• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETA DISKREPANSI KOMPETENSI KERJA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN PROGRAM DIKLAT. Oleh: Samsudi*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETA DISKREPANSI KOMPETENSI KERJA SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN PROGRAM DIKLAT. Oleh: Samsudi*"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PETA DISKREPANSI KOMPETENSI KERJA SEBAGAI DASAR

PENYUSUNAN PROGRAM DIKLAT

Oleh: Samsudi*

Abstract

There several signs that worker needs training, such as decreasing product, over waste, accident frequently happened, instrument breaking etc. The roll of human resource are central in the organization, which they are the beneficiary and also the worker or manager the activities. Therefore, human resource development is important to be done. Training is the one which is very strategic for human resource development. Training is a bridge to full fill the competency gapped or discrepancy of the worker or officers and the required standard.

When the discrepancy has been identifying then the training methods should be design properly. It would be either classical or non-classical such as on the job, apprentice or couching clinic.

Kata kunci: Program diklat

=========================================

A. LATAR BELAKANG

Kegiatan diklat atau pelatihan diperlukan oleh organisasi umumnya karena beberapa alasan baik internal maupun eksternal. Alasan internal misalnya karena adanya kebijakan/program baru, tugas baru, alat baru atau personal baru. Sedang alasan eksternal misalnya karena adanya perubahan atau tuntutan pasar, pasokan bahan baku berbeda, peraturan pemerintah, program global yang berpengaruh dan lain-lain.

Tanda-tanda penting yang menunjukan bahwa suatu diklat perlu dilakukan antara lain adalah adanya penurunan kualitas dan kuantitas produk, limbah yang berlebihan, sering terjadi kecelakaan, alat yang sering rusak dan lain-lain. Pada akhir-akhir ini bidang kehutanan memiliki peranan penting karena disamping sebagai podusen kayu juga menjadi sumber penjaga kestabilan

(2)

lingkungan, misalnya sebagai penjaga kondisi iklim dan cadangan plasma nutfah. Sebagai konskwensi dari kondisi tersebut adalah adanya tuntutan pengelolaan hutan yang harus lebih baik. Banyak program perbaikan untuk menuju pengelolaan hutan misalnya ISO 9000, ISO 14000, ekolabel, “go

green” dan lain sejenis.

Menyambut berbagai program dan tuntutan tersebut diperlukan persiapan-persiapan untuk melaksanakannya, terutama pada aspek yang paling penting yaitu sumber daya manusia (SDM). Peranan penting SDM dalam organisasi adalah sebagai pelaksana dan pengelola serta sekaligus sebagai konsumen dari produknya. Untuk itulah maka pengembangan SDM baik di bidang manajemen maupun teknis fungsional harus dilakukan. Salah satu metode pengembangan SDM yang paling strategis adalah melalui penyelenggaraan diklat.

Penyelenggaraan diklat perlu didesain dengan baik agar diperoleh hasil diklat yang baik. Diklat yang baik adalah diklat yang menghasilkan SDM yang kompeten dibidangnya. Untuk itu perlu diawali dengan identifikasi kebutuhan diklat yang cermat, sehingga diklat .menyajikan materi yang benar-benar diperlukan oleh kelompok sasaran.

Terkait dengan hal tersebut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.20/Menhut-II/2004 menegaskan bahwa perencanaan diklat Kehutanan disusun berdasarkan kegiatan identifikasi kebutuhan diklat.

B. KONSEP DISKREPANSI KOMPETENSI KERJA

Kompetensi kerja adalah karakteristik pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang diperlukan untuk melakukan tugas dan pekerjaan dalam suatu jabatan. Secara umum kompetensi juga dikaitkan dengan kewenangan. Seseorang pejabat memerlukan dua hal penting, yaitu kewenangan dan kompetensi atau kemampuan mengerjakan tugasnya dengan baik. Bila seorang pejabat tidak memiliki kompetensi tetapi menjalankan kewenangannya maka akan terjadi kesalahan kerja; kecelakaan, kelambatan, pemborosan dan kinerjanya akan rendah. Walaupun demikian kenyataanya ada pejabat yang tetap

(3)

mmenjabat walaupun tidak kompeten. Ada beberapa penyebab hal tersebut terjadi, yaitu:

 Pejabat tersebut tidak dibekali iptek pada jabatannya.

 Pejabat tersebut baru saja menjabat dan pindah dari bidang yang berbeda.

 Pejabat tersebut baru saja promosi.

