BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tinjauan Pustaka
2.1.1 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility
Tanggung jawab sosial memiliki arti bahwa perusahaan
harus bertanggung jawab atas tindakan yang mempengaruhi
masyarakat, lingkungan, dan komunitasnya. Corporate Social
Responsibility (CSR) sudah menjadi suatu hal yang sangat
diperlukan dari perusahaan, terutama bagi perusahaan yang sudah
go public, yang memiliki tanggung jawab besar terhadap
masyarakat dan lingkungannya. Kalangan dunia usaha juga
menyadari bahwa dengan melaksanakan Corporate Social
Responsibility (CSR) ini amat penting bagi keberlangsungan usaha
suatu perusahaan. Gurvy Kavei mangatakan, bahwa praktik
tanggung jawab sosial perusahaan dipercaya menjadi landasan
fundamental bagi pembangunan berkelanjutan, bukan hanya bagi
perusahaan, tetapi juga bagi pihak lain yang berkepentingan
terhadap entitas dalam arti keseluruhan.
Banyak pakar yang telah mengemukakan definisi dari
Corporate Social Responsibility ini. Menurut, Kotler dan Lee
“Corporate social responsibility is a commitment to improve
community well-being through discretionary business practice and
contributions of corporate resources”. Menurut definisi tersebut,
elemen kunci dari CSR adalah kata discretionary. Terdapat
pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi terhadap
tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan
dan market share, menguatkan posisi merk, menurunkan biaya
operasional, dan lain sebagainya.
ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility
mendefinisikan CSR adalah :
tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang berlaku yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.
Sebuah organisasi dunia World Bisnis Council for
Sustainable Development (WBCSD) yang dikutip oleh Wibisono
(2007:7), mendefenisikan CSR adalah, “komitmen bisnis untuk
berkontribusi dalam ekonomi pembangunan berkelanjutan, bekerja
dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut,
berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan komunitas
secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas
Bapepam LK (Lembaga Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan) No. KEP 134/BL/2006 menyatakan :
Laporan tahunan wajib memuat uraian singkat mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode laporan keuangan tahunan terakhir. Uraian dimaksud sekurang-kurangnya memuat hal : (dalam poin ke 18) uraian mengenai aktivitas social dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan
Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia
sendiri telah diangkat dalam peraturan normative, yakni dalam
UUPT. Sebagaimana disebutkan dalam UUPT Pasal 74, tanggung
jawab sosial memiliki definisi sebagai berikut “komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat maupun masyarakat pada umunya”.
Dalam penelitian kali ini konsep Corporate Social
Responsibility akan diukur dengan menggunakan lima pilar
aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales
International Bussiness Forum, yaitu :
1. Building Human Capital.
Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang
andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community
2. Strengthening Economies.
Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara
komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan
ekonomi sekitar,
3. Assessing Social Chesion.
Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan
masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik,
4. Encouraging Good Governence.
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata
kelola bisnis dengan baik,
5. Protecting The Environment.
Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.
2.1.1.2Komponen Utama Program CSR
Menurut Fastabiqul (2008:19) untuk dapat menentukan ruang
lingkup dari tanggung jawab sosial, mengidentifikasi isu-isu yang
relevan dan menentukan prioritasnya terhadap tanggung jawab
sosial, suatu perusahaan harus dapat mengerti elemen dasar yang
terdapat dalam tanggung jawab sosial. Di dalam ISO 26000 seperti
yang telah dikemukakan oleh Anggara (2010) dijelaskan tujuh
elemen dasar dari praktik tanggung jawab sosial perusahaan yang
dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu : “tata kelola perusahaan, hak
yang adil, konsumen, keterlibatan dan pengembangan dalam
masyarakat”.
Penjelasan dari setiap komponennya adalah sebagai berikut :
a. Tata kelola perusahaan.
Perusahaan harus menjadi tonggak dari pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan, meningkatkan pelaksanaan serta
menerapkan perilaku yang bertanggung jawab sosial.
b. Hak asasi manusia
Dalam hal ini, perusahaan harus bias menjamin hak asasi manusia
dalam ruang lingkup perusahaan termasuk karyawan. Memastikan
kesetaraan di mata hukum, kebebasan berpendapat, hak untuk
bekerja dan kesehatan atau pendidikan sosial dan jaminan sosial.
c. Ketenagakerjaan
Tanpa adanya karyawan, dapat dipastikan bahwa aktivitas operasi
perusahaan tidak dapat dijalankan. Oleh karena itu, perusahaan
juga harus memperhatikan masalah ketenagakerjaan.
Memperhatikan kesejahteraan karyawan merupakan hal yang
mutlak menjadi tolak ukur bagaimana perusahaan menghargai
karyawannya. Dapat dinilai dari bagaimana pelaksanaan kondisi
kerja, pengembangan sumber daya manusia, pelatihan dan rotasi
karyawan.
Perlindungan lingkungan dilakukan perusahaan sebagai wujud
kontrol sosial yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan.
Lingkungan tempat usaha harus dijaga keadaannya jangan sampai
terjadi kerusakan. Sehingga eksistensi penggunaan listrik dan
membuang sampah pada tempatnya merupakan contoh kecil yang
dapat kita lakukan dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
e. Praktik operasional yang adil
Elemen ini mencakup bagaimana perusahaan menjalankan
aktivitasnya secara seimbang, tidak hanya mementingkan
keuntungan semata, tapi juga mempertimbangkan lingkungan,
sosial, tenaga kerja dan pihak yang berkepentingan lainnya
terhadap entitas.
f. Konsumen
Perusahaan juga harus menyediakan informasi yang akurat tentang
produk, berorientasi terhadap kepuasan pelanggan, berempati
terhadap keluhan, dan meyediakan pelayanan pelanggan yang
mudah diakses akan menjadi nilai tambah bagi perusahaan.
g. Keterlibatan dan pengembangan masyarakat
Implementasi dari tanggung jawab sosial adalah dengan berperan
dalam pengembangan masyarakat, mambantu dalam meningkatkan
kesejahteraan, melakukan dan melibatkan masyarakat dalam
2.1.2 Tahapan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan ketika
perusahaan akan melakukan program tanggung jawab sosial perusahaan,
menurut Wibisono (2008), ada empat tahapan pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan, yaitu :
a. Tahap Perencanaan
Perencanaan terdapat tiga langkah utama, yaitu awareness
building, assessment, dan manual building. Awareness building
merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai
pentingya tanggung jawab sosial perusahaan dan komitmen
manajemen. Assessment merupakan upaya penilaian untuk
pelaksanaan dan mengidentifikasi aspek yang menjadi prioritas
penerapan tanggung jawab sosial. Manual building adalah
penyusunan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan.
Penyusunan implementasi ini dibutuhkan agar pada saat
pelaksanaan tanggung jawab sosial tidak lari dari konsep yang
telah ditetapkan.
b. Tahap Implementasi
Tahapan ini dimulai dari pengorganisasian sumber yang
dibutuhkan, penempatan orang sesuai kualifikasinya, pengarahan
terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan,
pengawasan terhadap pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan sesuai
c. Tahap evaluasi
Tahap ini diperlukan untuk menilai apakah pelaksanaan tanggung
jawab telah benar dan sesuai dengan yang direncanakan serta telah
mencapai target yang ditetapkan. Mengingat karena biaya anggaran
telah digunakan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan tidaklah kecil. Sehingga pada akhirnya kegiatan
tanggung jawab sosial dapat kembali dilakukan secara
berkesinambungan dan membawa hasil yang positif.
d. Pelaporan
Pelaporan dilakukan untuk melaporkan bahwa tanggung jawab
sosial perusahan telah dilakukan dengan penjabaran kegiatan yang
dilakukan. Pelaporan tanggung jawab sosial dapat dimuat di
laporan tahunan perusahaan atau dibuat dalam laporan sosal
terpisah. Sehingga kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan
dapat di akses oleh pihak lain yang berkepentingan terhadap
entitas.
2.1.3 Ukuran Keberhasilan Program CSR
Menurut Wibisono (2007:145), untuk melihat sejauh mana
efektivitas program CSR, diperlukan parameter atau indikator untuk
mengukurnya. Setidaknya, ada dua indikator keberhasilan yang dapat
digunakan, yaitu:
1. Ukuran Primer
a) Minimize, yaitu meminimalkan perselisihan,
konflik, atau potensi konflik antara perusahaan
dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya
hubungan yang harmonis dan kondusif,
b) Asset, yaitu aset perusahaan yang terdiri dari
pemilik, pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik,
dan fasilitas pendukungnya terjaga dan terpelihara
dengan aman,
c) Operational, yaitu seluruh kegiatan perusahaan
berjalan aman dan lancar.
2. Ukuran Sekunder
a) Tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya
untuk PKBL BUMN),
b) Tingkat complience pada aturan yang berlaku.
B. Indikator Eksternal
1. Indikator Ekonomi
a) Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana
umum,
b) Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara
ekonomis,
c) Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat
2. Indikator Sosial
a) Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial,
b) Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan
dengan masyarakat,
c) Tingkat kepuasan masyarakat.
2.1.4 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Perusahaan
Agar para pihak yang berkepentingan mengetahui bahwa
perusahaan telak menjalankan program CSR (Corporate Social
Responsibility), perusahaan harus melakukan pengungkapan atas praktik
tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri. Pengungkapan sosial adalah
pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan yang berhubungan
dengan lingkungan sosial perusahaan yang merupakan suatu tuntutan yang
semakin dirasakan relevansinya dalam operasi bisnis modern. Sehingga
pada akhirnya menghadirkan konsep akuntansi yang dikenal sebagai
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Anggraini, 2006).
Menurut Martin Freedman, dalam Henny dan Murtanto (2001)
dalam Kusumadilaga (2010), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja
sosial, yaitu :
1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)
Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial
dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari
dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan
yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba
mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh
aktivitas-aktivitas tersebut,
2. Laporan Sosial (Social Report)
Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial
telah diajukan oleh para akademis dan praktisioner.
Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan
aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya.
Hal ini dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi empat
kelompok sebagai berikut (Henry dan Murtanto, 2001 dalam
Kusumadilaga, 2010) :
a. Inventory Approach
Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar
yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini
harus memuat semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat
positif maupun negatif,
b. Cost Approach
Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan
mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas
tersebut,
Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas
pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut
serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan itu,
d. Cost Benefit Approach
Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial
serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam
penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur
biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap
masyarakat.
Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media
antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan sementara,
prospektus,pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa.
Pertimbangan aspek sosial ke dalam akuntansi telah dilakukan
Trueblood Committee. Trueblood Committee menyatakan : “An objective
of financial statements is to report on those activities of the enterprise
affecting society which can be determined and described or measured and
which are important to the role of the enterprise in its social enviroment”.
Menurut Fahriqi (2010), pernyataan Trueblood committee tersebut
menunjukkan bahwa tujuan sosial perusahaan tidak kalah penting daripada
tujuan ekonomi.
Murtanto (2006) menyatakan bahwa pengungkapan kinerja
perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure)
oleh perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan mengungkapkan
kinerja sosial secara sukarela antara lain:
a. Internal Decision Making
Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas
informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan.
Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisis
secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.
b. Product Differentiation
Manajer perusahaan memiliki insentif untuk membedakan diri dari
pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada
masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan
biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan
keuangan, sehingga perusahaan yang tidak peduli sosial akan
terlihat lebih sukses daripada perusahaan yang peduli. Hal ini
mendorong perusahaan yang peduli sosial untuk mengungkapkan
informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka
dari perusahaan lain.
c. Enlightened Self Interest
Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan
sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat
Menurut Ieryani (2007) dalam Fastabiqul (2008) menyebutkan
manfaat tanggung jawab sosial perusahaan adalah :
mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image
perusahaan, layak mendapatkan lisensi sosial untuk beroperasi, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya, membentangkan akses menuju pasar, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan pihak yang berkepentingan terhadap entitas, memperbaiki hubungan dengan pemerintah, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, peluang mendapatkan penghargaan.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Untuk mengukur peneliti menggunakan rasio leverage dan 2 (dua)
rasio profitabilitas, yaitu Return On Assets (ROA) dan Return On Equity
(ROE).
2.1.6.1 Return On Assets (ROA)
Tujuan dari menganalisis laporan keuangan suatu
perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat
profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat
kesehatan perusahaan tersebut. Untuk mengetahui tingkat
profitabilitas (keuntungan) sebuah perusahaan dapat menggunakan
rasio Return On Asset (ROA). Rasio ini merupakan rasio yang
terpenting diantara rasio rentabilitas yang ada.
Return on Asset (ROA) merupakan pengukuran kemampuan
dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam
perusahaan. Untuk lebih jelasnya mengenai hal tersebut, berikut ini
penjelasan mengenai Return On Asset (ROA) yang dikemukakan
oleh Mamduh M. Hanafi, MBA dan Abdul Halim, MBA., Akt.,
(2003 : 84) mengemukakan bahwa “Return On Total Asset (ROA)
adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu”.
Di samping itu, menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti
(2002 : 74) sebagai berikut yaitu “Return on Asset (ROA) adalah
rasio yang mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa
diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan”.
Sedangkan menurut Lukman Syamsudin (2002 : 63)
mengatakan bahwa “Return on Asset (ROA) adalah merupakan
pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam
menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang
tersedia di dalam perusahaan”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rasio
profitabilitas dengan menggunakan pengukuran Return on Asset
(ROA) merupakan alat untuk mengetahui sejauh mana perusahaan
dalam menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh aktiva
yang dimiliki oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi ratio ini,
Menurut Venanda (2012), hasil pengembalian terhadap total
aset atau Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang
menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan
dalam perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang
efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Di samping
itu, rasio ini juga menunjukkan produktivitas dari seluruh dana
perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin
kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula
sebaliknya. Artinya, rasio ini digunakan untuk mengukur
efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
ROA sudah merupakan teknik analisa yang lazim
digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas
dari keseluruhan operasi perusahaan. ROA adalah salah satu bentuk
dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur
kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan
dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan.
Menurut Nenisupriyanti (2008), besarnya nilai untuk ”laba
sebelum pajak” dapat dilihat pada perhitungan laba rugi yang
disusun oleh bank yang bersangkutan, sedangkan “Total assets”
dapat dilihat pada neraca. Nilai Return on Assets (ROA) tersebut
dapat dijadikan kiteria dalam penetapan peringkat komponen
Peringkat I : Perolehan laba sangat tinggi
Peringkat II : Perolehan laba tinggi
Peringkat III : Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROA
berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25%
Peringkat IV : Perolehan Laba Bank rendah atau cenderung
mengalami kerugian (ROA mengarah negatif)
Peringkat V : Bank mengalami kerugian yang besar (ROA
negatif)
2.1.6.2 Return On Equity (ROE)
Return On Equity, yang disebut juga dengan hasil
pengembalian ekuitas atau rentabilitas modal sendiri, merupakan
rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri. Rasio ini lebih dari sekedar pengukuran atas profitabilitas,
rasio ini merupakan pengukuran atas efisiensi. ROE menunjukkan
efisiensi penggunaan modal sendiri untuk menghasilkan laba.
Apabila ROE naik, maka hal ini menunjukkan bahwa sebuah
perusahaan meningkatkan kemampuan untuk menghasilkan
keuntungan tanpa memerlukan lebih banyak modal. Jadi, semakin
tinggi rasio ini, semakin baik. Yang berarti, posisi pemilik
perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Apabila ratio
lemah. Karena itu, perbandingan ROE adalah yang paling umum
digunakan antara perusahaan dalam industri yang sama.
Return on Equity atau yang disebut juga dengan return on
net worth adalah ukuran yang paling penting untuk menemukan
perusahaan yang dikelola dengan baik. Return on Equity digunakan
untuk menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengelola
modal yang tersedia untuk memperoleh net income yang akan
diukur melalui tingkat keuntungan yang diperoleh para investor
atas penanaman modal yang dilakukan perusahaan. ROE
menghitung berapa banyak rupiah keuntungan perusahaan yang
dihasilkan dengan setiap rupiah ekuitas pemegang saham.
Ekuitas pemegang saham didefinisikan sebagai total aktiva
dikurangi total kewajiban. Jika nilai ekuitas pemegang saham
turun, ROE akan naik. Dengan demikian, pembelian kembali
saham-saham secara artifisial dapat meningkatkan ROE. Demikian
pula dengan tingkat hutang, tingkat hutang yang tinggi secara
artifisial dapat meningkatkan ROE. Jadi, semakin banyak hutang
yang dimiliki perusahaan, semakin sedikit ekuitas (persentase dari
total asset) yang dimiliki, dan semakin tinggi pula ROE.
2.1.6.3 Leverage
Leverage berasal dari penggunaan hutang untuk aset
harta yang mengukur persentase total dana berasal dari kreditur
(Lukas Setia,1999:416). Menurut Darsono (2005:54), rasio ini
menekankan pentingnya pendanaan hutang jangka panjang dengan
jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung
oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi mengenai
struktur modal yang dimiliki perusahaan tentang tingkat risiko tak
tertagihnya hutang sehingga dapat dilihat kemampuan perusahaan
dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian
tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor.
Leverage yang terlalu tinggi bisa berdampak buruk
terhadap perusahaan. Akan tetapi, tidak ada aturan yang
menyebutkan seberapa banyak leverage adalah yang terlalu
banyak. Tidak peduli apapun penggunaannya, leverage bisa
menjadi alat yang ampuh apabila digunakan secara bertanggung
jawab. Investor dan perusahaan menggunakan leverage untuk
memperluas, melindungi dan berspekulasi tetapi penggunaan
leverage yang terlalu agresif dapat dengan mudah membawa
mereka pada kebangkrutan. Jadi, semakin tinggi leverage,
kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran
terhadap kontrak hutang. Hal ini akan membuat manajer berusaha
untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di
masa depan, supaya laba yang dilaporkan lebih tinggi maka
kemungkinan bahwa salah satunya ialah biaya tanggung jawab
sosial.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio ini
digunakan untuk mengukur total kewajiban atau hutang terhadap
aset. Jadi, semakin banyak dana yang berasal dari kreditor daripada
dana yang berasal dari pemegang saham, maka semakin tinggi pula
leverage. Akan tetapi, keadaan perusahaan akan lebih baik jika
leverage semakin rendah. Sehingga, nilai rasio yang tinggi
menunjukkan peningkatan dari resiko pada kreditor berupa
ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 2.1
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Judul Penelitian Peneliti Variabel Hasil Penelitian
1. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Pengungkapan Sosial (Social
Disclosure) dalam Laporan
Keuangan Tahunan
CSR Disclosure,
perusahaan,
negatif terhadap
CSR disclosure
2. Analisis Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas dan
Leverage terhadap
Pengungkapan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan pada
Perusahaan Perbankan yang
Terdaftar di Bursa Efek
3. Pengaruh Tingkat
Profitabilitas Perusahaan
terhadap Tingkat
Pengungkapan Corporate
Social Responsibility pada
Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
Venanda P.
Brahmana
(2012)
ROA, ROE,
EPS.
Hanya ROE yang
berpengaruh secara
positif terhadap
pengungkapan
CSR, sementara
ROA dan EPS
tidak berpengaruh
terhadap
pengungkapan
CSR.
2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka
H4
Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka Konseptual ini menjelaskan bahwa terdapat dua variabel
dalam penelitian ini, yaitu variabel dependen dan variabel independen.
Variabel dependen (variabel terikat) atau disebut sebagai variabel
Y ialah pengungkapan corporate social responsibility perusahaan
(CSR), dan variabel independen (variabel bebas) atau disebut sebagai
variabel X ialah return on assets (ROA) disebut sebagai variabel X1,
return on equity (ROE) disebut sebagai variabel X2, dan Leverage
disebut sebagai variabel X3, dimana ketiga variabel independen ini
Pengungkapan Corporate Social Responsibility
(CSR) (Y)
Return On Assets
(X1)
Return On Equity
(X2)
Leverage
akan dilihat pengaruhnya secara partial maupun secara bersama-sama
terhadap variabel dependennya. Pengaruh ketiga variabel independen
ini secara bersama-sama terhadap variabel dependen disebut sebagai
H4.
Kerangka konseptual ini juga menjelaskan bahwa dalam penelitian
ini hanya akan melihat pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen saja, dan tidak sebaliknya. Dari kerangka
konseptual ini akan menimbulkan empat hipotesa yang akan
dijelaskan dalam hipotesis penelitian di bawah ini.
2.3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan
hipotesis sebagai berikut:
H1: Return On Assets (ROA) (X1) berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,
H2: Return On Equity (ROE) (X2) berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,
H3: Leverage (X3) berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,
H4: Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),
terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial