• Tidak ada hasil yang ditemukan

HERPES ZOSTER : CASE REPORT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HERPES ZOSTER : CASE REPORT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 2 | No. 3 | November 2020 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 207 HERPES ZOSTER : CASE REPORT

Siti Usmiranti Usman1, Nur Hidayat 2, M.Sabir3,4

1

Medical Profession Program, Faculty of Medicine, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia, 94118

2

Departement of Dermatology and Venerology, Undata Hospital, Palu, Indonesia, 94118

3Departement of Tropical Diseases and Traumatology, Faculty of Medicine, Tadulako University, Palu, Indonesia, 94118 4Department of Medical Microbiology, Faculty of Medicine, Tadulako University, Palu, Indonesia, 94118

*Corespondent Author : usmiey24@gmail.com

ABSTRACT Introduction :

Herpes Zoster is a neurocutaneous disease with manifestations of erythematous grouped vesicles eruption against unilateral radicular pain which is generally confined to one dermatome

Case report :

This report describes the case of a 24-year-old male patient treated at the poly and genital poly skin of the Undata Hospital of Palu with complaints of white spots appearing on both the back of the hand and forearm that have been experienced for 3 months

Conclusion :

Therapy in shingles patients is antiviral which can inhibit shingles polymerase

Keyword : Herpes Zoster

ABSTRAK

Pendahuluan : Herpes Zoster adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan

dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom.

Laporan kasus : Laporan ini memaparkan kasus pasien laki-laki usia 24 tahun berobat di poli kulit dan kelamin RSUD

Undata Palu dengan keluhan timbul bercak putih di daerah kedua punggung tangan dan lengan bawah yang dialami sudah 3 bulan

Kesimpulan : Terapi pada pasien herpes zoster yaitu antiviral yang dapat dapat menghambat polymerase herpes zoster Kata Kunci : Herpes Zoster

PENDAHULUAN

Herpes Zoster (Shingles) adalah penyakit

neurokutan dengan manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya terbatas di satu dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten endogen virus

varisela zoster di dalam neuron ganglion sensoris

radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik yang menyebar ke jaringan saraf dan kulit dengan segmen yang sama.(1)

Herpes zoster dan neuralgia

postherpetic merupakan reaktivasi virus

varicella-zoster yang sebelumnya pernah terkena

infeksi varicella atau cacar air. Sedangkan

varicella umumnya merupakan penyakit didapat

pada masa kanak-kanak. Herpes zoster dan

post-herpetic neuralgia pada umumnya muncul

dengan bertambahnya usia dan fungsi kekebalan yang turun. Faktor-faktor yang menurunkan fungsi kekebalan tubuh, seperti infeksi virus human immunodeficiency virus, kemoterapi, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid kronis, juga dapat meningkatkan risiko pengembangan herpes zoster.(2) Herpes zoster adalah penyakit umum dikenal sejak zaman kuno

dengan manifestasi klinisnya adalah erupsi kutaneus vesikular, neuralgia radikuler dan kehilangan sensoris.(3)

Pada kasus postherpetic neuralgia

merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster dan merusak saraf trigeminal.(3) Data dari sejumlah sumber secara konsisten menunjukkan bahwa kejadian HZ meningkat dengan bertambahnya usia. Meskipun HZ tidak jarang terjadi pada individu muda, usia rata-rata pasien dengan HZ adalah >64 tahun, sedangkan usia rata-rata populasi AS adalah >46 tahun. Insiden HZ berkisar dari 1,2 hingga 3,4 kasus per 1000 orang-tahun dalam studi individu imunokompeten di masyarakat, tetapi meningkat menjadi 3,9-11,8 kasus per 1000 orang-tahun di antara mereka yang berusia > 65 tahun.(4)

Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang. (5)

Herpes zoter muncul pada pasien usia

(2)

208 Vol. 2 | No. 3 | November 2020 | Jurnal Medical Profession (MedPro) terkena varicela zoster sebelumnya dan kadang

disertai beberapa komplikasi yang timbul akibat

herpes zoster, oleh sebeb itu hal inilah yang

menjadi dasar alasan penulis melaporkan salah satu kasus herpes zoter pada seorang pasien laki-laki usia 24 tahun berobat di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Undata Palu.

