BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian harga pasar saham dilakukan oleh shareholders untuk
mendapatkan tingkat return saham yang sesuai dengan return yang diharapkan
(Abuzayed et, al., 2009). Metode penilaian berbeda-beda sesuai dengan bidang,
aplikasi, tujuan, dan metodologi yang digunakan. Stakeholder menggunakan nilai
pasar untuk membuat keputusan, sedangkan ekonom melihat nilai wajar suatu
ekuitas perusahaan tersebut, di lain pihak, akuntan memfokuskan penilaiannya
pada nilai buku untuk mengambil keputusan (Abuzayed, et, al., 2009).
Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukan aktiva bersih (net
assets) yang dimiliki oleh pemegang saham (Jogiyanto, 2003). Jogiyanto (2003)
juga mengatakan bahwa aktiva bersih sama dengan total ekuitas pemegang saham,
maka nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan jumlah
saham yang beredar.
Nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa dan ditentukan
oleh pelaku pasar pada saat tertentu. Harga saham selalu mengalami perubahan
setiap harinya bahkan setiap detik harga saham dapat berubah. Oleh karena itu,
pelaku pasar harus mampu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
harga saham. Harga suatu saham dapat ditentukan menurut hukum permintaan
dan penawaran (kekuatan tawar-menawar). Bertemunya titik permintaan dan
kesepakatan antara pelaku pasar sehingga menghasilkan nilai pasar suatu saham
yang telah disepakati. Semakin banyak orang yang membeli suatu saham, maka
harga saham cenderung akan bergerak naik. Demikian juga sebaliknya, semakin
banyak orang yang menjual saham suatu perusahaan, maka harga saham tersebut
cenderung akan bergerak turun.
Berikut ini akan ditampilkan perbandingan nilai pasar dan nilai buku dari
Bank Umum Persero di Indonesia.
Tabel 1.1
Nilai Pasar dan Nilai Buku Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan Bank BTN Periode 2005-2012 (Dalam Jutaan Rupiah)
Nama Bank Tahun Nilai Pasar Nilai Buku
2005 655.839.342.320 94.698.421
2006 1.210.693.702.300 98.437.070 2007 1.441.292.282.446 155.933.255 2008 788.505.489.882 115.297.089 Bank Mandiri 2009 1.937.938.884.404 131.269.337 2010 2.664.030.133.776 186.943.894 2011 2.469.243.318.750 256.987.848 2012 731.074.117.800 285.224.841
2005 67.706.095.360 196.957.897
2006 146.931.240.720 51.526.939
2007 400.033.661.300 63.282.792
2008 110.995.806.690 59.049.913
Bank BNI 2009 391.180.425.143 70.438.463
2010 704.701.513.125 94.102.206
2011 663.006.417.400 141.398.838 2012 256.337.460.000 162.253.373
2005 36.159.813.937 49.800.040
2006 81.003.477.075 61.105.677
2007 550.824.641.250 72.096.683
2008 355.677.683.504 82.930.973
Bank BRI 2009 742.567.254.750 103.401.202
2010 813.717.691.500 97.114.670
2011 1.190.058.338.250 278.492.273 2012 292.157.573.950 241.845.818
2005 35.894.904.005 5.537.632
2006 37.919.510.160 6.039.594
2007 36.819.447.288 8.621.498
2008 92.727.516.392 9.548.225
Bank BTN 2009 58.137.484.388 11.946.901
2010 100.488.281.400 23.053.944
2011 37.566.950.924 27.319.265
2012 22.271.674.530 33.853.037
Dari Tabel 1.1 diperlihatkan perbandingan antara nilai pasar dan nilai
buku dari keempat Bank Umum Persero di Indonesia. Nilai pasar tertinggi pada
Bank Mandiri tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 2.664.030.133.776 juta sementara
nilai buku tertinggi pada Bank Bank Mandiri tahun 2012 sebesar Rp. 285.224.841
juta. Sedangkan nilai pasar terendah pada Bank BTN tahun 2012 sebesar Rp.
22.271.674.530 juta tetapi nilai buku terendah pada Bank BTN tahun 2005
sebesar Rp. 5.537.632 juta.
Dari perbandingan tersebut dapat dilihat bahwa nilai pasar telah jauh
melampaui nilai buku. Nilai pasar merupakan harga jual yang berlaku di pasar
yang dipengaruhi oleh kondisi pasar sementara nilai buku digunakan untuk
mengetahui keuntungan atau kerugian yang dialami oleh bank.
Efisiensi perbankan merupakan informasi tambahan dalam menilai
keadaan suatu perbankan (Cebenoyan, 2003). Guna menghadapi tingkat
persaingan yang semakin tinggi, tuntutan nasabah yang meningkat, dan pesatnya
kemajuan teknologi informasi maka pengelolaan bank secara efisien merupakan
syarat mutlak untuk dapat terus bertahan. Umumnya perusahaan yang lebih
efisien akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika dibandingkan dengan
perusahaan yang kurang efisien. Perusahaan dapat dikatakan lebih efisien
dibandingkan pesaingnya jika dengan input yang sama menghasilkan output lebih
tinggi atau dapat menghasilkan output yang sama dengan input yang lebih rendah.
Pengetahuan dan informasi merupakan komoditas utama di dalam
ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-economy) saat ini, dimana
teknologi. Perusahaan yang berbasis pengetahuan memiliki karyawan yang
mempunyai keterampilan, keahlian serta daya inovasi yang tinggi. Dengan
adanya basis pengetahuan, investasi perusahaan terhadap aset berwujud (tangible
asset) menjadi semakin kecil dibandingkan aset tidak berwujud (intangible asset)
yang mendapat alokasi investasi yang lebih besar. Semakin meningkatnya
investasi perusahaan pada intangible asset maka semakin besar kesadaran
perusahaan terhadap pentingnya modal intelektual (intellectual capital).
Sejak tahun 1990-an, perhatian terhadap praktik pengelolaan aset tidak
berwujud (intangible asset) telah meningkat secara dramatis. Salah satu
pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran intangible asset
tersebut adalah Intellectual Capital (IC) yang telah menjadi fokus perhatian dalam
berbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi maupun
akuntansi.
Ilmu pengetahuan telah menjadi sumber daya ekonomi yang unggul lebih
penting daripada bahan mentah, bahkan kadang-kadang lebih penting dari uang.
Apabila dianggap sebagai output ekonomi, maka informasi dan ilmu pengetahuan
lebih penting artinya dibandingkan mobil, minyak, besi baja atau produk-produk
hasil abad industri lainnya (Stewart, 2004).
Perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan telah memicu
timbulnya minat dalam intellectual capital, salah satunya menarik perhatian baik
akademisi maupun praktisi terkait dengan kegunaan intellectual capital sebagai
Aset tidak berwujud semakin berkembang dengan diakuinya ilmu
pengetahuan dan hal–hal yang menjadi turunan dari pengetahuan (piranti lunak
komputer, hubungan dengan pemasok/ pelanggan, dan lain–lain) sebagai elemen
aset tak berwujud. Dengan demikian dapat dicermati bahwa dengan melihat hal
tersebut, di Indonesia fenomena pengakuan intangible asset telah berkembang
dengan mengkategorikan pengetahuan dan hal–hal yang menjadi turunan dari
pengetahuan sebagai elemennya (Ivada, 2004). Intellectual capital diakui sebagai
intangible asset yang besar nilainya namun sampai hari ini belum banyak
perusahaan yang telah mampu mengukur, menilai dan mencantumkannya dalam
laporan neraca perusahaan. Hal ini disebabkan masih dibutuhkan banyak studi
dan penelitian untuk mengukur dan menilai secara kuantitatif nilai sesungguhnya
intellectual capital sehingga dalam laporan neraca perusahaan benar-benar
mencerminkan nilai total aset yang dimiliki perusahaan, sehingga sebuah
perusahaan akan meningkat harga sahamnya jika memiliki intellectual capital
yang berkompeten (Rahayu, 2006).
Menurut Sawarjuwono dan Kadir (2003) intellectual capital masih belum
dikenal secara luas. Disamping itu perusahaan-perusahaan tersebut belum
memberikan perhatian yang lebih terhadap human capital, structural capital dan
customer capital. Padahal semua ini merupakan elemen pembangun modal
intelektual perusahaan.
Topik intellectual capital telah menarik perhatian para peneliti. Beberapa
penelitian tentang intellectual capital telah membuktikan bahwa intellectual
tetapi, penelitian lain mengungkapkan hal yang berbeda. Secara teori,
pemanfaatan dan pengelolaan intellectual capital yang baik oleh perusahaan dapat
membantu meningkatkan kinerja peruahaan. Selain itu, intellectual capital juga
diyakini dapat meningkatkan market valuation perusahaan. Perusahaan yang
mampu memanfaatkan aset intelektualnya secara efisien, maka nilai pasar
perusahaan akan meningkat.
Market to Book Value masing-masing Bank Umum Persero di Indonesia
yang terdiri dari PT. Bank Mandiri Tbk, PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT.
Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT. Bank Tabungan Negara Tbk dari tahun
2005-2012 adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Market to Book Value Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan Bank BTN Periode 2005-2012 (Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun Bank Mandiri Bank BNI Bank BRI Bank BTN
2005 27.745,91 2.731,89 2.853,91 25.994,86
2006 49.244,65 11.227,27 5.179,58 25.583,88
2007 58.732,09 25.629,33 30.585,23 17.554,53
2008 27.323,20 7.537,24 17.194,63 61.636,49
2009 59.112,87 22.210,69 28.655,54 87.756,73
2010 57.469,99 31.395,31 170.411,53 17.794,37
2011 38.518,13 18.787,19 21.291,06 5.544,39
2012 10.331,05 6.355,99 4.819,35 2.717,83
Sumber: Bank Indonesia, 2013 (Data Diolah)
Laba masing-masing Bank Umum Persero di Indonesia yang terdiri dari
PT. Bank Negara Indonesia Tbk, PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT. Bank
Mandiri Tbk, dan PT. Bank Tabungan Negara Tbk dari tahun 2007-2011 per
Tabel 1.3
Laba Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan Bank BTN Periode 2005-2012 (Dalam Jutaan Rupiah)
Tahun Bank Mandiri Bank BNI Bank BRI Bank BTN
2005 2.964.582 6.019.877 9.415.300 1.130.442
2006 4.933.085 4.827.981 10.539.829 924.834
2007 10.664.740 3.869.496 12.039.425 1.060.126
2008 13.264.645 2.642.875 14.209.737 1.053.382
2009 15.671.165 6.155.434 17.045.919 1.134.565
2010 21.274.213 10.021.519 22.159.042 1.980.749
2011 30.993.935 13.738.961 34.256.774 2.254.386
2012 34.240.551 16.774.474 43.936.810 3.338.135
Sumber: Bank Indonesia, 2013 (Data Diolah)
Dengan membandingkan Tabel 1.2 dan 1.3 dapat ditunjukkan bahwa laba
dan Market to Book Value empat Bank Umum Persero di Indonesia selama tahun
2005-2012 mengalami fluktuasi. Market to Book Value tertinggi pada Bank BRI
tahun 2010 sebesar Rp. 170.411,53 juta sedangkan laba tertinggi pada Bank BRI
tahun 2012 sebesar Rp. 43.936.810 juta. Market to Book Value terendah pada
Bank BTN tahun 2012 sebesar Rp. 2.717,83 juta sedangkan laba terendah pada
Bank BTN tahun 2006 sebesar Rp. 924.834 juta.
Dari penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Market Valuation Bank Umum Persero di Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah Value Added Capital Employed (VACA), Value Added Human
Capital (VAHU), dan Structural Capital Value Added (STVA)
2. Apakah Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) berpengaruh
terhadap market valuation Bank Umum Persero di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk:
1.Mengetahui dan menganalisis pengaruh Value Added Capital Employed
(VACA), Value Added Human Capital (VAHU), dan Structural Capital
Value Added (STVA) terhadap market valuation Bank Umum Persero di
Indonesia.
2.Mengetahui dan menganalisis pengaruh Value Added Intellectual
Coefficient (VAIC) terhadap market valuation Bank Umum Persero di
Indonesia.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Bank Umum Persero
Sebagai masukan kepada manajer bank dalam meningkatkan market value
melalui intellectual capital yang terdiri dari Value Added Capital
Employed (VACA), Value Added Human Capital (VAHU), dan
Structural Capital Value Added (STVA).
2. Bagi Peneliti
Sebagai wawasan dan pengetahuan yang telah didapat dari perkuliahan
mengenai pengaruh intellectual capital yang terdiri dari Value Added
Structural Capital Value Added (STVA), khususnya dalam bidang
perbankan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan