• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesinambungan Materi Biologi Pada Buku Sekolah Elektronik (BSE) Jenjang SD, SMP, dan SMA. Sebuah Studi Deskriptif Kualitatif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kesinambungan Materi Biologi Pada Buku Sekolah Elektronik (BSE) Jenjang SD, SMP, dan SMA. Sebuah Studi Deskriptif Kualitatif."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kesinambungan Materi Biologi Pada Buku Sekolah

Elektronik (BSE) Jenjang SD, SMP, dan SMA. Sebuah Studi

Deskriptif Kualitatif.

Apriliana Laily Fitri, Bima S.K.A. Sasongko, Eka P. Azrai.

Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta, 2012.

Abstrak. Salah satu faktor yang menentukan kualitas buku teks pelajaran dapat dilihat dari

aspek kesinambungan yang ada didalamnya. Kesinambungan materi dapat diteliti dengan menganalisis materi-materi dalam buku teks pelajaran yang dikaji secara berkesinambungan. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis kesinambungan materi biologi pada Buku Sekolah Elektronik (BSE) biologi jenjang SD, SMP, dan SMA. Penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Mei 2012 menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif evaluatif. Populasi yang diteliti adalah 9 BSE kelas V SD, 10 BSE kelas VIII SMP, dan BSE kelas XI SMA. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling. Data yang dianalisis merupakan data hasil telaah BSE menggunakan instrumen kesinambungan materi pencernaan. Telaah melibatkan tiga orang guru sekolah negeri serta tujuh orang dosen. Data hasil telaah dianalisis secara kualitatif melalui tiga tahap analisis Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar BSE telah memenuhi prinsip kesinambungan. Terdapat dua BSE dengan nilai kesinambungan yang terlalu rendah yaitu BSE SD 07 dan BSE SMA 08 dan satu BSE dengan nilai kesinambungan yang terlalu tinggi yaitu BSE SD 01. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya berbagai kesalahan materi dalam BSE biologi. Adanya ketidaksinambungan dan berbagai kesalahan materi dalam BSE menuntut pemerintah, penerbit, dan pengguna BSE mengambil berbagai kebijakan terkait BSE.

Kata kunci: kesinambungan, Buku Sekolah Elektronik (BSE), materi sistem pencernaan

PENDAHULUAN

Dalam kegiatan pembelajaran, baik guru maupun siswa tak bisa lepas dari keberadan buku teks pelajaran. Menurut Sitepu (2005), buku pelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang memberikan andil yang cukup besar dalam upaya memperluas kesempatan memperoleh pendidikan. Selain itu buku teks pelajaran juga mendorong peningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Hal serupa diutarakan oleh Oerizi dan Aabedi (2008) bahwa dalam sistem pendidikan, buku memegang peranan sebagai salah satu referensi dan sumber belajar terpenting bagi pembelajaran siswa.

Terkait dengan pentingnya buku teks pelajaran, UNESCO menggariskan tiga fungsi pokok dari buku teks pelajaran, yaitu

(1) fungsi informasi, (2) fungsi pengaturan dan pengorganisasian pembelajaran, serta (3) fungsi pemandu pembelajaran (Seguin, 1989:18-19).

Pentingnya fungsi dan peranan buku teks pelajaran dalam kegiatan pembelajaran ternyata memicu munculnya berbagai permasalahan seputar buku teks pelajaran. Diantara permasalahan tersebut yaitu dimulai dari ketersediaan buku teks pelajaran, harga yang melambung tinggi, hingga kualitas buku teks pelajaran yang tentunya harus disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku pada masa sekarang ini.

Adanya berbagai permasalahan tersebut akhirnya mendorong pemerintah untuk memunculkan berbagai macam solusi. Salah satunya adalah dengan pengadaan buku teks pelajaran yang dapat

(2)

disebarluaskan kepada masyarakat dengan harga yang terjangkau. Pada tahun 2008, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2008 Tentang Buku, berupaya untuk memfasilitasi penyediaan buku bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Hal ini dilakukan dengan cara membeli hak cipta beberapa buku teks pelajaran yang sebelumnya telah diseleksi untuk selanjutnya disebarluaskan.

Untuk memudahkan penyebarluasan, buku-buku tersebut disajikan dalam bentuk buku elektronik (e-book) dalam format PDF (Portable Document Format) dengan nama Buku Sekolah Elektronik (BSE). BSE dapat diunduh secara gratis melalui situs www.bse.depdiknas.go.id dan beragam situs lainnya. BSE juga dapat dilipatgandakan baik dalam bentuk buku maupun rekaman cakram (CD/DVD) dan diperdagangkan dengan ketentuan tidak melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.

Buku teks pelajaran yang berkualitas salah satunya dapat ditinjau dari adanya penerapan prinsip kesinambungan pada materi yang dimuat dalam buku teks pelajaran tersebut. Kesinambungan pada sekumpulan buku teks pelajaran pada jenjang yang berbeda dapat dilihat dengan cara menganalisis materi yang termuat dalam buku teks pelajaran tersebut. Penelitian ini difokuskan pada analisis materi biologi. Kesinambungan dalam buku teks pelajaran yang akan dianalisis dapat dilihat dari aspek materi dan aspek penyajian buku teks pelajaran tersebut pada setiap pokok bahasan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan pengguna buku. Dikarenakan BSE merupakan buku yang sudah melalui serangkaian uji kualitas oleh BSNP dan juga diterbitkan meliputi jenjang SD, SMP, dan SMA maka perlu kiranya diteliti tentang penerapan prinsip kesinambungan materi dalam BSE.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan menganalisis kesinambungan materi biologi di dalam Buku Sekolah Elektronik mata pelajaran biologi jenjang SD, SMP, dan SMA yang telah diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Februari 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bersifat evaluatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menentukan fokus penelitian, pengumpulan data tentang penerapan kesinambungan yang bersifat kualitatif, pembuatan instrumen berikut pengujian validitas dan reliabilitasnya, serta analisis data. Penggunaan pendekatan kualitatif dimaksudkan agar peneliti dapat memahami kondisi kesinambungan pada materi biologi dalam BSE secara holistik dan mendalam. Pemahaman ini digunakan untuk menyusun instrumen yang akan digunakan serta menganalisis data yang diperoleh. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data-data mengenai penerapan prinsip kesinambungan materi yang telah diperoleh dari setiap BSE yang diteliti. Hasil deskripsi nantinya akan dijadikan sebagai sarana evaluasi terhadap penerapan prinsip kesinambungan pada BSE mata pelajaran biologi jenjang SD, SMP, dan SMA.

Populasi pada penelitian ini adalah BSE mata pelajaran Biologi terbitan Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional kelas V SD, kelas VIII SMP, dan kelas XI SMA. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling dimana semua populasi akan menjadi sampel yang diteliti. Sampel yang akan diteliti adalah BSE materi biologi sebanyak 10 judul buku untuk kelas V SD, 9 judul buku untuk kelas VIII SMP, dan 9 judul buku untuk kelas XI SMA (Tabel 1).

(3)

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket analisis materi sistem pencernaan dan dokumentasi. Angket digunakan untuk mereduksi data yang akan dianalisis kesinambungannya. Angket terdiri dari 50 butir pernyataan untuk mengetahui kesinambungan materi biologi yang dilengkapi dengan pilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri dari empat opsi jawaban yang dilengkapi dengan rubrik untuk menyesuaikan antara pernyataan yang diberikan dengan kondisi BSE. Angket yang digunakan untuk menganalisis kesinambungan dibuat berdasarkan kisi-kisi kesinambungan materi ajar yang didasarkan pada dua aspek yaitu aspek isi/materi dan aspek penyajian. Aspek materi yang dinilai adalah relevansi, adekuasi, keakuratan, dan Proporsionalitas. Sedangkan aspek penyajian yang dinilai adalah kelengkapan sajian, sistematika sajian, kesesuaian sajian dengan tuntutan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan cara penyajian (Wibowo, 2005).

Angket kesinambungan materi biologi ini telah melalui serangkaian pengujian validitas instrumen menggunakan pendapat ahli (judgment expert). Oleh karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka pengujian reliabilitas digunakan pengujian dependability yang dilakukan dengan cara mengaudit keseluruhan proses penelitian. Audit dapat dilakukan oleh auditor independen atau pembimbingan untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian (Sugiyono, 2009: 377).

Angket diisi oleh tim penelaah BSE yang terdiri dari kelompok dosen biologi dan kelompok guru biologi dan IPA. Penelaah dari kelompok dosen terdiri dari tujuh dosen UNJ yang berasal dari Jurusan Biologi Fakultas MIPA dan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan. Sedangkan penelaah dari kelompok guru merupakan guru bidang studi biologi di SMA Negeri, guru bidang

studi IPA di SMP Negeri, dan Guru kelas di SD Negeri yang sekolahnya juga telah menggunakan BSE dalam kegiatan pembelajarannya. Tiap judul BSE ditelaah oleh dua penelaah yang masing-masing dari kelompok dosen dan guru. Nilai kesinambungan tiap-tiap BSE merupakan rata-rata dari hasil telaah BSE kelompok dosen dan kelompok guru.

Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan melalui tiga tahap analisis data menurut Miles dan Huberman meliputi reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2009:337). Reduksi data dilakukan dengan mengelompokkan data kesinambungan menggunakan instrumen angket sehingga didapatkan nilai rata-rata kesinambungan. Display data dilakukan dengan menempatkan data pada tabel nilai kesinambungan untuk selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk tabel peringkat kesinambungan. Hasil visualisasi kemudian dideskripsikan untuk mengetahui kondisi penerapan prinsip kesinambungan pada setiap Buku Sekolah Elektronik yang diteliti. Hasil deskripsi ini digunakan untuk menarik kesimpulan tentang kesinambungan materi biologi di dalam Buku Sekolah Elektronik mata pelajaran biologi pada jenjang SD, SMP, dan SMA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BSE ditelaah oleh dua kelompok yang berbeda dengan tujuan agar mewakili berbagai sudut pandang mengenai buku teks pelajaran. Oleh guru buku dianggap sebagai perangkat yang digunakan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sementara para dosen menganggap buku sebagai sebuah karya ilmiah yang seharusnya memperhatikan kerangka keilmiahannya. Nilai kesinambungan merupakan rata-rata nilai hasil telaah oleh dosen dan guru sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Nilai kesinambungan pada Tabel 1 kemudian diproyeksikan dalam bentuk

(4)

tabel peringkat nilai kesinambungan (Tabel 2). Hal ini bertujuan untuk mengetahui posisi nilai kesinambungan BSE yang diteliti. BSE dinyatakan berkesinambungan apabila peringkat nilai kesinambungan tersusun naik mulai dari BSE jenjang SD hingga BSE jenjang SMA.

Tabel 2 digunakan untuk menganalisis posisi kesinambungan materi biologi pada BSE yang diteliti. Pada setiap jenjang terdapat rata-rata nilai BSE yang digunakan sebagai acuan tinggi rendahnya nilai kesinambungan tiap unit BSE pada jenjang tersebut. Rata-rata nilai BSE tiap jenjang juga digunakan sebagai batas toleransi BSE pada jenjang pendidikan yang berbeda. Pada setiap jenjang juga dapat ditemukan BSE dengan nilai terendah dan tertinggi yang digunakan untuk mengetahui rentang nilai kesinambungan sekelompok BSE pada jenjang yang sama.

