• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. Kata Pengantar (5)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. Kata Pengantar (5)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar (5) 1. Tuhan yang Bisa Dipahami (6) 2. Keberpasangan Menopang Alam (17) 3. Lihatlah Ruang-Waktu! (39) 4. Dua Wujud Materi (57) 5. Gerbang Dua Dunia (71) 6. Apa dan Bagaimana Gravitasi? (83) 7. Struktur Mewujudkan Rupa Jagat (103) 8. Kehidupan, Struktur Supercanggih (124) 9. Kejeniusan Sejati (140) 10. Runtuhnya Einsteinisme (156) Daftar Bacaan (162)

(2)

1

Tuhan yang Bisa

Dipahami

SEJAK DULU AKU percaya pekerjaan manusia memahami alam semesta tak akan pernah berakhir, merupakan pekerjaan abadi yang tak akan pernah berhenti pada suatu titik sejarah. Pekerjaan Tuhan ialah menciptakan, mengurus, dan mengatur alam semesta ini, sedangkan tugas

makhluk-makhluk cerdas seperti manusia tentu memahaminya. Sederhana bukan? Aku yakin apa-yang-dimaksud penjelasan terakhir telah termaktub dalam kitab suci. Seperti halnya seorang insinyur membuat buku petunjuk untuk mesin buatannya, Tuhan tentu membuat semisal buku petunjuk untuk alam semesta buatan-Nya. Manusia harus mencarinya tanpa kenal lelah, melalui matematika, hipotesis, perkiraan, atau dengan cara apapun, asalkan tidak melanggar peraturan Tuhan. Ilmu pengetahuan berbasis kitab suci sebetulnya

(3)

sudah digunakan luas oleh generasi awal kita, terutama dari kalangan agama. Sebagai bukti, aku akan mengajukan dua kasus yang menjadi bukti bahwa ia telah ada di

tengah-tengah kita sejak dulu. Pertama kasus Geosentrisme yang terjadi pada era Kegelapan Eropa. Kedua, kasus tafsir ilmiah Alquran, yang terjadi pada era yang-mungkin-bisa-disebut era Kegelapan Islam, yang berlangsung dari akhir abad pertengahan sampai detik ini. Gaya yang dipakai orang-orang di dalamnya berbasis kitab suci, hanya saja mereka kurang konsisten dengan fakta. Sejak pertengahan abad 19, orang Islam dihadapkan pada tantangan hebat dari Barat, bukan hanya pada bidang politik, ekonomi, dan militer, tapi telah meluas sampai ke bidang sosial-budaya, termasuk bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Tantangan ini memberi pengaruh sangat besar terhadap pandangan hidup serta pemikiran orang Islam. Di sana-sini mereka menyaksikan kekuatan Barat dan kemajuannya dalam bidang ilmu pengetahuan. Di sisi lain, mereka merasakan kelemahan dan kemunduran mereka sendiri dalam berbagai lapangan kehidupan, terutama iptek. Keadaan ini menimbulkan semacam perasaan rendah diri. Para intelektual muslim berusaha membuat reaksi, meskipun dengan cara-cara yang tidak tepat. Ada yang mengambil sikap apatis atau acuh tak acuh terhadap kemajuan Barat, ada juga yang dengan spontan meletakkan

(4)

senjata untuk menyerah dengan mengikuti segala sesuatu yang bercorak Barat, meskipun dalam hal yang menyangkut kepribadian dan adat-istiadat. Ada pula kelompok yang mengajak masyarakat Islam untuk mengikuti, menerima, dan belajar ilmu pengetahuan dari Barat serta sistem-sistemnya mencapai kemajuannya, tanpa perlu meninggalkan kepribadian sendiri. Satu hal yang tidak bisa dipungkiri telah mewabah di kalangan Islam adalah pelampiasan dengan mengingat kejayaan masa lalu. Pengaruhnya sangat signifikan untuk perkembangan pemikiran, khususnya pada metode penafsiran Alquran. Setiap ada penemuan baru, orang Islam cepat-cepat

berkata: “kitab suci kami sejak 14 abad silam sudah menyatakannya” atau “Alquran mendahului sains”. Dr. Quraisy Shihab, melalui bukunya yang berjudul Membumikan Alquran, menyatakan bahwa reaksi-reaksi itu hanya kompensasi dari perasaan rendah diri tadi. Di lain pihak, orang-orang Barat hanya tersenyum mengejek melihat keadaan orang Islam, dan senyuman tersebut terkadang disertai dengan kata-kata sinis: “Kalau memang itu yang terjadi, kenapa tuan-tuan tidak menyampaikan hal itu sebelum kami menghabiskan waktu dalam penyelidikan?” Aku kira hal itu terjadi karena mereka enggan ikut bergabung ke dalam lapangan observasi. Sebagian intelektual muslim justru membawa hasil-hasil penyelidikan sains

(5)

kepada Alquran, dan mencari ayat-ayat yang mungkin mendukungnya. Tampaknya perilaku ini kurang bijak. Jauh lebih bijak Alquran-nya yang dibawa masuk ke dalam prosedur observasi dan menjadi pondasi metode ilmiah, bukan sebaliknya. Iman harus dalam prioritas pertama, sedangkan hasil Ijtihad atau metode ilmiah akan menghasilkan instrumen-instrumen pengokohnya. Aku kira keengganan orang Islam bergabung dalam lapangan observasi yang menyebabkan mereka masuk ke dalam zaman kegelapan. Percaya atau tidak, gaya tafsir ilmiah seperti ini juga pernah menjangkiti orang Kristen pada abad pertengahan. Pada abad 2 masehi, berbarengan dengan penulisan Alkitab, institusi gereja berdiri. Setelah melalui serangkaian pertempuran, gereja mengambil alih kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma. Pengambil-alihan ini sekaligus menandai masuknya benua intelektual Eropa menuju zaman kegelapan. Gereja terus merambah Eropa dan menguasai masyarakatnya dalam berbagi sektor, termasuk sektor ilmu pengetahuan dan teknologi. Puncaknya terjadi pada abad 17, ketika Galileo menerapkan metode eksperimen untuk ilmu pengetahuan di lingkungan mereka. Gereja mengakuisisi Galileo tanpa melalui proses

(6)

peradilan yang seharusnya. Metode telaah Alkitab yang dikerjakan gereja lebih bersifat indoktrinasi. Para cendikiawan gereja penafsir Alkitab biasanya menganut teori-teori tertentu yang diyakini kebenaran dan kesuciannya, karena dianggap cocok dengan

statement kitab suci. Misalnya Teori Geosentrik (planet bumi

sebagai pusat alam semesta) yang dinyatakan Aristoteles pada zaman sebelum masehi dan disempurnakan Claudius Ptolemeus pada zaman pergerakan gereja. Mereka melontarkan nas-nas Alkitab yang dianggap

mendukung teori itu: “Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada. Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali (Pengkhotbah 1:4-5)” “Maka berhentilah matahari dan bulan pun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh (Yosua 10:13)” Ayat-ayat tersebut ditafsirkan secara harfiah sebagai geosentrisme. Siapa yang mengingkarinya sama saja mengingkari Alkitab. Sebab itu, mereka yang ingkar divonis kafir, dan berhak mendapat kutukan.

(7)

Anehnya, sepakatnya gereja terhadap konsep Aristoteles sama sekali tidak melalui metode eksperimen.

Di lain pihak, para ilmuwan mengerjakan penyelidikan-penyelidikan ilmiah. Hasil yang mereka dapatkan sangat bertentangan dengan kepercayaan yang dianut gereja. Akibatnya tidak sedikit ilmuwan yang menjadi korban dari penemuannya sendiri: Bruno Bauer, George van Paris, yang puncaknya terjadi pada kisah penghakiman Galileo Galilei. Gaya tafsir ilmiah yang tidak konsisten fakta harus dibuang jauh-jauh. Seharusnya tak usah enggan kalau kita meyakini bahwa kebenaran ilahiah dan kebenaran ilmiah itu asalnya sama, dari Tuhan pemilik semesta. Generasi ini harus bisa membuktikannya. Dengan mendasarkan metode ilmiah pada kitab suci, kita akan mencapai kejeniusan sejati, yakni kejeniusan yang akan membawa manusia lebih dekat dengan Tuhan. Bukankah percaya pada Tuhan sudah default pada diri manusia? Kalau kita merunut alam semesta dari waktu nol, tidak ada sesuatupun yang bisa disebut, kecuali satu pribadi yang paling superior, maha segalanya, bisa melakukan apapun yang dikehendaki seketika itu juga.

(8)

Tuhan yang bisa dipahami. Tuhan dengan “T” besar. Pribadi sebenar-benar Tuhan dan tak ada apapun yang bisa meragukanNya. Semuanya kosong, tak terdefinisi, tak ada bahasa sama sekali bahkan untuk menyebut kekosongan itu sendiri.

Pada saat itu atau apapun itu (karena belum ada definisi waktu yang mungkin bisa disebut) hanya Allah yang hadir, sementara semuanya tidak ada. Dialah yang permulaan, tidak ada yang lebih dahulu daripadaNya. Allah ada sejak mula-mula antah-berantah dan akan eksis untuk selama-lamanya tanpa pengakhiran. Dialah yang kekal. Dialah yang berdiri sendiri, dimana kemandirianNya mutlak dan tak ada yang mampu menimpakan mudharat maupun manfaat terhadap kemandirian tersebut. Dialah yang satu dan satu-satunya Tuhan yang sempurna. Dia berkuasa atas segala sesuatu. Dia berkehendak. Dia berpengetahuan. Dialah yang hidup. Dialah yang maha melihat. Dialah yang maha mendengar. Dan Dialah yang maha berbicara atau berfirman. Allah memiliki semua karakter paling sempurna. Tuhan menguasai semua kemampuan inderawi, karena Dia menguasai semua medium interaksi, dari gelombang tak hingga sampai gelombang elektromagnetik. Namun itu bukan berarti Dia seperti manusia yang

(9)

mempunyai fisik. Tuhan tidak terikat apapun, termasuk hukum-hukum tentang materi, ruang-waktu, atau apapun.

