• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tahunan 2012 Penelitian Padi dan Palawija. Penyusun I N. Widiarta Hardono Hermanto Sunihardi Nuning Argo Subekti Kusnandar Wahidin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tahunan 2012 Penelitian Padi dan Palawija. Penyusun I N. Widiarta Hardono Hermanto Sunihardi Nuning Argo Subekti Kusnandar Wahidin"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Laporan Tahunan 2012

Laporan Tahunan 2012

Laporan Tahunan 2012

Laporan Tahunan 2012

Laporan Tahunan 2012

Penelitian

Padi dan Palawija

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2013

Penyusun I N. Widiarta Hardono Hermanto Sunihardi Nuning Argo Subekti Kusnandar Wahidin

(3)

Indikator kinerja utama Target Realisasi Capaian Aksesi sumber daya genetik

tanaman pangan yang dimanfaatkan untuk perbaikan sifat varietas

1.530 aksesi 2.726 aksesi 178,8%

Varietas unggul baru tanaman pangan

17 varietas 21 varietas 123,5% Teknologi budi daya panen dan

pascapanen primer tanaman pangan

12 paket 16 paket 133,3%

Produksi benih sumber padi, jagung, dan kedelai untuk penyebaran varietas berdasarkan Standar Manajemen Mutu 9001-2008 Padi 400 ton Kacang dan ubi = 65 ton Sereal = 34 ton Padi 454 ton Kacang dan ubi = 65,5 ton Sereal = 37 ton 111,5% Alternatif kebijakan pengembangan tanaman pangan 11 opsi 11 opsi 100,0%

Diseminasi hasil penelitian - Publikasi ilmiah - Pertemuan ilmiah 10 Judul 4 kali 10 judul 4 kali 100,0% 100,0% Rata-rata 124,4%

Kinerja 2012

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Pangan

(4)

Program Badan Litbang Pertanian pada periode 2010-2014 adalah perakitan teknologi dan varietas unggul yang berdaya saing. Sejalan dengan program tersebut, Puslitbang Tanaman Pangan menetapkan kebijakan alokasi sumber daya penelitian dan pengembangan menurut komoditas utama yang ditetapkan Kementerian Pertanian, yaitu padi, jagung, dan kedelai. Komoditas pangan penting lainnya adalah ubi kayu dan kacang tanah.

Pada tahun 2012, Puslitbang Tanaman Pangan melalui BB Padi, Balitkabi, Balitsereal, dan Lolit Tungro telah menghasilkan berbagai output hasil utama penelitian berupa plasma nutfah, varietas unggul baru, teknologi budi daya, panen dan pascapanen primer, dan benih sumber tanaman pangan, terutama padi, jagung, dan kedelai yang menjadi fokus swasembada dan swasembada berkelanjutan. Kinerja penelitian tanaman pangan pada tahun 2012 bahkan telah melampaui target. Varietas unggul baru padi dan palawija, misalnya, dari 17 varietas yang direncanakan telah dihasilkan 21 varietas unggul. Selain itu, Puslitbang Tanaman Pangan juga telah menghasilkan alternatif kebijakan yang diperlukan oleh pihak terkait dalam menentukan rekomendasi pengembangan tanaman pangan menuju swasembada berkelanjutan.

Laporan tahunan ini menyajikan berbagai hasil penelitian dan pengembangan tanaman pangan sesuai dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah disusun dalam Penetapan Kinerja Tahunan (PKT) 2012. Selain sebagai materi pertanggungjawaban penggunaan anggaran penelitian dan pengembangan pada tahun anggaran 2012, laporan tahunan ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan rencana kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi lebih lanjut.

Bogor, 30 Januari 2013 Kepala Pusat,

Dr. Hasil Sembiring

(5)
(6)

Daftar Isi

Pengantar ... iii

Tantangan Ketahanan Pangan ... 1

Kebijakan dan Program Penelitian ... 3

Kebijakan ... 3

Strategi ... 4

Program ... 4

Kegiatan dan Output ... 4

Plasma Nutfah ... 7

Ketahanan Plasma Nutfah Padi terhadap Hama Penyakit ... 7

Karakterisasi Sidik Jari DNA Varietas Unggul Padi ... 7

Karakterisasi Koleksi Plasma Nutfah Padi dengan Metode SES dan BUSS ... 8

Konservasi Plasma Nutfah Aneka Kacang dan Ubi ... 8

Koleksi dan Rejuvenasi Plasma Nutfah Serealia ... 12

Varietas Unggul Baru ... 14

Padi Sawah, Rawa, dan Gogo ... 14

Jagung ... 15

Kedelai ... 16

Kacang Tanah ... 17

Ubi Kayu... 17

Teknologi Budi Daya dan Pascapanen Primer... 18

Teknologi Produksi Padi di Lahan Pasang Surut dan Salin ... 18

Budi Daya Padi Hibrida di Lahan Sawah Irigasi ... 18

Budi Daya Padi Gogo Dua Kali Panen Setahun ... 18

Teknologi Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri dengan Pestisida Nabati ... 18

Konversi Musuh Alami untuk Pengendalian Dini Tungro ... 19

Teknologi Validasi dan Verifikasi Metode Analisis Kandungan Amilosa Beras ... 19

Peningkatan Hasil Jagung Hibrida Melalui Pendekatan PTT ... 19

Peningkatan Hasil Jagung Melalui Pendekatan PTT pada Lahan Sawah dan Lahan Kering ... 20

Biopestisida Hayati untuk Pengendalian Hama Jagung ... 21

Prototipe Perontok Gandum ... 21

Prototipe Pengering Biji Sorgum ... 21

Pengelolaan Bahan Organik Tanah pada Kedelai... 21

Alat Pengering Kedelai Tipe Bak ... 22

Pengendalian Kutu Kebul pada Kedelai ... 23

Teknologi Penyimpanan Benih Kedelai ... 24

Paket Teknologi Budi Daya Kacang Tanah pada Lahan Sawah Alfisol ... 24

Teknologi Produksi Ubi Kayu di Lahan Kering Masam ... 25

Benih Sumber ... 26

Analisis Kebijakan dan Pengembangan ... 27

Peningkatan Produksi Padi Melalui Pengembangan Sistem of Rice Intensification ... 27

Pengamanan Produksi Padi Melalui Penerapan PHT ... 27

(7)

Peningkatan Daya Saing dan Nilai Tambah Agribisnis Padi ... 28

Peningkatan Produksi Padi Melalaui Program GP3K ... 29

Analisis Ketersediaan Pupuk dan Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi ... 30

Analisis Pencapaian Surplus 10 Juta ton Beras 2014 ... 30

Analisis Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Kedelai di Lahan Perhutani ... 31

Penyempurnaan Sistem Perbenihan Nasional ... 32

Sistem Produksi dan Distribusi Benih di Daerah dan Arah Perbaikan ... 33

Dampak Tanam Serempak ... 34

Ketersediaan Teknologi Produksi Kedelai ... 34

Diseminasi Hasil Penelitian ... 37

Pameran Hasil Penelitian ... 37

Pengembangan Kedelai di Kawasan Hutan Jati ... 38

Hari Pangan se-Dunia Ke-32 ... 38

Gerakan Tanam Nasional Kedelai ... 39

International Maize Converence ... 40

Publikasi Hasil Penelitian ... 41

Pelayanan Publik ... 41

Kerja Sama Penelitian ... 42

Dalam Negeri ... 42

Luar Negeri ... 46

Sumber Daya Penelitian ... 49

Sumber Daya Manusia ... 49

Keuangan ... 50

Aset Kantor... 50

Kebun Percobaan ... 52

(8)

Tantangan Ketahanan Pangan

Upaya peningkatan produksi beras nasional telah dicanangkan sejak 2007 dengan sasaran peningkatan produksi 5% setiap tahun. Hal ini bertujuan untuk melanggengkan swa-sembada beras dan jagung yang telah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya, dan meraih swasembada kedelai pada tahun 2014. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari empat target sukses Kementerian Pertanian yaitu 1) pencapaian swasembada dan swa-sembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani.

Namun, upaya peningkatan produksi tanaman pangan terkendala oleh berbagai hal, antara lain konversi lahan sawah yang masih terus berlangsung di beberapa daerah, perubahan iklim yang akhir-akhir ini telah

mengganggu keberlanjutan sistem produksi akibat kekeringan dan genangan dalam periode tertentu, kelangkaan tenaga kerja di perdesaan, dan makin mahalnya input produksi. Tingkat adopsi teknologi oleh petani juga tidak merata untuk semua jenis tanaman pangan.

Sebenarnya Indonesia masih memiliki peluang cukup besar dalam meningkatkan produksi padi dan palawija yang dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam ke lahan suboptimal, seperti lahan sawah tadah hujan, lahan kering, dan lahan rawa pasang surut, serta peningkatan indeks pertanaman. Untuk mengatasi kendala dan masalah yang dihadapi petani di lahan suboptimal diperlukan teknologi yang mampu meningkatkan dan menstabilkan produktivitas secara berkelanjutan.

(9)

Melalui implementasi program yang telah dicanangkan oleh Kementerian Pertanian, produksi padi dan jagung pada tahun 2012 masing-masing meningkat 4,87% dan 7,47% dibandingkan dengan tahun lalu. Produksi padi pada tahun 2012 mencapai 68,9 juta ton atau meningkat 4,87%, sementara produksi jagung 18,9 juta ton atau meningkat 7,47% dibanding produksi pada tahun 2011. Produksi kedelai belum berhasil ditingkatkan karena menurunnya minat petani me-ngembangkan komoditas ini akibat harga jual yang tidak menguntungkan mereka. Pada tahun 2012, produksi kedelai turun 8% dari produksi pada tahun 2011 yang telah mencapai 851 ribu ton.

Peningkatan produksi padi dan jagung pada tahun 2012 didorong oleh penerapan teknologi anjuran, penurunan luas serangan organisme penganggu tanaman (OPT), dan penurunaan angka susut hasil panen. Di samping itu juga didukung dengan me-ningkatnya integrasi dan sinergitas program

dan kegiatan antarsektor, subsektor, dan stakeholder sesuai dengan Inpres No 5 Tahun 2011, tentang pengamanan produksi beras nasional dalam mengantisipasi kondisi iklim ekstrim.

Ke depan, perakitan dan perekayasaan teknologi tanaman pangan makin diperlukan jika dikaitkan dengan makin beragamnya masalah yang mengganjal petani dalam berproduksi, terutama perubahan iklim global yang telah dirasakan dampaknya di berbagai belahan dunia. Teknologi yang tetap diperlu-kan dalam menunjang keberhasilan empat target sukses program Kementerian Pertanian antara lain varietas unggul baru, termasuk ketersediaan benihnya, dan inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produksi dan menekan penggunaan biaya input yang akan berkontribusi dalam meningkatkan ke-untungan dan kesejahteraan petani. Teknologi yang telah dihasilkan perlu segera disosialisasikan kepada petani yang sebagian besar berbasis di perdesaan.

(10)

Kebijakan dan Program Penelitian

Kebijakan

Kebijakan Puslitbang Tanaman Pangan dalam penelitian dan pengembangan tanaman pangan merupakan bagian integral dari kebijakan Badan Litbang Pertanian. Kebijakan dibangun dengan menerapkan prosedur standar seperti analisis SWOT dan logical

framework. Pola pikir kemudian dielaborasi

dari lintas jalan (pathway) penelitian, adopsi, dampak litbang pertanian, dan evaluasi umpan balik.

1. Memfokuskan penciptaan inovasi teknologi benih/bibit unggul dan rumusan kebijakan guna pemantapan swasembada beras dan jagung serta pencapaian swasembada kedelai untuk peningkatan produksi produk komoditas pangan substitusi impor, diversifikasi pangan, bioenergi dan bahan baku industri.

2. Memperluas jejaring kerja sama penelitian, promosi dan diseminasi hasil penelitian kepada stakeholders nasional maupun internasional untuk mempercepat proses pencapaian sasaran pembangunan pertanian (impact recoqnition), pengakuan ilmiah internasional (scientific recognition), dan perolehan sumber-sumber pen-danaan penelitian lainnya di luar APBN. 3. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan

kapabilitas sumber daya penelitian melalui perbaikan sistem rekruitmen dan pelatihan SDM, penambahan sarana dan prasarana, dan struktur penganggaran yang sesuai dengan kebutuhan institusi. 4. Mendorong inovasi teknologi yang

me-ngarah pada pengakuan dan perlindungan HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) secara nasional dan internasional.

(11)

5. Meningkatkan penerapan manajemen penelitian dan pengembangan yang akuntabel dan good government.

Strategi

1. Menyusun cetak biru kebutuhan inovasi teknologi untuk pencapaian sasaran pembangunan pertanian dan benchmark hasil penelitian.

2. Mengoptimalkan kapasitas unit kerja untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas penelitian, memperkuat inovasi teknologi tanaman pangan yang berorientasi ke depan, memecahkan masalah, ber-wawasan lingkungan, aman bagi kesehatan dan menjamin keselamatan manusia serta dihasilkan dalam waktu yang relatif cepat, efisien dan berdampak luas.

3. Menyusun dan meningkatkan pemanfaat-an rekomendasi kebijakpemanfaat-an pemanfaat-antisipatif dpemanfaat-an responsif dalam kerangka pembangunan pertanian untuk memecahkan berbagai masalah dan isu-isu aktual dalam pem-bangunan pertanian.

4. Meningkatkan intensitas komunikasi dan partisipasi pada kegiatan ilmiah nasional dan internasional.

5. Meningkatkan intensitas pendampingan penerapan teknologi kepada calon pengguna.

6. Meningkatkan intensitas promosi inovasi teknologi kepada pelaku usaha industri agro.

7. Meningkatkan kerja sama penelitian dan pengembangan dengan lembaga inter-nasional/nasional berkelas dunia dalam rangka memacu peningkatan produk-tivitas dan kualitas penelitian untuk memenuhi peningkatan kebutuhan pengguna dan pasar. Kerja sama penelitian dan pengembangan ini juga diarahkan untuk pencapaian pengakuan kompetensi sebagai impact recoqnition yang mengarah pada peningkatan perolehan pendanaan di luar APBN.

8. Mengembangkan sistem alih teknologi berbasis HaKI hasil litbang ke dunia industri melalui lisensi.

9. Menerapkan kebijakan reformasi birokrasi secara konsisten pada semua jajaran Badan Litbang Pertanian.

Program

Sesuai dengan Pokok-Pokok Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (SEB Meneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS dan Menkeu, No. 0412.M.PPN/06/ 2009, tanggal 19 Juni 2009), program hanya ada di Eselon I, sedangkan kegiatan di eselon II. Program Badan Litbang Pertanian (Eselon I) pada periode 2010-2014 adalah Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing. Sejalan dengan program tersebut, Puslitbang Tanaman Pangan menetapkan kebijakan alokasi sumber daya litbang menurut komoditas prioritas utama yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian, yaitu tiga di antara lima komoditas prioritas tanaman pangan (padi, jagung, kedelai) serta ubikayu dan kacang tanah yang termasuk dalam 30 fokus komoditas lainnya dan komoditas tanaman pangan yang menjadi penting seiring dinamika pengembangan tanaman pangan.

Kegiatan dan Output

Sesuai dengan organisasi Badan Litbang Pertanian, maka di Puslitbang Tanaman Pangan (Eselon II) terdapat satu kegiatan, yaitu Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Kegiatan litbang tanaman pangan dilaksanakan oleh lima satker, yaitu Puslitbangtan, BB Padi, Balitsereal, Balitkabi, dan Lolit Tungro dengan capaian output disajikan pada Tabel 1, 2, 3, 4, dan 5.

Output yang menjadi indikator kinerja utama (IKU) adalah (1) aksesi sumber daya genetik, (2) varietas unggul baru, (3) teknologi budi daya dan pascapanen primer, (4) produksi benih sumber, (5) alternatif kebijakan, dan (6) diseminasi hasil penelitian.

(12)

Tabel 3. Target dan capaian satker Balitkabi dalam kegiatan litbang tanaman pangan 2012. Volume/satuan

Output Biaya (Rp000)

Target Capaian

Diseminasi Teknologi kabi 2 Laporan 2 Laporan 1.481.358

Pengelolaan Satker 13 Laporan 13 Laporan 1.978.770

Pengembangan Kerjasama 1 Laporan 1 Laporan 21.474

Benih Sumber (BS, FS dan SS) 55 Ton 1.411.318

Varietas Unggul Aneka Kabi 6 Varietas 6 VUB 2.420.850 Plasma Nutfah Aneka Kabi Umbi 325 Aksesi 1.226 Aksesi 381.720 Teknologi Tanaman Aneka Kabi 2 Teknologi 6 Teknologi 636.887

Pengadaan Buku 20 Buah 20 Buah 30.000

Layanan Perkantoran 12 Bulan 12 Bulan 16.791.343

Kendaraan Bermotor 8 Unit 8 Unit 401.000

Pengolah Data dan Komunikasi 23 Unit 23 Unit 246.671 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 87 Unit 87 Unit 1.393.948

Gedung/Bangunan 7.727 m2 7.727 m2 6.059.220

Jumlah 33.254.559

Tabel 1. Target dan capaian satker Puslitbangtan dalam kegiatan litbang tanaman pangan 2012. Volume/satuan

Output Biaya

Target Capaian (Rp’000)

Diseminasi Teknologi Tanaman Pangan 2 Laporan 2 Laporan 1.020.700

Pengelolaan Satker 8 Laporan 8 Laporan 1.713.734

Pengembangan Kerja Sama 4 Laporan 4 Laporan 662.985 Rumusan Kebijakan Tanaman Pangan 11 Rekomendasi 11 Rekomendasi 6.500.000

Laporan Koordinasi 2 Laporan 2 Laporan 395.000

Pengadaan Buku 36 Buah 36 Buah 20.000

Layanan Perkantoran 12 Bulan 12 Bulan 8.456.067

Kendaraan Bermotor 2 Unit 2 Unit 451.600

Pengolah Data dan Komunikasi 145 Unit 145 Unit 6.68.115 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 24 Unit 24 Unit 87.549

Gedung/Bangunan 6.389,9 m2 6.389,9 m2 2.344.157

Jumlah 23.319.907

Tabel 2. Target dan capaian satker BB Padi dalam kegiatan litbang tanaman pangan 2012. Volume/satuan

Output Biaya (Rp000)

Target Capaian

Varietas Unggul Padi 7 Varietas 12 VUB 6.840.000

Diseminasi Teknologi Padi 5 Laporan 5 Laporan 4.056.000

Pengelolaan Satker 9 Laporan 9 Laporan 3.214.746

Pengembangan Kerja Sama 1 Laporan 1 Laporan 110.000

Database Benih 1 Laporan 1 Laporan 36.000

Benih Sumber (BS, FS, SS dan F1) 100 Ton 1.906.000

Database Plasma Nutfah Tanaman Pangan 1 Laporan 1 Laporan 36.000

Plasma Nutfah Padi 500 Aksesi 874 Aksesi 1.066.000

Teknologi Tanaman Padi 4 Teknologi 6 Teknologi 4.290.000

Pengadaan Buku 20 Buah 20 Buah 50.000

Layanan Perkantoran 12 Bulan 12 Bulan 22.150.358

Kendaraan Bermotor 2 Unit 2 Unit 671.000

Pengolah Data dan Komunikasi 50 Unit 50 Unit 1.172.840 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 21 Unit 21 Unit 144.200

(13)

Tabel 4. Target dan capaian satker Balitsereal dalam kegiatan litbang tanaman pangan 2012. Volume/satuan

Output Biaya (Rp000)

Target Capaian

Diseminasi Teknologi Serealia 5 Laporan 5 Laporan 2.274.949

Pengelolaan Satker 9 Laporan 9 Laporan 1.355.421

Pengembangan Kerjasama 1 Laporan 1 Laporan 38.800

Varietas Unggul Serealia 8 Varietas 7 VUB 2.378.247 Plasma Nutfah Serealia 580 Aksesi 626 Aksesi 1.411.470 Teknologi Tanaman Serealia 4 Teknologi 4 Teknologi 922.156

Benih Sumber (BS, FS dan SS) 34 Ton 1.304.242

Pengadaan Buku 40 Buah 40 Buah 15.000

Layanan Perkantoran 12 Bulan 12 Bulan 15.849.233

Kendaraan Bermotor 1 Unit 1 Unit 20.000

Pengolah Data & Komunikasi 6 Unit 6 Unit 71.910 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran 10 Unit 10 Unit 1.230.875

Gedung/Bangunan 22.809 m2 22.809 m2 5.943.788

Jumlah 32.816.091

Tabel 5. Target dan capaian satker Lolit Tungro dalam kegiatan litbang tanaman pangan 2012. Volume/satuan

Output Biaya (Rp000)

Target Capaian

Diseminasi Teknologi Padi 1 Laporan 1 Laporan 98.822

Pengelolaan Satker 5 Laporan 5 Laporan 268.450

Benih Sumber (BS, FS, dan SS) 30 Ton 30 Ton 500.000 Teknologi Pengendalian Tungro 1 Teknologi 1 Teknologi 342.068 Varietas Unggul Tahan Tungro 1 Varietas 1 Varietas 744.680

Layanan Perkantoran 12 Bulan 12 Bulan 2.168.504

Kendaraan Bermotor 1 Unit 1 Unit 25.000

Pengolah Data dan Komunikasi 11 Unit 11 Unit 99.000 Peralatan dan Fasilitas Kantor 88 Unit 88 Unit 1.068.050

(14)

Plasma Nutfah

Plasma nutfah tanaman pangan menjadi andalan dalam perakitan varietas unggul yang memiliki sifat yang diinginkan, seperti hasil tinggi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, toleransi terhadap lingkungan yang tidak mendukung, dan mutu gizi. Oleh karena itu, Puslitbang Tanaman Pangan terus berupaya meneliti plasma nutfah untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki.

Ketahanan Plasma Nutfah Padi

terhadap Hama Penyakit

Hasil skrining di BB Padi menunjukkan tidak terdapat plasma nutfah padi yang tahan terhadap hama penggerek batang padi kuning, tetapi ada 10 galur yang tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 3 yang tidak jarang mengancam pertanaman padi. Galur harapan tersebut adalah galur fungsional-1 dan 11, B.61-21 (BP 16002 Mb-B.61-21), C.37-1 (BP 16060 Mb-1), C.46-16 (BP 16062 Mb-16), 303/116 BP9972-1f-6-3, 305/112 BP6994-2f-3-1, 402/137 BP5168f-Kn-16-3, BP4114-7f-Kn-22-2, dan BP8996-5e-Kn-7-2. Dalam pengujian lainnya terhadap 86 aksesi plasma nutfah padi tidak diperoleh aksesi yang tahan terhadap wereng coklat biotipe 3, hanya empat aksesi yang bereaksi agak tahan (Andel Abang/1755, Cicih Ijo Gading/2548, Buban/3018, dan Bulang/3027).

Hasil pengujian terhadap tiga penyakit HDB pada stadia vegetatif menunjukkan beberapa galur bereaksi tahan terhadap strain III, sementara terhadap strain IV dan VIII bereaksi rentan. Tujuh galur yang agak tahan terhadap strain III pada stadia vegetatif adalah BP10620F-BB4-12-BB4, BP10620F-BB4-17-BB8, BP1062F-BB4-19-BB8, BP10620F –BB4-2-BB8, BP10620F-BB4-18-BB4, BP10620F-BB4-20-BB4, dan Sigudang. Galur lainnya yang bereaksi agak tahan adalah H 190, H 250, BP14276e-2-0, BP16734e-1, IR83383-B-B-129-4, IR87705-14-11-B, B54-1 (BP159901), B.56-12 (BP 15994 Mb-12), BP7528-3f-7-1 dan BP5168f-Kn-16-3.

Pada stadia generatif, dua galur mem-perlihatkan reaksi sangat tahan terhadap HDB strain III, yaitu BP10620F-BB4-18-BB4 dan

BP5168f-Kn-16-3. Galur BP5168f-Kn-16-3 juga tahan terhadap HDB strain IV dan agak tahan strain VIII. Plasma nutfah padi yang tahan terhadap HDB strain III pada stadia bibit adalah Mundam Paya Kumbu, Parosi, Rojolele Subang, Toliwang, Sereh Sulteng, Mongkar, Padi Merah, Padi Wangi, Lambur, Kasumba, Segajah, Gogo, Pulut Merah, Genjah Arum, Dekor, Pepe, NH-2-92, Nuri Bura, Pete Lambeun, Ekor Hitam, Padi Durian A, Ketan Wuluh, Rampur Masuli, Tomas, dan Siam Lantik. Dari hasil pengujian diketahui pula galur yang tahan terhadap varian virus tungro 073 yaitu BP7956-1F-2-2 dan Padi Mujair bereaksi agak tahan.

Dalam pengujian yang lain telah teridentifikasi enam aksesi plasma nutfah padi (Ketan Abang, Si Pola, Bintang Ladang, Pulut Jelawat, Jalu Briwit, Siad) yang toleran terhadap salinitas pada fase vegetatif dengan tingkat cekaman berkisar antara 9,78-12,68 dS/m.

Karakterisasi Sidik Jari DNA

Varietas Unggul Padi

Karakterisasi terhadap sidik jari DNA varietas padi telah dilakukan terhadap 26 genotipe yang terdiri atas 18 varietas unggul baru (3 Inpago, 10 Inpari, 5 Inpara) dan delapan tetua hibrida menggunakan 36 marka SSR. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dua marka memberikan hasil monomorfik atau tanpa produk, yaitu RM1022 dan RM4608. Marka yang lain memiliki polimorfisme pada minimal dua genotipe. Hasil analisis terhadap marka-marka polymorfik menunjukkan jumlah alel (band produk PCR) yang muncul dari tiap marka beragam antara 1-8 allel dengan rata-rata 3,2286 alel per marka. Gene diversity materi yang diuji relatif tinggi dengan rata-rata 0,5061 dan PIC relatif rendah yaitu 0,4451 dengan kisaran 0-0,8287. Hasil analisis dendogram pada ambang batas jarak genetik 0,1 menunjukkan bahwa materi yang diuji terbagi dalam enam grup dimana Inpago 6 dan BH33d masing-masing berdiri sendiri, Inpara 3, Inpara 1, Inpara 2, Inpari 18, dan Inpari 19 termasuk ke dalam satu grup. Grup lainnya adalah Inpara 4, Inpago 4, Inpago 5,

(15)

dan Inpago 6. Varietas Inpara5, Inpari 14, Inpari 15, Inpari 16, Inpari 17, Inpari 11, Inpari 12, Inpari 13, dan Inpari 20 tergabung ke dalam satu grup. Sementara tetua ibrida IR68897B, GMJ6B, IR79156B, BP51-1, IR40750, Bio9, dan BH95E-Mr-15-6-2-2 mengelompok sebagai satu grup.

Hasil karakterisasi terhadap materi tersebut menunjukkan bahwa varietas unggul baru dan tetua hibrida cenderung memiliki kesamaan dalam semua karakter morfologi yang diamati, kecuali panjang lidah daun, tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, diameter batang, jumlah anakan, dan panjang malai.

Karakterisasi Plasma Nutfah

Padi dengan Metode

SES dan BUSS

Plasma nutfah padi sebagai sumber daya genetik diperoleh melalui berbagai cara, antara lain eksplorasi dan koleksi varietas lokal, VUB atau galur dari dalam maupun luar negeri. melalui upaya introduksi. Karakterisasi terhadap plasma nutfah tersebut bertujuan untuk mengetahui sifat yang dimiliki.

Hasil karakterisasi berdasarkan metode SES di KP Sukamandi menunjukkan bahwa sebagian besar dari 180 aksesi yang diteliti termasuk ke dalam golongan Indica, permukaan daun sedang, warna pelepah daun (warna kaki) hijau, warna leher daun hijau muda, warna lidah daun putih, bentuk lidah daun dua cleft, warna telinga daun putih atau tidak berwarna, warna helaian daun hijau, sudut daun bendera tegak, sudut batang (habitus) sedang, tipe malai antara sedang dan kompak, bulu ujung gabah tidak berbulu, warna bulu ujung gabah tidak berbulu, senescen sedang, postur tanaman pendek (<110 cm), jumlah anakan sedang (10-19 anakan/tanaman), dan umur tanaman sangat genjah (90-104 HSS).

Hasil karakterisasi uji BUSS pada tetua hibrida terdapat perbedaan antara kandidat varietas dengan pembanding pada semua set yang diuji. Terdapat 17 karakter yang berbeda dari enam set tetua hibrida, dalam setiap set terdapat 5-8 karakter yang berbeda, dan karakter pembeda sebagian besar bersifat kuantitatif.

Konservasi Plasma Nutfah

Aneka Kacang dan Ubi

Meluasnya penggunaan varietas unggul dan intensifnya pemanfaatan hutan akan memperbesar peluang tersingkirnya varietas lokal dan liar, yang akan diikuti pula oleh musnahnya gen-gen berguna yang terkandung di dalamnya. Melalui konservasi, karakterisasi, dan evaluasi plasma nutfah dapat diketahui gen-gen pengatur karakter untuk dilestarikan, didokumentasi, dan didayagunakan secara optimal melalui sistem informasi dan dokumentasi yang andal.

Pada tahun 2012 telah diperbarui benih plasma nutfah kacang-kacangan (225 aksesi kedelai, 150 aksesi kacang tanah, 225 aksesi kacang hijau, 75 aksesi kacang tunggak, 71 aksesi kacang gude, dan 6 aksesi kacang komak). Selain itu dilakukan peremajaan 303 aksesi ubi jalar dan 323 aksesi ubi kayu. Peremajaan aksesi ubi jalar dilakukan setiap tiga tahun, sedangkan aksesi ubi kayu sekali setahun.

Kedelai

Sebagian besar aksesi kedelai yang diperbarui benihnya memiliki biji berukuran sedang, warna biji kuning, dan terdapat 27 aksesi bijinya berwarna hitam. Hasil biji rata-rata 1,48 t/ha, namun terdapat 14 aksesi yang hasilnya di atas 2,0 t/ha yakni MLGG-0312, MLGG-0328, 0559, 0565, 0647, MLGG-0675, MLGG-0717, MLGG-0772, MLGG-0786, 0827, 0846, 0852, MLGG-0853, MLGG-0855, dan MLGG-0895 dengan umur masak di atas 80 hari dan ukuran biji 6,56-10,67 g/100 biji. Terdapat 5 aksesi kedelai yang berukuran biji besar di atas 14 g/100 biji, yaitu MLGG 0242, MLGG 0553, MLGG 0617, MLGG 0669, dan MLGG 0903. Ukuran biji kedelai merupakan salah satu karakter penting yang mendapat perhatian petani/pasar, sesuai dengan pemanfaatannya. Untuk industri tahu dan tempe, misalnya, lebih disukai kedelai yang berbiji besar.

Kacang Tanah

Aksesi kacang tanah yang dikonservasi se-bagian besar memiliki polong berukuran

(16)

sedang (66,2%), tergolong jenis Spanish (80%) dengan jumlah biji per polong didominasi biji 2, kulit polong agak kasar, agak berpinggang dan sedikit berpelatuk. Polong tipe spanish umumnya dipanen lebih awal (85-95 hari) dan sesuai untuk produk kacang garing. Dari 150 aksesi, hasil polong rata-rata 2,56 t/ha polong kering, tertinggi 4,40 t/ha polong kering. Sebanyak 54 aksesi memiliki hasil polong kering di atas 3,0 t/ha. Tiga di antaranya yakni MLGA 0134, MLGA 0140, dan MLGA 0148 memiliki hasil di atas 4,0 t/ha dan termasuk tipe Spanish.

Kacang Hijau

Sebanyak 225 aksesi kacang hijau yang dikonservasi pada tahun 2012, 104 aksesi memiliki warna biji kusam dan 39 aksesi berbiji kecil (< 4 g/100 biji). Dua aksesi memiliki warna polong krem yakni MLG-0179 dan MLG-0185. Hasil biji kacang hijau rata-rata 1,26 t/ha, dan terdapat 11 aksesi yang hasilnya di atas 1,70 t/ ha, yakni MLG-0142, MLG-0218, MLG-0247, MLG-0266, MLG-0267, MLG-0273, MLG-0285, MLG-0664, MLG-0741, MLG-0763, MLG-0802.

Kualitas produk olahan kacang hijau sangat ditentukan oleh sifat fisik dan kimia bahan bakunya yang berkaitan dengan sifat-sifat genetik tanamannya. Untuk produk bubur, disukai biji kacang hijau yang cepat masak dan mengembang setelah dimasak. Karakter biji kacang hijau berkulit biji berwarna kusam dianggap memenuhi kriteria tersebut. Karakter demikian juga sesuai untuk bahan pengisi bakpia. Kacang hijau yang memiliki ukuran biji kecil sesuai untuk kecambah.

Kacang Potensial

Karakter nutrisi kacang hijau serupa dengan karakter nutrisi biji kacang tunggak, sehingga kacang tunggak digunakan sebagai pengganti atau pemenuh kebutuhan kacang hijau. Sebanyak 75 aksesi kacang tunggak yang diperbarui benihnya, di antaranya varietas KT 4, KT 5, KT 6, KT 7, KT 8, dan KT 9.

Kacang gude merupakan tanaman kacang-kacangan potensial yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan. Terdapat 6 aksesi kacang gude yang memiliki daya hasil tinggi

Plasma nutfah aneka kacang dan ubi merupakan sumber daya genetik yang diperlukan dalam perakitan varietas unggul baru

(17)

1,55-1,98 t/ha, ukuran biji sedang 9-11 g/100 biji dan umur panen antara 123-138 hari. Keenam aksesi tersebut adalah ICPL-93004, 93093, 92066, 84031, ICPL-92057, dan ICPL-92038. Karakternya serupa kacang gude varietas Mega.

