BAHAN STAINLESS STEEL 304
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagiaan persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1
Program Studi Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin
Diajukan oleh:
GUNAWAN MANTO SAPUTRO NIM : 995214133
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2 0 0 8
304 STAINLESS STEEL
A FINAL PROJECT
Submitted To Fulfill The RequirementsTo Obtain The Mechanical Engineering Bachelor Degree Mechanical Engineering Study Program
Mechanical Engineering Department
Written by:
GUNAWAN MANTO SAPUTRO Student Number : 995214133
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAMM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2 0 0 8
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TABUNG
RESERVOIR REAKTOR SAMOP DENGAN BAHAN
STAINLESS STEEL 3O4
Disusun oleh:
GUNAWAN MANTO SAPUTRO
NIM : 995214133
Telah disetujui :
Pembimbing I
Budi Setyahandana, S.T., M.T.
Pembimbing II
Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU.
iv
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN TABUNG
RESERVOIR REAKTOR SAMOP DENGAN BAHAN
STAINLESS STEEL 304
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
GUNAWAN MANTO SAPUTRO NIM : 995214133
Telah dipertahankan di depan panitia penguji Pada tanggal : 3 Mei 2008
dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan panitia penguji
Ketua : Ir. Rines, M.T. :
Sekretaris : Wibowo Kusbandono, S.T., M.T. :
Anggota : Budi Setyahandana, S.T., M.T. :
Anggota : Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU. :
Yogyakarta, 3 Mei 2008 Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma Dekan
v
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain. kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.
Yogyakarta, 3 Mei 2008 Penulis
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tugas akhir ini saya persembahkan kepada:
• Tuhan yang Maha Esa dan Tuhan Yesus Kristus yang selalu
mendampingi dan menjadi pegangan hidupku. Terima kasih Tuhan telah
memberiku terang
• Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya padaku, baik
motivasi, material maupun spiritual
• Paman, Tante dan adik- adik sepupuku yang tercinta
• Sahabat dan kekasihku “yang.Chantek” yang selalu memberiku
semangat dan motivasi, terima kasih telah memberikan kasih dan
sayangmu untukku.
•
Teman-temanku,Yulius Hanstyaka, Wellybordus,Theo Sampuaga,
Heronimus, Bumbun, Viktorianus Dodi, Mas Tompul, Apan Mohax,
Mr. Candor, dan semua yang tidak sempat kesebut disini, terima kasih
vii
MOTTO
• Apapun konsep anda tentang Tuhan, yakinlah Ia akan
selalu bersama kita.
• Tuhan tidak pernah memberikan apa yang kita
inginkan, tapi Tuhan akan selalu memberikan apa yang
kita butuhkan.
• Belajar adalah harga yang harus kita bayar, Ilmu
pengetahuan adalah hasil yang kita terima.
• Seorang pemenang adalah orang yang berani bertindak
dan pantang menyerah, sebelum apa yang dicita-citakan
nya tercapai, walaupun ganasnya rintangan dan masalah
yang menghadang.
• Apa yang kita dapatkan didalam dunia pendidikan ini,
bukanlah akhir dari semuanya, melainkan awal dari
semunya, yang siap untuk dimulaikan.
viii
INTISARI
Reaktor SAMOP adalah suatu alat yang berfungsi untuk memproduksi radioisotop Mo99 sebagai pembangkit Tc99m. Tc99m yang sangat berguna untuk
diagnostik dalam bidang kedokteran nuklir, dengan ekstraksi uranium nitrat
(UO2(NO3)2). Program ini sedang dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) Yogyakarta. Reaktor SAMOP menggunakan sistem perpipaan sebagai komponen utama dalam proses ekstraksi uranium nitrat hingga menghasilkan radioisotop Mo99m.
Perancangan dan pembuatan tabung reservoir reaktor SAMOP dengan bahan stainless steel 304; 18 Cr - 8 Ni, akan dioperasikan sampai dengan 5 tahun. Proses perancangan dan pembuatan dilakukan dengan menghitung ketebalan tabung berdasarkan usia penggunaan, tekanan, temperatur dan laju korosi yang mengacu pada ANSI/ASME B31.3. Aplikasi pengerjaan, instalasi, hingga proses pengujian, serta pengambilan data berdasarkan perancangan instalasi tersebut telah diimplementasikan. Pengujian aliran dilakukan dengan menggunakan air mineral sebagai simulasi pengganti uranium nitrat.
Hasil perancangan untuk usia pemakaian sampai dengan 5 tahun berdasarkan perhitungan diperoleh ketebalan nominal 0,56 mm. Namun karena pengadaan bahan dengan ketebalan 1,2 mm, maka usia penggunaan dapat mencapai 12 tahun.
ix
ABSTRACT
The SAMOP reactor is a device that can be use to produce Mo99
radioisotope with the extraction of uranium nitrate (UO2 (NO3)2) to rise the Tc99m,
this device is use in disease diagnose and had been developed by Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) at Yogyakarta. This reactor use pipes as its main
element in the extraction process to produce Mo99m radioisotope.
This SAMOP reactor use the stainless steel 304; 18 Cr – 8 Ni, with 5 years life time of endurance. This final project objective was to found the effects of temperature, pressure, life-use time and corrosion allowance at the SAMOP reactor tube thickness. Design and production process refers to ANSI/ASME B31.3, with calculating tube thickness life-use, pressure, temperature and corrosion allowance. This device had implemented and tested.
Tube thickness in 5 years of usage with 0,56 mm of nominal thickness. This device is used 1,2 mm of nominal thickness so it can be 12 years of usage life.
x
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Perhitungan Tebal, dan Umur Tabung Reservoir sesuai dengan waktunya.
Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat akademis memperoleh gelar sarjana di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu demi kesempurnaan tugas akhir ini penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu menyelesaikan tugas akhir.
4. Bapak Prof. Ir. Yohanes Sardjono, APU., Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu menyelesaikan tugas akhir.
xi
terima kasih banyak buat teladan hidup dukungan doanya dan terima kasih juga buat Paman dan Tante: G. Susanto, Juniansah, Mujiono, Andrianto, Singgih, Sr. Rakel, Indora Wati, Walliah, serta adik-adik Sepupu: Carolina Anggi, Wija Narko, Suhendra, dan Deddy atas segala dukungan dan semangatnya.
7. Keluarga di Yogyakarta dan di Kalimantan Barat, terima kasih sudah membantu , terima kasih sudah menjadikan bagian dari keluarga.
