• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Akustik Poliester Berbasis Serat Agave Angustifolia Haw

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Akustik Poliester Berbasis Serat Agave Angustifolia Haw"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PAPAN AKUSTIK

POLIESTER BERBASIS SERAT

Agave angustifolia haw

SKRIPSI

TIARA DEWI

100801063

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PAPAN AKUSTIK

POLIESTER BERBASIS SERAT

Agave angustifolia haw

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

TIARA DEWI

100801063

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI

PAPAN AKUSTIK POLIESTER BERBASIS SERAT AGAVE ANGUSTIFOLIA HAW

Kategori : SKRIPSI

Nama : TIARA DEWI

Nomor Induk Mahasiswa : 100801063

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Maret 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Drs. Syahrul Humaidi, M. Sc. Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si NIP. 196505171993031009 Nip. 197211152000121001

Diketahui/ Disetujui

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PAPAN AKUSTIK POLIESTER BERBASIS SERAT Agave Angustifolia Haw

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Maret 2015

(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah

memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelasikan tugas akhir.

Shalawat beriring salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang menjadi teladan

dalam menjalani kehidupan.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami

kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah

dari Allah SWT sehingga kendala- kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.

Untuk itu penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada:

1. Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara, Drs. Syahrul Humaidi, MSc. selaku Sekertaris Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara, dan seluruh staf pengajar beserta pegawai administrasi di Departemen Fisika yang telah memberikan fasilitas dan bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Drs. Syahrul Humaidi, MSc. Selaku dosen pembimbing I, Tua Raja Simbolon, S.Si, M.Si. selaku dosen pembimbing II, dan Alm. Drs. Muhammad Firdaus, MSi. yang pernah menjadi dosen pembimbing I, yang telah dengan sabar, tekun, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan , motivasi, arahan dan saran- saran yang sangat berharga kepada penulis selama menyususan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Zuriah Sitorus, Ms dan Dr. Anwar Dharma S, Ms selaku dosen

penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan sehingga penulisan skripsi ini menjadi baik dan telah memberikan ilmu bagi penulis.

4. Dr. Kurnia Sembiring, MS yang telah banyak memberikan arahan dan masukan bagi penulis.

5. Kepala Perpustakaan dan Pustakawan yang telah memberikan fasilitas kepustakaan yang penulis perlukan.

(6)

7. Ayahanda Alm. Imran yang menjadi inspirator dan motivator bagi penulis dan Ibunda Rahmawati serta kakakanda (Yani,Fitri,Irma,Intan), adinda( Reka, Alfin, Suci) yang banyak memberikan bantuan moril, arahan,dan selalu mendo’akan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan. 8. Keponakan- keponakan tercinta ( Alif, Fata, Talita, Faqih dan Quinisa) yang

telah berbagi kelucuan memberikan tawa yang dapat menghilangkan penat penulis.

9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Nisa, Nia, Bibah, Amal, Aini Fitri, Ray, Widya, Aini, Muliati, Elsa, Sanah, maizal serta teman – teman Fisika 2010 lainnya.

10. Adik junior angkatan Fisika 2011 ( Fauzi, Sally, Zikri, Khairuddin, Dimas, Rani, Suci, Tika, dll) dan junior Fisika 2012 ( Iqbal, Balian, Devi, Indah, Eva,

dll.) yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam mengikuti perkuliahan maupun dalam penulisan ini.

11. Teman – teman SMA 3PA ONE yang selalu solid meskipun telah berjauhan masing-masing punya aktivitas dan menuntut ilmu di kota perantauan namun selalu selalu menjaga silaturrahim dan saling mendukung satu sama lain. 12. Kakak kos Arifah dan yayuk yang telah bersama-sama menjadi teman dan

saling memberikan nasehat, masukan, pertolongan selama masa- masa di perantauan.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak

terdapat kekurangan- krkurangan , sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan

kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

(7)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PAPAN AKUSTIK POLIESTER BERBASIS SERAT Agave angustifolia haw

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai penyerapan energi bunyi oleh komposit papan akustik yang terbuat dari campuran serat Agave angustifolia haw dan perekat poliester. Komposit ini dibuat dengan komposisi serat Agave yaitu 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Dengan menerapkan metode tabung impedansi berdasarkan ASTM E-1050-98 dalam pengukuran daya absorbsinya, maka diperoleh nilai NRC 0,46 - 0,91 yang mana perbandingan komposisi serat Agave dan polyester adalah 15% : 85% memiliki NRC terbesar (0,91). Densitas komposit papan aksutik ini adalah 0,486 - 1,021 g/cm3 yang mana nilai ini telah memenuhi standar SNI 01–4449–2006. Untuk mengetahui nilai kuat tarik dan kuat lentur papan, juga dilakukan pengujian mekanik. Hasil pengujian ini diperoleh kuat impak sebesar 10,926 kJ/m2 – 16,104 kJ/m2 dan kuat lentur sebesar 2,817 – 26,967 MPa.

(8)

PREPARATION AND CHARACTERIZATION AN ACOUSTIC POLYESTER BOARD BASE ON

Agave angustifolia haw FIBER

ABSTRACT

A research about absorption of sound energy by acoustic board composite made from combination of Agave angustifolia haw fiber and adhesive polyester has been conducted. This composite made from composition of Agave i.e. 5%, 10%, 15%, 20% and 25%. The absorbtion coefficients was measured by impedance tube method with ASTM E-1050-98, the NRC value was found i.e. 0.46 – 0.91 that the ratio of composition of Agave fiber and polyester 15% : 85% has been showed the highest number (0.91). The density of this composite board was 0.486 – 1.021 g/cm3 which was appropriate with SNI 01–4449–2006 standard. To acquire the tensile strength and flexural strength value of the composite board, the mechanical testing was carried out too. The result of tensile strength was 10,926 kJ/m2 – 16,104 kJ/m2 and flexural strength was 2,817 – 26,967 MPa.

(9)

DAFTAR ISI

Daftar Gambar xii

Daftar Grafik xii

Daftar Lampiran xiv

BAB1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

1.5 Batasan Masalah 4

1.6 Sistematika Penulisan 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Ruang Lingkup Akustik 6

2.2 Material Akustik 6

2.2.1 Jenis-jenis Material Penyerap Bunyi 8

2.3 Konsep Dasar Tentang Bunyi 8

2.3.1 Pengertian Gelombang 8

2.3.2 Jenis- jenis Gelombang 9

2.3.3 Bunyi 9

2.3.4 Terjadinya Bunyi 10

2.3.5 Intensitas dan Energi Bunyi 11

2.3.6 Frekuensi 12

2.3.7 Jarak Tempuh 12

2.3.8 Perambatan Bunyi 13

2.3.9 Pemantulan Dan Penyerapan Bunyi 14 2.3.10 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Bunyi 15

2.4 Kebisingan 17

2.4.1 Sumber- sumber Kebisingan 17

2.4.2 Upaya Pengendalian Kebisingan 18

2.5 Papan Akustik Berbasis Serat 19

(10)

2.6 Polimer 23

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 33

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 33

3.2Peralatan dan Bahan 33

3.2.1Peralatan 33

3.2.2 Bahan 34

3.3 Prosedur Penelitian 34

3.3.1 Penyiapan Serat Agave 34

3.3.2 Pembuatan Papan Serat Agave 35

3.4 Diagram Alir Penelitian 36

3.4.1 Penyiapan Serat Agave 36

3.4.2 Tahap Penelitian 37

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 38

4.1 Perhitungan Densitas 38

4.2 PengujianKoefisien Serap Bunyi 39

4.3 PengujianMekanik 46

4.3.1 Pengujian Kuat Lentur 46

4.3.2 Pengujian Kuat Impak 48

BAB 5.KESIMPULAN DAN SARAN 50

5.1 Kesimpulan 50

5.2 Saran 50

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel

Tabel 2.1 Spesifikasi dan Fungsi Seperangkat Alat Tabung Impedansi 29

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Densitas Papan Akustik Serat Agave- Poliester 38

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan 40 Komposisi Serat Agave : Poliester sebesar 5% : 10%

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan 41 Komposisi Serat Agave : Poliester sebesar 10% : 90%

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan 42 Komposisi Serat Agave : Poliester sebesar 15% : 85%

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan 43 Komposisi Serat Agave : Poliester sebesar 20% : 80%

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan 44 Komposisi Serat Agave : Poliester sebesar 25% : 75%

Tabel 4.7 Perbandingan Daya Serap Bunyi Papan Serat Agave – Poliester 45

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Lentur Papan akustik serat Agave – Poliester 47

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Agave 20

Gambar 2.2 Skema pengujian Kuat Lentur 28

Gambar 2.3 Skema pengujian Kuat Impak 28

Gambar 2.4 Konfigurasi pengujian koefisien serapan bunyi dengan 30 ASTM E 1050-98

Gambar 2.5 Tabung impedansi 31

Gambar 3.1 Diagram alir penyiapan serat 36

Gambar 3.2 Diagram alir tahapan penelitian 37

Gambar 4.2 Diagram batang nilai koefisien absorbs dari sampel 40 dengan perbandingan komposisi serat Agave : polyester 5% : 95%

Gambar 4.3 Diagram batang nilai koefisien absorbs dari sampel 41 dengan perbandingan komposisi serat Agave : polyester 10% : 90%

Gambar 4.4 Diagram batang nilai koefisien absorbs dari sampel 42 dengan perbandingan komposisi serat Agave : polyester 15% : 85%

Gambar 4.5 Diagram batang nilai koefisien absorbs dari sampel 43 dengan perbandingan komposisi serat Agave : polyester 20% : 80%

(13)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman Grafik

Grafik 4.1 Hubungan Densitas dengan Komposisi Serat Agave 39

Grafik 4.2 Hubungan Koefisien Reduksi Bising dengan Variasi 45 Komposisi Serat Agave dan densitas

Grafik 4.3 Hubungan densitas dengan Koefisien Reduksi Bising 46

Grafik 4.4 Hubungan Kuat Lentur dengan Komposisi Serat 48 Agave pada papan akustik serat Agave-Poliester

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul LAMPIRAN A Alat-alat Percobaan

LAMPIRAN B Bahan-bahan Percobaan LAMPIRAN C Perhitungan Data Pengujian

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dengan bertambahnya urbanisasi sehubungan dengan pertambahan transportasi yang pesat dan pertambahan penggunaan mesin-mesin baru, yang lebih besar dan berkekuatan dimana-mana, bising telah menjadi hasil sampingan yang tak dapat diabaikan dari kehidupan kita yang telah dimekanisasi dan merupakan bahaya yang serius bagi kesehatan kita. Semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari dianggap sebagai bising. Sebagai definisi standart, tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima dianggap bising (Doelle,1993).

Dalam bahasa sehari-hari, ruangan yang terisolasi secara akustik dari lingkungan sekitar disebut sebagai ruangan kedap suara. Ruangan kedap suara memungkinkan untuk berlangsungnya aktivitas yang berkaitan dengan suara tanpa menimbulkan kebisingan. Kebisingan sangat erat kaitannya dengan bunyi. Bunyi yang dihasilkan selama aktivitas berlangsung memberi kontribusi yang besar terhadap timbulnya kebisingan. Kebisingan dapat dihindari bila ruangan yang digunakan untuk beraktifitas mampu meredam suara yang dihasilkan (Mediastika,2005).

Bunyi termasuk gelombang mekanis longitudinal yang dapat merambat di dalam benda padat, benda cair dan gas. Bunyi memerlukan suatu medium untuk merambat dan tidak merambat di ruang hampa udara. Bunyi akan merambat melalui sebuah medium dengan cara memindahkan energi kinetik dari satu molekul ke molekul lainnya dalam medium tersebut. Oleh karena itu, untuk menghindari kebisingan diperlukan upaya untuk mencegah perambatan bunyi (Doelle,1993).

(16)

2

energi suara menjadi energi panas atau kalor. Bagian dari energi akustik yang masuk ke dalam bahan diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi kalor atau lebih tepat disebut absorp sound. Kualitas dari bahan peredam suara ditunjukkan dengan harga α (koefisien penyerapan bahan terhadap bunyi), semakin besar α maka semakin baik digunakan sebagai peredam suara. Nilai α berkisar dari 0 sampai 1. Jika α bernilai 0, artinya tidak ada bunyi yang diserap sedangkan jika α bernilai 1, artinya 100% bunyi yang datang diserap oleh bahan. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah ke energi kalor ( Irawan,2013).

Salah satu satu tanaman yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai serat penguat material komposit adalah serat Agave angustifolia Haw.

Sifat mekanis serat ini telah diteliti oleh Silva-Santos dkk (2009) dengan kekuatan tarik sebesar 322,51 MPa, modulus elastisitas 17,51 GPa dan regangan 1,99 %. Agave merupakan tanaman penghasil serat alam potensial dengan keunggulan serat kuat, tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat diperbaharui dan ramah lingkungan ( Santoso,2009).

(17)

1.2Perumusan Masalah

Untuk menghasilkan papan komposit berbasis polimer dengan penguat serat sebagai material akustik dengan kualitas terbaik, proses pemilihan dan pengolahan serat yang digunakan merupakan salah satu tahapan pengerjaan yang cukup mempunyai andil. Dengan demikian, perumusan masalah pada penelitian kali ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh akustik terhadap papan komposit poliester dengan pengisi serat Agave angustifolia haw ?

2. Bagaimana sifat mekanis papan komposit poliester dengan pengisi serat Agave angustifolia haw ?

3. Bagaimana pengaruh variasi komposisi terhadap sifat mekanis papan komposit poliester dengan pengisi serat Agave angustifolia haw?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membuat papan komposit poliester dengan pengisi serat Agave angustifolia haw sebagai material akustik.

2. Mengetahui sifat mekanis dan fisis papan akustik berbasis serat Agave angustifolia haw dengan resin polyester.

3. Mendapatkan koefisien serap (absorbsi) bunyi papan akustik berbasis serat Agave angustifolia haw dengan resin poliester pada berbagai frekuensi

secara eksperimental.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap

usaha penurunan kebisingan diantaranya :

(18)

4

2. Papan akustik berbasis serat Agave angustifolia haw dapat dikembangkan sebagai dinding ruangan yang kedap suara

3. Memberikan informasi sebagai pengembangan pengetahuan pada penelitian lanjutan khususnya bidang material akustik berbasis serat Agave angustifolia haw dan teknik pengendalian kebisingan.

1.5Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Serat Agave digunakan sebagai pengisi papan akustik adalah Agave jenis Agave angustifolia haw

2. Karakterisasi bahan yang akan dilakukan yaitu : Densitas, Uji lentur dan uji impak.

3. Uji akustik yang diterapkan yaitu pengujian koefisien absorbsi papan akustik berbasis serat Agave Angustifolia Haw dengan metode tabung

impedansi pada frekuensi 125Hz, 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 1500Hz dan 2000Hz.

4. Spesimen yang diuji merupakan campuran serat agave dan resin poliester dengan perbandingan komposisi serat agave : resin poliester dalam persen sebesar 5 :95 , 10 :90, 15 : 85, 20 :80 , dan 25:75.

1.6 Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengembilan data, analisa data serta pembahasan.

(19)

Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, peralatan dan bahan penelitian, prosedur penelitian serta diagram alir penelitian.

Bab 4 Hasil dan Pembahasan Penelitian

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Bab ini menyajikan kesimpulan dari seluruh kegiatan dan hasil penelitian dan berisi saran-saran yang diperlukan untuk pengembangan dan penelitian lebih lanjut.

Daftar Pustaka

Berisi tentang literatur yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup Akustik.

Akustik meliputi jangkauan yang sangat luas, menyentuh hampir semua segi kehidupan manusia. Dokter, Psikolog, Audiolog, Biolog; pemusik, pencipta lagu

dan para pengusaha pabrik alat-alat musik; ilmuwan komunikasi, ruang angkasa dan komunikasi; sarjana kelautan, dan lain-lain sedikit atau banyak akan berhubungan dengan beberapa aspek akustik. Akustik lingkungan atau pengendalian bunyi merupakan suatu cabang pengendalian lingkungan pada ruang-ruang bangunan.

Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Sifat akustik kayu berhubungan dengan produksi bunyi yang diakibatkan oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi kayu dalam bentuk gelombang bunyi.

2.2 Material Akustik

Menurut Lewis dan Douglas (1993) material akustik dapat dibagi menjadi tiga kelompok

dasar yaitu: material penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier

material), material peredam (damping material).

Berdasarkan fungsinya, Doelle (1993) membedakan material akustik sebagai peredam menjadi dua bagian yaitu sound insulation dan sound absorbing.

1. Peredam insulasi bunyi (sound insulation)

Sound insulation berfungsi untuk mengurangi kebocoran suara dari satu

(21)

a. Berat

Pada umumnya semakin berat material insulasi suara semakin baik nilai redamannya. Material berat mampu meredam getaran yang menimpahnya berkat beratnya sendiri.

b. Tidak berpori

Semakin rapat material maka semakin baik nilai redamannya. Material berpori merupakan penyerap.

c. Permukaan utuh dan seragam.

Objek yang terbuat dari material utuh tanpa cacat akan memberikan tingkat insulasi yang lebih baik.

d. Elastis.

Material yang memiliki elastisitas tinggi akan menjadi insulator yang

lebih baik dibandingkan material yang kaku. 2. Peredam serap bunyi (sound absorbing)

Sound absorbing berfungsi untuk mengurangi pantulan yang

menyebabkan gema pada sebuah ruangan. Bahan ini mampu menyerap energi suara. Doelle (1993) mengemukakan bahwa material peredam serap suara umumnya bersifat ringan, berpori atau berongga, memiliki permukaan lunak atau berselaput, dan tidak dapat meredam getaran.

(22)

8

2.2.1 Jenis-jenis Material Penyerap Bunyi

Bahan-bahan dan konstruksi penyerap bunyi yang digunakan dalam rancangan akustik sebagai pengendali bunyi menurut Doelle (1993) dapat diklasifikasikan menjadi bahan berpori, penyerap panel atau penyerap selaput, dan resonator rongga.

1. Material berpori

Menurut Mediastika (2005), material penyerap yang paling banyak digunakan adalah soft-board, selimut akustik, dan acoustic tiles. Penyerap berpori bermanfaat untuk menyerap bunyi pada frekuensi tinggi sebab pori-porinya yang kecil sesuai dengan besaran panjang gelombang bunyi yang datang. Material berpori efektif untuk menyerap bunyi berfrekuensi di atas 1000 Hz.

2. Penyerap panel

Penyerap panel atau selaput yang tidak dilubangi mewakili kelompok

bahan-bahan penyerap bunyi yang kedua. Panel merupakan penyerap energi bunyi berfrekuensi rendah yang efisien. Bila dipilih dengan benar, panel penyerap mengimbangi penyerapan frekuensi sedang dan tinggi oleh bahan berpori dan isi ruang. Ketika gelombang bunyi datang dan menimpa panel, panel akan ikut bergetar dan selanjutnya getaran diteruskan pada ruang berisi udara di belakangnya.

3. Resonator rongga

Resonator rongga (Helmholtz) terdiri dari sejumlah udara tertutup yang dibatasi oleh dinding-dinding tegar dan dihubungkan oleh lubang/celah sempit ke ruang sekitarnya, di mana gelombang bunyi merambat. Resonator rongga memiliki daya serap maksimum pada daerah pita frekuensi rendah yang sempit dan sangat selektif (Doelle, 1993).

2.3 Konsep Dasar Tentang Bunyi 2.3.1 Pengertian Gelombang

(23)

transversal) atau satu renggangan dan satu rapatan (untuk gelombang longitudinal). Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang antaralain panjang gelombang (λ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan, frekuensi (ƒ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari gelombang) bergerak.

Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan partikel pada medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa energi dari satu tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium maka energi dipindahkan sebagai energi getaran antar partikel dalam medium tersebut

(Irawan,2013).

2.3.2 Jenis-Jenis Gelombang

Jenis-jenis gelombang dikelompokkan berdasarkan arah getar, amplitudo dan fasenya, medium perantaranya dan frekuensi yang dipancarkannya. Berdasarkan arah getarnya gelombang dikelompokkan menjadi:

a. Gelombang Transversal

Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus terhadap arah rambatannya

b. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya sejajar atau berimpit dengan arah rambatannya.

2.3.3 Bunyi

Kata bunyi mempunyai dua definisi : (1) secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan , pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara, yang disebut juga bunyi obyektif. (2) secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang disebut juga bunyi subyektif.

(24)

10

biasanya disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar, misalnya dawai gitar yang dipetik, atau garpu tala yang dipukul.

Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi karena energi membuat (partikel) udara merapat dan meregang, dengan cara ini pula energi dirambatkan keseluruh ruangan. Jika partikel udara tidak ada atau benda berada dalam ruang vakum seperti di luar angkasa, suara kita tidak akan menjalar dan tidak terdengar oleh astronot lain karena tidak ada medium yang dapat merambatkan energinya, maka untuk komunikasi di luar angkasa mereka tidak menggunakan gelombang bunyi namun menggunakan gelombang elektromagnetik yang tidak memerlukan medium untuk menjalar.

Tidak semua gelombang bunyi dapat didengar oleh indra pendengaran manusia. Telinga manusia hanya mampu mendengar suara dengan frekuensi 20

Hz hingga 20 KHz, daerah frekuensi ini disebut daerah pendengaran manusia (audible range), sedangkan dibawah 20 Hz di sebut infrasonic, misalnya suara

dari gempa bumi, sedangkan frekuensi diatas 20 KHz disebut ultrasonic, misalnya gelombang suara yang dimanfaatkan dalam pendeteksian janin dalam rahim (Ishaq, 2007).

Secara psikologis, bunyi didefenisikan sebagai hasil dari variasi-variasi tekanan udara yang berlaku pada permukaan gendang telinga mengubah tekanan ini menjadi sinyal-sinyal elektrik dan diterima otak sebagai bunyi. Bunyi juga dapat didefenisikan sebagai gangguan fisik dalam media yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Pengertian ini menetapkan kebutuhan akan adanya media yang memiliki tekanan dan elastisitas sebagai media pemindah gelombang bunyi (Giancoli,1999).

2.3.4 Tejadinya bunyi

(25)

Sensasi bunyi, agar dapat di dengar manusia, memerlukan tiga aspek yang harus ada dalam waktu bersamaan, yaitu :

1. Sumber bunyi,

2. Medium penghantar gelombang bunyi,

3. Telinga dan saraf pendengaran yang sehat ( Mediastika, 2005)

2.3.5 Intensitas dan Energi Bunyi

Menurut Sears (2003), Intensitas bunyi adalah jumlah rata-rata energi yang dibawa persatuan waktu oleh gelombang bunyi persatuan luas permukaan yang tegak lurus pada arah rambatan. Dengan kata lain, intensitas meupakan daya rata-rata persatuan luas. Intensitas bunyi dapat ditentukan dengan:

�= � ... (2.1)

dengan:

I adalah intensitas bunyi (W/m2) W adalah daya akustik (Watt) A adalah luas area permukaan (m2)

Karena bergerak dan bergetar dan dapat merambat maka bunyi merupakan energi. Namun demikian, bahkan bunyi yang paling keras yang dapat didengar

telinga manusia, energi yang muncul tidaklah terlalu besar. Jika tidak, maka setelah mendengar telinga kita akan terasa panas.

Energi yang ada pada sumber bunyi di definisikan sebagai daya atau kekuatan sehingga diukur menggunakan satuan watt (W) atau jumlah energi yang dihasilkan setiap detik. Energi bunyi (terutama yang tidak dihendaki) dapat berubah menjadi kalor saat terjadi peristiwa penyerapan oleh bidang pembatas/ penghalang ( Mediastika, 2005 ).

Kuat lemahnya bunyi bergantung pada amplitudo. Semakin besar amplitudo, maka akan semakin keras bunyinya. Hubungan intensitas dengan amplitudo dan tekanan dapat dilihat pada persamaan berikut :

(26)

12

dengan:

B adalah modulus Bulk (Pa) � adalah kecepatan sudut (rad/s) A adalah amplitudo pergeseran (m) k adalah bilangan gelombang (rad/m) v adalah kecepatan rambat bunyi (m/s) � adalah kerapatan udara (kg/m3) P adalah amplitudo tekanan (Pa)

Dari persamaan 2.2 jelas terlihat bahwa semakin besar energi bunyi yang dibawa oleh gelombang maka akan semakin besar intensitasnya. Energi bunyi memiliki bentuk yang sama dengan energi benda bergetar. Energi bunyi sebanding dengan kuadrat frekuensi dan amplitudo sumber bunyi.

� ≈ ��2�2 ...(2.3)

dengan :

E adalah energi bunyi (J)

Ao adalah amplitudo sumber bunyi (m)

f adalah frekuensi gelombang bunyi (Hz) ( Sears, 2003 ).

2.3.6 Frekuensi

Ketika sumber bunyi bergetar, maka getaran yang terjadi setiat dtik disebut frekuensi dan diukur dalam satuan Hertz (Hz). Telinga manusia umumnya mampu mendengarkan bunyi pada jangkauan 20 Hz sebagai frekuensi terendah dan 2000 Hz sebagai frekuensi 20000 Hz. Telinga manusia sangat peka (sensitive) pada bunyi dengan frekuensi 1000 Hz s/d 5000 Hz, sementara itu telinga kurang peka pada bunyi berfrekuensi rendah ( Mediastika, 2005 ).

2.3.7 Jarak tempuh

(27)

kelamaaan akan hilang, meski sesungguhnya ketika dikaitkan dengan energy yang dimilikinya, energi tersebut tidak hilang tetapi berubah bentuk. Melemahnya energi yang dimiliki sumber bunyi disebabkan oleh karena energi yang sama harus merambat menyebar pada area yang lebih luas ( Mediastika, 2005).

2.3.8 Perambatan Bunyi

Getaran objek yang menjadi sumber bunyi akan menyentuh atau menekan molekul- molekul di udara yang ada disekitarnya sehingga terjadi perubahan tekanan yang cepat di udara. Kejadian ini dapat disebut sebagai perambatan gelombang bunyi. Peristiwa perambatan gelombang bunyi dapat diukur kecepatannya. Kecepatan rambat yang umum digunakan adalah 340 m/det, yaitu

kecepatan rambat bunyi pada medium udara pada suhu berkisar 16oC. kecepatan ini sangat bergantung pada jenis / susunan medium perambatan sumber bunyi

serta suhu medium tersebut. Bunyi merambat lebih cepat pada medium yang molekulnya lebih stabil pada suhu yang lebih tinggi. Kecepatan rambat gelombang ditentukan oleh frekuensi dan panjang gelombangnya.

v = f. λ………..( 2. 4)

Dengan :

v adalah kecepatan rambat gelombang bunyi (m /det)

f adalah frekuensi bunyi (m)

λ adalah panjang gelombang bunyi (m)

(28)

14

2.3.9. Pemantulan dan Penyerapan Bunyi

Pemantulan bunyi adalah fenomena pembalikan gelombang bunyi dari suatu permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi (i) selalu sama dengan sudut pantulan bunyi (r). Pemantulan bunyi dapat digunakan untuk mendeteksi benda. Jumlah energi bunyi yang dipantulkan oleh suatu permukaan bergantung pada permukaan yang dikenainya. Dinding lantai, dan langit-langit datar dapat menjadi pemantul bunyi yang baik, sebaliknya kain, tirai dan perabotan yang berpori akan banyak menyerap bunyi (Bolemon, 1985).

Selain terjadinya gelombang bunyi yang terpental atau terpantuloleh adanya bidang pembatas pada suatu keadaan tertentu, bidang pembatas dapat juga menyerap sebagian energy bunyi yang datang. Penyerapan yang terjadi oleh bidang pembatas sangat bergantung padakeadaan permukaan bidang pembatas (kerapatan/ kepadatan) dan jenis frekuensi bunyi yang datang. Semua material yang digunakan sebagai pembatas memiliki kemampuan menyerap yang berbeda – beda. Kemampuan serap material ditentukan oleh koefisien serap ( absorbsi , yaitu banyaknya energi bunyi yang diserap dibandingkan keseluruhan energy bunyi yang mengenai pembatas. Energi bunyi yang diserap akan berubah menjadi kalor didalam material tersebut ( Mediastika, 2005 ).

Bahan lembut, berpori, kain, dan manusia menyerap sebagian besar gelombang bunyi yang menumbuk mereka. Dengan kata lain, mereka adalah

penyerap bunyi. Berdasarkan definisi, penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi menjadi bentuk lain biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini adalah sangat kecil, sedangkan kecepatan perambatan gelombang bunyi tidak dipengaruhi oleh penyerapan.

(29)

35% darinya, maka koefisien penyerapan bunyi bahan itu adalah 0,65. Permukaan interior yang keras seperti bata, masonry, dan beton biasanya menyerap energi bunyi yang datang padanya kurang dari 5%. Dan memantulkan energi bunyi yang datang 95% atau lebih (Doelle, 1993).

Meskipun karakteristik material tidak berubah, koefisien absorpsi suatu material dapat berubah sesuai dengan frekuensi bunyi yang datang. Koefisien absorpsi merupakan perbandingan antara jumlah energi bunyi yang mampu diserap oleh material dengan total energi bunyi yang datang .

Koefisien absorpsi bunyi(α) = jumlah energi yang diseraptotal energi bunyi datang ...(2.5)

Nilai maksimum koefisien absorpsi (α) adalah 1 untuk permukaan yang menyerap sempurna, dan nilai minimum koefisien absorpsi (α) adalah 0 untuk permukaan yang memantulkan sempurna (Mediastika, 2005).

Dalam kepustakaan akustik arsitektur dan pada lembaran informasi yang diterbitkan oleh pabrik-pabrik dan penyalur, bahan akustik dicirikan oleh koefisien reduksi bising (noise reduction coefficient-NRC) yang merupakan rata-rata dari koefisien penyerapan bunyi pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz. Nilai ini berguna dalam membandingkan penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang digunakan untuk tujuan reduksi bising

Ketika suatu sumber bunyi mengenai suatu medium, maka sebagian energi bunyi akan diserap oleh medium sesuai dengan daya serapnya sehingga terjadi perubahan intensitas bunyi (Doelle, 1993).

2.3.10 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Bunyi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai koefisien serap bunyi antaralain :

1. Ukuran serat

(30)

16

2. Porositas (rongga pori)

Kemampuan serap material lunak sangat bergantung pada frekuensi bunyi yang mengenainya. Secara umum, material lunak akan menyerap baik bunyi – bunyi berfrekuensi tinggi. Material dengan pori besar memiliki koefisien serap bunyi yang baik pada frekuensi 200 Hz – 2000 Hz. Sementara material porus dengan pori kecil menyerap baik pada frekuensi lebih tinggi. Dapat diasumsikan bahwa lubang- lubang kecil yang disebut pori tersebut menjadi mulut yang memakan gelombang bunyi kecil – kecil / pendek- pendek yang datang padanya. Sebaliknya, pori yang kecil ini tidak mampu menangkap gelombang bunyi yang besar- besar / panjang- panjang sehingga tidak sesuai untuk menyerap bunyi berfrekuensi rendah (Mediastika, 2009).

3. Ketebalan

Menurut mediastika (2009), pada bahan berserat umumnya dibutuhkan

ketebalan yang lebih besar untuk menyerap suara dengan frekuensi yang rendah. Oleh karena itu ketebalan akan mempengaruhi nilai koefisien serap bunyi.

4. Densitas

Khuriati (2006) melaporkan bahwa pertambahan densitas menyebabkan koefisien serap bunyi peredam suara berbahan dasar sabut kelapa pada frekuensi rendah meningkat. Hayat (2013) melaporkan bahwa pada papan partikel berbahan serat daun nanas, semakin besar kerapatan semakin rendah nilai koefisien serapnya.

5. Resistensi aliran udara

(31)

2.4 Kebisingan

Bising (noise) diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan dapat merusak pendengaran manusia. Bunyi dinilai bising sangatlah relatif sekali, suatu contoh bunyi mesin-mesin di pabrik merupakan hal yang biasa bagi opertornya, tetapi tidak demikian pada orang-orang lain disekitarnya. Itu adalah suara yang tidak diinginkan, suara itu adalah kebisingan. Tetapi hampir semua mesin-mesin yang dihasilkan, baik itu untuk industri maupun pada kendaraan bermotor selalu disertai dengan kebisingan (Mediastika, 2009).

Menurut (Sander dan McCormick,1987) dalam buku Mediastika(2009) toleransi manusia terhadap kebisingan bergantung pada factor akustikal dan non-akustikal. Factor akustikal meliputi: tingkat kekerasan bunyi, frekuensi bunyi, durasi munculnya bunyi, fluktasi kekerasan bunyi, dan waktu munculnya bunyi.

Sementara factor non-akustikal meliputi: pengalaman terhadap kebisingan, kegiatan, perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan, manfaat objek

yang menghasilkan kebisingan, kepribadiaan, lingkungan dan keadaan.

Kebisingan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: kebisingan tunggal dan kebisingan majemuk. Kebisingan tunggal dihasilkan oleh sumber bunyi berbentuk titik dan kebisingan majemuk dihasilkan oleh sumber bunyi berbentuk garis. Tingkat gangguan kebisingan dapat diukur dengan menggunakan skala berdasarkan apa yang dirasakan manusia, seperti merasakan adanya kebisingan, merasa terusik, merasa terganggu, sampai merasa terganggu dan tidak tahan (Mediastika, 2009).

2.4.1 Sumber-sumber Kebisingan

Sumber kebisingan utama dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Sumber bising interior

(32)

18

2. Sumber bising luar (outdoor)

Berasal dari lalu lintas, transportasi, industri, alat-alat mekanis, dan berbagai kegiatan di luar gedung yang menimbulkan bising. Kebisingan yang paling mengganggu dari kategori ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor, transportasi sel, transportasi air, dan transportasi udara serta termasuk hiruk pikuk di lingkungan industri dan perkotaan.

Berdasarkan lokasi timbulnya bunyi, sumber kebisingan dibagi menjadi: 1. Bunyi yang timbul di udara (Air Borne)

Merupakan penyebab kebisingan akibat fenomena turbulen, shock dan pulsasi didalam media udara atau gas misalnya suara manusia atau bunyi musik.

2. Bunyi timbul di struktur bahan (Solid Borne / Structur Borne)

Fenomena kebisingan yang terjadi pada benda solid akibat dari impak,

medan magnet dan lainnya misalnya bising langkah-langkah kaki dan benturan antar beberapa benda keras (Doelle, 1993).

2.4.2 Upaya Pengendalian Kebisingan

Bermacam-macam cara dilakukan untuk mereduksi bising dengan efektif di dalam maupun di luar bangunan. Hal terpenting dari upaya pengendalian kebisingan adalah kerja sama semua pihak dalam perancangan untuk mencapai lingkungan yang bebas kebisingan. Selain dengan perancangan, pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan cara modifikasi tertentu dari sumber atau jejak perambatan atau dengan pengaturan kembali seluruh daerah bising dengan sebaik-baiknya. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kebisingan :

1. Penekanan bising di sumbernya

(33)

2. Perencanaan lingkungan

Langkah ini merupakan langkah yang tepat untuk lingkungan perkotaan karena pertumbuhan transportasi darat dan udara yang cepat di perkotaan menyebabkan kebisingan menjadi masalah serius.

3. Perencanaan tempat (site planning)

Pengalaman menunjukkan bahwa sekali suatu sumber bising di luar ada di suatu daerah, maka sulit untuk menghilangkannya. Oleh karena itu sangat penting untuk meletakkan gedung-gedung yang membutuhkan lingkungan bunyi yang tenang (sekolah, rumah sakit, lembaga penelitian, dan lain-lain) pada tempat tenang, jauh dari jalan raya, daerah industri, dan bandar udara.

4. Rancangan arsitektur

Rancangan arsitektur yang baik dengan memperhatikan kebutuhan akan penegendalian kualitas bunyi adalah pendekatan yang paling ekonomis

dalam mengendalikan kebisingan yang cukup efektif dalam bangunan. 5. Penyerapan bunyi

Tingkat bising bunyi dengung dapat direduksi sampai batas tertentu dengan upaya penyerapan bunyi. Penggunaan bahan penyerap bunyi dalam suatu ruang tidak bolrh dianggap sebagai pengganti atau pengobatan insulasi bunyi yang tidak sempurna.

6. Penyelimutan (masking) bising

Dalam banyak situasi, masalah kebisingan dapat dipecahkan dengan menenggelamkan atau menyelimuti bising yang tidak diinginkan lewat bising latar belakang yang dibuat secara elektronik (Doelle, 1993).

2.5 Papan Akustik Berbasis Serat Alam

(34)

20

dimanfaatkan untuk pembuatan papan sebagai pengganti kayu. Beberapa alasan menggunakan serat alam sebagai bahan pembuatan papan antara lain:

1. Lebih ramah lingkungan dan biodegradable dibandingkan serat sintetis. 2. Berat jenis alam lebih kecil

3. Memiliki rasio berat-modulus lebih baik dari serat E-glass.

4. Papan berbasis serat alam memiliki daya redam akustik yang baik. 5. Serat alam lebih ekonomis dari serat gelas dan serat karbon

Papan akustik berbasis serat alam dapat digunakan sebagai penyerap suara. Penyerap yang berserat umumnya mampu menyerap bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih disukai karena tidak mudah terbakar. Dengan menggunakan serat sebagai bahan dasar pembuatan papan akustik, diharapkan dapat menghasilkan papan yang kedap suara untuk mengendalikan kebisingan.

Untuk menyerap bunyi berfrekuensi rendah diperlukan penyerap berserat yang lebih tebal dibandingkan dengan bunyi berfrekuensi tinggi. Sebagai contoh,

bila untuk frekuensi tinggi dibutuhkan ketebalan 3 mm, maka untuk frekuensi rendah diperlukan ketebalan 75 mm s/d 100 mm. Oleh arena itu, ketebalan papan akustik akan sangat berpengaruh terhadap kinerja akustiknya ( Irawan, 2013)

2.5.1 Serat Agave

(35)

industri lainnyahingga ke beberapa negara di daerah sub tropis maupun daerah

-daerah tropis (Fitriyani, 2012).

Gambar 2.1 Tanaman Agave angustifolia haw

Agave merupakan jenis tanaman berbatangpendek dengan daun berdaging

yang tumbuh tegak ke atas. Daunnya mengandung serat, dan serat inilah yang telah meningkatkan pendapatan negara Amerika hingga $35,000,000. Agave menduduki peringkat setelah kapas sebagai tanaman komersial penghasil serat terpenting di Amerika (Bakri, 2012).

Beberapa jenis dari genus ini yang memiliki nilai komersial sebagai penghasil serat, diantaranya:

a. Mexico Sisal ( Agave fourcroydes)

Tanaman asli Meksiko ini telah lama digunakan oleh Suku Aztec, yang seiring perkembangannya kini banyak ditumbuhkan di Kuba dan Yukatan. Jenis ini memiliki daun yang berduri. Seratnya yang berwarna pirang terang didapatkan dari jaringan daun. Sifat seratnya yang kasar, berdiameter kecil, kuat, dan elastis banyak digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat tali ternak (lariat), tali pengikat, dan jenis tali lainnnya,namun serat ini tidak cocok untukdigunakan tali kapal ataupun tali kesekan,karena sifatnya yang mudah terputus.

b. Sisal ( Agave sisalana )

Perawakan Sisal mirip dengan Mexico Sisal,namun daunnya tidak memiliki duri.

(36)

22

ditumbuhkan di Hawai, Hindia barat dan timur, dan beberapa daerah di Afrika. Tanaman ini mampu hidup ditempat kering, meskipun banyak jenis tanaman lainnya yang mati di tempat tersebut. Seratnya bersifat kasar, kaku, berwarna kuning teranghingga putih.

c. Istle, terdiri dari jaumave istle ( Agavefunkiana), tula istle ( A.lecheguilla ), dan palma istle ( Samuela carnerosuna). Merupakan tiga jenis serat yang memiliki nilai penting dan telah banyak diekspor. Seratnya didapatkan dari daun muda, lebihpendek dari serat Sisal dan serat Mexicosisal, namun serat yang dihasilkan lebih kuat dan tahan lama. Sifat seratnya yang kaku dan kasar, umumnya digunakan dalam memproduksi sikat-sikatan, dan sebagai pengganti dari serat Sisal dalam pembuatan karung, dan tali. Bahkan diketahui, karung biji yang terbuat dari serat istle mampubertahan hingga 10 tahun lamanya.

d. Maguey ( Agave cantala )

Jenis ini merupakan tanaman yang pertama kali dikenalkan ke India dan Asia

Tenggara.Nilai komersial serat Maguey lebih rendahdari serat sisal. Tanaman ini cenderung dimanfaatkan untuk dibuat minuman (jus) khas Meksiko, pulque (sejenis susu) danmescal (Nurgaheni,2013).

Di dalam negeri, serat agave banyak digunakan sebagai tali untuk mengemas hasil panen tembakau. Kebutuhan tali untuk mengemas hasil panen tembakau di Madura mencapai 600 ton/tahun, yang diperoleh dari A.cantala Perrine, berasal dari Madura sendiri (Tirtosuprobo et al., 1993). Agave masuk di Indonesia pada awal abad ke-19, yaitu sebelum perang dunia ke II. Perkebunan besar telah menanam agave seluas 10.000 hektar dengan produksi serat 23.000 ton pada tahun 1939 (Tohir,1967).

Indonesia pernah menghasilkan serat agave sebanyak 80.000 ton (Lock, 1969). Daerah pengembanga agave terdapat di Jawa Timur (Banyuwangi, Madura, Jember, Malang, Blitar, dan Kediri), di Jawa Tengah (Kulon Progo, Magelang, Solo dan Yogyakarta) di Jawa Barat (Pemanukan dan Ciamis) dan di Sumatera Utara (Pematang Siantar dan Bilah). Pada umumnya daerah pengembangan agave adalah berbatu kapur dan beriklim kering.

(37)

ada tambahan pendapatan petani sebelum komoditas tersebut berproduksi. Tanaman agave mulai berproduksi setelah umur 2 tahun, daun agave dapat diproses untuk diambil seratnya. Berdasarkan jenisnya, agave memiliki perbedaan ragam bentuk morfologi dan karakter (Santoso, 2009).

Salah satu satu tanaman yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai serat penguat material komposit adalah serat Agave angustifolia haw. Sifat mekanis serat ini telah diteliti oleh Silva-Santos dkk (2009) dengan kekuatan tarik sebesar 322,51 MPa, modulus elastisitas 17,51 GPa dan regangan 1,99 % (Santoso,2009).

2.6 Polimer

Polimer adalah molekul raksasa (makromolekul) tang tersususn dari satuan- satuan kimia sederhana yang disebut monomer, misalnya etilena, propilena,

isobutilena, dan butadiene (yang merupakan produk samping pembuatan bensin serta pelumas).

Bahan polimer ada dua jenis, yaitu polimer biologis dan polimer bukan biologis. Biopolimer mendasari segala bentuk kehidupan dan berbagai bahan pangan. Polimer bukan biologis, termasuk yang sintetik dibutuhkan untuk bahan industry sandang, papan, transportasi, komunikasi, dan lain-lain.

Sebagai bahan struktur kontruksi, sifat mekanis polimer penting diperhatikan. Setidaknya, terdapat 4 hal ciri perilaku tegangan-regangan polimer:

1. modulus, ketahanan terhadap deformasi, yakni tegangan awal dibagi ΔL/L.

2. kuat ultimat atau kuat tensile : tegangan yang diperlukan untuk

mematahkan

3. Plan diukur dari perpanjangan ultimat: elastisitas/kekenyalan, diukur dari besarnya perpanjangan yang dapat balik (reversible) (Feldman, 1995). Menurut (Surdia, 1992) sifat – sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut ini:

(38)

24

3. Banyak di antara polimer yang bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer mungkin juga dibuat sebagai konduktor dengan cara mencampurnya dengan serbuk logam, butiran karbon dan sebagainya.

4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap air dan zat kimia.

5. Produk – produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada cara pembuatannya.

6. Umumnya bahan polimer memiliki harga yang lebih murah.

7. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu untuk diperhatikan sewaktu penggunaannya.

8. Kekerasan permukaan yang kurang. 9. Kurang tahan terhadap pelarut.

10.Mudah termuati listrik secara elektrostatik. Kecuali beberapa bahan yang

khusus dibuat agar menjadi hantaran listrik.

11.Beberapa bahan tahan terhadap abrasi, atau mempunyai koefisien gesek

yang kecil.

2.6.1 Perekat

Dewasa ini banyak sekali perekat dimanfaatkan. Tidak ada satu system tunggal yang memadai dapat merangkum semua produk. Industri perekat biasanya mengelompokkannya berdasarkan penggunaan akhir, misalnya perekat loga, perekat kertas dan kemasan/ bungkus, perekat serbaguna, dan lain-lain. Kriteria pengelompokkan lain dapat berdasarkan komposisi kimia, cara penggunaan, bentuk fisik, kesesuaian dengan keperlukan/ lingkungan, dan banyak lagi (Feldman,1995).

Feldman(1995), menjelaskan sifat berbagai perekat polimer dapat efektif dilakukan berdasarkan pengelompokkan kandungan/ jenis kimianya yaitu:

1. Perekat Termoplastik

(39)

panas dan mengeras kembali apabila suhunya telah rendah. Ini hanya berguna bila dipakai untuk beban ringan dalam merekatkan logam, plastik, gelas, keramik, dan bahan berpori ( kertas, kayu, kulit, kain) sedangkan kondisi kerjanya tidak ekstrim. Untuk penggunaan bungkus dan laminasi cukup memadai. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic resin adhesive.

2. Perekat Termoset

Perekat termoset dapat berasal dari alam (hewan, tanaman) dan juga sintetik (epoksi, fenolik, poliester, poliaromat dan lainnya).Perekat termoset merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak.

Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah fenol formaldehida, urea formaldehida, melamine formaldehida, isocyanate, resorsinol formaldehida.

3. Perekat Blend Resin – Karet

Perekat ini sangat lazim dipakai dan sifatnya merupakan gabungan sifat komponennya. Resin termoset blend – karet sangat baik untuk perekat struktural, pada logam atau benda kaku lainnya. Contohnya perekat fenolik-nitril dan fenolik-neopren. Apabila resin saja, sifatnya cenderung getas. Apabila karet saja, sifat lekat, kohesi dan adesinya kurang baik. Bila digabungkan, penggunaannya meluas, untuk tekstil, kayu, logam, karpet, dan lain – lain keperluan industri.

2.6.2 Poliester

Poliester pertama yang dibuat oleh Carothers mempunyai suhu pelunakan sangat rendah, sehingga sebagai bahan pembentuk serat poliester, ia tidak tahan terkena panas. Akibatnya Carothers mengesampingkan poliester itu dan memfokuskan pekerjaannya pada poliamida yang menjadi awal pengembangan nilon. Pada tahun 1942 Whienfield dan Dickson membuat suatu poliester yang mereka sebut polietilena tereftalat.

(40)

26

berguna bagi pembentukan serat. Di Inggris polyester dikenal dengan nama ‘terilen’, dan hanya polyester jenuh yang penting di perdagangkan.

Pembuatan polyester meliputi dua tahaputama. Pertama, terjadi reaksi antarubah ester ketika 1 mol ester dimetil dipanasi bersama 2 mol etana1,2-diol dengan katalis. Tahap kedua yaitu polimerisasi. Hasil tahap pertama dipanasi sampai mendekati 280oC pada tekanan rendah, sekitar 1mmHg (Coed,1991).

Unsaturated Poliester resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri Yukalac 157 BQTN-EX Series. Resin poliester tak jenuh (UPR) merupakan jenis resin termoset atau lebih populernya sering disebut poliester saja. UPR berupa resin cair dengan viskositas yang cukup rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin termoset lainnya (Nurmaulita, 2010).

Menurut Coed(1991), Poliester tak jenuh merupakan jenis poliester lain yang penting secara industry. Poliester tak jenuh sering kali dipakai dengan serat

kaca untuk membuat badan mobil atau perahu. Poliester ini mempunyai titik ketakjenuhan atau ikatan rangkap sepanjang rantai.

2.7 Densitas

Densitas merupakan kerapatan suatu bahan atau material. Pengujian densitas dilakukan dengan menimbang massa sampel, kemudian diukur panjang, lebar dan tebal sampel,dilakukan untuk menentukan volume sampel.

Rapat massa suatu bahan yang homogen didefenisikan sebagai massa persatuan volume. Rapat massa dilambangkan dengan huruf Yunani � (rho) dan secara matematis dapat ditulis :

(41)

Berat jenis suatu bahan ialah perbandingan antara rapat massa bahan itu terhadap rapat massa air dan sebab itu berupa bilangan semata tanpa satuan. Istilah berat jensi sebenarnya merupakan istilah keliru karena tidak ada sangkut pautnya dengan gravitasi. Lebih tepat disebut rapat relatif karena lebih memperjelas konsepnya (Sears, 1982).

2.8 Kuat Lentur (Flexural Strength)

Kuat lentur (flexural strength) adalah sifat mekanis yang menunjukkan ukuran kekakuan dari suatu material. Flexural modulus dapat digantikan melalui pengukuran top load yaitu dengan menekan sampel hingga membengkok. Dengan mengukur ketahanan material terhadap pembengkokan, flexural modulus akan

menjadi ukuran kekakuan material. Pada prinsipnya, semakin tinggi modulus lenturnya, maka material semakin kaku. Kuat lentur dapat dihitung dengan rumus:

Kuat Lentur (UFS) = 3��

2��2 ...(2.7)

Dengan:

UFS= Kuat lentur (

P = beban atau gaya yang diberikan (N) L = jarak anatara kedua penumpuh (mm) b = lebar sampel (mm)

d = ketebalan sampel (mm)

(42)

28

P

Gambar 2.2 Skema Pengujian Kuat Lentur

2.9 Kuat Impak

Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan terhadap beban kejut. Untuk menentukannya perlu dilakukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak Izod atau Charpy terhadap benda uji bertaktik tanpa taktik.

Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material (Smallman,2000).

Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energi serap (Es) dengan luas penampang (A).

Is = ��

�... (2.8) Dengan :

Is = Kekuatan impak (J/m2) Es = Energi serap (J) A = Luas penampang (m2)

Gambar 2.3. Skema Pengujian Kuat Impak

b Sampel

(43)

2.10 Pengukuran Penyerapan Bunyi

Penyerapan suara (sound absorption) merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas atau kalor. Bagian dari energi akustik yang masuk ke dalam bahan diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi kalor atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari bahan untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorption (Irawan,2013).

2.10.1 Metode tabung impedansi

Metode ini digunakan untuk mengukur koefisien serap bunyi sampel bahan akustik yang kecil dan gelombang bunyi merambat tegak lurus pada permukaan

sampel tersebut. Pengukuran akan menunjukkan penyerapan bunyi dalam jangkauan frekuensi 200 sampai 3000 Hz.

Asade(2013), Prinsip dasar metode Tabung Impedansi adalah refleksi, absorpsi dan transmisi gelombang bunyi oleh permukaan bahan pada suatu ruang tertutup, dimana bahan tersebut digunakan untuk melapisi permukaan dinding ruang tertutup.

Adapun spesifikasi dan fungsi dari rangkaian alat tabung impedansi dapat kita lihat dalam table berikut ini:

Tabel 2.1 Spesifikasi dan Fungsi Seperangkat Alat Tabung Impedansi

No. Alat Spesifikasi Fungsi

1 Lab Jack 16FleksibelI /O(Input Digital, Digital Output, atau InputAnalog), 2 analog output (10 Bit, 0,5 votl), MendukungSPI, I2C, GB Ram, Harddisk640 GB, Windows 7 Ultimate Edition

(44)

30

pure tone dan MATLAB

untuk mengolah data. 3 Tabung

impedansi

Pipa paralon merk Maspion diameter 100 mm, tebal 5 mm dan panjang 140 cm

alat uji untuk mendapatkan nilai koefisien serap bunyi dari sampel

4 Speaker Audax 4” Woofer Midrange,

nominal impedansi 8 Ohm, Nominal Power RMS 60W, sensitifitas 90 dB.

sumber bunyi berupa pure tone yang diatur oleh software ToneGen

5 Mikropon MerkProfessional Wired

Condenser Microphone Type

Condenser dengan kapasitas

frekuensi respon 50 Hz – 18 KHz

6 Amplifier 250 Watt Stereo merk Piwie Type

AV-299

penguat tegangan dan arus dari sinyal audio yang bertujuanuntuk menggerakkan pengeras suara (loudspeaker)

Metode ini disesuaikan dengan standard ASTM E-1050-98 dengan menggunakan dua buah mikropon yaitu pada posisi x1 dan x2. Bunyi berupa random noise dibangkitkan dengan Generator yang kemudian diperkuat dengan amplifier. Sebagian gelombang datang akan diserap dan sebagian dipantulkan kembali. Gelombang datang dan gelombang pantul akan ditangkap dengan dua buah mikrofon . Setelah diperkuat, sinyal yang ditangkap oleh kedua mikrofon akan diteruskan ke mikrofon 2

(45)

Tabung impedansi yang menggunakan metode ini diilustrasikan pada

gambar 2.5.

Gambar 2.5 Tabung Impedansi untuk pengukuran koefisien serap bunyi.

�1 = �1�−�� �1+�2��� �1 ... (2.5)

�2 =�1�−�� �2 +�2��� �2 ... (2.6)

dimana: A1 dan A2 adalah amplitudo tegangan (Volt)

k adalah bilangan gelombang (m-1)

x1 adalah jarak antara sampel dan mikropon terjauh (m)

x2 adalah jarak antara sampel dan mikropon terdekat (m)

sehingga fungsi transfer akustik kompleks anatara kedua mikropon ini yaitu:

�21 =�1�2 =�1�

−�� �1+�2��� �1

�1�−�� �2+�2��� �2

...(2.7)

Dari transfer fungsi (2.7) maka diperoleh faktor refleksinya:

�������� (�) =�21−�−���

����+21 ��2��1 ... (2.8)

dengan:

� =�1+�2 (jarak kedua mikropon) P2

A2 P1

(46)

32

maka koefisien serap bunyi dapat ditentukan melalui persamaan berikut:

T + R = 1 ………...(2.9)

Dimana : T = α

R = |�|2

Maka :

α + |�|2 = 1………..…( 2.10) �= 1−|�|2 ... (2.11)

dengan :

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di 3 laboraturium yaitu Laboratorium Kimia Polimer Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara untuk pembuatan sampel, Laboratorium Pusat Riset Teknik pengendalian Kebisingan/Vibrasi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara untuk pengujian koefisien serap bunyi, dan Laboratorium pengujian material departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara untuk pengujian kuat lentur dan kuat impak.

3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Wadah perendaman

Berfungsi untuk merendam daun Agave dengan larutan NaOH 2. Neraca analitik digital

Berfungsi untuk menimbang serat Agave dan poliester yang dibutuhkan sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan.

3. Plat besi

Berfungsi sebagai alas dan penutup cetakan. 4. Cetakan spesimen

Berfungsi untuk mencetak sampel uji dengan bentuk yang diinginkan sesuai dengan standar yang dibutuhkan.

5. Alumunium foil

Berfungsi untuk melapisi plat besi agar sampel tidak keluar dari cetakan. 6. Kempa panas (hot press)

Berfungsi untuk menekan alat cetakan agar diperoleh sampel uji yang padat sesuai dengan ketebalan cetakan.

(48)

34

Berfungsi untuk memindahkan perekat saat menimbang dan meratakan pencampuran poliester dan serat agave.

8. Electronic System Universal Tensile Machine Type SC-2DE Berfungsi untuk menguji kuat lentur dan kuat tarik.

9. Tabung impedansi

Berfungsi untuk menguji koefisien serap bunyi pada beberapa frekuensi. 10. Alat-alat lain

Perlengkapan lain yang digunakan antara lain: penggaris, serbet, gunting, pisau, sarung tangan, masker, mikrometer skrup, stopwatch, plastik, kertas label dan lain-lain.

3.2.2 Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Serat Agave Angustifolia Haw

2. Resin Poliester 3. NaOH 5 % 1 liter 4. Katalis Mexpo

3.3 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap kegiatan pengerjaan yaitu, preparasi dan pembuatan sampel, persiapan alat dan spesimen uji lentur,uji impak dan uji akustik, melakukan pengujian lentur, uji impak dan pengujian akustik untuk mendapatkan sifat-sifat yang diperlukan

3.3.1 Penyiapan Serat Agave 1. Diambil daun agave

(49)

4. Direndam seruta daun agave dengan larutan NaOH 5 % selama 4 jam untuk menghasilkan serat agave tanpa lignin.

5. Dibersihkan serat agave dari NaOH 5% dengan air mengalir

6. Dikeringkan serat agave yang sudah dibersihkan pada ruang terbuka di bawah sinar matahari.

3.3.2 Pembuatan Papan Serat Agave 1. Dipotong serat Agave sepanjang 1cm.

2. Ditimbang serat Agave dan poliester menggunakan neraca analitik digital sesuai komposisi yang telah ditentukan.

3. Ditambahkan katalis mexpo 1% dari komposisi polyester kedalam

polyester, lalu di aduk hingga homogen.

4. Dihidupkan kempa panas dan diatur suhunya pada 500 C.

5. Dibersihkan cetakan agar kotoran tidak melekat pada cetakan.

6. Dilapisi kedua plat yang telah dibasahi dengan air menggunakan alumunium foil untuk bagian alas dan penutup cetakan.

7. Diletakkan cetakan di atas plat alas yang sudah dilapisi alumunium foil 8. Didistribusikan serat agave ke dalam cetakan secara random.

9. Dituang polyester di atas serat dan diratakan menggunakan spatula ke segala arah.

10.Ditutup cetakan dengan plat penutup yang telah dilapisi alumunium foil 11.Diletakkan cetakan pada kempa panas dengan suhu 50o C kemudian

ditekan secara berulang-ulang untuk mendapatkan ketebalan yang sesuai dengan cetakan selama 20 menit

12.Dikeluarkan cetakan dari kempa dan dibiarkan selama 10 menit

13.Dikeluarkan sampel dari cetakan dengan cara melepaskan plat besi dari alumunium foil kemudian alumunium foil ditarik secara perlahan dari cetakan.

(50)

36

3.4 Diagram Alir

3.4.1 Penyiapan Serat Agave

Gambar 3.1. diagram alir penyiapan serat Daun Agave Angustifolia Haw

Diambil daun Agave

Dicuci dan di keringkan 2 jam

Diserut daun agave

Direndam serutan daun agave dengan

larutan NaOH 5% selama 5 jam

Dibersihkan serat agave dari NaOH 5%

dengan air mengalir

Dikeringkan serat agave di bawah sinar

matahari.

(51)

3.4.2 Tahap Penelitian

Gambar 3.2 Diagram Alir tahapan penelitian

Serat Agave Resin Poliester + katalis Mexpo

Ditimbang

Disusun serat Agave secara acak dan merata di dalam cetakan.

Didistribusikan sisa resin secara merata di atas serat menggunakan spatula.

Diletakkan pada kempa panas dengan suhu 50o C dan dipress

Uji Mekanik : 1. Uji Kuat Lentur

(52)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Densitas

Densitas merupakan sifat fisis yang menunjukkan kerapatan suatu bahan. Densitas atau massa jenis merupakan perbandingan antara massa dengan volume bahan.

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Densitas Papan Akustik Serat Agave - Poliester

No.

Berdasarkan SNI 01–4449–2006,papan serat memiliki tiga kategori yaitu papan serat dengan kerapatan rendah (< 0,40), kerapatan sedang (0,40 g/cm3 – 0,84 g/cm3), dan keratapan tinggi (> 0,84). Dengan demikian maka sampel dengan perbandingan komposisi serat Agave : resin poliester20% : 80% dan 25% : 75% termasuk papan serat dengan kerapatan sedangdengan densitas 0,4 g/cm3 – 0,84 g/cm3, sedangkan sampel dengan perbandingan komposisi serat Agave : resin poliester sebesar 5% : 95% sampai komposisi 15% : 85% termasuk papan serat kerapatan tinggi dengan densitas >0,84 g/cm3. Dengan begitu papan akustik serat Agave – resin polyester telah memenuhi ketentuan SNI-01-4449-2006, sehingga untuk semua komposisi yang dibuat dapat diaplikasikan sebagai penyerap bunyi.

(53)

Grafik 4.1 Hubungan Densitas dengan Komposisi Serat Agave

Grafik 4.1 menunjukkan bahwa densitas papan akustik seratAgave– resin polyester yang dihasilkan meningkat dengan menurunnya komposisi serat Agave. Kerapatan papan cenderung akan meningkat seiring dengan penambahan jumlah

perekat yang digunakan, hal ini terjadi akibat adanya gaya interaksi secara fisis antara perekat dengan pengisi melalui rongga – rongga yang diisinya (Mawardi,

2009). Dari hasil penelitian menunjukkan nilai densitas terendah ditunjukkan pada komposisi 25% : 75% sedangkan nilai densitas tertinggi di tunjukkan pada komposisi 5% :95%. Hal ini dikarenakan semakin banyak serat yang digunakan maka porositas sampel akan meningkat yang akan menyebabkan densitas menurun.

4.2 Pengujian Koefisien Serap Bunyi (α)

Sampel uji berbentuk silinder dengan diameter 11 cm disesuaikan dengan standar ASTM E-1050. Dari pengujian diperoleh amplitudo tegangan maksimum pada mikropon 1 (A1) dan pada mikropon 2 (A2). Nilai koefisien serap bunyi dari dihitung dengan menggunakan program MATLAB.Setelah diperoleh koefisien serap bunyi, ditentukan pula NRC (Noise Reduction Coeffisien). Menurut Doelle (1993), NRC merupakan rata-rata dari koefisien serap bunyi pada frekuensi 250,

(54)

40

500, 1000, dan 2000 Hz. Berikut disajikan data hasil pengujian koefisien serap bunyi papan akustik berbasis serat kulit rotan berdasarkan komposisinya.

1. Komposisi campuran serat Agave : poliester sebesar 5% : 95%

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan Komposisi

Serat Agave : Poliester 5% :95% Frekuensi

Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien serap bunyi terendah adalah 0,31 pada frekuensi 1500 Hz. Sedangkan nilai koefisien serap bunyi tertinggi adalah pada 0,48 frekuensi. berdasarkan harga NRC, maka sampel dapat mereduksi bising sebesar 46%

Gambar 4.2 Diagram batang nilai koefisien absorbsi dari Sampel dengan Perbandingan Komposisi Serat Agave : Poliester 5% : 95%

(55)

2. Komposisi serat agave : poliester 10% : 90%

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan Perbandingan serat Agave : Poliester Sebesar 10% : 90%

Frekuensi

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai koefisien serap bunyi terendah adalah 0,06 pada frekuensi 125 Hz. Sedangkan nilai koefisien serap bunyi tertinggi adalah pada 0,98 frekuensi 1000 Hz. Bila dilihat berdasarkan nilai koefisien serap bunyinya, sampel bagus digunakan pada rentang frekuensi 1000 – 2000 Hz. Sampel memiliki NRC sebesar 0,65 sehingga dapat mereduksi bising hingga 66%.

Gambar 4.3 Diagram batang nilai koefisien absorbsi dari dari Sampel dengan

Perbandingan Komposisi Serat Agave : Poliester Sebesar 10% : 90%

(56)

42

3. Komposisi campuran serat Agave : poliester15% : 85%

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan Perbandingan Komposisi Serat Agave Sebesar : polyester 15% : 85%

Frekuensi

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa koefisien serap bunyi tertinggi adalah 0,98 pada frekuensi 1000 Hz. Sampel memiliki koefisien reduksi bising (NRC) sebesar 0,91. Dengan begitu, sampel memiliki kemampuan mereduksi bising hingga 91%.

Gambar 4.4 Diagram batang nilai koefisien absorbsi dari Sampel dengan Perbandingan Komposisi Serat Agave : poliester15% : 85%.

(57)

4. Komposisi campuran serat Agave : poliester20% : 80%

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan Perbandingan Komposisi Serat Agave : Poliester Sebesar 20% : 80%

Frekuensi

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa koefisien serap bunyi sampel lebih besar dari 0,50 di semua frekuensi uji, dengan NRC sebesar 0,82. Dengan begitu, sampel memiliki kemampuan mereduksi bising hingga 84%

Gambar 4.5 Diagram batang nilai koefisien absorbsi dari Sampel dengan Perbandingan Komposisi Serat Agave : Poliester Sebesar 20% : 80%.

(58)

44

5. Komposisi campuran serat Agave : Poliester 25% : 75%

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Sampel dengan Perbandingan Komposisi Serat Agave : Poliester Sebesar 25% : 85%

Frekuensi

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sampel memiliki koefisien serap bunyi terbesar pada frekuensi 2000Hz yaitu 0,98. Berdasarkan nilai NRC sampel mampu mereduksi bising hingga 88%

Gambar 4.6 Diagram batang nilai koefisien absorbsi dari Sampel dengan Perbandingan Komposisi Serat Agave : Poliester Sebesar 25% : 75%.

(59)

Tabel 4.7 Tabel nilai NRC , komposisi serat dan densitas.

Komposisi (%) Densitas

(g/cm2)

NRC Serat Agave Poliester

5 95 1,204 0,46

10 90 1,185 0,66

15 85 1,007 0,91

20 80 0,752 0,82

25 75 0,64 0,88

Berdasarkan nilai NRC (Noise reduction coefficient) seperti yang tertera pada tabel 4.7 di atas, dapat dilihat adanya pengaruh variasi komposisi serat Agave terhadap daya serap papan akustik berbasis serat Agave dan perekat Poliester. Meski tidak terlalu signifikan, namun dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah serat Agave menyebabkan NRC sampel meningkat. Dengan meningkatnya NRC sampel, berarti kemampuan sampel untuk mereduksi kebisingan juga meningkat. Karena NRC merupakan nilai rata-rata dari koefisien serap bunyi pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz, maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa koefisien serap bunyi rata-rata sampel akan meningkat dengan bertambahnya jumlah serat Agave. Hubungan jumlah serat Agave dengan koefisien reduksi bising (NRC) sampel dapat dilihat pada grafik 4.2 di bawah ini.

Grafik 4.2 Hubungan Variasi Komposisi Serat Agave dengan Koefisien Reduksi Bising(NRC)

Dari tabel 4.7 juga dapat dilihat bahwa ada pengaruh kerapatan terhadap daya serap bunyi. Karena pada percobaan ini dihasilkan densitas yang semakin

(60)

46

berkurang dengan bertambahnya serat Agave, maka dapat dilihat bahwa koefisien serap bunyi (NRC) sampel menurun dengan betambahnya densitas. Sebaliknya, kenaikan densitas menyebabkan koefisien serap bunyi (NRC) berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena pada sampel dengan densitas rendah, selain mengandung lebih banyak serat, juga terdapat lebih banyak rongga-rongga udara yang mempengaruhi penyerapan bunyi. Sementara pada sampel yang lebih rapat, jumlah serat dan rongga-rongga udaranya lebih sedikit sehingga daya serapnya berkurang. Hal ini dapat dilihat pada grafik 4.3 berikut:

Grafik 4.3 Hubungan densitas dengan Koefisien Reduksi Bising (NRC)

4.3 Pengujian Mekanik 4.3.1 Pengujian Kuat Lentur

Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran 130 mm x 15 mm yang disesuaikan dengan standar ASTM D-790. Pengujian kuat lentur menggunakan Electronic System Universal Tensile Machine Type SC-2DE. Jarak antar

penumpuh adalah 105 mm.Pada tabel 4.8 di bawah ini disajikan data hasil pengujian kuat lentur papan akustik berbasis serat Agave.

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Agave angustifolia haw
Gambar 2.3. Skema Pengujian Kuat Impak
Tabel 2.1 Spesifikasi dan Fungsi Seperangkat Alat Tabung Impedansi
Gambar 2.4 Konfigurasi dalam pengujian koefisien serapan bunyidengan          ASTM E 1050-98
+7

Referensi

Dokumen terkait

Basalioma merupakan jenis kanker kulit dan tumor ganas pada manusia yang paling sering terjadi dan lebih banyak mengenai orang kulit putih dan jarang terjadi pada orang kulit

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 14 orang (40%) menggunakan KB suntik 3 bulan, sebagian terkecil responden sebanyak 9 orang

Hasil penelitian menunjukan bahwa kompetensi guru menurut perspektif peserta didik di MI Tarbiyatus Sibyan Klitikan dapat digambarkan melalui kompetensi yang

Ruwatan rambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng adalah ritual yang pada intinya memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menghilangkan sukerto atau anak yang

Hukum di Indonesia tampaknya memiliki aturan dikotomi mengenai pertanggungjawaban ODGJ, yakni bertanggung jawab penuh atau tidak bertanggung jawab sama sekali.Dalam hal ini tidak

Sebagai Pembimbing Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta..

T eman angkatan 2012 dan teman lab skripsi yang selalu memberi dukungan serta penghiburan ketika penulis sedang mengalami kemunduran dalam mengerjakan tugas

Salah satu penelitian dari Brazil yang melakukan evaluasi pada kualitas hidup penderita kanker mulut mengatakan bahwa, masalah pengunyahan merupakan keluhan yang paling