• Tidak ada hasil yang ditemukan

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BABI PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Dengan adanya perkebunan kelapa sawit, maka mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman sampai dengan masa panen. Hai ini mengarah pada kesejahteraan masyarakat. Perkebunan kelapa sawit juga dapat dijadikan sebagai sumber perolehan devisa negara (Fauzi, 2014).

Pestisida merupakan salah satu hasil teknologi modern yang secara nyata berkontribusi positif terhadap peningkatan produksi tanaman. Pada masa sekarang ini, hampir seluruh pertanian maupun perkebunan memakai pestisida dalam mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan penyakit tanaman. Namun, pestisida adalah bahan beracun berbahaya, bila tidak dikelola dengan baik dan bijaksana, dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan masyarakat (Djojosumarto, 2000).

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontak langsung terhadap pestisida yang dapat mengakibatkan keracunan akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit dan kebutaan.

(2)

Menurut Ketaren (2013) yang mengutip pendapat Gallo Keracunan langsung (akut) dapat menurunkan kadar enzim kolinesterase. Penurunan kadar enzin kolinesterase akan mempengaruhi serat-serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar akibatnya penyemprot pestisida mengalami iritasi mata dan gerakan otot yang lemah.

Beberapa faktor penggunaan pestisida yang mempengaruhi kadar enzim kolinesteraseantara lain pencampuran dosis pestisida, waktu penyemprotan, frekuensi penyemprotan, lama menyemprot, tindakan penyemprotan pada arah angin, pemakaian alat pelindung diri. Pestisida dapat mengontaminasi pekerja pada saat menyimpan dan memindahkan pestisida, menyiapkan larutan pestisida, mengaplikasikan pestisida dan mencuci alat-alat aplikasi. Mengaplikasikan pestisida pada saat penyemprotan sering menimbulkan kontaminasi pestisida (Djojosumarto, 2008).

Penggunaan pestisida oleh penyemprot bukan atas dasar keperluan pengendalian secara indikatif lagi, namun dilaksanakan secara ―Cover Blanket System‖ artinya ada atau tidak ada hama tanaman, racun berbahaya ini terus disemprotkan ke tanaman, teknik penyemprotan yang kadang melawan arah angin menyebabkan pekerja memiliki kedudukan ganda yang di kenal sebagai pelaku dan penderita keracunan pestisida. Sebagai pelaku karena sistem penggunaan yang tidak tepat sasaran, sehingga dapat menimbulkan bahaya terhadap orang lain. Sebagai penderita, peyemprot akan mengalami ancaman keracunan akibat pekerjaannya.

(3)

World Health Organization (WHO) memperkirakan terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada petani dengan tingkat kematian mencapai 220.000 jiwa setiap tahun. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara sedang berkembang dan sekitar 5000 - 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan, dan penyakit lever. (Achmadi, 2005).

Di Indonesia, banyak terjadi kejadian keracunan seperti dalam penelitian Budiyonodi Ngawi provinsi Jawa Timur terdapat hubungan faktor pemaparan pestisida dengan keracunan, tingkat keracunan petani penyemprot melonsebesar 35 orang (79,55 0/0) dari 44 orangdan hubungan pemakaian alat pelindung diri dan arah angin menyemprot dengan tingkat keracunan pada penyemprot lebih signifikan dibanding faktor pemapar lainnya (Prastowo dkk, 2005).

Hasil penelitian Prijanto (2009) dalam tesisnya menyatakan bahwa Istri petani hortikultura di Desa Sumberejo yang mengalami keracunan pestisida organofosfat sebanyak 71,02%, berumur lebih 39 tahun sebanyak 31,89%, tingkat pengetahuan tentang pestisida kurang sebanyak 75,36%, cara penyimpanan pestisida buruk sebanyak 60,87%, tempat pencampuran pestisida buruk sebanyak 62,32% dan cara penanganan pestisida buruk sebanyak 78,26%. Di Kebun Dolok Ilir PTPN IV (2010) terdapat 21 orang (70%) penyemprot dari 30 pekerja penyemprot yang mengalami gejala keracunan berupa kulit gatal (Bernido, 2010).

HasilpenelitianPrasetya di desa Karangjati Kabupaten Ngawiada hubungan yang signifikan antara faktor paparan pestisida terhadap kadar kolinesterase. Nilai

(4)

paparan pestisida terhadap kadar kolinesterase dan berbanding terbalik semakin tinggi paparan pestisida maka semakin rendah kadar kolinesterase (Prasetya dkk, 2010)

Keracunan pestisida 1 tahun terakhir sebesar 36,7% pada petani penyemprot jeruk di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Merdeka (Rapael, 2010). Hasil penelitian Sularti dan Muhlisin (2012), menunjukkan yang menderita keracunan dari 45 pekerja penyemprot, sebanyak 30 pekerja penyemprot mengalami gejala keracunan sebesar 67 % akibat paparan pestisida pada kelompok tani di Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar.

Dalam Penelitian Mualimberdasarkan hasil pemeriksaan kolinesterase darah dari 52 responden, yang mengalami keracunan sebanyak 41 orang (78,80%) dengan rincian keracunan ringan 22 orang, keracunan sedang 17 orang, dan keracunan berat 2 orang, sedangkan yang normal sebanyak l orang (21,20%) pada penjual pestisida di kota bengkulu (Widada dkk, 2012).Di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN II Tanjung Garbus Pagar Merbau Lubuk Pakam tahun 2015 terdapat Penyemprot pestisida yang mengalami gejala keracunan sebanyak 15 orang (83,3%) dari 30 pekerja penyemprot akibat tidak menggunakan alat pelindung diri (Desi, 2015).