Ubi Jalar dan Ubi Kayu

Aksesi ubi jalar yang diremajakan memiliki keragaman untuk tipe tanaman, ukuran daun, pigmentasi pada daun, bentuk umbi, serta warna kulit dan daging umbi. Sebagian besar aksesi memiliki warna kulit umbi putih, krem, dan merah serta warna daging umbi putih, kuning muda, orange, dan ungu dengan intensitas dan distribusi warna yang beragam. Terdapat tiga aksesi dengan hasil atas 25 t/ha yakni aksesi no 5, 46, dan 291 dengan warna umbi putih dan kuning.

Koleksi ubi kayu sebanyak 323 aksesi memiliki keragaman kadar antosianin pada batang, bulu pada daun, bentuk daun warna parenkim batang, dan warna umbi. Terdapat 4 aksesi yang memiliki hasil di atas 4,0 kg/ tanaman, yang setara dengan 40 t/ha, yakni MLG 10032, MLG 10070, MLG 10237, dan MLG 10018, satu di antaranya memiliki umbi yang tidak pahit (MLG 10018).

Aneka Ubi Potensial

Umbi-umbian potensial merupakan sumber pangan karbohidrat cukup penting di Indo-nesia, karena memproduksi dan menyimpan pati dan sebagai penghasil bahan baku industri

untuk pangan, pakan, dan tujuan lainnya. Aneka ubi potensial yang diremajakan tahun 2012 meliputi: 50 aksesi talas, 24 aksesi kimpul, 21 aksesi suweg, 9 aksesi ganyong, 9 aksesi garut, dan 64 aksesi uwi-uwian.

Talas dan Kimpul

Dari 50 aksesi bentul/talas (Colocasia

esculenta) dan 24 aksesi kimpul (Xanthosoma sp) yang dikonservasi, keragaman terlihat pada

ukuran dan warna daun, tangkai daun, bentuk, serta warna dan dan ukuran umbi. Sebagian besar koleksi talas memiliki warna kortek umbi putih, sebagian lain berwarna kuning hingga orange, dan ungu. Sebagian besar aksesi kimpul (Xanthosoma sp.) memiliki panjang umbi di atas 12 cm, memiliki percabangan umbi, dengan bentuk kerucut hingga agak bulat, warna kortek putih dan warna bagian dalam umbi kuning. Potensi talas dan kimpul sebagai bahan sumber karbohidrat dan bahan baku industri belum dikembangkan secara maksimal.

Garut dan Ganyong

Garut (Maranta arundinacea) memiliki keragaman untuk warna daun (hijau dan hijau belang putih) dan ganyong (Canna edulis) memiliki warna daun hijau atau merah. Sebagian besar aksesi garut memiliki panjang umbi antara 21-30 cm dengan diameter antara 3,1-3,5 cm, dan berat umbi per tanaman 750-1000 g. Terdapat lima aksesi garut yang memiliki kandungan pati diatas 90% (90-92%). Berdasarkan sifat amilografinya garut Lokal

(18)

Lumajang memiliki viskositas puncak 1.510 cp, yang bermakna patinya memiliki sifat kaku (rigid) dan tidak berubah dengan perlakuan fisik. Pati ganyong tidak memiliki viskositas puncak, sehingga sangat potensial sebagai bahan pengental bagi produk pangan ber-bahan baku karbohidrat. Pertumbuhannya yang cepat dan toleran naungan, me-mungkinkan garut dan ganyong ditanam di pekarangan.

Suweg

Seluruh aksesi suweg (Amorphophallus sp.) memiliki pinggir daun yang bergerigi dan tiga buah cabang. Keragaman untuk sifat kualitatif meliputi: warna daun, warna tangkai daun, warna batang, dan warna bintik pada batang. Secara visual, keragaman sangat nyata terlihat pada diameter batang, warna batang (coklat, coklat kehitaman, coklat muda, hijau, hijau muda, dan hitam), dan warna bintik pada batang. Sebagian besar aksesi suweg memiliki warna daun hijau, warna batang hijau, dan

warna bintik pada batang hitam dan umbinya dapat dimakan. Pati suweg mengandung glukomanan yang diperlukan agroindustri. Berdasarkan karakter batang dan umbi, koleksi yang ada terdiri dari dua kelompok yakni, A.

variabilis dan A. muelleri.

Uwi-uwian

Aksesi uwi-uwian dari Dioscorea memiliki keragaman morfologis yang luas. Berdasarkan karakteristik batang, daun, dan umbi dapat diidentifikasi bahwa koleksi yang ada terdiri dari D. esculenta, D. alata, D. hispida, D.

bulbifera, D. pentaphylla, dan D. Nummularia.

Keragaman uwi-uwian tersebut terlihat pada arah lilitan batang (searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam), batang ada yang berduri dan tidak berduri, bentuk dan ukuran daun beragam, serta ada tidaknya buah di atas (aerial bulbil). Dioscorea hispida (gadung) saat ini berkembang untuk industri krupuk gadung, namun budi daya gadung belum berkembang.

Koleksi plasma nutfah ganyong dan garut.

(19)

Koleksi dan Rejuvinasi Plasma

Nutfah Serealia

Kegiatan koleksi plasma nutfah serealia dilakukan di Bali dan Nusa Tenggara Timur. Di NTT diperoleh 21 aksesi jagung dan tiga aksesi sorgum dari Pulau Timor, sedangkan di Bali diperoleh 10 aksesi dari Kabupaten Karang Asem dan Pulau Nusa Panida. Di samping itu, diperoleh pula 144 aksesi plasma nutfah gandum introduksi dan dua aksesi sorgum dari India. Hingga saat ini plasma nutfah tanaman serealia nonpadi yang ada di Balitsereal adalah 1.143 aksesi yang terdiri atas 643 aksesi jagung, 119 aksesi sorgum, 181 aksesi gandum, 91 aksesi milet, dan 9 aksesi jali.

Jagung

Karakter agronomis yang diamati pada tahun ini berdasarkan prosedur uji DUS (Distinctness,

Uniformity, Stability) dan pengamatan

berdasarkan CIMMYT Maize Descriptors. Hasil penelitian menunjukkan keragaman aksesi yang diuji untuk karakter bobot per tongkol sangat nyata pada taraf 5%. Hal ini berarti

terdapat keragaman yang tinggi pada pe-nampilan karakter tersebut, ditandai dengan besarnya nilai Koefisien Keragaman (34%). Nilai tertinggi ditunjukkan oleh aksesi INA-2011-ZMA-0605 sebesar 0,26 kg/tongkol, sedangkan nilai terendah pada aksesi INA-2011-ZMA-0625 (0,05 kg/tongkol). Untuk karakter umur berbunga jantan dan betina terlihat interval ASI pada kisaran 2-5 hari yang menandakan tidak adanya cekaman lingkungan pada saat penelitian.

Hasil analisis statistik menunjukkan adanya keragaman pada umur berbunga masing-masing aksesi yang dibuktikan dengan sidik ragam untuk aksesi sangat nyata pada taraf 5%. Umur panen 10 varietas terbaik berkisar antara 91-109 HST, yang dapat digolongkan pada jenis jagung umur sedang dan dalam. Sebagian besar (>50%) aksesi yang diuji memiliki rasio tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol 50%. Hanya terdapat tiga aksesi dengan rasio di atas 60%, yaitu INA-2011-ZMA-0631, INA-2011-ZMA-0667, INA-2011-ZMA-0623. Aksesi INA-2011-ZMA-0545 memiliki nilai rendemen 95%, sedangkan aksesi INA-2011-ZMA-0605 dengan bobot tongkol tertinggi memiliki nilai rendemen 85%.

Tabel 6. Hasil karakterisasi 10 aksesi plasma nutfah jagung terbaik berdasarkan karakter berat tongkol (36), umur berbunga jantan (5), umur berbunga betina (12), tinggi tanaman tanpa malai (39), tinggi letak tongkol (40), dan rendemen (37). KP. Maros, 2012.

Karakter agronomis aksesi plasma nutfah jagung Nomor aksesi 36 5 12 39 40 37 INA-2011-ZMA-0605 0,26 53,0 56,0 314,03 156,61 0,85 INA-2011-ZMA-0545 0,25 49,0 51,0 230,00 108,03 0,95 INA-2011-ZMA-0633 0,20 42,0 44,0 238,50 120,60 0,89 INA-2011-ZMA-0521 0,20 62,5 63,0 323,50 167,53 0,85 INA-2011-ZMA-0631 0,20 44,5 48,5 180,05 120,07 0,92 INA-2011-ZMA-0591 0,20 53,0 56,0 299,50 169,53 0,88 INA-2011-ZMA-0667 0,19 59,0 46,0 272,30 165,80 0,81 INA-2011-ZMA-0618 0,18 48,5 51,0 240,03 124,56 0,88 INA-2011-ZMA-0623 0,17 62,0 66,0 346,00 222,90 0,82 INA-2011-ZMA-0578 0,17 54,5 57,5 288,50 158,56 0,88 Rata-rata 0,13 48,58 51,29 238,62 129,53 0,86 BNT 5% 8,972 3,541 6,529 42,19 30,60 0,14 KK (%) 34,0 3,6 6,3 8,8 11,8 8,4 Prob. * * * * * * * * * * NS

** : Berbeda sangat nyata pada taraf uji 5 % BNT; * : Berbeda nyata pada taraf uji 5 % BNT NS : Tidak nyata pada taraf uji 5 % BNT

(20)

Sorgum

Karakterisasi 38 aksesi plasma nutfah sorgum dilaksanakan di KP. Maros pada MT 2012. Pengamatan terhadap karakter agronomis dilakukan berdasarkan prosedur uji DUS (Distinctness, Uniformity, Stability) dan panduan sorghum descriptors yang disusun oleh ICRISAT. Hasil penelitian disajikan pada Tabel 7. Terdapat empat karakter utama yang berkorelasi dengan potensi sorgum sebagai bahan baku bioetanol. Karakter pertama adalah kadar nira batang (5 sampel). Aksesi Buleleng Empok dan Buleleng (koleksi 2010) memiliki kadar nira yang tinggi. Analisis sidik ragam menunjukkan terdapat perbedaan sangat nyata pada karakter kadar nira (brix). Dibandingkan dengan varietas Kawali dan Numbu, aksesi Buleleng Empok dan Buleleng memiliki kadar nira cukup tinggi. Kawali mempunyai brix 7,8% dan Numbu 9,3%. Akan

tetapi, berdasarkan karakter jumlah nira 5 batang terlihat 25/9 (Buleleng) memiliki jumlah nira tertinggi (764 ml). Hal ini dapat disebabkan oleh besarnya biomass tanaman dengan tinggi tanaman mencapai 318,6 cm dan diameter batang cukup lebar (14,1 cm). Dengan jumlah biomass yang tinggi maka kemungkinan untuk mendapatkan jumlah nira hasil perasan semakin besar.

Hasil analisis sidik ragam untuk karakter jumlah nira berbeda sangat nyata untuk aksesi yang diuji. Aksesi Buleleng Empok memiliki warna cairan hijau muda sedangkan aksesi 15131 B hijau tua, di mana warna hijau umum dihasilkan dari semua aksesi. Jika dibanding-kan dengan tiga aksesi lainnya terlihat perbedaan yang sangat nyata, seperti aksesi 1506 A yang memiliki nira berwarna merah kecoklatan, kemudian Pela Hii dengan warna nira coklat tua dan Lokal Gandrung dengan warna nira coklat muda.

