• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TEGAKAN HUTAN MANGROVE KOTA BONTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TEGAKAN HUTAN MANGROVE KOTA BONTANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Nurhidayah1, Asfie Maidie2 dan Bambang Indratno Gunawan2 1

Dinas Kelautan & Perikanan Kab Bontang. 1Laboratorium Pengelolaan Sumberdaya Perikanan FPIK Unmul, Samarinda

ABSTRACT. Analysis of Mangrove Forest Stand of Bontang City. The

purposes of this research were to determine the potential and general description of mangrove forest conditions in Bontang, especially concerning the potential stand density, species diversity and levels of damage in the framework of mangrove forest management planning of Bontang City. Results of cluster analysis of the population density of trees, stands and populations of mangrove seedlings on the observation location were approximately two groups. The first group consisted of Bontang Kuala, Cape Sea, Kaderek, Manuk-manukan and Tihik-tihik with the highest similarity level of 94% at Bontang Kuala and Tanjung Sea. Meanwhile, two groups consisted of Gusung, Tanjung Limau, Cape Sekubur, Pagung and Kedindingan, which location similarity relations reached more than 93% in Cape Sengkubur and Pagung. Regions Gusung and Tihik-tihik had a different structure patterns with lower similarities (less than 76%). The group of Gusung area, Tanjung Limau, Cape Sekubur, Pagung and Kedindingan characterized by many populations with saplings and seedlings structures. At other locations the population structure were dominated by trees. If all species were linked, they had index similarities of only 65.39. This showed that there were some locations of mangrove forest of Bontang damaged due to various conversions for various purposes. Therefore, in the management of conservation-oriented needs and ecosystem conservation, a balance management is needed. Thus, the benefits can improve the lives of coastal communities and can be enjoyed in a long time hereditary

Kata kunci: analisis, mangrove, Bontang, identifikasi, kerusakan,

Hutan mangrove dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sumberdaya yang ada di wilayah ini mampu menyediakan barang dan jasa, sehingga dapat menjadi sumber penghasilan masyarakat dan tulang punggung bagi pertumbuhan ekonomi pesisir. Manfaat langsung maupun tidak langsung dari hutan mangrove sudah lama dirasakan oleh masyarakat pesisir pada berbagai aspek kehidupannya. Hutan mangrove mampu menyediakan ikan, udang dan biota laut lainnya yang menjadi salah satu sumber makanan bagi manusia. Hasil hutan berupa kayu dimanfaatkan untuk bahan bakar, bahan bangunan, bahan pembuat perahu dan obat-obatan. Selain dimanfaatkan sendiri, hasil hutan mangrove juga dijual untuk menopang perekonomian keluarga.

Kota Bontang sebagai salah satu daerah pesisir memiliki kawasan yang tertutup hutan mangrove yang tersebar pada garis pantainya mulai dari Sungai Gusung sampai di daerah Manuk-manukan serta pulau-pulau karang sekitarnya. Luas keseluruhan mencapai 2.073,32 ha. Seiring dengan pertambahan penduduk yang bermukim di pesisir, hutan mangrove Kota Bontang terus mendapat tekanan berupa pengambilan kayu dan alih fungsi lahan. Masyarakat setempat memanfaatkan kayunya untuk kayu bakar, bahan bangunan serta tiang belat. Hutan mangrove

(2)

juga dibuka dan dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman, tambak dan areal industri. Pemerintah juga membuka lahan untuk menyediakan fasilitas umum bagi masyarakat pesisir berupa Pelabuhan Umum, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Balai Benih Ikan (BBI), sekolah dan lain-lain.

Jika ditinjau dari fungsi lindungnya, kerusakan hutan mangrove akan menyebabkan instrusi air laut, abrasi pantai serta masuknya limbah dan sediment terlarut ke dalam perairan oleh air sungai. Berdasarkan fungsi ekologinya, kerusakan mangrove akan mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir karena hilangnya tempat berpijah, mengasuh anak dan mencari makan bagi ikan serta biota laut. Hal itu juga akan menurunkan fungsi lindung hutan mangrove, kesuburan perairan dan produksi perikanan di sekitarnya. Penurunan produktivitas tersebut akan menjadi biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat.

Dalam rangka pengelolaan hutan mangrove Kota Bontang ke depan, maka tegakan yang ada perlu diidentifikasi potensi jenis, penyebaran dan tingkat kerusakannya. Informasi yang diperoleh dari identifikasi tersebut sangat penting artinya untuk memudahkan perencanaan pengelolaan. Sampai saat ini informasi mengenai hutan mangrove Kota Bontang masih sebatas lokasinya saja. Oleh karena keterbatasan tersebut, maka perlu dilakukan analisis untuk mengetahui keberadaan hutan mangrove Kota Bontang agar diperoleh data yang akurat sebagai bahan perencanaan pengelolaan hutan mangrove Kota Bontang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan gambaran umum keadaan hutan mangrove yang ada di Kota Bontang khususnya potensi tegakan yang menyangkut kerapatan/kepadatan, keragaman jenis dan tingkat kerusakannya dalam rangka perencanaan pengelolaan hutan mangrove Kota Bontang.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian pada prinsipnya meliputi seluruh wilayah hutan mangrove Kota Bontang. Pengamatan dan pengukuran eko-biologis hutan mangrove dilakukan di 10 lokasi penelitian yaitu: Gusung, Tanjung Limau, Bontang Kuala, Tanjung Laut Indah, Tanjung Sekubur, Pagung, Kedindingan, Tihik-tihik, Manuk-manukan dan Teluk Kederek.

