• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL KELINCI REX DAN SATIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL KELINCI REX DAN SATIN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL

KELINCI REX DAN SATIN

(Carcass Traits and Commercial Cut of Rex and Satin Rabbit)

BRAM BRAHMANTIYO danY.C.RAHARJO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Rabbit of Rex and Satin strains were imported from the US. The evaluation on meat production of these rabbits is necessary to be undertaken as they are recognized as fur producing animals. Seventeen heads of Rex and 15 heads of Satin were slaughtered following a commercial cut at 24 weeks old. The. Rex revealed to have higher on slaughter weight, carcass weight and forelegs weight than Satin. The abdominal and subcutaneous fat content of female was higher than male rabbits due to hormonal regulations.

Key Words: Rabbit, Rex, Satin, Carcass, Commercial Cut

ABSTRAK

Kelinci Rex dan Satin merupakan kelinci impor yang telah lama dikembangkan di Indonesia. Karakteristik karkas dan potongan komersialnya dibutuhkan untuk mengetahui potensi produksi dagingnya yang selama ini dikenal sebagai penghasil fur. Sejumlah 17 ekor kelinci Rex dan 15 ekor kelinci Satin dipotong pada umur 24 minggu dan dipisahkan berdasarkan potongan komersial. Kelinci Rex memiliki produksi karkas lebih tinggi dibandingkan Satin pada bobot potong, bobot karkas dan potongan komersial paha depan. Perlemakan kelinci betina lebih tinggi dibandingkan jantan karena pengaruh hormonalnya. Kata Kunci: Kelinci, Rex, Satin, Karkas, Potongan Komersial

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropis, dikenal memiliki sumberdaya genetik yang besar, sehingga terkenal sebagai “mega diversity”. Sumberdaya genetik tersebut, dikenal sebagai plasma nutfah dan selama ini pemanfaatannya oleh Indonesia sendiri belumlah maksimal. Kekayaan dan keragaman sumberdaya hayati khususnya hewan merupakan modal yang besar bagi pembangunan subsektor peternakan. Keragaman genetik ternak dalam suatu wilayah yang telah beradaptasi dengan lingkungan dalam wilayah tersebut sangat potensial untuk dikembangkan, sehingga perlu dilestarikan dan dilindungi untuk kemudian dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan ketersediaan pangan, menciptakan lapangan kerja dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat.

Kelinci asli yang ada di Indonesia adalah

Nesolagus netscheri (kelinci Kerinci) yang

berasal dari Sumatera (MISHICOT, 2005). Sedangkan ternak kelinci yang telah cukup lama dikenal oleh peternak dan telah beradaptasi dengan lingkungan tropis Indonesia adalah kelinci-kelinci impor dari berbagai negara di Eropa dan Amerika. Adaptasi di daerah tropis menyebabkan perubahan kinerja pada ternak-ternak tersebut yang sangat berbeda dengan kinerja galur murni di negara asalnya (RAHARJO et al., 2004).

Kelinci Rex dan Satin yang dikembangkan di Balitnak merupakan ternak yang di impor dari Amerika. Setelah sekian lama dikembangbiakan di daerah tropis, maka produktivitasnya merupakan ekspresi potensi genetik, lingkungan dan interaksi genetik dengan lingkungan. Evaluasi produktivitas karkas pada kelinci Rex dan Satin yang dikenal sebagai penghasil fur merupakan penelitian eksplorasi untuk melihat potensinya sebagai penghasil daging.

(2)

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor, Jawa Barat. Performa produksi karkas kelinci Rex dan Satin merupakan evaluasi terhadap karakteristik karkas dan potongan komersialnya, sejumlah 17 ekor kelinci Rex (8 ekor betina dan 9 ekor jantan), dan 15 ekor kelinci Satin, dipotong dengan potongan menurut petunjuk BLASCO et al. (1992) pada umur 24 minggu, yang ditimbang menggunakan peralatan timbangan merk Quattro buatan Jerman skala 15 kg dengan skala terkecil 0,10 g, serta alat tulis.

Peubah yang diamati adalah a) bobot potong, yaitu bobot badan kelinci pada saat akan dipotong (g), b) bobot karkas, yaitu bobot setelah kelinci dipotong dikurangi darah, kepala, kulit, hati, ekor, saluran pencernaan berserta isinya, dan isi rongga dada, kecuali ginjal (g) menurut RAO et al. (1978), c) bobot komponen karkas, meliputi bobot daging, lemak, dan tulang (g), d) bobot potongan komersial, foreleg, rack, loin dan hindleg (BLASCO et al. 1992), e) Rasio daging:tulang, adalah perbandingan bobot daging dengan

tulang (g), f) bobot kulit segar, adalah segera setelah kelinci dikuliti dan kulitnya ditimbang (g), dan g) proporsi karkas, proporsi potongan

foreleg, rack, loin dan hindleg (%).

Analisis data menggunakan analisis keragaman dengan prosedur General Linear

Model (GLM). Untuk menguji perbedaan

setiap perlakuan, selanjutnya dilakukan Uji Berganda Duncan (Duncan Multiple Range

Test) menurut STEEL dan TORRIE (1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Tabel 1 ditampilkan karakteristik bobot karkas dan potongan komersial kelinci yang diamati. Kelinci Rex betina memiliki bobot potong dan karkas tertinggi (3017,19 g dan 1544,44 g) dan terendah pada kelinci Satin jantan dengan bobot potong 2647,78 g dan bobot karkas 1366,22 g. Terlihat semakin tinggi bobot potong semakin tinggi pula bobot karkasnya begitu pula sebaliknya. Produksi karkas yang dicerminkan dengan perdagingan, perlemakan, dan pertulangan kelinci terlihat sangat dipengaruhi oleh bobot potongnya.

Tabel 1. Karakteristik karkas kelinci Rex dan Satin

Rex Satin Peubah

Jantan Betina Jantan Betina

Bobot potong (g) 2711,44b 3017,19a 2647,78b 2804,00ab Bobot karkas (g) 1408,61b 1544,44a 1366,22b 1433,50ab Jantung (g) 9,72a 11,25a 5,94b 5,83b Hati (g) 63,51a 68,94a 62,78a 67,75a Ginjal (g) 13,17a 14,75a 15,11a 14,50a Paru (g) 11,72b 10,94b 15,44a 13,08a Paha depan (g) 422,89a 466,38a 389,56b 412,67ab Rusuk (g) 166,89a 181,12a 167,22a 168,17a Loin (g) 327,22a 352,38a 338,33a 352,50a Paha belakang (g) 487,72a 530,69a 497,00a 508,00a Bobot kulit (g) 359,06a 352,88a 325,72a 338,25a Bobot daging (g) 1102,17a 1188,69a 1071,11b 1115,67a Bobot tulang (g) 334,17ab 353,13a 320,33b 335,67ab Ratio Daging:Tulang 3,37a 3,29a 3,17a 2.81b Lemak subkutan (g) 39,72b 74,06a 48,50b 57.33ab b a c b

(3)

Kelinci Rex, baik jantan dan betina memiliki bobot potongan komersial paha depan lebih tinggi (422,89 g pada jantan dan 466,38 g) dibandingkan Satin (389,56 dan 412,67 g). Adapun bobot jantung kelinci Rex (9,72 dan 11,25 g) lebih tinggi dibandingkan kelinci Satin (5,94 dan 5,83 g) dan bobot paru lebih rendah (11,72 dan 10,94 g) pada kelinci Rex dibandingkan dengan kelinci Satin (15,44 dan 13,08 g). Sedang potensi perdagingan yang dicerminkan dengan produksi daging, kelinci Rex lebih tinggi menghasilkan daging (1102,17 dan 1188,69 g) dibandingkan kelinci Satin (1071,11 dan 1115,67 g). Perdagingan kelinci Rex lebih tinggi dibandingkan kelinci Satin merupakan ekspresi galur kelinci (genetik), karena kedua galur dipotong pada umur potong yang sama, yaitu 24 minggu)

Rasio daging:tulang pada kelinci Satin betina terlihat terendah (2,81) dibandingkan kelinci lainnya. Rasio daging:tulang kelinci Rex jantan, Rex betina, Satin jantan dan Satin betina berturut-turut sebesar 3,37, 3,29, 3,17 dan 2,81. Rasio daging:tulang kedua galur

kelinci ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian OZIMBA dan LUKEFAHR (1991) yang memperoleh kisaran rasio daging:tulang kelinci NZW, California dan persilangan NZA x California sebesar 4,18 – 4,85. Perbedaan ini merupakan ekspresi genetik masing-masing galur kelinci dan interaksi genetik dengan lingkungannya. Kelinci Rex dan Satin dikenal sebagai penghasil fur yang tidak diseleksi untuk menghasilkan daging dengan perdagingan yang tinggi, sedang kelinci NZW dan Cal dikenal sebagai kelinci pedaging.

Proporsi karkas dan bagian-bagian karkas, potongan komersial dan perlemakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 2. Proporsi ini menjadi penting karena pada bagian-bagian potongan komersial ini memberikan gambaran potensi ekonomis daging kelinci. Potongan komersial seperti loin dan hindleg merupakan potongan yang bernilai ekonomis tertinggi dibandingkan potongan foreleg dan rack. Sehingga evaluasi karkas berdasarkan proporsi potongan komersialnya dapat memberikan gambaran hasil akhir secara ekonomis.

Tabel 2. Karakteristik proporsi karkas kelinci Rex dan Satin

Rex Satin Peubah

Jantan Betina Jantan Betina

Bobot potong (g) 2711,44b 3017,19a 2647,78b 2804,00ab Persentase karkas (%) 51,95a 51,19a 51,66a 51,13a P. jantung (%) 0,36a 0,37a 0,23b 0,21b P. hati (%) 2,34a 2,30a 2,37a 2,42a P. ginjal (%) 0,49b 0,49b 0,57b 0,52b P. paru (%) 0,43b 0,37b 0,58a 0,47a P. paha depan (%) 15,63a 15,52a 14,71b 14,70b P. rusuk (%) 6,16a 6,05a 6,30a 5,99a P. loin (%) 12,02a 11,74ab 12,80a 12,59a P.paha belakang (%) 17,99a 17,76a 18,79a 18,11a P. kulit (%) 13,28a 11,70b 12,27a 12,10a P. daging (%) 40,65a 39,54a 40,47a 39,77a P. tulang (%) 12,35a 11,75b 12,12a 11,96b P. lemak subkutan (%) 1,46b 2,42a 1,80b 2,01a P.lemak abdomen (%) 3,13b 3,40b 2,75b 3,16b

(4)

Pada bobot potong yang berbeda, persentase karkas kelinci diantara galur kelinci tidak berbeda, kisaran persentase karkas kelinci Rex dan Satin adalah 49,26% sampai dengan 51,95%. Persentase karkas ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian OZIMBA dan LUKEFAHR (1991) yang memperoleh rataan persentase karkas sebesar 55% pada kelinci NZW, California dan Persilangan NZWxCalifornia. DIWYANTO et al. (1985) melaporkan produksi karkas kelinci New Zealand White (NZW), lokal, persilangan NZW-lokal dan Chinchilla-lokal berturut-turut sebesar 45,8, 42,6, 48,9 dan 46,7%. Perbedaan persentase karkas ini diduga karena umur potong yang lebih tua (6 bulan vs. 4 bulan) dan galur kelinci yang diamati berbeda. Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap persentase karkas, pada jantan dan betina kelinci Rex (51,95 dan 51,19%) dan Satin (51,66 dan 51,13%). Hal ini sesuai dengan pendapat LAKABI et al. (2004) yang menyatakan jenis kelamin kelinci Kabylian yang dipotong pada bobot potong dan umur yang sama adalah tidak berbeda.

FENNELL et al. (1990) menyatakan bahwa persentase karkas sangat bergantung dari bagian karkas yang diukur. Persentase karkas kelinci NZW diperoleh sebesar 50,3 ± 0,7% jika yang diukur hanya komponen karkas panas, meningkat menjadi 54,2 ± 0,7% apabila komponen karkas panas ditambah organ dalam yang dapat dikonsumsi, dan meningkat terus apabila ditambahkan lemak abdominal menjadi 55,4 ± 0,8%. Persentase karkas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah persentase karkas panas tanpa dilayukan dan tanpa organ yang dapat dikonsumsi dan lemak abdomen, sehingga produksi daging kelinci Rex dan Satin yang diteliti masih cukup tinggi produksi karkasnya

Perlemakan subkutan dan abdomen kelinci akan tinggi dengan bobot potong yang tinggi. Persentase lemak subkutan tertinggi pada kelinci betina Reza (2,86%) dan terendah pada kelinci Satin jantan (1,80%) sedang persentase lemak abdomen tertinggi terdapat pada kelinci Rex betina (3,40%) dan kelinci Reza jantan (1,40%). Menurut FRAGA et al. (1983), kandungan energi dan protein karkas dapat berubah karena tingkat pertumbuhan atau

Kelinci yang lambat tumbuhnya mengandung protein tinggi dan rendah kadar lemaknya dibandingkan dengan kelinci yang cepat tumbuhnya.

Kelinci Rex dan Satin adalah kelinci penghasil fur dengan ukuran tubuh sedang dan pertumbuhan yang lambat sehingga perlemakannya tidak banyak. Selain galur, tampak adanya pengaruh jenis kelamin pada lemak subkutan dan kecenderungan lebih tinggi lemak abdomen betina dibandingkan jantan sesuai dengan pendapat NOVAL et al. (1996), yang menyatakan jenis kelamin berpengaruh pada persentase lemak abdomen dengan betina lebih tinggi dibandingkan jantan. Persentase lemak kelinci jantan lebih rendah dibandingkan kelinci betina, diduga hal ini dikarenakan faktor hormonal dimana betina telah mulai mendeposit lemak sebagai persiapan kebuntingan. Galur kelinci dan jenis kelamin berpengaruh terhadap deposit lemak

KESIMPULAN

Kelinci Rex memiliki bobot potong, bobot karkas dan potongan komersial paha depan yang lebih tinggi dibandingkan Satin. Produktivitas karkas kelinci Rex dan Satin cukup baik sehingga dapat dijadikan kelinci dwiguna, selain dikenal sebagai penghasil fur juga penghasil daging.

DAFTAR PUSTAKA

BLASCO,A.,J.OUHAYOUN and G.MASOERO. 1992. Study of rabbit meat and carcass: Criteris and terminology. J. Appl. Rabbit Res. 15: 775 – 786.

DIWYANTO,K.,R.SUNARLIM dan P.SITORUS. 1985. Pengaruh persilangan terhadap nilai karkas dan preferensi daging kelinci panggang. Ilmu dan Peternakan 1(10): 427 – 430.

FENNEL, F.L., N.N. EKHATOR and R.J. COPPINGS. 1990. A note on the calculation of carcass yield. J. Appl. Rabbit Res. 13(2): 91 – 92. FRAGA, M.J., J.C. DE BLAS, E. PE´REZ, J.M.

RODRI´GUEZ, C.J.PE´REZ and J.F.GA´ LVEZ. 1983. Effect of diet on chemical composition of rabbits slaughtered at fixed body weights. J. Anim. Sci. 56: 1097.

(5)

LAKABI, D., N. ZERROUKI, F. LEBAS and M. BERCHICHE. 2004. Growth performance and slaughter traits of local Kabylian population of rabbits reared in Algeria: Effects of sex and rearing season. http://dcam.upv.es/8wrc/docs/ Meat%Quality%20and%Processing/Short%20 Papers/1396-1402_lakdjap_mod.pdf. (20 Pebruari 2007)

MASSICOT,P. 2005. Animal Info – Sumatran Rabbit. http://www.animalinfo.org/species/nesonets. htm (1 April 2007).

NOVAL, R.Y., S. TOTH and G.Y. VIRAG. 1996. Evaluation of seven genetic groups of rabbit for carcass traits. Proc. of 6th World Rabbit Congress, Toulouse, France. 2 :341 – 345. OZIMBA,C.E. and S.D.LUKEFAHR. 1991. Evaluation

of purebreed and crossbreed rabbits for carcass merit. J. Anim. Sci. 69: 2371 – 2378.

RAHARJO,Y.C.,B.BRAHMANTIYO,T.MURTISARI,B. WIBOWO, E. JUARINI dan YUNIATI. 2004. Plasma nutfah kelinci sebagai sumber pangan hewani dan produk lain bermutu tinggi. Laporan Akhir Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

RAO, D.R., C.P. CHEN, G.R. SUNKI and W.M. JOHNSON. 1978. Effect of weaning and slaughter ages on rabbit meat production. II. Carcass quality and composition. J. Anim. Sci. 46: 578.

STEEL,R.D.G. dan J.H.TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Geometrik. Diterjemahkan oleh: SUMANTRI,B. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Tehnik analisis data yang dipergunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Persepsi kemanfaatan berpengaruh positif

Peneliti juga menyarankan agar hasil representasi tentang pencitraan perempuan dapat digunakan sebagai acuan produsen iklan, bahwasannya terdapat tanda-tanda dalam iklan

sebelumnya tidak memiliki pekerjaan pokok maupun sampingan, sesudah adanya Desa Wisata mendapatkan pekerjaan pokok maupun sampingan yang berkaitan dengan Desa

Untuk memperkuat kesimpulan yang menyatakan bahwa kelentukan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap hasil neck kip dibandingkan dengan variabel-variabel

Sistem yang dirancang pada alat berfungsi dengan baik, dapat dilihat pada data pengujian tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.15, semua bagian alat baik perangkat keras maupun

Kajian ini memfokuskan kepada kata pinjaman Inggeris dalam bahasa Melayu.Perbincangan melibatkan aspek penerimaan dan sikap bahasa pelajar terhadap penyerapan kata pinjaman Inggeris

The title of this paper is ”Bentuk, Fungsi dan Makna Masjid Lautze di Jakarta Pusat.” The purpose of the research is to describe the form, the function, and the meaning of

(1) Sub Bidang Formasi dan Pengadaan Pegawai mempunyai tugas mengonsep rencana, pembagian tugas, memberi petunjuk kepada bawahan dalam pelaksanaan kegiatan Sub Bidang Formasi