Deteksi dini mengenai keracunan pestisida dengan pemeriksaan kolinesterase perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang kronis dan mematikan. Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan standar keamanan dapat menimbulkan keracunan pada penyemprot. Prosedur

(5)

penggunaan pestisida yang aman akan dapat mengurangi terjadinya keracunan akibat paparan pestisida.

Pestisida yang dipakai pada saat itu adalah herbisida dengan nama dagang One Up. Heribisida ini memiliki bahan aktif yaitu glifosat yang termasuk herbisida golongan organophosfat. Cara kerja bahan aktif tersebut yaitu menghambat enzim pembentuk asam amino pada tumbuhan sehingga tumbuhan yang disemprot akan mati. Pajananglifosat akan menyebabkan turunnya kadar enzim kolinesterase.

Berdasarkan survei awal pada bulan Januari terlihat banyak bahaya pada proses kerja mulai dari persiapan hingga proses pencampuran pestisida yang dilakukan di dekat wilayah kebun yang akan disemprot. Pestisida, alat semprot, dan tempat pencampuran dibawa ke lokasi tempat penyemprotan. Setelah itu pestisida dicampur langsung ke dalam tempat pencampuran tanpa memperhatikan aturan pencampuran dosis dan ketika mencampur pestisida pekerja tidak memakai sarung tangan maka ada kemungkinan pekerja dapat terpapar melalui kulit.

Waktu dalam melakukan penyemprotan sudah baik yaitu dilakukan pada jam 08.00 WIB sampai 11.00 WIB dengan istirahat pada jam 09.00 WIB sampai 09.30 WIB. Pada saat peneliti mewawancarai salah satu pekerja untuk menanyakan berapa kali dalam seminggu bekerja sebagai penyemprot pestisida mengatakan melakukan penyemprotan 4 sampai 5 kali dan lama bekerja dalam satu hari selama 4 jam. Pada saat survei juga dilihat bahwa pekerja menyemprot dengan cara mengangkat alat semprot ke punggung kemudian memompa alat

(6)

secara melingkar dan tidak beraturan arahnya karena pada saat itu yang disemprot adalah hama tumbuhan seperti rumput lalang di sekitar piringan kelapa sawit. Dengan cara menyemprot melingkar dan tidak beraturan maka kemungkinan pekerja dapat terpapar pestisida, seharusnya menyemprot dilakukan searah dengan angin beberapa penyemprot juga tidak memakai alat pelindung diri. Kondisi ini dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya keracunan akibat kontak langsung dengan pestisida, karena pestisida umumnya bersifat kontak oleh sebab itu penggunaan alat pelindung diri penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian hubunganfaktor eksternaldengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot pestisida di perkebunan kelapa sawit tanjung garbus pagar merbau PTPN II tahun 2017.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan yaitu bagaimana hubunganfaktor eksternal dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot pestisidadi perkebunan kelapa sawit tanjung garbus pagar merbau PTPN II tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubunganfaktor eksternal dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot pestisidadi perkebunan kelapa sawit tanjung garbus pagar merbau PTPN II tahun 2017.

(7)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan dosis dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

b. Untuk mengetahui hubungan frekuensi menyemprot dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

c. Untuk mengetahui hubungan lama menyemprot dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

d. Untuk mengetahui hubungan arah semprot terhadap arah angin dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

e. Untuk mengetahui hubungan penggunaan alat pelindung diri dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

1.4 Hipotesis Penelitian

a. Ada hubungan dosis dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot. b. Ada hubungan frekuensi menyemprot kadar enzim kolinesterase pada

penyemprot.

c. Ada hubungan lama menyemprot dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

d. Ada hubungan arah semprot terhadap arah angin dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

e. Ada hubungan penggunaan alat pelindung diri dengan dengan kadar enzim kolinesterase pada penyemprot.

(8)

1.5 Manfaat Penelitian

a. Sebagai masukan bagi perkebunan kelapa sawit tanjung garbus pagar merbau PTPN II terkait dalam hal pemeriksaan kolinesterase dan pengawasanpenggunaan pestisida.

b. Sebagai masukan kepada penyemprot tentang dampak penggunaan pestisida dengan kesehatan pekerja itu sendiri.

c. Untuk menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis tentang pajananpestisida dengan kadar enzim kolinesterase.

d. Sebagai masukan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan

Referensi

Dokumen terkait

Adapun sarana dan prasarana yang dibutuhkan antara lain: penyediaan ruang, peralatan, perangkat lunak, kualifikasi arsip dan kualifikasi sumber daya manusia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh: 1) Lingkungan Teman Sebaya terhadap Motivasi Belajar Dasar-dasar Akuntansi Siswa Kelas X Akuntansi SMK Negeri

Hasil dari pengujian hipotesis mengindikasikan bahwa customer capital yang dimiliki oleh PT BPR Setia Karib Abadi Semarang telah digunakan secara optimal dan memiliki

Pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan tercatat mengalami perlambatan dari 25,15% pada triwulan I-2010 menjadi sebesar 14,46% (yoy), namun diperkirakan lebih tinggi

mempermudah purifikasi protein rekombinan yang disekresikan.. GOI di antara promoter dan terminator AOX1 2. Ori dan penanda seleksi di E. Penanda seleksi di khamir Vektor ekspresi

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik total sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan keseluruhan jumlah populasi, jadi besaran sampel

Istilah ini mula diguna pakai pada tahun 1871 dan Jawi Peranakan tidak lagi memasukkan orang India Islam 3 yang dilahirkan di Tanah Melayu (kedua-dua ibu bapa mereka terdiri

ABSTRAK Implementasi kebijakan Standar Operasional Prosedur SOP merupakan upaya memberikan kepastian hukum Rull Of Law bagi pemohon untuk mengurus perizinan dan non perizinan