A. Metode Pengamatan (Sampling) Pohon (Tegakan) Mangrove

Umumnya pengamatan di lapangan dilakukan dengan 2 metode transek yaitu: Transek Garis (strip sampling) dan Transek Plot Garis (line plot sampling). Metode pertama berbentuk bujur sangkar yang memanjang (misal 500x1020m); sedangkan yang dipakai pada penelitian ini adalah metode yang ke-2 yaitu Transek Plot Garis. Plot-plot dibuat mengikuti garis transek (dari laut ke darat) dengan luas masing-masing plot 100 m2 dan jarak antar plot 5 m (English dkk., 1994 dan Noor dkk., 1999). Urutan penetapan plot ditentukan sebagai berikut:

1. Wilayah kajian yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona mangrove yang terdapat di wilayah kajian.

2. Pada setiap wilayah kajian ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual keterwakilan lokasi kajian.

(3)

3. Pada setiap stasiun pengamatan ditetapkan transek-transek garis dari arah laut ke darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove yang terjadi) di daerah intertidal.

4. Pada setiap zona mangrove yang berada di sepanjang transek garis, diletakkan secara acak petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10x10 m sebanyak paling kurang 3 petak contoh (plot).

5. Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap tumbuhan mangrove yang ada, dihitung jumlah individu setiap jenis.

B. Teknik Identifikasi Jenis Mangrove

Menurut English dkk. (1994), Bengen (2004), Setiadi dkk. (2003) dan Noor dkk. (1999) ada 3 karakteristik morfologi dasar yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan mangrove, yaitu: daun, bunga, buah dan akarnya. Untuk keperluan tersebut, maka identifikasi dilakukan dengan mengacu pada referensi: Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor dkk., 1999), Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (Bengen, 2004) dan Pengenalan Jenis-jenis Mangrove di Teluk Balikpapan (Setiadi dkk., 2003). Jika menemui kesulitan akan dilakukan sampling bagian tumbuhan yang diperlukan untuk kegunaan analisis laboratorium.

Untuk keperluan kegiatan studi dan analisis data, maka perlu dibedakan antara pohon (tegakan), anakan dan semai. Pohon adalah jika memiliki diameter batang >4 cm Anakan jika diameter batang <4 cm dengan tinggi >1 m dan semai jika tinggi <1 m.

C. Analisis Komponen Struktur Vegetasi Mangrove

Data hasil pengamatan jenis, jumlah dan diameter pohon dianalisis untuk memperoleh gambaran tentang struktur komunitas menurut English dkk. (1994) dan Bengen (2004) sebagai berikut:

Kerapatan Jenis (density): Di = ni/A. Di = kerapatan jenis ke-i, ni = jumlah pohon dari jenis ke-i dan A = luas areal contoh (luas petak contoh/plot) (Bengen, 2004). Kerapatan Relatif Jenis (relative density): RD = (ni / n) x 100 atau

RDi = (jumlah individu suatu jenis / jumlah individu semua jenis) x 100

Frekuensi Jenis (species frequency) atau peluang ditemukannya jenis ke-i dalam petak contoh atau plot yang diamati: Fi = pi / np

Fi = frekuensi jenis ke-i yang ditemukan. pi = jumlah petak contoh atau plot di mana jenis ke-i ditemukan. p = jumlah petak contoh atau plot yang diamati.

Frekuensi Relatif Jenis (relative frequency) atau RF adalah perbandingan antara frekuensi jenis ke-i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis:

RF = (Fi  F) x 100 atau RF = (frekuensi suatu jenis / frekuensi semua jenis) x 100 Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis tertentu (i) dalam suatu unit area: Ci =  BA / A; BA (cm2

)

= DBH2 / 4;  = 3,1416 (konstanta)

. DBH (

diameter at breast height) = diameter batang pohon jenis ke-i. A = luas areal contoh atau luas petak contoh atau plot.

Dominasi Relatif (relative dominance) (RD): (total BA suatu jenis / BA semua jenis) x 100

(4)

Keanekaragaman Jenis (Species Diversity):

s i i i

N

N

N

N

H

1

log

yang mana Ni = nilai penting jenis ke-i; N = jumlah nilai

penting untuk semua jenis;

s i i

N

N

1

; dan s = jumlah jenis pada sampel Nilai Penting Jenis (Importance Value): IVi = RDi + RFi + RCi

D. Analisis Tingkat Kerusakan

Untuk mengetahui kondisi hutan mangrove yang ada, maka perlu dilakukan analisis tingkat kerusakan yang mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 201 tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Kriteria tersebut ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove

Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)

Baik Sangat padat >75 >1.500

Sedang >50  <75 >1.000  <1.500

Rusak Jarang <50 <1.000

Sumber: Anonim (2004)

E. Analisis Kelompok (Cluster Analysis)

Analisis Kelompok atau disebut juga Analisis Gerombol merupakan metode atau analisis peubah ganda yang bertujuan untuk mengelompokkan n satuan pengamatan ke dalam k kelompok/gerombol dengan (k<n) berdasarkan p peubah. Dengan demikian unit-unit pengamatan dalam satu kelompok mempunyai ciri yang lebih homogen dibandingkan unit pengamatan dalam kelompok lain. Dalam konteks ini metode pengelompokan atau penggerombolan yang digunakan adalah Metode Pengelompokan Hierarkhi Pautan Rataan (Average Linkage). Langkah pertama adalah harus menemukan jarak terdekat antar cluster-cluster: D = (dij). Umumnya digunakan Jarak Euclidean sebagai berikut:

Dij= 2 1

)

(

kj n k ki

X

X

 atau

(

X

i1

X

j1

)

2

(

X

i2

X

j2

)...

(

X

ip

X

jp

)

2

yang mana i dan j adalah objek dengan nilai variabel (xi1; xi2...; xip) dan (xj1; xj2...; xjp).

Setelah itu menggabungkan objek-objek yang sesuai, objek tersebut misal cluster U dan cluster V untuk memperoleh cluster gabungan UV. Untuk menghitung jarak cluster (UV) dengan cluster-cluster yang lain dapat dirumuskan dengan: d(uv)w = rata-rata {duw,dvw} yang mana nilai duw dan dvw menggambarkan jarak rata-rata antara cluster U dangan W dan V dengan W (Mattjik dkk., 2002) atau dapat ditulis d(uv)w = (dik)/(NuvNw), yang mana dik adalah jarak antara objek I pada kelompok (UV) dengan objek k pada kelompok W. N(uv) dan N(w) adalah objek pada kelompok (UV) dan kelompok W.

(5)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Bontang

Menurut Anonim (2007), secara geografis Kota Bontang berada di antara 0º01’0º12’ LU dan 117º23’117º38’ Bujur Timur. Luas wilayahnya ±497,57 km2 yang terdiri dari lautan ±349,77 km2 (70,30%) dan daratan ±147,80 km2 (29,70%). Panjang garis pantainya mencapai 24,4 km.

Wilayah darat terbagi dalam 3 kecamatan, yakni Kecamatan Bontang Utara seluas 26,20 km2, Bontang Selatan 104,40 km2 dan Bontang Barat 17,20 km2. Penggunaan lahannya terdiri dari Kawasan Hutan Lindung seluas 59,50 km2 (11,96%), PT Pupuk Kaltim 20,10 km2 (4,04%), PT Badak NGL 15,72 km2 (3,15%) dan kawasan pemukiman penduduk seluas 52,48 km2 (10,56%).

Kondisi Hutan Mangrove Kota Bontang

Hutan mangrove Kota Bontang dapat dijumpai di hampir sepanjang pesisir serta pulau-pulau karang yang tenggelam saat pasang tertinggi dan muncul saat surut terendah. Secara umum, hutan mangrove Kota Bontang menunjukkan kondisi memprihatinkan. Banyak lokasi yang mulai mengalami penurunan kerapatan akibat pembukaan lahan dan pemanfaatan kayu untuk keperluan kayu bakar, alat tangkap belat, bahan bangunan rumah. Lahan mangrove yang dibuka untuk tambak dapat dijumpai di daerah Bontang Kuala, Lok Tuan dan Tanjung Limau.

Dalam laporan akhir revisi rencana rinci tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Bontang tahun 2008 dijelaskan bahwa kawasan mangrove Kota Bontang umumnya dipertahankan sebagai kawasan lindung. Dalam hal ini, hutan mangrove yang berada di pesisir ditetapkan sebagai kawasan penyangga, sedangkan yang berada di pulau-pulau kecil ditetapkan menjadi kawasan inti.

Jenis vegetasi mangrove yang ditemukan di wilayah pesisir Kota Bontang antara lain bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), Rambai laut (Sonneratia sp.), api-api (Avicenia sp.), nipah (Nypa sp.) dan lain-lain. Jenis yang dominan adalah Rhizophora sp. dan Avicenia sp. Hasil identifikasi dan survei jenis vegetasi mangrove di pesisir dan laut Bontang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Lokasi Penyebaran Mangrove di Pesisir dan Laut Bontang

Lokasi Jenis mangrove Keterangan

1. Gusung Rhizophora Daratan Pulau Induk

Avicenia Daratan Pulau Induk

2. Tanjung Limau R. mucronata Daratan Pulau Induk

Ceriops sp. Daratan Pulau Induk

Bruguiera sp. Daratan Pulau Induk

3. Bontang Kuala R. mucronata Daratan Pulau Induk

Bruguiera Daratan Pulau Induk

4. Tanjung Laut Indah Rhizophora Daratan Pulau Induk

Bruguiera Daratan Pulau Induk

5. Tanjung Sengkubur R. mucronata Daratan Pulau Induk

R. apiculata Daratan Pulau Induk

(6)

Tabel 2 (lanjutan)

Lokasi Jenis mangrove Keterangan

6. Pagung Avicenia Daratan Pulau Induk

Rhizophora Daratan Pulau Induk

7. Kedindingan R. mucronata Pulau

Bruguiera sp. Pulau

8. Tihik-tihik A. marina Pulau

R. mucronata Pulau

9. Manuk-manukan R. stylosa Pulau

Bruguiera sp. Pulau

R. mucronata Pulau

Avicenia Pulau

10. Teluk Kederek Rhizophora Daratan Pulau Induk

Sonneratia Daratan Pulau Induk

Secara umum formasi yang banyak ditemukan adalah formasi campuran terutama di pulau-pulau kecil. Formasi ini tidak membentuk zonasi dari darat sampai ke laut. Karena struktur pulau yang selalu terendam dan tidak pada waktu pasang. Selain itu sekitar pinggir pulau dikelilingi air laut.