Pada BSE Sains jenjang SD, didapatkan nilai kesinambungan rata-rata 3,10. Terdapat 6 BSE dengan nilai kesinambungan diatas rata-rata dan 3 BSE dengan nilai kesinambungan dibawah rata-rata. Nilai kesinambungan terendah terdapat pada BSE SD 07 dengan nilai 2,27. BSE SD 07 memiliki nilai yang sangat rendah

dikarenakan banyaknya skor bernilai 0 (nol). Skor bernilai 0 mengindikasikan bahwa ada komponen yang tidak terpenuhi pada BSE tersebut. Misalnya tidak adanya materi tentang asam lambung pada sistem penceranaan, minimnya penugasan, ilustrasi yang tidak mendukung, dan pembahasan materi lainnya yang disajikan sangat jauh dari yang dibutuhkan siswa jenjang SD. Hal ini membuat BSE SD 07 tidak relevan bagi siswa untuk membantu dalam mencapai kompetensinya. Selain itu pencantuman nama ilmiah pada BSE SD 07 juga tidak memenuhi akurasi ilmu pengetahuan misalnya pada penyebutan stomach untuk nama ilmiah lambung.

Sedangkan nilai kesinambungan tertinggi pada jenjang SD terdapat pada BSE SD 01 dengan nilai 3,32. Hal ini disebabkan banyaknya skor 3 dan 4 pada BSE tersebut. Nilai BSE SD 01 menyamai nilai kesinambungan rata-rata pada BSE Sains jenjang SMP dan bahkan melampaui beberapa BSE jenjang SMP. Hal ini dikarenakan materi yang disajikan pada BSE SD 01 sangatlah lengkap dan memiliki kedalaman materi yang hampir menyamai BSE jenjang SMP. Hal ini menjadikan BSE SD 01 dapat dikatakan memiliki nilai kesinambungan yang terlalu tinggi.

Tabel 1. Nilai Kesinambungan Hasil Telaah Buku Sekolah Elektronik

JENJANG NILAI KESINAMBUNGAN KODE BSE YANG DITELITI

01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 Rerata

SD 3.32 3.04 2.93 2.54 2.99 2.94 2.27 2.87 2.76 x 3.10 SMP 3.36 3.35 3.1 3.4 3.13 3.36 3.63 3.34 3.14 3.59 3.34 SMA 3.92 3.76 3.73 3.38 3.91 3.33 3.01 2.10 x x 3.39 Keterangan :

a) tanda ( x ) menunjukkan bahwa BSE dengan kode dan jejang tersebut tidak ada/tidak diteliti.

b) Nilai rerata merupakan jumlah nilai total buku dalam setiap jenjang dibagi dengan jumlah buku pada jenjang tersebut

(5)

Pada BSE Sains jenjang SMP, didapatkan nilai kesinambungan rata-rata 3.34. Nilai kesinambungan terendah terdapat pada BSE SMP 03 dengan 3,1. Sedangkan nilai kesinambungan tertinggi terdapat pada BSE SMP 07 dengan nilai 3,63. Terdapat 7 BSE dengan nilai kesinambungan diatas rata-rata dan 3 BSE dengan nilai kesinambungan dibawah rata-rata. Rentang nilai kesinambungan pada BSE Sains jenjang SMP yang berkisar antara 3,1 hingga 3.59 tergolong ideal dikarenakan berada diatas rata-rata nilai kesinambungan jenjang SD dan di bawah nilai rata-rata kesinambungan jenjang SMA. Hal ini menjadikan pada BSE jenjang SMP tidak terdapat penyimpangan nilai kesinambungan dikarenakan masih berada pada batas toleransi yang diharapkan.

Pada BSE Biologi jenjang SMA, didapatkan nilai kesinambungan rata-rata 3.39. Rata-rata nilai kesinambungan tidak berbeda jauh dari rata-rata nilai kesinambungan buku SMP dikarenakan ada BSE SMA 08 memiliki nilai kesinambungan yang sangat kecil yaitu 2.10. Hal ini yang menjadikan nilai rata-rata menjadi kecil. Jika buku BSE SMA 08 dihilangkan maka rata-rata nilai kesinambungan menjadi 3,77. Terdapat 7 buku dengan nilai kesinambungan diatas rata-rata dan 1 buku dengan nilai kesinambungan dibawah rata-rata. Nilai kesinambungan tertinggi terdapat pada BSE SMA 01 dengan nilai 3,92. Nilai kesinambungan tersebut menunjukkan bahwa materi dan penyajian yang dimuat pada BSE SMA 01 dari hasil telaah banyak menunjukkan nilai 3 dan 4. Nilai 3 dan 4 merupakan nilai yang menggambarkan

kondisi maksimal dari kedalaman pembahasan materi dan kompleksitas penyajian materi pada buku teks pelajaran. Hal ini menjadikan BSE SMA 01 memiliki kecukupan dalam mendukung pencapaian kompetensi jenjang SMA dimana pembahasan tentang materi biologinya dilakukan dengan sangat mendalam dan kompleks hingga ke tingkat struktur dan proses.

Nilai kesinambungan terendah terdapat pada BSE SMA 08 dengan 2.10. Nilai BSE SMA 08 ini tergolong ke dalam penyimpangan nilai kesinambungan karena jauh berada dibawah nilai rata-rata BSE SMP yang merupakan batas toleransi terendah BSE jenjang SMA. Dari posisinya dapat dilihat bahwa BSE SMA 08 memiliki nilai kesinambungan dibawah seluruh BSE jenjang SMP dan BSE jenjang SD. Kondisi yang demikian menggambarkan kondisi materi dan penyajian pada BSE SMA 08 tidak jauh beda dengan BSE jenjang SD. Materi yang dimuat pada BSE SMA 08 terlalu sedikit, hanya berupa ringkasan-ringkasan materi saja, pembahasan tidak lengkap, dan tidak didukung oleh ilustrasi fungsional. Hal ini tentunya akan sangat tidak mendukung dalam pencapaian kompetensi jenjang SMA. Selain itu terdapat pula beberapa kesalahan-kesalahan dalam penulisan nama ilmiah seperti yang terdapat pada pokok bahasan sistem pencernaan. Sebagai contoh esofagus untuk kerongkongan (seharusnya oesofagus), intestinum untuk usus halus (seharusnya intestinum tenue), dan jejenum untuk usus kosong (seharusnya jejunum). Dilihat dari kondisinya sangatlah tidak memungkinkan bila BSE SMA 08 dipergunakan sebagai buku teks pelajaran.

(6)

Tabel 2. Peringkat Nilai Kesinambungan Total Hasil Telaah Materi Sistem Pencernaan Pada Buku Sekolah Elektronik (BSE) Jenjang SD, SMP, dan SMA

No. Kode

BSE Pengarang Kelas

Tahun Terbit

Nilai kesinam-bungan

1 SD7 Mulyati Arifi N., dkk V SD 2009 2,27

2 SD4 Heri S. & Edy Wiyono V SD 2008 2,54

3 SMA8 Suwarno XI SMA 2009 2.61

4 SD9 Sulistyowati & Sukarno V SD 2009 2,76 Rata-rata kesinambungan BSE jenjang SD 2,85 Batas toleransi terendah BSE jenjang SMP

5 SD8 S. Rositawaty & Aris M. V SD 2008 2,87

6 SD3 Edi T & Yani V SD 2009 2,93

7 SD6 Munawar Kholil & Dini P. V SD 2009 2,94

8 SD5 Maryanto & Purwanto V SD 2009 2,99

9 SD2 Choirul Amin dkk V SD 2009 3,04

10 SMP3 Diana Puspita & Iip R. VIII SMP 2009 3,1

11 SMP5 Nenden Fauziah dkk VIII SMP 2009 3,13

12 SMP9 Tri widodo dkk VIII SMP 2009 3,14

13 SD1 Choiril A. dkk V SD 2008 3,32

Rata-rata kesinambungan BSE jenjang SMP

3,34

Batas toleransi tertinggi BSE jenjang SD

Batas toleransi terendah BSE jenjang SMA

14 SMP8 Sukis Wariyono & Yani M. VIII SMP 2009 3,34

15 SMP2 Agus Krisno dkk VIII SMP 2008 3,35

16 SMP1 Agung Wijaya dkk VIII SMP 2009 3,36

17 SMP6 Rinie Pratiwi P, dkk VIII SMP 2008 3,36

18 SMP4 Henry G dkk VIII SMP 2009 3,4

Rata-rata kesinambungan BSE jenjang SMA

3,39 Batas toleransi tertinggi BSE jenjang SMP

19 SMP10 Wasis & Sugeng Y. VIII SMP 2008 3,59

20 SMP7 Saeful Karim dkk VIII SMP 2008 3,63

21 SMA7 Sri Widayati & Siti N. XI SMA 2009 3,65 22 SMA4 Fictor F. P. & Moekti A. XI SMA 2009 3,68

23 SMA6 Renni Diastuti XI SMA 2009 3,73

24 SMA3 Faidah Rachmawati dkk XI SMA 2009 3,73

25 SMA2 Eva Latifah Hanum dkk XI SMA 2009 3,76

26 SMA5 Purnomo dkk XI SMA 2009 3,91

Selain ditemukannya BSE yang mengalami penyimpangan nilai kesinambungan, hasil penelitian juga

menunjukkan ditemukan banyaknya kesalahan yang dimuat dalam BSE. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi

(7)

kesalahan penulisan nama ilmiah, kesalahan ilustrasi, hingga kesalahan konsep.

Kesalahan penulisan nama ilmiah dapat kita temui pada banyaknya BSE yang mencantumkan nama ilmiah seperti esofagus untuk kerongkongan (seharusnya oesofagus), intestinum untuk usus halus (seharusnya intestinum tenue), dan jejenum untuk usus kosong (seharusnya jejunum). Tercatat dari 27 BSE yang diteliti 14 BSE menuliskan esofagus untuk nama ilmiah kerongkongan, hanya satu BSE yang menuliskan dengan tepat yaitu oesofagus, sedangkan sisanya tidak menuliskan nama ilmiah. Tercatat delapan BSE menuliskan intestinum untuk nama ilmiah usus halus, hanya satu BSE yang menuliskan intestinum tenue, dan sisanya tidak menuliskan nama ilmiah. Tercatat pula 10 BSE menuliskan jejenum untuk usus kosong, 9 BSE menuliskan dengan tepat yaitu jejunum, dan sisanya tidak menuliskan nama ilmiah.

Kesalahan ilustrasi juga masih ditemukan dalam BSE. Sebagai contoh pada BSE SMP 01 yang memuat ilustrasi lambung dengan posisi fundus dan kardia yang tidak tepat. Ilustrasi itu pun tidak memenuhi asas keakuratan ilustrasi yang hanya diambil dari mesin pencari Yahoo dan tidak memuat sumber pustaka yang jelas (Gambar 1)

Gambar 1. Ilustrasi lambung yang dimuat pada BSE SMP 01

Sementara itu, kesalahan konsep juga ditemukan pada beberapa BSE. Salah satunya misalnya pada BSE SMA 03 pada halaman 92 tertulis ‖Pencernaan secara

mekanik terjadi di mulut dan usus dengan

bantuan enzim.‖ Hal ini tentunya menyalahi kaidah ilmu pengetahuan dimana seharusnya ‖Pencernaan secara kimiawi terjadi dengan bantuan enzim‖ (Yatim, 2003: 193). Yang lebih memprihatinkan lagi berbagai kesalahan yang dimuat pada BSE tidak dapat ditelusuri apakah disebabkan oleh pemahaman penulis atau kesalahan editorial. Hal ini dikarenakan BSE tak pernah mencantumkan biografi penulisnya.