xii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
MOTTO ... vii
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR NOTASI / LAMBANG ... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Tujuan Perancangan ... 1
1.3. Batasan Masalah ... 1
1.4. Urutan Pembahasan. ... 2
BAB II DASAR TEORI 2.1. Klasifikasi Besi dan Baja ... 3
xiii
2.1.2.1. Baja Berdasarkan Kandungan Karbon ... 4
2.1.2.2. Sifat-Sifat Baja ... 5
2.1.2.3. Pengaruh Spesifik Unsur Paduan Pada Baja ... 7
2.1.2.4. Struktur Baja Tahan Karat ... 11
2.1.2.5. Pemilihan Baja Tahan Karat ... 12
2.1.2.6. Baja Tahan Panas ... 14
2.2. Stainless Steel (Baja Tahan Karat) ... 19
2.2.1. Klasifikasi Stainless Steel ... 19
2.2.1.1. Austenitic Stainless Steel ... 19
2.2.1.2. Ferritic Stainless Steel ... 20
2.2.1.3. Martensitic Stainless Steel ... 20
2.2.1.4. Duplex Stainless Steel ... 20
2.2.1.5. Precipitation Hardening Steel ... 21
2.2.2. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Stainless Steel ... 22
2.3. Korosi ... 23
2.3.1. Korosi Secara Umum ... 23
2.3.2. Jenis- Jenis Korosi Pada Stainless Steel ... 24
2.4. Kategori Korosi Pada Stainless Steel ... 25
2.4.1. Pitting Corrosion ... 25
2.4.2. Crevice Corrosion ... 27
2.4.3. Stress Corrosion Cracking ... 28
xiv
2.5. Perancangan ... 32
2.5.1. Persamaan Untuk Menghitung Tegangan ... 33
2.5.2. Perancangan Elastis (untuk temperatur rendah) ... 34
2.5.3. Perancangan Daerah Rupture ( untuk temperatur tinggi) ... 35
2.5.4. Daerah Temperatur Antara ... 36
2.5.5. Batas Terendah Yang Dianjurkan Untuk Ketebalan Minimum ... 36
BAB III PERANCANGAN 3.1. Perancangan Tabung ... 37
3.2. Perhitungan Tebal Tabung Untuk Daerah Elastis ... 39
3.2.1. Pengecekan Tegangan Thermal ... 42
3.3. Perhitungan Tabung Pada Daerah Perancangan Rupture Dengan Temperatur Konstan ... 45
3.4. Perhitungan Umur Pada Daerah Rupture Dengan Perubahan Temperatur Linear ... 46
3.5. Pemrograman ... 47
3.6. Proses Perhitungan Daerah Elastis Tabung Reservoir ... 48
3.7. Pembahasan ... 50
BAB IV PROSES PEMBUATAN TABUNG RESERVOIR 4.1. Pembuatan Tabung Reservoir ... 51
4.2. Elemen-elemen Tabung Reservoir ... 53
xv
4.2.3. Saluran Udara ... 56
4.2.4. Tutup Lubang Sensor. ... 57
4.2.5. Lubang Sensor ... 58
4.2.6. Handel ... 59
4.3. Perakitan Elemen Tabung ... 59
4.4. Finishing ... 60
4.5. Sistem Instalasi Reaktor SAMOP ... 61
4.6. Proses Instalasi Reaktor SAMOP ... 61
4.7. Instalasi Tabung Reservoir Reaktor SAMOP ... 62
4.8. Metode Pengujian Instalasi Tabung Reservoir Reaktor SAMOP .. 62
4.8.1. Persiapan ... 63
4.8.2. Tes Kebocoran ... 63
4.8.3. Pengujian ... 65
4.9. Hasil Pengujian ... 66
4.9.1. Uji Kebocoran ... 66
4.9.2. Pengujian Instalasi Reaktor SAMOP ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Penutup ... 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xvi
Gambar 2.1 Diagram struktur mikro baja karbon ...10
Gambar 2.3 Pembentukan spontan lapisan oksida ...24
Gambar 2.4.1 Ilustrasi pitting corrosion pada Stainless Steel ...27
Gambar 2.4.2 Ilustrasi crevice yang menyerang saat 2 material bertemu ...28
Gambar 2.4.3 Ilustrasi stress-cracking-corrosion akibat adanya tegangan sisa dan lingkungan korosif ...29
Gambar 2.4.4 Ilustrasi korosi pada butir akibat terjadinya sensitasi krom (Cr) ...30
Gambar 2.4.5 Ilustrasi terjadinya korosi antara dua logam yang berbeda jenis keaktifannya (logam A dan B) . ...31
Gambar 3.1 Faktor korosi (corrosion fraction) ...40
Gambar 3.2 Tegangan yang diijinkan dan Rupture exponent ...41
Gambar 3.3 Temperature fraction...44
Gambar 3.4 Tebal tabung untuk pemakaian 5, 10, 15, dan 20 tahun...50
Gambar 4.1 Tabung Reservoir rektor SMOP ...52
Gambar 4.3.1 Badan tabung ...54
Gambar 4.3.2 Penghubung pipa ...55
Gambar 4.3.3 Saluran udara ...56
Gambar 4.3.4 Tutup lubang sensor ...57
Gambar 4.3.5 Lubang sensor ...58
Gambar 4.3.6 Handel tabung ...59
xvii
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat Mekanik Berbagai Jenis Stainless Steel ...22 Tabel 3.1 Limiting design temperature ...37 Tabel 3.2 Allowable Stresses in Tension for Metal, SE, KSI ...38 Tabel 3.3 Allowable Stresses in Tension for Metal, SE, KSI ...38 Tabel 3.4 Tebal minimum (minimum thickness tubes) ...39 Tabel 3.5 Constan A ...43 Tabel 4.9 Pengujian Instalasi Reaktor SAMOP ...67
DAFTAR SIMBOL / NOTASI
Se = Tegangan elastis yang diijinkan (MPa) Sr = Tegangan rupture ynag diijinkan (MPa) tm = Tebal minimum (mm)
ts = Tebal akibat tegangan (mm) f = Faktor korosi
B = CA/ts
n = Rupture exponent Pe = Tekanan Rupture (MPa) Do = Diameter luar tabung (mm) CA = Korosi yang diijinkan (mm) Sth = Tegangan thermal (MPa)
xviii E = Modulus elastis (psi)
v = Poisson’s ratio ∆T = Perbedaan temperature (0C) Y = Do/Di qo = Fluk panas (kW/m2) k = Konduktifitas thermal (W/m-0C) ∆t = Ketebalan rata-rata (mm) Te = Suhu ekuivalen (0C) Tsor = Suhu awal (0C) Teor = Suhu akhir (0C) ft = Temperatur fraction
to = Initial Thicknes
Lo = Periode operasi (tahun) R = Tingkat korosi (mm/tahun) So = Initial stress
no = Rupture exponent
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tabung reservoir Reaktor SAMOP (Sub Critical Assembly for Mo99 Production) merupakan salah satu alat yang dirancang khusus untuk menyuplai uranium nitrat (UO2(NO ) ) ke Teras SAMOP. Sistem ini
dimanfaatkan untuk menghasilkan radio isotop Mo99, karena sangat diperlukan sebagai pembangkit radio isotop Tc99m, untukdiagnostik dalam bidang kedokteran nuklir. Dalam operasinya, tabung reservoir mendapatkan pengaruh suhu, tekanan dan korosi, sehingga dengan demikian tabung tersebut dirancang dengan perhitungan dan analisa yang teliti agar dapat memenuhi syarat keamanan yang baik. Perancangan Tabung reservoir ini, di gambar menggunakan Program Autocad dan Solidwork, sedangkan bahan yang digunakan adalah stainless steel, karena di dalam bahan tersebut terdapat unsur krom (Cr) yang berfungsi sebagai lapisan pelindung korosi.
3 2
1.2 Tujuan Perancangan
Tujuan perancangan ini adalah merancang tabung reservoir dengan bahan SS-304 pada reaktor SAMOP dengan parameter suhu, tekanan dan laju korosi sehingga dapat diketahui umur dan tebal bahan pembuatnya.
1.3 Batasan Masalah
Dalam perancangan tabung reservoir di reaktor SAMOP ini didasarkan pada hasil penelitian American Petroleum Institute (API)5 530, 1998. Oleh karena itu perancangan ini terbatas, dan penulis merancang menggunakan bahan SS-304, karena tabung tersebut aman jika hanya beroperasi pada suhu 500 C, dan tekanan 1 atm atau 0,101325 MPa, dengan laju korosi 0,1 mm/tahun.
1.4 Urutan Pembahasan
Dalam perancangan tugas akhir ini, data-data perhitungan umur sisa tabung diperoleh dari tabel hasil penelitiaan API, yang dihitung untuk mendapatkan ketebalan minimum, sehingga dapat diketahui umur penggunaan tabungnya. Kemudian semua data hasil perhitungannya tersebut, diubah ke dalam bentuk komputasi. Kesalahan perhitungan diharapkan seminimal mungkin agar dapat memenuhi kriteria dan syarat keamanan yang berlaku.
DASAR TEORI
2.1. Klasifikasi Besi dan Baja
Di dalam dunia industri saat ini, besi dan baja merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk proses produksi, karena mempunyai sifat-sifat yang bervariasi yaitu dari sifat yang paling lunak sampai yang paling keras.
2.1.1. Besi
Besi merupakan elemen logam penyusun utama pada baja. Pada suhu 1539ºC, besi cair mulai membeku. Pada pendinginan selanjutnya, larutan padat menunjukkan titik henti pada 1400ºC dan pada suhu ini besi mengalami perubahan susunan kristal. Besi pada suhu 1539 – 1400ºC disebut besi dengan susunan δ. Besi dengan suhu 1400 – 910ºC disebut dengan susunan ∂. Besi dengan suhu 910 – 768 ºC disebut besi β. Besi dengan suhu 768ºC sampai suhu kamar disebut besi α.
2.1.2. Baja
Untuk mendapatkan baja, harus dilakukan serangkaian proses peleburan bijih besi yang merupakan hasil tambang yang dilebur dalam dapur tinggi untuk mendapatkan besi mentah (pig
iron). Besi mentah hasil dapur tinggi masih mengandung
unsur-unsur C, Si, Mn, P dan S dengan jumlah yang cukup besar. Kandungan-kandungan unsur tersebut perlu dikurangi agar diperoleh baja yang sesuai dengan keinginan. Proses pembuatan baja dapat diartikan sebagai proses yang bertujuan untuk mengurangi kadar C, Si, Mn, P, dan S dari besi mentah lewat proses oksidasi peleburan.