Pesisir Tanjung Laut Indah didominasi oleh bakau (Rhizophora sp.) dan sedikit tancang (Bruguieria sp.) dengan kerapatan 6 sampai 8 pohon setiap 10 m2. Pesisir Tanjung Limau didominasi oleh bakau (Rhizophora sp.) dengan kerapatan mencapai 5 pohon per 10 m2. Pada lokasi pesisir selatan konveyor Indominco didominasi oleh mangrove dari jenis perapat (Soneratia sp.) dengan kerapatan 4 sampai 5 pohon per 10 m2. Pada lokasi tambak Desa Gunung terdapat jenis vegetasi mangrove dari jenis pohon bakau (Rhizophora sp.) dan api-api (Avicenia sp.) dengan kerapatan 5 pohon per 10 m2, selain itu juga terdapat nipah (Nypa fruticans).

Vegetasi mangrove di sekitar Tanjung Sengkubur didominasi oleh bakau (Rhizophora sp.) dan sedikit berus (Bruguieria sp.) dengan kerapatan 6 sampai 8 pohon setiap 10 m2. Pesisir Tanjung Limau didominasi oleh bakau (Rhizophora sp.) dengan kerapatan mencapai 5 pohon per 10 m2. Daerah Manuk-manukan dan sekitar konveyor Indominco didominasi oleh mangrove dari jenis perapat (Soneratia sp.) dengan kerapatan 4 sampai 5 pohon per 10 m2. Pada lokasi tambak Guntung terdapat vegetasi mangrove dari jenis pohon bakau (Rhizophora sp.) dan api-api (Avicenia sp.) dengan kerapatan 5 pohon per 10 m2, selain itu juga terdapatnipah (N.

fruticans).

1. Gusung

Jenis vegtasi mangrove yang ditemukan di Gusung terdiri dari Avicenia sp., R.

mucronata dan R. apiculata. Secara umum, pada kawasan tersebut R. mucronata

merupakan jenis yang paling dominan. Dominasi jenis ini disebabkan oleh sifat alamiahnya, karena dapat tumbuh dengan baik pada struktur pantai dengan substrat berpasir dan sedikit berlumpur. Selain kelompok mangrove mayor, juga ada mangrove minor lain seperti jenis Acanthus sp. (paku laut) dan Excoecaria sp.

Kerapatan pohon Avicenia sp. mencapai 67 ind/ha, R. mucronata 633 ind/ha dan R. apiculata 100 ind/ha. Kerapatan pancang Avicenia sp. 233 ind/ha,

(7)

R. mucronata 767 ind/ha dan R. apiculata 333 ind/ha. Kerapatan anakan Avicenia

sp. mencapai 333 ind/ha, R. mucronata 1.633 ind/ha dan R. apiculata 1.033 ind/ha. Tingkat kerapatan R. mucronata untuk kelompok pohon, anakan dan semai lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya.

Selain jenis tersebut pada bagian yang berbatasan dengan darat juga ditemukan jenis Bruguiera sp. Namun jumlah yang ditemukan tidak terlalu dominan di perairan tersebut. Hasil analisis indeks nilai penting populasi mangrove pada tiga lokasi tersebut diketahui INP R. mucronata paling tinggi yaitu 1,96, Avicenia sp. 0,52 dan

R. apiculata 0,51. Berdasarkan hasil tersebut, secara sederhana formasi populasi

mangrove di sekitar sungai Guntung dari arah laut yaitu R. mucronata, R. apiculata serta campuran antara Avicenia sp. dan Bruguiera sp. Dengan kerapatan pohon yang mencapai 1.403 pohon/ha dan persentase penutupannya yang mencapai 95% menunjukkan bahwa hutan mangrove pada lokasi ini memiliki kategori kerapatan sedang.

2. Tanjung Limau

Mangrove di sekitar Tanjung Limau juga didominasi oleh R. mucronata, kemudian Bruguiera sp. Ceriops sp. dan Avicenia sp. Beberapa jenis Avicenia sp. ditemukan dekat perairan yang berlumpur sekitar muara Tanjung Limau, sedangkan

Ceriop sp. mengarah ke daratan. Jenis Ceriop sp. yang ditemukan hanya pada satu

transek yaitu sebanyak 1 pohon dan 4 anakan. Jenis ini ditemukan di luar dari areal sampling.

Kerapatan pohon R. mucronata mencapai 633 ind/ha, Avicenia sp. 733 ind/ha dan Bruguiera sp. 200 ind/ha, sedangkan kerapatan pancang R. mucronata mencapai 1.800 ind/ha, Avicenia sp. 167 ind/ha, dan Bruguiera sp 1.100 ind/ha. Kerapatan anakan R. mucronata mencapai 2.367 ind/ha, Avicenia sp. 200 ind/ha dan Bruguiera sp. 3.133 ind/ha. Ditemukan bahwa kerapatan pohon R. mucronata paling tinggi dan pada tingkat anakan tertinggi pada jenis Bruguiera sp.

Indeks Nilai Penting R. mucronata mencapai 1,42, Avicenia sp. 0,809 dan

Bruguiera sp. 0,78. Hasil tersebut menunjukkan, bahwa dominasi R. mucronata

lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.

Secara umum di kawasan Tanjung Limau, terdapat kerapatan pohon sebanyak 1.566 pohon/ha dengan penutupan jenis mencapai 85% yang menunjukkan, bahwa hutan mangrove di Tanjung Limau berada dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut perlu dipertahankan untuk menjamin keseimbangan ekosistem pesisir Kota Bontang. 3. Bontang Kuala

Jenis mangrove yang ditemukan di Pantai Bontang Kuala di antaranya adalah R.

mucronata, Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp. Jenis yang dominan adalah R. mucronata, sedangkan Xylocarpus sp. ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit.

Selain itu juga ditemukan beberapa pohon dari jenis A. alba dan Sonneratia sp. Vegetasi mangrove di Bontang Kuala sebagian sudah terkonversi menjadi lahan tambak dan pemukiman. Namun dari lokasi yang tersisa kondisinya masih terpelihara dengan kerapatan cukup baik.

Kerapatan pohon R. mucronata mencapai 1.267 ind/ha, Bruguiera sp. 133 ind/ha, Xylocarpus sp. 33 ind/ha dan R. apiculata 233 ind/ha. Kerapatan pancang

(8)

R. mucronata mencapai 967 ind/ha, Bruguiera sp. 233 ind/ha, Xylocarpus sp. 67

ind/ha dan R. apiculata 233 ind/ha. Kerapatan anakan R. mucronata 900 ind/ha,

Bruguiera sp. 533 ind/ha, Xylocarpus sp. 133 ind/ha dan R. apiculata 467 ind/ha.

Indeks Nilai Penting tertinggi pada jenis R. mucronata yaitu 1,57, disusul oleh

Bruguiera sp. 0,455, Xylocarpus sp. 0,333 dan R. apiculata 0,64. Dari nilai tersebut

peran R. mucronata lebih dominan dibandingkan yang lainnya, artinya peran jenis R.

mucrotana lebih menonjol dalam proses ekologis di perairan tersebut.

Secara umum hutan mangrove Bontang Kuala mempunyai kerapatan vegetasi 1.400 pohon/ha dengan penutupan jenis 80%. Nilai tersebut mengindikasikan, bahwa hutan mangrove di Bontang Kuala dan sekitarnya berada dalam kondisi yang baik. Hal ini menjadi salah satu indikasi besarnya keinginan masyarakat sekitar kawasan untuk mempertahankan fungsi hutan mangrove untuk mendukung kehidupan dan menjaga lingkungan pesisir.

4. Tanjung Laut Indah

Mangrove di Tanjung Laut Indah didominasi oleh R. mucronata, R. apiculata dan Avicenia sp. Sama seperti daerah lainnya jenis R. mucronata lebih dominan dari jenis lainnya. Kerapatan pohon R. mucronata mencapai 900 ind/ha, R. apiculata 200 id/ha, Avicenia sp. 67 ind/ha dan Bruguiera sp. 33 ind/ha. Kerapatan pancang R.

mucronata mencapai 400 ind/ha, R. apiculata 133 ind/ha, Avicenia sp. 67 ind/ha dan Bruguiera sp. 100 ind/ha. Kerapatan anakan tertinggi adalah dari jenis R. mucronata

mencapai 1133 ind/ha, R. apiculata 633 ind/ha, Avicenia sp. 167 ind/ha dan

Bruguiera sp. 200 ind/ha.

Indeks Nilai Penting R.mucronata juga lebih tinggi yaitu mencapai 1,87, R.

apiculata 0,50, Avicenia sp. 0,33 dan Bruguiera sp. 0,286. Dari nilai tersebut,

diketahui bahwa peran jenis R. mucronata lebih tinggi dari jenis lainnya pada daerah tersebut. Kerapatan pohon di kawasan ini mencapai 965 pohon/ha dengan penutupan jenis 61%. Hal ini menunjukkan, bahwa kawasan tersebut telah mengalami kerusakan.

5. Tanjung Sengkubur

Hutan mangrove di Tanjung Sengkubur terdiri dari jenis R. apiculata, R.

mucronata dan Bruguiera sp. Selain itu juga ditemukan jenis Avicenia sp. dan Soneratia sp. dalam jumlah sedikit. Kerapatan pohon R. mucronata mencapai 900

ind/ha, R. apiculata 567 ind/ha dan Bruguiera sp. 33 ind/ha, sedangkan kerapatan pancang R. mucronata mencapai 1033 ind/ha, R. apiculata 400 ind/ha dan

Bruguiera sp. 67 ind/ha. Kerapatan anakan R. apiculata mencapai 267 ind/ha, R. mucronata 1467 ind/ha dan Bruguiera sp. 133 ind/ha. Jenis Bruguiera sp. ditemukan

dalam jumlah yang relatif sedikit dan mengarah ke daratan. Jenis yang berasosiasi dengan Rhizopora sp. adalah Ceriops sp.