Tabel 7. Hasil karakterisasi 10 aksesi plasma nutfah sorgum terbaik berdasarkan karakter kadar nira (22), jumlah nira (21), tinggi tanaman (10), dan diameter batang (11). KP. Maros, 2012.

Karakter agronomis aksesi plasma nutfah jagung Nama aksesi 22 21 10 11 Buleleng Empok 14,4 196,5 257,1 7,6 25/9 (Buleleng) 14,2 764,0 318,6 14,1 15105 C 13,9 267,0 245,3 14,6 15021 A 13,9 345,0 197,6 13,2

Sorgum Malai Mekar 13,8 396,0 172,2 13,1

15103 A 12,4 173,0 201,8 11,4 Pemina/Jagung Rote 11,5 185,0 233,2 19,2 4-183-A 11,3 339,0 219,8 11,9 1090 A 11,1 144,0 221,6 9,9 1115 C 10,7 194,0 178,6 12,0 Rata-rata 9,40 278,61 204,31 13,21 5 % BNT 3,18 191,20 77,41 9,17 KK (%) 16,7 33,9 18,7 34,2 Prob. * * * * * * NS

** : Berbeda sangat nyata pada taraf uji 5% BNT * : Berbeda nyata pada taraf uji 5% BNT NS: Tidak nyata pada taraf uji 5% BNT

(21)

Varietas Unggul Baru

Puslitbang Tanaman Pangan yang didukung oleh unit pelaksana teknis penelitian pada tahun 2012 telah menghasilkan 21 varietas unggul baru yang terdiri atas 12 varietas unggul padi, tiga varietas unggul jagung, satu varietas unggul kedelai, empat varietas unggul kacang tanah, dan satu varietas unggul ubi kayu. Dari 12 varietas unggul padi yang dihasilkan, 10 di antaranya padi sawah, satu padi lahan rawa, dan satu padi gogo. Semua varietas unggul tersebut telah dilepas oleh Menteri Pertanian pada tahun 2012.

Padi Sawah, Rawa, dan Gogo

Sepuluh varietas unggul padi sawah yang dilepas masing-masing diberi nama Inpari 21 Batipuah, Inpari 22, Inpari 23 Bantul, Inpari 24 Gabusan, Inpari 25 Opak Jaya, Inpari 26, Inpari 27, Inpari 28 Kerinci, Inpari 29 Rendaman, dan Inpari 30 Ciherang-Sub1 dengan potensi hasil 7,6-9,6 t/ha. Varietas unggul padi lahan rawa pasang surut dan pagi gogo masing-masing dilepas dengan nama Inpara 7 dan Inpago 9. Varietas Inpara 7 berdaya hasil 5,1 t/ha dan varietas Inpago 9 mampu berproduksi 8,4 t/ha pada lahan kering subur dengan lingkungan yang mendukung (Tabel 8).

Padi sawah varietas Inpari 24 Gabusan,

potensi hasil 7,7 t/ha. Padi sawah varietas Inpari 25 Opak Jaya,potensi hasil 9,4 t/ha. Padi sawah varietas Inpari 26, potensi hasil7,9 t/ha.

Padi sawah varietas Inpari 27, potensi hasil

(22)

Jagung

Dua dari tiga varietas unggul jagung hibrida yang dilepas memiliki biji putih, masing-masing diberi nama Bima Putih 1 dan Bima Putih 2 dengan potensi hasil di atas 10 t/ha. Bima Putih 1 memiliki batang yang besar dan perakaran kuat sehingga tahan rebah. Bima Putih 1 juga tergolong genjah (108 hari). Batang dan daun di atas tongkol masih hijau (stay green) pada saat panen sehingga dapat digunakan untuk pakan ternak. Kelebihan penting lainya dari Bima Putih 1 adalah kandungan asam amino esensial yang tinggi, 0,23% untuk lisin dan 0,06% untuk triptofan, atau satu setengah kali lebih tinggi dari kadar asam amino jagung putih

yang ada di petani saat ini. Bima Putih 1, potensi hasil 10,3 t/ha.

Tabel 8. Varietas unggul baru padi yang dilepas pada tahun 2012. Nama Umur Potensi hasil Keterangan

(hari) (t/ha)

Inpari 21 Batipuah 120 8,2 Padi sawah, agak rentan WBC biotipe 1, 2 dan rentan biotipe 3, tahan terhadap HDB strain III, tahan penyakit blas ras 003, rentan virus tungro, mutu beras pera, cocok pada ekosistem sawah dataran rendah hingga ketinggian lokasi 600 m dpl.

Inpari 22 118 7,9 Padi sawah, agak tahan wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3, tahan hawar daun bakteri strain III, dan tahan blas ras 033 dan 133, agak tahan ras 073 dan 137, rentan tungro Inpari 23 Bantul 113 9,2 Padi sawah, tahan wereng coklat biotipe 1, agak tahan

biotipe 2 dan 3, tahan hawar daun bakteri strain III, namun rentan strain VIII, rasa nasi pulen, aromatik (aroma wangi pandan)

Inpari 24 Gabusan 111 7,7 Padi sawah, warna beras merah, tahan hawar daun bakteri strain III dan agak tahan strain IV

Inpari 25 Opak Jaya 115 9,4 Padi sawah, ketan, warna beras merah, agak tahan wereng coklat biotipe 2 dan 3, tahan hawar daun bakteri strain III dan agak tahan strain IV dan VIII

Inpari 26 124 7,9 Padi sawah, tahan hawar daun bakteri strain III, tahan blas ras 033, dan sesuai ditanam di lahan sawah dataran tinggi sampai 900 m dpl

Inpari 27 125 7,6 Padi sawah, tahan hawar daun bakteri strain III dan tahan blas ras 073, rentan tungro, rasa nasi pulen Inpari 28 Kerinci 128 9,5 Padi sawah, tahan hawar daun bakteri strain III dan agak

tahan blas ras 033 dan 073, rentan tungro, rasa nasi pulen Inpari 29 Rendaman 110 9,5 Padi sawah, agak rentan wereng coklat biotipe 1 dan 2,

serta hawar daun bakteri strain III, toleran rendaman pada fase vegetatif selama lebih dari 14 hari, rasa nasi pulen Inpari 30 Ciherang-Sub 1 111 9,6 Padi sawah, agak rentan wereng coklat biotipe 1, 2, dan

3, hawar daun bakteri patotipe III, toleran rendaman pada fase vegetatif selama 15 hari, rasa nasi pulen

Inpara 7 114 5,1 Padi rawa, agak tahan tungro isolat Subang dan tahan blas ras 033 dan 173, agak toleran keracunan Fe dan Al, rasa nasi pulen.

Inpago 9 109 8,4 Padi gogo, agak tahan wereng coklat biotipe 1, agak tahan blas ras 133, agak toleran kekeringan dan keracunan Al, rasa nasi sedang

(23)

Sama dengan dengan Bima Putih 1, jagung hibrida Bima Putih 2 juga memiliki batang yang besar dengan perakaran yang kuat, umur lebih genjah (107 hari), dan stay green. Kandungan asam amino esensial Bima Putih 2 lebih tinggi dari Bima Putih 1, yaitu 0,29% lisin dan 0,07% triptofan. Kedua jagung hibrida berbiji putih ini dapat dijadikan sebagai bahan substitusi beras, khususnya pada wilayah dengan penduduk yang mengonsumsi jagung sebagai makanan pokok.

Varietas Bima16 merupakan jagung hibrida berbiji kuning dan dapat dipanen pada umur 119 hari. Dalam pengujian multilokasi, jagung hibrida ini mampu berproduksi 12,4 t/ha pipilan kering pada kadar air 15%. Varietas Bima 16 tahan terhadap penyakit bulai

Bima 16, potensi hasil 12,4 t/ha.

(Peronosclerospora maydis L.), karat daun (Puccinia sorgi), dan bercak daun (Helminthosporium maydis). Dari aspek nutrisi, varietas unggul ini memiliki karbohidrat yang cukup tinggi, mencapai 63,1%; protein 12,1%; dan lemak 9,2% (Tabel 9).

Kedelai

Dilepas dengan nama Dering 1, varietas unggul baru kedelai ini toleran terhadap kekeringan selama fase reproduktif. Varietas Dering 1 berumur 81 hari (sedang) dengan potensi hasil 2,8 t/ha (rata-rata hasil 2,0 t/ha), ukuran biji sedang (10,7 g/100 biji), tahan hama penggerek polong dan penyakit karat daun.

Dering 1, potensi hasil 2,8 t/ha. Tabel 9. Varietas unggul jagung yang dilepas pada tahun 2012.

Nama Umur panen Hasil Sifat penting lainnya (hari) (t/ha)

Bima Putih 1 108 10,3 Hibrida, biji putih

Bima Putih 2 107 10,4 Hibrida, biji putih, karbohidrat 74,9%,

Bima 16 119 12,4 Hibrida, biji orange kuning, tahan bulan, karat dan bercak daun, kokoh, seragam, hasil stabil di lahan marginal

(24)

Kacang Tanah

Empat varietas unggul kacang tanah yang dilepas masing-masing diberi nama Hypoma 1, Hypoma 2, Takar 1, dan Takar 2. Selain tahan penyakit bercak dan karat daun, Hypoma 2 juga toleran kekeringan. Varietas Takar 1 dan 2 tahan penyakit karat daun dan kutu kebul yang kini sudah menjadi hama penting kacang tanah di beberapa sentra produksi, dan toleran kemasaman tanah. Umur panen keempat varietas ini berkisar antara 85-95 hari dengan potensi hasil 3,5-4,25 t/ha (Tabel 10).

Ubi Kayu

Varietas unggul baru ubi kayu dilepas dengan nama Litbang UK 2, umur panen 9-10 bulan, potensi hasil 60,4 t/ha, jauh lebih tinggi daripada rata-rata hasil nasional yang saat ini baru mencapai 15-20 t/ha. Varietas Litbang UK 2 juga memiliki potensi hasil bioetanol 96% atau 14.472 liter/ha. Keunggulan lain dari varietas unggul ubi kayu ini adalah agak tahan terhadap tungau dan agak tahan penyakit busuk akar/umbi.

Tabel 10. Varietas unggul kacang tanah yang dilepas pada tahun 2012. Nama Umur panen Hasil Sifat penting lainnya

(hari) (t/ha)

Hypoma 1 91 3,7 Tahan bercak dan karat daun

Hypoma 2 90 3,5 Tahan bercak dan karat daun, toleran kekeringan Takar 1 95 4,25 Tahan karat daun, kutu kebul, toleran tanah masam

(pH 4,5-5,6), kejenuhan Al sedang

Takar 2 85-95 3,9 Tahan karat daun, agak tahan bercak daun, tahan kutu kebul, toleran tanah masam (pH 4,5-5,6), kejenuhan Al sedang

(25)

Budi Daya dan Pascapanen Primer

Teknologi Produksi Padi di

Lahan Pasang Surut dan Salin

Produksi padi di lahan sawah pasang surut dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi dalam bentuk ameliorasi lahan, dimana pada lahan yang akan ditanami dilakukan pencucian dan penambahan kapur 3 t/ha. Dengan teknologi ameliorasi ini tanaman responsif terhadap pupuk yang diberikan.

Di Sumatera Selatan dan Jambi, pencucian lahan dan penambahan kapur 3 t/ha me-ningkatkan hasil gabah berturut-turut sebesar 21% dan 15%. Hal ini terutama disebabkan oleh bertambahnya jumlah gabah total, gabah isi, dan meningkatnya bobot 1.000 butir gabah isi. Untuk memaksimalkan produksi padi di lahan pasang surut dapat dipilih varietas Inpara 1, Inpara 2, dan Inpara 3.

Selain di lahan pasang surut, teknologi ini juga dapat diterapkan di lahan yang terdampak salinitas yang umumnya terdapat di daerah pesisir. Sebagian petani padi pada ekosistem ini memilih meninggalkan pertanaman yang mengalami salinitas (peningkatan kadar garam di tanah) karena tidak mampu tumbuh sempurna dan bahkan tidak jarang gagal berproduksi. Pada lahan terdampak salinitas, EC (konduktivitas listrik) dalam tanah cenderung meningkat sejak tanam sampai panen. Dalam kondisi tersebut, peningkatan dosis pemupukan NPK sampai 125% dari dosis rekomendasi tidak berpengaruh terhadap produksi padi. Masalah ini dapat diatasi melalui penerapan teknologi ameliorasi, yaitu dengan pencucian lahan dan pemberian kapur. Penggunaan kapur pertanian sebulan setelah tanam bertujuan menurunkan EC tanah (mengurangi salinitas) dan meningkatkan efektivitas pemupukan NPK.

Budi Daya Padi Hibrida

di Lahan Sawah Irigasi

Peningkatan produksi padi hibrida di lahan sawah irigasi dapat dilakukan dengan

teknologi budi daya, yaitu melakukan kombinasi pemupukan dan sistem tanam. Penggunaan bahan organik 2 t/ha yang dikombinasikan dengan sistem tanam legowo 2:1 dan pemupukan dilakukan berdasarkan hasil analisis tanah atau PUTS dapat me-ningkatkan hasil padi hibrida. Dengan cara ini, hasil padi mencapai 8,87 t GKP/ha di Subang, 10,25 t/ha di Cianjur, dan 7,87 t/ha di Bogor. Hasil tertinggi dicapai oleh varietas Hipa 8 sebesar 8,97 t/ha di Subang, 10,53 t/ha di Cianjur, dan 8,25 t/ha di Bogor.

Budi Daya Padi Gogo

Dua Kali Panen Setahun

Produksi padi gogo masih berpotensi ditingkatkan, baik melalui peningkatan hasil maupun perluasan areal. Tanaman padi gogo membutuhkan curah hujan >200 mm/bulan, minimal empat bulan secara berurutan. Pada daerah yang mempunyai bulan basah >7 bulan dapat diupayakan dua kali pertanaman padi gogo pada MH I dan II. Dalam pola padi gogo IP 200, penggunaan varietas unggul berumur genjah sampai sangat genjah sangat menentukan, terutama pada MH II. Sistem tanam joged perlu pula dipertimbangkan dalam budi daya padi gogo IP 200, terutama pada musim kemarau. Sistem tanam ini mengacu pada persemaian culik pada padi sawah. Pada padi gogo, persemaian dilakukan secara kering di luar areal pertanaman untuk mempercepat waktu tanam karena per-timbangan intensitas curah hujan yang sudah menurun.

Teknologi Pengendalian

Penyakit Hawar Daun Bakteri

dengan Pestisida Nabati

Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) di-timbulkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae. Biasanya penyakit ini merusak tanaman pada kondisi kelembaban yang tinggi atau dosis pemupukan N yang berlebihan. Selama ini

(26)

penyakit HDB dikendalikan dengan aplikasi bakterisida sintetik yang penggunaannya dalam jangka panjang dapat mencemari lingkungan. Dalam upaya pengendalian HDB, BB Padi telah menghasilkan formula pestisida nabati dari ekstrak daun Azadirachta indica dan rimpang lengkuas Alpinia galanga. Cairan perasan dari kedua bahan dengan konsentrasi 10% disemprotkan pada tanaman padi yang terinfeksi HDB, baik pada stadia vegetatif maupun generatif. Teknologi ini mampu menghambat perkembangan penyakit HDB pada tanaman padi, lebih baik dibandingkan dengan aplikasi bakterisida sintetik berbahan aktif tembaga oksida 56% tanpa menurunkan hasil panen.

Konservasi Musuh Alami untuk

Pengendalian Dini Tungro

Tungro yang disebabkan oleh virus ditularkan oleh hama wereng hijau. Teknologi konservasi musuh alami adalah salah satu inovasi teknologi pengelolaan musuh alami dalam pengendalian dini penyakit tungro, dengan memanfaatkan musuh alami, khususnya predator. Cara ini juga merupakan salah satu alternatif pengendalian populasi wereng hijau sebagai vektor virus tungro. Konservasi predator pada saat lahan bera dan pengolahan tanah dapat menekan inokulum virus tungro pada awal tanam pada saat wereng hijau imigran datang ke pertanaman padi. Oleh karena itu, pengolahan tanah dilakukan sebelum membuat pesemaian, pematang baru dibersihkan setelah tanaman berumur 2 MST, dan kemudian diaplikasikan Andrometa (campuran cendawan entompatogen

Metharizium anisopliae dengan konsentrasi

konidia 1,7 x 108 dan ekstrak sambilata dengan

konsentrasi 40 mg/l) untuk menekan ke-mampuan wereng hijau menularkan virus.

Teknologi Validasi dan Verifikasi

Metode Analisis Kandungan

Amilosa Beras

Pengujian dilakukan dengan mengukur nilai recovery hasil analisis amilosa certified reference material (CRM) menggunakan metode yang akan divalidasi. Pengujian presisi dilakukan dengan uji antarlaboratorium untuk

mendapatkan nilai repeatibility dan

reproducibility. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah beras giling varietas Lusi, Sintanur, Ciherang, Varietas Inpari 12 yang telah ditepungkan.

Berdasarkan uji beda nyata, seluruh batch sampel yang digunakan dalam uji antar-laboratorium ternyata homogen. Penentuan nilai-nilai yang diterima (accepted), diperingati (straggler), dan ditolak (outlier) menggunakan teknik outlier numerikal (uji Grubbs/between

laboratory dan Uji Cochran’s/within laboratory)

berdasarkan ISO 5725-2:1994 dan metode perhitungan statistika robust Z-score. Hasil analisis yang diperingatkan antara lain amilosa varietas Lusi di laboratorium E (Zwi) dan laboratorium F (ZBi), serta amilosa varietas Sintanur di laboratorium C (ZBi). Hasil analisis yang tergolong outlier antara lain amilosa varietas Sintanur di laboratorium A (Zwi) dan amilosa varietas Ciherang di laboratorium C (ZBi dan Zwi).

Data yang termasuk ke dalam kategori diperingatkan tetap dipertahankan, sedangkan data outlier tidak diikutsertakan dalam perhitungan selanjutnya. Rata-rata kandungan amilosa (%bk) sampel varietas Lusi, Sintanur, Ciherang, dan Inpari 12 berturut-turut adalah 5,71 (sr=0,36; sR= 1,55); 19,39 (sr=0,22; sR= 1,68); 23,52 (sr=0,50; sR= 1,12); dan 29,83 (sr=0.64; sR=0,68). Dari hasil uji antar-laboratorium dapat disimpulkan bahwa metode analisis amilosa yang digunakan mempunyai tingkat presisi yang cukup baik. Hasil uji stabilitas menunjukkan seluruh sampel stabil selama masa uji antar-laboratorium. Metode analisis amilosa yang digunakan mempunyai tingkat akurasi yang cukup baik berdasarkan hasil pengujian menggunakan tiga jenis CRM.

Peningkatan Hasil Jagung

Hibrida Melalui Pendekatan PTT

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) me-rupakan suatu pendekatan dalam penyusunan paket teknologi usahatani jagung spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi sumber daya setempat. Komponen teknologi yang dirakit di lahan sawah mencakup varietas unggul jagung hibrida, daya kecambah benih >90%, penanaman dengan sistem legowo, jarak

(27)

tanam (100-50) cm x 20 cm, pemupukan spesifik lokasi dengan takaran pupuk urea 300 kg/ha, dan tanam sisip dilakukan untuk pertanaman berikutnya sebelum panen. Pada MK I, penerapan teknologi spesifik lokasi ini memberikan hasil jagung varietas Bima 3 sebesar 10,5 t/ha, hasil varietas Bisi 2 mencapai 12,1 t/ha, dan hasil varietas P21 sebesar 12,2 t/ ha. Pada MK II, hasil semua varietas relatif rendah, berkisar antara 8,0-9,0 t/ha.

Peningkatan Hasil Jagung

Melalui Pendekatan PTT pada

Lahan Sawah dan Lahan Kering

Program peningkatan jagung nasional melalui upaya peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam akan berlangsung pada berbagai agroekosistem yang beragam mulai dari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai yang berproduktivitas rendah (baik lahan sawah maupun lahan kering). Untuk itu diperlukan penyediaan teknologi produksi jagung yang beragam dan spesifik lingkungan. Budi daya jagung dengan pendekatan PTT diharapkan mampu memberikan produktivitas

dan pendapatan petani yang optimal karena terjadi efisiensi produksi, terlebih jika pe-nerapannya didasarkan pada konsep IP400. Penerapan IP400 baik di lahan sawah maupun di lahan kering dalam skala luas diharapkan dapat meningkatkan produksi jagung nasional dan ekonomi masyarakat yang terkait. Penerapan IP400 jagung pada lahan kering yang ditanam secara sisipan, menuntut kemudahan cara menanam pada pertanaman kedua dan seterusnya. Untuk itu diperlukan pengaturan tanaman dengan sistem legowo yang tidak mengurangi populasi tanaman dan dapat meningkatkan hasil. Dengan sistem legowo diharapkan ada jarak yang cukup lebar dan dapat memberi kenyamanan bagi petani untuk menanam secara sisipan di dalam barisan tanaman.

Keberhasilan upaya pengembangan jagung untuk memanfaatkan potensi lahan yang tersedia, akan cepat jika petani merasa memperoleh keuntungan sesuai yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi budi daya yang memberikan: (a) produktivitas tinggi per satuan luas lahan, (b) biaya produksinya efisien, dan (c) kualitas produk tinggi agar jagung yang dihasilkan kompetitif.

Pengembangan teknologi budi daya jagung melalui pendekatan PTT dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sarana produksi, terutama pupuk.

(28)

Peningkatan hasil jagung melalui pendekatan PTT dengan penerapan IP400 di lahan sawah dan di lahan kering merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan hasil jagung yang optimal dalam satuan luas lahan per satuan waktu. Hasil penelitian selama 2012 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Takaran pupuk yang optimal di lahan sawah yang berlokasi di Takalar, Gowa, Pangkep, dan Barru adalah 180-225 kg N/ ha.

2. Pengunaan BWD pada takaran yang telah direkomendasikan (225 kg N/ha) tidak konsisten dalam mengefisienkan pemupukan. Di Takalar dapat menghemat pemberian pupuk hingga 7,5 kg N/ha, sedangkan di Gowa penggunaan BWD untuk menentukan tambahan pupuk pada pemupukan kedua menurunkan hasil. 3. Petani di lahan sawah di Takalar dan Gowa

umumnya memupuk dengan takaran 337,5 kg N/ha (setara dengan750 kg urea/ ha). Takaran pupuk tersebut dapat dikurangi dengan memanfaatkan BWD, yaitu pemberian pertama sebanyak 168 kg N/ha (setara dengan 350 kg urea/ha) kemudian pada umur 40 HST di pupuk sesuai dengan Nilai BWD.

4. Sistem tanam legowo (100-50) cm x 20 cm memberikan hasil dan keuntungan yang lebih tinggi dibanding sistem tanam legowo (100-40) cm x 50 cm.

5. Sistem tanam legowo (100-50) cm x 20 cm tidak berbeda hasilnya dengan sistem tanam baris unggal 75 cm x 20 cm di Pangkep dan Barru, tetapi di Gowa sistem tanam legowo (100-50)cm x 20 cm lebih rendah hasilnya dibanding sistem tanam baris tunggal 75 cm x 20 cm.

6. Bima-3 mempunyai hasil dan keuntungan yang lebih tinggi dibanding dengan Bisi-2 dan NK22, tetapi mempunyai hasil dan keuntungan yang lebih rendah dibanding dengan Bisi-222.

7. Pemupukan jagung dengan takaran sesuai nilai BWD + 90 kg urea dan dibumbun menggunakan alat pembumbun PAI-Balitsereal memberikan hasil yang sama dengan jagung yang dipupuk dengan takaran tinggi yang dilakukan petani yaitu 500 kg urea + 200 kg ZA.

Biopestisida Hayati untuk

Pengendalian Hama Jagung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pestisida hayati formulasi virus HaNPV efektif menekan perkembangan hama utama tanaman jagung, seperti penggerek tongkol jagung (H.

armigera), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), dan ulat grayak (S. litura). Selain

efektif, penggunaan biopestisida hayati juga ramah lingkungan karena tidak membunuh serangga predator.

Prototipe Perontok Gandum

Telah dihasilkan dua unit prototipe alat mesin perontok benih gandum. Prototipe pertama diberi nama PG-M1-Balitsereal dengan kapasitas minimal 300 kg/jam dan dapat menekan kehilangan hasil/biji hingga 15%. Prototipe kedua diberi nama PG-M2-Balitsereal dengan kapasitas 200 kg/jam dan dapat menekan kehilangan hasil/biji hingga 15%.

Prototipe Pengering Biji Sorgum

Balitsereal telah merakit prototipe pengering biji sorgum yang diberi nama PSA-M4-Balitsereal. Prototipe ini dapat mengeringkan biji sebanyak >23 kg/jam dan sekaligus me-nurunkan kandungan tanin mendekati angka 0%. Pengembangan prototipe pengering ini melengkapi teknologi pascapanen sorgum.

Pengelolaan Bahan Organik

Tanah pada Kedelai

Pengembangan kedelai di Indonesia tidak hanya diarahkan pada lahan optimal, tetapi juga lahan suboptimal. Hal ini tentu perlu didukung oleh teknologi produksi yang sesuai, salah satunya adalah pengelolaan bahan organik yang diharapkan dapat meningkatkan daya dukung lahan terhadap penyediaan hara dan air bagi tanaman kedelai.

Pengujian di Probolinggo, Ngawi, dan Banyuwangi dilakukan dengan pengaturan populasi tanaman, aplikasi pupuk organik untuk meningkatkan daya dukung lahan, dan mengkombinasikannya dengan pupuk

(29)

anorganik untuk keseimbangan hara bagi tanaman kedelai. Hasil kedelai 3 t/ha cukup mudah dicapai dengan penggunaan varietas atau calon varietas unggul baru, yakni Lokal Jateng/Sinabung-1036 dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm atau 40 cm x 15 cm (Tabel 11). Penggunaan pupuk kandang tidak meningkat-kan hasil di Probolinggo dan Banyuwangi, tetapi sebaliknya di Ngawi dengan jenis tanah Vertisol. Pemberian pupuk kandang dengan dosis 2,5 t/ha memberikan hasil yang setara dengan penggunaan 2,0 t/ha pupuk organik kaya hara NM2 dengan peningkatan hasil 4-7%.

Penambahan pupuk anorganik (ZA, SP36, dan KCl) di tanah Entisol/Alfisol/Vertisol di

Probolinggo, Banyuwangi, dan Ngawi tampak-nya belum diperlukan. Hal serupa juga terjadi pada penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik (Tabel 12).

Alat Pengering Kedelai Tipe Bak

Alat pengering diperlukan untuk mempercepat proses pengeringan kedelai, terutama pada musim hujan, dan menghasilkan benih yang berkualitas. Alat pengering tipe bak rancangan Balitkabi menggunakan gas elpiji sebagai sumber pemanas dan mempunyai efisiensi yang tinggi dalam pengeringan benih kedelai.

Tabel 12. Pengaruh interaksi pupuk organik dan anorganik terhadap hasil biji kedelai lokal Jateng/Sinabung-1036 pada tanah Vertisol Ngawi, MK 2012.

Hasil biji kedelai ka 12% (t/ha)

Perlakuan ZA + SP-36 + KCl (kg/ha)

0+0+0 50+50+100 50+150+50 50+150+100 Rata-rata Tanpa pukan 3,38 bcde 3,25 de 3,47 abcde 3,39 abcde 3,37 B 2,5 t/ha pukan 3,81 ab 3,37 cde 3,23 de 3,62 abcd 3,51 AB 5,0 t/ha pukan 3,05 e 3,75 abc 3,11 e 3,63 abcd 3,39 B 2,0 t/ha ppk org NM2 3,63 abcd 3,41 abcde 3,61 abcd 3,83 a 3,62 A

Rata-rata 3,47 A 3,45 A 3,36 A 3,62 A

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada 0,05 uji BNT

Tabel 11. Pengaruh jarak tanam, pupuk organik, dan pupuk anorganik terhadap hasil kedelai di Probolinggo, Banyuwangi, dan Ngawi, Jawa Timur, MT 2012.

Hasil biji kering (ka 12%) Perlakuan

Probolinggo Banyuwangi Probolinggo Ngawi

Jarak tanam 40 x 10 cm, 2 biji/lubang 3,25 a 3,42 a 40 x 15 cm, 2 biji/lubang 3,50 a 3,24 ab 40 x 20 cm, 1 biji/lubang 2,74 b 2,80 c 40 x 20 cm, 2 biji/lubang 3,34 a 2,95 bc Pupuk organik Tanpa pukan 3,14 a 3,13 a 3,42 a 3,37 b 2,5 t/ha pukan 3,35 a 3,07 a 3,24 ab 3,51 ab 5,0 t/ha pukan 3,12 a 3,08 a 2,80 c 3,39 b 2,0 t/ha ppk org NM2 3,22 a 3,12 a 2,95 bc 3,62 a Pupuk ZA, SP36, KCl 0+0+0 3,13 a 3,47 a 50+50+100 3,07 a 3,45 a 50+150+50 3,08 a 3,36 a 50+150+100 3,12 a 3,62 a

(30)

Pengendalian Kutu Kebul

pada Kedelai

Serangan kutu kebul (Bemisia tabaci) dapat merusak tanaman kedelai karena menyebab-kan pertumbuhan tidak normal dan menjadi salah satu vektor virus. Aplikasi pestisida yang dikombinasikan dengan pengairan sprinkle mampu menekan intensitas serangan kutu kebul, Percikan air dari sprinkler menyebabkan kutu kebul tidak dapat bertahan lama pada daun dan menyebabkan kerusakan yang lebih parah. Rata-rata kerusakan daun tanaman kedelai pada perlakuan pengairan sprinkler 45% lebih rendah dengan hasil biji 35% lebih tinggi dibanding pengairan irigasi (Tabel 13).

Pengendalian kutu kebul secara hayati dengan memanfaatkan suspensi cendawan entomo-patogen Lecanicillium lecanii dapat menurunkan populasi B. tabaci, baik pada kedelai berbiji besar (Argomulyo) maupun berbiji kecil (Wilis) (Tabel 14). Semakin sering aplikasi cendawan L. lecanii setiap minggu semakin sedikit populasi B. tabaci yang ditemukan pada tanaman kedelai.

Pada varietas berbiji besar, tingkat ke-rusakan daun lebih berat dibandingkan dengan varietas berbiji kecil, baik pada umur 42 HST maupun 60 HST. Aplikasi cendawan L.

lecanii sebanyak tiga kali dalam satu minggu

memperlihatkan tingkat serangan B. tabaci lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi

Tabel 14. Populasi B. tabaci pada pertanaman kedelai setelah aplikasi konidia cendawan L. lecanii. Populasi B. tabaci pada umur ke…n MST (ekor)

Varietas & frekuensi aplikasi 2 3 4 5 6 7 8 V1 A1 a 137,3 a 20,0 bcde 32,7 de 129,0 cd 217,7 a 38,7 c 55,0 b b 18,3 c 2,7 de 10,0 e 39,0 g 6,7 e 4,3 d 1,3 c V1 A2 a 100,7 ab 37,8 a 76,2 bc 215,7 a 45,2 d 127,3 a 150,0 a b 31,3 c 14,3 bcd 28,0 de 84,8 defg 16,7 e 9,7 cd 3,5 c V1 A3 a 67,4 bc 19,6 abc 112,9 ab 202,0 ab 128,0 b 70,6 b 57,0 b b 35,4 c 10,9 bcde 68,7 cd 105,9 cdef 6,5 e 8,6 d 5,2 c V2 A1 a 137,0 a 2,0 e 28,0 de 114,3 cdef 231,3 a 13,0 cd 42,3 b b 15,3 c 2,0 e 2,7 e 58,3 fg 3,0 e 5,7 d 2,0 c V2 A2 a 66,0 bc 23,3 ab 33,3 de 119,3 cde 61,5 d 97,7 b 119,7 a b 18,2 c 6,0 cde 18,3 e 70,3 efg 18,2 e 5,5 d 2,7 c V2 A3 a 72,7 bc 26,4 ab 120,4 a 153,6 bc 105,2 c 94,4 b 50,8 b b 30,4 c 6,7 cde 67,2 cd 72,8 defg 7,3 e 11,8 cd 3,8 c (V1)= varietas berbiji besar, (V2) = varietas berbiji kecil

(A1) = aplikasi suspensi konidia L. lecanii satu minggu satu kali, (A2) = aplikasi suspensi konidia L. lecanii satu minggu dua kali, dan

(A3)= aplikasi suspensi konidia L. lecanii satu minggu tiga kali, (a) populasi B. tabaci sebelum aplikasi cendawan L. lecanii, dan (b) populasi B. tabaci sesudah aplikasi cendawan L. lecani.

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada 0,05 uji BNT

Tabel 13. Intensitas serangan kutu kebul pada tanaman kedelai dengan teknik pengairan yang berbeda. Intensitas serangan (%)

Teknik pengairan Hasil biji

22 HST 36 HST 50 HST 63 HST (t/ha)

Pengairan sprinkler 5,7b 5,7b 22,2b 25,4b 1,9ª

Pengairan irigasi 7,5a 26,8a 35,2a 41,8a 1,4b

(31)

satu kali. Aplikasi suspensi cendawan entomo-patogen L. lecanii untuk mengendalikan hama kutu kebul B. tabaci tidak mempengaruhi kelangsungan hidup serangga berguna, khususnya predator Coccinella sp.

Teknologi Penyimpanan

Benih Kedelai

Benih kedelai perlu disimpan sebelum digunakan pada musim tanam berikutnya. Untuk memperpanjang daya simpan benih kedelai telah dihasilkan teknologi penyimpan-an benih. Teknologi Pelleted soybepenyimpan-an seeds (benih kedelai tersalut) ini dirancang untuk mempertahankan mutu benih kedelai selama penyimpanan. Bahan salut yang terdiri atas dolomit, lempung, dan SP36 dengan perbandingan 3:2:1 dan 2:2:0,5 dengan kadar air awal benih 12% pada saat disimpan mampu mempertahankan kualitas benih kedelai yang disalut hingga 1 tahun. Pengembangan tek-nologi ini berperan penting dalam penyediaan benih kedelai tepat waktu.

Paket Teknologi Budi Daya

Kacang Tanah pada Lahan

Sawah Alfisol

Pengembangan kacang tanah pada lahan Alfisol di Jepara Jawa Tengah terkendala oleh penyakit layu bakteri. Untuk mengendalikan peyakit ini dilakukan penelitian dengan mengombinasikan komponen teknologi pemupukan dan populasi tanaman (Tabel 15 dan 16).

Perlakuan jarak tanam belum menunjuk-kan keunggulan, kecuali dalam hal efisiensi penggunaan benih. Hasil polong segar yang diperoleh masih setara dengan teknologi petani di sekitar lokasi kajian.

Aplikasi pupuk anorganik N, P, dan K mampu memberikan hasil 2,35 t/ha polong kering tetapi lebih rendah daripada yang hanya dipupuk urea, yakni 2,67 t/ha (Tabel 17). Residu pupuk urea dan Phonska yang diaplikasikan pada tanaman padi tampaknya mem-pengaruhi respons tanaman kacang tanah terhadap pemupukan N,P, dan K.

Jarak tanam baris ganda 60 cm x (30 cm x 10 cm) meningkatkan hasil polong 7,69% lebih

Tabel 16. Paket teknologi produksi kacang tanah yang diuji di Jepara, Agustus-November 2012.

Komponen teknologi Paket 1 Paket 2

Pengolahan tanah Gembur Gembur

Perlakuan benih Fungisida Captan Fungisida Captan Jarak tanam 40 cm x 15 cm atau 40 cm x 15 cm atau

60 cm x (30 cm x 10 cm) 60 cm x (30 cm x 10 cm) Pemupukan Urea (kg/ha) 50 50 SP36 (kg/ha) - 125 KCl (kg/ha) - 100 Pengendalian:

Gulma 20 & 45 HST 20 & 45 HST

Penyakit Fungisida Fungisida

Hama PHT (kimia) PHT (kimia)

Tabel 15. Kombinasi perlakuan untuk kacang tanah yang diujikan. Jepara, Agustus-November 2012.

Perlakuan Jarak tanam Pemupukan

P-1 40 cm x 15 cm, 1 tan/lubang 50 kg urea/ha

P-2 40 cm x 15 cm, 1 tan/lubang 50 kg urea + 125 kg SP36 + 100 kg KCl/ha P-3 60 cm x (30 x 10) cm, 1 tan/lubang 50 kg urea/ha

(32)

30 35 40 45 Varietas U m bi s e ga r (t /h a )

UJ5 Litbang UK2 Adira4 MLG6 Butoijo

Gambar 1. Rata-rata hasil ubi kayu varietas UJ-5, Litbang UK2, Adira-4, MLG 6, dan Buto Ijo. Lampung, 2012.

tinggi dari hasil polong yang dicapai oleh tanaman dengan jarak tanam tunggal (40 cm x 50 cm), masing-masing 2,60 t dan 2,42 t/ha.

Teknologi Produksi Ubi Kayu

di Lahan Kering Masam

Tingkat kesuburan lahan masam umumnya rendah dan jika akan ditanami dengan tanaman semusim diperlukan perlakuan khusus. Melalui pendekatan PTT dengan pengolahan tanah dibajak dua kali sebelum tanam, tanam digulud, jarak tanam 100 cm x 60 cm, pemupukan 300 kg urea, 200 kg SP36, 200 kg KCl, pupuk kandang 5 ton, dan dolomit 500 kg/ha, pengendalian gulma menggunakan herbisida pratanam 4 l/ha, penyiangan dan pembumbunan dilakukan dua kali dan disemprot accarisida dua kali setelah tanaman berumur 5 bulan menghasilkan 34-43 t/ha umbi segar (Tabel 1). Hasil yang kurang optimal ini disebabkan oleh tanaman ubi kayu

mengalami kekeringan sejak berumur 3 bulan sampai 6 bulan. Pada kondisi demikian, ubi kayu varietas Litbang UK2 menghasilkan umbi segar yang setara dengan varietas UJ-5 yang sudah beradaptasi di Lampung, masing-masing 42,70 t dan 43,57 t/ha.

Tabel 17. Hasil polong kering kacang tanah pada kadar air 12%. Jepara, Agustus-November 2012.

Jarak tanam Jarak tanam Petani-1 Petani-2 Petani-3 tunggal ganda

Hasil polong segar (t/ha) 5,54 4,70 5,83 6,50 4,01 Hasil polong kering KA 12% (t/ha) 2,42 2,60 2,50 3,49 -Populasi tanaman dipanen per ha 135.611 155.602 320.000 313.333 393.333

(33)

Benih Sumber

Ketersediaan benih bermutu dalam jumlah yang cukup merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan usahatani tanaman pangan. Puslitbang Tanaman Pangan mendapat mandat untuk menyediakan benih sumber (BS dan FS) varietas unggul padi dan palawija yang dihasilkan untuk dikembangkan oleh petani penangkar benih dan produsen benih.

Padi

Penyediaan benih sumber VUB padi terutama bertujuan untuk mendukung implementasi SL-PTT. Pada tahun 2012 telah diproduksi 454,8 ton benih sumber padi yang terdiri atas 39,3 ton benih BS, 48,2 ton benih FS, 366,2 ton benih SS dan 1,1 benih F1 untuk mendukung kegiatan SL-PTT di 33 provinsi di Indonesia.

Jagung

Pada tahun 2012 telah diperbanyak benih sumber jagung bersari bebas kelas penjenis (BS) untuk varietas Lamuru, Sukmaraga, Bisma, Srikandi Kuning 1, Srikandi Putih 1, dan Anoman 1 dengan total hasil 37 ton, yang terdiri atas 9 ton benih BS, 20 ton benih FS, dan 6 ton benih F1.

Kacang dan Umbi

Produksi benih inti kedelai 10 varietas: Grobogan, Burangrang, Detam 1, Detam 2, Kaba, Tanggamus, Anjasmoro, Ijen, Argomulyo, dan Wilis menghasilkan 821,5 kg benih. Kacang tanah sembilan varietas: Tuban, Bima, Hypoma 1, Jerapah, Gajah, Kelinci, Hypoma 2, dan Bison menghasilkan 634,5 kg benih. Kacang hijau delapan varietas: Kutilang, Murai, Betet, Perkutut, Sriti, Kenari, Vima 1, dan Walet menghasilkan 408,5 kg benih.

Produksi benih penjenis kedelai 12 varietas: Grobogan, Kaba, Burangrang, Tanggamus, Anjasmoro, Argomulyo, Wilis,

Gema, Panderman, Detam 1, Detam 2, dan Sinabung menghasilkan 17.444 kg. Kacang tanah delapan varietas: Tuban, Bima, Talam, Jerapah, Hypoma-1, Kelinci, Kancil, Hypoma-2 menghasilkan 7.676 kg benih. Kacang hijau (Vima 1) menghasilkan 1.328 kg benih. Ubi kayu enam varietas (Adira 1, Adira 4, Malang 1, Malang 6, UJ 3, UJ 5) menghasilkan 55.000 stek. Ubi jalar delapan varietas (Beta 1, Beta 2, Antin 1, Kidal, Beniazuma, Papua Solossa, Sawentar, dan Sari) menghasilkan 41.460 stek.

Produksi benih dasar kedelai sembilan varietas (Grobogan, Burangrang, Kaba, Tanggamus, Anjasmoro, Argomulyo, Sinabung, Wilis, Panderman) menghasilkan 26.777 kg. Kacang tanah enam varietas (Bison, Kelinci, Jerapah, Kancil, Tuban, Domba) menghasilkan 7.221 kg. Kacang hijau satu varietas (Vima 1) menghasilkan 1.340 kg.

Di jajaran Puslitbang Tanaman Pangan, penyediaan benih dikelola oleh Unit Produksi Benih Sumber (UPBS). Sampai saat ini¸UPBS telah memproduksi 67,6 ton benih sumber tanaman pangan. Angka ini telah melampaui target yang telah ditetapkan 45 ton benih sumber. Secara keseluruhan, benih sumber yang telah diproduksi dan tersedia di masing-masing UPBS hingga akhir Desember 2012 adalah:

• Padi 47.556 kg, terdiri atas 115 varietas, di antaranya Inpari 1-28 untuk padi sawah, Inpara 3-7 untuk padi rawa pasang surut, dan beberapa varietas padi gogo.

• Kedelai 8.183 kg, terdiri atas varietas Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan, Kaba, Panderman, Tanggamus, Burangrang, Wilis,dan Sinabung.

• Kacang hijau 1.522 kg varietas Vima 1 yang memiliki keunggulan masak serempak. • Kacang tanah 4.539 kg, terdiri atas varietas

Hypoma 1, Hypoma 2, Talam, Bima, Jerapah, Kancil, Tuban, dan Kelinci. • Jagung 5.807 kg yang terdiri atas varietas

Bisma, Lamuru, Arjuna, Sukmaraga, Gumarang, Provit A1, dan Provit A2.

Gambar

Tabel 2. Target dan capaian satker BB Padi dalam kegiatan litbang tanaman pangan 2012.
Tabel 4. Target dan capaian satker Balitsereal dalam kegiatan litbang tanaman pangan 2012.
Tabel 6. Hasil karakterisasi 10 aksesi plasma nutfah jagung terbaik berdasarkan karakter berat tongkol (36), umur berbunga jantan (5), umur berbunga betina (12), tinggi tanaman tanpa malai (39), tinggi letak tongkol (40), dan rendemen (37)
Tabel 7. Hasil karakterisasi 10 aksesi plasma nutfah sorgum terbaik berdasarkan karakter kadar nira (22), jumlah nira (21), tinggi tanaman (10), dan diameter batang (11)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Atasan PPID sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, mempunyai tanggung jawab memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik sesuai prosedur

Hal tersebut dapat disebabkan asam oleat yang memiliki sifat polaritas lebih tinggi dibandingkan asam lemak stearat sehingga lebih dapat berikatan dengan gliserol

KESDAM V BRW RS

Respons akan semakin kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah. Jika yang menjadi titik tekan dalam proses terjadinya belajar pada diri siswa adalah

Selain itu, gangguan haid juga sering terjadi seperti: dismenorea, hipermenorea, hipomenorea, amenorea, dan masih banyak gangguan haid lainnya yang sering dialami oleh

kepada pihak lain bukan merupakan bentuk pelanggaran kode etik profesi terhadap konseli”. Jumlah responden yang mengungkapkan alasan sama yaitu alasan “guru BK

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pemberian Tepung

Diharapkan setelah mempelajari materi ini, kamu akan mampu (1) mendeskripsikan pola kegiatan ekonomi penduduk, pola penggunaan lahan dan pola permukiman berdasarkan kondisi