USM
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG
SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERKAITAN
TERBITNYA SERTIPIKAT GANDA : STUDI KASUS
PUTUSAN PTUN NO. 44/G/2009/PTUN.SMG
SKRIPSIDiajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan
Program Studi S 1 Ilmu Hukum
Oleh
Nama : Andro Bugy Prayoga NIM : A.111.11.0069
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
TAHUN 2017
DOKUMENTASI PERPUSTAKAAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Semarang dengan ini menerangkan bahwa skripsi di bawah ini :
Judul : perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah berkaitan terbitnya sertipikat ganda : studi kasus putusan ptun no. 44/g/2009/ptun.smg
Peneliti Nama : Andro Bugy Prayoga NIM : A.111.11.0069
Telah didokumentasikan dengan nomor : ... Di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Semarang nuntuk dipergunakaan sebagaimana mestinya.
Semarang,
Bagian administrasi Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Semarang
ABSTRAK
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini dapat dikemukakan antara lain Untuk mengetahui isi putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda, pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg, akibat hukum yang timbul dalam kasus putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, berkaitan dengan terbutnya sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu menggunakan norma-norma hukum yang bersifat menjelaskan dengan cara meneliti dan membahas peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini, lebih ditekankan pada perundang-undangan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat atas adanya sertipikat ganda dalam putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg.
Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa Isi putusan PTUN No. 44/G/2009/PTUN.Smg pengadilan menolak eksepsi Tergugat dan Tergugat II intervensi untuk seluruhnya. Dalam perkara : menolak gugatan Penggugat seluruhnya dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini yang diperhitungkan sebesar Rp. 852.000,-.Pertimbangan hukum hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa sertipikat ganda (overlapping) ini sudah sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku yaitu berdasarkan ketentuan hukum Agraria, penerbitan sertipikat -sertipikat Hak Milik No. 02131 s/d 02172, dan 02191 secara yuridis tidak menjamin adanya kepastian hukum, hal ini bertentangan dengan tujuan diadakannya pendaftaran tanah menurut UUPA dan PP 24/1997, sedangkan berdasarkan ketentuan hukum Tata Usaha Negara bahwa sertipikat Hak Hak Milik No. 02131 s/d 02172, dan 02191 yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, (Badan Pertanahan Nasional) adalah cacat hukum, karena diterbitkan bertentangan dengan asas umum pemerintahan yanga baik yaitu asas kecermatan dan asas kepastian hukum (Pasal 53 ayat (2) huruf a UU No. 5/1986. Akibat hukum dari sertipikat ganda diterbitkan karena kelalaian atau kurang telitinya Badan Pertanahan Nasional dalam hal melakukan pendaftaran tanah, sehingga menimbulkan dampak terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah. Keberadaan sertipikat ganda mengakibatkan tidak terciptanya kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang sah hak atas tanah. Diterbitkannya sertipikat ganda dapat menimbulkan antara lain : Terjadi kekacauan kepemilikan; Terjadi sengketa hukum; Terjadi ketidakpastian hukum; Terjadi tindak pidana atas pemakaian sertipikat yang palsu yang merugikan pemilik sertipikat asli ataupun pihak lainnya; Ketidakpercayaan masyarakat terhadap sertipikat .Perlindungan hukum dalam hal adanya sertipikat ganda hak atas tanah, maka pemegang sah hak atas tanah harus diberikan perlindungan baik secara represif yaitu dengan adanya ketentuan pada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan secara preventif, yaitu peran hakim dalam menentukan pemegang sah hak atas tanah dengan adanya sertipikat ganda hak atas tanah.
ABSTRACT
The main points of interest BAL enactment, is to lay the foundations for the preparation of the national agrarian law which would constitute a means to bring prosperity, happiness and justice for the State and the people, especially the farmer, in order to realize a just and prosperous society; laid the foundations for the unity and simplicity in land law;
This study uses normative juridical approach, using legal norms that are explained by examining and discussing the legal regulations in force today, with more emphasis on legislation regarding the protection of the law against the certificate holder over the certificate double in administrative court ruling No. 44 / g / 2009 / PTUN.Smg.
The results of this study menunjukkanbahwa The decision of the Administrative Court No. 44 / G / 2009 / PTUN.Smg court rejected the exception of the Defendant and Defendant II intervention in its entirety. In case: Plaintiff entirely reject and punish the Plaintiff to pay court costs is calculated at Rp. 852,000, -. Consideration law of the State Administrative Court judge in resolving disputes double certificate (overlapping) is in accordance with the applicable laws are based on the provisions of the Agrarian law, the issuance of certificates Hak No. 02 131 s / d 02 172 and 02 191 legally not guarantee legal certainty, it is contrary to the purpose of the registration of land according to the BAL and PP 24/1997, whereas under the provisions of the law of the State Administration that Hak Hak No. 02 131 s / d 02 172 and 02 191 which is an administrative decision, (National Land Agency) is unlawful, since it was published contrary to the general principles of governance Yanga well that as accuracy and the principle of legal certainty (Article 53 paragraph (2) letter a Law No. 5 / 1986Akibat law of double certificates issued because of negligence or lack of precision as the National land Agency in the case of registration of land, thereby giving effect to the holder of the certificate of land rights. the existence of a certificate does not result in the creation of multiple legal certainty and legal protection of legitimate rights holders ground. the issuance of multiple certificates can lead to, among others: There was chaos ownership; There was a legal dispute; Occurs legal uncertainty; There was a criminal act on the use of false certificates of adverse owner of the original certificate or the other party; sertipikat .Perlindungan public mistrust of law in terms of their certificate dual land rights, the legitimate holder of land rights should be afforded protection both repressive namely by the provisions of Article 32 paragraph (2) of Government Regulation No. 24 of 1997 on land Registration and preventively, namely the role of the judge in determining the rightful holder of the right to ground with a double certificate of land rights.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERKAITAN TERBITNYA SERTIPIKAT GANDA : STUDI KASUS PUTUSAN PTUN NO. 44/G/2009/PTUN.SMG. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, tidak mungkin dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Hal ini terutama karena keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam peneliti. Maka tidaklah berlebihan apabila dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat diselesaikannya penyusunan skripsi ini, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Pahlawansjah Harahap, SE., ME.. Selaku Rektor Universitas Semarang.