Indek Nilai Penting R. mucronata mencapai 1,787, R. apiculata 0,809 dan

Bruguiera sp. 0,404. Nilai tersebut memperlihatkan dominansi dari R. mucronata di

Tanjung Sengkubur. Berdasarkan kondisinya, kawasan tersebut dikategorikan baik karena kerapatan tegakannya mencapai 1.500 pohon/ha dan penutupan jenis mencapai 82%.

(9)

6. Pagung

Hutan mangrove di Pagung berada dekat dengan kegiatan PT Badak LNG. Kawasan tersebut sebenarnya merupakan kawasan industri dengan status sebagai kawasan penyangga. Jenis yang dominan adalah R. apiculata, Avicenia sp. dan

Soneratia sp. Jenis lain yang ditemukan juga adalah kelompok mangrove minor

seperti pakis laut Acrostichum aureum.

Kerapatan pohon R. apiculata 800 ind/ha, Avicenia sp. 233 ind/ha dan

Soneratia sp. 33 ind/ha. Kerapatan pancang R. apiculata mencapai 900 ind/ha, Avicenia sp. 133 ind/ha dan Soneratia sp. 33 ind/ha. Kerapatan anakan R. apiculata

633 id/ha, Avicenia sp. 100 ind/ha dan Soneratia sp. sangat sedikit (walaupun dalam transek tidak ditemukan).

Indek Nilai Penting setiap jenis didominasi oleh R. apiculata, Avicenia sp. dan

Soneratia sp. INP R. apiculata sebesar 1,57, Avicenia sp. 0,885 dan Soneratia sp.

0,531. Walaupun jenis R. apiculata dominan, namun sebagian besar pohon yang ditemukan memiliki tinggi yang rata-rata kurang dari 4 m. Kerapatan pohon di kawasan ini mencapai 1.066 pohon/ha dengan penutupan jenis 85%. Jika disimak dari kerapatan pohon dan penutupan jenis tersebut, maka kawasan Pagung dikategorikan memiliki tingkat kerusakan sedang. Kondisi ini sebenarnya masih cukup baik mengingat kawasan ini merupakan kawasan industri nasional.

7. Pulau Kedindingan

Mangrove yang dominan di Kedindingan yaitu jenis R. mucronata dan R.

apiculata serta jenis Bruguiera sp. Kerapatan pohon jenis R. mucronata mencapai

1.333 ind/ha, R. apiculata 233 ind/ha dan Bruguiera sp. 100 ind/ha. Kerapatan pancang R. mucronata mencapai 2.533 ind/ha, R. apiculata 867 ind/ha dan

Bruguiera sp. 67 ind/ha. Kerapatan anakan R. mucronata mencapai 7.633 ind/ha, R. apiculata 1.133 ind/ha dan Bruguiera sp. mencapai 233 ind/ha.

Peran suatu jenis mangrove dalam ekosistem dapat dievaluasi dari INP mangrove tersebut. Hasil perhitungan INP diketahui bahwa peran jenis R. apiculata dan R. mucronata dominan di perairan tersebut dengan nilai INP 1,597 dan 0,958. Secara keseluruhan, kerapatan tegakan menunjukkan nilai sebesar 1.666 pohon/ha dan penutupan jenis 92%. Berdasarkan tingkat kerusakannya, maka hutan mangrove yang ada di daerah Kedindingan dikategorikan baik.

Jika ditinjau dari fungsi lindungnya, kawasan ini memiliki peran penting untuk menjadi barier bagi pesisir Bontang dari hempasan gelombang laut serta dapat dijadikan miniatur ekosistem pesisir yang lengkap.

8. Tihik-tihik

Hasil identifikasi jenis mangrove di Tihik-tihik ditemukan 3 jenis yaitu

Avicenia sp., R. apiculata dan Xylocarpus sp. Kerapatan pohon jenis Avicenia sp.

mencapai 400 ind/ha, R. apiculata 33 ind/ha dan Xylocarpus sp. 67 ind/ha. Kerapatan pancang R. apiculata mencapai 100 ind/ha, Avicenia sp. 33 ind/ha dan

Xylocarpus sp. 367 ind/ha. Kerapatan anakan Avicenia sp. mencapai 33 ind/ha, R. apiculata 133 ind/ha dan Xylocarpus sp. sebanyak 133 ind/ha.

Kerapatan yang tinggi tidak selalu menunjukkan peran biota tersebut tinggi. Hasil evaluasi INP populasi Avicenia sp. mencapai 1,186, R. apiculata 0,505 dan

(10)

Xylocarpus sp. 1,309. Kerapatan pohon di daerah ini sebesar 520 pohon/ha dengan

tingkat penutupan jenis 95%. Berdasarkan kondisinya, maka lahan tersebut dikategorikan rusak. Kerusakan lingkungan tersebut terjadi karena daerah ini sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Selama ini, kawasan tersebut menjadi sumber kayu bakar masyrakat Tihik-tihik, sehingga kerusakan yang terjadi semakin parah. Jika memperhatikan usaha masyarakat sekitarnya yang membudidayakan rumput laut, hutan ini sebenarnya berperan untuk menahan polutan dan sedimen terbawa oleh air limpasan ke laut.

9. Manuk-manukan

Vegetasi mangrove di Pulau Manuk-manukan lebih bervariasi dibandingkan lokasi lainnya. Jenis yang dominan ditemukan adalah R. mucronata, R. apiculata,

Bruguiera sp. serta Xylocarpus sp. Selain ini juga ditemukan jenis lain seperti Soneratia sp. dan Avicenia sp. dalam jumlah terbatas.

Hasil pengamatan pada 3 transek di pulau Manuk-manukan diperoleh kepadatan jenis R. mucronata mencapai 800 ind/ha, R. apiculata 300 ind/ha, Bruguiera sp. 233 ind/ha dan Xylocarpus sp. 67 ind/ha. Kerapatan pancang R. mucronata 267 ind/ha,

R. stylosa 367 ind/ha, Bruguiera sp. 133 ind/ha dan Xylocarpus sp. 133 ind/ha.

Kerapatan anakan R. mucronata mencapai 567 ind/ha, R. apiculata 1.433 ind/ha,

Bruguiera sp. 367 ind/ha dan Xylocaprus sp. 267 ind/ha.

INP tertinggi adalah R. mucronata yaitu 1,24, R. apiculata 0,78, Bruguiera sp. 0,62 dan Xylocarpus sp. 0,350. Hasil ini menujukkan, bahwa kemampuan adaptasi

R. mucronata lebih tinggi dari jenis lainnya. Dari hasil pengukuran tersebut di atas

maka secara umum dapat diketahui, bahwa kerapatan tegakan mencapai 1.400 pohon/ha dengan penutupan jenis 95%. Nilai tersebut menunjukkan, bahwa tingkat kerusakan hutan mangrove di daerah Manuk-manukan dalam kategori sedang.

10. Teluk Kaderek

Pantai Teluk Kaderek berada dalam Teluk Sekangat di sekitar perairan Bontang Lestari. Jenis mangrove yang ditemukan di sekitar Teluk Kaderek yaitu R.

mucronata, Avicenia sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp. Tingkat kerapatan pohon

jenis R. mucronata sebanyak 367 ind/ha, Avicenia sp. 100 ind/ha, Bruguiera sp. 233 ind/ha dan Ceriops sp. 67 ind/ha. Kerapatan pancang R. mucronata 767 ind/ha,

Avicenia sp. 100 ind/ha, Bruguiera sp. 200 ind/ha dan Ceriops sp. 133 ind/ha.

Kerapatan anakan R. apiculata mencapai 150 ind/ha, Avicenia sp. 133 ind/ha,

Bruguiera sp. 400 ind/ha dan Ceriops sp. 400 ind/ha.

INP R. mucronata 1,128, Avicenia sp. 0,514, Bruguiera sp. 0,888 dan Ceriops sp. 0,470. Pada kawasan ini terlihat peran R. mucronata lebih dominan dibandingkan dengan jenis lainnya. Berdasarkan tingkat kerusakan, hutan mangrove Teluk Kaderek berada dalam kategori baik. Hal ini diindikasikan oleh kerapatan tegakan yang mencapai 2.433 pohon/ha dan kepadatan jenis 75%. Kondisi tersebut dapat terjadi karena kawasan tersebut masih jauh dari pemukiman.

Analisis Cluster

Untuk mengetahui hubungan kerapatan populasi pada masing-masing lokasi maka dilakukan analisis kelompok yang ditampilkan pada Tabel 3.

(11)

Tabel 3. Koefisien Korelasi Antar Lokasi Berdasarkan Kerapatan Steps Number of cluster Similarity level Distance level Clusters joined New cluster Number of observation new cluster 1 9 94,98 0,100 5 6 5 2 2 8 93,19 0,136 5 7 5 3 3 7 91,75 0,165 3 4 3 2 4 6 88,86 0,227 2 5 2 4 5 5 85,83 0,283 3 10 3 3 6 4 82,45 0,351 3 9 3 4 7 3 74,71 0,506 1 2 1 5 8 2 74,02 0,520 3 8 3 5 9 1 65,39 0,692 1 3 1 10

Hasil analisis cluster dari kerapatan populasi kelompok pohon, pancang dan anakan di lokasi penelitian, di sekitar areal Bontang diperoleh 2 pengelompokkan. Pengelompokkan pertama yaitu di Bontang Kuala, Tanjung Laut Indah, Kaderek, Manuk-manukan dan Tihik-tihik. Pengelompokkan kedua yaitu di Gusung, Tanjung Limau, Tanjung Sekubur, Pagung dan Kedindingan. Pada kelompok pertama hubungan kesamaan sangat tinggi antara Bontang Kuala dan Tanjung Laut Indah dengan tingkat kesamaan mencapai 94%. Pada lokasi 2 hubungan kemiripan lokasi terlihat Tanjung Sengkubur dan Pagung pada tingkat kesamaan yang juga lebih dari 93%.

Kawasan Gusung dan Tihik-tihik memiliki pola struktur yang berbeda dengan kimiripan yang lebih rendah (kurang dari 76%). Pengelompokan pada kawasan Gusung, Tanjung Limau, Tanjung Sekubur, Pagung dan Kedindingan dicirikan oleh banyak populasi dengan struktur pancang dan anakan. Di lokasi lainnya dominan struktur populasi pohon. Bila semua jenis dihubungkan, maka indeks similaritasnya hanya 65,39.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Lokasi penyebaran hutan mangrove di wilayah Kota Bontang seluas 2.073,32 ha, berada di 3 lokasi yaitu perairan laut dan gosong pulau-pulau kecil seluas 307,46 ha, kawasan Taman Nasional 671,91 ha, kawasan selatan Taman Nasional seluas 1.093,95 ha.

Jenis mangrove di pesisir dan laut Bontang adalah Rhizophora sp., Avicenia sp.,

Bruguiera sp., Ceriops sp. dan Sonneratia sp. Hasil analisis bio-ekologi dievaluasi

dari INP mangrove, jenis Avicenia sp. dominan di sekitar kawasan pulau-pulau kecil, sedangkan jenis Rhizophora sp. dominan di daerah pesisir. Jenis yang tidak tersebar secara merata yaitu Sonneratia sp., jenis lain yang juga ditemukan tetapi tidak begitu dominan adalah Xylocarpus sp.

Dari hasil analisis tegakan hutan mangrove pada ke-10 titik lokasi penelitian tingkat kerusakan hutan mangrove berdasarkan kerapatan vegetasi mangrove (pohon/ha) adalah sebagai berikut:

(12)

a. Termasuk kategori baik adalah kawasan Tanjung Limau, Bontang Kuala, Tanjung Sekubur, Teluk Kederek dan Kedindingan.

b. Termasuk kategori sedang adalah kawasan Gusung, Pagung dan Manuk-manukan.

c. Termasuk kategori rusak adalah kawasan Tanjung Laut Indah dan Tihik-tihik. Lokasi hutan mangrove di kawasan Tanjung Laut Indah termasuk dalam kategori rusak karena adanya konversi hutan mangrove untuk kepentingan industri, fasilitas pemerintahan dan pemukiman, sedangkan di Tihik-tihik karena adanya penebangan mangrove oleh masyarakat sekitar untuk kayu bakar.

Saran

Kawasan hutan mangrove yang ada di luar kawasan industri sebaiknya dipertahankan fungsinya, sedangkan yang mengalami kerusakan dilakukan upaya reboisasi dengan melibatkan masyarakat dalam proses penanaman dan pemeliharaannya.

Pemerintah perlu berpikir kembali untuk merencanakan pembangunan ke arah pesisir untuk menghindari konversi lahan baik untuk bangunan pemerintah maupun masyarakat yang datang bermukim. Jika fasilitas di pesisir terus dibangun, maka masyarakat akan semakin mendekat, sehingga kawasan hutan semakin sulit dipertahankan.

Masyarakat yang sudah memiliki surat-surat kepemilikan hutan mangrove sebaiknya diarahkan pemerintah melalui instansi terkait untuk menjajaki usaha yang ramah lingkungan seperti ekowisata, budidaya kepiting dalam keramba serta usaha lainnya yang dapat meningkatkan perekonomian mereka.

Peraturan daerah Kota Bontang nomor 7 tahun 2003 mengenai Pengelolaan Hutan Mangrove diterapkan agar menjadi tuntunan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan wilayah pesisir.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktorat Bina Pesisir, Jakarta.

Anonim. 2007. Penyusunan Data Base Laut dan Pesisir Kota Bontang. Laporan Akhir. Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bontang. Bontang.

Bengen, D.G. 2004. Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. PKSPL IPB. 59 h.

English, S.; C. Wilkinson and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Asean Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources. Living Coastal Resources by the Autralian Institute of Marine Science P.M.B. No. 3 Townsville Mail Center, Australia 4810. 309 h.

Noor, Y.R.; M. Khazali dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Saduran A Field Guide of Indonesian Mangrove oleh W. Giesen; S. Wulffrat; M. Zieren dan L. Schoelten. Wetlands International Indonesia Program. 186 h.

Setiadi, A.; E.B. Wetik; M. Khazali; H. Jacobus; J. Wenno dan W.A. Taufik. 2003. Pengenalan Jenis-jenis Mangrove di Teluk Balikpapan. Tim Proyek Pesisir Kalimantan Timur. 36 h.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan

Intervensi yang ditetapkan antara lain : Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, Bantu klien untuk memilihi aktivitas konsisten yang sesuai

Dengan mengambil dari tiga jenis kucing yang dipadukan kedalam sifat-sifat kucing yang nantinya akan dijadikan masing-masing karakter boneka, seperti jenis kucing

Menjaga postur tulang belakang dalam periode yang lama menjadi sangat tidak nyaman, karena kebanyakan dari tekanan otot harus dipertahankan untuk menjaga tubuh dalam posisi

Sesuai dengan Peraturan Gubernur Aceh tentang Tugas, Fungsi dan Uraian Tugas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Aceh maka Bappeda Provinsi Aceh mempunyai tugas

tabel peringkat nilai kesinambungan (Tabel 2). Hal ini bertujuan untuk mengetahui posisi nilai kesinambungan BSE yang diteliti. BSE dinyatakan berkesinambungan apabila

Lahan yang luas dengan topografi gabungan antara laut dan perbukitan, Desa Sumberkima mendirikan berbagai fasilitas untuk menunjang kehidupan masyarakat desa, diantaranya adalah

Induksi ini terutama disebabkan oleh sinar ultraviolet B (UVB). Pada tahap selanjutnya, senyawa kolekalsiferol ini akan diubah menjadi senyawa kalsitrol yang merupakan