LAPORAN KASUS

Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU Undata dengan keluhan timbul bercak putih di daerah kedua punggung tangan dan lengan bawah yang dialami sudah 3 bulan. Awalnya pasien tidak menyadari terdapat bercak putih pada punggung tangan. Pasien mengaku ukuran dan jumlah bercak yang pertama kali timbul tidak berbeda dengan bercak sekarang. Pasien tidak merasakan nyeri dan gatal pada bercak. Demam (+), Sakit Kepala (+). Bercak mengganggu aktivitas pasien. Tidak ada yang mengalami keluhan serupa di lingkungan tempat tinggal pasien. Pasien memiliki riwayat pernah terkena cacar air pada usia muda.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, kesadaran compos mentis dan status gizi yaitu gizi baik. Pada tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 20 kali per menit dan suhu 36,8°C. Status Lokalisata dada dan punggung tangan tampak vesikel jernih dan berwarna keabu-abuan berukuran lentikular sampai numular multiple dengan batas sirkumskrip terletak unilateral di dada kiri menjalar ke punggung kiri dengan dasar eritema disertai erosi.

Pasien didiagnosis dengan herpes zoster. Pada kasus diberikan asiklovir 5x800 mg per hari diminum secara oral selama 7 hari, pemberian secara topikal bedak salisil 1% dan mentol 0,5 % dioleskan dua kali sehari pada lesi kering. KIE (komunikasi, informasi,edukasi) diberikan untuk mencegah penularan, menjaga lesi tetap kering, dan menjaga kebersihan lesi untuk mengurangi resiko superinfeksi bakteri.

DISKUSI

Herpes Zoster adalah infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh virus Variselazoster (VZV). Herpes zoster atau

shingles merupakan manifestasi klinis karena

reaktivasi virus varisela zoster (VZV). Selama

terjadi infeksi varisela zoster, VZV meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa menuju ujung saraf sensorik. Kemudian menuju ganglion dorsalis. Dalam ganglion, virus memasuki masa laten dan tidak mengadakan multiplikasi lagi. (5)

Reaktivasi terjadi jika sistem imun tubuh menurun dan menimbulkan manifestasi pada kulit. Karakteristik penyakit ini ditandai dengan adanya ruam vesikular unilateral yang berkelompok dengan nyeri yang radikular sekitar dermatom. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Reaktivasi dapat terjadi karena pajanan virus

varisela zoster sebelumnya, usia lebih dari 50

tahun, keadaan immunokompromais, obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang. Usia adalah faktor resiko paling penting untuk perkembangan herpes zoster. Hal ini disebabkan karena hilangnya komponen cell mediated immunity yang spesifik pada varisela

zoster akibat penuaan. Hilangnya imunitas

spesifik memungkinkan varisela zoster reaktivasi dan menyebar menuju epidermis dan menghasilkan gejala klinis Varisela zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama herpes zoster. (5)

Epidemiologi herpes zoster telah diselidiki dalam studi berbasis komunitas. Tidak ada perbedaan jenis kelamin yang signifikan tetapi kejadiannya kasus ini meningkat dengan bertambahnya usia. Peningkatan kejadian juga

(3)

Vol. 2 | No. 3 | November 2020 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 209 diamati selama periode 15 tahun yang diteliti.

Distribusi dermatom dari herpes zoster yang diamati di Rochester sangat mirip dengan penelitian sebelumnya. (6)

Untuk menegakkan diagnosis secara pasti dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium

polymerasechain reaction (PCR) merupakan tes

yang sensitif dan spesifik dengan sensitifitas berkisar 97-100%, membutuhkan setidaknya satu hari untuk mendapatkan hasilnya. Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis spesimen seperti spesimen yang diambil dari dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai spesimen. Tes ini dapat menemukan asam nukleat dari virus

varisela zoster. Dapat juga dilakukan

pemeriksaan direct fluorescent assay (DFA) hasil dari pemeriksan ini cepat untuk mendiagnosis herpes zoster. Preparat diambil dari spesimen yang diambil dari dasar vesikel. Tes ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster dan dapat membedakan antara virus herpes

zoster dan virus herpes simpleks dengan

sensitivitas 90%.(7)

Pemeriksaan Direct Fluorescent Assay sebagai deteksi asam nukleat atau antigen

spesifik VVZ.(8) Pada pemeriksaan fluorescein iso thiocyanate filter yang digunakan mengenai komponen utama antibodi monoklonal yang mengandung spesifik untuk HSV-1 dan -2, terikat dengan protein kapsid utama 155-kDa pada sel terinfeksi HSV, mengakibatkan fluoresensi berwarna apel hijau, dan VZV kompleks antigen-antibodi akan memancarkan warna kuning-emas. (9)

Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksasn tes zank dimana preparat diambil dari dasar vesikel yang masih baru kemudian diwarnai dengan Hematoxylin Eosin, Giemsa,

Wright toluidine blue. Preparat diperiksa dengan

menggunakan mikroskop cahaya. Hasil positif akan menunjukkan sel giant multinukleat. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Pemeriksaan kultur virus merupakan pemeriksaan yang sangat spesifik tetapi hasilnya ditunggu 1-2 minggu dan VZV hanya terdeteksi 60%-70% dari specimen. (10)

Tujuan utama terapi pada pasien herpes

zoster yaitu untuk mempercepat penyembuhan,

mencegah kearah yang lebih parah, mengurangi rasa nyeri akut dan kronis dan mengurangi

komplikasi. Terapi antiviral yang dapat diberikan asiklovir, famciclovir, valacyclovir, obat ini dapat menghambat polymerase VZV. Secara umum obat ini dapat ditolerasi aman pada usia lanjut. Efek samping biasanya mual, muntah, diare, sakit kepala pada 8%-17% pasien. Asiklovir diberikan 5 kali 800 mg sehari selama 7 – 10 hari atau famciclovir diberikan 250-500 mg 3kali sehari selama 7 hari. Obat ini diekresikan di ginjal sehingga dosisnya harus disesuaikan karena memungkinkan terjadinya insufisiensi ginjal atau alternatif obat lain yaitu valacyclovir diberikan sebanyak 1000mg 3 kali sehari. Dosis harus disesuaikan pada pasien dengan insufisiensi ginjal, trombotik trombositopeni purpura atau hemolitik uremik sindrom dan dosis 8000 mg sehari pada pasien dengan defisiensi sistem imun. (10)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Benn,dkk yaitu membandingkan dosis asiklovir tertentu untuk pengobatan herpes zoster

didapatkan hasil bahwa asiklovir oral pada dosis 800 mg lima kali per hari selama 10 hari untuk pengobatan herpes zoster akut lebih baik dibandingakna 400 mg lima kali per hari. (11)

Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah sebagai berikut

1. Pemfigus vulgaris yaitu penyakit autoimun yang diperoleh (acquired) dan merupakan tipe pemfigus yang sering dijumpai kira-kira 80 % dari total kasus pemfigus. Pemfigus vulgaris dimulai adanya antibodi imunoglobulin G (IgG) menyebabkan protein desmosomal menghasilkan bula mukokutan. Hal ini terjadi dengan cara terikatnya IgG pada sel keratinosit sehingga menyebabkan akantolisis (reaksi pemisahan sel epidermis). Desmoglein 3 dan desmoglein 1 diduga berperan menyebabkan pemfigus vulgaris. Pada umumnya keadaan umum penderita pemfigus vulgaris buruk. Gejala klinis pemfigus vulgaris diawali oleh lesi pada kulit kepala yang berambut dandirongga mulut untuk 60 % kasus. Selain itu disertai dengan adanya bula yang timbul dengan dinding yang kendur dan mudah pecah serta menghasilkan krusta saat pecah. Diagnosis pemfigus vulgaris berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan. Adapun pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan berupa biopsi dan tes imunologi. (12)

(4)

210 Vol. 2 | No. 3 | November 2020 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 2. Dermatitis Herpetiformis (DH), juga dikenal

sebagai dermatitis duhring-brocq, adalah penyakit kronis yang berulang, sekunder akibat hipersensitivitas gluten. Etiologi penyakit ini tidak diketahui, tetapi mekanisme hormon mungkin terlibat. Timbulnya dermatitis vesicobullous yang khas paling sering terjadi pada trimester kedua kehamilan dan erupsi hilang atau menurun secara signifikan dalam 3 bulan setelah melahirkan. Respons terhadap pengobatan, prognosis ibu dan janin baik.(13)

Prognosis pada kebanyakan pasien dengan

herpes zoster optalmika hanya sekali terserang

dan tidak terserang lagi untuk berikutnya. Hasil visual pada umumnya baik, dengan kehilangan pandangan disebabkan lebih karena masalah pada kornea daripada karena uveitis.(14)

KESIMPULAN

Herpes zoster atau shingles merupakan

manifestasi klinis karena reaktivasi virus varisela

zoster (VZV). Selama terjadi infeksi varisela zoster, VZV meninggalkan lesi di kulit dan

permukaan mukosa menuju ujung saraf sensorik. Kemudian menuju ganglion dorsalis. Dalam ganglion, virus memasuki masa laten dan tidak mengadakan multiplikasi lagi. Reaktivasi terjadi jika sistem imun tubuh menurun dan menimbulkan manifestasi pada kulit.

Tujuan utama terapi pada pasien herpes

zoster yaitu untuk mempercepat penyembuhan,

mencegah kearah yang lebih parah, mengurangi rasa nyeri akut dan kronis dan mengurangi komplikasi.

PERSETUJUAN

Pada laporan kasus ini, penulis telah menerima persetujuan dari pasien dalam bentuk

informed consent.

KONFLIK KEPENTINGAN

Penulis menyatakan bahwa dalam penulisan ini tidak terdapat konflik kepentingan pada tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Boediardja Siti Aisah. Ilmu kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 2017

2.

Stankus, S.J., Dlugopolski, M. and Packer, D., 2000. Management of herpes zoster (shingles) and postherpetic neuralgia. American family physician, 61(8), pp.2437-44.

3.

Denny-Brown, D., Adams, R.D. mnd Fitzgerald, P.J., 1944. Pathologic features of herpes zoster: a note on geniculate herpes. Archives of Neurology & Psychiatry, 51(3), pp.216-231.

4.

Dworkin, R.H., Johnson, R.W., Breuer, J., Gnann, J.W., Levin, M.J., Backonja, M., Betts, R.F., Gershon, A.A., Haanpää, M.L., McKendrick, M.W. and Nurmikko, T.J., 2007. Recommendations for the management of herpes zoster. Clinical

infectious diseases, 44(Supplement_1),

pp.S1-S26

5.

Dumasari R. Varicella dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Sumatera Utara. 2008.

Gambar 2. Pemfigus vulgaris

(5)

Vol. 2 | No. 3 | November 2020 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 211

6.

Ragozzino, M.W., Kurland, L.T., Chu, C.P.

and Perry, H.O., 1982. Population-based study of herpes zoster and its sequelae. Medicine, 61(5), pp.310-316.

7.

Klaus W, Johnson RA, Saavedra A.

Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 7th Edition. New York: Mc Graw Hill; 2013.

8.

Diaz, P., Prim, N. and Pastor, F.J., 1999. Direct fluorescence-based lipase activity assay. Biotechniques, 27(4), pp.696-700.

9.

Chan, E.L., Brandt, K. and Horsman, G.B.,

2001. Comparison of Chemicon Simul Fluor direct fluorescent antibody staining with cell culture and shell vial direct immunoperoxidase staining for detection of

herpes simplex virus and with cytospin

direct immunofluorescence staining for detection of varicella-zoster virus. Clin.

Diagn. Lab. Immunol., 8(5), pp.909-912.

10.

Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC. 2003

11.

Huff, J.C., Bean, B., Balfour, J.H., Laskin,

O.L., Connor, J.D., Corey, L., Bryson, Y.J. and McGuirt, P., 1988. Therapy of herpes

zoster with oral acyclovir. The American journal of medicine, 85(2A), pp.84-89.

12.

Lia KinasihAyuningati, Diah Mira Indramaya. Retrospective Study: Characteristic of Herpes Zoster Patients. BIKKK - Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of Dermatology and Venereology Vol. 27 / No. 3 / Desember

2019

13.

Kolodny, R.C., 1969. Herpes gestationis: a new assessment of incidence, diagnosis, and fetal prognosis. American journal of obstetrics and gynecology, 104(1),

pp.39-45.

14.

Sinaga D. Pengobatan Herpes Zoster (HZ)

Ophtalimica Dextra Dalam Jangka Pendek

Serta Pencegahan Postherpetic Neuralgia

Gambar

Gambar 1. Foto Ujud Kelainan Kulit
Gambar 2. Pemfigus vulgaris

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil intrpretasi citra Landsat OLI tahun 2014 dan 2017 diketahui bahwa dalam kurun waktu tersebut telah terjadi deforestasi atau kehilanagan tutupan

Contaminant removal (Solid Control Equipment/SCE): terdiri dari rangkaian peralatan yang berfungsi untuk memisahkan solid cutting pada lumpur pemboran, yang keluar

orang yang tidak berhak tidak hanya berhasil mendapatkan akses informasi dari dalam sistem komputer, melainkan juga dapat melakukan perubahan terhadap informasi, contohnya

DIAN 1* (berlaku untuk PT baru) / DIAN 1* (Applied for newly established company) Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Instansi yang berwenang

“Upaya Masyarakat Dalam Penanganan tempat Bermukim di Lingkungan Pesisir Kelurahan Bandengan Pekalongan Utara.” Jurnal Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas

Sebuah kota terbangun dari rajutan budaya sepanjang sejarahnya, dan cerita tentang ini bisa dibaca dari ruang dan tempat kota yang tercipta.Kota Bandung mempunyai artifak

Alat bantu tersebut dapat memberikan pengalaman yang mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, menyerdehanakan teori yang

Selain persaingan, kerugian tanaman dapat pula terjadi melalui proses alelopati, yaitu proses penekanan pertumbuhan tanaman akibat senyawa kimia (Alelokimia) yang