• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR DETERMINAN TERJADINYA VAGINOSIS BAKTERIAL PADA WANITA USIA SUBUR DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR DETERMINAN TERJADINYA VAGINOSIS BAKTERIAL PADA WANITA USIA SUBUR DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR DETERMINAN TERJADINYA VAGINOSIS BAKTERIAL PADA WANITA

USIA SUBUR DI KOTA MAKASSAR

Ernawati

STIKES Nani Hasanuddin Makassar

ABSTRAK

Vaginosis bakteri merupakan salah satu dari penyebab yang paling sering keluhan ginekologis disebabkan oleh ketidakseimbangan flora normal dari vagina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan (pengetahuan, penggunaan antiseptik, penggunaan IUD, kebiasaan mencuci tangan, dan penggunaan celana dalam) kejadian vaginosis bakterial pada wanita usia subur di Kota Makassar. Jenis penelitian ini observational analitik dengan rancangan case control study. Populasi penelitian mencakup semua wanita yang melakukan pemeriksaan pap smear di bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar. Sampel terdiri dari kelompok kasus sebanyak 51 wanita yang menderita vaginosis bakterial dan kelompok kontrol sebanyak 51 wanita yang tidak menderita vaginosis bakterial. Data diolah secara univariat dengan distribusi frekuensi, bivariat dengan Chi-square, Ratio Odds, dengan CI 95%, dan multivariat dengan Uji Regresi Logistik Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan IUD OR 60,9 (7,80 – 475,14), kebiasaan mengganti celana dalam OR 8,3 (3,14 – 21,88), dan pengetahuan OR 3,6 (1,51 – 8,82) berperan sebagai faktor risiko terjadinya vaginosis bakterial, sedangkan penggunaan antiseptik OR 1,9 (0,86 – 4,22) dan kebiasaan mencuci tangan OR 0,9 (0,39 – 1,87) tidak berperan sebagai faktor risiko. Variabel yang paling berperan sebagai faktor risiko terjadinya vaginosis bakterial adalah penggunaan IUD. Sehingga pemasangan IUD harus melalui prosedur yang tepat dan pemeriksaan secara berkala terhadap pengguna IUD penting dilakukan untuk diagnosis dini vaginosis bakterial

Kata Kunci : vaginosis bakterial, penggunaan IUD, faktor risiko, antiseptik, pengetahuan, penggunaan celana dalam, mencuci tangan

ABSTRACT

Bacterial vaginosis is one of the most common complaints of gynecologic disorders caused by an imbalance of normal flora of vagina. This study aims to identify determinant factor (knowledge, using antiseptic, intrauterine device use, frequent of hand washing, dan frequent of changing underwear) of bacterial vaginosis among woman fertile-age in Makassar. The study is observational analytic study with case control study. Population including all woman fertile-age having pap-smear in 2012 at Obstetric and Gynecologic outpatient Labuang Baji Local Government Hospital Makassar. Sample divided into two groups, cases and control. Cases consist of 51 woman fertile-age with bacterial vaginosis and control are healthy woman with no vaginal complaints. The data was analysed by univariat and presented with frequency distribution tabel, bivariat analysis using Chi-square test, Ratio Odds, with CI 95%, and multivariat analysis with multiple logistic regression model. The result shows that intrauterine device (IUD) use OR 60,9 (7,80-475,14), frequent of changing underwear OR 8,3 (3,14 – 21,88) and knowledge OR 3,6 (1,51 – 8,82) as significant factors associated with bacterial vaginosis whele frequent of hand washing OR 0,9 (0,39 – 1,87) and using antiseptic OR 1,9 (0,86 – 4,22) not contribute as determinant factors. The most significant factors associated with bacterial vaginosis is IUD use. So that, the procedure of IUD insertion should be with right procedure and follow up in regular time important for early diagnosis of bacterial vaginosis.

Keywords : bacterial vaginosis, IUD use, risk factors, antiseptic, knowledge, frequent of changing underwear, and hand washing.

(2)

PENDAHULUAN

Vaginosis bakteri merupakan salah satu dari penyebab yang paling sering keluhan ginekologis. Vaginosis bakteri disebabkan oleh ketidakseimbangan flora normal dari vagina, memungkinkan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Lactobacillus sp, flora normal vagina, digantikan oleh bakteri fakultatif anaerob antara lain didominasi oleh Mobiluncus species, Bacteroides species, khususnya Gardnerella vaginalis. Pengeluaran rabas vagina pada kehamilan dapat merupakan tanda servisitis atau vaginitis dan dapat disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau vaginosis bakteri (Wheeler L, 2004). Uji tapis dan pengobatan vaginosis bakteri sangat penting dilakukan karena penyakit ini terkait dengan peningkatan risiko persalinan prematur, ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan korioamnionitis histologik (Graber M.A et al, 2006). Prevalensi dari Vaginosis bakteri dan distribusi bentuk tipenya bervariasi diantara populasi dunia. Beberapa penelitian melaporkan bahwa prevalensi vaginosis bakteri tinggi diantara populasi penduduk Afrika, Amerika dan Afro-karibia. Penelitian pada wanita Asia di India dan Indonesia melaporkan bahwa prevalensi vaginosis bakteri sekitar 32% (Ocviyanti D, et al. 2010).

Pada tahun 2005 di Jakarta prevalensi infeksi saluran reproduksi yang terjadi yaitu candidiasis 6,7%, tricomoniasis 5,4% dan bacterial vaginosis 5,1%. Menurut data tahun 2007 di Indonesia prevalensi infeksi saluran reproduksi sebagai berikut bacterial vaginosis 53% serta vaginal kandidiasis 3%. Tahun 2008 prevalensi infeksi saluran reproduksi pada remaja putri dan wanita dewasa yang disebabkan oleh bakterial vaginosis sebesar 46%, candida albicans 29%, dan tricomoniasis 12%. Infeksi bakteri sekalipun hanya vagina “vaginosis bakterial” harus disembuhkan karena akan dapat menimbulkan infeksi langsung pada bayi dan infeksi setelah persalinan (Manuaba I.B.G, 2007). Strategi pencegahan dibutuhkan untuk mengurangi insiden vaginosis bakteri. Identifikasi faktor risiko merupakan upaya kewaspadaan penting.

Seseorang memiliki peluang lebih besar menderita vaginosis bakteri bila melakukan irigasi vagina, atau seringkali membersihkan vagina dengan sabun atau produk lain (Department of Health New York State, 2006). Hasil penelitian Alice et al (2012) mengemukakan bahwa terdapat peningkatan 9,3% wanita dari BV negatif menjadi positif setelah satu bulan pemasangan IUD. Kebersihan tangan adalah hal yang sangat penting untuk mencegah penyebaran infeksi.

Mencuci tangan merupakan salah satu praktik hygiene yang penting untuk mencegah terjadinya infeksi termasuk pada organ genitalia (vagina). Jamur dan bakteri banyak tumbuh dalam kondisi tidak bersih dan lembab. Organ reproduksi merupakan daerah tertutup dan berlipat, sehingga lebih mudah untuk berkeringat, lembab dan kotor. Perilaku buruk dalam menjaga kebersihan genitalia, seperti mencucinya dengan air kotor, memakai pembilas secara berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut dapat menjadi pencetus timbulnya infeksi yang menyebabkan keputihan tersebut.

Penelitian terhadap faktor risiko yang berhubungan dengan vaginosis bakteri telah dilakukan di beberapa negara. Populasi penelitian sangat sedikit dan selektif sehingga tidak menggambarkan populasi secara umum. Di Indonesia khususnya di Kota Makassar, belum ada data yang menggambarkan penelitian tentang faktor risiko vaginosis bakteri (Ocviyanti D, et al. 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko (pengetahuan, penggunaan antiseptik, penggunaan IUD, kebiasaan mencuci tangan, dan penggunaan celana dalam), sebagai faktor risiko terjadinya vaginosos bakterial pada wanita usia subur di Kota Makassar.

BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi dan sampel

Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 18 Maret 2013 sampai dengan 27 April 2013 di Poliklinik Kebidanan RSUD Labuang Baji Makassar yang beralamat di Jl. Dr. Ratulangi No. 81 Kota Makassar. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit Tipe B milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Populasi adalah semua wanita yang datang melakukan pemeriksaan pap smear di bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar Januari – Desember 2012. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari kasus yaitu pasangan usia subur yang didiagnosis menderita vaginosis bakteri sebanyak 51 orang dan kontrol yaitu pasangan usia subur yang tidak menderita vaginosis bakteri sebanyak 51 orang.

Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel kasus adalah dengan menggunakan teknik Non probability sampling jenis Purposive sampling. Kelompok kasus diambil dari kunjungan Papsmear tahun 2012 (Januari – Desember) yang didiagnosis menderita vaginosis bakterial. Kasus yang memenuhi kriteria inklusi sampel

(3)

yakni didiagnosis menderita vaginosis bakterial, tercatat dalam rekam medis, dan memiliki alamat lengkap dikunjungi untuk mendapatkan persetujuan dan mengisi kuisioner yang telah dibuat. Untuk sampel kontrol dipilih secara acak sederhana dari ibu yang sehat dan tidak menderita vaginosis bakterial dengan kriteria yang sama dengan kasus dan berdomisili di wilayah kota Makassar.

Instrumen Penelitian

Pengumpula data primer dilakukan dengan menggunakan Kuisioner yang terdiri dari 48 pertanyaan. Empat pertanyaan tentang karakteristik pasien, lima pertanyaan tentang menstruasi, 13 pertanyaan tentang pengetahuan, tujuh pertanyaan tentang penggunaan antiseptik, sembilan pertanyaan tentang penggunaan IUD, empat pertanyaan tentang kebiasaan mencuci tangan, dan enam pertanyaan tentang penggunaan celana dalam. Kuisioner dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan kebutuhan penelitian dan pendoman penyusunan instrumen penelitian. Metode pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan menggunakan kuisioner dan wawancara untuk melakukan validasi terhadap isi kuisioner yang ada. Data sekunder didapatkan dari Rekam Medik RSUD Labuang Baji Makassar. Data dikumpulkan melalui kunjungan rumah. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan tahapan 1) Editing, 2) Coding, 3) Cleaning data, 4) Analisa data, 5) Penyajian data.

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu dengan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat dengan menggunakan SPSS versi 11.5 for windows. Analisi bivariat menggunakan uji Chi Square untuk hipotesis satu sisi dan mengetahui besar risiko (Odds Ratio) paparan terhadap kasus pada tingkat kepercayaan 95% (Martono N, 2012). Analisis multivariat menggunakan analisis regresi berganda logistik. Variabel yang akan dianalisis multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dalam analisis bivariat.

HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang dilakukan terhadap 102 responden yang terbagi dalam dua kelompok kejadian masing-masing 51 penderita (50,0%) (kelompok kasus) dan 51 Wanita Usia Subur yang sehat (50,0%) (kelompok kontrol). Distribusi umur bervariasi

dalam tiga kelas interval. Subjek penelitian paling banyak berada dalam kelompok umur 27 - 34 tahun sebanyak 48 responden (47,1%) dan paling sedikit pada kelompok umur 35 - 42 tahun sebanyak 26 orang (25,5%). Bila dilihat dari tingkat pendidikan responden, terlihat bahwa responden terbanyak memiliki tingkat pendidikan SMA yakni 43 responden (42,2%) dan kelompok terkecil responden memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 3 orang (2,9%). Sedangkan bila dilihat dari status perkawinan, sebagian besar responden berstatus menikah yaitu 100 responden (98,0%), sedangkan yang berstatus janda hanya 2 orang (2,0%).

Dari 102 responden yang mendapatkan kuisioner yang mengkaji pengetahuan tentang vaginosis bakterial, dominan memiliki pengetahuan tinggi yakni 68 responden (66,7%) dan yang memiliki pengetahuan rendah sebanyak 34 responden (33,3%). Responden yang menggunakan antiseptik secara rutin yakni 58 responden (56,9%) dan yang menggunakan dengan tidak rutin ataupun tidak menggunakan sama sekali sebanyak 44 responden (43,1%). Responden tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD yakni 73 responden (71,6%) dan yang menggunakan alat kontrasepsi IUD sebanyak 29 responden (28,4%). Dominan responden tidak mencuci tangan dengan rutin yakni 60 responden (58,8%) dan yang mencuci tangan dengan rutin sebanyak 42 responden (41,2%). Responden yang tidak mengganti celana dalam secara rutin (kurang dari 3x sehari) yakni 66 responden (64,7%) dan yang mengganti celana dalam secara rutin sebanyak 36 responden (35,3%). Analisis Faktor Risiko terhadap kejadian vaginosis bakterial

Tabel 1. Risiko pengetahuan terhadap kejadian vaginosis bakterial pada Wanita Usia Subur di Kota Makassar

Pengetahuan Kejadian vaginosis bakterial

Kasus % Kontrol % Rendah 24 47.1 10 19.6 Tinggi 27 52,9 41 80,4 Jumlah 51 100,0 51 100,0 p = 0.003 OR (95% CI) : 3,6 (1,51-8,82) Sumber : Data primer, 2013

Tabel 1 memperlihatkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderita vaginosis bakterial), 24 responden (47,1%) memiliki kadar pengetahuan yang rendah tentang vaginosis bakterial dan 27 responden (52,9%) memiliki kadar pengetahuan yang tinggi. Sedangkan pada kelompok kontrol

(4)

(WUS yang sehat), 10 responden (19,6%) memiliki kadar pengetahuan yang rendah sedangkan 41 respoden (80,4%) memiliki kadar pengetahuan yang tinggi. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,003 (p <  = 0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 3,6 yang menunjukkan bahwa mereka yang berpengetahuan rendah memiliki peluang 3,6 kali menderita vaginosis dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi. Nilai CI Interval diperoleh 1,51 – 8,82 menunjukkan bahwa pengetahuan berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial.

Tabel 2. Risiko penggunaan antiseptik terhadap kejadian vaginosis bakterial pada Wanita Usia Subur di Kota Makassar

Penggunaan antiseptik

Kejadian vaginosis bakterial

Kasus % Kontrol % Rutin 33 64,7 25 49,0 Tidak rutin 18 35,3 26 51,0 Jumlah 51 100,0 51 100,0 p = 0.110 OR (95% CI) : 1,9 (0,86-4,22) Sumber : Data primer, 2013

Dari Tabel 2 terlihat bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderita vaginosis bakterial), 33 responden (64,7%) rutin menggunakan antiseptik dalam membersihkan genitalia baik setelah BAK, BAK, dan berhubungan seksual dengan menggunakan sabun dengan lama pembersihan lebih dari 30 detik dan 18 responden (35,3%) tidak rutin menggunakan antiseptik. Sedangkan pada kelompok kontrol (WUS yang sehat), 25 responden (49,0%) rutin menggunakan antiseptik sedangkan 26 respoden (51,0%) tidak rutin menggunakan antiseptik. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,110 (p >  = 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan antiseptik dengan kejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 1,9 yang menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan antiseptik secara rutin memiliki peluang 1,9 kali menderita vaginosis dibandingkan dengan yang tidak rutin menggunakan antiseptik. Nilai CI Interval diperoleh 0,86 - 4,22 menunjukkan bahwa penggunaan antiseptik bersifat netral dan tidak berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial.

Tabel 3. Risiko penggunaan IUD terhadap kejadian vaginosis bakterial pada Wanita Usia Subur di Kota Makassar

Penggunaan IUD Kejadian vaginosis bakterial

Kasus % Kontrol % Menggunakan 28 54,9 1 2,0 Tidak menggunakan 23 45,1 50 98,0 Jumlah 51 100,0 51 100,0 p = 0.000 OR (95% CI) : 60,9 (7,80-475,14) Sumber : Data primer, 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderita vaginosis bakterial), 28 responden (54,9%) menggunakan alat kontrasepsi IUD paling tidak dalam satu tahun terakhir dan 23 responden (45,1%) tidak rutin menggunakan antiseptik. Sedangkan pada kelompok kontrol (WUS yang sehat), 1 responden (2,0%) menggunakan alat kontrasepsi IUD sedangkan 50 respoden (98,0%) tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 (p <  = 0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara penggunaan IUD dengan kejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 60,9 yang menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan IUD memiliki peluang 60,9 kali menderita vaginosis dibandingkan dengan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD. Nilai CI Interval diperoleh 7,80 - 475,14 menunjukkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi IUD merupakan faktor risiko kejadian vaginosis bakterial.

Tabel 4. Risiko kebiasaan mencuci tangan terhadap kejadian vaginosis bakterial pada Wanita Usia Subur di Kota Makassar

Kebiasaan mencuci tangan

Kejadian vaginosis bakterial

Kasus % Kontrol % Tidak rutin 29 56,9 31 60,8 Rutin 22 43,1 20 39,2 Jumlah 51 100,0 51 100,0 p = 0.687 OR (95% CI) : 0,9 (0.39-1,87) Sumber : Data primer, 2013

Tabel 4 memperlihatkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderita vaginosis bakterial), 29 responden (56,9%) tidak rutin mencuci tangan sebelum dan setelah menyentuh area genitalia dan 22 responden (43,1%) rutin mencuci tangan dengan menggunakan sabun dengan lama lebih dari 30 detik. Sedangkan pada kelompok kontrol (WUS yang sehat), 31 responden (60,8%) tidak rutin

(5)

mencuci tangan sedangkan 20 respoden (39,2%) rutin mencuci tangan. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,687 (p >  = 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 0,9 yang menunjukkan bahwa mereka yang tidak rutin mencuci tangan memiliki peluang 0,9 kali menderita vaginosis dibandingkan dengan yang mencuci tangan secara rutin. Nilai CI Interval diperoleh 0,39 – 1,87 menunjukkan bahwa kebiasaan mencuci tangan bersifat netral dan tidak menjadi faktor risiko kejadian vaginosis bakterial.

Tabel 5. Risiko kebiasaan mengganti celana dalam terhadap kejadian vaginosis bakterial pada Wanita Usia Subur di Kota Makassar

Sumber : Data primer, 2013

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 51 responden pada kelompok kasus (menderita vaginosis bakterial), 44 responden (86,3%) tidak rutin mengganti celana dalam minimal 3 kali sehari atau lebih dan 7 responden (13,7%) rutin mengganti celana dalam. Sedangkan pada kelompok kontrol (WUS yang sehat), 22 responden (43,1%) tidak rutin mengganti celana dalam sedangkan 29 responden (56,9%) rutin mengganti celana dalam. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 (p <  = 0,05) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengganti celana dalam dengan kejadian vaginosis bakterial. Hasil Odds ratio diperoleh nilai 8,3 yang menunjukkan bahwa mereka yang tidak rutin mengganti celana dalam memiliki peluang 8,3 kali menderita vaginosis dibandingkan dengan yang mengganti celana dalam secara rutin. Nilai CI Interval diperoleh 3,14 – 21,88 menunjukkan bahwa kebiasaan mengganti celana berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial.

Analisis Regressi logistik berganda

Dari empat variabel yang memenuhi syarat untuk uji multivariat, variabel dengan nilai Odds ratio yang terbesar (139,4) adalah

Penggunaan IUD dengan p = 0,000 dan merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap kejadian vaginosis bakterial. Variabel kedua yang berpengaruh adalah penggunaan antiseptik dengan nilai Odds ratio terbesar kedua (14.4) dan nilai p = 0,001. Variabel ketiga yang berpengaruh adalah kebiasaan mengganti celana dalam dengan nilai Odds ratio 6,0 dengan nilai p = 0,005. Sedangkan satu variabel lainnya memiliki pengaruh yang paling lemah yakni pengetahuan dengan nilai Odds ratio 1,7 dengan nilai p = 0,418.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan secara statistik memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian vaginosis bakterial (p = 0,003) yang nilainya lebih rendah dari nilai  = 0,05. Dari hasil Odds ratio diperoleh nilai 3,6 yang menunjukkan peluang terjadinya vaginosis bakterial pada Wanita Usia Subur dengan kadar pengetahuan yang rendah sebesar 3,6 kali dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi. Pengetahuan berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial (CI 1,51 – 8,82).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Mardyana N. B. (2009), Utami N. T (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian BV. Namun sejalan dengan hasil penelitian Irwansyah (2012) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi vaginitis diantaranya adalah pengetahuan tentang infeksi vagina atau vaginitis.

Menurut teori Green et al. (1999), kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku (non-perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor meliputi: perilaku seseorang berhubungan faktor predisposisi, faktor pemungkinan dan faktor penguat. Faktor predisposisi (predisposing factor). Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi, berkenaan dengan motivasi seorang atau kelompok untuk bertindak.

Penggunaan antiseptik secara signifikan tidak memiliki hubungan terhadap kejadian vaginosis bakterial. Hal ini berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi square (p = 0,110>=0,05). Meskipun demikian dari hasil Odds ratio diketahui bahwa penggunaan antiseptik berpeluang mengakibatkan kejadian vaginosis bakterial sebesar 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan tidak menggunakan antiseptik.

Kebiasaan mengganti celana

dalam

Kejadian vaginosis bakterial

Kasus % Kontr ol % Tidak rutin 44 86,3 22 43,1 Rutin 7 13,7 29 56,9 Jumlah 51 100,0 51 100,0 p = 0.000 OR (95% CI) : 8,3 (3,14-21,88)

(6)

Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik). Jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri phatogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Penggunaan antiseptik yang terlalu sering dapat berakibat pada gangguan keseimbangan ekosistem pada vagina.

Hal ini sejalan dengan pendapat Michael Charter et al (2012) yang menyatakan bahwa mencuci vagina merupakan salah satu penyebab dari vaginosis bakterial. Mencuci vagina dengan menggunakan sabun dan deodoran dapat mengganggu keseimbangan bakteri. Hasil penelitian Nicola L (2011) menyimpulkan bahwa beberapa tindakan pembersihan vagina meningkatkan risiko perkembangan flora intermediate vagina dan vaginosis bakterial pada wanita yang sebelumnya memiliki flora vagina yang normal.

Penggunaan antiseptik dalam membersihkan vagina dilakukan oleh responden pada ketiga kondisi yakni setelah BAB, BAK, dan berhubungan seksual. Penggunaan antiseptik dilakukan dengan rutin dalam membersihkan vagina. Jenis antiseptik yang paling sering digunakan oleh responden adalah sabun sirih dan berbagai jenis sabun mandi. Sebenarnya vagina memiliki kemampuan untuk mempertahankan ekosistem/flora-nya cukup dengan membersihkan vagina dengan menggunakan air bersih.

Namun demikian, penelitian lebih lanjut terkait dengan penggunaan antiseptik ini perlu dilakukan untuk melihat berbagai zat yang berhubungan langsung dengan rusaknya flora normal khususnya lactobacillus dan mengetahui intentitas penggunaan antiseptik yang berisiko merusak flora normal pada vagina.

Dari hasil penelitian diperoleh hubungan yang bermakna secara signifikan antara penggunaan IUD dengan kejadian vaginosis bakterial dengan hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,000. Hasil Odds Ratio menunjukkan bahwa mereka yang memasang IUD memiliki peluang 60,9 kali mengalami vaginosis bakterial dibandingkan dengan yang tidak memasang IUD. Nilai CI Interval 7,80-475,14 menunjukkan bahwa penggunaan IUD merupakan faktor risiko yang berperan terhadap kejadian vaginosis bakterial pada wanita usia subur.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Alice et al (2012) yang mengemukakan bahwa terdapat peningkatan 9,3% wanita dari BV negatif menjadi positif

setelah satu bulan pemasangan IUD. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang searah dengan yang dilakukan oleh Samar Ghazal et al (2004) yang menemukan bahwa vaginitis dan infeksi saluran reproduksi merupakan masalah yang umum pada wanita di Palestina dengan hubungan yang paling tinggi berkaitan dengan penggunaan IUD. Vaginosis bakterial merupakan kondisi awal perubahan pH vagina yang menjadi faktor predisposisi terjadinya vaginitis dan infeksi saluran reproduksi lainnya.

Efek samping pemasangan IUD akibat adanya manipulasi secara langsung terhadap saluran maupun organ reproduksi mulai dari vagina, endometrium, dan uterus dan juga terdapatnya benda asing di dalam uterus akan menyebabkan reaksi inflamasi dan mengganggu fisiologi organ reproduksi. Ketidakseimbangan hormon yang terjadi dengan pemasangan alat, serta teknik, cara, dan lama pemasangan sangat beresiko menggangu flora normal vagina. Selain itu tindakan medis pemasangan IUD seringkali didahului dengan tindakan desinfeksi pada vagina yang dapat membunuh sebagian besar laktobasillus yang ada pada area yang terpapar desinfektan.

Dengan demikian, peneliti berpendapat bahwa penggunaan IUD sebagai salah satu program pemerintah untuk membantu PUS untuk mengatur jarak kehamilan perlu disertai dengan pemeriksaan rutin untuk mengidentifikasi kejadian vaginosis sehingga mencegah terjadinya vaginitis atau berbagai infeksi saluran reproduksi yang lain yang dapat mengakibatkan gangguan pada organ reproduksi. Penggunaan IUD merupakan variabel yang paling kuat pengaruhnya terhadap terjadinya vaginosis bakterial pada wanita usia subur.

Tangan merupakan perantara langsung dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi khususnya pada saluran reproduksi. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap kebiasaan mencuci tangan terhadap kejadian vaginosis bakterial menemukan bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan terhadap kejadian vaginosis bakterial (p = 0,687 > = 0,05). Hasil Odds ratio menunjukkan bahwa mereka yang tidak rutin mencuci tangan memiliki peluang 0,9 kali menderita vaginosis bakterial dibandingkan dengan yang rutin mencuci tangan. Nilai CI interval 0,39 – 1,87 menunjukkan bahwa mencuci tangan bersifat netral dan tidak berperan sebagai faktor risiko terjadinya vaginosis bakterial. Praktek kebersihan tangan harus dilakukan setelah dari kamar mandi,

(7)

setelah membersihkan hidung, batuk, atau bersin (CDC, 2008).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cuevas, Aura et al ((2010) yang menemukan bahwa mencuci tangan sebelum dan setelah defekasi dan mencuci tangan dengan teknik yang tepat (dari arah vulva ke anus) tidak berperan sebagai faktor risiko terjadinya vaginosis bakterial pada wanita.

Dari hasil penelitian tentang risiko kebiasaan mengganti celana dalam terhadap kejadian vaginosis bakterial, peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan mengganti celana dalam secara rutin dengan kejadian vaginosis bakterial dengan hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,000 <  = 0,05. Hasil Odds ratio menunjukkan nilai 8,3 dan CI interval 3,14 – 21,88 yang menyatakan bahwa kebiasaan mengganti celana dalam berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial pada wanita usia subur.

Penelitian ini spesifik pada frekuensi mengganti celana dalam minimal 3 kali sehari atau lebih dihubungkan dengan kejadian vaginosis bakterial. Penelitian sebelumnya menemukan keterkaitan antara celana dalam yang ketat, jenis kain (nilon dengan katun Prevalence Ratio (PR) 1.05, 95% CI:0.97–1.13) (Mark A K, 2010), penggunaan celana dalam pada malam hari (P. Korenek, 2003) serta penggunaan antiseptik kuat dalam mencuci celana dalam memiliki keterkaitan dengan kejadian vaginosis bakterial.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan pada akhirnya ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan (p = 0,003, OR (95% CI) = 3,6 (1,51 – 8,82)); penggunaan IUD (p = 0,000, OR (95% CI) = 60,9 (7,80 – 475,14)), dan kebiasaan mengganti celana dalam (p = 0,000, OR (95% CI) = 8,3 (3,14 – 21,88)) berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial. Sedangkan penggunaan antiseptik (p = 0,110, OR 95% CI) = 60,9 (7,80 – 475,14)) dan kebiasaan mencuci tangan (p = 0,687 OR (95% CI) = 0,9 (0,39 – 1,87) tidak berperan sebagai faktor risiko kejadian vaginosis bakterial. Hasil analisis multivariat dengan model regresi logistik bergana menunjukkan bahwa penggunaan IUD merupakan variabel dengan kontribusi yang terbesar terhadap kejadian vaginosis bakterial (p = 0,000, OR (95% CI) 139,4 (11,79 – 1646,84)).

SARAN

Pengetahuan tentang vaginosis bakterial harus disebarluaskan kepada kalangan wanita. Wanita Usia Subur yang menggunakan IUD disarankan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin sehingga dapat mencegah terjadinya vaginosis bakterial. Wanita usia subur disarankan mengganti celana dalam minimal 3 kali sehari, menggunakan celana dalam dari kain katun yang tidak ketat, melepas celana dalam sebelum tidur, serta tidak mencuci celana dalam dengan antiseptik kuat

DAFTAR PUSTAKA

Alice, et al. (2012). Screening for Bacterial Vaginosis at the Time of Intrauterine Contraceptive Device Insertion: Is There a Role? http://www.jogc.com/abstracts/ full/201202_ Gynaecology_1.pdf. Diakses tanggal 2 Pebruari 2013.

CDC. (2008). Hand Hygiene Saves Lifes. http://www.cdc.gov/ handhygiene/ PDF/CDC_HandHygiene_ Brochure.pdf. diakses tanggal 18 Januari 2013.

Cuevas A et al. (2010). Revista Colombiana de Obstetricia y Ginecologia. http://www.scielo.unal.edu.co/ scielo.php?script=sci_ abstract &pid=S0034-74342010000300003&lng=pt&nrm=. Diakses tanggal 3 Juni 2013.

Department of Health New York State. (2006). Bacterial Vaginosis. www.health. ny.gov /diseases/ communicable/std/bacterial_vaginosis.htm. Diakses tanggal 6 Pebruari 2013.

Ocviyanti D. (2008). Keputihan pada Wanita Hamil. Last update, September 2008, http://www.medicastro.com diakses tanggal 20 Desember 2012.

Graber M.A et al. (2006). Buku Saku Dokter Keluarga. EGC. Jakarta.

Green L. W. (1999). The Preceede Proceed Model of Health Problem Planning & Evaluation. http://www.lgreen.net/precede.htm. Diakses tanggal 5 Juni 2013.

(8)

Irwansyah. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Vaginitis di Poli Kandungan BLUD Rumah Sakit Umum Provinsi Sultra Tahun 2012. http://irwansyah-hukum.blogspot.com/2012/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html. diakses tanggal 20 Desember 2012.

Manuaba, I. B. G. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta.

Mardyana N. B. (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Higiene Perorangan dan Penggunaan Kondom dengan Kejadian Bacterial Vaginosis pada Pekerja Seks Komersial di Resosialisasi Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon Kota Semarang Tahun 2009. http://lib.unnes.ac.id/2513/. Diakses tanggal 20 Desember 2012.

Mark A. K. (2010). Personal Hygienic Behaviors and Bacterial Vaginosis.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2811217/. Diakses tanggal 5 Juni 2013.

Martono N. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif; Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Rajawati Pers. 2012. Michael Charter et al. (2012). Bacterial Vaginosis. http://www.aidsmap.com/ Bacterial- dan Greta Hugson

vaginosis/ page/ 1044636. Diakses tanggal 5 Juni 2013.

Nicola L. 2011. Intravaginal Practices, Bacterial Vaginosis, and HIV Infection in Women: Individual Participant Data Meta-analysis. Diakses tanggal 4 Juni 2013.

P. Korenek. (2003). Differentiation Of The Vaginoses-Bacterial Vaginosis, Lactobacillosis, And Cytolytic. http://archive.ispub.com/journal/the-internet- journal-of- advanced-nursing- practice/volume-6-number-1/ differentiation -of-the-vaginoses-bacterial-vaginosis-lactobacillosis-and- cytolytic- vaginosis.html#sthash. ANL0IVuM. dpuf. Diakses tanggal 3 Juni 2013.

Samar Ghazal et al. (2004). Effect of IUD (Intrauterine Device) on Reproductive Tract Infection (RTI) in The Northern West Bank. http://www.mejfm.com/Newarchives2013/IUD.pdf. Diakses tanggal 3 Juni 2013. Utami N. T. (2012). Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mengenai Bilas Vagina dengan Kejadian

Bakterial Vaginosis pada Wanita Pekerja Seks. http://alumni.unair.ac.id/ kumpulanfile/

4041836194_abs.pdf. Diakses tanggal 21 Desember 2012.

Gambar

Tabel  2.  Risiko  penggunaan  antiseptik  terhadap  kejadian  vaginosis  bakterial  pada  Wanita Usia Subur di Kota Makassar

Referensi

Dokumen terkait

Penulis akan merancang sebuah sistem pemanas air yang dapat mengontrol suhu secara otomatis dan dihubungkan dengan mikrokontroler dengan kontrol logika fuzzy

1. Evaluasi yang dilakukan terhadap ke tiga gedung di bandara Fatmawati menunjukkan bahwa, gedung terminal utama dan ATC saja yang layak untuk mendapat

Tata letak buku ini sama dengam buku buku yang lain, hanya saja karena buku ini sudah terurut jadi pemisah antara defini si dan rumus serta penurunan rumus tidak diletakkan

tak dipe dipengar ngaruhi uhi %leh diet %leh diet dan dan masu masukan kan 'air 'airan. Se'ara ilmiah, purin terdapat dalam tubuh kita pada inti sel&#34;sel tubuh..

Pemilihan metode pengumpulan data harus sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan karena masing-masing penelitian mempunyai karakteristik masing-masing untuk mengungkap

Hasil penelitian hipotesis juga membuktikan bahwa membuktikan bahwa Perilaku Pimpinan, Kepuasan Kerja, Lingkungan Kerja dan Kemampuan Kerja berpengaruh secara signifikan

muslupaa marraskuussa 2014 ja sain tutkimusluvan joulukuussa 2014. Aloitin aineiston- keruun Duurissa joulukuussa 2014 ja tiedonkeruun lopetin helmikuussa 2015. Olin sopi- nut

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan media pembelajaran berbasis animasi komputer pada pokok bahasan listik dinamis di MAS Darul Ihsan untuk menghasilkan