2. Ibu B. Rini Heryanti, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang.
3. Ibu Efi Yulistiowati, S.H., M.Hum Selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dorongan dan perhatian kepada peneliti selama penyusunan sampai tersusunnya skripsi ini.
4. Ibu Endah Pujiastuti, S.H, M.H. Selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dorongan dan perhatian kepada peneliti selama penyusunan sampai tersusunnya skripsi ini.
5. Segenap dosen dan staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Semarang yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan petunjuk dan ilmu kepada peneliti.
Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan yang telah membantu memberikan petunjuk serta saran dalam penyusunan skripsi ini. Semoga amal dan budi baik yang telah diberikan kepada peneliti akan mendapat balasan dari Allah SWT, Amin. Akhir kata peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Semarang, 14 Februari 2017 Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
SURAT PERNYATAAN ORISIONALITAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN MEMPERBANYAK ... iii
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN ... iv
DOKUMENTASI PERPUSTAKAAN ... v
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... X DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah dan Fungsinya Bagi Manusia ... 13
2.2. Pendaftaran Tanah ... 16
2.3 Asas Pendaftaran Tanah ... 18
2.4 Sistem Registrasi dalam Pendaftaran Tanah ... 19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pendekatan ... 35
3.2 Spesifikasi Penelitian ... 35
3.3 Metode Pwngumpulan data ... 36
3.4 Metode Analisis data ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isi putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat Ganda ... 40
4.2 pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg ... 44
4.3 Akibat hukum yang timbul dalam kasus putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda 51
4.4 Perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, berkaitan dengan terbitnya sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan
PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg ... 44
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ... 65 5.2 Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 ayat (3) menyatakan, bahwa : “ bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.”
Pasal tersebut di atas mengandung maksud bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu dalam pengaturan dan pemanfaatannya harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria ditentukan, bahwa atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria : bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menentukan bahwa hak menguasai dari Negara termaksud dalam Pasal 1 ayat (1) memberikan wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut,
b. Menentukan dan mengatur, hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
2
c. Menentukan dan mengatur, hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah sebutan lain dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.Undang-undang ini disahkan dan diundangkan pada tanggal 24 September 1960 di Jakarta. Tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria adalah untuk mengakhiri dualisme hukum agraria di Indonesia pada saat itu. Dalam kurun waktu lebih dari satu dasawarsa sejak proklamasi, sebagian besar masyarakat Indonesia masih memberlakukan hukum agraria berdasarkan hukum barat (kolonial) dan sebagian kecil lainnya berdasarkan hukum adat. Hukum agraria yang berdasarkan hukum barat jelas memiliki tujuan dan sendi-sendi dari pemerintah jajahan. Hal ini dapat dipastikan bahwa pemberlakuan hukum agaria tersebut jelas tidak akan mampu mewujudkan cita-cita Negara sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3), yaitu
Bumi, dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka terwujudlah suatu hukum agraria nasional, yang akan memberikan kepastian hukum bagi seluruh rakyat dan memungkinkan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam sebagaimana yang dicita-citakan tersebut. Mengingat sifat dan kedudukan Undang-Undang Pokok Agraria ini sebagai peraturan dasar bagi hukum agraria nasional yang baru, maka Undang-Undang Pokok Agraria ini hanya memuat
asas-3
asas serta soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih memerlukan berbagai undang-undang terkait dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pokok-pokok tujuan diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria, adalah untuk meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur; meletakkan dasar-dasar untuk kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan; serta meletakkan dasar-dasar untuk memberi kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah, oleh Undang-Undang Pokok Agraria sendiri disebutkan, hanya dapat diperoleh melalui prosedur pendaftaran tanah (dimana sebagian pihak menyebutnya sebagai proses "pensertipikatan tanah").
Ketentuan tentang kepastian hukum hak atas tanah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian sesuai dengan dinamika dalam perkembangannya, peraturan pemerintah tersebut disempurnakan dengan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Dalam peraturan pemerintah terbaru ini memang banyak dilakukan penyederhanaan persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan pendaftaran tanah.
4
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tersebut, maka dapat diringkas bahwa kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Pokok Agraria mengandung dua dimensi yaitu kepastian obyek hak atas tanah dan kepastian subyek hak atas tanah. Salah satu indikasi kepastian obyek hak atas tanah ditunjukkan oleh kepastian letak bidang tanah yang berkoordinat geo-referensi dalam suatu peta pendaftaran tanah, sedangkan kepastian subyek diindikasikan dari nama pemegang hak atas tanah tercantum dalam buku pendaftaran tanah pada instansi pertanahan. Secara ringkas, salinan dari peta dan buku pendaftaran tanah tersebut dikenal dengan sebutan Sertipikat Tanah. Namun demikian dalam prakteknya, kepastian hukum hak atas tanah ini kadangkala tidak terjamin sebagaimana yang diharapkan. Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus "sertipikat ganda", yaitu sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Akibat dari terbitnya sertipikat ganda tersebut menimbulkan sengketa perdata antar para pihak, untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan.
Demikian juga apabila ditinjau dari sisi jumlah para pihak yang bersengketa serta dari proses peradilan yang berhirarkis dan memakan waktu yang lama tersebut maka menunjukkan gejala adanya perbedaan antara harapan (dassollen) dengan kenyataan lapangannya (das sein) dalam aspek perlindungan hukum dari penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia. Oleh karena itu, dengan memperhatikan adanya perbedaan ini maka perlu dilakukan penelitian untuk
5
memahami faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut, sehingga diperoleh bahan masukan untuk penyempurnaan kebijakan hukum pertanahan.
Salah satu kasus sengketa pemilikan tanah dan menjadi obyek penelitian ini adalah sengketa tata usaha negara yang berkaitan dengan terbitnya “sertipikat ganda” yang diperiksa dan diadili di Peradilan Tata Usaha Negara Semarang antara Penggugat Eka Susetyo Wiranugraha, SE melawan beberapa tergugat yaitu Eko Jauhari, Haryoto, Dwi Iriyanto dan Nanang Suwasono, seperti ditunjukkan dalam Putusan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor : 44/G/2009/PTUN. Smg.
Kasus tersebut, menarik untuk diteliti lebih lanjut karena munculnya sertipikat ganda, yang menurut hasil penelitian awal (pra survey) data sekunder adanya kejanggalan dalam proses penerbitan sertipikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Semarang. Sedangkan duduknya perkara adalah Penggugat (Eka Susetyo Wiranugraha, SE) sebagai pemilik sah atas tanah tercatat dalam Sertipikat Hak Milik No, 08117/ Kelurahan Sendangmulyo atas nama Ramat seluas 8272 m2 Jo. Surat ukur No. 1227/ Sendangmulyo/2007 tertanggal 11 - 09 - 2007 kepemilikan mana didasarkan atas hak yaitu Akta Pengikatan Jual beli yang tertuang dalam Akta Notaris No. 26 Tanggal 24 Agustus 2006 yang dibuat oleh Notaris/PPAT Hari Subagyo, S.H.M, Hum di Semarang antara Penggugat sebagai Pembeli Ramat sebagai penjual.
Penggugat telah melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur dalam Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 26 Tanggal 24 Agusatus 2006 yang telah ditandatangani di hadapan Notaris Hari Subagyo, S.H., M, Hum tersebut. Namun Penjual (Ramat) belum melaksanakan jual beli dihadapan notaris karena sertipikat Hak Milik No.
6
08117/Kelurahan Sendangmulyo masih dalam proses pemecahan maka penjual hanya sekedar menindaklanjuti dengan akta kuasa menjual baik terhadap diri sendiri atau orang lain.
Namun Penggugat sebagai pemilik Sertipikat Hak Milik No. 08117/Kelurahan Sendangmulyo atas nama Ramat menerima Surat Nomor 0051767-VI-2009 tanggal 01 Juli 2009 perihal undangan dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang dengan agenda acara adalah : Klarifikasi dan penyelesaian masalah tanah Hak Milik No. 8117/Kel ganda seluas 8272 M2 atas nama Ramat dengan S.H., GB No. 4686/Kel. Sendangmulyo atas nama PT Sinar Waluyo. Maka atas dasar penerimaan surat tersebut oleh penggugat setidak-tidaknya masih memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 maka penggugat mendaftarkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang yang mana masih dalam tenggang waktu 90 hari. Karena gugatan penggugat telah memenuhi unsur Pasal 55 UURI No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jo.Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas telah merugikan maupun menimbulkan akibat hukum bagi penggugat secara utuh dan secara yuridis tergugat dinyatakan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu azas keseimbangan dimana tergugat tidak memperhatikan kepentingan pemohon hak yang beritikat baik dan telah melanggar asas kecermatan yang menyebabkan adanya sertipikat ganda dan merugikan kepentingan penggugat karena mempunyai akibat hukum yang merugikan
7
kepentingan penggugat disamping adanya pelanggaran asas kepastian hukum dan asas profesionalisme.
Hal ini dapat terlihat secara nyata bahwa tergugat telah dengan sengaja tidak memberitahukan kepada penggugat akan adanya overlap atau tumpang tindih antar sertipikat . Dimana dalam proses pemecahan tersebut telah menerbitkan Surat Keputusan berupa sertipikat Hak Milik yang sebagian besar masih atas nama penggugat atau pemilik lama namun juga telah ada proses balik nama selain penggugat. Berdasarkan kasus diatas menjelaskan bahwa terjadi adanya pensertipikat an ganda terhadap tanah Hak Milik No. 8117/Kel ganda seluas 8272 M2 atas nama Ramat dengan S.H., GB No. 4686/Kel. Sendang Mulyo atas nama Sinar Waluyo.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang : Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Sertipikat Hak atas Tanah Berkaitan Terbitnya Sertipikat Ganda Studi Kasus Putusan PTUN NO. 44/G/2009/PTUN.SMG
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana diuraikan sebelumnya,maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana isi putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda?
2. Apa pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg?
8
3. Apa akibat hukum yang timbul dalam kasus putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda?
4. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, berkaitan dengan terbitnya sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini dapat dikemukakan antaralain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui isi putusan PTUN No. 44/G/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda
2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/G/2009/PTUN.Smg
3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dalam kasus putusan PTUN No. 44/G/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda
4. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, berkaitan dengan terbutnya sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/G/2009/PTUN.Smg
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian dan penulisan ini baik secara teoritis maupun praktis adalah :
9
1.4.1 Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum di bidang pertanahan khususnya tentang sengketa Tata Usaha Negara yang timbul akibat adanya sertipikat ganda.
1.4.2 Secara Praktis
A. Bagi Pembuat Undang-Undang
a. Bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di bidang pertanahan untuk melakukan pembaharuan peraturan perundang-undangan serta sistem hukumnya sehingga mengurangi terjadinya sengketa pertanahan.
b. Bahan informasi bagi para pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan kebijakan pertanahan di Indonesia. B. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam hal terdapat sertipikat ganda.
C. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi mengenai masalah yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam hal terdapat sertipikat ganda.
10
D. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, khususnya :
a. Bagi pemilik tanah, agar mengetahui pentingnya pendaftaran tanah sebagai jaminan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.
b. Bagi penjual dan pembeli tanah sebagai acuan proses jual beli tanah agar sesuai dengan prosedur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
E. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah, khususnya, bagi Badan Pertanahan Nasional, sebagai bahan masukan sesuai dengan peran dan fungsinya sebagai lembaga yang bertugas di bidang pertanahan dan masukan dalam menanggulangi masalah terkait adanya sertipikat ganda hak atas tanah.
11
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang tanah dan fungsinya untuk manusia, pendaftaran tanah, tujuan pendaftaran tanah, azas pendaftaran tanah, sistem registrasi dalam pendaftaran tanah, sistem publikasi dalam pendaftaran tanah, pelaksanaan pendaftaran tanah, pengertian sertifikat hak atas tanah, Fungsi sertifikat hak atas tanah, tinjauan tentang sertipikat ganda.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang metode pendekatan, spesifikasi penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang isi putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda, pertimbangan hakim dalam memutuskan sengketa sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg dan akibat hukum yang timbul dalam kasus putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda, serta
12
perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, berkaitan dengan terbitnya sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg.
BAB V : PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang simpulan yang diperoleh dari pembahasan serta saran yang ingin dikemukakan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah dan Fungsinya bagi Manusia
Tanah adalah salah satu karunia Allah SWT, yang diamanatkan kepada umat manusia di dunia, tanah tidak pernah bertambah, hanya dapat berpindah tempat sesuai keinginan kita bersama, sebaliknya manusia sebagai pengguna tanah yang paling dominan setiap saat selalu bertambah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan tanah adalah : 1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali; 2. Keadaan bumi di suatu tempat; 3. Permukaan bumi yang diberi batas; 4. daratan; 5. Permukaan bumi yang ditempati suatu bangsa yang diperintah suatu negara/menjadi daerah negara; 6. Bahan-bahan bumi. 1
Begitu pula menurut Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tanah merupakan permukaan bumi. Penggunaan tanah untuk mengambil manfaatnya tidak hanya terbatas pada permukaan bumi saja, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya. Sedalam apa tubuh bumi itu boleh digunakan dan seberapa tinggi ruang yang ada di atasnya boleh digunakan, ditentukan oleh tujuan penggunaanya dalam batas-batas kewajaran, perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang haknya serta ketentuan peraturan perundangan yang bersangkutan.
1
Chomzah, Ali, Hukum Pertanahan, Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II Sertipikat dan Permasalahannya, Jakarta. 2002,
14
Dalam ketentuan penggunaan tubuh bumi itu, harus ada hubungan secara langsung dengan gedung yang dibangun di atas tanah yang bersangkutan, misalnya untuk memasang tiang-tiang pondasi, untuk ruang parkir, dan lain-lain keperluan yang langsung berhubungan dengan pembangunan dan penggunaan gedung yang dibangun. Sedangkan tanah merupakan faktor yang sangat penting dan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah dan juga merupakan kehidupan manusia yang paling mendasar.
Bagi sebagian masyarakat Indonesia, tanah merupakan harta kekayaan yang luar biasa yang memiliki nilai jual yang semakin waktu semakin bertambah, dan juga fungsinya sebagai sumber kehidupan manusia. Begitu pula dalam rangka Pembangunan Nasional, tanah juga merupakan salah satu modal utama sebagai wadah pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.2
Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus meningkat, searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang beranekaragam. Dalam berbagai aspek kehidupan manusia pasti membutuhkan tanah. Begitu pentingnya tanah bagi manusia, dapat dilihat dari kenyataan bahwa manusia tidak mungkin hidup terlepas dari tanah.
2
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Tanah dan Konfersi hak milik atas tanah menurut UUPA, Bandung 1988
15
Berbagai aktifitas manusia selalu berhubungan dengan tanah dan segala aktifitas tersebut selalu dilakukan di atas tanah.
Manusia berkembang biak dan hidup serta melakukan segala aktifitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup di atas tanah (bermukim) dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Setiap manusia memerlukan tanah bukan hanya dalam kehidupannya saja, untuk meninggalpun manusia masih memerlukan tanah, sebagai tempat pemakaman.
Manusia memerlukan rumah sebagai tempat berlindung, begitu pula gedung bertingkat, kantor, pabrik, perusahaan, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat peribadatan, dan sebagainya didirikan di atas tanah. Bahan makanan yang dibutuhkan manusia juga ditanam di atas tanah. Manusia juga membutuhkan tanah untuk melakukan eksploitasi bahan tambang yang ada di dalam/di bawah permukaan tanah, untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia.3
Tanah juga merupakan komoditas pemenuhan kebutuhan hidup pokok yang harus dipenuhi selain makanan dan pakaian, atau dengan kata lain sandang, pangan, papan. Papan yang dimaksud di sini sebagai satu dari tiga kebutuhan dasar manusia yang paling penting, karena digunakan sebagai tempat berlindung dari terik panas sinar matahari dan hujan. Dalam hal ini tidak hanya menunjuk pada bangunan
3
16
rumahnya saja, tetapi yang dimaksudkan adalah tanah tempat bagunan rumah tersebut berdiri.
2.2 Pendaftaran Tanah
Dalam buku Hukum Agraria Indonesia, Boedi Harsono mengatakan bahwa: Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidangbidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.4
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengumpulkan data fisik dan data yuridis dari bidang-bidang tanah yang akan didaftar. Sehingga dikatakan, bahwa pendaftaran tanah merupakan proses administrasi yang merupakan kewenangan dari Kantor Pertanahan untuk menghasilkan sebuah sertipikat sebagai suatu tanda bukti hak kepemilikan atas sebidang tanah.5
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ketentuan pasal tersebut di atas adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
4
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Edisi Revisi. Jakarta : Djambatan , 2005), hlm aman. 474.
5
Ana Silviana, Penerapan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Vo. 33 N0. 3 Juli-September 2004, hlm aman. 252.
17
1961 yang dalam perjalanan selama kurang lebih 36 tahun dianggap belum memberikan hasil yang memuaskan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah.
2.3 Tujuan Pendaftaran Tanah
Tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu bahwa pendaftaran tanah merupakan tugas pemerintah yang diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan (rechts cadaster atau legal cadaster). Selain rechtskadaster, dikenal juga pendaftaran tanah untuk keperluan penetapan klasifikasi dan besarnya pajak (fiscal cadaster).
Dibawah ini dikutip selengkapnya Ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu :
1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.
2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) Pasal ini meliputi : a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah,
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Adapun kepastian hukum dimaksud adalah meliputi :
18
a. Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah tersebut. Kepastian berkenaan dengan siapakah pemegang hak atas tanah itu disebut dengan kepastian mengenai subyek hak atas tanah.
b. Kepastian mengenai letak tanah, batas-batas tanah, panjang dan lebar tanah. Kepastian berkenaan dengan letak, batas-batas dan panjang serta lebar tanah itu disebut dengan kepastian mengenai obyek hak atas tanah. Tujuan pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono adalah agar kegiatan pendaftaran itu dapat diciptakan suatu keadaan, dimana kepastian, apakah keterangan yang diberikan kepadanya oleh calon penjual atau debitor itu benar. Tujuan ini dicapai dengan memberikan sifat terbuka bagi umum pada data yang disimpan.
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai surat tanda bukti hak (Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997).
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang terdaftar. Untuk melaksanakan fungsi informal tersebut, data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum. Karena terbuka untuk umum maka daftar dan peta-peta tersebut disebut daftar umum (Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Untuk mencapai tertib administrasi tersebut sebidang tanah dan satuan rumah susun termasuk
19
peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftarkan (Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997).
2.4 Asas Pendaftaran Tanah
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan 5 (lima) asas yaitu :
a. Asas Sederhana
Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
b. Asas Aman
Azas aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
c. Asas Terjangkau
Asas terjangkau dimaksudkan agar pihak-pihak yang memerlukan, khususnya denggan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
d. Asas Mutakhir
Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan berkesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. e. Asas Terbuka
Dengan berlakunya asas terbuka maka data yang tersimpan di kantor pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan nyata lapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
2.5 Sistem Registrasi dalam Pendaftaran Tanah
Pada dasarnya dalam sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan mengenai apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyampaian datayuridisnya serta bentuk tanda bukti haknya. Oleh karena itu ada 2 (dua) macam sistem pendaftaran tanah
20
yang lazim diselenggarakan yaitu system pendaftaran akta (registration of deeds) dan sistem pendaftaran hak (registration of titles)6. Untuk ringkasnya kedua sistem pendaftaran tanah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Sistem pendaftaran akta (registration of deeds).
Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang didaftar oleh pejabat pendaftaran tanah (PPT). Pejabat pendaftaran tanah bersifat pasif. Ia tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar. Tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya. Maka dalam sistem ini, data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Cacat hukum dalam suatu akta bisa mengakibatkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta yang dibuat kemudian. Untuk memperoleh data yuridis harus dilakukan dengan apa yang disebut “title search”, yang bisa memakan waktu dan biaya, karena untuk tittle search diperlukan bantuan ahli. Oleh karena kesulitan tersebut, Robert Richard Torrens menciptakan sistem baru yang lebih sederhana dan memungkinkan orang memperoleh keterangan dengan cara yang mudah, tanpa harus mengadakan title search pada akta-akta yang ada. Sistem pendaftaran ini disebut “registration of titles”, yang kemudian dikenal dengan sistem Torrens. b. Sistem pendaftaran hak (registration of titles). Dalam sistem pendaftaran hak
setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus dibuktikan dengan suatu akta.
6
21
Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang didaftar melainkan haknya yang diciptakan dan perubahan-perubahannya yang terjadi tersebut disediakan suatu daftar isian yang disebut register atau buku tanah (menurut Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961) Akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah. Demikian juga akta pemindahan dan pembebanan hak berfungsi sebagai sumber data untuk mendaftar perubahan-perubahan pada haknya dalam buku tanah dan pencatatan perubahan-perubahan, kemudian oleh pejabat pendaftaran tanah (PPT) dilakukan pengujian kebenaran data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan, sehingga ia harus bersikap aktif. Sebagai tanda bukti hak, maka diterbitkan sertipikat, yang merupakan salinan register, yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen. Dalam sistem ini, buku tanah tersebut disimpan di kantor pejabat pendaftaran tanah (PPT) dan terbuka untuk umum. Oleh karena itu orang dapat mempercayai kebenaran data yang disajikan tersebut, tergantung dari sistem publikasi yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh tanah negara yang bersangkutan.7 2.6 Sistem Publikasi dalam Pendaftaran Tanah
Pada dasarnya dikenal 2 (dua) sistem publikasi dalam pendaftaran tanah yaitu:8 7 Ibid., Hlm 12-715 8 Ibid., Hlm 80-83
22
a. Sistem Publikasi Positif
Sistem publikasi positif selalu menggunakan system pendaftaran hak. Maka mesti ada register atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis dan sertipikat hak sebagai bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis dan sertipikat hak sebagai tanda bukti hak. Pendaftaran atau pencatatan nama seseorang dalam register sebagai pemegang haklah yang membikin orang menjadi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, bukan perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan. (Ttitle by registration, the register is everything”). Pernyataan tersebut merupakan dasar falsafah yang melandasi sistem Torrens, yang mana dengan menggunakan system publikasi positif ini negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Orang boleh mempercayai penuh data yang disajikan dalam register. Orang yang akan membeli tanah atau kreditor yang akan menerima tanah sebagai agunan kredit yang akan diberikan tidak perlu ragu-ragu mengadakan perbuatan hukum dengan pihak yang namanya terdaftar dalam register sebagai pemegang hak. b. Sistem Publikasi Negatif
Dalam sistem publikasi negatif, bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran hak tidak membikin orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang haknya yang baru. Dalam sistem ini berlaku asas yang dikenal sebbagai nemoplus juris yaitu suatu asas yang menyatakan orang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi
23
apa yang dia sendiri punyai. Maka, data yang disajikan dalam pendaftaran dengan sistem publikasi negatif tidak boleh begitu saja dipercaya kebenarannya.
2.7 Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 56 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997. Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi :
a. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration)
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan akan perkara pemerintah berdasarkan pada suatu rencana jangka penjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan nasional. Dalam hal ini suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai suatu wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, maka pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
24
sporadik. Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau masal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:9
1) pengumpulan dan pengolahan data fisik 2) pembuktian hak dan pembukuannya 3) penerbitan sertipikat
4) penyimpanan data fisik dan data yuridis 5) penyimpanan daftar umum dan dokumen
b. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)
Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.10 Perubahan tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 94 Peraturan Menteri Agraria Republik Indonesia /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
9
Ibid., hlm 460-461.
10
25
Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu :11
1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan pendaftaran perubahan data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah didaftar dengan mencatatnya di dalam daftar umum sesuai dengan ketentuan di dalam peraturan ini.
2) Perubahan data yuridis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a) Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya.
b) Peralihan hak karena pewarisan.
c) Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi. d) Pembebanan hak tanggungan.
e) Hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan.
f) Pembagian hak bersama.
g) Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan.
h) Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama, perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
3) Perubahan data fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a) Pemecahan bidang tanah
b) Pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah
11
26
c) Penggabungan dua atau lebih bidang tanah. 2.8 Pengertian Sertipikat Hak Atas Tanah 2.8.a. Sertipikat Hak Atas Tanah
Sertipikat hak atas tanah merupakan surat tanda bukti kepemilikan sah hak atas tanah yang ditentukan oleh Undang-undang. Dengan melihat ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria diketahui bahwa hasil dari pendaftaran tanah yaitu dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat bukti kepemilikan hak yang kuat. Menurut Wantjik Saleh dalam bukunya Hak atas Tanah menyebutkan sertipikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur, yang setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan satu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.12 Menurut Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia Sertipikat Hak Atas Tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen.13
2.8.b. Sertipikat Pengganti
Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertipikat baru sebagai pengganti sertipikat yang rusak, hilang, masih menggunakan blangko sertipikat yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi. Sertipikat pengganti juga merupakan surat tanda bukti hak yang membuktikan bahwa seorang atau badan hukum mempunyai suatu hak atas suatu
12
Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, (Jakarta : Ghlm ia Indonesia, 1997), hlm aman 64 13
27
bidang tanah tertentu. Sertipikat atas tanah terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur.14
Permohonan setipikat pengganti hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan risalah lelang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997, atau surat sebagaimana dimaksud Pasal 53 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997, atau kuasanya.
2.8.c. Prosedur Penerbitan Sertipikat Pengganti Karena Hilang
Secara khusus dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997, diatur mengenai penerbitan sertipikat pengganti karena hilang sebagai berikut :
1) Permohonan penggantian sertipikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertipikat yang bersangkutan. 2) Penerbitan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud harus didahului
dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu media surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. Untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat pengumuman yang lain dari pada yang ditentukan tersebut.
28
3) Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak pengumuman tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertipikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterpitkan sertipikat baru.
4) Jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka ia akan menolak menerbitkan sertipikat pengganti.
5) Mengenai dilakukannya pengumuman dan penerbitan serta penolkan penebitan sertipikat baru dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan.
6) Sertipikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannnya sertipikat tersebut atau orang lain yang diberi kuasa untuk menerimanya. 2. 9. Fungsi Sertipikat Hak Atas Tanah
Fungsi utama sertipikat menurut Effendi Perangin yaitu sebagai alat bukti hak atas tanah dan Hak Tanggungan15. Kekuatan pembuktian sertipikat hak atas tanah dapat ketahui dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 yaitu setipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang terkuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
15 Effendi Perangin, Praktek Pengurusan Sertipikat Hak Atas Tanah,(Jakarta, PT. RajaGrafindo
29
didalamnya, sepanjang data fisik data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.16
Jadi dapat diketahui kekuatan pembuktian dari suatu sertipikat hak atas tanah yang dimiliki pemegang hak yang pada dasarnya dijamin oleh Undang-Undang karena didalamnya tertulis secara jelas mengenai jenis keterangan fisik mengenai tanah, beban diatas tanah tersebut dan peristiwa hukum yang saling berhubungan dengan tanah tertentu yang dibuat/ditulis oleh pejabat berwenang (Kantor Pertanahan) maka data-data tersebut dianggap benar.
2. 10. Macam-Macam Alat Bukti Hak Atas Tanah
Ada beberapa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang dikenal sebelum Undang-Undang Pokok Agraria dan setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yaitu diantaranya :
2. 10.a. Sebelum berlakunya UUPA
Sebelum berlakunya UUPA dikenal dua macam kepemilikan hakatas tanah yaitu : 1) Letter C/D
Letter C/D adalah dokumen yang dimiliki oleh pemilik tanah (tanah adat) hal tersebut sebelum diundangkannya UUPA Tahun 1960 sehingga belum dikenal sertipikat sebagai alat bukti kepemilikan hak. Fungsi Letter C/D yaitu dokumen kepemilikan hak yang dipunyai pemilik tanah karena telah mendaftarkan tanah yang dimilikinya di kantor desa sebagai alat bukti telah didaftarkannya tanah tersebut yang
30
kemudian dicatat/dibukukan dalam buku C Desa. Letter C/D juga dapat digunakan sebagai alat untuk perpindahan tanah dari satu orang kepada orang lain.
2) Petuk Pajak
Petuk pajak diterbitkan untuk penarikan pajak semata karena pada jaman dahulu belum dilakukan pendaftaran tanah yang dapat menghasilkan alat bukti kepemilikan hak yang berupa sertipikat. Sehingga petuk pajak digunakan sebagai alat bukti bahwa pemilik hak atas tanah-tanah adat sudah membayar kewajibannya membayar pajak atas tanah yang dimilikinya.
Petuk Pajak juga dapat digunakan sebagai alat bukti hak dan dapat dipindah tangankan. Menurut penulis Letter C/D dengan petuk pajak ada perbedaannyayaitu Letter C/D adalah catatan yang berisi bukti kepemilikan hak setelah pemilik hak mendaftarkan tanahnya di Kantor Desa sedangkan petuk pajak adalah bukti pembayaran atas tanahnya setelah pemilik tanah memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak atas tanahnya.
2. 10.b. Setelah berlakunya UUPA
Setelah diberlakukannya UUPA Tahun 1960 Letter C/D dan petuk pajak sudah tidak diterbitkan lagi namun apabila masih ada akan tetap diakui oleh pemerintah dengan catatan harus segera dilakukan pendaftaran tanah yang akan memperoleh sertipikat hak atas tanah sebagai satu-satunya bukti kepemilikan hak.
Setelah berlakunya UUPA dikenal PBB yang merupakan bukti bahwa penguasa atau pemegang hak atau bangunan telah melakukan kewajibannya untuk membayar pajak terhadap obyek pendaftaran tanah yang telah ditentukan dalam
31
peraturan Undang-Undang. Sesungguhnya PBB bukan alat bukti kepemilikan hak atas tanah, karena satu-satunya bukti kepemilikan hak yang diakui oleh Undang-Undang adalah sertipikat hak atas tanah.
2. 11 Tinjauan tentang Sertipikat Ganda a. Pengertian Sertipikat Ganda
Sertipikat ganda adalah sertipikat-sertipikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama. Jadi dengan demikian satu bidang tanah diuraikan dengan 2 (dua) sertipikat atau lebih yang berlainan datanya. Hal semacam ini disebut pula “Sertipikat Tumpang Tindih (overlaping)”, baik tumpang tindih seluruh bidang maupun tumpang tindih sebagian dari tanah tersebut17. Tidak termasuk dalam kategori sertipikat ganda yaitu :
1) Sertipikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertipikat yang hilang. 2) Sertipikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertipikat yang rusak.
3) Sertipikat yang diterbitkan sebagai pengganti sertipikat yang dibatalkan. Hal ini disebabkan karena sertipikat-sertipikat dimaksud diatas telah dinyatakan dan tidak berlaku sebagai tanda bukti.
4) Sertipikat Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik maupun di atas Hak Pengelolaan, karena menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku, hal yang dimaksud memang dimungkinkan. Sertipikat ganda sering terjadi di wilayah-wilayah yang masih kosong, belum dibangun dan didaerah
17 Ali Chomzah, Hukum Pertanahan, Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak Atas Tanah Negara
dan Seri Hukum Pertanahan II- Sertipikat dan Permasalahannya, (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2002), hlm aman.139
32
perbatasan kota dimana untuk lokasi tersebut belum ada peta-peta pendaftaran tanahnya.
b. Faktor-Faktor Teknis Timbulnya Sertipikat Ganda
Sertipikat ganda dapat terjadi karena beberapa kekeliruan teknis sebagai berikut : 1) Pada waktu dilakukan pengukuran ataupun penelitian di lapangan, pemohon
dengan sengaja atau tidak sengaja menunjukkan letak tanah dan batas-batas yang salah;
2) Adanya surat bukti atau pengakuan hak dibelakang hari terbukti mengandung ketidakbenaran, kepalsuan atau sudah tidak berlaku lagi :
3) Untuk wilayah yang bersangkutan belum tersedia peta pendaftaran tanahnya. 4) Kasus penerbitan lebih dari satu sertipikat atas sebidang tanah dapat pula
terjadi atas tanah warisan. Latar belakang kasus tersebut adalah sengketa harta warisan yaitu oleh pemilik sebelum meninggalnya telah dijual kepada pihak lain (tidak diketahui oleh anak-anaknya) dan telah diterbitkan sertipikat atas nama pembeli, dan kemudian para ahli warisnya mensertipikatkan tanah yang sama, sehingga mengakibatkan terjadi sertipikat ganda, karena sertipikat terdahulu ternyata belum dipetakan.
c. Upaya untuk mencegah timbulnya sertipikat ganda yaitu melalui program Pengadaan Peta Pendaftaran Tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional. Namun demikian dalam melaksanakan pengadaan peta pendaftaran tanah ini memerlukan dana dan waktu, maka pengadaannya dilakukan secara bertahap melalui pendekatan pengukuran desa demi desa.
33
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu menggunakan norma-norma hukum yang bersifat menjelaskan dengan cara meneliti dan membahas peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini, lebih ditekankan pada perundang-undangan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang sertipikat atas adanya sertipikat ganda dalam putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg.
3.2 Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipergunakan adalah deskriptif analitis. Deskriptif ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana yang bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Hasil penelitian ini lebih ditekankan pada memberikan gambaran obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti.
Istilah analitis mengandung makna mengelompokkan, menghubungkan, membandingkan data-data yang diperoleh baik dari segi teori maupun dari segi praktek. Penelitian terhadap teori dan praktek adalah untuk memperoleh gambaran tentang perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, bilamana terdapat penerbitan sertipikat ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg. Akibat hukum timbulnya sertipikat hak atas tanah ganda yang
34
diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Semarang dan perlindungan hukum dalam sengketa ganda khususnya dalam kasus Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg.
Spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis bertujuan melukiskan kenyataan-kenyataan yang ada atau realitas sosial dan menggambarkan obyek pokok permasalahan kemudian dianalisis dengan teori-teori atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, termasuk penelitian hukum pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian dan sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan fenomena yang akan diteliti. Dari data yang diperoleh kita mendapatkan gambaran yang jelas tentang obyek yang akan diteliti, sehingga akan membantu kita untuk menarik suatu kesimpulan yang semakin dekat pada kebenarannya atau kenyataan.
Untuk menghantarkan penulis memperoleh gambaran tentang fenomena yang diteliti sehingga dapat menarik suatu kesimpulan, maka penulis juga tidak mungkin terlepas dari kebutuhan akan data yang valid. Data yang valid tidaklah diperoleh begitu saja, melainkan harus mempergunakan suatu teknik tertentu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan cara studi dokumentasi dan kepustakaan yang merupakan suatu metode pengumpulan data yang akan dilakukan dengan cara mencari dan membaca bahan-bahan hukum yang ada
35
relevansinya dengan topik masalah yang sedang diteliti. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Bahan hukum primer
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
c. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
e. Putusan PTUN NO. 44/G/2009/PTUN.SMG. 2. Bahan hukum sekunder
Yaitu bersumber dari kepustakaan berupa literature atau referensi, hasil penelitian, karya ilmiah yang berkaitan dengan obyek penelitian.
3. Bahan hukum tersier
yaitu : bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan sekunder dan bahan hukum primer, adalah :
a. Kamus hukum
36
3.4.Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, artinya data yang diperoleh disusun secara sistematis dan lengkap. Dari bahan hukum yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, dianalisis dengan menggunakan tehnik deskripsi, interpretasi, argumentasi, evaluasi, dan sistematisasi. Pengertian dari masing-masing tehnik analisis dimaksud adalah sebagai berikut :18
1. Tehnik deskripsi, adalah uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau proposisi proposisi hukum maupun non hukum.
2. Tehnik interpretasi, adalah penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum, terutama penafsiran kontekstualnya.
3. Tehnik argumentasi, yaitu penilaian yang didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum
4. Tehnik evaluasi, yaitu penilaian tepat atau tidak tepat, benar atau salah, sah atau tidak sah terhadap suatu pandangan atau proporsi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
18
Winarno Surachmad, Dasar Dan Tehnik Research : Pengertian Metodologi Ilmiah, (Bandung : CV Tarsito, 1973), hlm .39
37
5. Tehnik sistematisasi, adalah upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun yang tidak sederajat.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Isi Putusan PTUN No. 44/g/2009/PTUN.Smg tentang sertipikat ganda Isi putusan PTUN No. 44/G/2009/PTUN.Smg antara lain yaitu Hakim menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini yang diperhitungkan sebesar Rp. 852.000,-
Demikian diputuskan dalam rapat permusyarawatan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang pada Hari Rabu tanggal 6 Januari 2010, oleh Dra. Hj. Mawarni Maria S.H., sebagai Hakim Ketua Majelis serta Agus Budi Susilo, S.H., , MH dan Tri Cahya Indra Permana, S.H., masing-masing sebagai hakim anggota, putusan tersebut diucapkan pada Hari Selasa tanggal 12 Januari 2010 dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh majelis hakim tersebut di atas dengan dibantu oleh Legiman, S.H., sebagai Panitera pengganti Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang dengan dihadiri Kuasa Hukum Penggugat dan Kuasa Hukum Tergugat II serta tidak dihadiri oleh Tergugat maupun Kuasa Hukumnya.
Adapun dasar gugatan Penggugat dalam perkara ini adalah bahwasanya Penggugat adalah pemilik atas sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Sendangmulyo, seluas kurang lebih 8.272m2 seperti tercantum dalam sertipikat Hak Milik No.08117 yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang pada tanggal 11 September 2007, dengan batas-batas seperti diuraikan dalam gambar situasi No.413 Tahun 1977 yang dikeluarkan Kantor Pertanahan pada tanggal 1 Maret 1977,
39
hingga sengketa ini diajukan ke persidangan tidak pernah dilakukan, pencabutan terhadap Hak Milik No. 08117 oleh Penggugat.
Menurut informasi yang diperoleh Penggugat , Kantor Pertanahan Kota Semarang pada tanggal 29 Maret 1977 telah menerbitkan 45 sertipikat baru atas nama orang lain, secara ganda menumpang pada sertipikat Hak Milik No.08117 milik Penggugat (data terlampir dalam putusan), dengan demikian kantor pertanahan kota semarang secara melawan hukum telah memberikan hak baru, sehingga pemberian hak dan penerbitan sertipikat tersebut tidak sah menurut hukum, oleh karena itu harus dibatalkan.
Tindakan Kantor Pertanahan Kota Semarang memutuskan memberikan hak baru dengan mengeluarkan 45 sertipikat tersebut merupakan suatu keputusan Tata Usaha Negara yang merugikan kepentingan Penggugat , dan secara nyata menunjukkan Kantor Pertanahan Kota Semarang tidak melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu melanggar ketentuan Pasal 53 ayat (2) huruf a dan huruf c Undang-Undang No. 5 Tahun 1986.
Atas dasar hal tersebut Penggugat mengajukan tuntutan yaitu mengabulkan tuntutan Penggugat seluruhnya, menyatakan tidak sah dan/atau batal 45 sertipikat tanah (terlampir) yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang, Memerintahkan kepada Kantor Pertanahan Kota Semarang untuk mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi 45 sertipikat tanah (terlampir dalam putusan) daN menghukum Kantor Pertanahan Kota Semarang untuk membayar biaya perkara.
40
Adapun jawaban Tergugat atas gugatan yang diajukan Penggugat yaitu dalam Eksepsi ( bukan dalam pokok perkara) berisi mengenai gugatan Penggugat seharusnya di tujukan kepada Pengadilan Negeri Semarang bukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang karena yang disengketakan bukan perbuatan Tergugat menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara tapi merupakan sengketa kepemilikan.
Gugatan Penggugat tidak diajukan dalam jangka waktu sembilan puluh hari seperti ketentuan dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986. Tindakan Tergugat menerbitkan 45 sertipikat telah memenuhi asas publisitas dengan mengumumkan selama 30 hari di Kantor Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang dan Basecamp Tim Ajudikasi dan telah ditetapkan dalam berita acara tanggal 10 Maret 1997 dan perbuatan Tergugat menerbitkan 45 sertipikat Hak Milik (S.H., M No. 2131 s/d 2172, 2191, 3418,3419) obyeknya berlokasi di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
Tindakan Tergugat untuk menerbitkan 45 sertipikat Hak Milik (S.H., M No. 2131 s/d 2172, 2191, 3418,3419/ Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang) didasarkan atas peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah secara Sistematik. Telah dilakukan penelitian data fisik maupun data yuridis berdasar ketentuan dalam PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997 terhadap tindakan Tergugat dalam menerbitkan 45 sertipikat Hak Milik tersebut, sehingga telah memenuhi asas kecermatan formal dan material. Berdasarkan hal tersebut Tergugat mohon agar Majelis Hakim memutuskan untuk menerima semua eksepsi yang diajukan Tergugat