• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN SOMATIK, AUDITORI, VISUAL, INTELEKTUAL (SAVI) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS MATEMATIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN SOMATIK, AUDITORI, VISUAL, INTELEKTUAL (SAVI) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS MATEMATIK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 6, No. 1, Januari 2017, hal. 33-45 P-ISSN: 2301-9891

PENERAPAN PENDEKATAN SOMATIK, AUDITORI, VISUAL,

INTELEKTUAL (SAVI) UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS MATEMATIK

Dian Novitasari

Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Tangerang E-mail: d_novietasari@yahoo.com

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan pendekatan pembelajaran SAVI (Somatik, Auditori, Visual, Intelektual) untuk meningkatkan aktivitas matematik (doing math) siswa MTs. Penelitian dilakukan di Madrasah Tsanawiyah di Ciputat dengan metode penelitian tindakan kelas. Studi ini menemukan bahwa: 1) siswa yang proses pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan SAVI dapat meningkatkan aktivitas matematika. Berdasarkan perolehan belajar yang diamati, aspek pemecahan masalah memiliki perolehan belajar tertinggi 2) siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI. Siswa menjadi lebih aktif dan kritis dalam pembelajaran dengan pendekatan SAVI, dan pembelajaran dengan pendekatan SAVI juga memberikan suasana yang lebih menyenangkan kepada siswa.

Kata kunci: pendekatan SAVI, aktivitas matematik

Pendahuluan

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik, mulai dari sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Salah satu tujuannya, menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Matematika merupakan ilmu dasar yang mendasari berbagai ilmu pengetahuan lain. Oleh karena itu, matematika berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Matematika menjadi dasar dalam pengembangan ilmu. Kemajuan teknologi tidak dapat dipisahkan dari peran Matematika. Perkembangan ilmu dan teknologi sebagai hasil dari kemampuan berpikir logis, kritis, dan analitis. Dengan adanya kemampuan tersebut, manusia memiliki dorongan ingin tahu dan memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.

Setiap orang dalam kegiatan hidupnya akan terlibat dengan matematika, mulai dari bentuk yang sederhana dan rutin sampai pada bentuknya yang sangat kompleks. Misalnya, menghitung dan membilang, dua contoh kegiatan matematika rutin dan sederhana, hampir dikerjakan oleh setiap orang. Keadaan tersebut melukiskan karakteristik matematika sebagai suatu kegiatan manusia atau “mathematics as a human activity”. Sejalan dengan sifat

(2)

kegiatan manusia yang tidak statis, pandangan tadi memuat makna matematika sebagai suatu proses yang aktif, dinamik, dan generatif. Sumarmo (2010) mengemukakan bahwa visi pengembangan matematika pada dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang. Visi pertama mengarahkan pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan idea matematika yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua dalam arti yang lebih luas dan mengarah ke masa depan, matematika memberi peluang berkembangnya kemampuan menalar yang logis, sistimatik, kritis dan cermat, kreatif, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap obyektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. Belajar yang berhasil akan melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah peserta didik aktif dengan anggota badan seperti membuat sesuatu, bermain atau bekerja. Sedangkan aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya berfungsi dalam rangka pengajaran secara aktif seperti mendengarkan, mengamati, dengan teliti, memecahkan persoalan matematika, mengambil keputusan dan sebagainya. Berdasarkan pengamatan di kelas, ditemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah, pemahaman konsep, komunikasi matematik, koneksi matematik, dan penalaran matematik secara keseluruhan belum mencapai hasil yang memuaskan.

Sebagai alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas matematika adalah dengan Pendekatan Pembelajaran SAVI yaitu salah satu pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan pengunaan semua indra dapat berpengaruh besar terhadap pembelajaran. Pendekatan SAVI merupakan suatu pendekatan pembelajaran, dimana siswa dilibatkan tidak hanya sekedar mendapatkan penjelasan dari guru dan menyelesaikan soal, tetapi pada belajar dengan bergerak bebas aktif, mendengarkan apa yang dijelaskan guru dan mengekspresikannya. Hal ini dapat melatih siswa secara kreatif, meningkatkan motivasi belajar siswa, dan berusaha belajar secara aktif, pada akhirnya dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.

Tinjauan Teoritis

1. Aktivitas Matematik

Aktivitas pembelajaran yang memungkinkan dapat memunculkan kreativitas dipusatkan pada pemecahan masalah dengan kualitas tinggi yang melibatkan tantangan kognitif tingkat tinggi. Dalam memfasilitasi tumbuhnya kreativitas matematika maka semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran harus menyadari bahwa kreativitas

(3)

matematika muncul dalam lingkungan yang dibangun secara aktif dengan mengamati fakta-fakta kemunculannya. Memberikan kesempatan kepada siswa agar memperoleh pengalaman kreatif dalam matematik, dan menyusun koneksi matematik secara eksplisit. Memunculkan keterampilan bertanya yang berkenaan dengan kejadian sehari-hari, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk merefleksikan proses matematik baik secara lisan maupun tulisan. Aktivitas matematik (doing math) diartikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan proses, konsep, sifat, dan idea matematika, mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang kompleks. Kecakapan-kecakapan matematika yang termasuk ke dalam aktivitas matematik adalah; berkomunikasi matematika (mathematical communication), bernalar matematika (mathematical reasoning), kemampuan memecahkan masalah matematika (mathematical problem solving), mengkaitkan ide matematika (mathematical connection), dan pemahaman matematika (mathematical understanding).

Pemecahan masalah diartikan sebagai suatu aktivitas yang memanfaatkan tugas atau permasalahan yang cara penyelesaian belum diketahui. Dalam kaitannya dengan mencari penyelesaian dari masalah itu, siswa harus mengintegrasikan pengetahuan yang dimilikinya, dan melalui proses ini kemungkinan dia mengembangkan pemahaman yang baru. Menyelesaikan masalah tidak menjadi tujuan utama dari pembelajaran matematika, tapi bagaimana siswa bekerja melalui aktivitas pemecahan masalah. Siswa akan memiliki banyak kesempatan untuk merumuskan, menghadapi dan menyelesaikan persoalan kompleks yang memerlukan usaha keras dengan dorongan yang kuat sehingga dapat mencari solusi untuk masalah yang dihadapi. Kemampuan pemecahan masalah matematik yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan menyelesaikan masalah tidak rutin melalui tahap-tahap memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, melaksanakan strategi, dan memeriksa kebenaran hasil.

Komunikasi Matematik merefleksikan pemahaman matematika yang tercakup dalam daya matematik. Siswa belajar matematika sebagaimana mereka berkata dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Siswa akan menjadi aktif dalam menggunakan matematik ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide, berbicara dan mendengarkan temannya, berbagi ide, strategi, dan langkah-langkah penyelesaian. Menulis matematika mendorong siswa merefleksikan pekerjaannya dan mengklarifikasi ide-ide. Disamping itu membaca apa yang ditulis siswa adalah cara yang sangat baik untuk guru dalam mengidentifikasi pemahaman dan miskonsepsi siswa. Dalam NCTM (1989) beberapa indikator komunikasi matematik diantaranya adalah mengungkapkan gagasan matematika secara lisan dan tulisan, merumuskan definisi matematik, dan mengekspresikan generalisasi yang ditemukan melalui pengamatan. Kemampuan

(4)

komunikasi matematik dalam penelitian ini adalah kemampuan menyatakan, mendemonstrasikan, dan menafsirkan ide matematik dari suatu uraian ke dalam model matematika (grafik, diagram, tabel, dan persamaan) atau sebaliknya.

Bernalar matematik adalah suatu kebiasaan dalam otak, dan seperti semua kebiasaan maka perlu dikembangkan secara konsisten dalam setiap konteks matematika. Disamping itu bernalar matematik menawarkan cara-cara yang kuat dalam mengembangkan dan mengekspresikan pandangan yang luas tentang suatu fenomena. Dapat bernalar merupakan hal yang penting dalam memahami matematik. Dengan membangun ide, mengeksplorasi fenomena, menjustifikasi hasil, dan menggunakan pernyataan matematika pada semua konteks dan semua jenjang kelas akan menyebabkan siswa dapat melihat bahwa matematika itu bermakna. Dalam penelitian yang dilakukan, kemampuan yang diukur adalah kemampuan generalisasi. Kemampuan generalisasi adalah kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan data atau fakta yang diberikan. Koneksi matematika mendasari penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari yang menyajikan sinopsis untuk menghubungkan suatu topik dengan topik matematik lainnya. NCTM (1989) menekankan pentingnya koneksi diantara topik-topik matematika dan antara matematika dengan bidang disiplin ilmu lain. Siswa sebaiknya memahami bagaimana matematika berkaitan dengan subjek yang lain seperti seni, ilmu sosial, kesehatan, ilmu pengetahuan alam, teknologi, bahasa, dan lain-lain. Kemampuan koneksi matematik dalam penelitian ini adalah mencari hubungan berbagai representasi konsep dan menggunakan matematika pada kehidupan sehari-hari.

Kemampuan pemahaman matematik menjadi landasan untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah. Sumarmo (2010) menyebutkan indikator pemahaman matematik secara umum meliputi mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika. Kemampuan pemahaman matematik dalam penelitian ini adalah kemampuan menerapkan konsep matematika pada situasi yang cocok, mengidentifikasikan, dan memberikan contoh dari konsep matematika.

2. Pendekatan SAVI

Pendekatan belajar ini didasari oleh fakta bahwa setiap orang memiliki gaya berfikir dan gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagian kita dapat belajar dengan baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya orang-orang seperti ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan fasilitator dan tidak terganggu oleh kebisingan. Pola belajar demikian disebut gaya belajar visual. Disisi lain banyak pula pelajar yang mengandalkan kemampuan mendengar untuk mengingat dan tidak sedikit siswa yang memiliki cara belajar paling efektif dengan terlibat langsung dengan kegiatan.

Pembelajaran tidak secara spontan dapat meningkat apabila siswa hanya disuruh untuk berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik, dengan

(5)

aktivitas berpikir (intelektual) dan penggunaan semua indera baik pendengaran maupun penglihatan (visual) berpengaruh besar terhadap proses pembelajaran terutama pada hasil belajar siswa. Model belajar demikian menurut Meier disebut pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual). Pendekatan SAVI adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar harus memanfaatkan semua indera yang dimiliki siswa, dengan cara menggabungkan gerakan fisik dengan intelektual dan penggunaan semua alat indera dalam satu peristiwa pembelajaran.

Pembelajaran tidak secara spontan dapat meningkat apabila siswa hanya disuruh untuk berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik, dengan aktivitas berpikir (intelektual) dan penggunaan semua indera baik pendengaran maupun penglihatan (visual) berpengaruh besar terhadap proses pembelajaran terutama pada hasil belajar siswa. Model belajar demikian menurut Meier (2002) disebut pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual). Pendekatan SAVI adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar harus memanfaatkan semua indera yang dimiliki siswa, dengan cara menggabungkan gerakan fisik dengan intelektual dan penggunaan semua alat indera dalam satu peristiwa pembelajaran. Teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri. Istilah SAVI merupakan kependekan dari Somatis, Auditori, Visual, Intelektual. Somatis dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditori adalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambar). Intelektual maksudnya adalah learning by problem

solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).

Keempat unsur tersebut harus berjalan sinergis, terpadu dan simultan.

Kata ”Somatis” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh. Belajar somatis berarti belajar dengan memanfaatkan indra peraba, kinestetik, praktis- melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Belajar auditori berarti belajar dengan cara mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Sedangkan belajar visual dapat membantu pembelajar melihat inti masalah, karena dengan menggunakan visual maka setiap anak terutama pembelajar visual akan lebih mudah memahami jika dapat melihat apa-apa yang bicarakan gurunya. Belajar intelektual dimaknai sebagai apa yang dilakukan dalam pikiran pembelajar secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptkan hubungan, makna,

(6)

rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Dengan intelektual pembelajar dapat menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif untuk membuat makna baru bagi diri pembelajar itu sendiri (Meier,2002). Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam suatu peristiwa pembelajaran. Pembelajar dapat meningkatkan kemampuan mereka memecahkan masalah (Intelektual) jika mereka secara simultan menggerakan sesuatu (Somatis) untuk menghasilkan piktogram atau pajangan tiga dimensi (Visual) sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan (Auditori). Menggabungkan keempat modalitas belajar dalam satu peristiwa pembelajaran adalah inti dari Pembelajaran Multi Inderawi.

Metode pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran yang menyajikan pembelajaran dalam empat tahap dengan rincian sebagai berikut:

1) Pengelompokkan Siswa

Dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan SAVI langkah awal adalah dengan pembentukan kelompok, banyak cara untuk pembentukan kelompok misalnya menyebutkan salah satu angka yang disediakan guru, kemudian siswa memilih angka paling disenangi oleh siswa, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam kerja kelompok, dan siswa akan menyenangi bekerja dalam kelompok yang telah dipilihnya.

2) Pembelajaran menekankan pada penggunaan berbagai media

Media pembelajaran merupakan alat bantu guru dalam memberikan materi agar lebih mudah dalam pembelajaran. Media dapat mendukung terhadap penggunaan strategi belajar mengajar sekaligus membantu tercapainya tujuan pembelajaran. 3) Siswa memecahkan masalah secara berkelompok

Setelah siswa mendapatkan masalah soal, maka akan lebih mudah apabila pemecahan masalah/soal dengan mendiskusikan terlebih dahulu dengan kelompok. Di dalam kelompok tersebut masalah akan dipecahkannya.

4) Siswa mempersentasikan hasil kerja kelompok diskusi

Pada langkah terakhir pendekatan SAVI ini, bahwa siswa akan mempersentasikan hasil karya kelompoknya, pada tahap ini adanya tanya jawab, saran-saran dan sebagainya.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja

(7)

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Metode PTK berusaha mengkaji dan merefleksi suatu pendekatan atau strategi pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan proses dan produk pelajaran di kelas.

Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari rangkaian beberapa siklus yang berulang. Siklus adalah suatu putaran kegiatan yang beruntun yang kembali ke langkah semula. Setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan/observasi (observation), dan refleksi (reflection). Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai berdasarkan indikator keberhasilan kerja.

Penelitian dilakukan di salah satu MTs Negeri di Kota Tangerang Selatan, dengan subjek penelitian siswa kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 37 siswa. Dilibatkannya semua siswa sebagai sumber data, mengingat hampir semua siswa belum mampu melakukan aktivitas matematik dengan baik.

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dikembangkan dua buah instrument penelitian, yaitu:

1. Tes Aktivitas Matematik

Tes aktivitas matematik yang disunakan adalah 10 buah soal tes bentuk uraian. Sebelum digunakan dalam penelitian, soal tes dianalisis oleh pakar evaluasi, yaitu dosen pembimbing.

2. Jurnal Harian tentang Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Jurnal harian ini diberikan siswa terhadap kegiatan pembelajaran, bagaimana respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan pendekatan SAVI. Instrument ini diberikan setiap hari setelah proses pembelajaran berlangsung.

Setelah data-data penelitian terkumpul, peneliti memeriksa kembali kelengkapan dan keabsahan data-data tersebut. Tahap selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Data kuantitatif berupa data skor aktivitas matematik siswa dan jurnal harian. Data-data tersebut penulis sajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang (grafik). Data jurnal harian dianalisis dengan menggunakan nilai persentase menggunakan rumus:

Keterangan:

𝑝 = Angka persentase

𝑓 = Frekuensi yang akan dicari persentasenya 𝑝 = 𝑓

(8)

𝑁 = Number of Cases (Jumlah frekuensi/Banyaknya individu) Hasil dan Pembahasan

1. Tes Aktivitas Matematik

Tes aktivitas dilaksanakan setelah tindakan penelitian berlangsung, diakhir siklus I dan II. Untuk mengetahui adakah peningkatan terhadap kelas yang diajarkan dengan pendekatan SAVI berikut ini disajikan hasil dari tes pemecahan masalah, pemahaman matematik, komunikasi matematik, penalaran matematik dan koneksi matematik.

Tabel 1. Rata-rata Perolehan Tes Hasil Aktivitas Matematik Siklus I dan II

Aspek Aktivitas Matematik Rata-rata

Siklus I Siklus II

Komunikasi Matematik 73,47 77,78

Pemecahan Masalah Matematik 67,64 71,41

Penalaran Matematik 70,94 75,35

Koneksi Matematik 72,64 76,00

Pemahaman Matematik 74,69 80,54

Total 71,88 76,22

2. Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran

Respon positif siswa pada siklus I rata-rata 63,54%. Respon positif itu meliputi merasa senang ketika pembelajaran dan merasa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan. Sedangkan siswa yang memberikan respon negatif rata-rata 19,97%. Respon negatif itu meliputi merasa bosan, jenuh, dan sulit memahami materi pembelajaran. Namun demikian masih ada siswa yang merasa bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI biasa saja. Pada siklus II terjadi peningkatan pada respon positif menjadi 88,69%. Sedangkan rata-rata respon negatif siswa menurun menjadi 11,30%. Serta tidak ada lagi siswa yang merespon biasa saja pada siklus II. Persentase respon siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan SAVI disajikan dalam grafik berikut ini:

(9)

Gambar 1. Persentase Respon Siswa Siklus I dan Siklus II

Pada pendekatan SAVI pembelajaran yang diberikan melalui soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan keseharian siswa, sehingga siswa jadi terbiasa untuk berpikir matematik dan menggunakan aktivitas intelektualnya dalam menarik kesimpulan. Pembelajaran SAVI juga membuat siswa menggerakan seluruh indera yang dimilikinya, siswa dibiasakan untuk berdiskusi selama proses pembelajaran berlangsung, hal ini melatih keberanian siswa dalam bertanya dan menjelaskan kepada teman-temannya. Selain itu pembelajaran SAVI juga menggunakan media visual untuk memudahkan siswa memahami materi yang dipelajarinya. Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I, kemampuan pemahaman matematik siswa meningkat menjadi 74,69, siswa dapat membedakan relasi, fungsi, serta korespondensi satu-satu, siswa juga dapat dengan mudah mengingat rumus banyaknya relasi, fungsi, dan korespondensi yang mungkin serta dengan mudah menggunakan dan menghitungnya. Dalam membuktikan apakah relasi itu sebuah fungsi atau korespondensi satu-satu sebagian besar siswa dapat menjawabnya, terutama siswa yang berkemampuan tinggi serta sebagian besar siswa yang berkemampuan sedang, sedangkan siswa yang berkemampuan rendah masih kesulitan. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan penalaran matematik siswa sudah meningkat walaupun belum maksimal. Dalam menentukan rumus fungsi menggunakan persamaan linier siswa masih mengalami kesulitan secara aljabar, walaupun secara konsep hampir mendekati kebenaran.

Komunikasi matematik siswa sudah cukup meningkat mencapai 73,47 pada siklus I, siswa dapat menjelaskan pengertian relasi, fungsi dan korespondensi menggunakan bahasanya sendiri, tetapi siswa masih enggan berdiskusi dan mengakibatkan kegiatan diskusi kurang berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan kurangnya peran siswa yang berkemampuan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Positif Netral Negatif

Kategori Respon

(10)

akademik tinggi dalam menjelaskan materi kepada teman-temannya. Dalam mendemonstrasikan hasil diskusinya siswa belum secara maksimal melakukannya. Siswa juga belum optimal menggunakan media visual yang diberikan peneliti. Tulisan mereka pada karton masih terlalu kecil sehingga tidak terbaca oleh siswa yang duduk di belakang. Dengan kata lain siswa tidak dapat sepenuhnya dapat mengamati hasil presentasi kelompok lainnya. Kemampuan siswa dalam mencari hubungan berbagai representasi konsep pada siklus I sudah meningkat mencapai 72,64. Siswa sudah mulai terbiasa mengerjakan soal dengan menggunakan hubungan antar materi. Seperti dalam menyelesaikan persamaan linier satu variabel, siswa dapat menggunakan perubahan nilai fungsi untuk mempermudah mengerjakannya. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa, siswa yang berkemampuan akademik sedang lebih mudah mengerjakan soal-soal koneksi matematik dibandingkan dengan siswa berkemampuan akademik tinggi

Kemampuan pemecahan masalah masih berada pada level terendah dengan rata-rata 67,64, siswa masih merasa kesulitan dalam menyelesaikan suatu permasalahan mengenai relasi, fungsi dan korespondensi satu-satu yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kendala utama siswa dalam pemecahan masalah matematika non rutin adalah faktor bahasa. Siswa kurang terlatih menggunakan ide tersebut dengan bahasa yang benar, muncul berbagai kesulitan seperti dalam menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, serta bagaimana hubungan ketentuan yang satu dengan yang lainnya. Kemampuan menentukan hubungan ketentuan satu dengan yang lainnya itu, akan mengarahkan pikiran siswa dalam menentukan jenis operasi yang diperlukan dalam pemecahan masalah.

Respon positif yang diberikan siswa selama pembelajaran pada siklus I mencapai 63,54%, dan masih ada 19,97% siswa yang memberikan respon negatif. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan siswa pada jurnal harian. Ada beberapa siswa yang mengatakan bahwa pembelajarannya masih membosankan, kurang menyenangkan, dan soal-soalnya terlalu sulit. Pada siklus II, secara keseluruhan data telah mengalami peningkatan. Kemampuan pemahaman matematik berada pada level tertinggi yaitu mencapai 80,54 siswa sudah terbiasa menerapkan konsep fungsi, mengidentifikasikan, dan memberikan contoh relasi fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan penalaran matematik juga sudah meningkat mencapai 75,35, hal ini dapat dilihat dari hasil tes akhir, hampir semua siswa dapat menjawab soal kemampuan penalaran matematik, yaitu kemampuan menarik kesimpulan umum berdasarkan fakta yang diberikan. Koneksi matematik siklus II ini siswa diharapkan dapat menentukan nilai fungsi dari selisih fungsi kuadrat, siswa dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan,

(11)

sudah banyak siswa yang dapat menyelesaikan secara aljabar. Koneksi matematik pada siklus II mencapai rata-rata 76,00.

Kemampuan komunikasi siswa juga sudah meningkat menjadi 77,78, selama proses pembelajaran SAVI pada siklus II, siswa mulai menunjukkan sikap antusias dalam belajar matematika, siswa mulai merespon pembelajaran yang diberikan peneliti, memberikan alasan yang logis atas pertanyaan yang diajukan baik oleh temannya atau peneliti, siswa juga sudah terbiasa dalam berdiskusi sehingga terjadi komunikasi dua arah baik dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Metode diskusi kelompok heterogen yang dibuat peneliti mampu memfasilitasi keinginan siswa untuk bertukar pikiran. Dalam memberikan refleksi juga sudah cukup optimal, hal ini dapat dilihat bahwa bukan hanya siswa berkemampuan tinggi dan rendah yang mengemukakan pendapatnya, siswa yang berkemampuan rendah pun sudah ikut berperan. Kemampuan pemecahan masalah juga sudah meningkat walaupun tidak setinggi kemampuan-kemampuan lainnya, siswa sudah terbiasa memecahkan masalah yang berkaitan dengan relasi yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Respon positif terhadap pembelajaran SAVI pun meningkat menjadi 88,69%. Hal ini menunjukkan bahwa kriteria keberhasilan indikator yang telah ditetapkan telah tercapai sehingga pembelajaran pun dihentikan.

Simpulan dan Saran

Dari hasil pengolahan dan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat peningkatan hasil aktivitas matematik siswa dalam pembelajaran yang

menggunakan pendekatan SAVI. Dimana siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan SAVI meningkat dari klasifikai belum lulus pada awal pembelajaran menjadi klasifikasi lulus setelah pembelajaran.

2. Pendekatan pembelajaran SAVI dapat meningkatkan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Respon positif siswa pada siklus I rata-rata 63,54%. Respon positif itu meliputi merasa senang ketika pembelajaran dan merasa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan. Sedangkan siswa yang memberikan respon negatif rata-rata 19,97%. Respon negatif itu meliputi merasa bosan, jenuh, dan sulit memahami materi pembelajaran. Namun demikian masih ada siswa yang merasa bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI biasa saja. Pada siklus II terjadi peningkatan pada respon positif menjadi 88,69%. Sedangkan rata-rata respon negatif

(12)

siswa menurun menjadi 11,30%. Serta tidak ada lagi siswa yang merespon biasa saja pada siklus II.

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka saran-saran penulis adalah:

1. Bagi para guru yang ingin meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika pada siswa yang beragam kemampuan akademiknya, sebaiknya menerapkan pendekatan pembelajaran SAVI.

2. Bagi penelitian selanjutnya yang ingin meningkatkan aktivitas menjelaskan tugas proyek, sebaiknya siswa diberikan banyak kesempatan dalam menjelaskan tugas yang dibuatnya, serta menghargai sekecil apapun yang telah dilakukannya, sehingga turut menumbuhkan sikap percaya diri.

3. Sebaiknya proses pembelajaran yang dilakukan dengan pendekatan SAVI lebih sering diterapkan, sehingga aktivitas siswa lebih meningkat.

4. Bagi para pembaca yang berminat untuk meneliti agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai pendekatan pembelajaran SAVI baik pada variabel penelitian, maupun pada jenjang pendidikan yang lainnya. Sehingga turut memperkuat pembuktian teori-teori pendekatan pembelajaran SAVI secara empiris.

Daftar Pustaka

Aktivitas Belajar Matematika. http://matematikamobile.uni.cc/aktivitas-belajar-matematika. 2

April 2011. 14:20.

Nastional Council of Teachers of Mathematics. Curriculum and Evaluation Standars for

School Mathematics. Virginia: NCTM. 1989

Arifin , Zainal. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2011 Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2007. Arikunto, Suharsimi. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. 2007.

Azwar, Saifuddin, Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 Bahri, Syaiful. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2008.

Campbel, Linda. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligency. Jakarta: Intuisi Press. 2004.

Colin, Rose. Accelerated Learning For The 21st Century. Bandung: Nuansa. 2009.

Deporter, Bobbi. Quantum Learning. Bandung: Kaifa. 2004.

(13)

Huda Michail. Motivasi dan Aktivitas dalam Belajar.

http://michailhuda.multiply.com/journal/item/109/Motivasi_dan_aktivitas_dalam_belaj ar, 22 Sept 2011. 16:20

Kadir. Statistika untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rosemata Sampurna. 2010. Meier, Dave. The Accelerated Learning Handbook, Bandung: Kaifa. 2002.

Nasution S. Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. 2004. Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2004

Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media. 2004. Sagala, syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 2009.

Sardiman AM, Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.

Silberman, Mel. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Yappendis. 2006.

Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. Sudrajat, Akhmad, Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning dalam KTSP,

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/02/pembelajaran-tuntas-mastery-learning-dalam-ktsp/[15 Juli 2011]

Sumarmo, Utari. Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI. 2010.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Perolehan Tes Hasil Aktivitas Matematik Siklus I dan II
Gambar 1. Persentase Respon Siswa Siklus I dan Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis korelasi hubungan antara frekuensi menjalani terapi hemodialisa dengan tingkat kepatuhan pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa didapatkan nilai p = 0,774

lateral pada mahasiswa Deutro Melayu FKG USU usia 20-25 Tahun.. Medan: Universitas Sumatera

Papan kunci sebagai penghubung antara pengguna dengan sistem mempunyai fungsi sebagai pengendali sistem dalam proses peng-aktif-an maupun pe-non aktif-an serta sebagai

Berdasarkan hasil pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro diperoleh hasil yang sebanding dengan hasil pengujian ulang komposisi kimia, sehingga dapat disimpulkan telah

hatinya dengan betul. Masalah pengajaran bahasa memang kompleks dan rumit. Di ddlamnya terdapat satuan-satuan yang berkaitan satu dengan yang lain, tak ubahnya seperti

Aplikasi enkripsi digunakan untuk menyandikan suatu data agar suatu data tidak dapat terbaca oleh pihak lain (data tidak tercuri), aplikasi dekripsi digunakan untuk menyandikan

misalnya: karet nitril (0,4 mm), karet kloroprene (0,5 mm), polivinilklorida (0,7 mm) dan lain-lain Catatan tambahan : Spesifikasi produk tergantung pada pengujian, dari data

karena atas limpahan rahmat, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Guludan dan Rorak terhadap Produksi Kelapa