• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PARTAGANING

REMAJA DALAM TRADISI ORGAN

TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA

SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN

SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA

SKRIPSI SARJANA

O L E H

NAMA: HESTI NIM :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(2)

PARTAGANING

REMAJA DALAM TRADISI ORGAN

TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA

SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN

SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA

SKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA: HESTI NIM :

Disetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. NIP 196512211991031001 NIP 196202201998031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Musik merupakan aspek penting yang selalu berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam berbagai kelompok masyarakat di dunia. Musik adalah kejadian bunyi atau suara yang dapat dipandang sebagai musik dan dapat diteliti jika mempunyai kombinasi nada, ritem, dan dinamika sebagai komunikasi emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan, bisa juga musik tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari, 1993:8). Musik tidak terlepas dari kebudayaan yang dimiliki oleh pemilik musik tersebut. Setiap kelompok memiliki konsep musik tersendiri sesuai dengan fungsi dan kegunaan musik tersebut dalam kehidupan masyarakatnya.

Indonesia yang dikenal memiliki banyak etnik1 atau suku yang mendiami wilayah Sabang sampai Merauke memiliki konsep kebudayaan yang beranekaragam, termasuk di antaranya adalah musik. Gamelan Jawa, gondang Batak Toba, talempong Minangkabau, angklung Sunda, dan lain-lain merupakan kekayaan musik Indonesia tentu dengan konsep fungsi dan kegunaan yang berbeda sesuai latar belakang budaya etnisnya.

1

(4)

Sdelain itu, dengan adanya perbedaan konsep musik, Indonesia menjadi negara yang memiliki keberagaman budaya musik yang begitu kaya, yang tidak dimiliki oleh negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam dan lain-lain. Seperti di Sumatera Utara, salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya dari berbagai kelompok etnik, yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: (a) etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang; (b) etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Banjar, Makasar, Bugis, dan lainnya; (c) etnik pendatang Dunia, seperti: Hokkian, Hakka, Kwong Fu, Kanton, Benggali, Tamil, Sikh, Arab, dan lainnya.

Dalam beberapa penelitian sebelumnya dicatat bahwa, masyarakat2 Batak Toba sebagai salah satu suku yang wilayah budayanya berada di Provinsi Sumatera Utara yang di kelompokkan ke dalam etnik setempat di Sumatera Utara, memiliki posisi yang sama dengan suku lainnya yaitu Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang (Roy Hutagalung, 2013:1). Masyarakat Batak Toba memiliki sistem pembagian wilayah berdasarkan penggolongan wilayah

2

(5)

subkultur Batak Toba, pada zaman dahulu disebut dengan istilah bius, masing-masing wilayahnya dipimpin oleh seorang raja bius, wilayah tersebut dibagi kedalam lima bagian yaitu: Silindung, Humbang, Toba Hasundutan, Toba Habinsaran, dan Samosir (Irwansyah Harahap, 2005).

Masyarakat Batak Toba dalam kesehariannya tidak luput dari penggunaan dan fungsi musik. Musik menjadi bagian penting khususnya untuk memenuhi kebutuhan adat3 mereka. Adat- istiadat yang turun temurun dari nenek moyang senantiasa dilestarikan dengan berbagai cara, yang dilakukan dalam keseharian mereka, salah satunya melalui pelaksanaan upacara adat. Upacara adat yang biasa dilaksanakan adalah seperti: upacara perkawinan, kematian, mangalahat horbo, mangongkal holi, dan lain-lain (Irwansyah Harahap, 2005:21-25).

Masyarakat Batak Toba pada awalnya sudah mengenal dua ensambel musik dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam upacara-upacara adat. Ensambel musik pada masyarakat ini dikenal dengan istilah gondang. Kedua

3

(6)

ensambel tersebut adalah ensambel gondang Sabangunan dan ensambel Gondang Hasapi. Ensambel gondang sabangunan sering juga disebut gondang bolon. Kata bolon berarti besar, sehingga gondang bolon berarti ensambel yang besar. Pertunjukan gondang sabangunan sering dilakukan di halaman terbuka, walaupun dapat juga dimainkan dalam ruangan. Sedangkan ensambel gondang hasapi dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil, dimana biasanya penggunaannya terbatas pada ruangan yang kecil dan tertutup (Irwansyah Harahap, 2005:21-25).

Kedua ensambel ini memiliki alat musik tersendiri, kecuali alat musik hesek. Ensambel gondang hasapi terdiri dari: sarune etek , hasapi ende, hasapi doal, garantung, hesek. sementara ensambel gondang sabangunan terdiri dari: sarune bolon, taganing, gordang bolon, ogung, hesek, odap. Namun selanjutnya muncul istilah uning-uningan, yaitu ensambel musik yang dipakai untuk mengiringi satu bentuk seni pertunjukan teater opera Batak. Alat-alat musik tradisional yang umumnya dipakai adalah sulim, hasapi, sarune etek, taganing, gordang, dan garantung (Irwansyah Harahap, 2005:21).

(7)

sulkibta (sulim keyboard taganing), kisul (keyboard sulim),4 dan musik tiup. Repertoar atau lagu yang dibawakan sudah tidak sepenuhnya menggunakan repertoar asli Batak Toba atau yang dikenal dengan istilah gondang, namun sudah memasukkan lagu-lagu pop hasil budaya Barat yang menggunakan tangga nada diatonis. Selain itu pemusik yang memainkan alat-alat musik juga tidak terbatas bagi kalangan tertentu, namun diberikan kesempatan bagi siapa saja yang mampu menjadi pemusik Batak Toba.

Perkembangan teknologi sangat mempengaruhi pola pikir dan kebiasaan masyarakat dalam mengenal dan menggunakan musik dalam berbagai kegiatan sehari-hari, hal ini bisa kita jumpai dalam berbagai kalangan. Biasanya bagi kalangan orang tua dalam masyarakat Batak Toba musik menjadi kebutuhan penting khususnya dalam kegiatan adat-istiadat, seperti upacara pernikahan, kematian, memasuki rumah baru,dan lain-lain. Mereka akan memilih musik yang sedang populer di masyarakat seperti musik tiup yang sudah menggunakan alat musik terompet ,saxsofon. Bagi kalangan pemusik, musik menjadi sangat penting untuk mencari keuntungan finansial dengan menawarkan jasa dan keahlian mereka dalam bermusik serta menyewakan alat-alat musik mereka untuk memenuhi permintaan masyarakat yang akan mengadakan acara. Dengan menggunakan segala cara supaya grup musiknya diminati oleh masyarakat

4

(8)

termasuk diantaranya memasukkan alat musik Barat ataupun lagu-lagu yang sedang populer di masyarakat.

Dalam kalangan anak-anak dan remaja Batak Toba secara umum, musik biasanya lebih banyak didengar dan digunakan sebagai media hiburan. Dengan menggunakan perangkat teknologi modern mereka mencari dan mengumpulkan musik yang sedang populer. Di sisi lain, ada kelompok anak-anak dan remaja yang mencoba nasib baik untuk terkenal seperti artis idolanya. Ada juga yang mempelajari instrumen musik yang sedang digemari di kalangan mereka seperti: piano, gitar, saxsofon, dan alat musik Barat lainnya bahkan dengan mengikuti kursus musik. Namun dalam kesempatan lain ada juga anak-anak atau remaja yang menekuni musik tradisional Batak Toba, mungkin lewat pergaulan dengan pemusik Batak Toba di lingkungannya, atau dapat juga melihat berbagai video yang saat ini banyak tersebar di media internet.5

Berbicara mengenai keberadaan pemusik Batak Toba yang berusia muda atau tergolong anak-anak. Penulis mengenal dan pernah melihat seorang anak yang saat itu berusia 12 tahun sedang tampil dalam sebuah pelaksanaan upacara adat pernikahan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara. Anak tersebut bernama Lamsa Sihombing, Lamsa menjadi partaganing atau biasa disebut pangodapi dalam sebuah grup musik yaitu Naga Musik. Naga Musik berada di Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli

5

(9)

Utara, yang bersebelahan dengan Kecamatan Sipahutar yang pernah menjadi tempat Lamsa mengiringi sebuah upacara adat.

