasakan, sedangkan kekuasaan eksplisit adalah
pengaruh yang secara jelas dilihat dan dirasakan.
6. Langsung–tidak langsung.
Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber
untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik
dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melalui
perantara. Sedangkan kekuasaan tidak langsung adalah
penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi pembuat d an
peaksana keputusan politik memalui perantara pihak lain yang
dianggap memliki pengaruh yang lebih besar.
b. Sumber Kekuasaan
Ada beberapa cara yang perlu ditempuh untuk mendapatkan
kekuasaan yaitu20:
A. Legistimate power: perolehan kekuasaan melalui pengakatan.
B. Leorsive power : perolehan kekuasaan melalui
kekerasaan.
C. Expert power : perolehan kekuasaan melalui
keahlian seseorang.
D. Reward power : perolehan kekuasaan melalui suatu
pemberian atau karena berbagai pemberian.
E. Reverent power : perolehan kekuasaan melalui daya
20
tarik seseorang.
F. Information power : perolehan kekuasaan akibat terjadinya
imperialisme komunikasi sebab adanya monopoli informasi maka
terjadi pembedaan terhadap perilaku kepribadiannya dan diakui oleh
masyrakat atas pembelaanya.
G. Connection power : perolehan kekuasaan karena adanya
hubungan yang luas.
c. Pembagian Kekuasaan
Pembagian Kekuasan yang digunakan peneliti adalah Teori
Pembagian kekuasaan milik John Locke dan Teori Pembagian
Kekuasaan Menurut Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang
kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep
dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada
satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di
lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan
kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan
Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang;
Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan
Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi
jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, men
ginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan
31
31
undang-undang.
Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke
John Locke, dalam bukunya yang berjudul “Two Treaties of
Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi
dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada
pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam
kekuasaan,yaitu:
1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
3. Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik
dengan negara-negara lain).
Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian
kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan
kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.
Konsep Trias Politica Montesquieu
Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis
mengemukakan teorinya yang disebut trias politica. Dalam bukunya yang
berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang
agak berbeda dari pendapat John Locke.
Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu
a) Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
c) Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas
undang-undang).
Konsep yang dikemukakan oleh John Locke dengan konsep yang
dikemukakan oleh Montesquieu pada dasarnya memiliki perbedaan,
yaitu:
a) Menurut John Locke kekuasaan eksekutif merupakan
kekuasaan yang mencakup kekuasaan yuikatif karena mengadili itu
berarti melaksanakan undang-undang, sedangkan kekuasaan federatif
(hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri.
b) Menurut Montesquieu kekuasaan eksekutif mencakup
kekuasaan ferderatif karena melakukan hubungan luar negeri itu
termasuk kekuasaan eksekutif, sedangkan kekuasaan yudikatif harus
merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan terpisah dari eksekutif.
c) Pada kenyataannya ternyata, sejarah menunjukkan bahwa cara
pembagian kekuasaan yang dikemukakan Montesquieu yang lebih
diterima. Kekuasaan ferderatif diberbagai negara sekarang ini
dilakukan oleh eksekutif melalui Departemen Luar Negerinya
masing-masing.
Mengenai pembagian kekuasaan seperti yang dikemukakan
Montesquieu, yang membagi kekuasaan itu menjadi tiga kekuasaan, yaitu:
33
33
mengenai cabang-cabang dari kekuasaan-kekuasaan itu. Cabang
kekuasaan legislatif terdiri dari:
a. Fungsi Pengaturan (Legislasi).
b. Fungsi Pengawasan (Control).
c. Fungsi Perwakilan (Representasi).
Kekuasaan Eksekutif juga mempunyai cabang kekuasaan yang
meliputi :
a. Sistem Pemerintahan.
b. Kementerian Negara.
d. Legitimasi kekuasaan
Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: "kekuasaan"
didefinisikan sebagai "kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk
melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan", akan tetapi "kewenangan"
ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk
melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki
kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa
sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada
aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya
dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat
memilikikewenanganuntuk memerintahkan sebuah hukuman mati.
Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan
subjek penelitian dalam berbagai empiris pengaturaneluarga
kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara,
industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan
masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang
paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau
organisasi (kewenangan politik)21.
e. Cara mempertahankan kekuasaan
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang, sekelompok orang atau
suatu negara terhadap pihak lain, dapat membuat penguasa tersebut
berupaya untuk mencapai apa yang menjadi keinginan dan tujuannya.
Cara untuk mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dengan cara
damai, antara lain dengan demokrasi dan mencari dukungan pihak lain,
atau dengan kekerasan, antara lain dengan penindasan dan memerangi
pihak yang menentang kekuasaannya.
Dalam masyarakat yang tidak demokratis atau masyarakat yang
dipimpin oleh seorang yang diktator, penguasa mempertahankan
kekuasaannya dengan paksaan. Di dalam masyarakat yang tidak
demokratis, ada kecenderungan penguasa untuk masuk terlalu jauh dalam
mengatur kehidupan dan kepercayaan serta pribadi warganya sesuai
dengan keinginan penguasa. Dengan paksaan, warga ditujukan untuk
patuh pada penguasa. Diantara banyak bentuk kekuasaan, kekuasaan
politik merupakan hal yang paling penting untuk dipertahankan, karena
dengan kekuasaan politik, penguasa dapat memengaruhi kebijakan umum
21
35
35
(pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan
tujuan-tujuan pemegang kekuasaan.
Kekuasaan politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk mendapat
ketaatan warga masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang
lain dengan tujuan untuk memengaruhi tindakan dan aktivitas penguasa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian yang peneliti lakukan Menggunakan pendekatan kualitatif yang
dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara
mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas.
A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Penelitian Kualitatif adalah
metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam
terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian
generalisasi. Adapun analisis data yang diteliti dalam penelitian ini konflik
kewenangan antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo dalam
pengelolaan Terminal Purabaya.
Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan Observasi berupa
wawancara dengan mengumpulkan beberapa pertanyaan dan tanggapan atas
dari Narasumber yang berdasarkna pada sumber data yang telah dilakukan
oleh penliti sehingga penelitian yang dilakukan sesuai dengan judul yang
diambil oleh peneliti dan temuan dilapangan terkait masalah tentang
Permaslahan Kepentingan Politik antara Pemkot Surabaya dan Pemkab
Sidoarjo mengenai pendapatan seluruh Terminal Purabaya.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti adalah Kota Surabaya dan
37
37
yakni sumber utama peneliti adalah: Walikota Surabaya, DPRD Kota
Surabaya meliputi: Komisi A dan Pimpinan DPRD Kota Surabaya dan DPRD
Kabupaten Sidoarjo meliputi Komisi B dan Pimpinan DPRD Kabupaten
Sidoarjo. Adapun sumber data sekunder atau tambahan yakni: Kepala Dinas
Perhubungan Surabaya, Kepala Bagian Kerjasama Kota Surabaya, Kepala
UPTD Terminal Purabaya dan Kabid Dinas Perhubungan Pemprov Jatim.
Berikut pemaparan Lokasi penelitian:
1. Lokasi penelitian Walikota Surabaya: Jl. Taman Surya No. 1 Surabaya Telp. (031) 5312144, Jl. Jimerto No. 25-27 Surabaya - Jawa Timur Telp: (031) 5312144, 5345689, 534687.
2.Kantor DPRD Kota Surabaya, Jl. Yos Sudarso no.18-22. Surabaya. 3. Kantor DPRD Kabupaten Sidoarjo: Jl. Sultan Agung No. 39, Pucang, Magersari, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61212
4.UPTD terminal Purabaya: Jl. Letjen Sutoyo KM SBY 13, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo. (031) 8530192.