Tidak diperbolehkan Tuhan digambarkan secara manusiawi. Kita dan alien-alien di luar angkasa sana, jin dan bahkan malaikat sekalipun tak ada yang tahu. Allah terlalu agung untuk dilihat apalagi digambarkan. Hanya Allah yang tahu tentang bagaimana diriNya. Ketika semuanya kosong, tidak ada apapun yang mengenali Allah, Dia pun ingin dikenal. Kemudian Allah membuat makhluk yang bisa mengenaliNya, alam semesta.

Allah cenderung pada semua yang indah, teratur (cosmos), dan benci pada hal-hal yang chaos. Maka diciptalah alam yang penuh keteraturan. Allah merancang masterplan kosmos ini dalam dua hal besar, yakni baik dan buruk. Representasi dua hal berpasangan tersebut akan diwujudkan dalam dua material raksasa: Surga sebagai kebaikan dan Neraka sebagai keburukan. Surga dan Neraka diperuntukkan bagi ruh-ruh makhluk hidup yang memiliki otoritas mengelola alam semesta, seperti malaikat, jin, alien, dan manusia. Sebagai transisi, diciptalah material yang terdiri dari campuran baik dan buruk, Dunia. Semua ruh akan melalui material ini dulu sebelum akhirnya sampai ke Surga ataupun Neraka.

(10)

Luasnya Surga, Neraka, dan Dunia adalah sama, disebut langit dan bumi, yang tersurat jelas dalam ayat,

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS. Ali Imran:133)” Mereka menempati sebuah superstruktur yang berpusat terhadap singgasana Allah (Aras) seperti

elektron-elektron yang mengelilingi inti atom atau seperti planet-planet yang mengelilingi matahari. Dalam kondisi keilahian, tidak ada dimensi apapun yang bisa melingkupi, karena semua dimensi adalah makhluk, sedangkan Tuhan adalah khalik atau yang mencipta. Tak terkecuali waktu. Proses-proses terjadinya alam itu sendiri tak begitu berarti bila berhadapan dengan Allah. Barangkali waktu terlalu hina untuk mempengaruhi Allah. Akan tetapi, dari sudut pandang manusia, alien, atau siapapun yang menjadi pelaku sains, proses terjadinya alam tentu melalui beberapa tahap yang bisa dipahami dengan kecerdasan. “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah,

(11)

Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Yunus:3)” Konsekuensi teosentrisme, apa yang disebut alam semesta menurut Aristoteles atau Descartes adalah sebatas elektron Dunia. Kita tidak tahu bagaimana hukum-hukum yang terjadi di Surga ataupun Neraka. Nenek moyang kita mungkin lebih mudah menyebut kosmos sekadar apa yang tampak di atas, yakni langit, dan apa yang tampak di bawah, yakni bumi. Namun dengan semakin berkembangnya teknik-teknik kecerdasan manusia, ternyata istilah tersebut masih relevan.

Istilah langit dan bumi digunakan untuk merepresentasikan semestanya manusia. Langit dan bumi ditancapkan dalam pengertian manusia modern bukan secara harfiah. Istilah ini digunakan secara turun-temurun sejak adanya manusia pertama, dilanjutkan oleh para pewarisnya melalui Taurat, Mazmur, Injil, dan terakhir Alquran.

Langit misalnya, sebagai representasi struktur makroskopis, dinyatakan memiliki tujuh tingkat seperti dalam

ayat

QS. Al-Baqarah:29. Begitu juga bumi yang memiliki tujuh lapis juga, sebagai representasi struktur mikroskopis, seperti dinyatakan dalam ayatQS. Ath-Thalaq:12. Masalah struktur akan dibahas dalam bab

tersendiri. Tampak sekali, teosentrisme menjadi puncak pencapaian kecerdasan manusia, sebagai penyempurnaan

(12)

geosentrisme pada abad pertengahan dan heliosentrisme yang saat ini sudah tidak relevan. Karena dengan teosentrisme, jiwa jenius sejati mampu mewujudkan rindu terbesarnya: rindu kepada Tuhan yang bisa dipahami.

Referensi

Dokumen terkait

Tanggung jawab sosial dalam perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah secara parsial persepsi gender, pengalaman mengajar, tingkat pendidikan dan prestasi belajar memiliki pengaruh

Before the accepted manuscript is published in an online issue : Requests to add or remove an author, or to rearrange the author names, must be sent to the Journal Manager from

a.Dipertimbangkan sesudah diperbaiki secara mendasar Naskah yang diterima dengan perbaikan mendasar atau banyak, perlu ditelaah ulang setelah revisi Jika masih belum sesuai,

Desa Lubuk Kertang Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi. Sumatera Utara ini

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not

Fakta diatas menunjukkan bahwa pemahaman ibu yang cukup merupakan suatu kemampuan dalam hal pemahaman rehidrasi oral pada balitadiare, ibu yang memiliki pemahaman cukup tentang

Dehidrasi yang dilakukan yaitu dengan cara adsorbsi menggunakan molecular sieve 3A, silica gel, dan kombinasi dari molecular sieve 3A + silica gel. Dari percobaan adsorbsi dari