• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

9 A. Landasan Teori

1. Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor utama yang mendukung kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi suatu kelompok yang terorganisasi untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Hughes (2006:32) kepemimpinan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan tiga hal utama, yakni pemimpin, pengikut dan situasi.

Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan, dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya (bawahan). Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan pengikut bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian, kepemimpinan itu sendiri merupakan proses yang saling mempengaruhi antara pemimpin dan bawahannya, demikian sebaliknya. Orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubahan, sehingga pemimpin diharapkan mampu menciptakan perubahan yang signifikan dalam organisasi dan bukan mempertahankan status quo.

(2)

Perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang diinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan yang diinginkan dan dimiliki bersama. Tujuan tersebut ingin dicapai di masa depan sehingga menjadi motivasi utama visi dan misi organisasi. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yang diinginkan bersama. Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, yang terjadi di antara orang-orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi (personal responsibility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut.

b. Gaya Kepemimpinan

Menurut Ratnaningsih (2009:126) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu. Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktivitas

(3)

orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya yang dapat berubah. Pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraanya, serta berkomunikasi dengan bawahannya.

Menuruh Ratnaningsih (2009:126) gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe yang berbeda yaitu gaya kepempinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Kedua gaya kepemimpinan tersebut merupakan dua hal yang berbeda (saling bertentangan) namun sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi. Dalam penelitian ini, pembahasan lebih mengarah pada gaya kepemimpinan transformasional.

c. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Seorang pemimpin transformasional adalah orang yang merangsang dan memberikan inspirasi (mengubah) kepada pengikut untuk mencapai hasil yang luar biasa. Kepemimpinan transformasional berkembang dari kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional menghasilkan tingkat upaya dan kinerja karyawan yang melampaui apa yang akan terjadi dengan pendekatan transaksional saja. Selain itu, kepemimpinan transformasional lebih dari kepemimpinan karisma karena pemimpin transformasional mencoba untuk menanamkan dalam kemampuan pengikut untuk mempertanyakan pandangan tidak hanya mapan tetapi pandangan yang dipegang oleh pemimpin. Pemimpin memperhatikan kebutuhan, kepedulian

(4)

dan perkembangan pengikut individu, mengubah kesadaran pengikut akan masalah dengan membantu mereka untuk melihat masalah lama dengan cara baru dan mereka mampu membangkitkan dan mengilhami pengikutnya untuk melakukan usaha ekstra dalam mencapai tujuan kelompok (Robbins dan Coulter, 2012:36).

Kepemimpinan transformasional, yaitu kepemimpinan dimana pemimpin menyediakan perhatian individu, rangsangan intelektual serta pemimpin tersebut memiliki karisma. Kepemimpinan transformasional lebih menyerukan pada nilai-nilai moral dari para pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis (Rorimpandey, 2013:157).

d. Dimensi Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional memiliki empat dimensi (Rorimpandey, 2013:159):

1) Charisma - Memberikan visi dan misi untuk meraih respek dan kepercayaan.

2) Inspiration - Mengkomunikasikan harapan yang dituju dan mengekspresikan pentingnya tujuan dengan cara yang sederhana. 3) Intelectual simulation - Mendorong intelegensia dan rasionalitas dan

berhati-hati dalam menyelesaikan masalah.

4) Individualized consideration Memberikan perhatian personal, melatih dan memberikan saran.

(5)

e. Unsur Gaya Kepemimpinan Transformasional

Di dalam Kepemimipinan Transformasional terdapat beberapa unsur (Iensufiie, 2010:125):

1) Unsur Pemimpin

a) Pemimpin memiliki karisma di mata pengikut.

b) Pemimpin memiliki visi atau idealisme yang sesuai dengan harapan pengikut.

c) Pemimpin mampu memberikan pengaruh kepada pengikut. 2) Unsur Pengikut

a) Pengikut memiliki inspirasi dari dirinya dan memandang pemimpin mampu membawanya untuk mewujudkan inspirasi tersebut.

b) Pengikut memiliki motivasi dan pemimpin menangkap motivasi tersebut untuk diarahkan menjadi tujuan bersama.

3) Unsur Kerja Sama

Di dalam melaksanakan pekerjaannya, pemimpin mampu merangsang atau memicu kreatifitas intelektual dari para pengikut.

4) Unsur Keputusan

Di dalam kerja sama transformasional, pengikut bebas mengambil keputusan dan bukan karena ada tekanan.

f. Ciri Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan Transformasional memiliki ciri perhatian terhadap perkembangan dan perubahan prestasi dari para pengikutnya, apakah menjadi semakin baik menurut kriteria organisasi atau tidak. Pemimpin membangun

(6)

kepercayaan serta mendukung pengikut untuk mengekspresikan segenap potensi yang ada didalam dirinya. Tujuan yang hendak dicapai antara pemimpin dan pengikut sama atau mirip dan berjalan dengan sinkron (Iensufiie, 2010:134).

2. Lingkungan Kerja

a. Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan termasuk salah satu hal yang penting untuk diperhatikan. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan. Lingkungan kerja yang memusatkan perhatian kepada karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya, lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan motivasi kerja dan akhirnya menurunkan kinerja karyawan.

Menurut Sedarmayati (2009:21) definisi lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

Menurut Schultz (2006:105) Lingkungan kerja diartikan sebagai suatu kondisi yang berkaitan dengan ciri-ciri tempat bekerja terhadap perilaku dan sikap pegawai dimana hal tersebut berhubungan dengan terjadinya perubahan-perubahan psikologis kerena hal-hal yang dialami dalam pekerjaannya atau dalam keadaan tertentu yang harus terus dipertahankan

(7)

oleh organisasi yang mencakup kebosanan kerja, pekerjaan yang monoton dan melelahkan.

Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.

Sedarmayanti (2009:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja dibagi menjadi 2 yakni: lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Dalam penelitian ini, pembahasan hanya mencakup lingkungan kerja non fisik.

b. Lingkungan Kerja Non Fisik

Menurut Sedarmayanti (2001:31), “lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Sementara itu, Wursanto (2009:137) menyebutnya sebagai lingkungan kerja psikis yang didefinisikan sebagai “sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja”. Berdasarkan pengertian pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja non fisik disebut juga lingkungan kerja psikis, yaitu keadaan di sekitar tempat kerja yang bersifat non fisik. Lingkungan kerja semacam ini tidak dapat ditangkap secara langsung dengan pancaindera manusia, namun dapat dirasakan keberadaannya. Jadi, lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang hanya dapat dirasakan oleh perasaan. Berdasarkan pendapat dan uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja

(8)

non fisik adalah lingkungan kerja yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera manusia. Akan tetapi, lingkungan kerja non fisik ini dapat dirasakan oleh para pekerja melalui hubungan-hubungan sesama pekerja maupun dengan atasan.

c. Indikator Lingkungan Kerja Non Fisik

Indikator-indikator lingkungan kerja non fisik menurut DeStefano (2006) dalam fath (2015:22) adalah sebagai berikut:

1) Prosedur Kerja, adalah rangkaian tata pelaksanaan kerja yang diatur secara berurutan, sehingga terbentuk urutan kerja secara bertahap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

2) Standar Kerja, adalah persyaratan tugas, fungsi atau perilaku yang ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus dicapai oleh seorang karyawan.

3) Pertanggung jawaban Supervisor, Tanggung jawab seorang supervisor untuk menyusun tugas karyawan agar dapat dikerjakan secara efektif dan adil. Supervisor juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi karyawan untuk menjamin pencapaian sasaran yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

4) Kejelasan Tugas, yaitu sejauh mana pekerjaan itu menuntut diselesaikannya seluruh potongan kerja secara utuh dan dapat dikenali oleh karyawan. Dalam hal ini karyawan dituntut untuk memahami dan mampu melaksanakan pekerjaan mereka berdasarkan instruksi dari atasan.

(9)

5) Sistem Penghargaan, Sistem imbalan atau sistem penghargaan (reward system) adalah sebuah program yang digunakan untuk mengenali prestasi individual karyawan, seperti pencapaian sasaran atau proyek atau penggunaan ide-ide kreatif.

6) Hubungan antar Karyawan, yaitu hubungan dengan rekan kerja harmonis dan tanpa ada saling intrik diantara sesama rekan kerja. Salah satu faktor yang mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam satu organisasi adalah adanya hubungan yang harmonis diantara rekan kerja.

Dengan demikian lingkungan kerja non fisik merupakan cermin dari suasana kerja yang terjadi dalam suatu organisasi. Suasana kerja yang nyaman dan kondusif akan mampu membuat seseorang lebih berkonsentrasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Makin kondusif suasana kerja seseorang, makin besar pula peluangnya untuk mencari hal-hal baru yang dapat lebih meringankan. 3. Kinerja Karyawan

a. Pengertian Kinerja Karyawan

Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi perilaku organisasi. Salah satu kegiatan yang paling lazim dilakukan dalam organisasi adalah kinerja karyawan, yaitu bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu pekerjaan atau peranan dalam organisasi. Menurut Fadel (2011:11) pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan visi dan

(10)

misi organisasi yang di tuangkan melalui perencanaan strategi suatu organisasi.

Menurut Oxfoord Dictionary, kinerja (performance) merupakan suatu tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi. Moeheriono (dalam Rosyida 2010:11) menyebutkan pengertian kinerja karyawan sebagai hasil kinerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, sesuai dengan kewewenangan, tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai sesuai dengan standar dan kriteria yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.

(11)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan indikatornya

Tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Mangkunegara (2009:67) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Sedangkan menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2009:67) dirumuskan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah:

1) Human Performance = Ability + Motivation 2) Motivation = Attitude + Situation 3) Ability = Knowledge + Skill c. Indikator Kinerja

Mangkunegara (2009:75) mengemukakan bahwa indikator kinerja, dapat dinilai berdasarkan:

1) Kualitas

Kualitas kerja adalah seberapa baik seorang karyawan mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan.

2) Kuantitas

Kuantitas kerja adalah seberapa lama seorang pegawai bekerja dalam satu harinya. Kuantitas kerja ini dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap pegawai itu masing-masing.

(12)

3) Pelaksanaan tugas

Pelaksanaan tugas adalah seberapa jauh karyawan mampu melakukan pekerjaannya dengan akurat atau tidak ada kesalahan.

4) Tanggung Jawab

Tanggung jawab terhadap pekerjaan adalah kesadaran akan kewajiban karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan.

4. Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan

Terdapat suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan dari pemimpin, yaitu dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang diinginkannya. Gaya kepemipinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan kinerja yang efektif dari setiap karyawan.

Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi para bawahannya untuk bertindak sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan. Pemimpin harus mampu memberikan wawasan, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan dari bawahannya. Menurut Sedarmayanti (2013:185), Kepemimpinan transformasional merupakan model

(13)

kepemimpinan bagi seorang pemimpin yang cenderung memberi motivasi kepada bawahan untuk bekerja lebih baik dan menitikberatkan pada perilaku membantu transformasi antar individu dengan organisasi.

Teori pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja diusulkan oleh Butler (1999) bahwa pemimpin transformasional mendorong bawahannya untuk memiliki tujuan visi, misi dan organisasi, mendorong dan memotivasi untuk menunjukkan performa maksimal, merangsang bawahan untuk bertindak kritis dan memecahkan masalah dengan cara baru dan karyawan memperlakukan secara individual. Sebagai konsekuensi bawahan akan membalas dengan menunjukkan kerja maksimum. Kinerja pegawai tidak lepas dari peran pemimpinnya. menurut Bass (1990) peran kepemimpinan atasan dalam memberikan kontribusi pada karyawan untuk pencapaian kinerja yang optimal.

5. Hubungan Lingkungan Kerja Non Fisik terhadap Kinerja Karyawan Lingkungan kerja atau kondisi kerja, terutama lingkungan kerja non fisik, merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan karena hal ini akan berpengaruh pada produktivitas kerja, motivasi kerja, kepuasan kerja, prestasi kerja dan kinerja pegawai. Untuk itu, perusahaan harus lebih detail dalam memperhatikan lingkungan karja agar tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Seperti yang diungkapkan Robbins dan Judge (2011:110) bahwa Lingkungan kerja seorang pegawai sangat mempengaruhi tingkat kepuasan kerjanya. Hal ini akan berakibat pada keseluruhan kinerja pegawai yang bersangkutan. Dari pengertian tersebut

(14)

kinerja pegawai dapat dipengaruhi lingkungannya, khususnya lingkungan kerja non fisik yang menyebabkan karyawan dapat merasa semangat dalam melaksanakan tugas yang dibebankannya. Lingkungan kerja yang tepat sasaran akan menyebabkan pegawai merasa memiliki pekerjaan itu dan berakhir dengan kinerja yang diharapkan. Lingkungan kerja yang mendukung menjadikan pegawai peduli akan lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun memudahkan mengerjakan tugas. Lingkungan kerja ini mempengaruhi para pegawai dalam bekerja sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kinerja dan berpengaruh pula terhadap produktifitas perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wilson (2008:227) yang menyatakan bahwa Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Menurut Newstrom (2007:97), bahwa Lingkungan kerja mempengaruhi kebosanan dalam pekerjaan, kelelahan dalam bekerja dan pekerjaan yang monoton. Hal ini harus diperhatikan agar pegawai dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga tidak bosan dalam bekerja dan pekerjaan tidak monoton dan pegawai nyaman dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan kinerja dalam bekerja. Lingkungan kerja terutama lingkungan kerja non fisik, yang buruk dikhawatirkan dapat menurunkan kinerja pegawai. Pekerjaan yang dilakukan akan terasa tidak menyenangkan untuk diselesaikan. Seseorang akan merasa tertekan karna lingkungan kerja yang buruk dan hal tersebut mengakibatkan kinerja pegawai menjadi berkurang. Jika kinjerja menurun, maka akan mempengaruhi produktifitas perusahaan secara

(15)

keseluruhan. Lingkungan kerja yang baik akan berusaha menampilkan prestasi kerja yang baik sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

B. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah beberapa referensi dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sebagai berikut:

1. Penelitian Rohmawati (2011) dengan judul “Pengaruh Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di Pamella Swalayan Dua Kota Yogyakarta” menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai di Pamella Swalayan Dua Kota Yogyakarta. Hal ini terbukti dari hasil uji t yang diperoleh t hitung X=8,343 dengan taraf signifikasi 0,000 dengan hasil uji F yang memperoleh F hitung 1,316 dengan taraf signifikasi 0,436.

2. Penelitian Rolasmana (2013) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Efektivitas Pengambilan Keputusan, dan Pemberian Kompensasi Insentif terhadap Kinerja Karyawan Bagian Keuangan pada Swalayan di Tanjungpinang”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa: (1) pengujian regresi secara parsial membuktikan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, efektifitas pengambilan keputusan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, dan kompensasi insentif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, dan (2) pengujian regresi secara simultan menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan kompensasi insentif secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

(16)

3. Penelitian Ratna (2012) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, terhadap Kinerja Karyawan pada Ria Swalayan di Surakarta”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa gaya kepemimpinan terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Subarkah, Kambaran dan Ichawnudin (2017) dengan judul “Pengaruh Kompensasi, Kepemimpinan Transformasional, Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Motivasi Berprestasi Sebagai Variabel Intervening (Studi pada Karyawan Divisi Operation & Maintenance PT. Purna Baja Harsco)”. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa gaya kepemimpinan tranformasional dan lingkungan kerja non fisik berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Sukamto (2013) dengan judul Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik dan Non Fisik Terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Daerah Kota Samarinda. Hasil dari penelitain diketahui bahwa lingkungan non fisik berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap kinerja pegawai Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2015) dengan judul Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo). Hasil penelitian mengungkapkan bawah lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

(17)

C. Kerangka Pikir

Gambar II.1 Kerangka Berfikir D. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini bersifat asosiatif yang berarti didalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel (lebih dari satu variabel). Maka untuk membuktikan adanya hubungan antar variabel tidak untuk seterusnya namun untuk sementara, maka dibutuhkan hipotesis. Menurut Sugiyono, (2009:96) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.

GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL (X1) LINGKUNGAN KERJA NON FISIK (X2) KINERJA KARYAWAN (Y) H1 H2 H3

(18)

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus diuji, dan tujuan dari pengujian tersebut untuk membuktikan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Fungsi hipotesis adalah sebagai kerangka kerja bagi peneliti, memberi arah kerja, dan mempermudah penyusunan laporan penelitian.

Berdasakan pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya seperti rumusan masalah dan landasan teori, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. H1: Diduga variabel gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. SC Enterprises.

2. H2: Diduga variabel lingkungan kerja non fisik berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karyawan pada PT. SC Enterprises.

3. H3: Diduga variabel gaya kepemimpinan transformasional dan lingkungan

kerja non fisik secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. SC Enterprises.

Gambar

Gambar II.1  Kerangka Berfikir  D. Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Kesesuaian pelaksanaan pelayanan ini erat kaitannya dengan prosedur pelayanan yang merupakan suatu tatacara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan

Dari beberapa pengertian mengenai prosedur diatas dapat disimpulkan bahwa prosedur merupakan suatu urutan-urutan kegiatan yang melibatkan beberapa orang atau lebih di

1) Kelengkapan Produk, prosedur keakuratan dalam menghitung dan menginvestasikan produk, menjaga agar produk/merchandise tetap bersih dan pengaturan produk secara

Penempatan obyek yang telah selesai dikerjakan, sebaiknya diatur dengan mempertimbangkan cara kerja secara keseluruhan, termasuk urut-urutan gerakannya.Untuk membantu

Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang

Prosedur penerimaan dan pendistribusian barang adalah tata cara atau urut-urutan dari saat barang datang dan diterima sampai dengan barang tersebut dikeluarkan dan di

Untuk mencapai hal tersebut, manajemen proyek perlu didukung oleh suatu metode perencanaan yang dapat menyusun secara cermat urutan pelaksanaan kegiatan ataupun penggunaan

Mengenai mekanisme prosedur, tarif dan jangka waktu konversi secara umum sendiri diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010