C. Sumber Data
Sumber data merupakan subjek yang memberikan data sesuai dengan
klasifikasi data penelitian yang sesuai. Di sini memiliki data yang berfungsi
sebagai penunjang dalam penelitian. Sumber data dalam penelitian ini dibagi
menjadi:
A. Primer
Data primer merupakan sumber data utama dan kebutuhan mendasar
dalam penelitian ini. Sumber data diperoleh dari informan saat peneliti
Selama di lapangan, peneliti sekaligus penulis tidak hanya
mendapatkan data melalui wawancara secara mendalam dengan informan.
Peneliti juga mendapatkan MOU Kerjasama Terminal Purabaya dalam
Mengelola antara Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo.
Informan adalah orang yang bisa memberikan informasi tentang
situasi dan juga kondisi latar penelitian1. Informan bukan hanya sebagai sumber data, melainkan juga aktor yang menentukan berhasil atau
tidaknya penelitian berdasar hasil informasi yang diberikan. Yang
dimaksudkan informan dalam penelitian adalah Walikota Surabaya dan
Bupati Sidoarjo, DPRD Kota Surabaya, DPRD Kota Surabaya Komisi
tentang Perhubungan, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, Dinas
Perhubungan Kotamadya Surabaya, Kepala Terminal Purabaya.
Dalam penelitian kualitatif, sampel dalam sumber data yang di pilih
adalah Purposive Sampling2. adapun sumber data saya sebagai peneliti sebagai berikut:
A. Sumber Primer Utama adalah Walikota Surabaya, DPRD Kota
Surabaya (Komisi A dan Pimpinan DPRD Kota Surabaya) dan DPRD
Kabupaten Sidoarjo (Komisi B dan Pimpinan DPRD Kabupeten
Sidoarjo) .
B.Sumber Primer penambah atau kedua yakni adalah Kepala
1
Jalaluddin Rahmat,Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 36.
2
39
39
Dishub Kota Surabaya, Kepala Terminal Purabaya Kota Surabaya, Dinas
Kerjasama Kota Surabaya, Dinas BPKP dan Dinas Pengelolaan
Keuangan.
B. Sekunder
Data sekunder adalah data penunjang sumber utama untuk
melengkapi sumber data primer. Data sekunder juga sering disebut
sebagai sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Jadi data ini
berupa bahan kajian yang digambarkan oleh bukan orang yang ikut
mengalami atau hadir dalam waktu kejadian berlangsung. Sehingga
sumber data bersifat penunjang dan melengkapi data primer. Dalam
penelitian ini jenis sumber data yang digunakan adalah literatur dan
dokumentasi.
Sumber literatur adalah referensi yang digunakan untuk memperoleh
data teoritis dengan cara mempelajari dan membaca literatur yang ada
hubungannya dengan kajian pustaka dan permasalahan penelitian baik
yang berasal dari buku maupun internet seperti: Documen Asli atau
Copian Mou Kerja sama Terminal Purabaya, Pemasukan dana Retrebusi
Terminal Purabaya baik Kepada Pemkot Surabaya dan Pemkab Sidoarjo,
Data Pengelolaan Penuh Terminal Purabaya dan Perda Sidoarjo dan Perda
Surabaya.
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk
keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting
dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan
digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan.
Pada bagian ini dikemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, teknik
pengumpulan data yang utama adalah Observasi, Participant Wawancara
mendalam terkait permasalah yang diangkat peneliti dan studi dokumentasi,
atau pun gabungan ketiganya atau menggunakan trigulasi.3
Perlu di kemukakan kalau teknik pengumpulan datanya dengan observasi
maka perlu di kemukakan apa yang diobservasi, kalau wawancara kepada
siapa yang akan diwawancarai.
a. Pengumpulan Data dengan Observasi
Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung
terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku. Pengumpulan
data dengan menggunakan alat indera dan diikuti dengan pencatatan
secara sistematis terhadap gejala-gejala/fenomena yang diteliti.
Dalam hal ini peneliti akan melakukan mengunakan teknik dan
Metode Observasi untuk melihat bagaimana aktivitas di dalam Terminal
Purabaya baik Prasarana dan sarana dan Kerja para Birokasi di terminal
walaupun Posisi Terminal dalam Konflik.
Peneliti juga Mengamati activiitas warga sekitar Desa Bungurasih
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang berada disekitar Terminal
41
41
Purabaya Yang sebgai tempat Pintu Masuk Keluar Bus yang menuju
Terminal Begitu juga Warga yang berkerja disekitar area Terminal
Purabaya.
Peneliti juga meneliti acktivitas yang dikelola oleh sumber data
tersebut apakah sesuai dengan undang-undang atau tidak dalam hal ini
masih banyak prasarana dan sarana di Terminal masih terbilang
terbengkala dan tidak terawat banyak lagi masih menemui problemnya.
Maka dari itu peneliti melakukan observasi tidak hanya kepada sumber
data dan masalahnya namun observasi secara menyyeluruh.
b. Pengumpulan Data dengan Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi
dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu dan dengan wawancara, peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi yang tidak
mungkin bisa ditemukan melalui observasi4.
Berikut ini merupakan langkah-langkah sebelum melakukan sebuah
wawancara kepada sumber data yaitu; (1) menetapkan kepada siapa
wawancara itu akan dilakukan, (2) menyiapkan pokok-pokok masalah
yang akan menjadi bahan pembicaraan, (3) mengawali atau membuka
alur wawancara, (4) melangsungkan alur wawancara, (5)
mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya, (6)
4
menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan, (7)
mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh5. Berdasarkan Penjelasan diatas maka peneliti akan menggunakan proses
wawancara atau langkah-langkah tersebut.
c. Pengumpulan data dengan Dokumentasi
Penggunaan data dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk
mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data tentang
berbagai hal yang berhubungan dengan Seperti peta wilayah, foto-foto
dokumenter aktivitas Birokasi Terminal Purabaya dan Aktivitas Terminsl
Purabaya, Aktvitas Peneliti dalam melakukan Observasi dan Wawancara
dengan sumber data. Teknik dokumentasi ini juga digunakan untuk
mendapatkan informasi dan data-data sekunder yang berhubungan dengan
fokus penelitian.
E. Teknik Analisis data
Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,
sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki
nilai sosial, akademik dan ilmiah. Analisis data penelitian bersifat
berkelanjutan dan dikembangkan sepanjang program.
Analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan (Matthew B.Miles dan A Michael Huberman). Tahap
analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum di mulai sejak
5
43
43
pengumpulan data 1) reduksi data,yang diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan–catatan tertulis di lapangan; 2) penyajian
data (displaydata) dilakukan dengan menggunakan bentuk teks naratif dan 3)
penarikan kesimpulan serta verifikasi6.
Menurut Miles dan Huberman, terdapat tiga teknik analisisi data kualitatif
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses ini
berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum
data benar-benar terkumpul.
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif.
Reduksi data adalah bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data
sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.
Dengan hal tersebut maka proses reduksi data bertujuan untuk
mempertajam, menggolongkan, mengarahkan dan membagikan data yang
tidak diperlukan serta mengorganisasi data itu agar memudahkan
penarikan kesimpulan, kemudian dilanjutkan dengan verifikasi data.
Miasalnya dinamika actor eksekutif Pemerintah Kota Surabaya dan
pemerintah Kabupaten Sidoarjo tentang masyrakat sekitar.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data
6
kualitatif. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi
disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan
kesimpulan. Bentuk penyajian data kualitatif berupa teks naratif
(berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik, jaringan dan bagan.
Misalnya seperti peta lokasi Terminal dan Bagan Organsasi UPTD.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan salah satu dari teknik analisis data
kualitatif. Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat
digunakan untuk mengambil tindakan. Teknik analisis data dalam
penelitian ini, akan dilakukan setelah data-data diperoleh melalui teknik
wawancara mendalam, observasi dan Dokumentasi. Kemudian data-data
tersebut, di analisis secara saling berhubungan untuk mendapatkan
dugaan sementara, yang dipakai dasar untuk mengumpulkan data
berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan secara terus menerus
secara triangulasi.
F. TEHNIK KEABSAHAN DATA
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang
dirumuskan ada tiga macam yaitu, antara lain :
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.