• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK DALAM MENGUNGKAP SUATU PERISTIWA YANG DIDUGA SEBAGAI TINDAK PIDANA (Studi di Puslabfor Bareskrim Mabes Polri)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK DALAM MENGUNGKAP SUATU PERISTIWA YANG DIDUGA SEBAGAI TINDAK PIDANA (Studi di Puslabfor Bareskrim Mabes Polri)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK DALAM MENGUNGKAP SUATU PERISTIWA YANG DIDUGA SEBAGAI TINDAK PIDANA

(Studi di Puslabfor Bareskrim Mabes Polri)

(Jurnal)

Oleh

CHRISTWO ARAPANTA BARZAH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERANAN PUSAT LABORATORIUM FORENSIK DALAM MENGUNGKAP SUATU PERISTIWA YANG DIDUGA SEBAGAI TINDAK PIDANA

Oleh:

Christwo Arapanta Barzah, Eko Raharjo, Firganefi Email: chris_two@yahoo.com

Tugas Pusat Laboratorium Forensik sebagai lembaga yang membantu instansi kepolisian dalam penegakan hukum adalah melakukan pemeriksaan kriminalistik menggunakan metode ilmiah terhadap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah peranan Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana dan apakah faktor penghambat Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan yaitu wawancara terhadap 2 orangpetugas Pusat Laboratorium Forensik dan 1 orang Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan meliputi literatur, peraturan perundang-undangan,dan lain-lain.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Pusat Laboratorium Forensik lebih mengedepankan sistem hukum sesuai dengan dasar hukum yang diatur dalam KUHAP, Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan melayani setiap permintaan pemeriksaan dari penyidik yang bersangkutan secara tertulis, dalam hal mendesak permintaan pemeriksaan dapat diajukan secara lisan oleh penyidik, tetapi penyidik yang bersangkutan berkewajiban untuk membuat permintaan tertulis setelah pemeriksaan tempat kejadian perkara dilaksanakan. Berdasarkan pemeriksaan kriminalistik yang menghasilkan hasil uji forensik yang diketahui bahwa peristiwa tersebut bukanlah merupakan suatu peristiwa pidana, maka penyidik yang bersangkutan terhadap kasus tersebut mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).

(3)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF RIGHTS FOR VICTIMS OF WRONG ARRESTS BASED ON GOVERNMENT REGULATION NUMBER 92/2015

By

Christwo Arapanta Barzah, Eko Raharjo, Gunawan Jatmiko Email:chris_two@yahoo.com

The Indonesian Criminal Justice System uses a due process of law approach aims at enforcing law and justice for the society. In fact, several law enforcement officers still violate the law and justice, which one of them is false arrests. The guarantee of legal protection against the wrongful victims has been regulated in the Book of Criminal Conduct (KUHAP) and Government Regulation No. 27/1983 on the Implementation of Criminal Procedure Code. The problem in this research is to find out the effectiveness of Government Regulation No. 92/2015 in accommodating the rights of the victims of wrongful arrests and also whether the factors impeding Government Regulation No. 92/2015 in making compensation for victims of wrongfully arrested. This research was conducted by using empirical approach. The data source consisted of secondary data obtained through informants related to the problem to be investigated using interview technique. Based on the results and discussion of the research, it can be concluded that the regulation on policy of compensation in Government Regulation Number 92/2015 has been made to accommodate the rights for the victims of wrongfully arrested. The Government Regulation No. 92/2015 has succeeded in providing legal certainty in Indonesia. It further clarifies the existence of legal justice in Indonesia and the realization of the objective of law in Indonesia in which to provide justice for all citizens of Indonesia. The granting of compensation for victims of false arrests has increased nominally in line with the issuance of Government Regulation No. 92/2015, but the justice has not been fully implemented. The author suggested that in relation to the policy of compensation for victims of wrongful arrests, the government should establish the rules of the procedure of giving compensation payments against the wrongful arrests in accordance with the provisions in Government Regulation No. 92/2015.

