BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Kepatuhan dan Pemeriksaan Pajak 2.1.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan adalah dengan
melunasi dan melaporkan SPT masa dan tahunannya tepat waktu. Kepatuhan
wajib pajak merupakan syarat agar penerimaan pajak negara meningkat. Dalam
Fika Agusti (2010) disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara tingkat
kepatuhan wajib pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Jadi, semakin
patuh wajib pajak badan melaporkan dan melunasi kewajiban perpajakannya
maka penerimaan pajak pada KPP akan meningkat. Ketidakpatuhan wajib pajak
dalam self assessment system dapat berkembang apabila tidak adanya ketegasan
dari instansi perpajakan. Hal ini dapat mencapai suatu tingkat di mana sistem
perpajakan akan menjadi lumpuh. Menjaga agar wajib pajak tetap berada dalam
koridor peraturan perpajakan, maka diantisipasi dengan melakukan upaya
intensifikasi pemeriksaan terhadap wajib pajak yang memenuhi kriteria untuk
diperiksa.
2.1.2 Pengertian Pemeriksaan
Defenisi pemeriksaan menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 adalah ”serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan”.
Pada dasarnya pemeriksaan adalah pemeriksaan atas buku-buku atau
catatan-catatan yang dibuat oleh Wajib Pajak mengenai kegiatan usahanya,
kemudian menguji kebenaran formal/material dari pembukuan tersebut, serta
meneliti apakah kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan telah
dilaksanakan dan apakah pelaksanaan kewajiban itu telah memenuhi
ketentuan-ketentuan yuridis fiskal sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Di lain pihak defenisi di atas memberikan suatu pandangan bahwa laporan
keuangan yang disusun dengan berpedoman kepada Standar Akuntansi dan telah
di audit oleh kantor akuntan publik, dengan melakukan prinsip-prinsip dasar dan
teknik/prosedur audit seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan
Publik
yang dinyatakan wajar tanpa syarat oleh akuntan publiknya. Jumlah laba bersih
yang dilaporkan masih memerlukan beberapa penyesuaian yuridis fiskal.
Menurut Fauzi (1999:15) ”Pemeriksaan akuntan (auditing) adalah
pemeriksaan secara objektif, independen dan sistematis yang dilakukan oleh
akuntan publik terhadap ikhtisar keuangan suatu perusahaan atau kesatuan
ekonomi dengan tujuan untuk menyatakan pendapat tentang apakah ikhtisar
keuangan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang diterima secara umum”
Berdasarkan defenisi diatas pemeriksaan akuntan harus dilaksanakan
secara:
1. Objektif, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan data
dan bukti secara apa adanya, dan tidak didasarkan pada kehendak atau
prasangka subjektif dari pihak pemeriksa.
2. Independen, artinya pemeriksaan harus memiliki keabsahan di dalam melaksanakan tugasnya, adil di dalam tindakannya serta tidak memihak
pada salah satu kepentingan. Tidak terpengaruh dengan konflik
kepentingan dan tekanan dari pihak lain.
3. Sistematis, artinya pemeriksaan akuntan harus dilakukan berdasarkan seperangkat kaidah formal yang harus dipatuhi sebagai kriteria, ukuran
mutu, dan pedoman bertindak dalam melakukan pemeriksaan.
2.1.3 Pengertian Wajib Pajak Badan
Menurut Undang-undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan STDD Undang-undang No.16 Tahun 2009 :
” Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan , meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
” Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroaan terbatas, perseroaan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.
2.1.4 Pengertian PPh Pasal 25 Badan
Definisi atau pengertian PPh Pasal 25 Menurut Waluyo dan Wirawan B.
Ilyas (2002,;204) dalam buku yang berjudul Perpajakan Indonesia, menyatakan
bahwa PPh Pasal 25 adalah:
“Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap
bulannya dalam tahun pajak berjalan. Dan angsuran pajak penghasilan pasal 25
tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terhutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan”.
Kredit pajak merupakan pajak yang telah dilunasi setiap bulan atau masa
lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam tahun berjalan, baik yang
dibayar sendiri oleh wajib pajak maupun yang dipotong dan dipungut oleh pihak
lain. Pajak penghasilan pasal 25 badan merupakan angsuran pajak yang dibayar
sendiri oleh wajib pajak badan setiap bulan dan merupakan kredit pajak yang
dapat dikurangkan dari pajak yang terhutang pada akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan.
2.2 Prosedur Pemeriksaan
Berdasarkan KEP-01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak,
tahapan pemeriksaan pajak meliputi kegiatan persiapan pemeriksaan, pelaksanaan
pemeriksaan, dan penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja
Pemeriksaan Pajak.
1. Persiapan pemeriksaan.
Tahapan persiapan pemeriksaan terdiri dari tahapan sebagai berikut:
a. Mempelajari berkas Wajib Pajak termasuk berkas data.
Tujuannya adalah untuk memperolah gambaran umum mengenai kegiatan
Wajib Pajak antara lain kegiatan usaha, kewajiban perpajakan, organisasi dan
administrasi perusahaan, struktur permodalan dan susunan direksi. Sedangkan
dalam pelaksanaannya adalah untuk mempelajari seluruh dokumen yang
merupakan isi berkas Wajib Pajak dan berkas data termasuk mencocokkan segi
pembayaran pajak. Hal ini dalam pelaksanaannya adalah membuat catatan
mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah mempelajari berkas Wajib Pajak
yaitu berkas data, SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak dan menuangkannya
kedalam kertas kerja pemeriksaan.
b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak.
Tujuannya adalah untuk menentukan hal-hal yang perlu diperhatikan pada
waktu melakukan pemeriksaan dan untuk menentukan perkiraan-perkiraan yang
diprioritaskan dan/atau dikembangkan pemeriksaannya.
Pelaksanaan untuk menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, antara
lain:
1). Melakukan perbandingan laporan keuangan tahun yang diperiksa
dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Apabila
memungkinkan agar dibuat perbandingan laporan keuangan untuk
5 tahun berturut-turut. Perbandingan dapat dilakukan secara
vertikal maupun horizontal.
2). Membuat catatan mengenai perkiraan-perkiraan yang berdasarkan
hasil analisis menunjukkan adanya gambaran atau perubahan yang
cukup materil. Perkiraan tersebut merupakan perkiraan yang
diprioritaskan dan/atau dikembangkan pemeriksaannya.
3). Melakukan analisis ratio, antara lain:
a). Ratio rentabilitas ekonomis, yaitu perbandingan antara pendapatan
bersih setelah dikurangi pajak dengan investasi untuk mengetahui
kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan dengan
menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman. Ratio ini dapat
dipergunakan untuk menilai kewajiban laba bersih dengan
melakukan perbandingan dengan usaha sejenis.
b). Ratio rentabilitas modal sendiri, yaitu perbandingan antara
pendapatan bersih setelah dikurangi pajak dan modal sendiri untuk
mengetahui kemampuan usaha dalam memperoleh keuntungan
dengan menggunakan modal sendiri. Ratio ini dapat dipergunakan
untuk nilai kewajaran laba bersih dengan melakukan perbandingan
dengan usaha sejenis.
c). Ratio inventory turn over, yaitu perbandingan harga pokok
penjualan dengan persediaan rata-rata untuk mengetahui kecepatan
perputaran barang. Ratio ini dapat dipergunakan untuk menilai
penjualan.
d). Ratio piutang dagang dengan penjualan kredit yaitu perbandingan
antara pelunasan piutang dengan jumlah penjualan kredit yang
terjadi untuk meneliti kewajaran kebijaksanaan penjualan kredit.
e). Ratio antara biaya-biaya perbaikan aktiva yang bersangkutan yaitu
perbandingan antara jumlah biaya perbaikan aktiva dengan nilai
aktiva yang perbandingannya untuk jumlah biaya kewajaran
pengeluaran tersebut.
4). Memperhatikan perkiraan tertentu yang tidak sesuai dengan
sifat-sifat dan jenis-jenis usahanya.
5). Memperhatikan laporan pajak terdahulu serta mencatat
masalah-masalah dan temuan-temuan pada pemeriksaan terdahulu.
6). Membuat catatan mengenai hal penting yang diketahui dari hasil
analisis tersebut dan menuangkannya ke dalam kertas kerja
pemeriksaan.
c. Mengindentifikasi masalah.
Tujuannya adalah untuk menentukan masalah yang memerlukan perhatian
khusus dan sebagai bahan untuk menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang
akan dilakukan. Sedangkan pelaksanaannya adalah mempelajari dan
mengindentifikasi:
1) Masalah yang ditemukan dalam berkas Wajib Pajak/berkas data,
masalah yang ditemukan dalam SPT dan laporan keuangan dan
masalah yang ditemukan dari data/informasi lainnya.
2) Membuat catatan mengenai masalah tersebut dan menuangkannya
kedalam kertas kerja pemeriksaan.
d. Melakukan pengenalan lokasi.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan kepastian mengenai alamat Wajib
Pajak, lokasi usaha, denah usaha dan kebiasaan lain yang perlu diketahui misalnya
jam kerja. Dalam pelaksanaanya adalah dengan melakukan pengenalan lokasi
setempat sepengetahuan Wajib Pajak, apabila memungkinkan melakukan
wawancara dengan pegawai Wajib Pajak maupun penduduk di sekitar lokasi dan
membuat catatan mengenai hasil pengenalan lokasi dan menuangkannya ke dalam
kertas kerja pemeriksaan.
e. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan.
Himpunan Peraturan Pepajakan Tentang Pemeriksaan (1997:240) :
”Ruang lingkup pemeriksaan sederhana lapangan dapat dilakukan :
1. Di lapangan, meliputi seluruh jenis pajak dan/atau tujuan lain baik
tahun berjalan dan/ atau tahun tahun sebelumnya yang dilakukan
dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan
kedalaman yang sederhana.
2. Di kantor, meliputi jenis pajak tertentu untuk tahun berjalan dan/atau
tahun tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik
pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana.”
Dari keterangan di atas, ada dua jenis pemeriksaan berdasarkan lokasi,
yaitu pemeriksaan kantor (room audit) dan pemeriksaan lapangan (field audit).
Pada pemeriksaan kantor ada dua cara pemeriksaan yaitu penelaahan
berkas-berkas dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak tanpa perlu memanggil
Wajib Pajak yang bersangkutan, atau Wajb Pajak diminta datang dengan
membawa berkas-berkasnya. Pada pemeriksaan lapangan petugas pemeriksa pajak
datang memeriksa ke lokasi usaha Wajib Pajak.
f. Menyusun program pemeriksaan.
Program pemeriksaan adalah suatu daftar prosedur-prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan oleh pemeriksa dalam suatu pemeriksaan. Sedangkan
prosedur pemeriksaan merupakan langkah-langkah pemeriksaan dan pengujian
yang dilakukan terhadap objek yang diperiksa. Program pemeriksaan disusun
berdasarkan hasil penelaahan yang diperoleh pada tahap-tahap persiapan
sebelumnya. Tujuan menyusun program pemeriksaan ini adalah agar pemeriksaan
dapat mencapai hasil yang optimal, sebagai alat untuk mengawasi, menimbang,
dan mengarahkan pelaksanaan pemeriksaan serta dapat merupakan referensi untuk
pemeriksaan berikutnya.
g. Menentukan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang
akan dipinjamkan.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan
sebelumnya, pemeriksa harus dapat menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen yang akan dipinjam, sekaligus menyusun daftar pertanyaan
yang akan diajukan kepada Wajib Pajak sesuai dengan program pemeriksaan yang
telah disusun. Pemeriksaan harus menghindari terjadinya pinjaman buku-buku,
catatan dan dokumen yang tidak diperlukan atau sebaliknya tidak meminjam
buku, catatan dan dokumen yang sebetulnya diperlukan.
h. Menyediakan sarana pemeriksaan.
Agar pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, maka sebelum melakukan
pemeriksaan perlu dipersiapkan sarana sebagai berikut :
1) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa.
2) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP).
3) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada Kantor
Pelayanan Pajak
4) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak.
5) Formulir surat pernyataan penolakan pemeriksaan.
6) Formulir berita acara penolakan pemeriksaan.
7) Formulir surat pernyataan penolakan membantu kelancaran
pemeriksaan.
8) Formulir permintaan keterangan kepada pihak ketiga.
9) Formulir surat permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan,
dan dokumen lainnya.
10)Formulir daftar buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang
akan dipinjam oleh pemeriksa.
11)Formulir surat persetujuan/penolakan perpanjangan batas waktu
peminjaman buku, catatan dan dokumen lainnya.
12)Formulir bukti peminjaman buku-buku, catatan dan dokumen lainnya.
13)Formulir surat pernyataan telah menyerahkan foto copy buku-buku,
catatan dan dokumen lainnya.
14)Formulir bukti pengembalian buku-buku, catatan dan dokumen
lainnya.
15)Formulir segel.
16)Formulir berita acara penyegelan.
17)Formulir kertas kerja pemeriksaan.
18)Formulir surat pernyataan mengenai persetujuan hasil pemeriksaan.
19)Formulir tanda terima penerimaan pemberitahuan hasil pemeriksaan
dan lembar pernyataan persetujuan.
20)Berita acara hasil pemeriksaan.
21)Formulir surat panggilan.
22)Formulir berita ketidakhadiran Wajib Pajak.
23)Formulir berita acara penolakan penandatanganan berita acara hasil
pemeriksaan.
Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksaan dapat memperoleh
gambaran umum mengenai Wajib Pajak yang akan diperiksa, sehingga program
pemeriksaaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
2. Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
pemeriksa yang meliputi :
a.
Memeriksa di tempat Wajib Pajak.Memeriksa di tempat Wajib Pajak adalah pemeriksaan yang dilakukan di
Kantor atau Pabrik atau di tempat usaha atau di tempat tinggal atau ditempat lain
yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib
Pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat lain yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
Zulfikar Tahar (1999:13) Tujuan pemeriksaan di tempat lain adalah :
”1. Untuk mengetahui dan mendapatkan data-data/fakta-fakta mengenai
kegiatan Wajib Pajak yang sebenarnya.
2. Untuk dapat mengetahui dan menilai sistem pengendalian intern.
3. Untuk menyakinkan kebenaran/keberadaan secara fisik aktiva tetap yang
dilaporkan dan kepemiliknya.”
Pelaksanaan pemeriksaan adalah :
1) Sebelum memulai tugasnya, pemeriksa terlebih dahulu harus
memperkenalkan diri dengan menunjukkan tanda pengenal pemeriksa.
Menyampaikan Surat Pemberitahuan pemeriksaan dan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SPPP), serta menjelaskan tujuan kedatangan
pemeriksa agar Wajib Pajak mengetahui dengan jelas dan tujuan
pemeriksaan yang akan dilakukan. Selanjutnya pemeriksa melakukan
wawancara/tanya jawab berdasarkan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan orang-orang
yang dianggap dapat mengungkapkan tambahan informasi yang akan
bermanfaat untuk keberhasilan pemeriksaan.
2) Melakukan pemeriksaan pada bagian-bagian yang ada pada perusahaan
sekaligus apabila diperlukan dan dimungkinkan melakukan pengujian
fisik atas besarnya persediaan saldo uang yang ada dalam kas.
3) Melakukan tindakan penyegelan terhadap tempat atau ruangan tertentu
yang diduga merupakan tempat penyimpanan buku-buku, catatan,
dokumen atau barang-barang lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
Wajib Pajak apabila Wajib Pajak atau wakil kuasanya tidak memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak
berada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
4) Melakukan peminjaman buku-buku, catatan, dan dokumen yang
diperlukan dengan membuat dan menyerahkan bukti peminjaman kepada
Wajib Pajak.
b.
Melaksanakan penilaian atas sistem pengendalian intern.Dilaksanakannya penilaian atas sistem pengendalian intern bertujuan
untuk mengetahui lemah/kuatnya sistem pengendalian intern sebagai dasar untuk
menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang akan dilakukan. Dalam
pelaksanaan penilaian sistem pengendalian dilakukan berdasarkan :
1) Pengumpulan data/informasi.
Mengumpulkan informasi mengenai sistem pengendalian intern
dengan cara : mempelajari manual yang ada dalam perusahaan antara
lain struktur organisasi, bagan perkiraan arus dokumen dan arus
barang, melakukan wawancara mengenai pelaksanaan sistem
pengendalian intern dengan pejabat berkompeten dan mengamati
proses pelaksanaan sistem pengendalian intern.
2) Penelaahan.
Berdasarkan data yang telah terkumpul, pemeriksa melakukan
penelaahan dengan membuat catatan yang dapat berupa : uraian
singkat, bagan arus, daftar pertanyaan yang telah dijawab.
3) Penilaian sementara terhadap sistem pengendalian intern.
Berdasarkan hasil penelaahan, pemeriksa membuat penilaian
sementara mengenai sistem pengendalian intern yang akan digunakan
sebagai dasar untuk menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang
akan dilakukan.
a. Pengujian.
Berdasarkan hasil penilaian sementara terhadap sistem pengendalian
intern, pemeriksa melakukan pengujian mengenai kepatuhan dalam
mengikuti sistem/prosedur/metode/peraturan yang telah ditetapkan.
b. Penilaian akhir dari sistem pengendalian intern.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, pemeriksa dapat
menentukan penilaian akhir mengenai lemah/kuatnya sistem
pengendalian intern.
c.
Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan.Berdasarkan data/fakta yang diperoleh pada saat pemeriksaan setempat
dan setelah memperhatikan hasil penilaian sistem pengendalian intern, pemeriksa
menelaah dan menyusun kembali program pemeriksaan yang dibuat pada tahap
persiapan pemeriksaan.
d.
Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan, dan dokumenTujuannya adalah :
1) Untuk meyakinkan kebenaran angka-angka yang dicantumkan dalam SPT
dengan membandingkannya terhadap angka-angka yang ada dalam
pembukuan dan dokumen-dokumen pendukungnya.
2) Untuk menentukan apakah angka-angka yang dilaporkan dalam SPT telah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
e. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga.
Tujuan melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga adalah untuk
meneguhkan kebenaran data/informasi dari Wajib Pajak dengan bukti-bukti
yang diperoleh dari pihak ketiga.
Bohari (2004:160) Pelaksanaan melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga
adalah dengan :
“1) Meminta informasi melalui surat kepada pihak ketiga.
2) Melakukan pemeriksaan terhadap pihak ketiga yang terkait.”
f. Memberikan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
Tujuannya adalah menjelaskan koreksi fiskal dari hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan. Prakoso (1999:134) Pelaksanaan memberitahukan hasil
pemeriksaan kepada Wajib Pajak adalah :
”1) Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal kepada Wajib Pajak.
2) Melakukan pembahasan atas koreksi fiskal dengan Wajib Pajak.
3) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk
menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan
lebih lanjut mengenai koreksi fiskal yang telah dilakukan.”
g. Melakukan sidang penutup.
Tujuannya adalah untuk membuat berita acara hasil pemeriksaan yang
harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan pemeriksa. Pelaksanaannya adalah :
1) Memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai tempat dan waktu
pertemuan.
2) Membuat dan menandatangani berita acara hasil pemeriksaan yang
memuat secara rinci seluruh koreksi baik yang disetujui oleh pemeriksa
maupun yang disanggah oleh Wajib Pajak tetapi sanggahan tersebut
tidak disetujui oleh pemeriksa.
3) Dalam hal Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara
hasil pemeriksaan, maka pemeriksa membuat berita acara penolakan
penandatangan berita acara hasil pemeriksaan.
Hasil akhir Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) dalam rangka
ekstensifikasi Wajib Pajak adalah berupa pemberian NPWP dan/atau pengukuhan
PKP secara jabatan yang merupakan kesimpulan dalam LPP serta usulan untuk
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus apabila ada data tentang objek pajak
yang cukup material, baik untuk tahun yang berjalan maupunn tahun-tahun
sebelumnya.
3. Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak
Sedangkan untuk tahap penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan
Kertas Kerja Pemeriksaan Pajak terdiri dari:
(a) format LPP dan KKP.
(b)pengesahan LPP.
(c) pembuatan Nota Penghitungan dan LHP.
(d)pengiriman LPP, nota penghitungan dan berkas Wajib Pajak.
(e) perekaman SP3.
Penelitian ini tidak membahas kepuasan Wajib Pajak atas hasil dari
pemeriksaan pajak berupa Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak, tetapi
perbedaan tingkat kepuasan Wajib Pajak atas aktivitas pemeriksaan sebelum dan
sesudah penerapan sistem administrasi perpajakan modern, maka penelitian ini
hanya mencakup kejadian atau pengalaman yang dialami langsung oleh Wajib
Pajak yang diperiksa mulai tahap persiapan pemeriksaan, pelaksanaan
pemeriksaan, hingga penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Kertas Kerja
Pemeriksaan Pajak.
Menurut Mardiasmo (2004:231) ”laporan pemeriksaan pajak adalah
laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan yang
merupakan ikhtisar dan penuangan semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan”.
Laporan pemeriksaan pajak menyajikan penilaian serta pengujian atas
ketaatan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang diperiksa, yang
disarikan dari kertas kerja pemeriksa. Laporan pemeriksaan pajak digunakan
sebagai dasar untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
2.3 Kriteria Pemeriksaan
Pada prinsipnya pemeriksaan dapat dilakukan terhadap semua Wajib
Pajak, namun karena keterbatasan sumber daya manusia atau tenaga pemeriksa di
Direktorat Jenderal Pajak, maka pemeriksaan tidak dapat dilakukan terhadap
semua Wajib Pajak. Pemeriksaan hanya dilakukan terutama terhadap Wajib Pajak
yang SPT-nya menyatakan lebih bayar karena hal ini telah diatur dalam UU KUP.
Selain itu pemeriksaan dilakukan juga terhadap Wajib Pajak tertentu dan Wajib
Pajak yang tingkat kepatuhannya dianggap rendah. Pada masa yang akan datang
dengan kuasa Pasal 17 c UU KUP, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang
SPT-nya meSPT-nyatakan lebih bayar akan dikurangi jumlahSPT-nya, selanjutSPT-nya pemeriksaan
dapat lebih diarahkan kepada Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya rendah atau
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria pemeriksaan sederhana yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak
(SE-28/PJ/2013,Tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak) adalah sebagai berikut:
Terdapat 2 (dua) kriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan,
yaitu:
1) Pemeriksaan Rutin,merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan
dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak;Dan
2) Pemeriksaan Khusus atau pemeriksaan berdasarkan analisis risiko (risk based
audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
berdasarkan hasil analisis risiko secara manual atau secara komputerisasi
menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
2.4 Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan nomor
17/PMK.03/2013, yang meliputi :
1) Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal
atau
tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
Wajib Pajak dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
2) Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat
Jenderal Pajak.
2.5 Materi Pemeriksaan
Dalam pelaksanaan pemeriksaan PPh Pasal 25 Badan terdapat materi –
materi pemeriksaan yang harus diperiksa sesuai dengan prosedur pemeriksaan,
antara lain :
1. Laporan Keuangan
Pemeriksa melakukan analisis terhadap laporan keuangan dan dokumen
dokumen pembukuan Wajib Pajak dan membuat catatan mengenai perkiraan
-perkiraan yang berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya gambaran atau
perubahan yang cukup materil. Perkiraan tersebut merupakan prioritas dalam
pemeriksaan untuk melakukan koreksi fiskal.
2. Daftar Pembayaran Wajib Pajak Badan
Mendapatkan daftar pembayaran bulanan PPh Pasal 25 Badan dengan rincian
sebagai berikut :
Pembayan angsuran untuk bulan Januari sampai Desember Tahun pajak
yang diperiksa.
Jumlah Pembayaran.
Tanggal pembayaran.
Nomor dan Tanggal STP (Surat Tagihan Pajak).
Pembayaran PPN
3. Besarnya Angsuran
Meyakinkan bahwa besarnya angsuran pajak dalam Tahun berjalan (PPh
Pasal 25 Badan ) untuk setiap bulan adalah sebesar pajak yang terhutang pada
Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan pajak
,Pasal 22, Pasal 23, (sebagai kredit pajak) dibagi dengan banyaknya masa
pajak.
4. Bukti Pembayaran
Mencocokkan seluruh jumlah yang tercantum dalam daftar pembayaran
angsuran dengan bukti asli pembayaran PPh Pasal 25 Badan (arsip Wajib
Pajak).
5. Jumlah Kredit Pajak
Meyakinkan bahwa jumlah yang dikreditkan dengan hutang pajak penghasilan
Wajib Pajak untuk Tahun berjalan sesuai dengan jumlah daftar pembayaran
angsuran
6. Alket (Alat Keterangan)
Memanfaatkan data (alket/alat keterangan) yang ada di master file Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dan memperhitungkannya terhadap
pajak yang terhutang.
7. Dokumen Lain
Memanfaatkan data atau dokumen lain yang diperoleh dari instansi eksternal
yang berkaitan dengan transaksi keuangan wajib pajak badan seperti dokumen
PEB, akte perubahan perusahaan, dan sebagainya.
2.6 Laporan Pemeriksaan
Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu dengan menyusun laporan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak, pembuatan
laporan pemeriksaan itu menjadi keharusan. Laporan ini akan mencerminkan
watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan ini akan diketahui
kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa dalam pembukuan atau diri Wajib Pajak
yang berkaitan dengan Ketetapan Pajak.
Atas dasar hal itu, maka pemerintah perlu mengatur pedoman laporan
pemeriksaan. Sophar (1999:393) Pedoman laporan pemeriksaan adalah sebagai
berikut :
”1. Laporan pemeriksaan pajak disusun secara rinci, ringkas, jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung bukti yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan :
a. Berbagai faktor perbandingan. b. Nilai absolut dari penyimpangan. c. Sifat dari penyimpangan.
d. Bukti atau petunjuk adanya penyimpangan. e. Pengaruh penyimpangan.
f. Hubungan dengan permasalahan lainnya.
3. Laporan pemeriksaan pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.”
Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak dilakukan melalui beberapa tahap
sebagai berikut (Bambang,1999) :
” 1).Cara Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak.
2). Pengesahan Laporan Pemeriksaan Pajak.
3). Pembuatan Nota Perhitungan dan DKHP.
4). Pengiriman LPP, Nota Penghitungan dan DKHP”
Berikut ini penulis akan menjelaskan keempat tahap pembuatan laporan
pemeriksaan pajak :
Ad.1. Cara Penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak.
Laporan Pemeriksaan Pajak disusun dengan sistematika sebagai berikut :
a. Umum.
Memuat keterangan-keterangan mengenai identitas Wajib Pajak, pemenuhan
kewajiban perpajakan, gambaran kegiatan Wajib Pajak, penugasan dan
alasan pemeriksaan, data/informasi yang tersedia dan daftar lampiran.
b. Pelaksanaan pemeriksaan.
Memuat penjelasan secara lengkap mengenai pos-pos yang diperiksa,
penilaian pemeriksaan atas pos-pos yang diperiksa dari temuan-temuan
pemeriksaan.
c. Hasil pemeriksaan.
Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan
Wajib Pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan penghitungan mengenai
besarnya pajak-pajak yang terhutang.
d. Kesimpulan dan usul pemeriksaan.
Menggambarkan hasil pemeriksaan dalam bentuk perbandingan antara
pajak-pajak yang terhutang berdasarkan laporan Wajib Pajak dengan hasil
pemeriksaan, data/informasi yang diproduksi dan usul-usul pemeriksaan.
Ad.2. Pengesahan LPP.
Konsep LPP yang telah ditandatangani oleh pemeriksa harus
disampaikan bersama-sama dengan lembar pengawasan Laporan Pemeriksa
Pajak kepada Ketua Tim Pemeriksa dan Supervisor untuk ditelaah. Setiap
konsep LPP yang diserahkan untuk ditelaah harus selalu disertai dengan berkas
LPP. Bila telah disetujui, penelaah akan membubuhkan parafnya pada konsep
LPP tersebut.
Setelah konsep LPP yang bersangkutan selesai ditelaah, maka konsep tersebut
diteruskan untuk mendapatkan persetujuan dan ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang, yaitu :
1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak bagi pemeriksaan yang dilakukan oleh KPP.
2) Direktur Pemeriksaan Pajak atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur
Pemeriksaan Pajak bagi pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat
Pemeriksaan Pajak.
Konsep yang telah disetujui oleh Kepala KPP diteruskan ke Bagian Seksi
Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal berupa konsep dan SPHP untuk diberi
nomor selanjutnya dikembalikan ke pemeriksa untuk dibuatkan risalah
pembahasan selanjutnya setelah disetujui kepala KPP dibuatkan SPHP final dan
Nota Penghitungan untuk ditandatangani Kepala KPP selanjutnya direkam dan
dinomori kemabali oleh Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal.
Ad.3. Pembuatan Nota Penghitungan dan DKHP.
Setelah LPP disetujui, selanjutnya pemeriksa membuat Nota Penghitungan
yang akan digunakan sebagai dasar untuk penerbitan Surat Ketetapan Pajak yang
diparaf :
1) Kolom dihitung : diparaf oleh Ketua Tim Pemeriksa dan anggota.
2) Kolom disetujui : diparaf oleh Kepala Unit Pemeriksaan dan Penyidikan
Pajak
3) Kolom ditetapkan : diparaf oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Sedangkan kolom-kolom lainnya diparaf oleh petugas pada Kantor
Pelayanan Pajak yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Kemudian
pemeriksa membuat DKHP yang merupakan lembar kesimpulan dari hasil
pemeriksa.
Ad.4. Pengiriman LPP, Nota Penghitung dan DKHP.
LPP, Nota Penghitung dan berkas Wajib Pajak dikirim ke Kantor
Pelayanan Pajak terkait, sedangkan DKHP dikirim ke Direktorat Pemeriksaan
Pajak untuk diproses lebih lanjut.