Lamsa Sihombing pada usianya yang masih muda mampu bergabung bersama pemusik lainnya yang berusia dewasa memainkan irama repertoar Batak dan lagu dalam sebuah upacara adat. Dia dituntut mampu mengikuti pola hidup dalam bermusik serta kebiasaan pemusik lainnya di tengah memenuhi permintaan masyarakat. Di tengah banyaknya anak-anak yang menekuni musik Barat dan hampir melupakan musik tradisinya sendiri, Lamsa Sihombing justru hadir bukan sekedar menekuni untuk memainkan, namun dia juga bisa bermanfaat bagi masyarakat Batak Toba yang akan melaksanakan upacara adat-istadat. Sebenarnya jika damati secara teliti ada juga anak-anak Batak Toba yang sedang menekuni belajar taganing,6seperti dibeberapa sekolah yang mengajarkan musik tradisi, di sanggar-sanggar seni budaya Batak Toba, atau melalui media internet seperti yang dijelaskan di atas. Namun sebagian besar di antara mereka belum mampu untuk mengiringi musik dalam sebuah pelaksanaan upacara adat dan tentu saja ada faktor-faktor penyebabnya. Ini berarti bahwa Lamsa Sihombing, berbeda dari anak-anak pada umumya yang menekuni belajar taganing. Sehingga penulis dalam kesempatan ini sangat tertarik untuk mengkaji apa saja hal-hal yang menyebabkan Lamsa Sihombing berbeda dari anak-anak lainnya.

6

(10)

Oleh karena ketertarikan penulis tentang kehadiran Lamsa Sihombing menjadi partaganing dalam grup Naga Musik, serta penulis berasumsi bahwa ini merupakan fenomena sosiomusikal baru dalam tradisi musik masyarakat Batak Toba, dimana kemungkinan besar akan bertambah lagi partaganing anak yang lain dalam masa yang akan datang, maka penulis tertarik untuk mengkaji apa saja yang menyebabkan kasus ini terjadi dengan mengangkat judul Partaganing Anak dalam Tradisi Organ Tunggal Batak Toba: Studi Kasus Lamsa Sihombing dari

Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara.

1.2Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah diantaranya :

1. Bagaimana proses belajar taganing dan proses yang dilalui oleh Lamsa Sihombing sehingga dia mampu menjadi partaganing Naga Musik pada upacara adat.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Lamsa Sihombing sebagai anak-anak tertarik menjadi partaganing dalam upacara adat.

(11)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan proses belajar taganing dan proses yang dilalui oleh Lamsa Sihombing sehingga dia mampu menjadi partaganing dalam Naga Musik pada upacara adat.

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Lamsa Sihombing sehingga tertarik menjadi partaganing.

3. Untuk memperoleh pandangan masyarakat umum Batak Toba tentang Lamsa Sihombing sebagai partaganing.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan pemusik anak-anak dalam upacara adat Batak Toba yang bisa dijadikan acuan bagi anak-anak lain yang ingin mengikuti jejak Lamsa Sihombing sebagai partaganing dalam upacara adat.

2. Sebagai bahan bacaan bagi mereka yang berminat memperluas wawasan tentang musik Batak Toba, khususnya tentang partaganing di dalam upacara adat.

(12)

1.4Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persolan yang perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:431). Maka pada kesempatan ini penulis akan memaparkan konsep yang membantu mengarahkan kepada hal-hal yang menjadi bagian penting dari penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis .

(13)

Pemahaman seperti ini tidak bisa diubah lagi karena masyarakat Batak Toba secara umum belum memahami secara keseluruhan tentang konsep musiknya sendiri, dan sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat umum untuk menyebut seseorang yang sedang bermain taganing adalah partaganing walaupun sebagian pemusik tidak sependapat dengan hal itu. Oleh karena itu penulis memilih istilah partaganing dalam penelitian ini adalah berdasarkan pemahaman masyarakat Batak Toba yan sudah umum disebut dalam kehidupan sehari-hari.

Musik organ tunggal merupakan sebuah ensambel baru dalam perkembangan musik Batak Toba. Musik ini disebut organ tunggal karena alat musik utama yang digunakan adalah keyboard. Dengan keyboard tempo serta irama diatur sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk mengiringi repertoar dan lagu-lagu dalam upacara adat di masyarakat. Para pemusik Batak Toba yang berada di daerah Kecamatan Siborong-borong sekitarnya sudah sangat mengerti dengan istilah organ tunggal ini7. Ensambel organ tunggal biasanya dilengkapi dengan alat musik lain seperti sulim, taganing, saksofon, namun hal ini tergantung permintaan masyarakat. Ada yang menyewa sebuah grup musik dengan konsep keyboard dengan sulim saja, ada juga yang menambahkan taganing, yang paling penting adalah instrumen keyboard. Musik organ tunggal merupakan salah satu ensambel yang umum ditemui dalam upacara adat masyarakat Batak Toba. Pada awalnya mereka menggunakan gondang, kemudian musik brass, namun karena

7

(14)

beberapa faktor masyarakat lebih memilih organ tunggal daripada gondang dan musik brass.

Penggunaan kata anak dalam penelitian ini adalah menunjukkan bahwa Lamsa Sihombing dikaji sebagai seorang partaganing ketika dia dalam rentang usia anak-anak yaitu antara usia 6-12 tahun dan saat ini dia berusia 16 tahun. Dalam penelitian ini penulis menjadikan Lamsa Sihombing sebagai objek penelitian seperti yang sudah dijelaskan di latar belakang bahwa Lamsa Sihombing merupakan seorang partaganing anak dalam sebuah grup musik yang berada di Desa Bahal Batu I yaitu Naga Musik. Lamsa Sihombing berperan sebagai pengisi ritme dan irama sebuah repertoar atau lagu yang dibawakan.

Naga Musik merupakan sebuah grup yang memakai organ tunggal dalam melayani permintaan masyarakat Batak Toba di daerahnya. Naga musik terkadang juga menyediakan konsep musik tiup, dimana alat musik yang digunakan adalah drumset, saksofon, trumpet, dan sulim. Namun penelitian ini penulis melihat konsep organ tunggal yang mereka bawakan karena di dalamnya terdapat taganing yang dimainkan oleh Lamsa Sihombing. Lamsa bersama grup musik tersebut sudah sering tampil dalam upacara-upacara adat masyarakat Batak Toba. Upacara adat menjadi sebuah kegiatan yang selalu dilaksanakan pada waktu dan tujuan tertentu. Oleh karena itu penulis akan melihat bagaimana peranan Lamsa Sihombing sebagai partaganing dalam musik yang dimainkan bersama grup Naga Musik.

(15)

satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Studi kasus dapat dilakukan kepada individu, seperti yang lazimnya dilakukan oleh para ahli psikologi analisis; juga bisa dilakukan terhadap kelompok, seperti yang dilakukan oleh beberapa ahli antropologi, sosiologi, dan psikologi sosial.

Pada tipe penelitian ini, sesorang atau suatu kelompok yang diteliti, permasalahannya ditelaah secara komprehensif, mendetail, dan mendalam. Berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan antarvariabel yang ada. Karenanya, peneliti sesuatu kasus, bias jadi melahirkan pernyataan-pernyataan yang bersifat eksplanasi. Akan tetapi eksplanasi yang demikian itu, tidak dapat diangkat sebagai suatu generalisasi (Faisal, 1992:22).