2.1.2.1 Baja Berdasarkan Kandungan Karbon
Berdasarkan kadar karbon baja dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Baja karbon rendah (<0,3%)
Semakin sedikit unsur karbon yang ada maka semakin mendekati sifat besi murni. Baja karbon rendah ditinjau dari kekuatannya memiliki sifat sedang, liat, serta tangguh. Baja ini mudah di mesin dan mampu las. Untuk memperoleh kekerasan pada permukaan salah satunya dengan cara karburising.
b. Baja karbon sedang (0,3% - 0,6%)
Baja ini lebih keras dari baja karbon rendah, dan sifatnya juga lebih kuat dan tangguh tetapi kurang liat. Sifat baja karbon sedang dapat diubah dengan cara heat treatment. Pembentukannya dengan cara ditempa.
c. Baja karbon tinggi (0,6% - 1,4%)
Memiliki sifat lebih keras tapi kurang liat dan tangguh. Maka, untuk mempertinggi ketahanan terhadap aus dengan cara heat treatment dan untuk mengurangi sifat getasnya di temper. Baja jenis ini dipergunakan untuk pembuatan pegas, alat-alat pertanian dan lain-lain. AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Societi of
Automotive Engineers) memberi kode untuk baja
karbon biasa dengan seri 10xx. Dua angka terakhir menunjukan kandungan karbon (C) dalam baja tersebut. Sebagai contoh : seri 1050 berarti baja karbon dengan kandungan C sebesar 0,50 % berat. Seri 1080 berarti baja karbon dengan kandungan karbon sebesar 0,80 % berat.
2.1.2.2 Sifat-Sifat Baja
1. Malleability / dapat ditempa
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dengan mudah dibentuk, baik dalam keadaan dingin maupun panas tanpa terjadi retak (misal menggunakan hammer atau dirol).
2. Ductility / ulet
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dibentuk dengan tarikan tanpa menunjukkan gejala putus.
3. Toughness / ketangguhan
Adalah kemampuan suatu logam untuk dibengkokkan beberapa kali tanpa mengalami retak.
4. Hardness / kekerasan
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan penetrasi logam lain.
5. Strength / kekuatan
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan gaya yang bekerja atau kemampuan untuk menahan deformasi.
6. Weldability / mampu las
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat mudah dilas, baik menggunakan las listrik, karbit, atau gas. 7. Corrosion resistance / tahan korosi
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat menahan korosi atau karat akibat kelembaban udara, zat-zat kimia, dan lain-lain.
8. Machinability / mampu mesin
Adalah kemampuan suatu logam untuk dapat dikerjakan dengan mesin (misal mesin bubut, frais, dan lain-lain). 9. Elasticity / kelenturan
Adalah kemampuan suatu logam untuk kembali ke bentuk semula tanpa mengalami deformasi plastis yang permanen.
10. Britlleness / kerapuhan
Adalah sifat logam yang mudah retak dan pecah. Sifat ini berhubungan dengan kekerasan dan merupakan kebalikan dari ductility.
2.1.2.3 Pengaruh Spesifik Unsur Paduan pada Baja
a. Unsur paduan Sulfur ( S ) dan Phospor ( P )
Semua baja mengandung unsur S dan P. Unsur-unsur S dan P ini sebagian berasal dari kotoran terbawah biji besi sebelum diolah dalam dapur tinggi. Kadar S dan P harus dibuat sekecil mungkin karena unsur S dan P akan menurunkan kualitas dari baja. Kadar S dalam jumlah banyak menjadikan baja rapuh pada suhu tinggi (panas) sedangkan unsur P menjadikan baja rapuh pada suhu rendah (dingin). Kadang-kadang unsur P perlu ditambahkan pada baja agar mudah dikerjakan dengan mesin perkakas dan agar mendapatkan ukuran tatal lebih kecil ketika dikerjakan dengan mesin otomatis.
b. Unsur paduan Mangan ( Mn )
Semua baja mengandung mangan , karena mangan sangat diperlukan dalam pembuatan baja. Kadar
mangan lebih kecil dari 0,6 % tidak dianggap sebagai unsur paduan karena tidak mempengaruhi sifat baja secara menyolok. Unsur mangan dalam proses pembuatan baja berfungsi sebagai deoksider (pengikat O2 ) sehingga proses peleburan dapat berlangsung
secara baik. Kadar mangan rendah dapat juga menurunkan kecepatan pendinginan kritis.
c. Unsur paduan Nikel ( Ni )
Unsur nikel memberi pengaruh yang sama, yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis. Apabila kadar Ni cukup banyak maka akan menjadikan baja austenit pada suhu kamar. Ni membuat struktur butiran halus sehingga menaikan keuletan baja.
d. Unsur pada Silikon ( Si )
Unsur silikon selalu terdapat dalam baja. Unsur silikon menurunkan laju perkembangan gas sehingga mengurangi sifat berpori baja. Silikon akan menaikkan tegangan tarik baja dan menurunkan pendinginan kritis.Unsur silikon harus selalu ada dalam baja walaupun dalam jumlah yang sangat kecil hal ini dikarenakan akan memberikan sifat mampu las dan mampu tempa pada baja.
e. Unsur paduan Cromium (Cr)
Unsur cromium dapat memindahkan titik eutektik ke kiri. Cromium dan korbon akan membentuk carbida yang akan menaikan kekerasan baja. Cromium akan menaikan kemampuan potong dan daya tahan alat perkakas, tetapi menurunkan keuletan. Cromium akan menurunkan kecepatan pendinginan kritis dan menaikan suhu kritis baja.
f. Unsur paduan Cobalt (Co)
Pada umumnya unsur cobalt digunakan bersama-sama unsur paduan lainya. Cobalt menaikan daya tahan aus dan menghalangi pertumbuhan butiran.
g. Unsur paduan Tungstem (W), Molibden (Mo),
Vanadium (V) Seperti Cr, unsur - unsur ini akan membentuk carbida dalam baja yang akan menaikan kekerasan, kemampuan potong dan daya tahan aus baja. Unsur-unsur ini juga memberikan daya tahan panas pada alat perkakas yang bekerja dengan kecepatan tinggi. Unsur-unsur ini tidak begitu mempengaruhi kecepatan pendinginan baja tetapi menaikan titik eutektik baja. Unsur paduan ini terutama digunakan pada pahat baja HSS (High Speed Steel).
h. Karbon (C)
Karbon merupakan unsur utama pada baja. Dengan Fe maka akan membentuk Fe3C (sementit). Peningkatan
kadar karbon akan menambah kekerasan baja. Di atas 0,83 % C, kekuatan baja akan turun, meskipun kekerasan baja bertambah.
Gambar 2.1 Diagram struktur mikro baja karbon
( Sumber : Tata Surdia, Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik hal 71 )
Perubahan-perubahan yang diakibatkan perbedaan kadar karbon (gambar 2.1). Dengan naiknya kadar karbon (%C), maka bertambah besar pula noda flek hitam (flek perlit), akibat dari itu berkurang pula flek putih (ferrit = besi murni). Pada saat kadar karbon mencapai 0,85% maka besi dalam keadaan jenuh terhadap
karbon. Struktur seperti itu disebut perlit lamellar, yaitu campuran yang sangat halus dan berbentuk batang-batang kristal. Campuran kristal tersebut terdiri dari ferrit dan sementit. Apabila kadar karbon nilainya bertambah besar, maka sementit akan berkurang dan flek-flek perlit akan bertambah.
2.1.2.4 Struktur Baja Tahan Karat
Memperhatikan unsur Cr yang menjadi komponen utama pada baja tahan karat, Cr dapat larut dalam besi memperluas daerah α (ferit). Dalam baja dengan 12% Cr pada temperatur di atas 900°C terjadi fasa γ (austenit). Dalam paduan yang nyata C dan N juga terkandung, jadi fasa γ diperluas ke daerah yang mempunyai konsentrasi Cr lebih tinggi. Baja tahan karat 12% Cr biasa dipakai, diaustenitkan dari 900 sampai 1000°C tergantung kadar C nya, dan dicelup dingin pada minyak. Sehingga mempunyai fasa α dimulai dari temperatur pembekuan sampai temperatur kamar, tetapi karena sebenarnya mengandung 0,03-0,10%C dan 0,01-0,02%N, maka kira-kira di atas 930°C terbentuk fasa γ. Oleh karena itu perlakuan panas untuk mendapat fasa α dilakukan di bawah 850°C, baja ini dinamakan baja tahan karat ferit.
Struktur baja 18%Cr - 8%Ni adalah struktur dua fasa dari γ + α dalam keseimbangan, tetapi kenyataannya pada kira-kira 1050°C seluruhnya menjadi austenit dan setelah pendinginan
dalam air atau dalam udara fasa γ terbentuk pada temperatur kamar sukar bertransformasi ke fasa α, baja ini dinamakan baja tahan karat austenit. Fasa γ merupakan fasa metastabil, sebagai contoh kalau diadakan deformasi plastic bisa terjadi transformasi martensit. Kalau baja dipergunakan dalam bentuk austenit, maka perlu diadakan perlakuan panas untuk membentuk austenit tadi setelah dilakukan deformasi plastik, atau perlu dipakai baja yang mengandung lebih banyak Ni untuk memberikan kestabilan pada fasa austenit. Untuk mengetahui hubungan dari fasa logam yang ada pada lasan, yang mempunyai Cr ekuivalen = %Cr
+%Mo+1,5×%Si+0,5×%Nb, dan Ni ekuivalen =
%Ni+30×%C+0,5Mn pada kedua sumbu.
2.1.2.5 Pemilihan Baja Tahan Karat a. Baja tahan karat martensit
Komposisi baja tahan karat martensit adalah 12-13%Cr dan 0,1-0,3%C. Kadar Cr sebanyak ini adalah batas terendah untuk ketahanan asam karena itu baja ini sukar berkarat di udara, dan ketahanan karat terhadap suatu larutan juga cukup baik. Sampai 500°C baja ini banyak dipakai karena mempunyai ketahanan panas yang baik sekali, dan dengan pengerasan dan penemperan dapat diperoleh sifat-sifat mekanik yang baik, oleh karena itu
baja ini dapat dipakai untuk alat pemotong, perkakas dan sebagainya.
b. Baja tahan karat ferit
Baja tahan karat ferit adalah baja yang terutama mengandung Cr sekitar 16-18% atau lebih. Kebanyakan komponen dibuat dari plat tipis, sebagai bahan untuk bagian dalam dari suatu konstruksi, untuk peralatan dapur, untuk komponen trim mobil bagian dalam, dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa pada lingkungan korosi yang ringan tidak terjadi karat, tetapi berada pada air larutan yang netral, dapat terjadi korosi lubang atau krevis kalau terdapat sedikit ion klor. Plat tipis dari baja ini menyebabkan tanda regangan spesifik disebabkan oleh tarikan atau penarikan dalam. Sifat yang menguntungkan dari baja tahan karat ferit adalah bahwa tanpa kandungan Ni sukar untuk terjadi retakan korosi tegangan. Yaitu bahwa kalau ketahanan baja tahan karat ferit dibuat sama atau lebih baik dari baja tahan karat austenit, akan lebih menguntungkan apabila dipakai baja tahan karat ferit daripada baja tahan karat austenit, yang lebih mudah terjadi retakan korosi tegangan. Selanjutnya ketahanan korosi lubang bertambah kalau Cr dan Mo ditambahkan lebih banyak sebagai bahan
pengganti Ni yang mahal, maka dipakai baja 18%Cr-1%Mo, 18-19%Cr-2%Mo dan sebagainya. Selanjutnya baja tahan karat ferit yang mengandung lebih dari 18%Cr adalah getas tetapi keuletannya tergantung pada jumlah kadar C dan N.
c. Baja tahan karat Austenit
Baja ini mempunyai struktur 18%Cr-8%Ni dan mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik, mampu bentuk dan mampu las. Karena itu dipakai pada berbagai industri kimia. Selain itu juga dipakai sebagai bahan konstruksi, perabot dapur, turbin, mesin jet, mobil dan lain sebagainya.
2.1.2.6 Baja Tahan Panas
Penggunaan baja tahan panas sangat luas termasuk pada ketel uap untuk pembangkit tenaga listrik, turbin uap dan turbin gas, berbagai reaktor untuk industri kimia dan reaktor untuk tenaga atom, terutama penting untuk bahan kostruksi pembangkit tenaga. Karena bahan-bahan ini cenderung dalam temperatur tinggi dan tekanan tinggi dalam skala besar, atau dipakai dalam lingkungan yang khusus, contohnya pembangkit tenaga nuklir, boiler, dan sebagainya. Banyak diminta bahan yang mempunyai persyaratan tertentu dalam lingkup yang luas, jadi penyempurnaan dan
pengembangan bahan tersebut maju pesat. Pada umumnya sifat-sifat yang diminta dari baja tahan panas adalah sebagai berikut:
1) Sifat-sifat mekanis yaitu kekuatan panas yang tinggi (kekuatan melar) untuk bisa bertahan pada temperatur yang tinggi dalam waktu yang lama, keuletan dan keliatan yang lebih baik, mempunyai ketahanan yang kuat untuk kelelahan pada temperatur yang tinggi dan ketahanan terhadap kejutan termal dan mempunyai sensitivitas yang kurang terhadap takikan.
2) Sifat-sifat kimia yaitu mempunyai ketahanan yang baik terhadap korosi dan oksidasi pada temperatur yang tinggi dan mempunyai stabilitas yang baik di dalam lingkungan dimana bahan ini dipergunakan.
3) Sifat-sifat fisik, koefisien pemuaian panas yang rendah dan berat jenis yang rendah, dan mempunyai konduktivitas termal yang besar.
4) Mudah dicairkan, mudah dicor, mudah ditempa, mudah dilas, dan juga mudah dibengkokkan.
5) Mempunyai harga yang murah
Sifat-sifat dasar pada 1) dan 2) adalah sifat-sifat yang diminta untuk dapat lebih baik, berdasarkan itu tegangan perencanaan dapat ditetapkan.
Baja tahan panas ferit adalah baja Mo, Cr-Mo, Cr-Mo-V, Cr-Mo-V-W, 12%Cr dan baja Si-Cr. Untuk baja Mo dan Cr-Mo biasanya dipakai untuk ketel uap, dan baja Cr-Mo-V dan Cr-Mo-V-W adalah untuk turbin uap, baja 12% Cr untuk sudu-sudu berputar dari turbin uap dan lain-lain. Baja Si-Cr dipergunakan untuk katup mobil.
b. Baja tahan panas austenite
1. Baja tahan karat austenit
Ada baja tahan karat 18-8, yang diperkuat oleh penambahan Ti, Nb, Mo, dan sebagainya dan yang mempunyai ketahanan panas lebih tinggi dengan menambahkan lebih banyak Cr dan Ni.
2. Baja cor tahan panas
Baja tahan panas harus mempunyai kekuatan tinggi pada temperatur tinggi, yang mengakibatkan pengerjaan panas lebih sukar, sehingga kebanyakan dari baja ini biasanya dicor. Baja Ni-Cr mengandung sampai 20% Ni dan baja paduan tinggi Ni-Cr kedua-duanya mempunyai ketahanan oksidasi sampai 1150°C, baja yang pertama mempunyai kekuatan pemelaran dan perpanjangan yang tinggi, sedangkan baja yang terakhir kuat terhadap kejutan
termal dan pemanasan berulang demikian juga pendinginan berulang.
3. Paduan super berkadar dasar besi
Paduan Ni-Cr-Fe dan Ni-Co-Cr-Fe dapat dipergunakan pada kekuatan tinggi sampai kira-kira temperatur 750°C-800°C pada baja tipe pengerasan tegangan berarti bahwa matriks austenit diperkuat dengan menambahkan unsur pembentuk karbid, seperti Mo, W, Nb, Ti. Karena kekuatan yang ada tidak dapat dicapai dengan hanya perlakuan panas, maka dilakukan 20-30% pengerjaan panas dan dingin pada 600-700°C dan dilunakkan untuk menghilangkan tegangan pada 650-730°C. Kalau baja ini harus dipergunakan pada 700°C atau lebih, sebaiknya dilakukan pelakuan penuaan pada 700-800°C setelah pelakuan pelarutan pada 1100-1250°C dan diikuti pendinginan tiba-tiba.
4. Paduan super berdasar Ni
Pengembangan paduan super berkadar dasar Ni dengan kekuatan yang tinggi pada temperatur tinggi 900-1000°C. Paduan super berdasar pada Ni juga dikembangkan untuk coran, dan NASA-VI-A adalah paduan yang mempunyai kekuatan patah
melar yang tinggi, yaitu 14,7 kgf/mm2 pada 920°C untuk 1000 jam. Teknik pengecoran presisi telah dikembangkan sehingga produk-produk coran sangat dapat dipercaya karena dengan penempaan seperti telah dikemukakan bahwa daerah penempaan panas sangat sempit dan sangat sukar untuk dipakai. Dengan memperguankan teknik pengecoran yang ada secara praktis telah dibuat pembekuan yang tidak mengarah dan kristal tunggal untuk sudut-sudut turbin.
5. Paduan super berkadar dasar Co
Paduan yang utama adalah Co-Ni-Cr. Paduan vitalium (HS 21) menarik perhatian yang pertama ketika mesin jet dibuat dan dipergunakan sebagai bahan untuk sudu-sudu yang berputar dari turbin dan untuk nozel.
2.2. Stainless Steel (Baja Tahan Karat) 2.2.1. Klasifikasi Stainless Steel
Stainless Steel (SS) adalah paduan besi dengan minimal 12 % kromium. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara spontan. Tentunya harus dibedakan mekanisme protective layer ini dibandingkan baja yang dilindungi dengan coating (misalnya seng dan cadmium) ataupun cat.
Meskipun seluruh kategori SS didasarkan pada kandungan krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat SS sesuai aplikasi-nya. Kategori SS tidak halnya seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya. Lima golongan utama SS adalah Austenitic, Ferritic, Martensitic, Duplex dan Precipitation Hardening SS.
2.2.1.1. Austenitic Stainless Steel
Austenitic SS mengandung sedikitnya 16% Chrom dan 6% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic SS seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat SS tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah (Lampiran 1).
2.2.1.2. Ferritic Stainless Steel
Kadar Chrom bervariasi antara 10,5 - 18 % seperti grade 430 dan 409. Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi/machining. Tetapi kekurangan ini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan secara khusus pada grade 3Cr12.
2.2.1.3. Martensitic Stainless Steel
SS jenis ini memiliki unsur utama Chrom (masih lebih sedikit jika dibanding Ferritic SS) dan kadar karbon relatif tinggi misal grade 410 dan 416. Grade 431 memiliki Chrom sampai 16% tetapi mikrostrukturnya masih martensitic disebabkan hanya memiliki Nickel 2%. Grade SS lain misalnya 17-4PH/630 memiliki tensile strength tertinggi dibanding SS lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat di hardening.
2.2.1.4. Duplex Stainless Steel
Duplex SS seperti 2304 dan 2205 (dua angka pertama menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir menyatakan persentase Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Cracking-nya tidak sebaik ferritic SS
tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic SS dan lebih buruk dibanding Austenitic SS. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic SS (yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex SS ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting corrosion jauh lebih baik (superior) dibanding 316. Ketangguhannya Duplex SS akan menurun pada temperatur dibawah 50 oC dan diatas 300 oC.
2.2.1.5. Precipitation Hardening Steel
Precipitation hardening stainless steel adalah SS yang keras dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam struktur mikro logam. Sehingga gerakan deformasi menjadi terhambat dan memperkuat material SS. Pembentukan ini disebabkan oleh penambahan unsur tembaga (Cu), Titanium (Ti), Niobium (Nb) dan alumunium. Proses penguatan umumnya terjadi pada saat dilakukan pengerjaan dingin (cold work).
Perbandingan masing-masing sifat dari grade SS ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat Mekanik Berbagai Jenis Stainless Steel Jenis Stainless Steel Respo n Magne t Ketahana n Korosi Metode Hardenin g Ke-liat-an (Ductility ) Ketahanan Temperatu r Tinggi Ketahanan Temperatu r Rendah Kemamp uan Welding
Austenitic Tdk Sgt Tinggi Cold Work
Sgt Tinggi
Sgt Tinggi Sgt Tinggi Sgt Tinggi
Duplex Ya Sedang Tidak ada Sedang Rendah Sedang Tinggi Ferritic Ya Sedang Tidak ada Sedang Tinggi Rendah Rendah Martensiti
c
Ya Sedang Q & T Rendah Rendah Rendah Rendah
2.2.2. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Stailess Steel
Dalam aplikasi, Stainless Steel selain dibutuhkan sebagai logam yang tahan terhadap korosi juga dibutuhkan sifat tambahan guna meningkatkan sifat mekaniknya. Peningkatan sifat mekanik ini tergantung pada sejumlah unsur yang terkandung dalam paduan Stainless Steel. Berikut akan dijelaskan kegunaan unsur-unsur tambahan dalam Stainless Steel :
a. Kromium (Cr) : berguna untuk membentuk lapisan pasif untuk melindungi dari korosi.
b. Nikel (Ni) : sebagai penstabil austenit, meningkatkan sifat mekanik, maningkatkan ketahanan korosi pada lingkungan asam mineral.
c. Mangan (Mn) : membantu fungsi Ni.
d. Molybdenum (Mo) : sebagai penstabil lapisan pasif dalam lingkungan yang mengandung banyak ion klorida (Cl - ), seperti lingkungan air
laut (NaCl).
e. Karbon (C) : meningkatkan kemampuan dikeraskan (hardenability) dari material Stainless Steel.
f. Nitrogen (N) : membentuk duplex stainlees steel dengan meningkatkan terbentuknya austenit, meningkatkan sifat mekanik Stainless Steel.
2.3. Korosi
2.3.1. Korosi Secara Umum
Stainless Steel (SS) pada dasarnya bukanlah logam mulia seperti halnya emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami korosi karena pengaruh kondisi lingkungan, sementara Stainless Steel masih mengalami korosi. Daya tahan korosi SS disebabkan lapisan yang tidak terlihat (invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi SS dengan oksigen yang akhirnya membentuk lapisan pelindung anti korosi (protective layer). Sumber oksigen bisa berasal dari udara maupun air. Material lain yang memiliki sifat sejenis antara lain Titanium (Ti) dan juga Aluminium (Al).
Secara umum protective layer terbentuk dari reaksi kromium + oksigen secara spontan membentuk krom-oksida. Jika lapisan oksida SS digores/terkelupas, maka protective layer akan segera terbentuk secara spontan, tentunya jika kondisi lingkungan cukup mengandung oksigen (Gambar 2.3). Walaupun demikian kondisi lingkungan tetap menjadi penyebab kerusakan protective layer tersebut. Pada keadaan dimana
protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka korosi akan terjadi.
Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti halnya udara, cairan/larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses (misal gas asap
hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia lainnya), logam yang berlainan jenis dan saling berhubungan dan sebagainya.
Gambar 2.3. Pembentukan spontan lapisan oksida
2.3.2. Jenis-Jenis Korosi Pada Stainless Steel
Meskipun alasan utama penggunaan stainless steel adalah ketahanan korosinya, tetapi pemilihan stainless steel yang tepat mesti disesuaikan dengan aplikasi yang tepat pula. Pada umumnya, korosi menyebabkan beberapa masalah seperti :
1. Terbentuknya lubang-lubang kecil/halus pada tangki dan pipa-pipa sehingga menyebabkan kebocoran cairan ataupun gas.
2. Menurunnya kekuatan material disebabkan penyusutan/pengurangan ketebalan/volume material sehingga 'strength' juga menurun, akibatnya dapat terjadi retak, bengkok, patah dan sebagainya.
3. Dekorasi permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan kerak karat ataupun lubang-lubang.
4. Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau material lainnya, hal ini sangat dihindari khususnya pada proses produksi makanan.
2.4. Kategori Korosi Pada Stainless Steel 2.4.1. Pitting Corrosion
Korosi berupa lubang-lubang kecil sebesar jarum, dimana dimulai dari korosi lokal (bukan seperti uniform corrosion). Pitting corrosion ini awalnya terlihat kecil dipermukaan SS tetapi semakin membesar pada bagian dalam SS. Korosi ini terjadi pada beberapa kondisi pada lingkungan dengan PH rendah, temperature moderat, serta konsentrasi klorida yang cukup tinggi, misalnya NaCl atau garam di air laut (Lampiran 1). Pada konsentrasi klorida yang cukup tinggi, awalnya ion-ion klorida merusak protective layer pada permukaan SS terutama permukaan yang cacat. Timbulnya cacat ini dapat disebabkan oleh kotoran sulfida, retak-retak kecil akibat penggerindaan, pengelasan, penumpukan kerak, penumpukan larutan padat dan sebagainya. Proses kimia yang terjadi saat pitting korosi ini dapat dilihat dalam Gambar 2.4. Umumnya SS berkadar Krom (Cr), Molybdenum (Mo) dan Nitrogen (N) yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap pitting corrosion. Pada industri petrokimia korosi ini sangat berbahaya karena menyerang permukaan dan penampakan visualnya sangat kecil, sehingga sulit untuk diatasi dan dicegah terutama pada pipa-pipa bertekanan tinggi.
Ketahanan material terhadap pitting korosi jenis ini di formulasikan sbb :
PREN = %Cr + (3,3 x %Mo) + (16 x %N)
Satu hal yang menyebabkan pitting corrosion sangat serius bahwa ketika lubang kecil terbentuk, maka lubang ini akan terus cenderung berkembang (lebih besar dan dalam) meskipun kondisi SS tersebut sangat tertutup atau tidak dapat tersentuh sama sekali. Oleh karena itu dalam mendesain material untuk lingkungan kerja yang besar kemungkinan terjadinya pitting korosi digunakan nilai PREN, sebagai acuan.
Contohnya bila dibandingkan antara SS austenitik seperti 304, 316L, dan SS super-austenitik seperti UR 6B. SS 304 memiliki komposisi (dalam %): <0,015 C, 18.5 Cr, 12 Ni sedangkan untuk SS 316L memiliki komposisi : <0,030 C, 17.5 Cr, 13,5 Ni, 2,6 Mo. SS super-austenitik UR 6B memiliki komposisi : <0,020 C, 20 Cr, 25 Ni, 4,3 Mo, dan 0,13 N. Dengan komposisi yang berbeda maka nilai PREN untuk masing-masing SS adalah: 304 = 18, 316L = 26, dan UR B6 = 37. Dengan demikian maka UR B6 memiliki ketahanan akan pitting korosi paling kuat sedangkan 304 memiliki ketahanan pitting korosi yang terlemah.
Gambar 2.4.1 IIustrasi pitting corrosion pada material SS.
2.4.2. Crevice Corrosion
Korosi jenis ini sering terjadi di daerah yang kondisi oksidasi terhadap krom (Cr) SS sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali (miskin oksigen). Sering pula terjadi akibat desain konstruksi peralatan yang tidak memungkinkan terjadinya oksidasi tersebut misalnya celah antara gasket/packing, celah yang terbentuk akibat pengelasan yang tidak sempurna, sudut-sudut yang sempit, celah/sudut antara 2 atau lebih lapisan metal, celah antara mur/baut dsb. Praktis korosi ini terjadi di daerah yang sangat sempit misalnya celah, sudut, takik dan sebagainya seperti terlihat pada Gambar 2.5. Crevice Corrosion dapat dipandang sebagai pitting corrosion yang lebih berat/hebat dan terjadi pada temperature di bawah temperature moderate yang biasa menyebabkan pitting corrosion. Cara untuk menghindari masalah ini, salah satunya dengan membuat desain peralatan lebih 'terbuka' walaupun kenyataannya sangat sulit untuk semua aplikasi.
Gambar 2.4.2 Ilustrasi crevice corrosion yang menyerang saat 2 material bertemu dan membentuk celah sempit, sehingga terjadi perbedaan kandungan oksigen yang menyebabkan korosi.
2.4.3. Stress Corrosion Cracking
Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile, torsion, compressive maupun thermal) dan lingkungan yang korosif maka SS cenderung lebih cepat mengalami korosi. Karat yang mengakibatkan berkurangnya penampang luas efektif permukaan SS menyebabkan tegangan kerja (working Strees) pada SS akan bertambah besar. Korosi ini dapat terjadi pula misal pada pin, baut-mur dengan lubangnya/dudukannya, SS yang memiliki tegangan sisa akibat rolling, bending, welding dan sebagainya. Ilustrasi dari korosi ini dapat dilihat pada Gambar 2.6. Korosi ini meningkat jika part yang mengalami stress berada di lingkungan dengan kadar klorida tinggi seperti air laut yang temperaturnya cukup tinggi. Sebagai akibatnya aplikasi SS dibatasi untuk menangani cairan panas bertemperatur di atas 50 oC bahkan dengan kadar klorida yang sangat sedikit sekalipun (beberapa ppm). SS yang cocok korosi ini adalah austenitic SS disebabkan kadar Nikel-nya (Ni) relatif tinggi. Grade 316 tidak lebih tahan secara siknifikan dibanding 304.
Duplex SS (misal 2205/ UR 45N) lebih tahan dibanding 304 atau 316 bahkan sampai temperatur aplikasi 150 oC dan super duplex akan lebih tahan lagi terhadap stress corrosion cracking (Lampiran 1). Pada beberapa kasus, korosi ini dapat dikurangi dengan cara 'shot peening', penembakan permukaan logam dengan butir pasir logam, atau juga meng-annealing setelah SS selesai dimachining, sehingga dapat mengurangi tegangan pada permukaan logam.
Gambar 2.4.3 Ilustrasi stress-cracking-corrosion akibat adanya tegangan sisa dan lingkungan korosif.
2.4.4. Intergranular Corrosion
Korosi ini disebabkan ketidak sempurnaan mikrostruktur SS. Ketika austenic SS berada pada temperature 425-850 oC (temperatur sensitasi) atau ketika dipanaskan dan dibiarkan mendingin secara perlahan
(seperti halnya sesudah welding atau pendinginan setelah annealing) maka karbon akan menarik krom untuk membentuk partikel kromium karbida (chromium carbide) di daerah batas butir (grain boundary) struktur SS. Formasi kromium karbida yang terkonsentrasi pada batas butir akan menghilangkan/mengurangi sifat perlindungan kromium pada daerah tengah butir. Sehingga daerah ini akan dengan mudah terserang oleh korosi (Gambar 2.7). Secara umum SS dengan kadar karbon <2 % relative tahan terhadap korosi ini. Ketidaksempurnaan mikrostruktur ini diperbaiki dengan menambahkan unsur yang memiliki afinitas ("daya tarik") terhadap Karbon lebih besar untuk membentuk karbida, seperti Titanium (misal pada SS 321) dan Niobium (misal pada SS 347). Cara lain adalah dengan menggunakan SS berkadar karbon rendah yang di tandai indeks 'L' Low carbon steel (misal 316L atau 304L). SS dengan kadar karbon tinggi juga akan tahan terhadap korosi jenis ini asalkan digunakan pada temperatur tinggi pula (misal 304H, 316H, 321H, 347H, 30815/Sirius S15, 310/Sirius 310 dan juga 314/Sirius 314).
2.4.5. Galvanic Corrosion
Galvanic corrosion terjadi disebabkan sambungan dissimilar material (2 material yang berbeda terhubung secara elektris/tersambung misal baut dengan mur, paku keling/rivet dengan body tabung, hasil welding dengan benda kerja) dan/atau terendam dalam larutan elektrolit, sehingga dissimilar material tersebut menjadi semacam sambungan listrik. Mekanisme ini disebakan satu material berfungsi sebagai anoda dan yang lainnya sebagai katoda sehingga terbentuk jembatan elektrokimia (Gambar 2.8). Dengan terjadinya hubungan elektrik tersebut maka logam yang bersifat anoda (less noble) akan lebih mudah terkorosi. Urutan tersebut ditunjukkan pada seri elektrokimia logam berikut :
Logam deret sebelah kiri cenderung menjadi anoda (mudah berkarat) sementara logam sebelah kanan cenderung menjadi katoda. Galvanic corrosion ini tergantung pada :
1. Perbedaan ke-mulia-an dissimilar material
2. Rasio luas permukaan dissimilar material, dan Konduktifitas larutan
2.5 Perancangan
Terdapat perbedaan mendasar antara perilaku Stainless Steel-304 dalam suatu tabung reservoir yang beroperasi pada suhu 122 0F (50 0C)
dengan Stainless Steel-304 yang beroperasi pada suhu 1499 0F (815 0C). Stainless Steel yang beroperasi di temperatur yang lebih tinggi akan mulur atau berubah bentuk untuk selamanya (Lampiran 1), bahkan pada tegangan di bawah batas tegangan luluh. Ketika temperatur tabung logam cukup tinggi untuk terjadinya efek mulur, tabung akan menjadi cepat rusak akibat
creep rupture, bahkan ketika korosi atau mekanisme oksidasi tidak
bekerja. Untuk Stainless Steel yang beroperasi pada temperatur yang lebih rendah, efek mulur akan menjadi tidak ada atau dapat diabaikan. Penelitian
American Petroleum Institute menunjukkan bahwa pada kasus ini, tabung
akan bertahan dengan tak terbatas kecuali jika mekanisme korosi atau oksidasi aktif.
Karena ada suatu perbedaan pokok antara perilaku material pada dua temperatur tersebut, ada dua pertimbangan perancangan yang berbeda untuk perancangan tabung elastis dan perancangan creep rupture. Perancangan elastis adalah perancangan pada daerah yang elastis, pada temperatur lebih rendah, dimana tegangan yang diijinkan didasarkan pada tegangan luluh. Perancangan creep rupture (juga disebut perancangan
rupture) perancangan pada daerah creep rupture, pada temperatur lebih
Temperatur yang memisahkan daerah elastis dan daerah creep
rupture pada tabung bukanlah nilai mutlak. Tetapi merupakan suatu
daerah temperatur yang tergantung pada campuran Stainless Steel (Lampiran 1). Untuk Stainless Steel, temperatur terendah dari daerah ini adalah sekitar 8000F (425 0C) untuk Stainless Steel-304, temperatur terendah daerah ini adalah sekitar 1100 0F ( 590 0C), hal-hal lain yang perlu dipertimbangan dalam perancangan meliputi perancangan tekanan elastis dan rupture, perancangan umur dan korosi yang diijinkan. Pada daerah temperatur didekat atau di atas titik dimana garis tegangan elastis dan rupture yang diijinkan berpotongan, maka persamaan yang digunakan adalah persamaan perancangan elastik dan rupture. Nilai tm yang lebih
besar harus dapat menentukan perancangan. Batas terendah dari ketebalan minimum tabung yang direkomendasikan diberikan dalam Tabel 3.1
2.5.1 Persamaan Untuk Menghitung Tegangan
Pada daerah elastis dan daerah creep rupture, persamaan perancangan didasarkan pada persamaan rata-rata diameter untuk tegangan dalam tabung. Pada daerah elastis, digunakan perancangan tekanan elastis (Pe) dan tegangan elastis yang diijinkan (Se). Pada daerah creep rupture, digunakan perancangan tekanan rupture ( Pr) dan tegangan rupture yang diijinkan (Sr).
Persamaan rata-rata diameter memberi suatu perkiraan yang tepat dari tekanan yang akan menghasilkan luluh dari keseluruhan dinding tabung pada tabung tipis. Persamaan diameter rata-rata
juga memberikan suatu korelasi yang tepat antara creep rupture suatu tabung bertekanan dan suatu spesimen uji berporos tunggal. Maka dari itu persamaan ini merupakan persamaan yang tepat untuk digunakan baik dalam daerah elastis maupun creep rupture. Persamaan diameter rata-rata untuk tegangan sebagai berikut:
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ' 1 2 1 2 t D P t Do P S i ………(2.1) dengan:
S = tegangan, dalam pounds per inci kuadrat ( megapascals). P = tekanan, dalam pounds per inci kuadrat ( megapascals). D0 = diameter luar, dalam inci ( milimeter).
DI = diameter dalam, dalam inci ( milimeter).
t = ketebalan, dalam inci ( milimeter).
2.5.2 Perancangan Elastis (untuk temperatur rendah)
Perancangan yang elastis didasarkan pada pencegahan kegagalan dengan ledakan ketika tekanannya maksimum (hal ini terjadi ketika tekanan telah mencapai Pc) dekat dengan berakhirnya umur rancangan setelah korosi yang diijinkan telah digunakan. Dengan perancangan elastis, ts dan tm dihitung dengan:
) 1 2 ' ( 2 0 + − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = c c i e s e e S P D P t P S PeD S ………...(2.2) CA t tm = s + …………..………...(2.3)
Sc = tegangan elastis diijinkan pada perancangan temperatur
logam,
dalam pounds per inci kuadrat (megapascals).
2.5.3 Perancangan Daerah Rupture ( untuk temperatur tinggi)
Perancangan daerah rupture didasarkan pada pencegahan
failiure dengan creep rupture selama umur rancangan. Pada
perancangan daerah rupture, ts dan tm dihitung sebagai berikut:
r r s r r r s P S D P t atau P S D P t − = + = 2 2 1 0 ……...…...(2.4) fCA t tm = s + …………..………...(2.5) dengan:
Sr = tegangan rupture yang diijinkan (MPa).
F = nilai korosi diberi seperti fungsi B dan n dalam figur B = CA / t
n = rupture eksponen pada perancangan temperatur logam
Dapat dilihat bahwa ketika tegangan yang diijinkan dipengaruhi korosi, menyebabkan umur rupture bertambah. Persamaan perancangan ini adalah sesuai untuk tabung reservoir, jika pada keadaan tertentu perancang diharuskan untuk memilih
rancangan yang lebih konservatif, maka dapat digunakan nilai korosi ( f = 1).
2.5.4 Daerah Temperatur Antara
Pada temperatur di dekat atau di atas titik di mana kurva Se
dan St bertemu, maka pertimbangan rupture atau elastis akan
menentukan perancangan. Pada daerah temperatur ini perancangan
rupture dan elastis kedua-duanya harus diterapkan. Nilai tm yang
lebih besar dalam menentukan perancangan.
2.5.5 Batas Terendah Yang Dianjurkan Untuk Ketebalan Minimum
Ketebalan minimum (tm) untuk tabung baru (termasuk
daerah korosi yang diijinkan) sebaiknya tidak kurang dari yang ditunjukkan pada Tabel 3.2. Untuk baja ferritic, harga yang ditunjukkan merupakan harga ketebalan minimum dari dinding pipa schedule 40 yang umum. Untuk baja austenitic, harga yang ditunjukkan merupakan harga ketebalan minimum dari dinding pipa schedule 10S yang umum. Ketebalan minimum adalah 0,875 kali lebih besar dari ketebalan rata-rata. ketebalan minimum ini diperoleh berdasarkan pada praktek-praktek dalam industri. Ketebalan minimum bukan merupakan ketebalan pengganti dari pipa yang telah digunakan.
BAB III PERANCANGAN
3.1 Perancangan Tabung
Bahan yang digunakan pada perancangan tabung ini menggunakan Stainless Steel-304 (18Cr – 8Ni steel) dengan suhu operasi 50 0C sesuai dengan Tabel 3.1. Bila suhu pengoperasian bekerja diatas batas suhu yang diijinkan yaitu 815 0C, maka tabung tersebut akan terjadi pengurangan umur,
bahkan bisa terjadi hal yang tidak diinginkan (Lampiran 1). Pada perancangan ini penulis menggunakan acuan dari buku American Petroleum Institute 530,
1998 (API) dan Pipe Stress Analysis.
Tabel 3.1 Limiting design temperature
Sumber: Calculation of Heater-Tube Thickness in Petroleum Refineries, America Petroleum Institute, Hal 11
Material Metal Temperature Limiting Design Lower Critical Temperature Degrees
Fahrenheit Degrees Celsius Fahrenheit Degrees Degrees Celsius
Carbon steel 1000 540 1325 720 C-1/2 Mo steel 1100 595 1325 720 1 1/4Cr-1/2Mo steel 1100 595 1430 775 2 1/4Cr-1Mo steel 1200 650 1480 805 3Cr-1Mo steel 1200 650 1500 815 5Cr-1/2Mo steel 1200 650 1520 820 5Cr-1/2Mo-Si steel 1300 705 1550 845 7Cr-1/2Mo steel 1300 705 1515 825 9Cr-1Mo steel 1300 705 1515 825 18Cr-8Ni steel 1500 815 - - 16Cr-12Ni-2Mo steel 1500 815 - - 18Cr-10Ni-Ti steel 1500 815 - - 18Cr-10Ni-Cb steel 1500 815 - - Ni-Fe-Cr 1800 985 - - 25Cr-20Nit 1850 1010 - - 37
Tabel 3.2 Allowable Stresses in Tension for Metal, SE,KSI
(Pipe Stress Analysis Appendix A3, Hal. 220)
Tabel 3.3 Allowable Stresses in Tension for Metal, SE,KSI
3.2 Perhitungan Tebal Tabung Untuk Daerah Elastis
Untuk merencanakan ketebalan tabung pada daerah elastis harus ditentukan ketebalan minimum tabung. Batas maksimum dari ketebalan minimum tabung dapat dilihat dari Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Tebal minimum (minimum thicness tubes) (Calculation of Heater-Tube Thicness in Petroleum Refineries,
AmericanPetroleum Institute, hal 5)
Untuk menghitung dari tebal tabung, digunakan persamaan:
ts = e e e P S D P + × 2 0 atau e e i e P S D P − × 2 ' .………(3.1) tm = ts + CA ……….(3.2) dengan :
ts = Tebal tabung akibat tegangan (mm)
Pe = Tekanan rupture (MPa)
Do = Diameter luar tabung (mm)
CA = Korosi yang diijinkan (mm) Se = Tegangan elastis (MPa)
Gambar 3.1 Faktor korosi ( corrosion fraction)
(Calculation of Heater-Tube Thickness in Petroleum Refineries, America
Gambar 3.2 Tegangan yang diijinkan dan Rupture exponent (Calculation of Heater-Tube Thickness in Petroleum Refineries, America
3.2.1 Pengecekan tegangan thermal
Pengecekan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah perancangan pada daerah elastis ini aman atau tidak. Untuk pengecekan tegangan thermal maksimum, persamaan yang digunakan adalah : ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − = ln 1 1 2 2 2 Y Y Y X Sth ………....(3.3) Dengan :
(
)
(
)
⎥⎢⎣⎡ ⎥⎦⎤ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ Δ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = k D q v aE Y T v aE X 0 0 1 4 ln 1 2 ……….…(3.4)A = Koefisien ekpansi thermal dalam oC. (tabel C-6 ASME B31.3,
Chemical Plant and Petroleum Refinery Piping, New York,
1984).
E = Modulus Elastis dalam psi (tabel C-6 ASME B31.3, Chemical
Plant and Petroleum Refinery Piping, New York, 1984).
ν = Poison’s ratio.
ΔT = Perbedaan temperatur. Y = Do/Di.
qo = Fluk panas (kW/m2)
k = Kondukifitas thermal dalam W/m-0C (tabel 1, Boiler and
Pressure Vessel Code, Section VIII, “Rules for Construction of Pressure Vessel,” Division 2, “Alternative Rule,” ASME, New York).
Setelah perhitungan ketebalan diatas, perlu juga dicari ketebalan rata-rata dengan persamaan :
∆t = tm x (1 + 0,14)………...(3.4) diameter dalam dihitung dengan persamaan :
Di = Do – (2 x ∆t)………..(3.5)
Y = Do/Di ……….(3.6)
Untuk austenitic steel perhitungan batas maksimum tegangan thermal digunakan persamaan :
Sth_lim1 = (2,7 – 0,90Y)Sy …….. …………(3.7)
Sth_lim2 = 1,8Sy …..………...(3.8)
Jika nilai Sth < Sth_lim1 dan Sth_lim2 maka rancangan aman.
Tabel 3.5 Constan A
(Calculation of Heater-Tube Thicness in Petroleum Refineries,
Gambar 3.3 Temperature fraction
(Calculation of Heater-Tube Thickness in Petroleum Refineries, American Petroleum Institute, Hal 9)
3.3 Perhitungan Tabung Pada Daerah Perancangan Rupture Dengan Temperatur Konstan
Pada perhitungan umur tabung untuk daerah perancangan rupture dengan temperatur konstan, digunakan persamaan-persamaan :
⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + × = Pr 2 Pr 0 Sr D ts ……..……….…………...(3.9) fCA t tm = s + …………..………...…...(3.10) s t CA B= ………..……….…...(3.11)
Setelah semua nilai tersebut didapat, maka persamaan umur tabung dapat dicari dengan persamaan-persamaan :
CA = R x Ld ………..……….(3.12) tm = ts + (f x CA) (f x CA) = tm – ts CA = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − f ts tm R x Ld = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − f ts tm Ld = R f ts tm / ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − ………....(3.13) Dengan :
Ld = umur tabung (jam)
tm = tebal minimum tabung (mm) ts = tebal tabung akibat tegangan (mm)
R = tingkat korosi (mm per tahun) CA = Corrosion allowance (mm)
f = Corrosion Fraction, dengan menggunakan parameter B dan N
dari Gambar 3.1
n = rupture eksponen dari Gambar 3.2
3.4 Perhitungan Tabung Pada Daerah Rupture Dengan Perubahan Temperatur Linear
Pada desain ini selain harus mencari tebal minimum (tm) dan tebal akibat tegangan (ts) (persamaan tm dan ts sama seperti pada perhitungan untuk daerah perancangan rupture dengan temperatur konstan) dan harus ditentukan pula suhu awal (Tsor) dan suhu akhir operasi (Teor) juga suhu ekuivalen (Te).
Te = Tsor + fT (Teor – Tsor) ……….…...(3.14)
dengan:
Te = suhu ekuivalen (0C) Tsor = suhu awal (0C) Teor = suhu akhir (0C)
fT = temperature fraction diberikan pada Gambar 3.3,
Temperature fraction didapat dari fungsi V dan N dimana :
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ = So A T T n V a ln 0 ………...(3.15) ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ Δ = 0 0 t T n N ………...(3.16)
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = 1 2 Pr 0 0 t D So …………...……….………(3.15) ts CA B= / R f ts tm Ld ⎥/ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = Dimana :
n0 = rupture exponent saat Tsor.
∆T = Teor – Tsor. Ta = Tsor + 460 (0C).
ln = natural logarithm.
A = material constant, dari Tabel 3.3
So = initial stress (saat awal operasi). ∆t = RL0.
R = tingkat korosi (mm per tahun).
L0 = periode operasi (tahun).
t0 = initial thickness saat mulai operasi.
n = rupture exponent ( Gambar 3.2 dengan parameter Te)
Ld = umur tabung (jam)
3.5 Pemrograman
Pada saat ini banyak sekali program komputer yang dapat kita gunakan. Program-program tersebut antara lain : Delfi, Fortran, MadCad, Java, Visual basic dan masih banyak lagi. Kesemua program tersebut mempunyai bermacam-macam seri dan keunggulan sendiri-sendiri.
Untuk memudahkan perhitungan tabung reservoir penulis juga menggunakan pemograman komputer (komputerisasi). Penulis disini menggunakan jenis program Visual Basic, karena selain mudah dipelajari, mudah didapat, juga mudah dalam pengoperasiannya. Program Visual Basic dipilih juga karena program ini cakupannya luas dan terus berkembang.
Tujuan digunakan komputerisasi dalam perhitungan ini adalah untuk mempercepat perhitungan. Yang perlu dilakukan pertama-tama adalah dengan membuat diagram alir proses perhitungan untuk memperjelas arah pemograman. Diagram alir dibuat berdasarkan urutan perhitungan perancangan tabung reservoir.
3.6 Proses Perhitungan Daerah Elastis Tabung Reservoir, Dengan Menggunakan Reference Buku American Petrolium Institute untuk ;
Umur operasi (Ld) = 5, 10, 15, 20 Tahun
Bahan = 18 Cr-8 Ni steel, tipe stainless steel-304. Suhu operasi = 50 0C.
Laju korosi (R) = 0,1 mm/tahun. Tekanan operasi (Pe) = 0,101325 MPa.
Diameter dalam (Di) = 220mm
Tegangan elastis SS-304 (Se) = 187,085 MPa Maka perhitungannya adalah;
Tebal tabung akibat tegangan (ts) =
e e e P S D P + × 2 0 atau e e i e P S D P − × 2 ' ...(3.1)
= 101325 , 0 15 , 187 2 220 101325 , 0 − × × = 1986 , 374 2915 , 22 ts = 0,06 mm Untuk pemakaian 5 tahun;
Korosi yang diizinkan (CA) = R X Ld...(3.12) = 0,1 X 5
(CA) = 0,5 mm
Tebal minimum (tm) = ts + CA………...(3.2) = 0,06 + 0,5
tm = 0,56 mm Untuk pemakaian 10 tahun;
Korosi yang diizinkan (CA) = R X Ld...(3.12)
= 0,1 X 10 (CA) = 1 mm
Tebal minimum (tm) = ts + CA………...(3.2) = 0,06 + 1
tm = 1,06 mm Untuk pemakaian 15 tahun;
Korosi yang diizinkan (CA) = R X Ld...(3.12)
= 0,1 X 15 (CA) = 1,5 mm
Tebal minimum (tm) = ts + CA………...(3.2) = 0,06 + 1,5
tm = 1,56 mm Untuk pemakaian 20 tahun;
Korosi yang diizinkan (CA) = R X Ld...(3.12)
= 0,1 X 20 (CA) = 2 mm
Tebal minimum (tm) = ts + CA………...(3.2) = 0,06 + 2
tm = 2,06 mm
3.7 Pembahasan
Dari perhitungan, diperoleh tebal tabung minimum untuk pemakaian 5, 10, 15, dan 20 tahun. Hasil tersebut tersaji dalam Gambar 3.4
0 0.5 1 1.5 2 2.5 Tebal Minimum (tm) 5 10 15 20 Umur (Ld)
4.1. Pembuatan Tabung Reservoir
Pembuatan tabung reservoir membutuhkan data ukuran dan gambar rancangan yang lengkap dan jelas. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembuatannya, sehingga hasil bisa optimal, sesuai yang diinginkan. Pembuatan tabung yang beroperasi selama 5 tahun dengan tebal tabung 0,56 mm (Lampiran 2), disesuikan dengan bahan SS-304 yang tersedia dipasaran, dengan tebal tabung 1,2 mm (Lampiran 3). Hal ini disebabkan karena bahan dengan tebal 0,56 mm ini tidak ada dijual dipasar. Tabung reservoir dikerjakan dengan menggunakan alat-alat bantu antara lain :
- Mesin roll - Mesin bubut - Mesin las - Mesin gerinda - Mesin bor - Mesin drat - Mesin gergaji
- Amplas, Palu, Jangka sorong, Oli, dan Air
Pembuatan tabung reservoir, ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Keterangan Gambar
1. Badan tabung. 2. Penghubung pipa. 3. Saluran udara. 4. Tutup lubang sensor. 5. Lubang sensor. 6. Handel.
4.2. Elemen-elemen Tabung Reservoir
Elemen-elemen tabung reservoir ini dikerjakan berdasarkan keterangan yang tercantum di Gambar 4.2. Untuk memperjelas memudahkan proses pembuatannya, maka rancangan tersebut digambar menjadi elemen-elemen yang terpisah yaitu:
4.2.1. Badan Tabung
Cara membuat:
Badan tabung merupakan elemen utama dari tabung reservoir yang terdiri dari alas, selubung, dan penutup tabung yang dilas. Alas tabung berbentuk kerucut, dengan sudut kemiringan 5°, terbuat dari plat SS-304 dengan tebal 1,2 mm, dan diameter 222,40 mm. Selubung tabung dengan Volume 26,6 cm³ terbuat dari plat SS-304 dengan, panjang 700 mm, dan lebar 700 mm, diroll menggunakan mesin roll, kemudian disatukan dengan mesin las, sehingga plat dapat dibentuk menjadi silinder. Penutup tabung berdiameter