 Pejabat tersebut menjabat karena dipasang oleh pejabat lain untuk kepentingan tertentu.

 Pejabat tersebut memang bodoh dan tidak mau belajar.

Pada umumnya setiap organisasi telah memiliki syarat jabatan dan uraian jabatan yang menunjukan apa saja harus dilakukan oleh pejabat yang bersangkutan. Untuk itu maka umumnya diklat menjadi pilihan dalam pemenuhaan kompetensi .

Pada seseorang pejabat dapat mengalami perbedaan Kompetensi Kerja Standar/KKS atau seharusnya dengan Kompetensi Kerja Nyata/KKN yang dimiliki. Perbedaan tersebut berupa Diskrepansi Kompetensi Kerja/DKK. Seseorang pejabat yang mengalami DKK kinerjanya rendah.Untuk

meningkatkan kinerjanya dapat dilakukan pelatihan atau diklat. Bagi pejabat yang mutasi atau promosi DKK –nya adalah KKS jabatan barunya. Untuk menentukan Diskrepansi Kompetensi Kerja/DKK dilakukan dengan Identifikasi Kebutuhan Diklat/IKD. Selanjutnya hasil IKD disusun kurikulum diklat .

mengacu pada standar kompetensi jabatan. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS dinyatakan bahwa kurikulum diklat . mengacu pada standar kompetensi jabatan atau dalam hal ini sama dengan KKS.

(4)

Kompetensi Kerja Nyata/KSN Kompetensi Kerja Standar/KKS Deskrepansi Kompetensi Kerja/DKK

Gambar: 1. Konsep Diskrepansi Kompetensi Kerja dalam IKD

Informasi tentang Kompetensi Kerja dapat berasal dari Standar Kompetensi Kerja/SKK atau uraian jabatan atau informasi lain yang relevan.

Untuk memperoleh DKK dengan cara mengidentifikasi perbedaan antara KKS atau uraian jabatan atau informasi lain dengan KKN.

IKD terdiri tiga tingkatan yaitu tingkat organisasi, tingkat jabatan dan tingkat individu.

Kegiatan IKD tingkat organisasi adalah proses pendekatan untuk mengungkap dan menentukan kebutuhan diklat yang diperlukan organisasi sehingga visi, misi dan tugas fungsinya dapat terselenggara secara efektif dan efisien.

Kegiatan IKD tingkat jabatan adalah proses pendekatan untuk mengungkap dan menentukan kebutuhan diklat yang diperlukan oleh jabatan tertentu sehingga tugas dan fungsinya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Kegiatan IKD individu adalah proses mengungkap dan menentukan kebutuhan diklat yang diperlukan seseorang sehingga tugas dan fungsinya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

(5)

C. PETA DKK DAN PROGRAM DIKLAT

Rencana diklat disusun berdasarkan pada hasil IKD. Sedang IKD pada dasarnya dilakukan melalui mengidentifikasi perbedaan atau kesenjangan kemampuan kerja yang seringkali disebut Diskrepansi Kompetensi Kerja/DKK. Kegiatan diklat pada dasarnya dilakukan untuk menjembatani kesenjangan kemampuan kerja pada seseorang. Oleh karena itu dalam menyusun suatu program diklat diawali dengan membuat Peta Diskrepansi Kompetensi Kerja/DKK dari sejumlah calon peserta diklat. Pada dasarnya Peta DKK merupakan gambaran DKK dari sekelompok orang/pejabat terhadap sejumlah kompetensi kerja. Contoh Peta DKK dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 1: Contoh Peta DKK bagi 15 orang pejabat/pekerja

Nomor kompetensi Nama Pejabat/pekerja A B C D E F G H I J K L M N O 1 x x x 2 x x x x x x 3 x x x x x x x x x 4 x x x x x 5 x x x x x x x x 6 x x x x x x x x x 7 x x x x x x x x x x 8 x x x x x x x x 9 x x x 10 x x x x x 11 12 13

Catatan: Tanda x menunjukan bahwa seseorang pejabat/pekerja mengalami kesenjangan kompetensi/DKK .

(6)

Peta DKK diatas dapat diperoleh melalui suatu metode survey dengan teknik pengumpulan data melalui kuisenair, cek lis atau wawancara. Persyaratan responden/pengisi kuisenair, cek lis atau pewawancara adalah menguasai substansi kompetensi dari kelompok sasaran diklat yang direncanakan. Oleh karena itu responden atasan langsung, kelompok sasaran, atau pengawas pekerjaan kompetensi terkait.

Dalam Competency Based Training/CBT setiap pejabat/pekerja harus mendapatkan training/pelatihan sesuai dengan kesenjangan kompetensi kerja yang dialami.

Untuk pelaksanaan diklat yang berbentuk klasikal/kelas, maka sejumlah orang yang memiliki DKK yang sama dikumpulkan menjadi satu. Dalam hal suatu kelas diklat dengan jumlah peserta yang banyak seringkali misaalnya 30 orang mengalami kesulitan untuk mengumpulkan peserta yang memiliki DKK yang sama, oleh kerenanya memerlukan penggabungan peserta yang memiliki DKK yang berbeda tingkat toleransi tertentu. Dengan demikian guna efektivitas diklat diperlukan pengembangan metode diklat non klasikal seperti on the job

training/magang, in house training, couching clinic dan lain-lain. Diklat dengan

metode on the job training/magang dilakukan dengan mengirimkan seseorang yang memiliki kesenjangan atau DKK tertentu untuk menempel atau bekerja berdampingan dengan pejabat yang sedang mengerjakan kompetensi kerja yang sama pada periode tertentu. Sudah barang tentu magang juga didesain dengan baik dan pelaksanaannya dilakukan pengawasan/supervisi oleh pengajar yang sama bidangnya agar tujuan yang diinginkan tercapai. In house training dilakukan dengan cara mengumpulkan pejabat atau pekerja yang memiliki DKK yang sama dari disuatu organisasi kemudian dilatih didalam organisasi tersebut oleh pengajar tertentu baik dari luar maupun dari dalam. Sedang couching clinic adalah metode diklat yang dilakukan dengan mengirimkan pengajar/pelatih bidang tertentu untuk melatih sekelompok peserta yang memiliki DKK tertentu yang dillakukakan dilapangan dimana kompetensi tersebut dilaksanakan. Couching

clinic harus dilakukan secara intensif, maka perbandingan jumlah peserta dan

pelatih harus memadai dan sesuai dengan jenjang pengawasan pembelajaran dan penilaian kerja. Idealnya jumlah pelatih/pengajar ditentukan oleh karakteristik kompetensi yang dipelajari, tetapi umumnya satu pengajar untuk maksimum 5 peserta pelatihan. Misalnya dalam satu wilayah terdapat 10 calon peserta maka

(7)

diperlukan 2 pelatih/pengajar. Dalam hal satu wilayah terdapat 6 peserta sebaiknya juga dilatih oleh 2 pelatih/pengajar, artinya satu pelatih/pengajar melatih 3 orang dan bukan 6 orang karena terlalu banyak.

Pada Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil/PNS, dinyatakan bahwa Diklat dalam Jabatan terdiri: Diklat Kepemimpinan; Diklat Fungsional dan Diklat Teknis.

Diklat Kepemimpinan yang selanjutnya disebut Diklatpim dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural.

Diklat Fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang Jabatan Fungsional masing‐masing.

Sedang diklat Teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk melaksanakan tugas PNS.

Selanjutnya dinyatakan bahwa kurikulum diklat tersebut diatas mengacu pada standar kompetensi jabatan. Berkaitan dengan hal ini pada umumnya standard kompetensi setiap jabatan belum tersedia. Sedang informasi yang relevan umumnya adalah tugas yang tercantum dalam uraian tugas.

Tabel 2: Contoh penentuan program diklat berdasarkan peta diskrepanssi/DKK Jenis diklat Nomor kompetensi Nama kelompok sasaran Jumlah peserta Program/Jenis dan metode/bentuk diklat I 3,5 dan 7 ABCDEFGHJLN O

12 Bentuk Diklat: Klasikal

II 2,6 dan 8 ABCDEFGHIJK M

11 Bentuk diklat: Klasikal

III 4 ABCDF 5 Bentuk Diklat: Non klasikal /Couching Clinic/magang IV 1 AB dan J 3 Bentuk diklat:Non klasikal

/magang V 9 AB dan C 3 Bentuk diklat:

VI 10 BCDFG 5

Bentuk diklat:Non klasikal /Couching Clinic/magang

(8)

Catatan dan rekomendasi

:

Pelatihan I : Terdapat 12 individu kelompok sasaran yang memiliki diskrepansi terhadap pekerjaan no. 3,5 dan 7

Dengan jumlah 12 orang maka dapat dilakukan diklat secara klasikal.

Pelatihan II : Terdapat 11 individu kelompok sasaran yang memiliki diskrepansi terhadap pekerjaan no. 2,6 dan 8

Dengan jumlah 11 orang maka dapat dilakukan diklat secara klasikal.

Pelatihan III: Terdapat 5 individu kelompok sasaran yang memiliki diskrepansi terhadap pekejaan no. 4.

Jumlah tersebut tidak efisien bila dilakukan diklat klasikal maka dilakukan diklat dengan metode Couching Clinic/ magang. Pelatihan IV: Terdapat 3 individu kelompok sasaran yang memiliki diskrepansi

terhadap pekerjaan no. 1.

Jumlah tersebut tidak efisien bila dilakukan diklat klasikal maka dilakukan diklat non klasikal dengan magang.

Pelatihan V: Terdapat 3 individu kelompok sasaran yang memiliki diskrepansi terhadap pekerjaan no. 9.

Jumlah tersebut tidak efisien bila dilakukan diklat klasikal maka dilakukan diklat non klasikal dengan magang.

Pelatihan VI: Terdapat 5 individu kelompok sasaran yang memiliki diskrepansi terhadap pekerjaan no. 10.

Jumlah tersebut tidak efisien bila dilakukan diklat klasikal maka dilakukan diklat non klasikal dengan Couching Clinic/magang

D. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kegiatan diklat diperlukan oleh organisasi karena faktor internal atau eksternal, misalnya karena ad adanya kebijakan/program baru, tugas baru, alat baru atau personal baru tuntutan pasar, peraturan pemerintah dan lain-lain.

2. Identifikasi Kebutuhan Diklat/IKD pada dasarnya dilakukan melalui mengidentifikasi perbedaan atau kesenjangan kemampuan kerja atau yang seringkali disebut Diskrepansi Kompetensi Kerja/DKK.

3. Kegiatan diklat pada dasarnya dilakukan untuk menjembatani kesenjangan kemampuan kerja pada seseorang.

(9)

4. Bagi pejabat yang mutasi atau promosi DKK–nya sama dengan KKS jabatan barunya.

5. Peta DKK merupakan dasar dalam menyusun kurikulum dan program diklat.

6. Pengembangan diklat dengan berbagai bentuk atau metode diklat perlu dilakukan guna efektivitas dan efisiensi pelaksanaan diklat.

7. Bentuk Diklat dapat klasikal, Non klasikal, Couching Clinic dan magang.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Ssipil Presiden Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.20/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kehutanan. Menteri Kehutanan Republik Indonesia.

Pedoman Identifikasi Kebutuhan Diklat (2010). Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan.

Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 12 tahun 2010

tentang penelitian dan pengembangan, serta pendidikan dan Pelatihan kehutanan

(10)

Gambar

Tabel 1:  Contoh Peta DKK  bagi 15 orang pejabat/pekerja
Tabel  2:  Contoh  penentuan  program  diklat  berdasarkan  peta    diskrepanssi/DKK    Jenis  diklat  Nomor   kompetensi  Nama  kelompok  sasaran  Jumlah peserta   Program/Jenis dan  metode/bentuk diklat  I  3,5 dan 7  ABCDEFGHJLN O

Referensi

Dokumen terkait

Observasi hasil peningkatan perkembangan kemampuan berbahasa dalam hal ini dengan menggunakan metode bercerita dengan menggunakan media panggung boneka adalah capaian perkembangan

Kesan-kesan buruk lain : Tiada kesan yang penting atau bahaya kritikal yang diketahui.. Maklumat ekologi

PTPN IV Kebun Sidamanik) Pengguna Login Laporan Data Kriteria Data Karyawan Hasil Perhitungan Perhitungan Profile Matching Penilaian <<include>>

Rekomendasi hasil penelitian tentang Analisis Praktik Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Oleh Guru Bimbingan dan Konseling pada SMP yang Berbasis Agama di Kota

Dewasa ini pembangunan telah dilaksanakan diberbagai sektor baik yang dilakukan lewat mekanisme daftar program ataupun prioritas dengan pemberdayaan masyarakat, mengingat dana

Dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa perangkat pembelajaran Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) pada materi Radiasi Benda Hitam dengan berbantuan PhET simulations yang

Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa membaca menurut mahasiswa adalah kegiatan melafalkan lambang tulis yang berupa bacaan, kegiatan membaca

Renstra & Kontrak Kinerja Renja Renstra-KK-Renja SS 12 Organisasi dan SDM yang optimal SK Pengelolaan Risiko, Pengendalian, dan. Pengawasan Internal