BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “CATATAN ICHIYO” KARYA REI KIMURA DAN STUDI PRAGMATIK SASTRA
2.1 Definisi Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang berbentuk tertulis dan
bersifat naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis.
Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita”, dan juga dari bahasa Latin yakni novellus yang diturunkan
pula dari kata novies yang berarti baru, dikatakan baru karena jika
dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama, maka
jenis novel ini baru muncul kemudian setelahnya (Tarigan, 1984 : 164).
Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku
tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu
yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu
cerita (Aminuddin, 2000 : 66). Pengarang umumnya ingin menampilkan ide
serta hasil imajinasinya ke dalam novel. Menurut H.B Jassin dalam Suroto
(1989 : 19) novel ialah suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan
orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dalam kejadian ini terlahir suatu
konflik atau suatu pertikaian yang mengalihkan perubahan nasib mereka.
Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu
novel. Suharianto (1982 : 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi,
1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yang menunjukkan
keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh
karena itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.
2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai, jiwa
seseorang serta perjuangannya.
3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam
suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat
istiadat dan perkembangan masyarakat pada masa itu.
4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia
anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran
kepada anaknya, adapula yang biasanya hanya dibaca oleh
anak-anak saja.
5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar
otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan
pengarang dalam cerita.
6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan
dan peperangan yang diderita seseorang.
7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-semata untuk
kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.
Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka
dapat dilihat bahwa novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura termasuk dalam
jenis novel sejarah dan novel perjuangan. Hal ini karena novel ini diangkat
mengapresiasikan karyanya pada zaman Meiji. Novel ini menggambarkan
keadaan masyarakat Jepang pada masa itu, yaitu pemerintah menyatakan
adanya Shiminbyodo, yaitu persamaan empat strata sosial atau kelas sosial
yang baru, yang terdiri dari dari Kouzoku (keluarga Kaisar), Kazoku
(keluarga bangsawan), Shizoku (keluarga samurai) dan Heimin (rakyat biasa).
Meskipun zaman Meiji merupakan awal modernisasi Jepang, tetapi pada awal
masa Meiji wanita belum memiliki pengaruh yang kuat dalam berbagai
bidang. Tokoh utama dalam novel ini adalah salah satu sastrawan wanita
Jepang yang memperjuangkan karyanya dengan mempertahankan ideologi
hingga akhirnya berhasil mendapat tempat dalam dunia kesusastraan Jepang
masa itu.
Novel terbentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi
terciptanya karya sastra tersebut yang terdiri dari tema, alur (plot), latar
(setting), penokohan (perwatakan) dan sudut pandang (pusat pengisahan).
Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut
mempengaruhi terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi
latarbelakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang dan
sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai kehidupan sosial yang menjadi
landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.
2.2 Resensi Novel “Catatan Ichiyo” 2.2.1 Tema
Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu
kepada pembacanya . Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita
yang ia buat di dalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan
hidup, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dalam Tarigan (1984 :
125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau
rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau
gagasan utama dari suatu karya sastra.
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000 : 91) istilah tema
berasal dari bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’.
Hal ini karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga
berperanan juga sebagai titik tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi
yang diciptakannya. Lebih lanjut lagi Scharbach menjelaskan bahwa tema is
not synonymous with moral or message.... theme does relate to meaning and
purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna
dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk
memahami tema pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur
signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang
dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan
pengarangnya.
Sementara itu, menurut Fananie (2000 : 84) tema adalah ide, gagasan,
pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.
Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang
diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa
persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang
Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita
membaca cerita serta menganalisis. Hal itu dapat dilakukan dengan
mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat
penting karena ketiganya memiliki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah
cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan
tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan
mengetahui bagaimana jalannya cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat
menafsirkan tema cerita novel tersebut.
Contohnya pada cerita novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura,
dalam novel ini diceritakan mengenai berbagai masalah kehidupan yang
dialami Ichiyo sejak kecil, mulai dari bakat yang selalu diremehkan ibunya,
kemiskinan yang diderita keluarganya sejak ayahnya meninggal dan
diremehkan dalam dunia sastra pada masa itu, terutama oleh sastrawan pria.
Ichiyo dianggap tidak pantas bersaing dengan para pria, hal ini karena Ichiyo
membuat karya sastra berdasarkan ideologinya, berbeda dengan karya-karya
sastrawan lain yang dibuat hanya untuk memenuhi permintaan sastra yang
sedang populer pada masa itu. Ichiyo tak pernah kenal lelah memperjuangkan
karyanya, hingga akhirnya ia diakui berbakat oleh sastrawan pada masa itu
dan karyanya juga banyak mendapat banyak pujian.
Dari hal yang telah penulis jelaskan di atas tampak tema yang ingin
disampaikan oleh pengarang adalah “meskipun keadaan sosial masyarakat
pada zaman Meiji tidak mendukung wanita yang bukan bangsawan untuk
berkarya dengan bebas, tetapi hal itu bukanlah hambatan untuk berhenti
2.2.2 Alur (Plot)
Alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa
yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum
sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan
mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut
akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya
sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000 : 83) .
Dalam cerita fiksi ataupun cerpen, urutan plot beraneka ragam.
Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000 : 84) menjelaskan bahwa
tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan
sebagai berikut :
1. Perkenalan (Exposition)
Ada saat-saat tertentu ketika Furuya bahkan lupa bahwa dirinya
sedang hamil dan ketika hari kelahiran tiba, Natsuko, putri kedua
mereka, muncul dengan tenang serta tak menimbulkan banyak
masalah serta rasa sakit bagi ibunya, seperti halnya perjuangannya
yang tenang dalam menghadapi segala rintangan yang harus
dihadapi di usia dewasanya. Sementara tanpa kenal lelah ia
mengukir tempat bagi dirinya di dalam sejarah Jepang kelak.
... ... ...
“Oh, buah hatiku, aku bisa merasakannya, kau akan menjadi
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pengarang
memperkenalkan tokoh utama cerita, yaitu Ichiyo Higuchi,
menuliskan keadaan dan situasai yang melatarbelakangi cerita
tersebut.
2. Pertikaian (Inciting Force)
“Jangan berkata begitu, Sentaro,” teriak Natsuko. “Perempuan
mampu menjadi apapun yang mereka inginkan asalkan mereka
memiliki otak dan sepasang tangan! Mereka sama pintarnya dengan
laki-laki!” (halaman 49)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pengarang mulai
menampilkan pertikaian yang dialami tokoh, pertikaian ini bisa
terjadi karena pertemuan dengan tokoh lain ataupun situasi sosial
yang lain dan konflik muncul pada bagian ini.
3. Perumitan (Rising Action)
“Aku belum pernah melihat wanita yang lebih besar keinginannya
untuk membunuh bakat anaknya daripada ibuku. Terimakasih
Tuhan berkat ayah aku masih bisa membaca buku dan menulis!”
Ayah tersayang menolak untuk menyerah dalam mengembangkan
bakatku meskipun ibu terus-terusan mengomel. (halaman 71)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana pertikaian yang
telah terjadi pada tahap sebelumnya menjadi semakin rumit,
4. Krisis (Crisis)
“Aku sungguh putus asa dan harga diriku sungguh terbanting
melihat keluargaku memohon pinjaman uang dan ibu tak
henti-hentinya mengecek daftar jikalau ada teman atau sanak saudara
yang belum mereka dekati, kami tidak bisa terus menerus hidup
seperti ini! Itu sudah di luar batas harga diri manusia.” (halaman
132)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana situasi semakin
panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh
pengarangnya.
5. Puncak (Climax)
“Ya Tuhan bantulah aku secepatnya. Aku benar-benar putus asa
karena keluargaku terjatuh ke dalam jurang kehancuran finansial
dan kebangkrutan dan aku harus mendapatkan uang secepatnya.
Malam ini aku mengatakan pada Kuniko bahwa aku tidak lapar agar
ia mengambil jatah makananku. Ia membutuhkan kekuatan untuk
pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukannya. Aku sangat lapar
hingga rasanya ada lubang besar di perutku dan aku menghilangkan
rasa lapar dengan memakan nasi putih setiap malam.” (halaman
133)
Cuplikan di atas merupakan bagian di mana masalah yang telah
bertumpuk di bagian ini, bisa saja mungkin tokoh mengalami hal
yang paling sulit dalam hidupnya di bagian ini dan
masalah-masalah ini harus segera diselesaikan.
6. Antiklimaks (Falling Action)
Dalam beberapa bulan dari pertengahan 1895 dan awal 1896,
Ichiyo telah menghasilkan setidaknya lima novel, yang tersohor
antara lain On The Last Day Of The Year (Hari Terakhir di Tahun
Ini), Troubled Waters (Air Yang Keruh), The Thirteenth Night
(Malam Ketiga Belas), Child’s Play (Mainan Anak) dan Separate
Ways (Jalan Lain). Kelihatannya tak ada yang dapat menghentikan
dorongan adrenalin dalam diri Ichiyo pada masa ini dalam
hidupnya. (halaman 226)
Cuplikan di atas merupakan bagian penyelesaian, persoalan
yang datang dari tahap-tahap sebelumnya mulai diselesaikan satu
persatu, pada bagian ini masalah dapat diselesaikan dengan
berbagai cara, bisa saja dengan mematikan tokoh cerita ataupun
membiarkan tokoh mengambang, hal ini sesuai dengan kreativitas
pengarang.
Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa
selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu
memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula.
Sebab itulah dengan memahami plot pembaca dapat sekaligus berusaha
Dalam tahapan alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti
dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan.
Menurut Kosasih (2011 : 226) bentuk-bentuk pertentangan antara lain :
1. Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri;
2. Pertentangan manusia dengan sesamanya;
3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan
ekonomi, sosial, politik dan budaya;
4. Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinannya.
Bentuk – bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat ke dalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik di
atas, maka konflik yang terdapat dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei
Kimura adalah pertentangan manusia dengan lingkungan sosialnya. Ichiyo
dan karyanya tidak dihargai hanya karena ia seorang wanita, karena pada awal
zaman Meiji wanita tidak memiliki pengaruh kuat dalam berbagai bidang,
tetapi meskipun begitu Ichiyo tetap berusaha agar karyanya mendapat
apresiasi dari sastrawan Jepang lainnya pada masa itu, karena ia yakin
masalah gender bukanlah hal yang dapat menghalangi seorang wanita untuk
berkarya hingga akhirnya setelah bertahun-tahun ia berhasil mendapat tempat
dan dihargai di lingkungan sosial masyarakat Jepang pada masa itu.
Alur atau plot dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama,
2. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa
terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya
kembali pada peristiwa akhir tadi.
Dari penjelasan alur (plot) di atas, maka alur yang ada pada novel
“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini adalah alur campuran. Karena dalam
cerita novel ini cerita tidaklah berurut dari awal, tetapi bolak-balik dari masa
depan kemudian kembali ke masa lalu.
2.2.3 Penokohan atau Perwatakan
Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita,
baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan
hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya. Menurut
Jones dalam Nurgiyantoro (1995 : 165) penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Sedangkan menurut Kosasih (2011 : 228) penokohan adalah cara pengarang
menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita.
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh
dalam ceritanya dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam
penokohan ada dua hal penting, yaitu pertama berhubungan dengan teknik
penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan dengan watak atau
sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus
mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2000 : 79).
Boulton dalam Aminuddin (2000 : 79) mengungkapkan bahwa cara
pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai
macam. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang
berbeda-beda. Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 165) menjelaskan bahwa
tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif
yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Menurut Nurgiyantoro (1995 : 176) berdasarkan peranan dan tingkat
pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan pengarang dalam novel yang bersangkutan
dan tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut, ia merupakan
tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun
yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan memiliki peranan tidak penting
karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung pelaku
utama. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama,
yakni hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.
Penokohan dalam novel “Catatan Ichiyo” adalah sebagai berikut :
1. Ichiyo Higuchi adalah tokoh utama dalam novel “Catatan Ichiyo” yang merupakan gadis muda Jepang yang sangat mandiri dan gigih
dalam berkarya pada masa Meiji. Sebagai perempuan pada masa
umumnya para lelaki dan bangsawan. Ichiyo berkarya memiliki
prinsip dan berdasarkan realitas.
Cuplikannya sebagai berikut : “Mengapa seorang penulis harus
dianggap berbeda hanya karena ia wanita? Satu-satunya yang
berbeda adalah kehidupan kaum wanita lebih sulit karena
masyarakat berusaha merendahkan mereka sementara pria
diizinkan berjalan dan tumbuh dengan tujuan hidup mereka
masing-masing!” (halaman 255)
2. Noriyoshi Higuchi adalah ayah Ichiyo yang sangat berpengaruh
dalam mengembangkan bakat sastranya sejak kecil dan merupakan
orang yang paling mendukung Ichiyo untuk menjadi seorang
sastrawan.
Cuplikannya sebagai berikut : “Terimakasih Tuhan berkat ayah aku
masih bisa membaca buku dan menulis!” Ayah tersayang menolak
untuk menyerah dalam mengembangkan bakatku meskipun ibu
terus-terusan mengomel. (halaman 71)
3. Kuniko Higuchi adalah adik Ichiyo yang tinggal bersamanya sejak
kecil hingga akhir hayatnya dan Kuniko lah yang menjadi saksi
kesuksesan karya Ichiyo pada masa itu.
Cuplikannya sebagai berikut : “Kau sekarang adalah penulis
profesional, “Siapa yang tahu? Kau mungkin akan menjadi sangat
terkenal hingga suatu hari wajahmu akan muncul dalam salah satu
4. Furuya Ayame adalah ibu Ichiyo yang sangat menentang Ichiyo
berkecimpung dalam dunia sastra sejak kecil, karena menurutnya
pekerjaan seorang wanita hanyalah di dapur dan melayani suami.
Cuplikannya sebagai berikut : “Apa manfaatnya segala
pembelajaran dan pendidikan itu untuk putri kita? Tak dapatkah kau
berpikir, Noriyoshi? Perannya dalam hidup ini adalah menjadi istri
dan ibu yang baik, segala hal-hal intelektual yang kau tanamkan
padanya akan membuat takut pria mana pun untuk menjadi
suaminya dan ia akan hidup melajang selamanya.” (halaman 69)
5. Nakarai Tosui adalah seorang mentornya pada masa itu dan orang
yang paling berpengaruh dalam sebagian besar isi cerita novel yang
dibuat oleh Ichiyo.
Cuplikannya sebagai berikut : “Hasil tulisanmu bagus,”kata
Nakarai beberapa hari setelah Ichiyo membawa cerita terbaru untuk
dinilai olehnya. (halaman 118)
2.2.4 Latar (Setting)
Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu
serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai
pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna tertentu serta mampu
menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek
kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan membantu
Sebagai salah satu bagian dari unsur pembangun karya fiksi, setting
selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam
rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari
keseluruhan isi yang dipaparkan pengarang. Setting selalu memiliki
hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita.
Menurut Abrams dalam Zainuddin (2001 : 99) secara garis besar
latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu :
1. Latar Tempat
Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi
tertentu tanpa nama yang jelas.
Dalam novel “Catatan Ichiyo” ini, lokasi berlangsungnya peristiwa
adalah di kota Edo, Jepang. Edo disebut ibukota Shogun pada masa itu,
sebuah kota besar yang luas dan tak teratur. Namun tidak semua peristiwa
yang ada dalam novel tersebut terjadi di Edo, namun juga terdapat beberapa
tempat- tempat penting lain seperti, Haginoya yaitu tempat sekolah Ichiyo
dan Ryuusenji tempat Ichiyo menghabiskan waktunya bersama ibu dan
adiknya sejak ayahnya meninggal.
2. Latar Waktu
Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi
hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi
Novel ini memiliki latarbelakang cerita tentang keadaan
kesusastraan Jepang pada era Meiji yaitu sekitar abad 18. Tokoh utamanya
sendiri lahir pada tahun 1872 dan semua peristiwa dalam novel ini
berlangsung selama 24 tahun sejak tokoh utamanya lahir dan akhirnya
meninggal pada tahun 1896 karena penyakit tuberculosis yang telah diderita
sejak lama.
3. Latar Sosial
Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat
berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,
menengah atau tinggi. Dalam novel ini pengarang banyak menampilkan
kehidupan sosial masyarakat Jepang pada zaman Meiji. Pada awal zaman
Meiji wanita tidak memiliki pengaruh kuat dalam berbagai bidang meskipun
sudah ada persamaan strata sosial. Contohnya pada kehidupan sastra, mereka
masih menganggap hanya laki-laki dan bangsawan yang berhak
menunjukkan kreatifitasnya dalam bidang sastra, padahal dalam
kenyataannya wanita juga memiliki kreatifitas yang sama.
2.2.5 Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita
pengamat yang berdiri di luar cerita (Aminuddin, 2000 : 90). Sedangkan
menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 248) sudut pandang adalah cara
atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan
tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Terdapat beberapa jenis point of view, yaitu :
1. Narrator omniscient, yaitu pengarang yang berfungsi sebagai pelaku
cerita, karena pengarang juga adalah pelaku cerita maka akhirnya
pengarang juga merupakan pelaku yang serba tahu tentang apa yang
ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya,
baik secara fisikal maupun psikologis. Dengan demikian apa yang
terdapat dalam batin pelaku kemungkinan nasibnya, pengarang atau
narator juga mampu memaparkannya meskipun itu hanya berupa
lamunan pelaku atau merupakan sesuatu yang belum terjadi.
2. Narrator observer, yaitu pengarang berfungsi sebagai pengamat
terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas
tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku.
Dalam novel “Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura ini pengarang
termasuk kedalam narrator observer, yaitu pengarang yang hanya berfungsi
sebagai pengamat saja, karena pengarang tidak terlibat langsung dalam cerita
novel. Pengarang mengangkat cerita sejarah Jepang ke dalam novelnya, lalu
pembaca. Tetapi inti cerita di dalam novel tetap sama dengan kisah sejarahnya
tanpa ada yang diubah sedikitpun.
2.3 Biografi Pengarang
Rei Kimura adalah seorang pengacara yang memiliki ketertarikan
dalam bidang menulis. Keunggulan karya-karyanya terletak pada
penggambaran peristiwa dan karakter tokoh yang unik. Ia menampilkan kisah
yang diangkat dari kejadian nyata di dalam beberapa bukunya. Dengan cara
ini, Kimura menyentuh beberapa sejarah tragis seperti tenggelamnya Kapal
Awa Maru, kisah pilot Kamikaze perempuan pada masa Perang Dunia II dan
kisah Ichiyo Higuchi seorang sastrawan wanita Jepang yang diabadikan
dalam uang 5000 Yen. Kimura merangkainya menjadi sebuah cerita yang
menarik.
Kimura memandang karya-karyanya sebagai pencarian atas
kebenaran, tantangan dan kepuasan. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke
berbagai bahasa di Asia dan Eropa dan telah terbit hampir di seluruh dunia.
Selain menjadi pengacara, Kimura juga seorang jurnalis freelance yang
tergabung dalam Australian News Syndicate.
2.4 Studi Pragmatik Sastra dan Semiotik
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik
sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel
“Catatan Ichiyo” karya Rei Kimura, penulis mengambil beberapa cuplikan
adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah kepada aspek kegunaan
sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidakpuasan terhadap penelitian
struktural murni yang memandang karya sastra hanya sebagai teks itu saja.
Kajian struktural dianggap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra
dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek
pembaca sebagai penerima makna atau pemberi makna terhadap karya sastra.
Pragmatik sastra lebih menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca
dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra, karena pembaca
sangat berperan dalam menentukan sebuah karya itu merupakan karya sastra
atau tidak dan sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra-
pembaca, maka pada hakikatnya karya yang tidak sampai kepada
pembacanya bukanlah karya sastra, Siswanto dan Roekhan dalam
Endraswara (2008 : 70).
Pendekatan pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai
sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan
pendidikan, moral, agama dan tujuan pendidikan lainnya. Dengan kata lain
pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkap tujuan yang dikemukakan para
pengarang untuk mendidik masyarakat pembacanya. Semakin banyak
nilai-nilai, ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diberikan kepada pembaca, maka
semakin baik dan bernilai tinggi karya sastra tersebut, Abrams dalam
Jabrohim (2012 : 67) . Menurut Selden dalam Endraswara (2008 : 70) karya
sastra tidak mempunyai keberadaan sampai karya sastra itu dibaca,
Menurut Teeuw dalam Endraswara (2008 : 71) kajian pragmatik
selalu memunculkan persoalan yang berkaitan dengan masalah pembaca,
yaitu apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra, apa yang dilakukan
karya sastra dengan pembacanya serta apakah tugas dan batas kemungkinan
pembaca sebagai pemberi makna. Hal ini berhubungan dengan manfaat
pragmatik sastra terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat,
perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya sastra dapat
dirasakan melalui peranan pembaca dalam memahami karya sastra. Dengan
indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik adalah
memberikan manfaat terhadap pembaca. Dengan mempertimbangkan
indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan
melalui pendekatan pragmatik diantaranya adalah berbagai tanggapan
masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.
Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori
semiotik untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel dan manfaat
novel tersebut bagi para pembaca. Semiotik berasal dari bahasa Yunani
Semeion yang berarti tanda. Semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang
tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa fenomena masyarakat sosial dan
kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam pengertian yang lebih luas,
sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan
interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap
kehidupan manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan
perantaraan tanda-tanda manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya.
keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun
nonverbal.
Junus dalam Jabrohim (2012 : 86) mengemukakan bahwa karya
sastra merupakan struktur sistem tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan
sistem tanda-tanda dan maknanya, maka struktur karya sastra atau karya
sastra itu sendiri tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Penelitian
menggunakan teori semiotik juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra
dengan pembaca. Tanda yang terdapat pada karya sastra menghubungkan
antara penulis, karya sastra dan pembaca. Dalam hubungan ini teks sastra
adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dengan pembacanya. Jika
pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu
yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya tersebut akan mudah
dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing
bagi pembaca, maka karya tersebut akan sulit dipahami. Pada saat
menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul makna baru. Tetapi
melalui semiotik arti atau makna karya sastra akan lebih mudah dipahami.
Namun arti atau makna di dalam teori semiotik sendiri adalah meaning of
meaning atau disebut juga makna (significance).
2.5 Keadaan Sosial Masyarakat Jepang Pada Zaman Meiji
Masa Meiji merupakan salah satu periode yang paling istimewa
dalam sejarah Jepang, periode ini berlangsung selama sekitar 45 tahun mulai
Edo, pada zaman Edo masyarakat dibagi kedalam beberapa golongan yaitu
kaum bangsawan, samurai, petani dan pedagang. Kehidupan masyarakat pada
masa ini sangat tergantung oleh tinggi rendahnya golongan masyarakat
tersebut, hal ini diungkapkan dalam
(http://m.kompasiana.com/post/sejarah/2012/11/03/zaman-meiji-1867-1912.html?m=1?). Sebaliknya, berbeda dengan masa Meiji, Sayidimin
(1988:165) mengungkapkan pada masa ini pemerintah menyatakan adanya
Shiminbyodo, yaitu persamaan empat strata sosial atau kelas sosial yang baru,
yang terdiri dari dari Kouzoku (keluarga Kaisar), Kazoku (keluarga
bangsawan), Shizoku (keluarga samurai) dan Heimin (rakyat biasa).
Berdasarkan hal tersebut masyarakat biasa pun berhak memiliki nama
keluarga, pekerjaan ataupun tempat tinggal dengan bebas.
Berdasarkan cerita novel “Catatan Ichiyo”, tokoh utama dalam novel
ini termasuk ke dalam golongan keluarga samurai, karena ayah Ichiyo,
Noriyoshi Higuchi, mendapat status samurainya pada tahun 1867, setelah
bertahun-tahun ia menjadi pelayan utama kaum Shogun (jikisan). Keluarga
mereka menjadi cukup dipandang oleh masyarakat di Jepang pada masa itu.
Meskipun Ichiyo termasuk ke dalam golongan masyarakat samurai, ia tidak
selalu mudah untuk menjalani hidup dan berkarya. Pada kenyataannya sekitar
kurang lebih 7 tahun Ichiyo harus bekerja keras agar karyanya dapat
diterbitkan dan dibaca oleh semua orang, disaat yang sama banyak sastrawan
yang berasal dari kaum bangsawan meremehkan Ichiyo hanya karena ia
seorang perempuan dan dianggap tidak mampu menghasilkan karya hebat
terus berkarya sesuai prinsipnya. Ichiyo mengalami banyak masalah selama
ia berusaha menerbitkan karyanya, beberapa kali tidak ada majalah yang mau
menerbitkan karyanya. Namun setelah ia menemukan majalah yang bersedia
menerbitkan karyanya pada tahun 1892, ia mendapat banyak pujian dan tak
lama kemudian selama empat tahun dari tahun 1892 sampai tahun 1896
banyak sastrawan terkenal pada masa Meiji yang ingin bekerjasama
dengannya seperti Tsubouchi Shoyo, Mori Ogai dan beberapa sastrawan
terkenal lainnya. Sejak saat itu Ichiyo menjadi terkenal di Jepang seiring
penerbitan karya-karya hebat lainnya hingga akhir hidupnya pada tahun 1896.
Namun pemerintah Jepang mulai memberikan apresiasi terhadap karyanya
pada tahun 2004 yaitu wajah Ichiyo diabadikan pada mata uang kertas 5000
yen Jepang, sekitar 100 tahun lebih sejak ia berkarya dalam dunia