Latar belakang kehidupan dan lingkungan seseorang pecandu narkotika, kehidupan internal sebuah gang, pembentukan militansi sebagai sesuatu kelompok radikal, factor-faktor yang melatarbelakangi tingginya swadaya pembangunan di sesuatu desa, merupakan beberapa contoh dari topic telaahan sebuah studi kasus. Demikian pula kajian penulis terhadap fenomena Lamsa Sihombing dalam kebudayan musik organ tunggal Batak Toba ini merupakan studi kasus juga.

(16)

syarat yang digunakan oleh masyarakat untuk menuntun prosedur-prosedur upacara, hukum adat masyarakat, sistem kekeluargaan, dan nilai-nilainya dan norma-norma tingkah laku yang saling berhubungan.

Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara sebagai lokasi penelitian memberikan gambaran tentang bagaimana perkembangan musik Batak Toba di daerah ini. Dengan memahami wilayah ini maka penulis dapat melihat faktor lingkungan yang mempengaruhi Lamsa Sihombing dalam belajar taganing, sampai pada posisi dia diterima masyarakat sebagai partaganing dalam sebuah upacara adat.

1.4.2 Teori

Teori merupakan alat yang terpenting dalam ilmu pengetahuan. Tanpa ada teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa teori yang menjadi landasan berpikir secara ilmiah di dalam menganalisis setiap pengetahuan yang terdapat di dalam objek penelitian penulis.

(17)

di masyarakat itu sendiri. Seperti apa sebaiknya perilaku yang pantas untuk musisi. Musisi dapat membentuk sebuah kelas khusus atau kasta, mereka bisa atau juga bukan dianggap sebagai tenaga profesional, peran mereka dapat dianggap berasal dari lahir atau yang dicapai dengan usaha, status mereka bisa tinggi atau rendah atau kombinasi keduanya. Di hampir setiap kasus bagaimanapun juga musisi berperilaku sosial dalam konteks tertentu dan didefinisikan dengan cara yang baik, karena mereka adalah musisi, dan perilaku mereka dibentuk baik oleh citra diri mereka dan dengan ekspektasi dan klise atau labelisasi dari peran mereka seperti yang dilihat oleh masyarakat luas.

(18)

dan cara memberi penghargaan dapat sangat berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali tidak mendapat bayaran.

Sama penting dan menariknya adalah berbagai masalah tentang apakah pemusik dianggap sebagai seseorang yang mempunyai bakat luar biasa, atau apakah semua anggoata masyarakat tersebut dianggap mempunyai bakat yang sama? Apakah pemusik mewariskan kemampuannya dan apabila demikian dari siapa dan dengan cara apa?

Sebagai anggota masyarakat, pemusik dapat memandang kemampuannya sebagai sesuatu yang membedakannya dengan orang-orang lain, dan dengan demikian ia dapat melihat dirinya sendiri dan masyarakatnya dalam rangka hubungan tertentu. Orang yang bukan pemusik pun dapat menganut konsep-konsep prilaku musikal yang dapat atau tidak dapat diterima, dan membentuk sikap-sikap terhadap pemusik dan tindakannya dengan dasar ini. Tentu saja pemusik dapat juga dianggap mempunyai sebuah kelas sosial tertentu dan mereka dapat membentuk berbagai asosiasi yang didasarkan atas keterampilan mereka di dalam masyarakat. Mereka dapat memiliki musik yang dihasilkan, jadi memunculkan lagi berbagai masalah ekonomi, dalam hal ini hubungan dengan barang-barang yang tidak tersangkut langsung.

(19)

Untuk melihat proses belajar yang dilakukan Lamsa Sihombing, penulis akan mengacu kepada pendapat Shin Nakagawa yang mengatakan bahwa, jika musik ditularkan dengan lisan, musik tidak banyak berubah, ini merupakan karakter penularan musik tanpa notasi, musik harus diajarkan sepersis mungkin. (Shin Nakagawa, 2000:45).

Lebih lanjut Shin Nakagawa menjelaskan bahwa hubungan guru dengan murid sangatlah penting, murid diajar guru secara langsung man to man, selain itu hubungan guru dengan murid juga sangat dekat, murid yang tidak hormat dengan guru akan mengalami kesulitan dalam belajar. Demikian juga Lamsa Sihombing, dia memperoleh ilmu tentang taganing secara lisan dari paman beserta teman-teman dalam satu grupnya di Naga Musik.

Seperti yang diungkapkan oleh Merriam bagaimana pentingnya untuk mengakumulasi pengetahuan musik, adalah dengan mengerti keseluruhan mekanisme pembelajaran di dalam masyarakatnya, khususnya bagaimana musik ditransmisikan dari generasi ke generasi, ataupun antara individu dari generasi yang sama (1964:145). Merriam menjelaskan bahwa proses belajar musik sebagian merupakan bagian dari proses sosialisasi; itu mungkin dilakukan lewat pendidikan, misalnya seorang ayah mengajarkan kepada anaknya bagaimana memainkan alat musik; atau mungkin dengan sistem schooling misalnya dilakukan dengan magang Merriam (1964:146).

(20)

2003:2). R. Gagne menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dam tingkah laku; dan belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi kedalam 5 kategori yang disebut the domains of learning, salah satu diantaranya merupakan strategi kognitif yaitu organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan secara terus-menerus.

1.5Metode Penelitian

Menurut Triswanto dalam Chrismes Manik ( 2010:15), metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untukmendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Kata metode secara harafiah dapat diartikan sebagai cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Ada juga yang mengatakan metode dalam penelitian sebagai alat dalam melakukan penelitian, yaitu dari pengumpulan data, penganalisisan data sampai dengan menarik kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

(21)

menjadi bahan tulisan yang mengacu pada pokok permasalahan yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada penelitian in, penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi dan Martini dalam Bonggud Sidabutar (1995:209) penelitian kualitatif adalah rangkaian atau proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan menjadi hal yang sangat penting dalam penelitian ini . Sebelum melakukan kerja lapangan penulis mencoba mencari informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan objek penelitian. Melalui buku-buku bacaan, skripsi, tesis ,dan bahkan melalui sumber media elektronik berupa internet. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis diarahkan kepada hal yang lebih spesifik dari objek yang akan diteliti, adanya konsep-konsep, teori-teori serta pendapat-pendapat sangat membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan ini secara ilmiah yaitu dengan mengumpulkan referensi-referensi seperti disebutkan sebelumnya.

1.5.2 Penelitian Lapangan

(22)

yang mengacu pada pokok permasalahan seperti yang sudah disebutkan di atas. Penelitian lapangan membutuhkan peran peneliti untuk menggali lebih dalam tentang informasi terkait dengan objek penelitian. Pada penulisan skripsi ini penulis akan melakukan kegiatan wawancara , dan perekaman.

1.5.2.1Wawancara

Pada penelitian ini penulis akan melakukan wawancara dengan menentukan narasumber dan informan yang berhubungan dengan objek penelitian. Salah satunya adalah Lamsa Sihombing, kemudian kakek beserta teman-teman satu grup di Naga Musik. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi secara langsung dari orang-orang yang terkait dengan objek penelitian .

1.5.2.1 Perekaman

Perekaman diperlukan untuk mengambil data tentang Lamsa Sihombing dalam peranannya sebagai partaganing pada upacara adat. Hal ini penting untuk membantu penulis dalam menganalisa bagaimana peranan Lamsa dalam sebuah upacara adat, selain itu perekaman berfungsi untuk mengingatkan kembali penulis tentang proses yang terjadi di lapangan karena penulis tentu tidak akan mampu mengingat setiap proses yang terjadi di lapangan.

(23)

Kerja laboratorium akan dilakukan setelah semua data-data terkait objek penelitian sudah dikumpulkan melalui penelitian lapangan. Selanjutnya penulis menganalisis dan menjadikan semua data menjadi sebuah tulisan ilmiah. Dalam kerja laboratorium ini, penulis menggunakan data-data dari lapangan dan kemudian dikaitkan dengan pokok masalah dalam penelitian ini. Penulis memilih data-data yang relevan dengan pokok masalah, dan dengan demikian melakukan reduksi data. Dalam konteks penelitian ini, data-data dari lapangan kemudian ditafsirkan melalui disiplin etnomusikologi, terutama apa-apa saja faktor sosial dan kebudayaan yang mendukung eksistensi fenomena pemusik anak dalam kebudayaan musik Batak Toba, khususnya yang tercermin di dalam diri Lamsa Sihombing.

BAB II

MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA BAHAL BATU I

(24)

lain mengenai wilayah Desa Bahal Batu I juga akan dibahas dalam bab ini. Berikut pembahasannya.

2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Desa ini ditempuh dalam waktu ± 60 menit dari kota Tarutung, ibukota Kabupaten Tapanuli utara. Desa Bahal Batu I merupakan satu diantara sembilan belas Desa yang berada di wilayah kepemimpinan Kecamatan Siborong-borong . Adapun kesembilan belas Desa tersebut yaitu, Bahal Batu I, Bahal Batu II, Bahal Batu III, Hutabulu, Lobu Siregar I, Lobu Siregar II, Lumban Tonga-tonga, Paniaran, Parik Sabungan, Pohan Jae, Pohan Tonga, Siaro, Siborong-borong I, Siborong-borong II, Sigumbang, Silait-lait, Sitabo-tabo, Sitabo-tabo Toruan, Sitampurung. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Bahal Batu I, bahwa luas wilayah Desa Bahal Batu I adalah 11,30 km2.

Desa Bahal Batu I sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara memiliki topografi yang tidak jauh berbeda dari Desa lainnya di Tapanuli Utara. Berdasarkan topografinya daerah Tapanuli Utara berada di jajaran Bukit Barisan dengan keadaan tanah umumnya berbukit dan bergelombang, hanya sekitar 9,66 % dari keseluruhan luas wilayah yang berbentuk datar dan berada pada ketinggian 300-2.000 meter di atas permukaan laut.

(25)

Masyarakat Batak Toba di Desa Bahal Batu I memiliki prinsip seperti Batak Toba lain, yang menganggap bahwa struktur kekerabatan harus tetap dijaga sebagai budaya turun temurun dari nenek moyang. D.J. Rajamarpodang mengatakan bahwa sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan, baik antara individu dengan individu atau individu dengan masyarakat lingkungan. Di dalam sistem kekerabatan ini terdapat pula: kelompok kekerabatan, sistem keturunan, sistem istilah kekerabatan dan sopan santun pergaulan kekerabatan.

Pada kelompok kekerabatan ada sistem norma yang mengatur kelakuan warga kelompok .Pada kelompok yang bersangkutan ada harga dan rasa kepribadian yang disadari oleh para anggotanya, ada hak dan kewajiban yang turut mengatur interaksi mereka, di samping pimpinan yang mengorganisir kegiatan kelompok. Sistem keturunan adalah yang menentukan siapa di antara kerabat yang begitu luas termasuk ke dalam lingkungan kekerabatannya dan siapa yang tidak termasuk de dalamnya:

1. Sistem keturunan melalui garis laki-laki saja disebut prinsip patrilineal. 2. Sistem keturunan melalui garis perempuan disebut prinsip matrilineal. 3. Sistem keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan

melalui laki-laki dan perempuan disebut prinsip bilateral.

(26)

adalah sistem bagaimana seseorang menyapa atau menyebut seseorang yang lain dari anggota kerabatnya. Sopan santun pergaulan kekerabatan merupakan sistem tentang bagaimana seharusnya seseorang bersikap terhadap kerabat tertentu dan bagaimana sikap terhadap anggota kerabat lainnya. Terhadap seseorang kerabat tertentu ada hubungan sungkan, tetapi dengan anggota lainnya ada hubungan bebas. Seperti suku lainnya di Sumetera Utara konsep kekerabatan Batak Toba bisa kita temukan dari marga serta konsep Dalihan Na Tolu sebagai pilar utama dalam menjalin hubungan kekerabatan.

2.2.1 Marga

Batak Toba merupakan suku dengan identitas marga pada bagian akhir dari nama yang diberikan. Marga adalah identitas klan turunan pada masyarakat Batak Toba (Irwansyah 2005: 88). Sebagai suku dengan konsep patrilineal marga diwariskan dari ayah yang akan diberikan identitas marga. Dari silsilah mithologi si Raja Batak bahwa marga-marga Batak terbagi atas dua bagian besar yaitu pihak I adalah turunan Nai Lontungon dan pihak II adalah turunan Nai Sumbaon (D.J. Rajamarpodang 1992:126).

(27)

masyarakat Batak Toba akan mengetahui partuturan apabila bertemu dengan masyarakat Batak Toba lainnya di suatu tempat.

2.2.2 Dalihan Natolu

Menurut catatan D.J. Rajamarpodang dalam bukunya Dalihan Natolu Prinsip Dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak, mengatakan bahwa dalihan artinya tiang tungku yang dibuat dari batu. Na, artinya yang, Tolu artinya tiga. Jadi Dalihan Na Tolu artinya Tiga Tiang Tungku. Dalihan berasal dari bahan baku batu yang dibentuk sedemikian rupa, ujung yang satu tumpul dan ujung yang lain agak segiempat yang berfungsi sebagai kaki dalihan. Bentuk Dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama lain dengan tinggi yang sama dan harmonis.

(28)

Nenek moyang suku Batak Toba melihat kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keluarga tidak ada obahnya seperti Dalihan Na Tolu. Bahwa segala sesuatu yang diperlukan menyangkut kepentingan manusia dan keluarga, yang menjadi sumber sikap perilaku seseorang dalam kehidupan sosial budaya haruslah bersumber dari tiga unsur kekerabatan, ibarat tiga tiang tungku yang bediri sendiri tetapi saling berkaitan dalam bentuk kerjasama atau sama-sama memanfaatkan satu sama-sama lain. Ketiga unsur yang berdiri sendiri tidak ada artinya, tetapi harus ada kerjasama satu sama lain sehingga memperoleh manfaat. Ketiga unsur itu adalah:

1. Unsur pertama adalah Suhut dengan saudara laki-laki yang disebut dongan sabutuha.

2. Unsur kedua adalah saudara Suhut perempuan dengan suaminya disebut boru.

3. Unsur ketiga adalah saudara laki-laki dari istri suhut yang disebut hula-hula.

Bagi masyarakat Desa Bahal Batu I, Dalihan Na Tolu menjadi pedoman dan landasan pokok yang selalu diterapkan dalam kehidupan adat istiadat.

2.3 Sistem Kepercayaan

(29)

Sansekerta yang berarti tradisi. Sebelum terbentuk Negara Republik Indonesia bahwa, suku-suku di daerah-daerah sudah menganut agama dan kepercayaan asli seperti dalam kepercayaan masyarakat Batak Purba, diyakini adanya Tuhan Yang Maha Tinggi yang disebut Mula Jadi Nabolon. “Tuhan” itu secara fungsional terbagi atas tiga dalam prinsip yang tri tunggal, yaitu Tuan Bubi naBolon, Ompu Silaon Na Bolon, dan Tuan Pane Na Bolon yang berurut menguasai wilayah atas: langit yang disebut banua ginjang, wilayah tengah: bumi yang disebut banua tonga dan wilayah bawah: laut dan cahaya yang disebut banua toru. Konsep “Tuhan” yang demikian itu menurut para ahli antropologi religi akibat dari pengaruh Hindu yang menyusup ke dalam konsep kepercayaan asli orang Batak.

Bangsa Batak sudah menganut agama asli yaitu agama Mulajadi yang sudah ada sejak jaman purba sampai kemudian pada masa Sisingamangaraja-X (sepuluh) mulai berkembang agama baru yang dianut sebagian dari Bangsa Batak yaitu Ugamo Malim dan penganutnya disebut parmalim. Pada masa Si Singamangaraja X (sebelum masuknya Islam dan Kristen) kehidupan beragama bagi masyarakat Batak Toba merupakan kesatuan yang erat dengan pemerintahan, yang pada masa itu dipegang oleh beberapa pimpinan.

(30)

menjadi pusat penyebaran agama Kristen pertama di Tanah Batak. Dilokasi ini pula Nommensen membangun gereja Dame, yakni Gereja pertama di Silindung yang didirikan pada tahun 1864. Sesudah itu gerakannya bertambah cepat, sehingga agama Kristen mencapai perkembangan yang pesat di Batak Toba. Kecamatan Siborong-borong termasuk salah satu kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi yang mulai berkembang seiring program pemerintah daerah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, sehingga tidak mengeherankan apabila ada beberapa macam suku yang mendiami Kecamatan ini seperti Batak Toba, Simalungun, Nias, Minangkabau dan lain-lain untuk mencari taraf hidup yang lebih baik. Dengan demikian sistem kepercayaan yang dianut masyarakatnya juga berbeda, Namun menurut statistik kantor Kecamatan Siborong-borong bahwa agama mayoritas adalah agama Kristen. Desa Bahal Batu I sebagai bagian dari kecamatan ini merupakan desa yang seluruh penduduknya beragama Kristen.

2.4 Sistem Kesenian

(31)

jenis kain tenunan yang terbuat dari bahan benang berwarna-warni. Dasar pembuatan ulos adalah bonang manalu, perobahan pengertian dari bonang manolu. Bonang manolu bersumber dari pengertian kepercayaan yang bersimbolkan warna tiga bolit , sedangkan tiga bolit adalah bersumber mula dari tiga warna hembang sebagai lambang dari pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon, ketiga warna tersebut adalah warna hitam sebagai perlambang Debata Bataraguru, warna putih sebagai perlambang Debata Sorisohaliapan dan warna merah sebagai perlambang Debata Balabulan. Namun dalam perkembangan terakhir penulis melihat bahwa warna yang terdapat dalam motif ulos sudah beraneka ragam, tentu saja ini merupakan hasil kreativitas dari penenun ulos .Penggunaan ulos juga tidak hanya terbatas pada unsur sosial budaya spritual yang mengatakan bahwa ulos merupakan simbol dari ugamo. Namun berbagai kreativitas lain bermunculan seperti tas dan pakain yang terbuat dari bahan dasar ulos. Seni sastra dalam masyarakat Batak Toba dapat kita lihat dari adanya umpasa, tongo-tongo,turi-turian, dan huling-huling ansa. Seni sastra yang sering dijumpai adalah umpasa, karena selalu digunakan dalam pelaksanaan adat istiadat di masyarakat.

(32)

berhubungan dengan budaya, khususnya budaya Batak Toba. Seni musik sebagai sebuah salah aspek dari sistem kesenian selalu hadir dalam keseharian masyarakat Batak Toba, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial adat istiadat maupun sebagai sarana hiburan.

2.4.1 Seni Musik

Menurut asumsi penulis bahwa seni musik merupakan seni yang paling menonjol dalam budaya masyarakat Batak Toba. Karena kita bisa menemukan musik dijadikan sebagai kebutuhan sehari-hari, artinya musik memiliki peranan penting dalam kegiatan masyarakat, terutama sebagai sarana hiburan dan juga pelengkap proses adat istiadat yang ada.

Menurut Alan.P. Merriam dalam bukunya Anthropology of Music ada 10 fungsi musik yaitu: fungsi pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetis, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi perlambangan, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, fungsi kesinambungan budaya, dan fungsi pengintegrasian masyarakat. Di dalam seni musik Batak Toba, kita juga bisa menemukan fungsi-fungsi tersebut. Seperti dalam masyarakat Desa Bahal Batu I, musik digunakan sebagai pengiring upacara-upacara adat (sebagai fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial), musik digunakan sebagai pengiring acara pesta ulang tahun ( fungsi musik sebagai hiburan) dan lain-lain.

(33)

paling banyak menyimpan sejarah kebudayaan Batak memiliki ciri khas tersendiri dalam menggunakan musik dalam kehidupan sehari-hari. Di Samosir kita bisa melihat pertunjukan musik tradisional Batak Toba beserta tarian dalam lokasi-lokasi wisata yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat. Musik juga bisa dijumpai di lapo tempat orang-orang berkumpul khususnya pada malam hari, kita bisa melihat taganing ditempat ini dan dimainkan bergantian untuk mengisi hiburan dalam kumpulan orang-orang di lapo tersebut.

Namun tidak demikian di Desa Bahal Batu, musik Batak Toba seperti taganing, sulim jarang ditemukan dalam keseharian masyarakatnya. Alat musik ini biasanya hanya ada di rumah pemilik sebuah grup musik Batak Toba, yang biasanya hanya digunakan dalam upacara adat. Masyarakat Desa Bahal Batu I, menjadikan musik sebagai sarana penting hanya dalam upacara adat saja. Sangat jarang dijumpai masyarakat yang berminat untuk mempelajari musik terbukti bahwa pemain musik yang dipakai dalam sebuah grup biasanya diundang dari daerah atau desa yang lain. Masyarakat biasanya menghabiskan waktu di sekolah, di ladang atau kebun tempat mereka mencari nafkah, di perkantoran atau pekerjaan lain yang tidak berhubungan dengan musik

2.5 Sistem Mata Pencaharian

(34)

wiraswasta dan 10 % Pegawai Negeri Sipil. Dengan data ini kita bisa melihat bahwa sebagian besar masyarakat menggeluti dunia agraris dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sebagai tanaman pokok yang selalu dijadikan sumber kebutuhan wajib adalah tanaman padi. Masyarakat di Desa ini biasanya mengadakan panen 1 kali dalam setahun yaitu sekitar bulan Mei dan Juni. Pelaksanaan panen selalu diaksanakan di bulan yang sama sehingga proses pengerjaannya terkadang dilaksanakan dalam bentuk gotongroyong (masiurupan ) .Hal ini terjadi melihat proses panen yang memerlukan tenaga pekerja yang lebih banyak karena harus mengambil hasil panen tepat waktu dan padi tidak bisa ditahan dalam waktu yang lama di tengah persawahan .Padi yang tidak diambil tepat waktu atau melewati batas ketika padi masak, biasanya bulirnya akan terlepas ( marurus ). Oleh karena itu gotong royong sangat diperlukan untuk proses ini. Biasanya hasil panen yang diperoleh oleh tiap keluarga akan disimpan di dalam lumbung padi masing-masing sebagai persediaan makanan untuk satu tahun.

(35)

2.6 Tingkat Pendidikan

Pendidikan sebagai salah satu tangga menuju sukses merupakan hal yang selalu diinginkan manusia. Dengan peningkatan kualitas pendidikan maka Sumber Daya Manusia suatu daerah akan meningkat sesuai proses yang dilakukan. Dengan peningkatan Sumber Daya Manusia maka tentu saja sumber Daya Alam yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaakan terlebih kepada peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Desa Bahal Batu I selalu berupaya melakukan yang terbaik kepada peningkatan pendidikan masyarakatnya terutama generasi muda. Terdapat 1 unit PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini), 1 unit SD Negeri, 1 unit SMP Swasta telah berdiri di wilayah desa ini dimana sebagian besar penduduk memilih untuk sekolah di tempat ini.

2.7 Latar Belakang Kehidupan Lamsa Sihombing

(36)

adalah agama Kristen Protestan. Ia termasuk anak yang rajin berivadah di gereja HKBP (Huria Kristen batak Protestan) di desa ini. Dalam ibadah minggu ini, Lamsa, masuk ke dalam sekolah minggu. Ayahnya adalah seorang petani di desa Bahal Batu. Sehingga kultur yang dihasilkan Lamsia sekeluarga berdasarkan kepada kebudayaan agraris. Selain itu, Lamsia Sihombing juga sudah menamatkan SLTP dan sedang masuk ke tingkat SLTA dalam proses pendidikannya. Dengan demikian Lamsia Sihombing secara umum berlatarbelakang kebudayaan Batak Toba.

BAB III

MUSIK DALAM KEHIDUPAN TRADISIONAL MASYARAKAT BATAK TOBA

(37)

diwariskan oleh nenek moyang sejak zaman dahulu. Musik tidak dapat dilepaskan dalam perjalanan hidup masyarakat Batak Toba. Berbagai kegiatan musik dapat dilihat dari dua konteks kegunaan yakni:1) kegiatan musik yang dilakukan untuk sesuatu yang sifatnya hiburan/nonseremonial, dan 2) kegiatan pertunjukan musik yang dilakukan dalam konteks adat dan ritual keagamaan/ seremonial. Aktivitas musik yang pertama umumnya ditampilkan dalam bentuk nyanyian atau permainan alat-alat musik tunggal. Adapun aktivitas musik yang kedua yang disebut gondang umumnya dimainkan dalam bentuk ensambel (Irwansyah Harahap, 2005:15).

3.1Musik Nonseremonial

Musik nonseremonial seperti yang dijelaskan diatas umumnya ditampilkan dalam bentuk nyanyian ( ende) atau permainan alat-alat tunggal (instrumen solo). Keberadaan nyanyian dan instrumen solo sangat penting sebagai hiburan dalam masyarakat.

3.1.1 Nyanyian atau Ende

(38)

1. Ende mandideng yaitu musik vokal yang digunakan untuk menidurkan anak (lullaby).

2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Biasanya dinyanyikan pada waktu senggang saat menjelang pernikahan.

3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dan daam waktu senggang, biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh para muda-mudi atau remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

5. Ende sibaran, adalah musik vokal yang menggambarkan cetusan penderitaan seseorang yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, dan biasanya dinyanyikan di tempat yang sepi. 6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkaitan

dengan pemberkatan, dan berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh para orang tua kepada keturunannya.

(39)

kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan anak-anak yang dipimipin oleh seseorang yang lebih dewasa atau orang tua.

8. Ende Andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal dunia, yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung alunan melodi biasanya muncul secara spontan, sehingga penyanyi haruslah cepat tanggap dan terampil dalam sastra dan menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini (Ben Pasaribu, 1988).

Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Rithaony, membagi kelompok musik vokal menjadi tiga jenis yaitu:

1. Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang dinyanyikan untuk acara-acara namarhadodoan (resmi).

2. Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan masyarakat Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari.

3. Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dalam berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

Lebih jauh, menurut Jan Harold Brunvand yang dikutip oleh Rithaony (1989). Jenis musik vokal masyarakat Batak Toba diklasifikasikan sebagai berikut:

(40)

2. Nyanyian kerja (work song), yakni musik vokal yang mempunyai irama dan kata-kata yang bersifat menggugah semangat, sehingga dapat menimbulkan rasa gairah untuk bekerja. Contoh: luga-luga solu.

3. Nyanyian permainan (play song), yakni musik vokal yang mempunyai irama gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan. Contoh: sampele-sampele.

4. Nyanyian yang bersifat kerohanian atau keagamaan, yakni musik vokal yang teksnya berhubungan dengan kitab injil, legenda-legenda keagamaan, atau pelajaran-pelajaran keagamaan. Contoh: metmet au on.

5. Nyanyian nasehat, yakni musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang bagaimana pola bertingkah laku yang baik. Contoh: siboruadi

6. Nyanyian mengenai hubungan berpacaran dan pernikahan, yaitu musik vokal yang liriknya biasanya mengungkapkan kebiasaan muda-mudi yang sedang bercinta dan akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Contoh: madekdek ma gambiri.

3.1.2 Instrumen Solo

Instrumen solo merupakan bagian dari musik instumental masyarakat Batak Toba. Adapun musik instrumen solo pada Batak Toba adalah:

(41)

2. Jenggong (jews harp) yang terbuat dari logam dan mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga. Dan instrumen ini juga termasuk ke dalam kelompok idiophone.

3. Talatoit(transverse flute) sering juga disebut dengan salohat/tulila, yaitu alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara meniup dari samping. Mempunyai empat lobang nada yakni dua disisi kiri dan dua di sisi kanan, sedangkan lobang tiupan berada di tengah. Instrumen ini diklasifikasikan kedalam kelompok aerofon.

4. Sordam (up blown flute) yang terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan cara meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada ujung istrumen yang diposisikan secara diagonal. Instrumen ini memiliki lima lobang nada, yakni empat dibagia atas dan satu dibagian bawah, sedangkan lobang tiupan berada pada ujung atasnya. Instrumen ini juga termasuk kedalam kelompok aerofon.

(42)

6. Mengmung juga merupakan instrumen sejenis idiochordophone yang mirip dengan tanggetang, hanya saja senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu dijadikan sebagai resonatornya.

3.2Musik Seremonial

Aktivitas musikal yang digunakan di dalam konteks seremonial adat dan ritual keagamaan, di masyarakat Batak Toba dikenal dengan sebutan gondang. Hal ini terungkap dalam falsafah tradisional masyarakat yang mengatakan bahwa gondang merupakan alat utama untuk mencapai hubungan antara manusia dan Sang pencipta yang disebut Debata Mulajadi Nabolon (Irwansyah Harahap, 2005: 15). Aktivitas musikal seremonial biasanya diiringi dengan musik dalam bentuk ensambel. Ensambel yang dikenal dalam budaya masyarakat Batak Toba disebut dengan gondang ,yaitu ensambel gondang sabangunan dan ensambel gondang hasapi.

3.2.1 Ensambel Gondang Sabangunan

(43)

Seperti diungkapkan Marsius Sitohang, bahwa masyarakat Batak Toba ada yang menganggap irama dari gondang sabangunan susah diikuti ketika sedang manortor, selain itu masyarakat menganggap iringan ensambel ini seperti mamele begu (menyembah roh). Saat ini penggunaan gondang sabangunan bisa dijumpai hanya pada upacara adat tertentu seperti mangongkal holi/mangongkal saring-saring, itupun hanya dimainkan pada bagian pembukaan dari acara, biasanya acara selanjutnya akan diisi dengan iringan musik tiup atau organ tunggal. Namun dalam kelompok masyarakat tertentu ensambel ini masih tetap digunakan seperti kelompok masyarakat parmalim . Adapu alat musik dalam ensambel gondang sabangunan yaitu :

1. Taganing (single headed drum), masuk dalam klasifikasi membranofon. taganing adalah salah satu alat musik yang dapat mengeluarkan nada. Taganing adalah gondang yang bernada yang tersusun atas lima buah gendang, yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga pembawa rythem pada lagu atau repertoar tertentu. Kelima gendang tersebut memiliki nama yang berbeda-beda yakni: odap, paidua odap, painonga, paidua ting-ting, dan ting-ting.

2. Gordang (single headed drum) yakni sebuah gendang-bas bermuka satu yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai pembawa ritem konstan dan ritem variabel. Klasifikasi instrumen ini termasuk kepada kelompok membranophone.

(44)

musik yang berlidah ganda (double reed), yang fungsinya dalam ensambel gondang sabangunan adalah pembawa melodi dari sebuah repertoar dan penggunaanya dengan cara marsiulak hosa (circular breathing).

4. Ogung (gong) yang masuk dalam klasifikasi idiopone yang penggetar utamanya dari alat musik tersebut, ogung mempunyai 4 bagian dan memiliki nama yang berbeda yaitu: oloan, doal, ihutan, panggora. Dan keempat ogung itu sudah memiliki masing-masing rythem dimainkan secara konstan dan tidak berubah.

5. Hesek, alat musik yang termasuk pada klasifikasi idiophone, fungsi alat ini adalah sebagai pembawa tempo sebuah repertoar. Biasanya terbuat dari potongan besi atau dengan menggunakan botol bekas. Hesek dimainkan dengan cara dipukul menggunakan stik dari besi, sehingga bunyi yang dihasilkan kuat dan didengar oleh pemain musik yang lain.

6. Odap (double headed drum) yakni sejenis gendang kecil bermuka dua (dua sisi selaput gendang) yang berperan sebagai pembawa ritem variabel. Instrumen ini biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu. Instrumen ini tergolong kepada kelompok membranophone.

Ensambel gondang sabangunan umumnya dimainkan oleh tujuh orang pargonsi, yaitu:

1. Sebagai leader (pemimpin musikal) adalah sarune bolon, peranannya memainkan melodi, jumlah pemainnya satu orang

(45)

4. Satu orang memainkan oloan dan ihutan, 5. Satu orang memainkan doal,

6. Satu orang memainkan panggora 7. Satu orang pemain hesek

Di dalam masyarakat Batak Toba, alat musik gondang sabangunan memiliki filosofi tersendiri. Setiap alat musik dalam ensambel gondang sabangunan memiliki falsafi yang berbunyi sebagai berikut: mangkuling sarune marhata-hata mangkuling taganing marunung-unung, manghuling ogung

marhuolon. Secara harifiah, kalimat tersebut berarti: berbunyi sarune berkata-kata, berbunyi taganing dengan suara sayup-sayup, berbunyi ogung dengan suara bergema. Hubungan antara falsafi diatas dan pembagian peranan musikal setiap alat tercermin dalam konteks permainan musik, yaitu :

1. Peranan alat musik yang mutlak sebagai pembawa melodi pada dasarnya adalah sarune bolon. Bunyi sarune bolon dianalogikan dengan suara orang yang sedang berkata-kata.

2. Taganing kadang-kadang bisa bermain mengikuti melodi sarune bolon secara heterofonis atau hanya memberikan aksentuasi ritmis, pada garis melodi yang dimainkan sarune bolon .Bunyi taganing dianalogikan dengan suara orang yang sedang bersungut-sungut, dimana kata-katanya umunya terdengar kurang jelas.

(46)

3.2.2 Ensambel Gondang Hasapi

Ensambel gondang hasapi merupakan ensambel yang dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil, dimana penggunaannya terbatas pada ruang kecil dan tertutup. Adapun alat-alat musik dalam ensambel gondang hasapi yaitu:

1. Sarune etek merupakan alat musik yang termasuk dalam klafikasi aerophone. Alat musik ini tergolong alat musik berlidah tunggal (single reed),sarune etek dalam gondang hasapi dijadikan sebagai instrumen pembawa melodi repertoar. Sarune etek bentuknya menyerupai sarune bolon namun sarune ini berukuran lebih kecilatau etek. Lubang nadanya ada lima buah, empat lubang berada diatas dan satu lubang di bawah. Adapun teknik atau cara memainkannya adalah meniup dengan cara marsiulak hosa (circular breathing).

2. Hasapi ende, sejenis lute ini adalah pembawa melodi. Hasapi ende memiliki dua senar .Proses penalaan biasanya dengan menjadikan senar paling atas sebagai nada do ataupun sol dan senar bawah dengan nada mi ataupun re dalam tangga nada Barat. Namun biasanya untuk mendapatkan nada yang lebih harmoni maka nada yang sering dipakai pada senar atas dan senar bawah adalah do dengan mi.

(47)

dikeluarkan adalah gabungan nada ogung ihutan, doal, panggora, dan oloan.

4. Garantung (xylophone) merupakan alat musik yang terbuat dari kayu, garantung memiliki nada pentatonik (lima nada) yaitu antara nada do sampai sol dalam tangga nada Barat, namun saat ini kita sudah bisa menemukan garantung yang bilahan kayunya terdiri dari delapan nada. Garantung biasanya dijadikan sebagai pembawa melodi sebuah repertoar , dan bisa juga dijadikan sebagai alat musik pembawa tempo dan irama pada lagu-lagu tertentu.

5. Hesek, alat musik yang termasuk pada klasifikasi idiophone, fungsi alat ini adalah sebagai pembawa tempo sebuah repertoar. Biasanya terbuat dari potongan besi atau dengan menggunakan botol bekas. Hesek dimainkan dengan cara dipukul menggunakan stik dari besi, sehingga bunyi yang dihasilkan kuat dan didengar oleh pemain musik yang lain.

3.3 Uning-uningan

(48)

Ragam Indonesia), yang diciptakan oleh Tilhang Gultom, namun karena berbagai faktor dan permintaan masyarakat muncul beberapa grup opera Batak lainnya salah satu diantaranya adalah Sintanauli, dimana salah satu personil atau pemain musiknya adalah Marsius Sitohang. Pertunjukan opera dilaksanakan pada waktu tertentu dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, khususnya di daerah yang banyak dihuni oleh masyarakat Batak Toba.

Puncak kejayaan opera Batak pada tahin 1960-an, ketika penampilannya sudah bertaraf nasional atas undangan presiden Republik Indonesia Soekarno di Istana Merdeka. Awalnya opera Batak berasal dari tanah kurang subur, tepatnya di Sitamiang, Onan Runggu (Samosir) sebagai tempat pengembala kerbau. Salah satunya adalah Tilhang Gultom (1896-1970), anak kelima dari Raja Sarumbosi Gultom. Pada awalnya pertunjukan dilaksanakan di rumah-rumah sebelum di undang ke luar daerah. Pada tahun 1927 Tilhang Gultom kemudian pindah ke Tigadolok (Simalungun) dan mempunyai pemain sebanyak 50 (limapuluh) orang. Kurun waktu antara tahun 1914-1938, muncul gerakan identitas dan nasionalisme Batak yang dikenal dengan nama Dos Ni Roha, dan ini menjadi sponsor utama grup Tilhang. Sehingga pada tahun 1934 pertunjukan keliling dimulai sampai ke Penang dan Semenanjung Melayu (Daniel Perret, 2010:338-350).

(49)

berisi pesan moral supaya tidak menipu sesama manusia, terutama melakukan hal yang merugikan orang lain. Para pemain opera Batak juga terdiri dari berbagai agama dan suku dan daerah asal. Sehingga dengan keberagaman itu masing-masing bisa bebas mengekspresikan dirinya sesuai dengan latar belakang etnisnya masing-masing.

Dalam setiap pertunjukannya, musik menjadi bagian penting dalam mengiringi setiap adegan yang sudah diatur sedemikian rupa. Musik berfungsi untuk menambah dan membangun suasana yang ada dalam setiap adegan cerita. Penggunaan instrumen tradisional Batak tentu menjadi ciri khas opera ini. Walaupun dalam beberapa adegan mereka juga memasukkan instrumen lainnya seperti: biola, gitar. Namun yang menjadi instrumen utama adalah alat musik tradisional Batak Toba. Musik juga berfungsi untuk mengiringi tarian dan lagu-lagu yang terdapat dalam pertunjukan opera Batak. Penggunaan instrumen solo seperti: saga-saga, tulila, dan sordam biasanya dimainkan untuk menggambarkan suasana cerita yang hening ataupun sedih.

(50)

berbeda-beda. Sebelum mengadakan pertunjukan setiap personil akan melakukan latian di tempat tersebut, pemain baru biasanya muncul ketika pemain lama ada yang berhalangan atau bisa saja dia meninggalkan grup. Maka pemain muda ini difungsikan mungkin saja dengan instrumen yang lebih mudah dimainkan.

