K a b a r b u r u n g
M e n g a j a k
P e d u l i L i n g k u n g a n
d e n g a n
M e n c i n t a i B u r u n g
d i A l a m
November 2002
S e k a b a r D u a K a b a r
Musim yang Terlupakan
Migrasi Burung Raptor
ernyata dahsyatnya ledakan bom di Legian, Kuta, Bali, tidak mempengaruhi
kedatangan 'turis-turis' yang sampai saat ini masih berbondong-bondong dari daratan
Asia. 'Turis-turis' raptor, dalam satu hari, jumlah mereka dapat mencapai ratusan
T
bahkan ribuan ekor. Memang, hari-hari ini, negeri kita sedang mengalami musim migrasi
burung, salah satunya burung pemangsa atau raptor. Angkasa kita sedang dijelajahi oleh
ribuan raptor.
Raptor yang sedang bermigrasi dari sisi utara bumi ke sisi selatan ini, telah ribuan
tahun melakukan 'ritual' migrasi. Meski secara umum telah banyak diketahui, namun
fenomena ini masih banyak menyimpan ragam pesona dan misteri. Mengamati ratusan raptor
beterbangan saja sudah merupakan keindahan yang bukan main pesonanya, apalagi mampu
mengungkap misteri dibalik migrasinya.
Setiap tahun, diawal-awal musim penghujan, negeri kita, sebenarnya, telah lama menjadi daerah tujuan migrasi raptor. Migrasi secara periodik dilakukan seiring dengan situasi bumi utara sedang musim dingin, di mana aktivitas kehidupan nyaris berhenti dan ke selatan adalah sebuah harapan untuk kelangsungan hidup. Harapan yang memberi hasrat hidup untuk menjaga vitalitas raptor, ketika mereka harus pulang ke utara di akhir musim
2
hujan di sini.
Menatap Angkasa, Menuai Raptor
Mencari tempat mengamati migrasi raptor beberapa tahun terakhir telah dilakukan oleh banyak kalangan. Panduan kasar mencari tempat ini, setidaknya, dapat dilihat dari adanya arus panas (thermal). Arus panas merupakan 'kendaraan' para raptor ini dalam melakukan perjalanan panjang. Dengan menemukan arus panas, para raptor membumbung tinggi, kemudian meluncur sampai bertemu arus panas lagi… membumbung tinggi…meluncur… Demikian seterusnya. Sejak 1996, telah dilakukan raptor watch, dua di antaranya di kawasan Taman Nasional Bali Barat dan Puncak, Bogor. Perlahan-lahan, beberapa lokasi dilakukan pengamatan untuk membaca jalur migrasi para elang, terutama, di Jawa. Pesona migrasi raptor dapat dilihat d a n d i n i k m a t i , k u r a n g - l e b i h p a d a b u l a n
Sep tember hingga Maret pada siang hari.
Pengamatan siang hari, 3-4 jam sesudah matahari terbit, d i l akukan karena saat-saat itulah a r u s p a n a s muncul. K a w a n -k a w a n R a p t o r I n d o n e s i a J o g j a k a r t a (RAIN Jogja) menggelar
Raptor Watch 2002 di ler
eng selatan Merapi. Selain di
Jogjakarta, kegiatan Raptor Watch 2002 ini
secara serentak juga diselenggarakan di negara-negara Asia yang menjadi jalur migrasi. Hari pertama, beberapa saat sebelum kebakaran hutan Plawangan-Turgo, tercatat 400-an ekor raptor. Para raptor, datang dan pergi, melayang-layang silih-berganti, melintasi gardu pandang Boyong, Kaliurang.
Pada Raptor Watch 2002 kali ini,
tercatat 5 jenis raptor migran dengan
j u m l a h mencapai ratusan, beberapa
y a n g melintas di kawasan
Merapi adalah E l a n g - a l a p C h i n a
(A c c i p i t e r soloensis), Elang-alap
N i p p o n (Accipiter gularis),
E l a n g - a l a p J a m b u l
(Accipiter trivirgatus),
Alap-a l a p Kawah (Falco
p e r e g r i n u s ) dan Elang S i k e p - m a d u Asia (Pernis ptilorhyncus). P e n g a m a t a n
migrasi raptor di kawasan M e r a p i ,
sedikitnya, untuk mengetahui jalur p e r j a l a n a n
migrasi dan selebihnya untuk menilik peran
kawasan ini terhadap para migran ini.