Adanya BSE yang memiliki penyimpangan nilai kesinambungan dan memuat beragam kesalahan menjadikan sebuah tanda tanya tersendiri terhadap program pemerintah yang sudah digulirkan semenjak tahun 2008 ini. Adanya ketidak sinambungan dan kesalahan yang dimuat dalam BSE sangat kontras dengan stempel ‘kelayakan buku‘ yang senantiasa terdapat pada BSE dan disahkan oleh Permendiknas. Mengingat, BSE merupakan buku teks pelajaran yang telah melalui serangkaian uji kelayakan buku oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain itu biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan royalti kepada penulis BSE sebagai pembelian hak cipta selama 15 tahun yang tak bisa dibilang murah. Pemerintah harus menganggarkan hingga ±Rp.100.000.000 untuk setiap BSE yang diambil alih hak ciptanya oleh Pusbuk Depdiknas (Rahmawati, 2011).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian analisis kesinambungan materi sistem pencernaan pada Buku Sekolah Elektronik (BSE) mata pelajaran biologi jenjang SD, SMP, dan SMA didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

(8)

Nilai kesinambungan BSE biologi yang diteliti mencerminkan kualitas kesinambungan BSE tersebut dari segi materi dan penyajiannya meskipun nilai kesinambungnnya menunjukkan variasi yang beragam.

Terdapat BSE SMA yang memiliki nilai kesinambungan lebih rendah dari nilai rata-rata nilai kesinambungan BSE SD. Rendahnya nilai kesinambungan disebabkan masih banyak terdapat kesalahan penulisan nama ilmiah, kesalahan pemilihan ilustrasi, serta kesalahan konsep yang tersebar dalam BSE Biologi yang telah diterbitkan.

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut:

Analisis kesinambungan materi buku teks pelajaran penting digunakan oleh penerbit buku teks pelajaran. Terutama apabila penerbit tersebut mencakup jenjang SD, SMP, SMA seperti Pusat Perbukuan yang bertanggung jawab terhadap proses penerbitan BSE.

Pemerintah dan BSNP dalam menentukan buku teks seharusnya meneliti terlebih dahulu kualitas BSE yang ingin dibeli hak ciptanya salah satunya adalah dari aspek kesinambungan materinya.

Beberapa BSE yang sudah diterbitkan dan ternyata memiliki penyimpangan nilai kesinambungan dan memuat berbagai kesalahan hendaknya segera direvisi atau ditarik dari peredaran.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Syamsul dan Adi Kusrianto. 2009. Sukses menulis Buku Ajar dan Referensi. Jakarta: Grasindo.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Jakarta: Depdiknas.

Muaddab, Hafis. 2011. Mencari Solusi Pengadaan Buku Pendidikan. http://hafismuaddab.wordpress.com/201 1/05/06/mencari-solusi-pengadaan-buku-pendidikan/, (23 Mei 2011, waktu 17.00) Muljono, Pudji. 2007. Kegiatan Penilaian Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah. Buletin BSNP Vol. II/No.1/Januari 2007: 14-23

Oreizi, Hamid-Reza dan Ahmad Aabedi. 2008. Analysis of the content of elementary school books based on the achievement motivation constructs. Quarterly Journal of Educational Innovations www.SID.ir, No. 22, Winter 2008

Rahmawati, Desi. 2011. Buku Sekolah Elektronik Nasibmu Kini. http://edukasi .kompasiana.com/2011/04/04/b,(25 April 2011, waktu 06.00 )

Seguin, Roger. 1989. The Elaboration Of School textbooks Methodological. UNESCO: Division of Educational Sciences, Contents and Methods of Education.

Sitepu, M.A. 2005. Memilih Buku Pelajaran. Jurnal Pendidikan Penabur - No.04/Th.IV/Juli 2005: 113-126

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Wibowo, Mungin Eddy. 2005. Hati-Hati Menggunakan Buku Pelajaran. http://www.suaramerdeka.com/harian/05 08/09/opi04.htm, (15 Agustus 2010, waktu 21.00 )

Yatim, Wildan. 2003. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

(9)

Preferensi Pakan Kecoa Jerman (Blatella germanica. Linn)

Yang Dikoleksi Dari Tiga Kota Di Indonesia

Apriza Hongko Putra

1

, Resti Rahayu

2

, dan

Dahelmi

2

1.Program Sstudi Biologi*, Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang 2Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas, Padang

*email: aprizahongkoputra@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pakan yang paling disukai oleh

beberapa strain (asal koleksi) kecoa jerman dan mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kesukaan pakan beberapa strain kecoa jerman (meliputi, Strain murni VCRU-WHO, Padang, Jakarta, dan Bandung). Penelitian ini menggunakan pakan berupa selai nanas, stroberi, kacang dan cokelat. Metode penelitian ini menggunakan alat olfaktometri. Data yang diamati yaitu frekuensi kecoa jerman selama perlakuan 96 jam, kunjungan dihitung pada waktu 0, 24, 48, 72 dan 96 jam dan jumlah pakan yang dikonsumsi selama 96 jam perlakuan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jenis pakan yang paling banyak dikunjungi oleh kecoa jerman strain VCRU-WHO, Padang dan Bandung yaitu selai nanas dengan rata-rata kunjungan 17, 18,5, dan 17,25 kali kunjungan, sedangkan pada strain Jakarta yaitu selai stroberi dengan rata-rata kunjungan 10,5 kali. Berdasarkan bobot pakan yang dikonsumsi, pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh kecoa strain VCRU-WHO, Padang dan Bandung yaitu selai nanas dengan rata- rata bobot pakan yang dikonsumsi 0,128, 0,069 dan 0,104 g. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan kesukaan pada kecoa strain Jakarta yang lebih menyukai selai stroberi dibandingkan strain lain (VCRU-WHO, Padang, dan Bandung) yang lebih menyukai nanas. Hasil analisis regresi antara frekuensi kehadiran kecoa jerman pada pakan dengan jumlah konsumsi pakan menghasilkan persamaan y = 0,0022x + 0,05 dan nilai R2 = 0,276 atau r = 0,525, sementara nilai p < 0,05. Hasil di atas menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara frekuensi kehadiran dengan jumlah konsumsi pakan.

Kata Kunci: Blattella germanica., kunjungan, konsumsi pakan.

PENDAHULUAN

Kecoa merupakan serangga hama pemukiman yang seringkali mengganggu kenyamanan manusia dengan meninggalkan bau yang tidak sedap, menjadi vektor berbagai patogen penyakit, menimbulkan alergi serta mengotori perkakas rumah tangga. Kecoa merupakan serangga hama yang umum ditemukan di perumahan, perkantoran, rumah makan, restoran, mini market dan rumah sakit. Kebiasaannya yang suka mencari makanan di dapur, tempat penyimpanan makanan bahkan di sampah- sampah telah meresahkan masyarakat. Kecoa juga berperan sebagai vektor sejumlah kuman penyakit yang menyebabkan diare, tifus, kolera dan lain-

lain. Beberapa bakteri yang telah berhasil diisolasi dari kecoa seperti, E.coli (penyakit diare), Pseudomonas aeruginosa (infeksi saluran urin), Salmonella oranienburg (gastroenteritis), Shigella alkalescens (disentri), Shigella paradysenteriae (diare) dan lain- lain. Hal ini menyebabkan kecoa menjadi salah satu serangga hama yang sangat berbahaya bagi manusia.

Salah satu jenis kecoa yang menjadi hama di dunia adalah kecoa jerman (Blattella germanica). Kecoa jerman memiliki ukuran panjang sekitar 5/8 inci (16 mm), warna kecoklatan dengan dua sisi gelap yang membentuk garis di bagian protonumnya. Kecoa jantan memiliki warna cokelat cerah dan memiliki abdomen yang

(10)

kecil. Kecoa betina memiliki warna yang agak gelap, dengan bagian posterior yang sedikit besar dan membulat. Kecoa jerman merupakan salah satu spesies yang tersebar luas di berbagai belahan dunia.

Berbagai upaya untuk memberantas kecoa yang dilakukan oleh pengendali hama di berbagai belahan dunia, meliputi penggunaan insektisida, pembuatan umpan gel dan perangkap kecoa. Untuk memberantas hama kecoa dalam jumlah yang besar biasanya digunakan bahan kimia dalam bentuk aerosol, spray, umpan, bubuk dan gel. Pada umumnya cara kimiawi lebih banyak dilakukan oleh masyarakat seperti dengan penyemprotan insektisida atau pengasapan, karena dinilai sangat praktis penggunaanya. Padahal, dalam penggunaannya, penyemprotan dan pengasapan dengan menggunakan formula yang mengandung insektisida ini dapat menyebar ke seluruh ruangan di dalam rumah dan meracuni penghuni rumah. Selain itu metode ini banyak meninggalkan residu yang berbahaya bagi manusia sehingga penggunaan meng-gunakan insektisida yang meninggalkan residu seperti aerosol, spray dan bubuk mulai ditinggalkan karena tidak mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan.

Salah satunya metode yang dapat dijadikan alternatif untuk pengendalian hama adalah menggunakan umpan beracun. Umpan beracun merupakan kombinasi dari beberapa senyawa kimia yang digunakan untuk memikat kecoa untuk datang dan memakan umpan tersebut dan pada akhirnya kecoa akan mati karena memakan racun insektisida yang terkandung di dalamnya. Umpan gel yang digunakan biasanya mengandung bahan insektisida dengan tingkat repelensi yang rendah, selain itu umpan biasanya ditambahkan dengan gula. Umpan yang dibuat dalam bentuk gel mengandung banyak air dan biasanya digunakan langsung dengan

bantuan alat syringe, bait guns dan spatula. Penggunaan umpan gel ini tidak menyisakan residu yang berbahaya bagi manusia dan dianggap lebih aman bagi pengguna.

Kendala yang masih dihadapi oleh para pengendali hama kecoa dalam pembuatan umpan beracun adalah menentukan formulasi yang tepat untuk membuat umpan yang dapat menarik perhatian kecoa untuk datang memakan umpan gel beracun. Salah satu senyawa yang akan ditambahkan yaitu attraktan. Senyawa attraktan merupakan senyawa yang dapat menarik perhatian serangga untuk dating seperti pakan alami yang disukai kecoa. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis pakan alami yang paling disukai oleh kecoa yang nantinya dapat ditambahkan ke dalam formula umpan gel yang akan dibuat untuk mengendalikan kecoa ataupun dijadikan umpan untuk memerangkap kecoa jerman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pakan yang paling disukai oleh masing-masing strain kecoa jerman dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kesukaan pakan beberapa strain kecoa jerman yang dikoleksi dari tempat berbeda

METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas pada bulan Juli - Desember 2012.

Alat dan Bahan

Perangkat uji Olfaktometri, kecoa jerman jantan dewasa asal beberapa kota (VCRU-WHO, Padang, Bandung dan Jakarta), pakan (selai pisang, selai nanas, selai stroberi dan selai kacang)

(11)

Prosedur Kerja

a. Pengadaan dan pemeliharaan kecoa jerman (Blattella germanica)

Kecoa Blattella germanica strain murni VCRU standar WHO dari University Sains Malaysia yang telah dibiakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Universitas Andalas. Kecoa strain lapangan (Jakarta, Padang dan Bandung) juga diperoleh dari hasil biakan di Laboratorium Fisiologi Hewan Universitas Andalas. Perbanyakan kecoa dilakukan dengan menyeleksi kecoa betina yang membawa ooteka sebanyak 50 ekor dari masing- masing strain. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan strain kecoa uji yang memiliki umur yang sama. Kemudian kecoa betina yang telah diseleksi dan dipisahkan dari masing- masing strain tersebut dipelihara dalam wadah toples plastik volume 16 liter. Serangga diberi makan dan air secara ad libitum. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan kecoa adalah pellet ikan D729. Fotoperoida yang digunakan adalah 12 : 12, yaitu 12 jam periode terang dan 12 jam periode gelap.

b. Uji Preferensi Pakan

Uji ini dilakukan untuk mendapatkan jenis pakan yang paling disukai oleh kecoa yang akan dijadikan attraktan pada umpan gel. Pada penelitian ini digunakan 4 jenis pakan yang akan diujikan (cokelat, selai nanas, selai stroberi dan selai kacang) dan menggunakan 4 kali ulangan. Disiapkan sebanyak 10 ekor kecoa jantan dewasa dari strain murni VCRU yang diletakkan pada wadah ukuran 10 x 10 x 15 cm yang dihubungkan dengan selang air bening dengan ukuran diameter 1,5 inchi. Selang ini menghubungkan antara wadah tempat kecoa (start) dengan keempat wadah berisi pakan yang akan diujikan. Pada wadah start yang terletak di tengah disediakan kapas yang dibasahi dengan air sebagai sumber air bagi kecoa. Kemudian sebanyak 1 gram dari masing- masing pakan (selai pisang, selai nanas, selai, stroberi dan selai kacang)

ditimbang sebelum diperlakukan. Lalu diletakkan pada wadah dengan ukuran volume 10 x 10 x 15 cm untuk masing- masing pakan. Setiap umpan diletakkan secara acak, kemudian diamati jumlah kecoa yang hadir pada masing- masing umpan dalam 0, 24, 48, 72, dan 96 jam pengamatan. Setelah itu dihitung jumlah pakan yang dikonsumsi setelah 96 jam dengan cara menghitung berat kering awal- berat kering akhir.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, jenis pakan yang digunakan untuk uji preferensi yaitu selai nanas, selai stroberi, selai kacang dan cokelat. Untuk menentukan jenis pakan yang paling disukai oleh kecoa jerman, maka dihitung jumlah kunjungan dan bobot konsumsi pakan oleh kecoa jerman sebagai parameter ukur. Jenis pakan ini dipilih karena menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh kecoa jerman untuk bertahan hidup. Pakan berupa selai nanas, stroberi, kacang, dan cokelat ini mengandung senyawa karbohidrat (gula) yang memiliki fungsi sebagai sumber energi utama yang diperlukan oleh kecoa jerman.

Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui jenis pakan yang disukai oleh kecoa jerman, didapatkan hasil bahwa jenis pakan berupa selai nanas merupakan jenis pakan yang paling banyak dikunjungi oleh kecoa yang dikoleksi dari kota Padang (17 kali) berbeda nyata secara statistik pada taraf α = 0,05 dibandingkan dengan selai stroberi, cokelat dan kacang (1,5, 1, dan 1,75 kali). Demikian pula kecoa yang dikoleksi dari kota Bandung (17,25 kali) dan VCRU (18,5 kali) dan berbeda nyata secara statistik terhadap jenis pakan lain, sedangkan kecoa strain Jakarta lebih banyak mengunjungi pakan berupa selai stroberi (10,5 kali) dari pada pakan lain, akan tidak berbeda nyata dibandingkan pakan selai kacang (7,5 kali).

(12)

Jenis pakan berupa selai nanas juga paling banyak dikonsumsi oleh kecoa dari ketiga strain, yaitu Padang (0,128 g), Bandung (0,69 g) dan VCRU-WHO (0,104 g), sedangkan kecoa strain Jakarta lebih banyak mengkonsumsi pakan berupa selai stroberi (0,045 g) walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. Pakan berupa selai nanas dan selai stroberi merupakan pakan yang mengandung glukosa dan memiliki aroma yang kuat sehingga dapat dengan baik memikat kecoa jerman untuk datang. Hal ini memiliki sedikit persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lauprasent et al (2006), di mana kecoa jerman lebih menyukai pakan berupa pisang yang mengandung glukosa dan aroma yang memikat kecoa jerman.

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat dilihat bahwa pakan yang baik untuk digunakan dalam pembuatan umpan beracun ataupun sebagai umpan untuk diletakkan pada perangkap kecoa yaitu pakan berupa selai nanas, karena selai nanas lebih banyak dikunjungi dan dikonsumsi oleh tiga dari

total empat strain kecoa jerman yang diujikan.

Penelitian mengenai preferensi pakan telah dilakukan oleh para peneliti sejak lama. Uji preferensi pakan sangat penting dilakukan untuk mengetahui jenis pakan apa yang disukai oleh kecoa jerman (Blattella germanica), sehingga dapat membantu usaha pengendalikan kecoa baik dengan menggunakan perangkap maupun untuk diaplikasikan dalam pembuatan umpan beracun. Sifat kecoa yang omnivor tentunya merupakan hal yang tidak mudah bagi para peneliti untuk menentukan apa jenis makanan yang paling disukai oleh kecoa. Amalia et al (2010) melaporkan bahwa pakan kesukaan kecoa jenis Periplaneta americana atau kecoa amerika selai stroberi dan kombinasi stroberi dan telur, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad et al (2011), dilaporkan bahwa kecoa jenis Blattella germanica atau kecoa jerman lebih menyukai umpan yang ditambahkan aroma pisang dan ekstrak hati ayam.

(13)

Gambar 2.Rata-rata konsumsi pakan beberapa strain kecoa jerman setelah 96 jam

Gambar 3. Hasil analisis regresi antara frekuensi kunjungan kecoa dengan jumlah konsumsi pakan Pengendalian kecoa pada umumnya

menggunakan insektisida berupa cairan atau aerosol. Penggunaan insektisida dalam bentuk tersebut mulai menuai kritikan dari masyarakat maupun kalangan peneliti sendiri dikarenakan dampak yang ditimbulkan dari pemakaiannya. Dengan ditemukannya jenis pakan yang mudah didapat seperti selai nanas ataupun yang lainnya yang menjadi kesukaan kecoa jerman, diharapkan pengendalian hama kecoa ini tidak lagi menggunakan aerosol atau insektisida cair. Umpan berupa selai

nanas dapat dikombinasikan untuk membentuk formula umpan gel beracun yang lebih aman bagi lingkungan ataupun sekedar digunakan untuk memerangkap kecoa jerman. Pengendalian seperti ini dinilai lebih aman oleh para peneliti akhir- akhir ini.

Hasil analisis regresi antara frekuensi kehadiran kecoa jerman pada pakan dengan jumlah konsumsi pakan menghasilkan persamaan y = 0,0022x + 0,05 dan nilai R2 = 0,276 atau r = 0,525, sementara nilai p < 0,05. Hasil di atas menunjukkan bahwa ada

(14)

korelasi positif yang signifikan antara frekuensi kehadiran dengan jumlah konsumsi pakan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi frekuensi kunjungan kecoa maka semakin besar pula bobot pakan yang dikonsumsi oleh kecoa.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis pakan yang paling disukai oleh kecoa jerman strain VCRU-WHO, Padang dan Bandung adalah selai nanas, sedangkan jenis pakan yang paling disukai oleh kecoa jerman strain Jakarta adalah selai stroberi. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan kesukaan pakan antara strain Jakarta dengan ketiga strain lainnya. Hasil Uji regresi menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara frekuensi kehadiran kecoa jerman dengan konsumsi pakan. Penelitian mengenai faktor penyebab atau yang melatarbelakangi perbedaan kesukaan pakan beberapa strain kecoa jerman ini perlu dikaji lebih jauh lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, H. dan S. Harahap, 2010. Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta americana (L.) (Blattaria : Blattidae) Terhadap Berbagai Kombinasi Umpan. J. Entomologi Indonesia 7 (2) : 67-77. Sulaiman, S., A. H. Muhammad., and H.

Othman, 2007. Efficacy of Hydromethylnon and Fipronil Gel Baits with Laboratory and Field Strains of Periplaneta Americana (Dictyoptera : Blattidae) in Malaysia. The Journal of Tropical Medicine and Parasitology 30 (2) : 64-67.

Baumholtz, M.A., L.C. Parish, J.A. Witkowski and W.B. Nutting, 1997. The Medical Importance Of Cockroaches. Blackwell Science Ltd.

Mallis, A. , 2004. Handbook of Pest Control (The Behavior, Life History, and

Control of Household Pest). Department of Entomology, The Pennsylvania State University Park, Pa.

Campion, R. D., 1995. Managing German Cockroach. Entomology fact sheet. University of Illinois.

Agrawal, V. K. , A. Agarwal, V. Choudhary, R. Singh, N. Ahmed, M. Sharma, K. Narula, and P. Agrawal, 2010. Efficacy Of Imidacloprid And Fipronil Gels Over Synthetic Pyrethroid And Propoxur Aerosols In Control Of German Cockroaches (Dictyoptera : Blattellidae). Journal of Vector Borne Diseases 47 : 39-44.

Srinivisan, R., P. Jambulingan, S. Subramanian and M. Kalyanasudaram, 2005. Laboratory Evaluation of Fipronil Against Periplaneta americana and Blattella germanica. Indian Journal of Medical Research 122 : 57-66.

Appel, A.G. and M. J. Tanley, 2000. Laboratory and Field Performance of An Imidacloprid Gel Bait Against German Cockroach (Dyctioptera: Blattellidae). Journal of Economic Entomology 93 (1) : 112-118

Nalyanya, G. , D. Liang, R. J. Kopanic, and C. Schal, 2001. Attractiveness of Insecticide Baits for Cockroach Control (Dictyoptera : Blattellidae ) : Laboratory and Field Studies. Journal of Economic Entomology 94 (3) : 686- 683

Ahmad, I. and Suliyat. 2011. Development of Fipronil gel bait against german cockroach, Blatella germanica (Dictyoptera : Blattellidae) : Laboratory and Field Perfomance in Bandung, Indonesia. Journal Of Entomology. Lauprasent, P., D. Sitthicharoenchai, K. Tirakhupt, and A.O. Pradatsudarasar,

2006. Food Preference and Feeding Behavior of the German Cockroach, Blattella germanica. Journal Science Res. Chula. University, 31 (2) : 121-125

Gambar

tabel peringkat nilai kesinambungan (Tabel  2).  Hal  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  posisi  nilai  kesinambungan  BSE  yang  diteliti
Tabel 2.  Peringkat Nilai Kesinambungan Total Hasil Telaah Materi Sistem Pencernaan Pada Buku  Sekolah Elektronik (BSE) Jenjang SD, SMP, dan SMA
Gambar 1. Ilustrasi lambung yang dimuat pada  BSE SMP 01
Gambar 1. rata-rata frekuensi kunjungan pakan beberapa strain kecoa jerman setelah 96 jam
+2

Referensi

Dokumen terkait

Maka pejabat pengadaan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bone Bolango Tahun Anggaran 2013 menyampaikanb. Pengumuman Pemenang pada pakettersebut diatas sebagai berikut

Among various decentralized poverty alleviation programs, geographically targeted program like National Program for Com- munity Empowerment is more successful compared to

[r]

Kendala Pengisian Formulir Lembar Identifikasi Bayi Baru Lahir terhadap.

Empirical Bayes (EB) estimation (using Poisson-gamma model, the log-normal model and the CAR-normal model) provides a more stable risk estimate such as leading

Seluruh Dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang pernah mengajar dan membimbing penulis selama kuliah di Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi

Secara harfiah, pendekatan teologis normatif dalam memahami agama dapat diartikan sebagai upayamemahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari

Kelangkaan modal merupakan ciri umum lain negara berkembang. Negara berkembang memiliki perekonomian yang miskin modal. Mereka bahkan masih menggantungkan investasi dari negara