(4)

I. PENDAHULUAN

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dengan segala keterbatasan

sarana dan prasaran mampu

mengungkap kasus-kasus besar teror bom yang telah terjadi ditanah air. Seiring pesatnya dinamika masyarakat modern yang ditandai dengan berkembangnya hasil-hasil teknologi, ternyata berdampak sosiologis yang bersifat regional, nasional bahkan internasionalpun semakin komplek. Namun disamping memberikan dampak perubahan yang bersifat positif, tak kalah pentingnya dinamika masyarakat modern yang semakin mengglobal itu, ternyata menghasilkan pula dampak negatif berupa kejahatan semakin terstruktur dari segi metode dan lintas negara, lintas benua jaringannya.

Keberhasilan pengungkapan kasus bom mengharumkan Polri dimata dunia internasional. Salah satu pengalaman Polri yang sangat spektrakuler adalah pengungkapan kasus-kasus bom dengan menggunakan metode scientific crime investigation (penyidikan secara ilmiah). Keberhasilan tersebut tentunya tidak lepas dari keterpaduan fungsi dan peran para ahli forensik dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berawal dari pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan

melakukan pemeriksaan dan

menghubungkan micro evidence

(barang bukti mikro), seperti pengungkapan identitas korban menggunakan pemeriksaan sidik jari (daktiloskopi forensik), pemeriksaan

deoxirybose nucleic acid (DNA), darah,

OdontologiForensik (pemeriksaan gigi),

Disaster Victim Identification (DVI) dan lain lain. Pengungkapan dengan menggunakan ilmu kimia, fisika dan lain-lain termasuk proses pelacakan salah satu tersangka yang didasarkan

nomor seri kendaraan bermotor (nomor rangka dan nomor mesin) dengan metode penimbulan kembali nomor-nomor tersebut yang telah dirusak dengan reaksi kimia tertentu, serta penentuan bahan isian bom yang ditemukan di TKP yang identik dengan bahan yang ada di tubuh, pakaian, rumah, kendaraan tersangka.

Kriminalistik adalah ilmu penyidikan, ilmu yang digunakan penyidik untuk menentukan apakah telah terjadi suatu tindak pidana atau bukan, atau dapat dikatakan sebagai ilmu pengalaman yang mengumpulkan data dari seluruh persitiwa atau kejadian, cara yang dipakai, kebiasaan, dan motif penjahat dalam melakukan tindak pidana.1

Seperti halnya peristiwa-peristiwa di Indonesia yang membutuhkan peranan laboratorium forensik berikut ini yaitu: 1. Kasus pembunuhan Wayan Mirna

Salihin yang diduga kuat dilakukan oleh temannya sendiri, Jesika Wongso.2

2. Kasus pembunuhan 1 keluarga yang terjadi di Jalan Pulomas Utara 7A Pulogadung Jakarta Timur. Pada hari Selasa tanggal 27 Desember 2016 lalu. Para korban dikurung dalam kamar mandi.3

3. Runtuhnya Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) di Jalan Raya Pasar Minggu Jakarta Selatan. Pada hari

1Firganefi dan Ahmad Irza l Fardiansyah,

Hukum dan Kriminalistik, (Bandar Lampung: BP. Justice Publisher, 2014)hlm. 11.

2

http://www.liputan6.com/tag/jessica-kumala-wongso. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 15.33 WIB.

3http://megapolitan.kompas.com/read/2016/12/2

(5)

Sabtu tanggal 24 September 2016 lalu.4

4. Jatuhnya lift/elevator di Blok M Square. Pada hari Jumat tanggal 17 Maret 2017 lalu.5

5. Kasus penyerangan terhadap Polisi Lalu Lintas (Polantas) oleh pegawai

Mahkamah Agung (MA) di

Jatinegara Jakarta Timur. Pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016 lalu.6

6. Kasus pembunuhan seorang mahasiswi Universitas Esa Unggul dalam rumah kosnya di Kebon Jeruk Jakarta. Pada bulan Januari lalu.7

Pengertian mendatangkan para ahli yang memiliki keahlian khusus tersebut salah satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik, dimana sesuai dengan Keputusan Kapolri Nomor KEP/22/VI/2004 tanggal 30 Juni 2004 tentang perubahan atas Keputusan Kapolri Nomor Pol. KEP/30/VI/2003 tanggal 30 Juni 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia

lampiran ”G” Bareskrim Polri

Laboratorium Forensik mempunyai tugas membina dan melaksanakan kriminalistik/forensik sebagai ilmu dan penerapannya untuk mendukung pelaksanaan tugas Polri.

4

https://news.detik.com/berita/d-3305863/jpo- pasar-minggu-ambruk-1-orang-dikabarkan-meninggal. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 15.49 WIB.

5

https://news.detik.com/berita/d-3450301/12- orang-korban-lift-jatuh-di-blok-m-square-jalani-operasi. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 15.52 WIB.

6http://megapolitan.kompas.com/2016/12/13/ini.

penyebab.wanita.pukuli.dan.cakar.polantas. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 16.00 WIB.

7http://medan.tribunnews.com/2017/01/17/teran

yar-polisi-temukan-barang-bukti-milik-pembunuh-mahasiswi-esa-unggul. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 16.00 WIB.

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menanggulangi kejahatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti tersebut di atas hanya

dapat ditanggulangi dengan

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi pula. Proses penyidikan kejahatan dengan menggunakan teknologi yang lazim disebut penyidikan secara ilmiah dimana peran dan fungsi tersebut sebagian dilaksanakan oleh Laboratorium Forensik.

Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang–undang pidana. Kelakuan manusia yang melanggar hukum dirumuskan d idalam undang-undang, melawan hukum, yang patut di pidana. Orang yang melakukan

perbuatan pidana akan

mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan.8

Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang. Hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa:

“Tidak seorang pun dapat dijatuhi

pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang

didakwakan atas dirinya.”

8 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana

(6)

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di atas, maka dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin. Alat-alat bukti yang sah menurut Pasal 184 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ialah:

Penegak hukum yang berusaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada diluar kemampuan atau keahliannya, dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materil selengkap-lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut.

Ilmu-ilmu forensik yang menangani tindak criminal sebagai masalah manusia.9 Ilmu-ilmu forensic termasuk kriminologi, psikologi forensik, dan psikiatri/neurologi forensik. Kejahatan sebagai masalah manusia, karena pelaku dan objek penghukuman dari tindak kriminal tersebut adalah manusia. Dalam melakukan perbuatannya, manusia tidak terlepas dari unsur jasmani (raga) dan jiwa. Disamping itu, kodrat manusia sebagai mahluk sosial,

9 I Made Agus Gelgel Wirasuta, Analisis

Toksikologi Forensik, (Jimbaran: TanpaPenerbit, 2008)hlm. 5.

yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan juga dipengaruhi oleh faktor internal (dorongan dari dalam dirinya sendiri) dan factor eksternal (dipengaruhi oleh lingkungannya).

Mengenai perlunya bantuan seorang ahli dalam memberikan keterangan yang terkait dengan kemampuan dan

keahliannya untuk membantu

pengungkapan dan pemeriksaan suatu perkara pidana. Maka dapat dikatakan, meskipun pengetahuan, pendidikan dan pengalaman dari seseorang mungkin jauh lebih luas daripada orang lain, namun pengetahuan dan pengalaman setiap manusia tetap terbatas adanya. Sebab itu selalu ada kemungkinan bahwa ada soal-soal yang tidak dapat dipahami secukupnya oleh seorang

penyidik dalam pemeriksaan

pendahuluan, ataupun seorang hakim di muka persidangan sehingga ia perlu diberi pertolongan oleh orang-orang yang memiliki suatu pengetahuan tertentu.

(7)

identifikasi non tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian.

Kedudukan Hukum Acara Pidana tidak berbeda dengan hukum-hukum yang lain, yaitu memerlukan dukungan dan bantuan dari ilmu pengetahuan pembantu atau ilmu bantu lainnya.

Kebutuhan ilmu bantu ini

dimungkinkan karena tugas utama Hukum Acara Pidana adalah mencari dan mendapatkan kebenaran materiil atau kebenaran yang selengkap-lengkapnya.10

Bantuan seorang ahli yang diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam membantu aparat yang berwenang untuk terang suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus, memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap perkara yang diperiksanya.

Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang

10Firganefi dan Ahmad Irzal Fardiansyah,

op.cit.,hlm. 23.

pengadilan.Beberapa kasus tertentu, penyidik sangat bergantung terhadap peran ahli forensik untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya.

Berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk menelitinya dan menyusunnya ke dalam penulisan hukum yang hasilnya akan dijadikan skripsi dengan judul “Peranan Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (Studi di Puslabfor Bareskrim Mabes Polri)”

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan dibahas dan dikembangkan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah peranan Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana? 2. Apakah faktor penghambat Pusat

Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana?

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap Petugas Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturanperundang-undangan,

(8)

II. PEMBAHASAN

A.Peranan Pusat Laboratorium Forensik dalam Mengungkap Suatu Peristiwa yang Diduga Sebagai Tindak Pidana

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Erna Dewi11selaku Akademisi Fakultas Hukum Bagian Pidana Universitas Lampung berpendapat bahwa Pusat Laboratorium Forensik yang beranggotakan berbagai profesi dalam bidang ilmiah sebagai lembaga yang secara struktural berada di bawah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membantu penyidik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana menurut hukum acara pidana berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara

dan Persyaratan Permintaan

Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pusat Laboratorium Forensik berperan penting dalam penegakan hukum terhadap suatu peristiwa yang diduga sebagai akibat dari adanya perbuatan pidana. Pembuktian yang dilakukan oleh Pusat Laboratorium Forensik merupakan pemeriksaan terhadap

“saksi” atas adanya suatu peristiwa, “saksi” yang diperiksa oleh Pusat Laboratorium Forensik berbeda dengan

“saksi” yang dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP. “Saksi” yang diperiksa oleh

Pusat Laboratorium Forensik berupa

11Hasil Wawancara dengan Erna Dewi.sebagai

Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Bagian Pidana pada tanggal 12 September 2017 Pukul 11.30 WIB.

organ tubuh korban ataupun benda-benda lainnya yang berkaitan dengan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Maka Pusat Laboratorium Forensik berperan penting dalam penegakan hukum pidana sehingga terciptanya kepastian hukum di Negara Indonesia yang berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Ruang lingkup pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik meliputi Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) dan barang bukti. Surat permintaan pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) ditujukan kepada Kepala Pusat Laboratorium Forensik dengan

maksud untuk mendapatkan

(9)

delicti) untuk melakukan olah tempat kejadian perkara. Lukas Budi Santoso12 menyatakan bahwa saat Tim Olah Tempat Kejadian Perkara memeriksa Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) wajib didampingi oleh penyidik karena pengambilan barang bukti dilakukan oleh penyidik. Koordinasi antara Tim Olah Tempat Kejadian Perkara dengan penyidik dilakukan secara terpadu dan proporsional. Penyidik membuat administrasi penyidikan yang berkaitan dengan pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) dan penanganan barang bukti.

Surat permintaan pemeriksaan barang bukti ditujukan kepada Kepala Pusat Laboratorium Forensik dengan maksud untuk mendapatkan pemeriksaan secara laboratoris dari pihak Laboratorium Forensik dengan menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan secara tertulis. Surat permintaan pemeriksaan barang bukti wajib dilengkapi dengan persyaratan formal dan teknis sesuai dengan jenis pemeriksaan, kemudian diterima dan diperiksa kelengkapan surat administrasinya oleh Urusan Tata Usaha (URTU).Eksekusi pendelegasian kepada setiap kepala bidang terkait (disposisi). Kepala bidang terkait memeriksa persyaratan teknis pada surat permintaan pemeriksaan barang bukti. Apabila surat permintaan pemeriksaan barang bukti terdapat kekurangan persyaratan formal ataupun teknisnya, maka penyidik diwajibkan untuk melengkapinya terlebih dahulu. Setelah surat permintaan pemeriksaan barang bukti telah memenuhi persyaratan formal dan teknis, kepala bidang terkait mendelegasikan kepada kepala

12Hasil Wawancara dengan Lukas Budi Santoso,

Kepala Bagian Manajemen Mutu Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2 Juni 2017.

subbidang untuk melakukan

pemeriksaan barang bukti. Ahli forensik pada subbidang tertentu melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti yang diminta untuk melakukan pemeriksaan laboratoris kriminalistik, kemudian ahli forensik membuat laporan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hasil uji forensik dan memberikannya kepada penyidik beserta barang bukti yang tersisa.

Berdasarkan pemeriksaan teknis kriminalistik terhadap Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) maupun pemeriksaan laboratoris kriminalistik terhadap barang bukti oleh Pusat

Laboratorium Forensik yang

menghasilkan hasil uji forensik yang diketahui bahwa peristiwa tersebut bukanlah merupakan suatu peristiwa pidana, maka penyidik yang bersangkutan terhadap peristiwa tersebut mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).

Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) merupakan surat pemberitahuan dari penyidik kepada penuntut umum bahwa perkara dihentikan penyidikannya. Penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam Pasal 109 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur dalam pasal tersebut, yaitu:

a. Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.

(10)

c. Penghentian penyidikan demi hukum. Alasan ini dapat dipakai apabila ada alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu antara lain karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kedaluwarsa.

Menurut penulis bahwaPusat

Laboratorium Forensik dalam hal melakukan pemeriksaan teknis kriminalistik terhadap Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik terhadap barang bukti harus memiliki dasar

hukum, sehingga dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Penyidik bersama dengan petugas Puslabfor dalam menangani suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana harus dilakukan secara kooperatif dan terpadu, sehingga proses penyidikan dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan melalui Pusat Laboratorium Forensik jelas bahwa peranan Laboratorium Forensik sangatlah penting dalam proses penegakan hukum mulai dari penyelidikan hingga persidangan dalam menjatuhkan putusan kepada para terdakwa, serta pemeriksaan terhadap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) dan barang bukti maka Pusat Laboratorium Forensik harus berada dalam jalur hukum dan

harus mengetahui batas

kewenangannya. Pusat Laboratorium Forensik juga harus memiliki sikap cermat dan teliti dalam melakukan pemeriksaan.

B.Faktor Penghambat Pusat Laboratorium Forensik dalam Mengungkap Suatu Peristiwa yang Diduga Sebagai Tindak Pidana

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Roedy Aris Tavip P13 selaku Petugas Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisan Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa sarana dan prasaranaberupa keterbatasan anggaran dana untuk pemeliharaan alat instrumen pemeriksaan laboratoris, karena alat instrumen pemeriksaan laboratoris harus tetap terjaga dan steril sehingga memberikan laporan hasil uji forensik yang akurat. Pusat Laboratorium Forensik sering mengalami gangguan dan mengalami kerusakan sehingga proses pemeriksaan barang bukti menjadi terhambat dan dimana dalam hal ini memerlukan penanganan khusus untuk memperbaikinya.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Lukas Budi Santoso14 selaku Petugas Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisan Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa sarana dan prasarana berupa areal service yang terlalu luas bagi Pusat Laboratorium Forensik, karena tidak semua Kesatuan Wilayah Kepolisian Daerah (Polda) memiliki Laboratorium Forensik masing-masing, sehingga Pusat Laboratorium Forensik. Areal service

yang luas bagi Pusat Laboratorium

13Hasil Wawancara dengan Roedy Aris Tavip P,

Kepala Bidang Fisikia dan Komputer Forensik Pusat Laboratorium Forensik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2 Juni 2017.

14Hasil Wawancara dengan Lukas Budi Santoso,

(11)

Forensik membuat peranPusat Laboratorium Forensik tidak efektif dan efisien serta maksimal, karena koordinasi Kesatuan Wilayah Kepolisian Daerah (Polda) dengan Pusat Laboratorium Forensik memakan waktu

yang tidak sedikit.Untuk

menanggulangi hambatan Pusat Laboratorium Forensik tersebut, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia

(Polri) menyusun “Rencana Rekstra”

yaitu rencana strategi jangka menengah maupun jangka panjang untuk menghadirkan Laboratorium Forensik pada setiap Kesatuan Wilayah Kepolisian Daerah (Polda).

Selain faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat juga menjadi salah satu faktor penghambat. Lukas Budi Santoso mengatakan bahwa masyarakat cenderung menghiraukan aturan yang telah dibuat oleh polisi, masyarakat sering menerobos garis pembatas berupa police line(pita kuning

bertuliskan: “Dilarang Melintas Garis Batas Polisi”), hal tersebut dapat

menghambat proses

penyidikan.Pemeriksaan tempat kejadian perkara (locus delicti) dapat dilakukan secara efektif apabila bobot kontaminasi sebesar 0-70%. Secara teknis, tempat kejadian perkara (locus delicti) yang sudah memiliki bobot kontaminasi diatas 70% sudah tidak dapat diperiksa

Erna Dewi15 mengatakan bahwa kesigapan dari petugas Pusat Laboratorium Forensik ketika ada permintaan pemeriksaan terhadap Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) sebagai pelaksana pemeriksaan teknis kriminalistik di lapangan dapat menjadi

15Hasil Wawancara dengan Erna Dewi, sebagai

Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Bagian Pidana pada tanggal 12 September 2017 Pukul 11.30 WIB.

faktor yang menghambat kinerja Pusat Laboratorium Forensik. Jika petugas Pusat Laboratorium Forensik lambat atau tidak sigap ketika ada permintaan pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (locus delicti), maka kemungkinan terjadinya kontaminasi terhadap Tempat Kejadian Perkara sangat besar. Hal demikian berhubungan dengan partisipasi dari masyarakat terhadap kepedulian penegakan hukum di negara Indonesia untuk terciptanya kepastian hukum dari suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.

(12)

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Setelah melakukan pembahasan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian maka sebagaimana penutupan dari pembahasan atas permasalahan dalam skripsi ini, penulis menarik simpulan:

1. Peranan Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana adalah peranan normatif dan peranan faktual, dimana Pusat Laboratorium Forensik lebih mengedepankan sistem hukum sesuai dengan dasar hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai Tata Cara dan

Persyaratan Permintaan

Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan melayani setiap permintaan pemeriksaan dari penyidik yang bersangkutan secara tertulis, dalam

hal mendesak permintaan

pemeriksaan dapat diajukan secara lisan oleh penyidik, tetapi penyidik yang bersangkutan berkewajiban untuk membuat permintaan tertulis setelah pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (locus delicti)

dilaksanakan. Berdasarkan

permintaan pemeriksaan teknis

kriminalistik terhadap Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) maupun pemeriksaan laboratoris kriminalistik terhadap barang bukti oleh penyidik kepada Pusat Laboratorium Forensik yang menghasilkan hasil uji forensik yang diketahui bahwa peristiwa tersebut bukanlah merupakan suatu peristiwa pidana, maka penyidik yang bersangkutan terhadap kasus tersebut mengeluarkan Surat

Pemberitahuan Penghentian

Penyidikan (SP3).

2. Terdapat faktor penghambat Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana adalah sebagai berikut:

a. Faktor Sarana dan Prasarana, menjadi penghambat karena kurangnya anggaran dana untuk

pemeliharaan instrumen

pemeriksaan laboratoris kriminalistik karena alat

instrumen pemeriksaan

laboratoris harus tetap terjaga dan steril, serta areal service

(13)

“Rencana Rekstra” yaitu

rencana strategi jangka menengah maupun jangka panjang untuk menghadirkan Laboratorium Forensik pada setiap Kesatuan Wilayah Kepolisian Daerah (Polda).

b. Faktor Masyarakat, juga merupakan penghambat Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana karena masyarakat yang tidak patuh terhadap aturan kepolisian yang sudah membuat garis pembatas berupa police line(pita kuning bertuliskan:

“Dilarang Melintas Garis Batas

Polisi”) sering menerobos

masuk dapat menghambat proses pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (locus delicti). Tindakan masyarakat yang tidak mematuhi aturan kepolisian tersebut membuat Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) terkontaminasi. Tempat kejadian perkara (locus delicti) yang

sudah memiliki bobot

kontaminasi diatas 70% sudah tidak dapat diperiksa.

c. Kesigapan dari petugas Pusat Laboratorium Forensik yang menuju Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) ketika ada

permintaan pemeriksaan

terhadap Tempat Kejadian Perkara (locus delicti) sebagai pelaksana pemeriksaan teknis kriminalistik di lapangan menjadi salah satu faktor yang menghambat kinerja Pusat Laboratorium Forensik dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.

B. Saran

Adapun saran yang perlu diajukan penulis adalah :

1. Berkaitan dengan faktor penghambat Pusat Laboratorium Forensik berupa

areal service yang terlalu luas dalam mengungkap suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana,

sebaiknya “Rencana Rekstra” berupa

menghadirkan Laboratorium

Forensik pada setiap Kesatuan Wilayah Kepolisian Daerah segera terealisasi agar kinerja Pusat Laboratorium Forensik lebih efektif.

2. Sehubungan dengan kesalahan atau kekurangan yang dilakukan oleh petugas Pusat Laboratorium Forensik dalam pemeriksaan laboratoris kriminalistik terhadap barang bukti, pemeriksa barang bukti harus lebih teliti dalam memeriksa dan membuat keterangan hasil uji laboratoris kriminalistik terhadap barang bukti yang diperiksa meskipun akan ada tindakan korektif dalam institusi internal Pusat Laboratorium Forensik untuk memeriksa keakuratan hasil uji forensik oleh setiap kepala subbidang dan masing-masing kepala bidang yang bersangkutan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Firganefi dan Ahmad Irzal Fardiansyah. 2014. Hukum dan Kriminalistik. Bandar Lampung: BP.Justice Publisher.

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Harahap, M Yahya. 2014. Pembahasan Masalah dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan). Jakarta: Sinar Grafika.

Waluyo, Bambang. 1996. Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Wirasuta, I Made Agus Gelgel. 2008.

Analisis Toksikologi Forensik. Jimbaran: Tanpa Penerbit.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang

Bukti kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sumber lain

http://www.liputan6.com/tag/jessica-kumala-wongso. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 15.33 WIB.

http://megapolitan.kompas.com/read/20 16/12/28/kronologi.pembunuhan.sadis.d i.pulomas. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 15.38 WIB.

https://news.detik.com/berita/d- 3305863/jpo-pasar-minggu-ambruk-1-orang-dikabarkan-meninggal. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 15.49 WIB.

https://news.detik.com/berita/d- 3450301/12-orang-korban-lift-jatuh-di-blok-m-square-jalani-operasi. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 15.52 WIB.

http://megapolitan.kompas.com/2016/12 /13/ini.penyebab.wanita.pukuli.dan.caka r.polantas. Diakses pada tanggal 1 April 2017. Pukul 16.00 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pimpinan untuk melatih para bawahannya guna meraih kinerja yang optimum dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta bagaimana

Jika dilihat dari dimensi kedua variabel, dimensi pemaafan yang terdiri dari penghindaran (avoidance) dan pembalasan dendam (revenge) memiliki hubungan yang erat

Mungkin semua nokia java yang punya Ovi Browser dan Nokia Xpress.Com - Aplikasi facebook terbaru for android, Blackberry, dan semua HP update 2016... untuk hp nokia,download

Dalam PPI tujuan seluruh proses pembelajaran adalah agar siswa menjadi manusia yang utuh, menjadi manusia bagi dan bersama orang lain.. Secara lebih jelas itu diungkapkan dalam 4

Nilai tingkat signifikan yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 membuktikan bahwa market to book ratio memiliki pengaruh positif signifikan terhadap

Pembelajaran Tematik mampu membantu siswa dalam mengembangkan Kompetensi Dasar (KD) dari beberapa mata pelajaran yang memiliki tema yang sama serta dapat.. mengaitkan materi

Sikap komunikasi terapeutik perawat, didapatkan bahwa persentase tertinggi dari semua pernyataan adalah perawat berbicara dengan nada suara yang ha- lus yang artinya perawat

a. Apabila bukti audit dapat diperoleh dari pihak independent diluar perusahaan, untuk tujuan auditor independent, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang