• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility - Pengaruh ROA, ROE, Dan Leverage Terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Social Resp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility - Pengaruh ROA, ROE, Dan Leverage Terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Social Resp"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility

Tanggung jawab sosial memiliki arti bahwa perusahaan

harus bertanggung jawab atas tindakan yang mempengaruhi

masyarakat, lingkungan, dan komunitasnya. Corporate Social

Responsibility (CSR) sudah menjadi suatu hal yang sangat

diperlukan dari perusahaan, terutama bagi perusahaan yang sudah

go public, yang memiliki tanggung jawab besar terhadap

masyarakat dan lingkungannya. Kalangan dunia usaha juga

menyadari bahwa dengan melaksanakan Corporate Social

Responsibility (CSR) ini amat penting bagi keberlangsungan usaha

suatu perusahaan. Gurvy Kavei mangatakan, bahwa praktik

tanggung jawab sosial perusahaan dipercaya menjadi landasan

fundamental bagi pembangunan berkelanjutan, bukan hanya bagi

perusahaan, tetapi juga bagi pihak lain yang berkepentingan

terhadap entitas dalam arti keseluruhan.

Banyak pakar yang telah mengemukakan definisi dari

Corporate Social Responsibility ini. Menurut, Kotler dan Lee

(2)

Corporate social responsibility is a commitment to improve

community well-being through discretionary business practice and

contributions of corporate resources”. Menurut definisi tersebut,

elemen kunci dari CSR adalah kata discretionary. Terdapat

pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi terhadap

tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan

dan market share, menguatkan posisi merk, menurunkan biaya

operasional, dan lain sebagainya.

ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility

mendefinisikan CSR adalah :

tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang berlaku yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh.

Sebuah organisasi dunia World Bisnis Council for

Sustainable Development (WBCSD) yang dikutip oleh Wibisono

(2007:7), mendefenisikan CSR adalah, “komitmen bisnis untuk

berkontribusi dalam ekonomi pembangunan berkelanjutan, bekerja

dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut,

berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan komunitas

secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas

(3)

Bapepam LK (Lembaga Pengawas Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan) No. KEP 134/BL/2006 menyatakan :

Laporan tahunan wajib memuat uraian singkat mengenai penerapan tata kelola perusahaan yang telah dilaksanakan oleh perusahaan dalam periode laporan keuangan tahunan terakhir. Uraian dimaksud sekurang-kurangnya memuat hal : (dalam poin ke 18) uraian mengenai aktivitas social dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan

Pengertian tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia

sendiri telah diangkat dalam peraturan normative, yakni dalam

UUPT. Sebagaimana disebutkan dalam UUPT Pasal 74, tanggung

jawab sosial memiliki definisi sebagai berikut “komitmen

perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi

berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan

lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,

komunitas setempat maupun masyarakat pada umunya”.

Dalam penelitian kali ini konsep Corporate Social

Responsibility akan diukur dengan menggunakan lima pilar

aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales

International Bussiness Forum, yaitu :

1. Building Human Capital.

Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang

andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan

pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community

(4)

2. Strengthening Economies.

Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara

komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan

ekonomi sekitar,

3. Assessing Social Chesion.

Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan

masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik,

4. Encouraging Good Governence.

Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata

kelola bisnis dengan baik,

5. Protecting The Environment.

Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.1.2Komponen Utama Program CSR

Menurut Fastabiqul (2008:19) untuk dapat menentukan ruang

lingkup dari tanggung jawab sosial, mengidentifikasi isu-isu yang

relevan dan menentukan prioritasnya terhadap tanggung jawab

sosial, suatu perusahaan harus dapat mengerti elemen dasar yang

terdapat dalam tanggung jawab sosial. Di dalam ISO 26000 seperti

yang telah dikemukakan oleh Anggara (2010) dijelaskan tujuh

elemen dasar dari praktik tanggung jawab sosial perusahaan yang

dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu : “tata kelola perusahaan, hak

(5)

yang adil, konsumen, keterlibatan dan pengembangan dalam

masyarakat”.

Penjelasan dari setiap komponennya adalah sebagai berikut :

a. Tata kelola perusahaan.

Perusahaan harus menjadi tonggak dari pelaksanaan tanggung

jawab sosial perusahaan, meningkatkan pelaksanaan serta

menerapkan perilaku yang bertanggung jawab sosial.

b. Hak asasi manusia

Dalam hal ini, perusahaan harus bias menjamin hak asasi manusia

dalam ruang lingkup perusahaan termasuk karyawan. Memastikan

kesetaraan di mata hukum, kebebasan berpendapat, hak untuk

bekerja dan kesehatan atau pendidikan sosial dan jaminan sosial.

c. Ketenagakerjaan

Tanpa adanya karyawan, dapat dipastikan bahwa aktivitas operasi

perusahaan tidak dapat dijalankan. Oleh karena itu, perusahaan

juga harus memperhatikan masalah ketenagakerjaan.

Memperhatikan kesejahteraan karyawan merupakan hal yang

mutlak menjadi tolak ukur bagaimana perusahaan menghargai

karyawannya. Dapat dinilai dari bagaimana pelaksanaan kondisi

kerja, pengembangan sumber daya manusia, pelatihan dan rotasi

karyawan.

(6)

Perlindungan lingkungan dilakukan perusahaan sebagai wujud

kontrol sosial yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan.

Lingkungan tempat usaha harus dijaga keadaannya jangan sampai

terjadi kerusakan. Sehingga eksistensi penggunaan listrik dan

membuang sampah pada tempatnya merupakan contoh kecil yang

dapat kita lakukan dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

e. Praktik operasional yang adil

Elemen ini mencakup bagaimana perusahaan menjalankan

aktivitasnya secara seimbang, tidak hanya mementingkan

keuntungan semata, tapi juga mempertimbangkan lingkungan,

sosial, tenaga kerja dan pihak yang berkepentingan lainnya

terhadap entitas.

f. Konsumen

Perusahaan juga harus menyediakan informasi yang akurat tentang

produk, berorientasi terhadap kepuasan pelanggan, berempati

terhadap keluhan, dan meyediakan pelayanan pelanggan yang

mudah diakses akan menjadi nilai tambah bagi perusahaan.

g. Keterlibatan dan pengembangan masyarakat

Implementasi dari tanggung jawab sosial adalah dengan berperan

dalam pengembangan masyarakat, mambantu dalam meningkatkan

kesejahteraan, melakukan dan melibatkan masyarakat dalam

(7)

2.1.2 Tahapan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Terdapat beberapa tahapan-tahapan yang harus dilakukan ketika

perusahaan akan melakukan program tanggung jawab sosial perusahaan,

menurut Wibisono (2008), ada empat tahapan pelaksanaan tanggung jawab

sosial perusahaan, yaitu :

a. Tahap Perencanaan

Perencanaan terdapat tiga langkah utama, yaitu awareness

building, assessment, dan manual building. Awareness building

merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai

pentingya tanggung jawab sosial perusahaan dan komitmen

manajemen. Assessment merupakan upaya penilaian untuk

pelaksanaan dan mengidentifikasi aspek yang menjadi prioritas

penerapan tanggung jawab sosial. Manual building adalah

penyusunan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan.

Penyusunan implementasi ini dibutuhkan agar pada saat

pelaksanaan tanggung jawab sosial tidak lari dari konsep yang

telah ditetapkan.

b. Tahap Implementasi

Tahapan ini dimulai dari pengorganisasian sumber yang

dibutuhkan, penempatan orang sesuai kualifikasinya, pengarahan

terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan,

pengawasan terhadap pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan sesuai

(8)

c. Tahap evaluasi

Tahap ini diperlukan untuk menilai apakah pelaksanaan tanggung

jawab telah benar dan sesuai dengan yang direncanakan serta telah

mencapai target yang ditetapkan. Mengingat karena biaya anggaran

telah digunakan dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial

perusahaan tidaklah kecil. Sehingga pada akhirnya kegiatan

tanggung jawab sosial dapat kembali dilakukan secara

berkesinambungan dan membawa hasil yang positif.

d. Pelaporan

Pelaporan dilakukan untuk melaporkan bahwa tanggung jawab

sosial perusahan telah dilakukan dengan penjabaran kegiatan yang

dilakukan. Pelaporan tanggung jawab sosial dapat dimuat di

laporan tahunan perusahaan atau dibuat dalam laporan sosal

terpisah. Sehingga kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan

dapat di akses oleh pihak lain yang berkepentingan terhadap

entitas.

2.1.3 Ukuran Keberhasilan Program CSR

Menurut Wibisono (2007:145), untuk melihat sejauh mana

efektivitas program CSR, diperlukan parameter atau indikator untuk

mengukurnya. Setidaknya, ada dua indikator keberhasilan yang dapat

digunakan, yaitu:

(9)

1. Ukuran Primer

a) Minimize, yaitu meminimalkan perselisihan,

konflik, atau potensi konflik antara perusahaan

dengan masyarakat dengan harapan terwujudnya

hubungan yang harmonis dan kondusif,

b) Asset, yaitu aset perusahaan yang terdiri dari

pemilik, pemimpin perusahaan, karyawan, pabrik,

dan fasilitas pendukungnya terjaga dan terpelihara

dengan aman,

c) Operational, yaitu seluruh kegiatan perusahaan

berjalan aman dan lancar.

2. Ukuran Sekunder

a) Tingkat penyaluran dan kolektibilitas (umumnya

untuk PKBL BUMN),

b) Tingkat complience pada aturan yang berlaku.

B. Indikator Eksternal

1. Indikator Ekonomi

a) Tingkat pertambahan kualitas sarana dan prasarana

umum,

b) Tingkat peningkatan kemandirian masyarakat secara

ekonomis,

c) Tingkat peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat

(10)

2. Indikator Sosial

a) Frekuensi terjadinya gejolak atau konflik sosial,

b) Tingkat kualitas hubungan sosial antara perusahaan

dengan masyarakat,

c) Tingkat kepuasan masyarakat.

2.1.4 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Perusahaan

Agar para pihak yang berkepentingan mengetahui bahwa

perusahaan telak menjalankan program CSR (Corporate Social

Responsibility), perusahaan harus melakukan pengungkapan atas praktik

tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri. Pengungkapan sosial adalah

pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan yang berhubungan

dengan lingkungan sosial perusahaan yang merupakan suatu tuntutan yang

semakin dirasakan relevansinya dalam operasi bisnis modern. Sehingga

pada akhirnya menghadirkan konsep akuntansi yang dikenal sebagai

Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial (Anggraini, 2006).

Menurut Martin Freedman, dalam Henny dan Murtanto (2001)

dalam Kusumadilaga (2010), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja

sosial, yaitu :

1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)

Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial

dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari

(11)

dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan

yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba

mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh

aktivitas-aktivitas tersebut,

2. Laporan Sosial (Social Report)

Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial

telah diajukan oleh para akademis dan praktisioner.

Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan

aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya.

Hal ini dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi empat

kelompok sebagai berikut (Henry dan Murtanto, 2001 dalam

Kusumadilaga, 2010) :

a. Inventory Approach

Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar

yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini

harus memuat semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat

positif maupun negatif,

b. Cost Approach

Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan

mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas

tersebut,

(12)

Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas

pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut

serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan itu,

d. Cost Benefit Approach

Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial

serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam

penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur

biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap

masyarakat.

Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media

antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan sementara,

prospektus,pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa.

Pertimbangan aspek sosial ke dalam akuntansi telah dilakukan

Trueblood Committee. Trueblood Committee menyatakan : “An objective

of financial statements is to report on those activities of the enterprise

affecting society which can be determined and described or measured and

which are important to the role of the enterprise in its social enviroment”.

Menurut Fahriqi (2010), pernyataan Trueblood committee tersebut

menunjukkan bahwa tujuan sosial perusahaan tidak kalah penting daripada

tujuan ekonomi.

(13)

Murtanto (2006) menyatakan bahwa pengungkapan kinerja

perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure)

oleh perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan mengungkapkan

kinerja sosial secara sukarela antara lain:

a. Internal Decision Making

Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas

informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan.

Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisis

secara sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.

b. Product Differentiation

Manajer perusahaan memiliki insentif untuk membedakan diri dari

pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada

masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan

biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan

keuangan, sehingga perusahaan yang tidak peduli sosial akan

terlihat lebih sukses daripada perusahaan yang peduli. Hal ini

mendorong perusahaan yang peduli sosial untuk mengungkapkan

informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka

dari perusahaan lain.

c. Enlightened Self Interest

Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan

sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat

(14)

Menurut Ieryani (2007) dalam Fastabiqul (2008) menyebutkan

manfaat tanggung jawab sosial perusahaan adalah :

mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image

perusahaan, layak mendapatkan lisensi sosial untuk beroperasi, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya, membentangkan akses menuju pasar, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan pihak yang berkepentingan terhadap entitas, memperbaiki hubungan dengan pemerintah, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, peluang mendapatkan penghargaan.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Untuk mengukur peneliti menggunakan rasio leverage dan 2 (dua)

rasio profitabilitas, yaitu Return On Assets (ROA) dan Return On Equity

(ROE).

2.1.6.1 Return On Assets (ROA)

Tujuan dari menganalisis laporan keuangan suatu

perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat

profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat

kesehatan perusahaan tersebut. Untuk mengetahui tingkat

profitabilitas (keuntungan) sebuah perusahaan dapat menggunakan

rasio Return On Asset (ROA). Rasio ini merupakan rasio yang

terpenting diantara rasio rentabilitas yang ada.

Return on Asset (ROA) merupakan pengukuran kemampuan

(15)

dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam

perusahaan. Untuk lebih jelasnya mengenai hal tersebut, berikut ini

penjelasan mengenai Return On Asset (ROA) yang dikemukakan

oleh Mamduh M. Hanafi, MBA dan Abdul Halim, MBA., Akt.,

(2003 : 84) mengemukakan bahwa “Return On Total Asset (ROA)

adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan

laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu”.

Di samping itu, menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti

(2002 : 74) sebagai berikut yaitu “Return on Asset (ROA) adalah

rasio yang mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa

diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan”.

Sedangkan menurut Lukman Syamsudin (2002 : 63)

mengatakan bahwa “Return on Asset (ROA) adalah merupakan

pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam

menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang

tersedia di dalam perusahaan”.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa rasio

profitabilitas dengan menggunakan pengukuran Return on Asset

(ROA) merupakan alat untuk mengetahui sejauh mana perusahaan

dalam menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh aktiva

yang dimiliki oleh perusahaan. Jadi, semakin tinggi ratio ini,

(16)

Menurut Venanda (2012), hasil pengembalian terhadap total

aset atau Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang

menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan

dalam perusahaan. ROA juga merupakan suatu ukuran tentang

efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Di samping

itu, rasio ini juga menunjukkan produktivitas dari seluruh dana

perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin

kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula

sebaliknya. Artinya, rasio ini digunakan untuk mengukur

efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan.

ROA sudah merupakan teknik analisa yang lazim

digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas

dari keseluruhan operasi perusahaan. ROA adalah salah satu bentuk

dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur

kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan

dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk

menghasilkan keuntungan.

Menurut Nenisupriyanti (2008), besarnya nilai untuk ”laba

sebelum pajak” dapat dilihat pada perhitungan laba rugi yang

disusun oleh bank yang bersangkutan, sedangkan “Total assets”

dapat dilihat pada neraca. Nilai Return on Assets (ROA) tersebut

dapat dijadikan kiteria dalam penetapan peringkat komponen

(17)

Peringkat I : Perolehan laba sangat tinggi

Peringkat II : Perolehan laba tinggi

Peringkat III : Perolehan laba cukup tinggi, atau rasio ROA

berkisar antara 0,5% sampai dengan 1,25%

Peringkat IV : Perolehan Laba Bank rendah atau cenderung

mengalami kerugian (ROA mengarah negatif)

Peringkat V : Bank mengalami kerugian yang besar (ROA

negatif)

2.1.6.2 Return On Equity (ROE)

Return On Equity, yang disebut juga dengan hasil

pengembalian ekuitas atau rentabilitas modal sendiri, merupakan

rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal

sendiri. Rasio ini lebih dari sekedar pengukuran atas profitabilitas,

rasio ini merupakan pengukuran atas efisiensi. ROE menunjukkan

efisiensi penggunaan modal sendiri untuk menghasilkan laba.

Apabila ROE naik, maka hal ini menunjukkan bahwa sebuah

perusahaan meningkatkan kemampuan untuk menghasilkan

keuntungan tanpa memerlukan lebih banyak modal. Jadi, semakin

tinggi rasio ini, semakin baik. Yang berarti, posisi pemilik

perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Apabila ratio

(18)

lemah. Karena itu, perbandingan ROE adalah yang paling umum

digunakan antara perusahaan dalam industri yang sama.

Return on Equity atau yang disebut juga dengan return on

net worth adalah ukuran yang paling penting untuk menemukan

perusahaan yang dikelola dengan baik. Return on Equity digunakan

untuk menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengelola

modal yang tersedia untuk memperoleh net income yang akan

diukur melalui tingkat keuntungan yang diperoleh para investor

atas penanaman modal yang dilakukan perusahaan. ROE

menghitung berapa banyak rupiah keuntungan perusahaan yang

dihasilkan dengan setiap rupiah ekuitas pemegang saham.

Ekuitas pemegang saham didefinisikan sebagai total aktiva

dikurangi total kewajiban. Jika nilai ekuitas pemegang saham

turun, ROE akan naik. Dengan demikian, pembelian kembali

saham-saham secara artifisial dapat meningkatkan ROE. Demikian

pula dengan tingkat hutang, tingkat hutang yang tinggi secara

artifisial dapat meningkatkan ROE. Jadi, semakin banyak hutang

yang dimiliki perusahaan, semakin sedikit ekuitas (persentase dari

total asset) yang dimiliki, dan semakin tinggi pula ROE.

2.1.6.3 Leverage

Leverage berasal dari penggunaan hutang untuk aset

(19)

harta yang mengukur persentase total dana berasal dari kreditur

(Lukas Setia,1999:416). Menurut Darsono (2005:54), rasio ini

menekankan pentingnya pendanaan hutang jangka panjang dengan

jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung

oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi mengenai

struktur modal yang dimiliki perusahaan tentang tingkat risiko tak

tertagihnya hutang sehingga dapat dilihat kemampuan perusahaan

dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian

tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor.

Leverage yang terlalu tinggi bisa berdampak buruk

terhadap perusahaan. Akan tetapi, tidak ada aturan yang

menyebutkan seberapa banyak leverage adalah yang terlalu

banyak. Tidak peduli apapun penggunaannya, leverage bisa

menjadi alat yang ampuh apabila digunakan secara bertanggung

jawab. Investor dan perusahaan menggunakan leverage untuk

memperluas, melindungi dan berspekulasi tetapi penggunaan

leverage yang terlalu agresif dapat dengan mudah membawa

mereka pada kebangkrutan. Jadi, semakin tinggi leverage,

kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran

terhadap kontrak hutang. Hal ini akan membuat manajer berusaha

untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di

masa depan, supaya laba yang dilaporkan lebih tinggi maka

(20)

kemungkinan bahwa salah satunya ialah biaya tanggung jawab

sosial.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio ini

digunakan untuk mengukur total kewajiban atau hutang terhadap

aset. Jadi, semakin banyak dana yang berasal dari kreditor daripada

dana yang berasal dari pemegang saham, maka semakin tinggi pula

leverage. Akan tetapi, keadaan perusahaan akan lebih baik jika

leverage semakin rendah. Sehingga, nilai rasio yang tinggi

menunjukkan peningkatan dari resiko pada kreditor berupa

ketidakmampuan perusahaan membayar semua kewajibannya.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada

tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Peneliti Variabel Hasil Penelitian

1. Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi

Pengungkapan Sosial (Social

Disclosure) dalam Laporan

Keuangan Tahunan

CSR Disclosure,

(21)

perusahaan,

negatif terhadap

CSR disclosure

2. Analisis Pengaruh Ukuran

Perusahaan, Profitabilitas dan

Leverage terhadap

Pengungkapan Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan pada

Perusahaan Perbankan yang

Terdaftar di Bursa Efek

(22)

3. Pengaruh Tingkat

Profitabilitas Perusahaan

terhadap Tingkat

Pengungkapan Corporate

Social Responsibility pada

Perusahaan yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia

Venanda P.

Brahmana

(2012)

ROA, ROE,

EPS.

Hanya ROE yang

berpengaruh secara

positif terhadap

pengungkapan

CSR, sementara

ROA dan EPS

tidak berpengaruh

terhadap

pengungkapan

CSR.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.1 Kerangka Konseptual

Berdasarkan tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka

(23)

H4

Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka Konseptual ini menjelaskan bahwa terdapat dua variabel

dalam penelitian ini, yaitu variabel dependen dan variabel independen.

Variabel dependen (variabel terikat) atau disebut sebagai variabel

Y ialah pengungkapan corporate social responsibility perusahaan

(CSR), dan variabel independen (variabel bebas) atau disebut sebagai

variabel X ialah return on assets (ROA) disebut sebagai variabel X1,

return on equity (ROE) disebut sebagai variabel X2, dan Leverage

disebut sebagai variabel X3, dimana ketiga variabel independen ini

Pengungkapan Corporate Social Responsibility

(CSR) (Y)

Return On Assets

(X1)

Return On Equity

(X2)

Leverage

(24)

akan dilihat pengaruhnya secara partial maupun secara bersama-sama

terhadap variabel dependennya. Pengaruh ketiga variabel independen

ini secara bersama-sama terhadap variabel dependen disebut sebagai

H4.

Kerangka konseptual ini juga menjelaskan bahwa dalam penelitian

ini hanya akan melihat pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen saja, dan tidak sebaliknya. Dari kerangka

konseptual ini akan menimbulkan empat hipotesa yang akan

dijelaskan dalam hipotesis penelitian di bawah ini.

2.3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan

hipotesis sebagai berikut:

H1: Return On Assets (ROA) (X1) berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,

H2: Return On Equity (ROE) (X2) berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,

H3: Leverage (X3) berpengaruh terhadap tingkat

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,

H4: Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),

(25)

terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan

Komoditas yang mempunyai produksi terbesar adalah padi sawah yaitu dengan rata-rata produksi mencapai 1.079.780,05 ton/tahun atau 95,23% dari seluruh produksi komoditas

Perancangan alat pengendap debu meliputi pembuatan pembangkit tegangan tinggi searah (DC) menggunakan metoda penyearah pengali tegangan atau Walton- Cockroft

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi Struktur, Nilai, dan Fungsi Syair “Sintung” Di Desa Tambaagung Barat Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep,

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa kualitas hidup sekolah pada siswa yang mengalami status gizi lebih dan status gizi normal memiliki persentase yang

Konsumen dapat mencoba produk olahan kami dikarenakan produk olahan kami memiliki keunggulan berupa bahan baku pembuatan makanan “ Cookies” dari bahan terong yang memiliki

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya tugas akhir yang berjudul “Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Vinyl Chloride Monomer Kapasitas 100.000 Ton/Tahun”

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pembentukan Perangkat