• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “Permen Sukoka” di Televisi ( Studi Semiotik Tentang Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “Permen Sukoka” di Televisi ( Studi Semiotik Tentang Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi )."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

i   

Sukoka “ di Televisi)

Disusun Oleh :

ATIKA ZAHRA NIRMALA NPM. 0643010076

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui, Pembimbing Utama

Dra. Dyva Claretta, M.Si NPT. 3 6601 94 0025 1

Mengetahui, DEKAN

(2)

ATIKA ZAHRA NIRMALA NPM 0643010076

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada 15 April 2010

Menyetujui,

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 030 223 611

3. Anggota

Drs. Catur Suratnoaji, M.Si NPT. 3 6804 94 00281

Mengetahui, D E K A N

Dra. EC. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 030 175 349

(3)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan ridhonya, maka penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul: REPRESENTASI PENCITRAAN PEREMPUAN DALAM IKLAN “ PERMEN SUKOKA” DI TELEVISI (Studi Semiotik Representasi Pencitraan Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi). Penulisan Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, baik dalam penyajian material maupun dalam pengungkapan bahasanya.

Disadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari segala bimbingan, bantuan, dan dorongan dari Dra. Dyva Claretta, M.Si sebagai dosen pembimbing Utama yang telah banyak memberikan pengarahan dan dorongan yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati ingin menyatakan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Hj, Ec. Suparwati, Dra M.Si. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S. Sos, MSi. Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

(4)

iv

5. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung telah banyak membantu dalam penyusunan Skripsi ini. Akhir kata, semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, Mei 2010

Penulis

(5)

ii 1.2.Perumusan Masalah ……….………… 1.3.Tujuan Penelitian ……….……… 1.4.Manfaat Penelitian ……….……….. BAB II KAJIAN PUSTAKA……….……….

2.1. Landasan Teori ……….……….. 2.1.1. Televisi Sebagai Media Periklanan ……….…….. 2.1.2. Periklanan……… …….……. 2.1.3. Representasi…. ………..……… 2.1.4. Eksistensi Perempuan Dalam Iklan ……… 2.1.4.1. Seksisme Perempuan ……….……...

(6)

2.1.8. Konsep Makna……….... ………..………. 2.1.9. Respon Psikologi Warna……….…………. 2.1.10. Iklan Permen Sukoka………..………….. 2.2. Kerangka Berpikir ……….………. BAB III METODE PENELITIAN ………..……… 3.1. Metode Penelitian… ……….……….. 3.2. Kerangka Konseptual………..……….

3.2.1. Corpus………..………... 3.2.2. Definisi Operasional Konsep…….………. 3.2.2.1 Representasi Pencitraan Perempuan………...………. 3.2.3. Unit Analisis………...………. 3.3. Teknik Pengumpulan Data ………..………… 3.4. Teknik Analisis Data ………..…………. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….……….

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data…..….. 4.2. Analisis Data………..…….. 4.2.1. Iklan Permen Sukoka………..……… 4.2.2. Paradigma Pada Level Realitas………..………. 4.2.2.1 Setting………..………....

(7)

vii

4.2.3.2. Makna Interpretasi Secara Umum

Iklan Permen Sukoka Di Televisi……….. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...

5.1. Kesimpulan………..………… 5.2. Saran………..……….. DAFTAR PUSTAKA ………..…………..…... LAMPIRAN……….……….

(8)

x   

Perempuan Dalam Iklan “ Permen Sukoka” di Televisi ).

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi pencitraan perempuan dalam iklan Permen Sukoka yang ditayangkan di televisi. Representasi pencitraan perempuan dapat dilihat dari sejauhmana eksistensi keterlibatan sosok perempuan sebagai model utama dalam dua faktor utama, yaitu : perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri periklanan dan perempuan secara luas dipercaya mampu menguatkan pesan iklan. Artinya, secara tidak langsung tubuh perempuan dapat dikonstruksi kedalam citra positif dan citra negatif.

Teori yang digunakan dalam penelitian adalah televisi sebagai media periklanan, periklanan, representasi, eksistensi perempuan dalam iklan, seksisme perempuan, pencitraan perempuan, respon psikologi warna dan menggunakan teori John Fiske dan Charles.S.Pierce, dimana kedua teori tersebut saling menunjang satu sama lain.

Penelitian kualitatif ini menggunakan semua tanda yang berupa gambar, tulisan dan warna yang menjadi latar belakang dalam iklan permen sukoka, yang kemudian diinterpretasikan dalam suatu level representasi dan realitas. Kemudian data tersebut akan dianalisis dalam ikon, indeks dan simbol kedalam sistem tanda komunikasi yang berupa gambar-gambar, tulisan dan warna yang terdapat dalam iklan tersebut sebagai unit analisisnya.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tokoh perempuan dalam iklan permen sukoka ini telah sengaja dikonstruksi oleh pihak pengiklan dan medianya kedalam kategori citra peraduan, yakni dimana seluruh kecantikkan dan keindahan bagian sensual dari tubuh perempuan, seperti lekukan tubuh dan belahan payudaranya tersebut memang sengaja disediakan dan diekspos secara berlebihan oleh pihak pengiklan guna membangun persamaan pandangan tentang bagian tubuh sensual dari tokoh perempuan tersebut sama dengan jenis produk yang ditawarkan oleh PT. Unican melalui kegiatan pemuasan seksual yang berupa sentuhan dan rabaan laki-laki.

Harapannya, adalah untuk dapat memberikan dampak segera pada masyarakat tontonan (khususnya, kaum laki-laki untuk mencoba menikmati sensasi kenikmatan dan kehangatan yang terdapat dalam kandungan produk permen Sukoka tersebut), setelah jenis iklan produk makanan padat atau hard candy ini disampaikan ditengah masyarakat.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali melihat ratusan tampilan iklan dengan menggunakan sosok perempuan sebagai model utama baik di televisi, radio, suratkabar, majalah ataupun media yang lainnya. Keterlibatan sosok perempuan sebagai model utama ini didasarkan oleh dua faktor utama, yaitu : perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri periklanan dan perempuan secara luas dipercaya mampu menguatkan pesan iklan (Widyatama, 2007:41). Menurut Mulyana, 2008 dalam bukunya yang berjudul komunikasi massa kontroversi, teori dan aplikasi mengatakan bahwa diperkirakan 90% periklanan di Indonesia telah memanfaatkan wanita sebagai model iklannya. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa sebagian besar produk industri periklanan diciptakan bagi manusia jenis kelamin perempuan (Widyatama, 2007:41).

Faktor pertama yaitu perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri periklanan sejalan dengan hasil penemuan Survey Research

Indonesia (SRI), yang menunjukkan bahwa kecenderungan produk

(10)

tersebut tidak dibutuhkan laki-laki, oleh karena itu tidak heran bila pada gilirannya, perempuan selalu menjadi target iklan (Widyatama, 2007 : 42).

Contoh lain adalah iklan produk makanan dan minuman. Iklan produk ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Misalnya saja produk roti, mie instant, permen, buah, air minum dalam kemasan, coklat dan sebagainya adalah beberapa produk yang biasa digunakan untuk mempengaruhi agar orang mau membeli dalam hal ini ditujukan kepada wanita (Widyatama, 2007 : 120). Karena para pengiklan sadar bahwa kaum wanita lebih mudah dirayu untuk membelanjakan uang mereka, baik untuk keperluan mereka sendiri, anak-anak atau juga keperluan rumah tangga (Mulyana, 2008: 87).

(11)

dibandingkan dengan dalam latar bisnis dan hanya 19 % saja penggambaran wanita yang menunjukkan berada di luar rumah, padahal penggambaran pria 44 % berada di luar rumah (Fiske, 2007: 190).

(12)

kepentingan mereka sendiri ataupun kepentingan keluarga mereka. Yang untung tentu saja perusahaan yang barang atau jasanya diiklankan (Mulyana, 2008: 83).

Namun, di sisi lain, seringkali ditemukan iklan-iklan yang memuat unsur pornografi dengan menggunakan simbol perempuan sebagai daya tarik. Tubuh perempuan didefinisikan sebagai tubuh yang mengandung sensualitas yang dapat menimbulkan hasrat seksual laki-laki, sehingga secara keseluruhan setiap bagian tubuh perempuan seperti wajah, dada, paha, kaki dan lain-lain merupakan sasaran utama bagi para pengiklan untuk menarik perhatian pemirsa. Persoalan seksualitas perempuan dalam media seperti halnya iklan-iklan di televisi memicu timbulnya eksploitasi secara besar-besaran dan berlebihan dalam tubuh perempuan sebagai daya tarik. (Ibrahim dan Suranto, 2007:14).

Seperti yang digambarkan pada iklan Permen Sukoka atau hard

candy (permen padat), dimana iklan ingin menampilkan seorang tokoh

(13)

yang berada dihadapannya tertarik untuk meminta susu dengan ekspresi tatapan mata nakal yakni dengan sesekali menatap bentuk buah dada dan postur tubuh yang dilenggok-lenggokkan oleh tokoh perempuan tersebut. Karena kaget tokoh perempuan itupun secara spontan mengangkat salah satu telapak tangannya kearah kemben yang dipakainya sedangkan tangan yang satunya mengambil permen tersebut dari dalam kemben yang diselipkan diantara payudara sembari berucap “hah susu, mau nyusu sukoka” dengan ekspresi wajah ceria tanpa malu. Saat menikmati permen tersebut seakan-akan tokoh laki-laki memperoleh sebuah sensasi kenikmatan dan kehangatan pelukan perempuan saat dibonceng dengan menggunakan sepeda motor. Hal ini digambarkan dengan adegan dimana tokoh pria berangan-angan membonceng wanita dengan menggunakan sepeda motor dan terlihat sangat menikmatinya seakan-akan dekapan hangat yang diberikan tokoh perempuan dalam konteks iklan ini ingin menggambarkan adanya penguatan analogi kenikmatan rasa permen sukoka dengan sesekali menggesekkan payudara pada punggung laki-laki yang ada dalam iklan permen Sukoka. Dengan harapan setelah kita mengkonsumsi permen tersebut, tubuh kita menjadi lebih bergairah dan rasa mengantuk pun hilang seketika. Karena telah mendapatkan tambahan tenaga untuk memudahkan aktivitas padat yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

(14)

menonjolkan perempuan sebagai obyek seksualitas. Padahal menurut Bungin dalam buku Porno media menjelaskan bahwa perempuan tidak hanya sekedar obyek saja, namun juga bisa dilihat sebagai subyek pergulatan perempuan dalam menempatkan dirinya dalam realitas sosial, walaupun tak jarang perempuan lupa bahwa mereka telah dieksploitasi dalam dunia hiper-realitas (Pseudo-Reality), yaitu sebuah dunia yang hanya ada dalam media, dunia realitas yang dikonstruksi oleh media massa dan copywriter melalui kecanggihan telematika (2005 : 104). Dalam iklan tersebut digambarkan dengan mengkonsumsi permen tersebut seperti memiliki kekuatan baru (stamina dan kalsium yang ada didalam tubuh semakin bertambah setelah mengkonsumsi permen tersebut). Padahal Permen Sukoka sendiri bukanlah makanan dan suplemen penambah kalsium dan stamina seperti biskuat, Jacob, fatigon, hemaviton dan lain-lain.

(15)

pencapaian popularitas, untuk mengejar gaya hidup serta untuk memenuhi kepuasan material tanpa menyadari bahwa mereka sebetulnya telah dikonstruksi secara sosial untuk berada di dunia marjinal, dunia obyek, citra dan komoditi (Ibrahim dan Suranto, 2007:14).

Sehubungan dengan eksploitasi terhadap wanita tersebut, Iklan Permen Sukoka yang disajikan terlalu vulgar tersebut kemudian diberi peringatan oleh KPI. Alasannya, iklan tersebut menuai protes dari berbagai sumber melalui situs Pengaduan Komisi Penyiaran Indonesia baik secara online maupun lewat sambungan telepon. Salah satu arsip pengaduan pemirsa yang telah diterima oleh situs pengaduan KPI, yaitu: Aye Rachman, DKI Jakarta “Dear KPI, Iklan permen SUKOKA kenapa bisa lolos tayang yah. Sungguh bukan iklan yang pas untuk ditayangkan. karena isinya lebih kearah pornografi, menonjolkan payudara pemeran iklannya mentang – mentang (seolah – olah) itu permen SUSU. Sampai – sampai rentengan permen di tarik keluar dari belahan Payudaranya, apakah itu sesuai dengan budaya negara kita? Mohon KPI lihat dan kasih penilaian, apakah layak tayang atau tidak “ (www.kpi.go.id/index.php?etats=pengaduan&nid=6758).

(16)

agar pemilik program siaran maupun pengiklan dalam menyampaikan sebuah informasi kepada khalayak tidak menyimpang dari ketentuan UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 tentang Pelanggaran Isi Siaran dan sanksi yang akan diberikan bagi pelanggar isi program siaran.

Namun, upaya tindak tegas KPI dalam memantau program TV di Indonesia, ternyata masih dilanggar oleh para pengiklan, salah satunya iklan Permen Sukoka yang sebelumnya tidak ada perubahan alur cerita dari cerita sebelumnya menjadi perubahan alur yang disertai penambahan alur cerita dari sebelumnya permen tersebut dikeluarkan dari dalam kemben menjadi permen tersebut dikeluarkan dari dalam genggaman tangan model perempuan serta ada penambahan alur cerita yang sebelumnya tidak menampilkan gambar model perempuan yang dibonceng dengan menggunakan sepeda motor oleh model pria menjadi ditampilkannya gambar model perempuan yang dibonceng dengan menggunakan sepeda motor oleh model pria tersebut.

(17)

rata-rata 4 jam sehari, pola menonton menggeser jam belajar serta rentan terhadap tindakan peniruan atau imitation ( Dr. Catur Suratnoaji dalam Diet Media dan peran orang tua sebagai gate keeper). Hal ini dikarenakan pada pukul tersebut sebagian anak-anak atau pelajar masih aktif menonton televisi. Menurut hasil Survey Research Indonesia (SRI) menunjukkan bahwa dalam dua minggu pertama di tahun 2009 (1-17 Januari) ini hampir 20 % pemirsa adalah anak-anak, 22% adalah pemirsa dewasa muda, dan 19% adalah dewasa 30-39 tahun terlihat merajai kepemirsaan TV pada pukul 02.00-07.00, 11.00-13.00, dan 16.00-23.00 masih aktif menonton televisi (www.AGB%20Nielsen%20Newsletter%20Nov-Ind.pdf.co.id).

Hal yang senada juga diungkapkan Lukiati dalam buku Komunikasi Massa menjelaskan bahwa acara atau program siaran untuk anak-anak biasanya disiarkan sore hari sampai menjelang pukul 18.00 WIB, karena pagi dan siang hari anak sekolah, dan diasumsikan dari pukul 18.00 sampai 20.00 anak belajar, setelah itu mereka tidur. Jadi, kalau stasiun televisi pada pukul 20.00 menyiarkan untuk orang dewasa, seperti film penuh dengan adegan kekerasan atau percintaan dan ternyata ada anak-anak yang menonton, yang tidak benar adalah orang tuanya dan bukan penanggung jawab stasiun Televisi. Karena sesungguhnya mereka sudah menempatkan acara pada waktu yang tepat. (2004 : 7.17).

(18)

menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton televisi. Karenanya, tidak heran pada acara tersebut selalu dipenuhi oleh iklan (2004:7.17).

Oleh karena itulah, Penelitian ini akan mencoba menelaah eksistensi perempuan pada produk makanan padat seperti iklan permen sukoka, yang diharapkan dapat menggambarkan pencitraannya dalam dunia periklanan khususnya di Indonesia. Adanya paradoks antara eksploitasi terhadap perempuan dan kebutuhan promosi suatu produk merupakan isu yang penting untuk dibahas, agar dapat menggambarkan pentingnya perempuan dalam dunia periklanan dan tidak hanya sebagai obyek seksualitas untuk promosi produk. Oleh sebab itulah penelitian ini penting untuk memahami tentang pencitraan wanita yang semakin beragam dalam dunia periklanan yang difokuskan pada produk makanan padat di televisi.

1.2 Perumusan Masalah

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui representasi pencitraan perempuan dalam iklan Permen “Sukoka” yang ditayangkan di Televisi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat peneliti ambil dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan semiotika. Sehingga dapat memberikan pengetahuan tentang pencitraan perempuan dalam iklan permen “Sukoka” di Televisi. 2. Kegunaan Praktis

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 . Televisi sebagai Media Periklanan

Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk ngobrol dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman, televisi menjadi cermin perilaku bagi masyarakat dan televisi dapat menjadi candu (Morrisan, 2004:1). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan pada masyarakat Amerika Serikat mencatat bahwa hampir setiap orang dibenua itu yang menghabiskan waktunya antara 6-7 jam per minggu untuk menonton televisi. Waktu yang paling tinggi terserap pada waktu musim dingin. Di Australia anak-anak sekolah terlambat bangun pagi ke sekolah karena banyak menonton TV di malam hari, sementara di Indonesia pemakaian televisi di kalangan anak-anak bisa meningkat pada waktu libur , bahkan bisa melebihi 8 jam per hari (cangara, 2005:123).

(21)

terletak pada audio visualnya dalam menyampaikan pesan sifat audio visualnya yang tidak lain yang penanyangannya mempunyai jangkauan yang relatif tidak terbatas dengan modal audio visual yang dimiliki siaran televisi sangat komunikatif dalam memberikan pesannya. Karena itulah televisi sangat bermanfaat sebagai upaya pembentukkan sikap perilaku dan sekaligus perubahan pola pikir. Pengaruh televisi lebih kuat dibandingkan dengan media massa lainnya, hal ini dikarenakan televisi mampu menampilkan gambar-gambar dan warna yang sesuai dengan aslinya (Komala, 2004:7.14).

Selain itu, para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lainnya, televisi juga diyakini sangat berpotensi mengingatkan khalayak terhadap pesan yang disampaikan. Hal inilah yang menyebabkan nilai belanja iklan di televisi semakin lama semakin meningkat (Kasali, 1992:172).

(22)

Pernyataan di atas juga diperkuat oleh Mc.luhan yang mengatakan bahwa kecenderungan yang pasti dari periklanan adalah selalu berusaha menampakkan produk sebagai salah satu bagian integral dari produk sosial dan kebutuhan sosila yang luas (Bungin, 2001:122).

Dengan kata lain, televisi merupakan media periklanan yang efektif, karena mempunyai kelebihan-kelebihan dalam beriklan, antara lain:

a. Lebih dapat menarik perhatian.

b. Lebih mudah mempengaruhi khalayak.

c. Dapat memilih waktu dalam menampilkan iklan.

d. Dapat menempatkan iklan pada program siaran yang dikehendaki (Lowe, 2003:16).

Bukti keefektifan televisi sebagai media beriklan disebabkan oleh beberapa kekuatan yang dimiliki media televisi, sebagaimana dinyatakan oleh Kasali (1992 :121) sebagai berikut :

1. Efisiensi biaya

(23)

sasaran yang dapat dicapai oleh media lainnya, tetapi juga khalayak yang tidak terjangkau oleh media cetak.

2. Dampak yang kuat

Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen atau penonton, dengan tekanan pada sekaligus dua indera, yaitu penglihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerjaan-pekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama dan humor.

3. Pengaruh yang kuat.

Televisi mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran. Sebagian besar masyarakat meluangkan waktunya di depan televisi, sebagai sumber berita, hiburan dan sarana pendidikan. Sebagai calon pembeli lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada yang tidak sama sekali, sebab hal itu merupakan cerminan bonafiditas pengiklanan.

(24)

adanya unsur kata-kata, musik, sound effect dan unsur visual berupa gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Dengan kata lain, dampak yang dihasilkan dari iklan sangat kuat dan juga pengaruh yang dihasilkan dari media televisi juga sangat kuat. Hal ini yang membuat para pengiklan berbondong-bondong menggunakan televisi sebagai sarana pengiklanan. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian khalayak agar segera terdorong untuk melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan apa yang diinginkan dari pihak pengiklan.

2.1.2 . Periklanan

Periklanan merupakan penggunaan media bayaran oleh seorang penjual untuk mengkomunikasikan informasi persuasif, tentang suatu produk, jasa ataupun organisasi dan merupakan alat promosi yang kuat. Iklan mempunyai berbagai macam bentuk (nasional, regional, lokal, konsumen, industri, eceran; produk, merek, lembaga dan sebagainya) yang dirancang untuk mencapai berbagai macam tujuan (penjualan seketika, pengenalan merek, preferensi dan sebagainya) (Suyanto, 2007:143).

(25)

“Advertising is paid non personal communication from an

identified sponsor using mass media to persuade or influence an

audience.”

”Iklan bukanlah komunikasi pribadi yang dibiayai dari sponsor terkenal yang menggunakan media massa untuk membujuk atau mempengaruhi suatu pendengar.”

Dari definisi diatas dapat dijelaskan bahwa definisi periklanan tersebut mengandung enam elemen (Sutisna, 2001: 275) antara lain:

1. Periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun tidak semua bentuk periklanan dibayar, seperti iklan layanan masyarakat, biasanya menggunakan ruang khusus yang gratis, kalaupun harus membayar maka dengan jumlah yang sedikit.

2. Dalam periklanan terjadi proses identifikasi sponsor, pesan yang disampaikan tidak hanya mengenai kehebatan produk yang ditawarkan saja, tetapi juga sekaligus menampilkan pesan mengenai perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan tersebut.

3. Dalam periklanan terdapat upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen.

(26)

5. Bersifat non personal (bukan pribadi) karena periklanan dikategorikan sebagai komunikasi massa.

6. Adanya audiens.

Hedges pun menambahkan bahwa iklan dapat dioperasikan dalam sejumlah tingkatan. Tingkatan tersebut antara lain:

a. Secara sederhana meningkatkan rasa suka, kesadaran akan keberadaan suatu merek produk. Seorang lebih suka membeli merk yang mereka kenal sebelumnya meskipun secara tidak sadar hal itu berhubungan dengan ingatan mereka terhadap iklan.

b. Iklan menunjukkan suatu informasi baik berupa slogannya maupun kemasannya.

c. Boleh jadi suatu iklan mengitari merk dengan asosiasi khusus seperti perasaan atau suasana hati.

d. Kadangkala argumentasi rasional ditempatkan diawal. Alasannya pada tingkatan itulah konsumen menaruh perhatian seperti yang diinginkan (Wilmshurt dalam Hizbul 2005:9).

(27)

lancar ke para distributor atau penjual, atau bahkan sampai ke tangan konsumen atau pemakainya (Suyanto, 2007 : 143).

Oleh karena itu, tidak heran bila iklan harus dibuat sedemikian rupa agar dapat menarik perhatian, minat khalayak, serta memiliki karakteristik tertentu dan persuasif. Sehingga khalayak akan tertarik untuk memperhatikan setiap pesan yang ditayangkan iklan di televisi dan pada tahap selanjutnya khalayak secara sukarela terdorong untuk melakukan sesuatu tindakan yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengiklan (Jefkins, 1997:18).

2.1.3 Representasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, 2006:24). Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas pesan dan produk.:

1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk.

(28)

3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri maupun bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.

4. Serta Penampakkan akhir dari produk itu tersebut.

Komponen-komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di sekitar dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang diperjuangkan secara terus-menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini dapat menimbulkan pola-pola dominasi dan representasi yang berbeda-beda. Film dan televisi mempunyai bahasanya sendiri dengan sintaksis (susunan kalimat) dan tata bahasa yang berbeda.

(29)

penggambilan gambar yang berbeda kedalam satu rangkaian. Rangkaian-rangkaian inilah merupakan sumber dasar film (Sardar, Ziaudin, 2005:156).

Menurut Stuart Hall (1977), Representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasanya yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.

Bahasa adalah medium yang menjadi perantara kita dalam memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem representasi lewat bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan atau gambar) kita mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu, makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara kita mempresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata dan image yang kita gunakan dalam mempresentasikan sesuatu atau bisa terlihat jelas nilai-nilai yang kita berikan pada sesuatu tersebut.

(30)

dunia. Kedua, pendekatan intensional dimana kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Dan pendekatan yang ketiga, adalah pendekatan konstruksionis, pendekatan ini kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat bahasa yang kita pakai.

Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama mental yaitu konsep tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua bahasa berperan penting pada proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

(31)

realitas berdasarkan kode-kode, konvoi-konvoi ada ideologi kebudayaannya (Irawanto, 1999:15).

2.1.4 Eksistensi Perempuan Dalam Iklan

Pada pertengahan abad XIX (19) kreativitas iklan di media massa berkembang sangat cepat. Misalnya, iklan obat merek Borax pada tahun 1880, sudah menampilkan gambar perempuan. Pada titik kreativitas ini, perempuan pertama kali mulai dipergunakan sebagai ilustrasi iklan. Pabrik obat mempergunakan perempuan bugil untuk mengomunikasikan obat penghilang rasa sakit. Sejak saat itulah, banyak kesempatan kerja bagi perempuan untuk menjadi model iklan, karena iklan menggunakan perempuan sebagai modelnya. Model dalam iklan akan menjadi stereofikasial untuk memberi image dan persuasi barang produksi. Visualisasi yang stereotif tentang perempuan dalam iklan tetap dominan. Stereotif ini, dimanfaatkan habis-habisan untuk menggaet konsumen di tengah-tengah pasar yang sangat tajam persaingannya (Kuswandi, 2008:65).

Dalam kenyataan sehari-hari keberadaan dunia perempuan pada umumnya, antara lain:

a. Tubuh, yaitu perawatan tubuh, kosmetik, fashion dan aksesori. b. Dapur, yaitu melayani makan seluruh keluarga.

c. Kasur, yaitu melayani suami di tempat tidur.

(32)

e. Kantor, yaitu urusan yang berhubungan dengan pekerjaan, karena pada umumnya perempuan kini bekerja.

Dari lima kenyataan dunia perempuan diatas menandakan bahwa peran perempuan bukan hanya bergerak dalam lingkungan domistik (rumah tangga), tetapi juga publik yakni aktif di organisasi dan bekerja. Dengan demikian, citra perempuan bukan hanya berperan ganda tetapi juga berbeban ganda (Kuswandi, 2008:66).

2.1.4.1 Seksisme Perempuan

Menurut Drs. Wawan Kuswandi dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Massa, Analisis Interaktif Budaya Massa, menjelaskan bahwa iklan sudah merajalela di media massa. Tampilan ilustrasi dan gambar iklan baik TV maupun media cetak, sebagian besar memuat perempuan sebagai objeknya. Akibatnya, muncul istilah seksisme perempuan dalam iklan. Istilah ini dikumandangkan akhir tahun 1960-an oleh para pembela hak perempuan.

Seksisme dalam konteks ini adalah penampilan, tingkah laku dan tindakan lainnya yang mengekspresikan penilaian bahwa citra perempuan lebih kurang, lebih lemah, dan lebih rendah (inferior) daripada laki-laki.

(33)

NOW ( National Organization For Woman) di Amerika Serikat ini telah melakukan riset terhadap iklan yang menampilkan perempuan dan hasilnya adalah :

1. Perempuan sebagai obyek seks.

2. Perempuan ditampilkan sebagai sosok yang kurang rasional.

3. Perempuan ditampilkan sebagai Ibu Rumah Tangga yang ketinggalan zaman (Kuswandi, 2008: 68).

Menurut Alldi Vanjatesh dalam bukunya Changing Roles Of Woman, perempuan dapat dikelompokkan berdasarkan pola perilaku dan sikap, diantaranya ialah :

A. Tradisionalists, yaitu kaum perempuan yang berpegang pada konsep tradisional. Perempuan adalah Sub-Ordinate dari kelompok pria dan berperan sebagai ibu rumah tangga (Wives Not Employed). Perempuan tipe ini adalah seorang perempuan yang penurut dan menghargai peran pria sebagai kepala rumah tangga.

(34)

C. Feminists, yaitu perempuan modern yang mandiri yang beranggapan bahwa perempuan dapat berperan sejajar bahkan lebih baik dari pria (Kuswandi, 2008: 68).

Penggelompokkan perempuan berdasarkan pola perilaku dan sikap, memang tidak pernah ada kesamaan pendapat tentang penilaian keberadaan perempuan sebagai obyek iklan TV. Masing-masing kelompok mempunyai penilaian dan argumentasi sendiri. Namun, di kelompok mana pun perempuan itu berada, tetap saja perempuan selalu berperan sebagai pengguna (user) serta pembeli (buyers) yang mempunyai posisi vital dalam menentukan pola konsumsi kebutuhan hidup sehari-hari, khususnya kebutuhan rumah tangga (Kuswandi, 2008: 69).

2.1.5 Pencitraan Perempuan

(35)

tentu saja perlu dihiasi dengan pernik-pernik idealisme kemanusiaan. Keuntungan hanya mungkin kalau punya pengaruh. Maka, mempengaruhi dan membentuk citra bergeser menjadi obsesi media. Pencitraan mendiskualifikasikan kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan dan hiperrealitas (J. Baudrillad, 1981:17).

Dalam konteks penelitian iklan permen sukoka ini, pencitraannya lebih berorientasi pada simbol kehidupan yang sengaja dibangun oleh pengiklannya. Alasannya karena pencitraan tersebut merupakan suatu gambaran yang sengaja dibangun oleh pihak para pengiklan dan media untuk mempengaruhi cara manusia mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan dari pencitraan inilah yang mempengaruhi cara manusia berperilaku. Oleh sebab itu, tidak heran bila langkah strategi pesan dari pengiklan disebut dengan strategi citra merek atau brand image. Dalam strategi citra merek terdapat bentuk strategi yaitu strategi differensiasi. Maksudnya adalah sampai di mana produk atau brand tersebut mampu membangun image khusus, unik, atau berbeda pada masyarakat tontonan (http://google.co.id//logika-waktupendek-media//).

(36)

sebenarnya tidak memberikan tempat setara, dan tidak adil antara perempuan dan laki-laki serta menutup kemungkinan memunculkan potensi-potensi dari perempuan (Kuswandi, 2008:69).

Untuk memperkuat argumentasinya, sosiolog ini membuktikan lewat hasil penelitiannya, tentang perempuan. Dalam penelitian itu terungkap ada lima citra yang melekat dari seorang perempuan dalam setiap obyek iklan, yaitu:

1. Citra Pigura: Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai makhluk yang halus dan memikat. Untuk itu ia harus menonjolkan ciri biologis, seperti buah dada, pinggul maupun ciri keperempuanan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping dan mulus.

2. Citra Pilar: Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai pilar pengurus rumah tangga. Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu sederajat, tetapi kodratnya berbeda. Sehingga wilayah kegiatan dan tanggung jawabnya adalah di dalam rumah tangga. Sebagai pengurus rumah tangga, perempuan berkewajiban atas keindahan fisik rumah, suami, pengelolaan sumber daya rumah tangga (financial maupun SDM termasuk di dalamnya ialah anak-anak).

(37)

seksual. Seluruh kecantikkan (alamiah dan buatan) perempuan disediakan untuk dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan menyentuh, memandang dan mencium. Iklan jenis ini, ingin memberi kesan bahwa perempuan merasa dirinya presentable, acceptable, dihargai, dan dibutuhkan laki-laki. Dalam jenis iklan permen sukoka ini menggunakan asosiasi untuk membangun persamaan pandangan tentang perlunya sentuhan dan rabaan laki-laki dengan jenis produk yang ditawarkan dalam iklan. Sehingga akan memunculkan sebuah penganalogian rasa susu yang terdapat dalam kandungan permen tersebut dengan rasa sentuhan payudara wanita ketika sedang mengendarai sepeda motor, ia secara otomatis teringat pada sentuhan rasa yang dikandung dalam permen sukoka dengan payudara wanita, dan sebaliknya pada saat ada sentuhan payudara dari pasangannya, ia akan teringat pada Permen Sukoka.

(38)

ada adalah property produk tertentu. Justru yang diberikan sangat metodis, seolah-olah mengatakan bahwa dengan cara do it your self, kegiatan dapur tidak jauh berbeda dengan dunia pabrik. Dengan gaya ini, maka akan timbul ilusi psikologis bagi perempuan.

5. Citra Pergaulan : Dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai makhluk yang dipenuhi dengan kekhawatiran tidak memikat, tidak menawan, tidak bisa dibawa ke tempat umum dan sebagainya. Iklan ini mengesankan bahwa perempuan sangat ingin diterima oleh lingkungan sosial tertentu. Untuk dapat diterima, perempuan harus memiliki penampilan fisik yang menarik seperti bentuk lekuk tubuh, aksentuasi tertentu dengan menggunakan kosmetik atau aksesori yang selaras, sehingga bisa tampil anggun. Ini artinya, kaum perempuan dianjurkan untuk membuat statement tentang kepribadiannya melalui hal-hal fisik seperti pakaian, perihasan sehari-hari (Kuswandi, 2008 : 69).

2.1.6 Pendekatan Semiotik dalam Iklan Televisi

(39)

yaitu : segi proses, serta sisi produksi dan pertukaran makna (Fiske, 2006: 9). Berkaitan dengan penelitian ini, maka peneliti hanya akan menggunakan perspektif yang kedua yakni: sisi produksi dan pertukaran makna.

Perspektif produksi dan pertukaran makna memfokuskan bahasanya pada bagaimana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya kita. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan berkomunikasi, karena ada pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan. Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikansinya dan bukan kejelasan sebuah pesan yang disampaikan. Untuk itulah, pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik.

Menurut chandler pada tahun 2002 model linguistik seringkali mengarahkan unit analisis sebuah media audio visual pada analogi-analogi linguistik. Pada semiotik film (iklan), model ini mengeneralisasikan secara kasar bahwa dalil-dalil dalam film (iklan) sama dengan bahasa tulis, seperti : frame sebagai morfem atau kata, shot sebagai kalimat, scene sebagai paragraph, dan sequence sebagai bab. Bagi anggota dari Glasgow University Media Group, unit analisis sebuah film (iklan) adalah shot yang dibatasi oleh cuts dan camera

(40)

kemungkinan digunakan shot sebagai analisis adalah sangat kecil, karena tingkat kesulitan yang tinggi. Akhirnya, untuk menghindari pertentangan term linguistik tersebut, Algidras Greimas menggunakan

term “seme” yang merupakan unit bermakna dari sebuah tanda

(www.aber.ac.uk).

Artinya, dalam menerapkan pendekatan semiotik pada iklan televisi, kita harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda. Dari sudut pandang inilah, pengambilan kamera untuk selanjutnya disebut Shot dan kerja kamera (camera work) saja. Hal ini karena, dengan cara ini peneliti bisa memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Misalnya, Close-Up (CU) Shot yaitu, pengambilan kamera dari leher ke atas atau menekankan bagian wajah. Makna dari (CU) shot adalah keintiman dan sebagainya. Selain shot, yang terdapat pada camera work atau kerja kamera, yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek, misalnya

Panning-Up atau Pan-Up yaitu gerak kamera mendongak pada poros

horizontal atau dengan kata lain kamera melihat ke atas dan ini bermakna adanya otoritas atau kekuasaan pada obyek yang diambil. (Berger, 1982: 37)

(41)

Sebab suara merupakan aspek kenyataan hidup. Seperti halnya, suara menghentak, lemah dan sebagainya memiliki makna yang berbeda-beda. Artinya, setiap suara mengekspresikan sesuatu yang unik. (Sumarno, 1996: 71).

Pembuatan iklan diasumsikan sama dengan pembuatan film cerita. Hal ini dikarenakan analisis semiotik yang dilakukan pada cinema atau film layar lebar menurut Fiske disetarakan dengan analisis film (iklan) yang ditayangkan di Televisi. Sehingga, analisis yang dilakukan pada iklan “ Permen Sukoka “ dibagi menjadi dua level, yaitu:

1. Level Realitas

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan

make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku,

ucapan, gesture, ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis. Kode-kode sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini, dapat berupa:

(42)

memberikan signifikasi tertentu menurut kode sosial dan kultural.

2. Lingkungan atau Setting, yang ditampilkan dari cerita tokoh tersebut, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya.

3. Dialog, apa makna dari kalimat-kalimat yang diucapkan dalam dialog.

2. Level Representasi

Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik dan suara yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog,

setting, tagline, casting dan sebagainya

(http://G:/level_representasi_w.html). Level representasi meliputi: a. Teknik Camera

Ada tiga jenis Shot gambar yang paling dasar, yaitu :

1) Long Shot (LS), Shot gambar yang jika obyeknya

(43)

kepada penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk body language, ekspresi tubuh, gerak cara berjalan dan sebagainya dari ujung rambut sampai kaki) yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan itu.

2) Medium Shot (MS), Shot gambar yang jika obyeknya

adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang diatas kepala. Dari Medium Shot dapat dikembangkan lagi menjadi Wide Medium Shot (WMS), gambar Medium Shot tetapi agak melebar kesamping kanan-kiri. Pengambilan gambar Medium Shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan Long Shot.

3) Close-Up (CU), Shot gambar yang jika obyeknya

adalah manusia, maka diukur dari bahu hingga sedikit ruang diatas kepala. Pengambilan gambar Close Up menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.

4) Extreme Close-Up, menggambarkan secara details

(44)

ekspresi tubuh, contohnya : mata, bibir, tangan, dan sebagainya).

Sedangkan untuk teknik perpindahan kamera, antara lain: 1) Zoom, gerakan kamera yang secara cepat, baik

sesungguhnya maupun buatan, menuju suatu objek. Selain itu juga, diterapkan ketika menjauhi objek (Effendy, 2002 : 156). Biasanya, digunakan untuk memberi kejutan pada penonton, penekanan dialog dan atau tokoh, setting serta informasi tentang situasi dan kondisi.

2) Dollying, pergerakan kamera selama pengambilan

gambar dengan menggunkan kendaraan beroda yang mengakomodasikan kamera dan operator kamera (Effendy, 2002: 135). Kecepatan dollying ini mampu mempengaruhi perasaan penonton.

3) Follow Shot, pengambilan gambar dengan kamera

bergerak berputar untuk mengikuti pergerakkan pemeran dalam adegan (Effendy, 2002: 138).

4) Swish Pan, gerakan panning ketika kamera digerakkan

(45)

lainnya. (Effendy, 2002: 152) untuk menciptakan kondisi psikis penonton terlibat dalam adegan.

5) Teknik Editing

Editing merupakan proses pemilihan potongan film yang telah dihasilkan dan digunakan sehingga membentuk urutan kesatuan cerita yang koheren. Beberapa teknik editing, antara lain :

1. Cut, transisi instant dari suatu gambar ke gambar lainnya. Menunjukkan bahwa tidak ada jeda waktu.

2. Cut Back, mengubah gambar dalam film secara

cepat dari adegan saat ini ke adegan lain yang telah dilihat sebelumnya. Pemotongan ini dilakukan tanpa ada transisi.

3. Cut To.., secara cepat mengubah gambar dalam

film dari adegan masa kini ke adegan lainnya, tanpa ada transisi (Effendy, 2002: 133).

4. Jump Cut, melakukan pemotongan dari suatu

(46)

b. Pencahayaan c. Penataan Suara d. Penataan Musik

Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada pencahayaan, penataan suara dan musik yang ada dalam level representasi, karena ketiganya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi pencitraan perempuan di iklan “ Permen Sukoka “.Penggunaan semiotika dalam iklan telah menjadi bagian penting dalam masyarakat modern. Analisis iklan dengan pendekatan semiotika dapat dilakukan mengingat iklan yang merupakan fenomena semiotika (advertisement semiotic activity). Masyarakat sekarang lebih berorientasi pada apa yang dilihatnya dan telah banyak menggunakan sistem tanda lain di luar sistem tanda verbal (Panut, 1992: 56).

2.1.7 Semiotika Charles S. Pierce

(47)

Pierce mendefinisikan semiotik sebagai suatu hubungan antara tanda, obyek dan makna (Littlejohn,1999: 60 – 61). Teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce, terdiri atas:

a. Sign (tanda), yang mempresentasikan suatu obyek

(object). Bagi Pierce, tanda adalah segala sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas tanda dapat “ berarti ” sesuatu bagi seseorang jika hubungan yang “ berarti “ ini diperantarai oleh interpretasi (Sudjiman, 1996: 43).

b. Object (objek), sesuatu yang diwakili oleh sign (Cobley, 1997: 22).

(48)

ditampilkan sebagai tampak dalam gambar berikut ini : (Fiske, 1990: 42 dalam Sobur, 2002: 115).

SIGN

INTERPRETANT OBJECT Gambar 2.1 : Elemen Makna Model Pierce

Panah dua arah menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu di luar dirinya sendiri-objek, dan ini dipahami oleh seseorang, dan ini memiliki efek di benak penggunanya-interpretant (Fiske, 2006: 63).

Dengan kata lain, masing-masing elemen dapat dimaknai atau hanya dapat dipahami jika ketiganya saling berhubungan. Sign mengacu pada sesuatu diluar dirinya, yaitu Object yang dipahami oleh seseorang dan memiliki efek dalam pikiran pemakainya atau penerimanya yang disebut interpretant. Dalam hal ini interpretant bukanlah pemakai tanda tentang obyek yang dimaksud. Obyek dikategorikan menjadi tiga, yakni :

a. Ikon (Icon), ketika sign berhubungan dengan obyek atas dasar kemiripan atau keserupaan.

(49)

c. Indeks, ketika sign berhubungan sebab-akibat dengan obyek (Cobley, 1997: 33).

Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Pierce

Seperti contoh, interpretasi kata “ cinta ” bagi seseorang merupakan hasil pengetahuan, pengalaman pemakai tanda tentang kata tersebut, dan tentang perasaan yang disebut disini “ cinta” sebagai obyek. Interpretasi tidak dapat ditentukan secara pasti seperti halnya terjemahan kamus, tetapi dapat bervariasi sesuai dengan batas-batas pengetahuan atau pengalaman dari pemakainya. Batas-batas tersebut terbentuk oleh konvensi sosial dan variasi terjadi karena perbedaan sosial psikologis masing-masing individu pengguna tanda tersebut (Fiske, 2000: 42).

2.1.8 Konsep Makna

Ada dua model makna yang sangat berpengaruh. Pertama, model dari filsuf dan ahli logika, CS Pierce, Ogden, dan Richard. Kedua, model dari ahli linguistik Ferdinand de Saussure.

IKON

INDEKS

(50)

Pierce, ahli semiotika dari Amerika, menjelaskan modelnya secara sederhana. Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjukkan pada seseorang, yakni menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau barangkali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakannya dinamakan interpretant, dari tanda pertama. Tanda itu menunjukkan sesuatu, yaitu obyeknya. (Pierce mengutip Zaman dalam Fiske, 1990).

Menurut Pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan object adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda (Suprapto, 2009: 100).

(51)

merupakan satuan kultural dan diperagakan oleh wahana-wahana tanda lainnya serta dengan begitu secara sematik menunjukkan pola ketergantungan pada wahana tanda sebelumnya (Pateda, 2001:7).

Menurut Kempson, ada tiga hal yang dijelaskan para filsuf dan linguistic sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Tiga hal tersebut, yaitu : (1) menjelaskan makna secara ilmiah, (2) Mendeskripsikan kalimat secara ilmiah dan (3) Menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Pateda, 2001:79).

Agar dapat mengungkapkan makna, perlu dibedakan beberapa pengertian, antara lain (1) Terjemah atau translation, (2) Tafsir atau interpretasi, (3) Eksplantasi, dan (4) Pemaknaan atau meaning (Muhadjir, 1998:1380). Menurut Devito, makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Manusia menggunakan makna yang diinginkan memiliki kekuasaan hukum dan ekonomi yang mutlak atas anggota keluarga laki-laki dan perempuan yang menjadi tanggunggannya, berikut budak laki-laki maupun perempuan. Istilah “

Patriarkhi “ ini menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan

(52)

kenyataannya, dalam masyarakat patriarkhi perempuan dijadikan sebagai obyek represif dan diskriminasi berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang dikonstruksi melalui sosial-budaya, ekonomi maupun politik. Tampilan media yang menempatkan kaum perempuan lebih banyak pada peran reproduktif (di sektor domestik) dibandingkan dengan peran produktif (di sektor publik). Hal ini disebabkan oleh dominannya nilai-nilai budaya patriarkhi dalam kehidupan ini.

2.1.9 Respon Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna:

1. Merah :Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi,bahaya.Merah jika dikombinasikan dengan putih, akan mempunyai arti “ bahagia “ di budaya oriental.

2. Biru :Kepercayaan, konservatif, keamanan, technologi, keberhasilan dan keteraturan.

3. Hijau :Alami, sehat, keberuntungan dan pembaharuan. 4. Kuning :Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran, pengecut

(untuk budaya barat) dan pengkhianat.

(53)

6. Orange : Energi, keseimbangan dan kehangatan.

7. Coklat : Tanah/ bumi, reliability, comfort dan daya tahan. 8. Abu-abu : Intelek, masa depan (seperti warna millennium),

kesederhanaan dan kesedihan.

9. Putih :Kesucian, kebersihan, ketepattan, ketidak bersalahan, seteril dan kematian.

10.Hitam :Power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, dan keanggunan (http:// google.co.id//07-tips-bentukwarna1//).

Warna dan artinya, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu objek, hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan dengan warna-warni (Cangara, 2005: 109).

2.1.10 Iklan Permen Sukoka

(54)

Lemak Nabati, Kopi Bubuk, Kalsium Karbonat, Perisa Kopi, Pengemulsi Nabati.

Susu biasanya dikenal sebagai minuman penguat tulang dan gigi karena kandungan kalsium yang dimilikinya. Tetapi, sebenarnya ada banyak kandungan nutrisi yang ada, misalnya fosfor, zinc, vitamin A, vitamin D, vitamin B12, vitamin B2, asam amino dan asam pantotenatyang memiliki manfaat sebagai:

1. Potasium, yang menggerakkan dinding pembuluh darah agar tetap stabil, menghindarkan Anda dari penyakit darah tinggi dan jantung. 2. Zat besi, mempertahankan kulit tetap bersinar.

3. Tyrosine, mendorong hormon kegembiraan dan membuat tidur

lebih nyenyak.

4. Kalsium, menguatkan tulang.

5. Magnesium, menguatkan jantung dan sistem saraf sehingga tidak mudah lelah.

6. Yodium, meningkatkan kerja otak besar. 7. Seng, menyembuhkan luka dengan cepat.

8. Vitamin B2, meningkatkan ketajaman penglihatan.

(55)

disebut dengan kafein. Kafein merupakan bagian dari kelompok senyawa yang dikenal sebagai metilsantin, sedangkan bagian lain dari senyawa ini dikenal sebagai trofilin dan teobromin yang terdapat secara alamiah dalam 63 jenis species tumbuhan. Dan salah satu sumber utama kafein adalah kopi. Kafein memang masuk dalam golongan zat yang punya kemampuan menstimultan otak. Manfaat bagi yang mengkonsumsinya yakni, akan mendapatkan kekuatan ekstra untuk berperang melawan rasa lelah. Hal ini karena munculnya semangat yang tinggi (file:///G:/.manfaat-kopi.html).

(56)

baik jika dicerna tanpa makanan. Pada manusia normal, penyerapan dua jenis kalsium itu tidak banyak berbeda dan sebaik penyerapan kalsium dari susu (file:///G:/. Manfaat_suplemen_kalsium.html).

2.2 Kerangka Berpikir

Iklan dan media massa, khususnya televisi merupakan satu kesatuan magnet yang utuh bagi perusahaan dalam mempromosikan produk yang dimilikinya, dengan harapan agar dapat menarik masyarakat untuk melakukan peniruan terhadap penampilan model iklan. Tujuannya, tidak lain adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk yang ditawarkan dan yang untung tentu saja perusahaan yang barang atau jasanya diiklankan.

Oleh karena itu, Tidak mengherankan bila peran perempuan selalu dibutuhkan sebagai alat dalam penyampaian pesan. Karena tanpa kehadirannya, mustahil rasanya bila sebuah iklan di televisi akan memperoleh perhatian pemirsa, sehingga dapat dipastikan bahwa perempuan dalam iklan menjadi faktor dominant dalam sosialisasi nilai atau pesan pada iklan.

(57)

dalam permen Sukoka, ketika ia tiba-tiba didatangi seorang model laki-laki yang meminta permen sembari melihat buah dada model perempuan dan menggoyangkan lidahnya. Efek yang terjadi setelah mengkonsumsi permen tersebut, sang model laki-laki membayangkan apakah rasa yang ada didalam permen ini sama dengan rasa ketika dia membonceng model perempuan dan mengerem sepeda motor secara mendadak yang seakan-akan rasa permen yang mengandung susu tersebut sama dengan rasa kandungan buah dada yang ditonjolkan oleh model perempuan. Ataukah setelah itu badan sang model laki-laki menjadi semakin bergairah dan bugar. Hal ini dapat dilihat dimana seorang model laki-laki tersebut mampu menggendong model perempuan di tempat umum, tanpa ada rasa canggung atau malu dari kedua model yang ditampilkan dalam iklan tersebut.

(58)

ikon, indeks dan simbol. Selain itu, juga menggunakan tanda (Sign) sebagai representasi dari suatu makna di luar tanda atau makna yang sebenarnya, yaitu objek (object) dan dipahami oleh peserta komunikasi (interpretant).

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Iklan : Permen

Sukoka

Analisis Semiotik : Ikon, Indeks, Simbol

(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian

(60)

3.2 Kerangka Konseptual 3.2.1. Corpus

Dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf waktu (sincrony) (Kurniawan, 2001: 70).

Corpus adalah kata lain dari sample, yang bertujuan khusus dipergunakan untuk analisis semiotika dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang besar bagi dibuatnya interpretasi alternatif. Corpus dalam penelitian ini adalah citra perempuan dalam iklan permen Sukoka.

3.2.2. Definisi Operasional Konsep

3.2.2.1. Representasi Pencitraan Perempuan

(61)

dimaksud dengan representasi wanita perayu dalam iklan “ Permen Sukoka” berarti bahwa di dalam iklan ini terdapat sistem tanda pada tokoh wanita perayu yang memiliki makna tentang eksistensi dan seksisme perempuan.

Pencitraan dalam konteks iklan ini merupakan suatu gambaran yang cenderung mempengaruhi cara manusia mengorganisasikan citranya tentang lingkungan dan citra inilah yang mempengaruhi cara manusia berperilaku tanpa citra manusia akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Alasannya karena pencitraan tersebut merupakan suatu gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Atau dengan kata lain pencitraan adalah dunia menurut persepsi yang sengaja dibangun oleh pihak pengiklan dan media itu sendiri.

Seksisme adalah adalah cara pikir, sikap, tingkah laku dan tindakan lainnya yang mengekspresikan penilaian bahwa perempuan lebih kurang, lebih lemah, dan lebih rendah (inferior) daripada laki-laki. Akibatnya, muncul istilah perempuan sebagai objeknya atau yang dikenal dengan istilah seksisme perempuan dalam iklan.

(62)

seperti bentuk dan rasa buah dada yang disamakan dengan kandungan rasa susu yang ada dalam permen Sukoka. Tidak mengherankan, bila sebagian orang mengadu pada KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

3.2.3. Unit Analisis

(63)

tangannya kearah kemben yang dipakainya sedangkan tangan yang satunya mengambil permen tersebut dari dalam kemben yang diselipkan diantara payudara sembari berucap “hah susu, mau nyusu sukoka” dengan ekspresi wajah ceria tanpa malu. Saat menikmati permen tersebut seakan-akan tokoh laki-laki memperoleh sebuah sensasi kenikmatan dan kehangatan pelukan perempuan saat dibonceng dengan menggunakan sepeda motor. Hal ini digambarkan dengan adegan dimana tokoh pria berangan-angan membonceng wanita dengan menggunakan sepeda motor dan terlihat sangat menikmatinya seakan-akan dekapan hangat yang diberikan tokoh perempuan dalam konteks iklan ini ingin menggambarkan adanya penguatan analogi kenikmatan rasa permen sukoka dengan sesekali menggesekkan payudara pada punggung laki-laki yang ada dalam iklan permen Sukoka. Dengan harapan setelah kita mengkonsumsi permen tersebut, tubuh kita menjadi lebih bergairah dan rasa mengantuk pun hilang seketika. Karena telah mendapatkan tambahan tenaga untuk memudahkan aktivitas padat yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

(64)

penambahan alur, seperti : permen yang dikeluarkan bukan berasal dari belahan payudara melainkan dalam dekapan tangan yang berada disela payudara dan penambahan alur cerita dalam iklan ini adalah dengan menampilkan scene bayangan antara perempuan dan laki-laki yang sedang berboncengan, dari perubahan dan penambahan alur inilah yang dapat memberikan hubungan sebab-akibat dalam iklan Permen Sukoka. Tanda yang berupa ikon, indeks, dan simbol yang terdapat pada pembagian level analisis oleh fiske. Fiske membagi analisis semiotik menjadi beberapa level, yaitu level realitas, level ideology, dan level representasi.

Unit analisis yang terdapat pada level realitas adalah sebagai berikut :

1. Latar (setting), terdiri dari :

Simbol - simbol yang ditonjolkan, fungsi serta maknanya. 2. Kostum dan Make up

Kostum dan make up yang dikenakan oleh model (www.google.co.id//level-realitas//).

(65)

kamera, pencahayaan, musik, casting, editing dan narasi dengan menggunakan ideologi kapitalis dalam iklan. Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada teknik editing, pencahayaan dan penataan musik yang ada dalam level representasi. Hal ini dikarenakan keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi pencitraan perempuan dalam iklan permen sukoka. Oleh karenanya, peneliti menginterpretasikan iklan tersebut tidak hanya dengan menggunakan model John fiske saja, melainkan juga menggunakan model Peirce sebagai model pendukung dari model yang telah dikemukakan Fiske terhadap iklan Permen Sukoka ke dalam beberapa kategori, antara lain: Ikon, indeks dan Simbol.

1. Ikon ( icon ) dalam penelitian ini: a. Model perempuan dan laki-laki 2. Indeks dalam penelitian ini:

a. Tulisan Kalsium

b. Taqline “ nyucu kopi ahh…!!!” 3. Simbol dalam penelitian ini:

a. Scene bayangan sepeda motor b. Logo Permen Sukoka

c. Background bus, mobil, serta pinggir jalan.

(66)

e. Warna putih dan orange pada baju perempuan. f. Warna hitam dan panjang pada rambut perempuan. g. Tatapan dan senyuman model.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi dan mengamati secara langsung keseluruhan iklan “ Permen Sukoka ” yang ditayangkan di Televisi. Serta untuk melakukan studi keperpustakaan, tujuannya tidak lain untuk melengkapi data-data dan bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.

3.4 Teknik Analisis Data

(67)

Kedua, bagaimana mempertimbangkan bentuk (Form) atau gaya (style) dalam komunikasi. Dan ketiga, adalah persoalan isi yang tersembunyi (latent content) dari komunikasi. Analisis strukturalis lebih menekankan pada isi yang tersembunyi (latent content), sementara tujuan dari analisis isi adalah mendeskripsikan isi yang tampak.

Terkait dalam penelitian ini, analisis semiotik yang pada iklan ini dibagi menjadi beberapa elemen, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Selanjutnya, akan dilakukan analisis terhadap masing-masing unit analisis disetiap level. Ada beberapa kode –kode sosial yang akan dianalisis dan termasuk dalam realitas, yaitu:

1. Penampilan, kostum, dan make up yang digunakan oleh model diiklan “ Permen Sukoka ”.

2. Lingkungan atau Setting, yang ditampilkan dari cerita iklan “Permen Sukoka”.

(68)

iklan “Permen Sukoka” . level representasi ini membantu dalam melakukan analisis pada level realitas, menunjukkan alur cerita melalui penggambaran tokoh dan setting yang dapat menjurus ke karakter tokoh. Sedangkan pada level ideologi, didalam penelitian ini tidak akan dibahas lebih lanjut tentang ideologi. Hal ini disebabkan ideologi yang dipakai adalah ideologi yang digunakan oleh medianya, yakni : ideologi kapitalisme.

(69)

4.1 Gambaran Umum Obyek Dan Penyajian Data

PT. Unican Surya Agung yang beralamat di Jalan Pancatama I Kav 7-8 Desa Leulimus Cikande- Serang Banten Indonesia ini merupakan salah satu produsen permen terbesar hal ini sejalan dengan Pengalaman bisnis dalam lingkup lokal dan internasional menjadikan PT. Unican Surya Agung juga sebagai salah satu produsen permen terbaik didunia. Hal ini dapat dilihat dengan hasil analisis Universitas Atmaja yang menunjukkan bahwa milkita merupakan salah satu produk dari PT. Unican Surya Agung yang memiliki Brand Awareness yang kuat karena menduduki posisi pertama pada analisa top of mind dan menduduki posisi kedua pada analisa brand recall. Brand Association menunjukkan 4 asosiasi yang membentuk brand image Milkita, yaitu desain kemasan yang menarik, rasa susu yang enak, mudah didapat dan tersedia dalam berbagai rasa. Hasil perhitungan nilai rata-rata keseluruhan persepsi kualitas adalah 3.312, sementara hasil rata-rata keseluruhan kepentingan atribut adalah 3.207, berarti Milkita dapat dikatakan berhasil memenuhi harapan pasar (www. lib.atmajaya.ac.id.).

Selain itu juga, PT. Unican Surya Agung telah mengekspor produknya lebih dari 20 negara di Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Eropa. Oleh karenanya, produk yang dibuat harus sesuai dengan standar

(70)

kualitas internasional yakni produk yang dibuat berasal dari ide-ide baru sehingga mempunyai keunikan tersendiri di hati konsumennya. Permen Sukoka merupakan salah satu produk baru dari PT Unican Surya Agung yang sebelumnya terkenal dengan produknya Jagoan Neon dan Milkita Candy. Permen ini termasuk jenis permen padat atau hard candy dengan rasa susu kopi dan kalsium (Sukoka). Komposisi dalam permen ini antara lain: Gula, Glukosa, Susu kental manis, Lemak Nabati, Kopi Bubuk, Kalsium Karbonat, Perisa Kopi, Pengemulsi Nabati (www.unican.co.id).

Permen Sukoka merupakan salah satu produk makanan padat yang banyak mengandung manfaatnya seperti Susu yang biasanya dikenal sebagai minuman penguat tulang dan gigi karena kandungan kalsium yang dimilikinya. Tetapi, sebenarnya ada banyak kandungan nutrisi yang ada, misalnya fosfor, zinc, vitamin A, vitamin D, vitamin B12, vitamin B2, asamaminodan asam pantotenatyang memiliki manfaat sebagai:

1. Potasium, yang menggerakkan dinding pembuluh darah agar tetap stabil, menghindarkan Anda dari penyakit darah tinggi dan jantung. 2. Zat besi, mempertahankan kulit tetap bersinar.

3. Tyrosine, mendorong hormon kegembiraan dan membuat tidur lebih

nyenyak.

4. Kalsium, menguatkan tulang.

5. Magnesium, menguatkan jantung dan sistem saraf sehingga tidak mudah lelah.

(71)

7. Seng, menyembuhkan luka dengan cepat.

8. Vitamin B2, meningkatkan ketajaman penglihatan.

Kopi merupakan stimulan atau perangsang dalam arti positif, yaitu dengan secangkir atau permen kopi bisa mengawali hari yang baru dengan penuh semangat, karena tubuh terasa lebih segar sehingga gairah kerja meningkat. Hal ini disebabkan di dalam kopi terdapat zat yang dapat membantu merubah cadangan lemak menjadi energi yang disebut dengan kafein. Kafein merupakan bagian dari kelompok senyawa yang dikenal sebagai metilsantin, sedangkan bagian lain dari senyawa ini dikenal sebagai trofilin dan teobromin yang terdapat secara alamiah dalam 63 jenis species tumbuhan. Dan salah satu sumber utama kafein adalah kopi. Kafein memang masuk dalam golongan zat yang punya kemampuan menstimultan otak. Manfaat bagi yang mengkonsumsinya yakni, akan mendapatkan kekuatan ekstra untuk berperang melawan rasa lelah. Hal ini karena munculnya semangat yang tinggi (file:///G:/.manfaat-kopi.html).

(72)

bijaksana. Yang perlu diperhatikan, ada tiga jenis suplemen kalsium : kalsium karbonat, kalsium sitrat, dan kalsium fosfat. Kalsium karbonat memang paling banyak digunakan dalam suplemen dan produk makanan padat. Karena, Jenis ini paling baik diserap ketika dicerna bersama makanan. Berlawanan dengan itu, kalsium sitrat justru penyerapannya paling baik jika dicerna tanpa makanan. Pada manusia normal, penyerapan dua jenis kalsium itu tidak banyak berbeda dan sebaik penyerapan kalsium dari susu (file:///G:/. Manfaat_suplemen_kalsium.html).

PT. Unican Surya Agung selalu melakukan program-program iklan di TV, majalah, dan radio. Tujuannya adalah agar merek permen ini semakin dikenal dan tetap diingat oleh konsumennya. Untuk mendukung distributor produk PT. Unican telah memiliki beberapa divisi penjualan dan pemasaran yang senantiasa melakukan analisa pasar dan memberikan masukan kepada divisi produksi sehingga dapat menghasilkan produk yang terbaik.

(73)

kita mengkonsumsi permen ini pada saat kita sedang beraktivitas padat dan memerlukan stamina tinggi.

Makanan padat ini terbuat dari campuran susu dan kopi asli. Bila ingin merasakan kenikmatan kandungan dari susu dan kopi sebaiknya dimakan pada saat ngantuk dan letih, karena akan semakin menambah stamina dalam tubuh kita. Selain enak ternyata produk ini juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI dan tidak menggunakan bahan pengawet, dan manisnya merupakan manis gula asli.

Dalam kemasan plastik cantik, berwarna coklat (bergambar susu dan kopi), dicantumkan juga kandungan gizi yang terdapat didalamnya. Protein (zat pengatur dan pembangun), lemak, karbohidrat dan kalsium (untuk ketahanan tulang dan gigi). Makanan padat ini sangat cocok bagi semua segmentasi usia, khususnya bagi pekerja yang memiliki alur atau

ritme pekerjaan yang tinggi sehingga membutuhkan makanan padat yang

(74)

4.2 Analisis Data

Makna simbol – simbol yang terdapat pada iklan “ Permen Sukoka ” berada pada level realitas sebagai berikut:

4.2.1. Iklan Permen Sukoka

Pada semiotik iklan dalam konteks penelitian ini, peneliti tidak hanya menggunakan teori Fiske saja, tetapi juga menggunakan teori dari Charles. S. Pierce sebagai teori pendukung. Hal ini karena dari pembagian

scene dari john fiske akan diperoleh suatu tanda dan penanda. Dimana

(75)

Iklan Permen Sukoka di televisi akan menjadi korpus penelitian terlebih dahulu akan dibagi dalam beberapa unsur (komponen) yang didasarkan pada unit analisis dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Tanda (Sign), setiap bentuk pemaknaan yang ada di gambar iklan ini dapat menimbulkan sebuah makna yang bersifat konotatif dan denotatif.

2. Obyek (Object), dalam penelitian ini adalah keseluruhan badan atau tubuh tokoh perempuan dan latar belakang dalam iklan Permen Sukoka, mulai tokoh perempuan, pakaian, make up, pengambilan kamera dan bentuk dari penyajian iklan tersebut. 3. Interpretan (Interpretant), peneliti akan menganalisa iklan yang

akan dijadikan korpus yaitu tokoh perempuan dalam iklan Permen Sukoka secara keseluruhan dengan menggunakan hubungan antara tanda dengan acuan tanda dalam tokoh kategori tanda yang dimiliki Pierce, yaitu : Ikon, Indeks dan Simbol sehingga akan diperoleh makna dalam iklan dimana pemaknaan iklan tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab selanjutnya.

(76)

Tanda

Gambar Iklan Permen Sukoka dalam Elemen Makna Pierce

4.2.2. Paradigma Pada Level Realitas 4.2.2.1 Setting

Paradigma dari setting ini meliputi : A. Setting yang digunakan In-Door atau Out-Door

(77)

ruang, yaitu kedai makanan dan minuman yang berada di sebuah kawasan wisata. Kedai makanan dan minuman yang berada di sebuah kawasan wisata tersebut ditegaskan dengan banyaknya jumlah pejalan kaki atau turis dibelakang tokoh perempuan yang sedang asyik bercengkrama dengan seorang laki-laki dengan didukung oleh meja yang bertaplak hitam-putih dengan latar belakang pejalan kaki yang berada disekitarnya.

Gambar 4.2 Tampilan Visual dalam Scene 1

Deskripsi visual yang ditampilkan oleh potongan tersebut dapat diinterpretasikan menjadi tiga kategori yaitu:

a. Ikon (Icon)

(78)

seorang laki-laki yang berada tepat dihadapannya. Dalam gambar tersebut menunjukkan adanya unsur seksisme. Unsur seksisme yang tampak pada Scene 1 menunjukkan bahwa penampilan dan tingkah laku yang diekspresikan oleh tokoh perempuan tersebut memiliki sebuah penilaian bahwa derajat perempuan diasumsikan lebih rendah

(inferior) daripada laki-laki. Hal ini diperkuat dengan data-data

pendukung yang diperoleh peneliti yang menunjukkan bahwa adanya sebuah kemiripan dengan keadaan sesungguhnya, dimana perempuan genit selalu diidentikkan dengan pakaian yang minim (kemben) dan bahasa tubuh yang menggoda, seperti cara berbicaranya dan lenggokkan postur tubuhnya.

b. Simbol (Symbol)

Gambar

Gambar 2.1 : Elemen Makna Model Pierce
Gambar 2.2 Model Kategori Tanda Pierce
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 4.1 Gambar Iklan Permen Sukoka dalam Elemen Makna Pierce
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pendekatan semiotic pierce terdapat tiga komponen yaitu tanda (sign), obyek (object) dan interpretan (interpretant ) sebagai interpretan, peneliti menganalisa gambar

Dari hasil pemaknaan dan penjelasan peneliti mengenai Iklan Kondom Sutra di Televisi, maka dapat terlihat kategori tanda yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol dalam

Melalui tanda-tanda verbal dan nonverbal yang disajikan dalam iklan di televisi, peneliti mengumpulkan tampilan ekspresi-ekspresi lingual yang terdapat dalam iklan seperti

Mencermati hal ini, iklan sebagai produk budaya populer dapat menjadi lahan kajian yang menarik, terutama dalam kaitannya dengan representasi perempuan, juga implikasinya

Tulisan Fifiana Friscillia yang berjudul “ Representasi Citra Perempuan dalam Iklan Clear Versi “Sandra Dewi” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam Iklan

Tulisan Fifiana Friscillia yang berjudul “ Representasi Citra Perempuan dalam Iklan Clear Versi “Sandra Dewi” (Studi Semiotik tentang Representasi Citra Perempuan dalam Iklan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui representasi sensualitas perempuan dalam iklan kondom Sutra versi goyang kamasutra yang ditayangkan di televisi..

Sehingga muncul sebuah pertanyaan penelitian yaitu bagaimana makna representasi perempuan dalam iklan televisi Mentos edisi Raisa tahun 2015..