• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Buku Teroris Me Aktor and Isu Glo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Review Buku Teroris Me Aktor and Isu Glo"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI Penulis : Dr. Agus Subagyo, S.IP., M.Si.

Tebal Buku : 116 halaman

Penerbit : Alfabeta

Terbit : April 2015

Ukuran buku : 14,5 x 20,5 cm

Cetakan : Cetakan I, tahun 2015

ISBN : 978-602-289-127-7

Jumlah Halaman : x + 106 halaman

Jumlah Bab : 6 Bab

(2)

PENDAHULUAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, resensi itu sendiri diartikan sebagai pertimbangan atau pembicaraan tentang buku dan sebagainya. Secara garis besar resensi diartikan sebagai kegiatan untuk mengulas atau menilai sebuah hasil karya baik itu berupa buku, novel, maupun film dengan cara memaparkan data-data, sinopsis, dan kritikan terhadap karya tersebut. Resensi bermanfaat agar kita mengetahui tentang banyak hal, selain itu juga bermanfaat agar dapat melatih kita untuk membaca dan menilai suatu karya dari orang lain. Selain manfaat membaca yang menambah wawasan, membaca juga dapat membuka pemikiran kita terhadap permasalahan agar permasalahan yang kita hadapi dapat dipecahkan dengan pemikiran yang luas dan tidak terbatas.

Manfaat merensensi buku Teroris(Me): Aktor & Isu Global Abad XXI selain kita mengetahui ada aktor apa saja di dalam Ilmu Hubungan Internasional, kita juga dapat mengetahui bahwa pada abad ini yaitu abad XXI ada banyak isu yang tidak dapat dipungkiri, yaitu adalah adanya aktor baru di dalam Ilmu Hubungan Internasional yaitu Teroris, karena disadari atau tidak dan baik secara langsung ataupun tidak Teroris sangat mempengaruhi perkembangan Ilmu Hubungan Internasional.

(3)

ISI / SUBSTANSI BUKU

Hubungan Internasional dan Terorisme, dimana Terorisme mual mencuat setelah peristiwa Selasa, 11 September 2001, yang menewaskan sekitar 6.000 orang warga sipil yang dikenal dengan tragedi WTC dan Pentagon. Dampaknya pun tidak hanya terjadi di AS sebagai negara korban, tetapi telah menjadi terror bagi seluruh dunia. Tak lama setelah peristiwa itu terjadi George W. Bush mengumumkan kepada dunia bahwa AS diserang oleh teroris yang biadab dan menuduh Osama bin Laden dan jaringan Al Qaeda sebagai dalang dari tragedi itu. Rezim Taliban di Afghanistan yang melidungi Osama bin Laden dan kelompok Al Qaeda dihancurkan oleh pasukan koalisi pimpinan AS, walaupun pada saat itu tidak berhasil menangkap Osama bin Laden.

Tampilan politik luar negeri AS memang cenderung agresif dan ofensif dalam mengkampanyekan perburuan menghancurkan sel-sel Al Qaeda dan jaringan terorisme global di seantero dunia. Tetapi, amat disayangkan perilaku Amerika yang mulai tidak mengindahkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kedaulatan negara yang seharusnya dijunjung tinggi dalam arena internasional. AS melakukan intervensi dan embargo ekonomi bagi negara yang dipandang mendukung terorisme global.

Dalam literature Ilmu Politik, hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. HAM sendiri mulai lahir setelah adanya Magna Charta 1215, Glorius Revolution 1688, Deklarasi Kemerdekaan AS, pemikiran Trias Politika, dan Kontrak Sosial.

(4)

International Covenant on Social, Economic, and Cultural Rights. Tonggak HAM yang lain juga ada perjanjian Helsinki (Final Act of Helsinki) 1975.

Dalam konteks hubungan internasional implementasi HAM memiliki perdebatan yang dapat dirangkum dalam dua pandangan berikut: Pertama, Autonomy of States, bersumber dari pemikiran Thomas Hobbes, menekankan pada pengakuan atas prinsip kedaulatan negara dalam hubungan internasional. Masalah yang muncul pada negara tertentu, termasuk masalah HAM, dilihat sebagai masalah domestik. Prinsip tidak campur tangan (non-intervention) urusan dalam negara lain.

Kedua, cospolitan perspective. Bertumpu pada pengakuan HAM pada tingkat individu secara universal. Masalah hak asasi pada hakekatnya melampaui batas-batas nasional negara bangsa. Langkah intervensi politik dan ekonomi diperlukan untuk menciptakan keadilan dunia, termasuk di dalamnya HAM.

Terdapat empat perubahan mendasar yang menentukan wujud tatanan politik dunia yaitu:

Pertama, kecenderungan kea rah perubahan dalam konstelasi politik gloal dari suatu kerangka bipolar mengarah ke kerangka multipolar. Kedua, menguatnya gejala saling ketergantungan (interdependensi) antar negara dan saling keterkaitan (interlink age) antar masalah global diberbagai bidang.

Ketiga, meningkatnya peranan-peranan aktor non-pemerintah dalam tata hubungan antar negara. Keempat, munculnya isu baru dalam agenda internasional, seperti masalah HAM, intervensi humaniter, demokrasi, good governance, civil society, lingkungan hidup dan pemberantasan korupsi.

(5)

Agar perang melawan terorisme global ini tidak mematikan prinsip-prinsip HAM, diperlukan suatu kerangka konseptual. PBB seharusnya merumuskan “Global Antiterrorism Governance” yakni suatu sistem pengelolaan dan penanganan masalah terorisme secara global-universal.

Indonesia sendiri mendukung Resolusi DK PBB No. 1373 untuk memberantas terorisme global dengan cara-cara yang manusiawi dan berpegang teguh pada prinsip HAM. Upaya Indonesia memerangi terorisme global terdiri dari tiga lapis terekam dalam laporan yang disampaikan kepada komite kontra terorisme (Center Terrorism Committee/CTC) DK PBB berikut ini:

Pertama, dalam skala internasional, Indonesia berupaya memperluas kerjasama dengan ASEAN, Gerakan Non Blok(GNB), Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan negara-negara Pasifik. Kedua, dalam skala regional, Indonesia juga terlibat secara intensif melawan terorisme bersama Filipina, Singapura, dan Malaysia. Bahkan, Indonesia juga menandatangani sebuah Momerandum of Understanding untuk memberantas terorisme bersama Australia. Ketiga, dalam skala nasional, Indonesia secara intensif menggodog RUU antiterorisme, RUU money laundering, dan memperbaiki sistem keimigrasian.

Setelah terjadi peristiwa WTC dan Pentagon. Serangan udara AS ke Afghanistan yang dimulai sejak 7 Oktober lalu, mengalihkan perhatian dunia internasional dari AS ke Afghanistan. Banyak negara yang mendukung upaya AS dalam memerangi terorisme. Namun, banyak negara yang tidak setuju dengan cara yang dilakukan AS menghancurkan terorisme dengan menyerang Afghanistan sebagai sebuah negara yang berdaulat.

(6)

Hans J. Morgenthau (1978), seorang pelopor realisme dan politik internasional, mengatakan bahwa salah satu asumsi realisme politik adalah kemampuannya mempengaruhi negara lain melalui penggunaan kekuasaan, kekuatan, dan kekerasan tanpa mengindahkan nilai-nilai moral dan etika. Dan politik luar negeri AS selalu bernafaskan ideologi “realisme politik”, AS lebih mengedepankan diplomacy of violence.

Para pengambil keputusan AS seharusnya mengedepankan manajemen konflik yang proporsional dalam mengatasi rezim Taliban dan menangkap Osama bin Laden. Namun, semua juga tidak tahu apa maksud lain AS menyerang Afghanistan. Presiden AS, George W. Bush mengatakan bahwa serangan dan pemboman yang dilakukan oleh Pasukan militer AS dan dibantu dengan Inggris mempunyai tiga tujuan utama. Pertama, untuk menangkap Osama bin Laden sebagai otak dari tragedi 11 September. Kedua, untuk menghancurkan jaringan Al Qaeda beserta jaringan terorismenya diseluruh dunia. Ketiga, untuk menggulingkan rezim Taliban yang dia anggap melindungi Osama bin Laden.

Namun, beberapa kalangan mensinyalir bahwa selain ketiga tujuan di atas, AS mempunyai motivasi lain menyerang Afghanistan yakni motivasi geografis dan ekonomis. Konflik AS–Afghanistan dipandang dari perspektif hubungan internasional melibatkan nation state, alangkah baiknya PBB mengambil peran strategis untuk menyelesaikan dan menghentikan serangan AS atas Afghanistan melalui mekanisme mediasi multilateral.

Resolusi DK PBB No. 1373 mewajibkan negara-negara anggota PBB untuk mencari, menghukum, atau mengekstradisi teroris merupakan resolusi yang dapat dijadikan batu pijakan untuk menghadapi terorisme global.

(7)

Realisme politik yang selama ini ada pada politik luar negeri AS mendapatkan penantangnya yaitu Terorisme Global. Sebagai polisi dunia, AS ingin menunjukkan bahwa dirinya memang benar-benar penjaga perdamaian dunia dengan menggalang koalisi internasional memerangi terorisme global.

Organisasi terorisme saat ini dalam khazanah Ilmu Hubungan Internasional adalah satu aktor atau pemain dalam percaturan politik internasional, karena sifatnya yang melintas batas antar negara. Sebagai aktor global, organisasi terorisme baru diakui secara luas ketika mencapai klimaks pada tragedi WTC dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001. Setelah AS berhasil menaklukkan rezim Taliban di Afghanistan yang dianggap melindungi Osama bin Laden, AS memperluas penyerangan ke negara-negara Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Presiden George W. Bush membentuk pemerintahan bayangan di luar Gedung Putih dan memberlakukan sistem keamanan dan pertahanan nasional antiteroris, dan peningkatan anggaran guna membiayai kampanye antiterorisme global.

Al Qaeda, organisasi terorisme pimpinan Osama bin Laden, mempunyai sel-sel di banyak negara terutama daerah Timur Tengah dan Asia. Selain mempunyai jaringan di banyak negara, Al Qaeda juga membangun hubungan dengan kelompok-kelompok pergerakan pembebasan nasional (AS menyebutnya sebagai organisasi teroris). Dalam melakukan langkah-langkah operasionalisasi, Al Qaeda didukung oleh dana yang besar baik dana yang berasal dari individu-individu maupun organisasi-organisasi amal yang kebanyakan bersifat rahasia.

(8)

Awal abad ke-21, secara politik muncul gelombang demokrasi yang sarat akan nilai-nilai kebebasan dan persamaan. Secara ekonomi, timbul gejala globalisasi ekonomi pasar yang kental akan nuansa kapitalisme global dan perdagangan global, dan telah menempatkan negara-negara pada pola hubungan saling ketergantungan (inter-dependensi) dan saling keterkaitan (inter-linkage).

Akibat dari adanya isu terorisme ini akhirnya menyebabkan lahirnya teroris sebagai aktor internasional, kecenderungan dalam hubungan internasional bahwa aktor politik global tidak lagi terbatas pada pemerintah (nation state), melainkan meliputi unsur-unsur non pemerintah. Kampanye antiterorisme AS yang disertai tekanan-tekanan politik secara tidak langsung telah menciptakan ketidak-harmonisan kawasan. Konfigurasi politik kawasan telah mengalami kegoncangan yang membahayakan karena masing-masing negara dalam kawasan saling curiga dan menuduh satu sama lain meskipun tidak ada bukti yang akurat.

Setelah terjadi peristiwa 11 September 2001, opini publik yang berkembang di AS menunjukkan bahwa Osama bin Laden dan jaringan Al Qaeda yang melakukan perbuatan itu, didasari pada informasi dan penemuan-penemuan yang dikembangkan oleh pemerintah AS dan diperkuat berbagai kesaksian. Namun, Osama membantah dan menurutnya teroris yang melakukan penyerangan itu dari kelompok orang-orang AS sendiri. Spekulasi yang muncul kemudian adalah teori konspirasi bahwa pelaku utama dari tragedy WTC dan Pentagon adalah Israel dan rakyat AS.

(9)

Meskipun pihak pemerintah AS telah membekukan aset aliran dana Osama yang ditaksir sekitar US$ 300 juta, tetapi ia tak pernah kekurangan dana untuk operasionalisasi kegiatannya. Karena Osama telah mengadopsi suatu sistem pengelolaan khusus untuk masalah keuangannya dan sumber keuangan lainnya adalah berupa sumbangan dari para donator yang bersimpati dengan perjuangannya.

Awal reformasi, radikalisme dan militansi yang merebak di Indonesia adalah radikalisme etnik yang ditandai dengan berbagai kekerasan kolektif dan kerusuhan sosial. Radikalisme etnik kemudian menjalar pada radikalisme kesukuan, golongan, dan agama. Namun, radikalisme etnik sekarang ini meredup dan digeser oleh radikalisme teroris. Namun, sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan keberagaman, yang perlu di pegang teguh adalah bahwa terorisme dan segala bentuknya jangan disangkutpautkan dengan agama. Kecenderungan radikalisme teroris terletak pada individu atau personel masing-masing.

Konsepsi multikulturalisme yang intinya menekankan pada pengakuan dan penghormatan terhadap kebhinekaan dan perbedaan yang selama ini dikembangkan dalam konteks kebangsaan Indonesia akan berhadapan secara tajam dengan isu-isu terorisme. Perspektif terorisme tidak mengedepankan pada kebersamaan dan pluralism, melainkan hanya menekankan pada uniformitas yang monolitik.

Bahayanya permasalahan terorisme di Indonesia, maka perlu diupayakan strategi untuk menangkalnya. Salah satu cara yang efektif untuk itu adalah langkah penguatan masyarakat sipil (civil society) yang ada dalam masyarakat Indonesia.

(10)

menciptakan kondisi yang kondusif bagi interaksi hak dan kewajiban antar individu dalam masyarakat.

Reaksi di Indonesia atas tragedi bom di Legian, Kuta, Bali pada tanggal 12 Oktober 2002. Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Anti Terorisme. Meskipun mendapat dukungan dari negara-negara di dunia, khususnya AS dan sekutunya. Perpu Antiterorisme dipandang secara bervariasi oleh publik domestik dimana terdapat pro dan kontra. Bagi publik yang mendukung pemberlakuan Perpu Antiterorisme, perangkat hukum berwujud Perpu ini sangat penting baik secara hukum maupun secara politik. Sedangkan, bagi publik yang menolak Perpu Antiterorisme berargumentasi bahwa proses lahirnya Perpu Antiterorisme sarat dengan muatan kepentingan negara asing, yakni AS.

Berbeda dengan AS yang bersatu dalam memerangi terorisme global sejak peristiwa WTC dan Pentagon, Indonesia pasca bom Bali menunjukkan kenyataan yang sebaliknya. Teror bom Bali telah menciptakan benturan-benturan yang membahayakan antara pemerintah dengan kelompok-kelompok Islam, khususnya kelompok Islam garis keras dan radikal.

Langkah penangkapan terhadap tokoh-tokoh Islam oleh pemerintah disebabkan karena upaya dari tokoh-tokoh Islam tersebut untuk mengubah bentuk negara dari yang menurut mereka sekuler menjadi negara agama Islam, dimana dengan menjalankan syariat Islam secara konsisten. Namun, menurut pemerintah Indonesia sangat heterogen dan plural apabila di tinjau dari aspek etnik. Karenanya, Pancasila adalah konsep yang tepat untuk mewadahi hal tersebut.

(11)

complain. Ketiga, pembentukan Satgas Antiterorisme telah menciptakan kekhawatiran akan fungsinya yang dapat diselewengkan oleh penguasa sebagaimana Kopkamtib di masa rezim Soeharto.

Kampanye perang melawan terorisme global yang dikumandangkan oleh PBB dengan sponsor AS telah mempengaruhi stabilitas keamanan internasional (Noam Chomsky, 2002).

Al Qaeda adalah organisasi teroris internasional pimpinan Osama bin Laden yang berbasis di Afghanistan. Al Qaeda mendukung dan mendanai setiap gerakan radikal yang menentang hegemoni AS.

Jamaah Islamiyah atau Al Jamaah Islamiyah (JI), adalah organisasi keagamaan radikal yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir pada tahun 1993. Beroperasi di Malaysia, Singapura, Indonesia, Philipina dan Thailand. Di tahun 2001 JI di masukkan dalam daftar 10 organisasi teroris oleh PBB atas desakan dari AS. Keterikaitan Al Qaeda dan JI adalah dalam hal penyebaran ideologi, pelatihan, kemiliteran, dana operasi, senjata dan amunisi, personil, dan pelatih.

Perkembangan lingkungan strategis dengan ditandai adanya saling ketergantungan antar negara dimana setiap perubahan yang terjadi pada satu negara akan mempengaruhi negara lain. Salah satu dampak dari perkembangan lingkungan strategis tersebut adalah merebaknya aksi terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Kondisi inilah yang mendorong perlunya penyiapan satuan khusus anti teror TNI, yang terdiri dari Densus 81 (TNI AD), Den Jaka (TNI AL), dan Den Bravo (TNI AU).

(12)

Menguatnya radikalisme, fundamentalisme, dan militansi agama, khususnya agama Islam yang dipraktekkan secara keliru oleh sebagian kecil pemeluknya telah mendorong adanya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang penanganan terhadap aksi terorisme belum mewadahi secara eksplisit unsur satuan khusus anti teror TNI. UU terorisme tersebut masih sangat terbatas dan belum detail.

Kondisi ekonomi masyarakat Indonesia merupakan akar penyebab terjadinya aksi teror di Indonesia. Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang umumnya relatif rendah mendorong masyarakat Indonesia mudah untuk diprovokasi dan dipancing isu-isu yang dapat membahayakan stabilitas keamanan. Ditambah belum adanya pembagian tugas yang jelas antara TNI, Polri dan komponen bangsa lainnya terhadap penanganan aksi teror mendorong satuan khusus lebih menonjol dibanding satuan khusus yang lainnya.

Dalam UU TNI disebutkan bahwa TNI melakukan OMSP, yang salah satunya menumpas aksi terorisme, namun dalam kenyataanya TNI kurang difungsikan dalam penanganan aksi teror dan menyebabkan masyarakat kondisi ini sebagai superioritas Polri terhadap TNI di era reformasi. Pasal 7 UU TNI dinyatakan bahwa ada dua macam operasi TNI, yakni Operasi Militer Untuk Perang dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Berlandaskan UU No. 2 Tahun 2002 tentang POLRI, Kepolisian RI melalui Detasemen Khusus (Densus) 88 telah melakukan perburuan terhadap para teroris. Namun, kinerja Polri masih dikatakan belum optimal dan bahkan terkesan kedodoran dalam penanganan kasus terorisme. Mekanisme kinerja Polri yang bersifat represif tanpa ada upaya preventif terasa kurang optimal dimana upaya preventif dengan menciptakan sistem deteksi dini di masyarakat kurang diberdayakan.

(13)

Dalam penanganan terorisme, TNI menghadapi berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan sehingga dapat mendorong stabilitas nasional, antara lain:

Perang melawan terorisme yang dilakukan oleh AS dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk meyakinkan dunia internasional, bahwa penanganan aksi teror tidak hanya bisa dilakukan oleh satuan tertentu semata.

Citra positif masyarakat internasional terhadap kepemimpinan nasional yang dinilai sangat komit terhadap nilai-nilai demokrasi, HAM, dan good governance menjadi peluang bagi Indonesia untuk menggalang dukungan internasional dalam menyelesaikan aksi teror secara mandiri tanpa ada intervensi dari negara lain.

Bantuan dana, teknis dan manajerial yang mengalir dari lembaga internasional terhadap pemerintah Indonesia untuk menangani aksi teror secara lebih optimal sehingga sangat membantu pemerintah dalam menangani masalah terorisme.

Sedangkan kendala yang dihadapi oleh TNI dalam menghadapi aksi terorisme adalah:

Kurang tegas dan kurang beraninya kepemimpinan nasional dalam mengambil tindakan dan kebijakan untuk menangani aksi teror secara terarah, terpadu, dan terprogram.

Perilaku pejabat publik yang masih diwarnai dengan perilaku KKN, konflik antar elit politik, konflik antar partai politik, konflik dalam memperebutkan kekuasaan, dan tiadanya perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat telah mempercepat tumbuh dan berkembangnya aksi teror di Indonesia sehingga sulit untuk menanganinya secara tuntas sampai ke akar-akarnya.

Belum disahkannya UU Keamanan Nasional yang mengatur prosi kewenangan setiap institusi pertahanan dan keamanan dalam menangani aksi teror.

(14)

mendorong pelanggaran HAM, dan kondisi masyarakat yang masih tradisional pola pikir dan pola tindaknya sehingga menyulitkan bagi semua pihak untuk menangani aksi teror secara komprehensif.

Sejarah terorisme di Indonesia diawali dari adanya DI/TII Kartosuwiryo dengan tujuan utama yaitu untuk mengubah dasar negara Pancasila menjadi dasar agama Islam. Wilayah Indonesia dianggap cocok untuk dimanfaatkan sebagai alat bagi para teroris untuk melakukan indoktrinasi atas nama “agama” tertentu.

Operasi perburuan teroris yang dilakukan oleh Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88/AT) Polri diberbagai wilayah sebenarnya telah mempersempit ruang gerak para teroris. Sebagai kamtibmas, Polri mempunyai tugas dan wewenang untuk menanggulangi aksi terorisme sebagaimana tertuang dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri dan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penanganan Tindak Pidana Terorisme. Tim analisa Densus 88 AT harus memiliki kemampuan dalam membaca sms content, membuka CDR, membuka voice, dan melakukan tracing IMEI yang ada dalam setiap handphone.

Satuan Intelkam adalah unsur pelaksana utama Polres yang berada di bawah Kapolres, bertugas menyelenggarakan / membina fungsi intelijen bidang keamanan, termasuk persandian, dan pemberian pelayanan dalam bentuk surat izin / keterangan yang menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak, kegiatan sosial / politik masyarakat dan Surat Keterangan Rekaman Kejahatan (SKRK/ Criminal Record).

Visi satintelkan adalah terwujudnya postur Intelijen Keamanan yang professional, bermoral dan modern dalam memelihara Kamtibmas dan penegakan hukum, dengan melaksanakan early warning dan early detection terhadap ancaman dan gangguan keamanan guna mewujudkan kewaspadaan dan stabilitas keamanan.

(15)

masyarakat; (3) Mewujudkan Intelijen Keamanan sebagai pusat informasi keamanan yang akurat dan aktual serta bermanfaat dalam rangka mengamankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (4) Membangun kekuatan Intelijen Keamanan dengan infra strukturnya dalam satu sistem terintegrasi dan tergelar dari tingkat pusat sampai tingkat kewilayahan yang didukung oleh etika profesi Intelijen; (5) Membangun dan mengembangkan kerjasama dengan badan-badan Intelijen Instansi terkait dalam rangka mewujudkan pemeliharaan keamanan.

Tugas pokok Satintelkam adalah: (1) Sebagai Mata dan Telinga kesatuan Polri yang berkewajiban melaksanakan deteksi dini dan memberikan peringatan masalah dan perkembangan masalah dan perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat; (2) Mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan terhadap Kamtibmas; (3) Melaksanakan pengamatan terhadap sasaran-sasaran tertentu dalam masyarakat di bidang Ipoleksosbudhankam bagi kepentingan yang membahayakan masyarakat khususnya dalam kegiatan kontra Intelijen; (4) Menciptakan kondisi tertentu yang menguntungkan dalam masyarakat bagi pelaksanaan tugas Polri.

Fungsi satuan intelkam adalah pengamanan dan penggalangan untuk keperluan pelaksanaan tugas dan fungsi kepolisian, terutama penegakan hukum, pembinaan kamtibmas, serta keperluan tugas bantuan petahanan dan kekuatan sosial.

(16)

KEKUATAN & KELEMAHAN BUKU 1. Kekuatan Buku

Menurut saya, kekuatan buku ini sangat banyak, selain mengangkat tema yang memang sedang banyak diperbincangkan di publik, tema buku ini juga sangat bagus, karena saya sendiri tidak mengerti kenapa isu terorisme bisa menjadi salah satu isu internasional, bahkan saat ini teroris sudah menjadi aktor dalam ilmu hubungan internasional, hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya isu yang dibahas di dalam buku ini. Selain dari substansi, bahasa yang digunakan pun sangat komunikatif sehingga mudah diterima oleh masyarakat luas termasuk saya sebagai seorang mahasiswa.

Bahasa yang ringan di tambah paparan materi yang mudah diterima membuat saya dapat memahami apa yang ingin disampaikan oleh penulis.

2. Kelemahan Buku

(17)

KONTRIBUSI BUKU TERHADAP STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

Kontribusi yang dimiliki oleh buku ini banyak, diantaranya karena mengangkat isu global saat ini yaitu adalah terorisme. Terorisme yang merupakan salah satu aktor dalam ilmu hubungan internasional sangat berpengaruh besar dalam kehidupan global masyarakat ini, bisa dilihat dari peristiwa yang dialami oleh AS beberapa waktu lalu yang secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan banyak masyarakat. Secara tidak langsung terorisme menjadi suatu hal yang sangat tabu untuk dibahas dan menjadi suatu ancaman tersendiri bagi masyarakat. Pada abad XXI ini memang teroris sedang berada dipuncak kejayaan nya.

Namun, yang amat disayangkan adalah beberapa oknum yang meng-atasnamakan suatu agama di dalam setiap aksinya. Hal ini yang amat disayangkan karena secara tidak langsung akan menjelek-jelekan suatu agama. Di dalam ilmu hubungan internasional sendiri selain menjadi aktor, teroris juga memberikan pengaruh yang besar dalam keadaan politik suatu negara ataupun mempengaruhi politik internasional.

Buku ini pun berkontribusi dalam bagaimana suatu negara harus menghadapi isu terorisme ini. Kita tidak boleh terlalu ofensif dalam menghadapi isu ini. Setelah membaca buku ini kita bisa tahu bahwa apa yang dilakukan oleh AS dalam memerangi terorisme adalah salah karena tidak mengindahkan nilai-nilai hak asasi yang selama ini dijunjung oleh negara tersebut. Hal inilah yang harus disikapi baik oleh kita terlebih oleh negara kita, karena jangan sampai negara Indonesia ini yang idealnya menjunjung tinggi nilai hak asasi karena berasaskan pancasila justru malah melanggar nya sendiri terlebih kita telah memasuki masa reformasi.

(18)

masalah yang harus di waspadai oleh internasional khususnya organisasi PBB, tetapi aksi terorisme menjadi suatu ancaman serius akhir-akhir ini.

Menurut saya sendiri berdasarkan kesimpulan yang dapat saya ambil dari buku ini, aksi terorisme adalah suatu pukulan keras bagi internasional, karena menurut saya ini adalah suatu kegagalan dalam mempersatukan perbedaan dan menciptakan perdamaian dunia yang diimpikan oleh internasional termasuk PBB, karena buktinya masih saja banyak oknum-oknum yang bersifat radikal menjamur dan meneror ketentraman internasional, ini adalah suatu bukti kegagalan Amerika juga yang menganggap dirinya sebagai polisi dunia karena buktinya masih mengalami kecolongan dalam menciptakan kedamaian ditambah AS yang menganut politik realis dan cenderung melakukan tindakan positivistik dan mengedepankan diplomacy of violence justru memperburuk masalah terorisme ini. PBB dan negara-negara anggotanya harusnya bersatupadu dalam menghadapi terorisme ini, semua harus berkerjasama dalam menangkal paham-paham radikal dan jangan sampai isu ini menimbulkan kesenjangan dan rasa saling kecurigaaan antar negara. Yang ingin disampaikan oleh buku ini adalah negara-negara di dunia jangan sampai gegabah dalam menghadapi masalah ini. Jangan sampai menimbulkan masalah baru.

(19)

ataupun fasilitas yang dibutuhkan, jangan sampai negara satu tertinggal dari segi teknologi karena jika dibandingkan terkadang sistem teknologi teroris lebih canggih dari sistem teknologi Indonesia sendiri.

Isu yang patut diwaspadai saat ini adalah keberadaan ISIS, ini juga menimbulkan ketakutan internasional karena ini menjadi suatu ancaman juga, ISIS sendiri sudah membuktikan ancamanya dengan melakukan invasi dan membunuh beberapa warga negara lain dengan cara yang tergolong sadis. Hal inilah yang dicoba diangkat didalam buku untuk menjelaskan betapa menyeramkan dan sadisnya kelompok-kelompok radikal.

Selain dari dalam buku disebutkan terorisme mulai merebak disebabkan oleh peristiwa WTC dan Pentagon, isu terorisme juga mulai merebak akibat oleh tuduhan Presiden AS pada saat itu yaitu George W. Bush yang menciptakan doktrin Bush, yang mengakibatkan terorisme menjadi suatu ancaman karena akibat doktrin itulah AS melakukan invasi setelah menuduh Al Qaeda dan Osama bin Laden sebagai oknum yang melakukan aksi sadis tersebut. Hal ini dalam ilmu hubungan internasional dapat dipahami bahwa suatu negara yang dianggap super power dapat berkuasa dan dapat mempengaruhi kebijakan dan keputusan negara lainnya dan membuktikan bahwa Amerika adalah negara yang ditakuti dan diperhitungkan keberadaanya dikancah dunia.

Terorisme yang di dalam ilmu hubungan internasional merupakan aktor non-state sudah merubah isu-isu dalam hubungan internasional sendiri yang pada waktu itu sudah menjadi isu low politics menjadi kembali high politics yang ditandai dengan kembali dibicarakanya isu-isu keamanan seperti isu perang, keamanan, militer dan keamanan dalam negeri maupun luar negeri.

(20)

yang harus disikapi oleh dunia internasional bagaimana menyikapi isu high politics ini agar tidak salah perhitungan.

Buku ini juga berkontribusi dalam penegakan HAM yang sangat dijunjung tinggi dalam ilmu hubungan internasional, walaupun setiap negara memiliki pandangan yang berbeda terhadap HAM, tetapi pada intinya mereka tetap mementingkan hak asasi. Inilah yang bertentangan antara HAM dan teroris, dimana penanganan terhadap teroris pun akan menjadi perdebatan. Disisi lain kita harus menjunjung tinggi HAM tetapi, teroris sendiri tidak mengindahkan adanya HAM.

Paham radikalisme yang sudah seperti sebuah ideologi bagi penganutnya. Buku ini juga mengajarkan bahwa teroris ini benar-benar sangat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan berpolitik.

Indonesia sendiri sebagai salah satu negara anggota PBB harus mengambil andil dalam penanganan teroris, mau tidak mau selain menjadi isu global dan sebuah teror, terorisme secara tidak langsung sudah banyak berkembang di Indonesia. Disinilah peran ilmu hubungan internasional bagaimana cara untuk mengkaji dan menangani teror ini dengan baik sehingga seluruh negara memiliki cara yang sama dan terpaku kepada satu cara yang dianggap tepat tanpa mengabaikan nilai-nilai sosial dan agama. Terlebih jangan sampai ada salah satu agama yang merasa tersindir dan terasingkan keberadaanya.

Pemerataan pendidikan dan kesejahteraan kehidupan juga harus diperhatikan dalam dunia internasional, sebagai salah satu faktor pemicu adanya aksi terorisme, hal ini yang perlu diwaspadai oleh dunia internasional, karena paham radikalisme lumrahnya mudah di terima oleh siapapun jika kualitas hidup seseorang bisa dikatakan tidak layak.

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran mengenai kondisi transportasi khususnya berjalan kaki di kawasan Pendidikan Yogyakarta sebagaimana yang telah dijelaskan di atas menjadi dasar perlunya dilakukan

Pelatihan dapat meningkatkan performance kerja pada posisi jabatan yang sekarang. Kalau level of performance-nya naik/meningkat, maka berakibat peningkatan

Hasil studi ini mengkonfirmasi hasil studi Suprapti, dkk (2007) yang menyatakan bahwa kualitas jasa berpengaruh pada niat pemakaian ulang pelanggannya. Secara lebih

Perlunya dilakukannya suatu kajian menggali dan mengeksplorasi berbagai aspek formal/ karakter formal/ bentuk arsitektural pada bangunan fasilitas pendidikan di kota

Salah satu cara untuk  mendapat ketebalan yang tepat adalah dengan membuat garis – garis plesteran/patok pada dinding dengan arah vertikal dari atas ke bawah dengan jarak 1 -

Pendidikan yang baharu, khususya dalam Seksyen 17, masih mempertahankan kedudukan bahasa masih mempertahankan kedudukan bahasa melayu sebagai bahasa pengantar utama sistem

pertanyaan awal kepada siswa secara lisan yang diarahkan pada anak tema: Healthy Foods dengan gambar; Guru menyampaikan tujuan pembelajaran; Guru menyajikan

Telah dilakukan penelitian pada 25 pasien mengenai biodistribusi pada pemeriksaan renografi menggunakan teknik in-vivo dan in-vitro dalam kedokteran nuklir yang