Pernak-pernik Pengamatan Raptor
Satu, dua, tiga … Tak terasa hitungan telah mencapai lebih dari angka 50. Semua mata mengarah ke arah barat laut. Tampak, puluhan raptor saling menyambar dan kemudian terbang ke arah bukit Plawangan. Kemudian terdengar suara nyaring, "Mbak Dewi, burung tadi namanya apa?", "Sayapnya bagaimana?", sahut orang yang dipanggil Dewi. "Dari bawah tampak sayapnya berwarna putih. Ujung sayapnya runcing dan ada warna hitamnya, Mbak" ... "Ooo, itu Elang-alap Cina", jawab Dewi. Si penanya tampak puas setelah tahu nama burung yang diamatinya dengan jumlah puluhan itu.
Tak berapa lama kemudian, puluhan raptor migran juga tampak datang dari arah barat laut. Namun, kali ini tampak dua jenis yang berbeda terbang beriringan. Satu jenis telah diketahui yaitu Elang-alap China, sedangkan raptor kedua ini memiliki ukuran lebih kecil dari Elang-alap China.
3
Perbedaan yang teramati ketika terbang adalah bagian p e r u t n y a t a m p a k berwarna merah karat, terdapat garis tipis warna memanjang pada b a g i a n b e l a k a n g s a y a p n y a . D e n g a n b u k u p a n d u a n lapangan dan sedikit d i s k u s i d e n g a n b e b e r a p a o r a n g , d i k e t a h u i b u r u n g t e r e b u t a d a l a h Elang-alap Nippon.
H a r i terus beranjak
naik dan mataharipun k i a n t e r i k .
N a m u n , t e r n y a t a panas matahari
kali ini tak sekalipun menggoyahkan
k e i n g i n a n s e m u a o r a n g u n t u k m e n g a m a t i b u r u n g y a n g hanya datang p a d a w a k t u tertentu s a j a . T e r l i h a t m e r e k a t e r u s b e r h i t u n g d a n mengarahkan teropong m e r e k a
ke arah barat-laut sampai tenggar
a, karena jalan raptor di K a l i u r
ang ini teramati terbang dari d a n
menuju arah tersebut.
Ketika matahari hampir berad
a di atas kepala kami, tampak dua j e n i s
burung pemangsa dengan jumlah hanya
sedikit terbang melintas. Jenis pertam
a memiliki corak sayap yang mirip d e n g a n Elang-alap Nipon, hanya ukurannya lebih besar dan terlihat garis garis berwarna hitam melintang pada bagian perutnya. Dialah Elang-alap Jambul. Jenis kedua yang teramati adalah Alap-alap Kawah. Bentuk sayap runcing dan melebar pada pangkalnya teramati dengan jelas oleh hampir semua pengamat. Terdapat dua corak warna pada b a g i a n b a w a h t u b u h d a ns a y a p n y a . W a r n a
k e h i t a m a n tampak pada bagian peru t , b a g i a n d e p a n
sayapnya dan ujung s a y a p , sed
a n g k a n w a r n a a b u - a b u terlihat pada bagian
tengah sayap sampai mende
kati ujung sayap.
Mengamati raptor m e m a n g t a n t a n g a n
t e r s e n d i r i .
Disamping amat tergantung pada kecerahan cuaca, memiliki mata yang jeli dan leher yang tangguh akan sangat menguntungkan. Para raptor jarang teramati ketika bertengger, semua melayang-layang tinggi, meski tak jarang dijumpai terbang rendah. Cuaca yang terlalu berawan, berangin dan tidak ada arus panas, raptor tak akan terlihat; meski dilakukan pada tempat yang sama.
Sebuah Pekerjaan Rumah
Kepulauan Indonesia merupakan salah satu jalur yang dilewati oleh burung pemangsa. Ribuan raptor
mengambil dua jalur utama migrasi, dari dataran Asia ke Indonesia, yaitu melalui semenanjung Malaya, melewati Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Satu jalur lagi masuk I n d o n e s i a melalui Kepulauan F i l i p i na dan kemudian m a s u k S u l a w e s i dan Nusa Tenggara.
J a l u r
yang dilalui, di m a s
a lalu, jalur yang k a y
a sumber kehidupan bagi para raptor ini. S e k a r a n g , t e l a h
b e r u b a h d r a s t i s . Belant
ara tropis nusantara t e l a h l a m a b e r u b a h d a n terperangkap siklus kebakaran-banjir, terlalu kering dan terlalu basah. Bumi selatan tak lagi menjadi tempat sumber hidup. Tidak bisa dibayangkan nasib para elang migran ini di masa depan. Bahkan, sebelum kebutuhan akan pelestarian secara global d i s a d a r i , tradisi migrasi telah menunjukkan
ketergant ungan akan pentingnya keserasian
global.
Bumi, bagi mereka, adalah
t e m p a t hidup satu-satunya. Selatan
a d a l a h b u m i - p e n g a s u h y a n g menghangat k a n m e r e k a , utara adalah b u m i -p e n g a n d u n g s e l a m a m a s a b e r k e t u r u n a n . B u m i a d a l a h t e m p a t b e r b a g a i rahmat dan
keselamatan. Para migran ini
telah melintasi berbagai
tradisi, sosial, budaya
d a n n e g a r a terestr
ial. Apapun gejola
k manusia tidak menghala n g i
panggilan ini. Kemampuannya m e l
angit memberi kesempatan bagi mereka untu
k menjadi makhluk penjelajah handal untuk m e l i ntas-batas segala negara.
Nampaknya, kita, mulai saat ini, harus selalu mengingat musim migrasi ini. Agar muncul kesadaran, bumi kita adalah milik semua. Cakrawala perlu segera diperluas, tidak lagi sekedar soal sekarang dan di sini, tapi melintas segala ruang dan waktu. (Kontributor : Sidik 'Cemet' Purnomo, Kanopi Indonesia)
Keterangan gambar: Halaman kedua, - Kiri bawah, Elang-alap Nipon (Accipiter gularis), jantan. - Kanan atas, Alap-alap kawah (Falgo peregrinus). Halaman ketiga, - Kiri bawah, Elang-alap jambul (Accipiter trivigartus). - Kiri atas, Sikep-madu Asia (Pernis ptilorhynchus). - Kanan atas, Elang-alap Cina (Accipiter soloensis) dewasa. - Kanan bawah, Elang-alap besra (Accipiter virgatus) Jantan. Catatan : Ilustrasi dibuat tanpa skala. Ilustrasi ini melengkapi halaman tiga dan empat.
urung, satwa terdekat dalam keseharian kita, masih saja menyimpan berbagai keindahan dan misteri. Dari masa ke masa, kemampuan terbangnya, keindahan bulunya serta kemerduan suaranya telah mengilhami dan menginspirasi kehidupan manusia. Sebelum manusia mampu 'terbang', burung adalah penguasa langit satu-satunya. Angkasa biru hanya milik
B
mereka. Kini, ketika kita telah mampu ikut meramaikan kesunyian langit, burung tak lagi dipandang sumber ilham dan inspirasi manusia. Ribuan burung raptor yang melintas di atas kita, saat ini, barangkali, tanpa makna apapun. Bukankah kita juga mampu melakukannya? Kenyataan perjuangan berat burung raptor dalam menempuh salah satu siklus dalam hidupnya terkaburkanWajah kita, wajah mereka
1. Elang-alap Cina (Accipiter soloensis), jantan dewasa. Burung yang umum dijumpai dalam rombongan migrasi. Burung ini berbiak di hutan-hutan dataran rendah Cina timur dan selatan. Menyukai daerah terbuka untuk berburu kodok, belalang dan burung kecil. Ketika terbang, ujung sayap hitam dan panjang, sementara bagian lain dari sayap keputih-putihan.
2. Elang-alap Nipon (Accipiter gularis), jantan. Burung yang berkembang biak di Cina timur, Jepang dan tenggara Rusia. Burung ini juga dapat diamati dalam jumlah besar selama perjalanannya ke selatan. Berukuran lebih kecil, sayap lebih panjang dibandingkan Elang-alap besra, garis-garis melintang di badan kurang banyak.
3. Alap-alap kawah (Falco perigrinus), jantan dewasa. Burung yang tersebar luas di dunia. Sewaktu migrasi mengunjungi daerah pesisir dan dataran rendah di kawasan Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Dipandang sebagai burung tercepat di dunia dengan kemampuan akrobat yang tinggi. Ujung sayapnya runcing ketika terbang, dengan melebar pada pangkalnya.
4. Elang-alap Jambul (Accipiter trivirgatus), jantan dewasa. Burung yang tersebar di kawasan Asia selatan, Asia tenggara, Filipina, Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali. Saat terbang, sayap membulat, pendek; ekor yang panjang dengan e m p a t g a r i s s e r t a g a r i s p a d a d a g u d a n kerongkongan (mesial) yang menyolok.
5. Sikep-madu Asia (Pernis ptilorhynchus), ras migran musim dingin tergambar. Burung yang tersebar dari Afrika, India dan Asia Tenggara. Burung ini memiliki ras menetap yang tersebar jarang di Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat. Ketika terbang dicirikan dengan beberapa kepakan sayap yang diikuti lumcuran panjang. Sesuai namanya, burung ini berkebiasaan merampas sarang lebah dan tawon.
6. Elang-alap besra (Accipiter virgatus), jantan. Tersebar di India, Cina selatan, Asia tenggara, Filipina, Sumatera, Kalimantan utara, Jawa dan Bali. Hampir mirip dengan dengan Elang-alap jambul tetapi dengan ukuran lebih kecil dan tanpa jambul. Garis mesial amat menyolok, bagian perut bewarna merah pupus.
Catatan : gambar tanpa skala
1
2
4
3
6
5
6
Gunung Ungaran k d k u i g Fo to : O ie k. /D o k. K tl a n IB Cagi sedikit siang, Pasar Burung (PB) Ngasem, Jogjakarta, terdengar riuh-rendah suara burung. Dari jauh, terdengar tidak berbeda
P
dengan suasana pagi di alam bebas. Pasar burung yang banyak dikunjungi ini, telah melekat dalam benak setiap orang Jogja. Tak kurang, PB Ngasem sering dijadikan sebagai tempat wisata dan ilustrasi kaos oblong. Ngasem, dengan segala keunikannya, menjadi tempat dagang puluhan jenis burung, reptil, mamalia serta berbagai jenis satwa lainnya.
Keriuhan pengunjung, baik mereka yang hendak membeli, menjual atau sekedar jalan-jalan, bercampur dengan suara burung. Nampak hiruk-pikuk, lalu-lalang, sedikit semrawut dan kalau sedikit apes, kepala terantuk 'pantat' sangkar yang tergantung. Semakin menelusuri gang-gang sempit Ngasem, semakin jelas suatu keterasingan yang terasa. Tiga ekor Bubut
Jawa (Centropus nigrorufus) terlihat sangat tertekan dan amburadul. Sayang sekali, burung besar yang hanya dapat ditemukan di Pulau Jawa ini terperangkap dalam sangkar yang terlalu kecil. Sebuah dunia yang s a n g a t m e n g a s i n g k a n baginya. Di alam, burung ini bisa tumbuh sehat dan m e n g e p a k k a n s a y a p dengan bebas, belum lagi suaranya yang sangat impresif.
S e j a r a k tujuh sangkar dari Bubut
Jawa, tampak empat Gelatik Jawa dalam sangkar biru. Memang, kelihatan sehat dan segar , hanya nasibnya di alam tak sebiru sangkarnya di Ngasem. Burung ini semakin susah di temukan di Jawa; suatu kesempatan alamiah telah hilang untuk menikmatinya di alam. Di gang yang lain, dua ekor Kadalan birah (Phaenicophaeus curvirostris) senasib dengan Bubut Jawa. Dalam sangkar yang terlalu kecil burung berwarna hijau ini tak bisa bergerak bebas. Padahal, di alam, burung ini terlihat suka menari-nari dengan ekornya yang panjang.
Seekor Anis merah (Zoothera citrina) berkicau indah disangkar yang lumayan mewah. Ironisnya, keindahan suaranya tak seindah nasibnya. Sungguh, suatu kepuasan besar melihat burung ini di alam; pemalu, menyukai celah-celah kegelapan tetumbuhan, apalagi sempat mendengar kicauannya yang merdu. Burung ini, sesungguhnya, korban tren pasar. Lima-enam tahun lalu, burung ini belum begitu populer…sekarang dikejar-kejar setengah mati dan dilombakan.
Jangan heran, para pemburu burung Anis merah jauh lebih handal dibanding pengamat burung berpengalaman dalam menemukan burung ini.
Tren pasar perdagangan burung memang begitu eksesif. Satu contoh, dulu, burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan Terocokan (P. goiavier) amat laris di pasar, sekarang…burung ini tak lagi layak jual, sementara saudaranya, Cucak kuning (P. melanicterus) dan Empuloh janggut (Alophoixus bres) banyak dijumpai di pasar-pasar burung.
Dari jauh, kelihatan sangkar besar di boncengan sepeda karatan berisi rombongan ‘warna-warni’ jenis bondol. Rombongan yang gaduh ini, benar-benar nyleneh. Lihat saja, Bondol Jawa (Lonchura leucogastriodes) yang berperut putih, berubah warnanya, mulai dari merah, kuning, hijau d a n m e r a h . Nampaknya, si penjual ingin menarik pembeli dengan memoles warna perut burung ini. Bisa d i b a y a n g k a n , b i l a burung-burung ini lepas, dan diamati, pengamat burung akan bingung. “Ada burung, s e p e r t i B o n d o l Jawa...cuma perutnya warna merah”, kira-kira b e g i t u k e h e r a n a n s e o r a n g p e n g a m a t b u r u n g y a n g ‘ s i a l ’ melihat burung bondol korban ‘kosmetik’ pasar ini.
Semakin siang, Ngasem semakin menggeliat. Tawar-menawar terdengar di sana-sini. Ngasem tidak saja menjual satwa, namun juga berbagai keperluan untuk pemeliharaan burung. Ratusan belalang, berak-rak jengkerik serta kroto dijajakan. Ah, rantai makanan pun dipaksa pindah ke sini. Banyak, terlalu banyak untuk mencatat semua keterasingan di PB Ngasem. Ribuan rontokan bulu burung di pasar ini bisa jadi ungkapan bisu tentang luka dan derita para pemiliknya,
Pasar burung Ngasem, seperti pasar burung lain yang bertebaran di negeri ini, telah meninggalkan begitu banyak luka. Masa depan para burung di sini, mungkin, akan senasib dengan runtuhan Taman Sari di latar-belakang PB Ngasem. Sebuah reruntuhan yang menjadi saksi bisu masa lalu. Reruntuhan Taman Sari cermin rontoknya ratusan, bahkan ribuan bulu indah burung selama bertahun-tahun di PB Ngasem. Ngasem…oh…Ngasem.
Saksi Bisu,
Rontoknya Bulu Burung
Siapapun Anda, jika ingin menjadi warga Kadang Kukila silahkan mengisi formulir
ini dan mengirimkannya ke Yayasan Kutilang Indonesia for Bird Conservation.
Nama
: ………
Tanggal lahir
: ………
Pekerjaan
: ………
Keahlian Khusus
: ………
Hobi
: ………
Alamat
: ………
Telp.
: ………
Fax.
: ………...
: ………...
7
Berbagi Keindahan Burung Bersama Kadang Kukila
Kadang Kukila adalah wadah bagi teman-teman yang peduli dan sayang pada
burung.
Selamat Datang
Kadang Kukila
Komunitas Langit Biru
ara kadang, tak terasa kita telah memasuki bulan-bulan yang penuh kenikmatan. Bagi mereka yang muslim, bulan ini bulan Ramadhan, bulan penuh berkah. Bagi burung bulan
P
ini, dan bulan-bulan mendatang, adalah saat-saat melakukan migrasi. Nah, tak berlebihan bila bulan ini dapat kita sebut bulan penuh kenikmatan. Burung, para kadang, telah lama menjadi inspirasi bagi banyak tradisi tentang kehidupan, entah itu kehidupan sosial, budaya ataupun spiritual.Jika kita sedikit saja meluangkan waktu, sehari-dua hari, sekarang ini kita bisa menikmati banyak keindahan dan pesona burung-burung migran. Burung migran ini, sedikitnya ada burung raptor, burung air dan burung petengger. Dengan demikian, burung raptor atau pemangsa, yang pada edisi ini kita angkat, hanyalah salah satu dari sekian banyak burung yang melakukan migrasi ke negeri kita.
Tentu saja, kita perlu mencari tempat yang nyaman untuk mengamati kedatangan mereka. Untuk mengamati burung air, di Jogjakarta, bisa kita lakukan di Pantai Trisik Kulonprogo, sementara burung raptor bisa diamati di lereng selatan Merapi. Agak sedikit berbeda, burung-burung petengger; burung-burung ini dapat kita amati di hutan-hutan dataran rendah, salah satunya, di hutan Kaliurang atau kalau sempat di sekitar lereng-lereng Merbabu.
Khusus untuk burung raptor, beberapa resep dapat kami suguhkan, agar memudahkan dalam mengamati ratusan burung raptor yang sedang bermigrasi ini.
Pertama, mengamati burung raptor memerlukan cuaca yang cerah, sedikit awan dan angin. Pada keadaan seperti ini, diharapkan muncul arus panas yang mana burung raptor menggunakannya sebagai wahana untuk terbang.
Kedua, kita harus lumayan jeli untuk selalu menatap angkasa, mengingat burung raptor yang terbang tinggi hanya nampak bagaikan ratusan titik-titik kecil di angkasa. Ya, tentu diperlukan mata yang jeli dan leher yang kuat.
Ketiga, awan panas sering muncul ketika hari beranjak siang, karenanya kita bisa mengamati raptor antara 3-4 jam setelah matahari terbit. Terlalu siang kadang malah tidak nyaman untuk mengamati, karena mata sering ‘beradu’ dengan sinar matahari.
Keempat, karena para raptor ini hanya dapat kita amati ketika terbang melayang maka diperlukan kesabaran untuk mengidentifikasinya. Selalu mencatat ciri-ciri sayap bawah adalah resep yang jitu untuk dapat mengidentifikasi dengan baik.
Kelima, selalu mengamati dan menambah jam terbang pengamatan sangat menguntungkan untuk mengasah ketrampilan kita.
Demikianlah, para kadang, beberapa hal yang, mungkin, bermanfaat dalam mengamati para raptor, sebuah komunitas langit biru yang mencoba menyambung hidup di negeri kita di beberap bulan mendatang.a
Buletin KABAR BURUNG . Penanggung Jawab : Direktur Yayasan Kutilang Indonesia for Bird Conservation; Redaksi : Agus Prijono, Ige.Kristianto, Roziqin; Data dan Informasi : Triman Setyadi; Ilustrasi : Patub; Kompugrafis : Triman. Alamat Redaksi : Jln. Tegal Melati no.64 A, Jongkang, Sleman. Telpon : (0274)
865569. ISSN : 1411-0415. Percetakan : Kutilang Cetak.
Diterbitkan
Didukung
The Gibbon Foundation
Kutilang Indonesia for Bird Conservation Jln. Tegal Mlati No 64 A Jongkang, Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta Telp/Faks : (0274) 865569 E-mail : kutilang_indonesia@Lycos.com
KICAU REDAKSI
Bisa didapatkan secara gratis setiap bulan
Toko Buku Sosial Agency, Ambarukmo
Toko Buku Toga Mas
Kantin Gelanggang Mahasiswa UGM Wartel KopMa UGM Kantin Gelanggang Mahasiswa UNY Perkumpulan Pecinta Alam SMU DIY Bagian TU Fakultas Biologi, Atma Jaya
Perpustakaan Fakultas Biologi, Duta Wacana
Tempat Cukur Orang Cerdas Kompak
WarNet 4mili
WarNet BangJo.net
WarNet dan Rental DOLPHIN
WarNet INTERSAT, Timoho
Warnet DIXI net
Toko JANGKAR ADV
Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat Pusat Informasi Lingkungan Hidup (Bogor)
Vetpagama, Veterinary Pecinta Alam Gadjah Mada
Salam Lestari,
Untuk ke sekian kalinya, kami muncul dihadapan para pembaca. Selalu, dan selalu kami berbenah, meski agak sedikit lamban. Disadari, banyak hal yang sebenarnya kami hendak bercurah rasa bersama pembaca. Kami sadar bahwa banyak cara untuk berbagi, tapi inilah yang, sementara ini, dapat kami lakukan. Bacaan yang kami hidangkan, sejatinya, hanyalah cara kami 'membaca' banyak realitas di sekitar kita. Jika Anda 'membaca' secara berbeda atas realitas yang sama, itulah hidup. Kalaupun sama, itupun juga hidup. Mencintai apapun, dalam bacaan kami, haruslah tanpa syarat. Itu pula yang kami lakukan dalam mencintai burung. Tanpa neka-neka, mencintai burung berarti membiarkan burung lepas dan bebas di alam. Burung, makhluk hidup ciptaan Tuhan, adalah manifestasi daya terbang. Dengan demikian, jika kita mengurungnya, kita telah menghilangkan manifestasi terbesarnya.
Kali ini, kami mengangkat sebuah realitas, migrasi burung raptor, yang oleh kawan-kawan Rain Jogja, sebuah jaringan kerja konservasi burung pemangsa di Jogjakarta, diamati dalam “Raptor Watch 2002” di Kaliurang. Rain Jogja beranggotakan LSM, kelompok pecinta alam, lembaga ataupun perorangan yang tertarik dalam bidang ini.
Tema
Syarat Lomba
Informasi selanjutnya hubungi : Abrar, 08122737343; email : Kanopi_ina@yahoo.com dan Kutilang, 0274 865569.
Satwa Liar Dilindungi : Diantara Ancaman Kepunahan dan Usaha Penyelamatannya 1. Judul bebas, namun tetap dalam cakupan tema 2. Karangan asli, bukan jiplakan, saduran atau terjemahan, belum pernah dilombakan
dan belum pernah dimuat di media 3. Cara Penyajian singkat, padat dan mudah ditangkap 4. Panjang tulisan, maksimal 10 halaman A4 diketik 2 spasi, bersih (tidak ada coretan) dan jelas 5. Lomba ini terbuka bagi jurnalis media massa cetak dan elektronik wilayah
Jogjakarta dan Jawa Tengah 6. Naskah dikirim ke : Panitia Penulisan Esai “Satwa Liar Dilindungi; Diantara
Ancaman Kepunahan dan Usaha Penyelamatannya”, PO Box 1222 YK 55000, Jogjakarta. Naskah harus diterima panitia selambat-lambatnya tanggal 3 Desember 2002 (cap pos), dengan mencantumkan “Penulisan Esai” pada sampul kiri atas 7. Pada akhir tulisan harap mencantumkan nama, tanggal lahir, pekerjaan, alamat lengkap, nomer telepon dan faksimil serta email serta dilampiri salinan identitas diri
8. Naskah yang dikirim tidak dikembalikan dan menjadi milik panitia untuk kegiatan pelestarian 9. Pemenang diumumkan pada 24 Desember 2002 lewat surat pemberitahuan dan penyerahan hadiah padaa 29 Desember 2002 10. Kepada 2 (dua) tulisan terbaik akan diberi hadiah : Juara I, Fieldtrip dan uang saku Rp. 1.000.000,- dan Juara II, Fieldtrip dan uang saku Rp. 750.000’-. Fieldtrip akan dilakukan ke Pusat Rehabilitasi Orangutan Wanariset, Samboja, Kalimantan Timur.