3.4Musik Tiup

Musik tiup merupakan sebuah ensambel musik yang dikenal setelah masuknya pengaruh Barat dalam budaya Batak Toba. Istilah musik tiup muncul karena alat-alat musik dalam ensambel tersebut sebagian dimainkan dengan cara ditiup, seperti: trumpet, saxsofon, slide. Instrumen musik Barat ini diperkenalkan oleh missionaris Kristen Jerman dalam pelayanannya di tanah Batak. Seperti yang pernah dicatat bahwa tanggal 27 Agustus 1865 Nommensen telah membabtis sekelompok masyarakat sebagai jemaat Kristen pertama di Tanah Batak. Bagi mereka dibuatlah sebuah kampung bernama Huta Dame (Kampung Damai) yang terletak di sebelah Timur Tarutung, dengan mendirikan satu Gereja yang diberi nama GarejaDame (Gereja Damai) sebagai tempat ibadah pertama orang Kristen di tanah Tapanuli Utara. Biasa dalam setia kebaktian Nommensen selalu memainkan akordion untuk mengiringi nyanyian. Kemahiran Nommensen dalam memainkan akordion dan biola memberikan suasana yang lebih hidup dalam kebaktian.

(51)

karena gondang mempunyai tangga nada pentatonis sehingga tidak bisa mengiringi nyanyian Gereja yang menggunakan tangga nada diatonis, dan saat itu penggunaan gondang juga dianggap mengandung unsur magis dalam kepercayaan masyarakat Batak. Untuk beberapa saat lamanya gondang jarang dimainkan sampai akhirnya mendapat penyesuaian dengan perkembangan zaman.

Setelah Nommensen kemudian ada misionaris yang melanjutkan pelayanan Nommensen dalam menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak, termasuk anaknya sendiri Berausgeben Van D. Johansen Rhlo Nommensen. Dalam pelayanannya dia mengajarkan alat musik organ di Sekolah Tinggi Guru Huria (Guru Jemaat). Berausgeben juga memiliki kemampuan memainkan terompet yang digunakan dalam suatu acara kebaktian Gereja di Pearaja- Tarutung. Inilah untuk pertama kalinya musik tiup trumpet masuk ke Tanah Batak yaitu sekitar abad ke-19 (akhir tahun1800-an). Sampai saat ini masih ada beberapa gereja seperti HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) yang menggunakan instrumen-instrumen ini dalam mengiringi kebaktian di gereja, yang dilengkapi dengan organ atau keyboard, salah di antaranya adalah gereja HKBP Resort Sipahutar, di Kabupaten Tapanuli Utara.

(52)

perkawinan masyarakat Batak Toba, yang berhubungan dengan tata ibadah Gereja. Namun kira-kira sejak tahun 1970-an, ensambel musik tiup sudah mulai digunakan dalam pelaksanaan upacara adat pada masyarakat Batak Toba. Terutama pada tahun 1980-an penggunaan ensambel ini semakin meningkat dimana masyarakat lebih tertarik untuk menggunakan ensambel ini dibanding ensambel gondang. Pada awalnya grup-grup musik tiup yang ada adalah milik Gereja dan mereka siap melayani permintaan masyarakat apabila diundang untuk mengiringi upacara-upacara adat yang akan dilaksanakan tanpa mendapat bayaran.

Karena banyaknya permintaan masyarakat terhadap grup musik tiup maka muncul grup-grup musik tiup komersil yang dikelola secara pribadi oleh pemiliknya seperti: Bahana, Haleluya Musik, Gesima Musik, Musik Daun Mas yang ada di Tapanuli Utara. Awalnya masyarakat Batak yang ada di luar Tapanuli Utara seperti Medan, Pematang Siantar akan mengundang grup musik tiup dari Tapanuli Utara untuk mengiringi upacara adat mereka. Namun seiring perkembangan musik ini sekitar tahun 1987 berdirilah grup musik tiup di daerah Pematang Siantar, Medan dan lainnya dalam memenuhi permintaan masyarakat. Demikianlah musik tiup mengalami perkembangan yang pesat didalam masyarakat Bata Toba. Alat musik yang terdapat dalam ensambel ini sekarang sudah ditambah dengan saxofon, sulim, dan drumset.

(53)

Musik organ tunggal merupakan sebuah ensambel musik yang dikenal masyarakat Batak Toba setelah masuknya pengaruh budaya Barat. Istilah organ tunggal sudah sangat familiar di kalangan masyarakat Batak Toba khususnya bagi para pemusik yang bergabung dalam grup-grup musik komersial saat ini. Ensambel ini disebut organ tunggal karena instrumen utama yang digunakan adalah keyboard. Adapun instrumen yang dipakai biasanya gabungan keyboard, sulim, taganing,dan saksofon, atau dalam kesempatan lain ada yang hanya menggunakan (kisul) keyboard dan sulim, (sulkibta) sulim, keyboard, dan taganing. Konsep ini dikemas tergantung permintaan masyarakat, namun yang menjadi perhatian dalam ensambel ini adalah keyboard yang menjadi alat musik utama.

Keyboard sebagai alat musik utama sudah diatur sedemikian rupa oleh pemain musiknya sehingga bisa mengambil alih musik yang dimintakan dalam sebuah upacara adat. Dengan menggunakan keyboard pemusik mampu memainkan repertoar gondang dan juga lagu-lagu pop yang sedang populer di masyarakat khususnya lagu-lagu pop Batak Toba.

3.6Fungsi Musik dalam Upacara Adat

(54)

ritual adalah suatu rangkaian kegiatan yang selalu dilakukan dengan cara yang sama, terutama sebagai bagian dari upacara keagamaan. Ketika ritual melibatkan suatu komunitas dengan latar belakang tertentu, ritual menjadi salah satu pewujudan dari komunitas tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa umumnya musik yang mengiringi kegiatan seremonial termasuk upacara adat adalah sebuah ensambel musik.

Ada beberapa upacara adat yang dikenal dalam masyarakat Batak Toba yaitu: mangongkal holi yaitu upacara penggalian tulang belulang orang tua yang telah meninggal dunia dan menempatkan/menyemayamkannya kembali di suatu tempat tertentu. Pasiarhon junjungan merupakan upacara pemanggilan roh nenek moyang untuk mendapat jawaban atas berbagai persoalan yang sedang dihadapi oleh sebuah keluarga. Upacara gondang saem merupakan upacara untuk penyembuhan. Upacara mangalahat horbo lae-lae merupakan upacara kurban persembahan kepada sang pencipta yakni penyembelihan seekor kerbau. Upacara pesta tugu merupakan upacara pendirian tugu sebagai tempat bersemayamnya orang-orang yang berasal dari satu marga yang telah meninggal dunia. Upacara perkawinan dan upacara kematian juga merupakan upacara yang selalu dilaksanakan dalam masyarakat Batak Toba.

(55)

konsep musik yang berbeda walaupun musik/ensambel yang digunakan sama, tentu saja hal itu tergantung kepada susunan acara yang akan digelar. Namun secara umum fungsi dari musik dalam upacara adat adalah untuk mengiringi tor-tor, karena di setiap upacara adat tor-tor menjadi bagian penting untuk diiringi.

3.7Pemusik dalam Upacara Adat

Musik dalam masyarakat Batak Toba mengalami banyak perubahan setelah masuknya agama Kristen ke Tanah Batak yang dibawa oleh misionaris-misionaris dari luar negeri. Masyarakat Batak Toba sebenarnya memiliki konsep musik yang kompleks sebelum masa itu ada. Bukan hanya tentang bunyi ataupun repertoar yang ada, namun orang yang mengerti dan memainkan musik juga memiliki akidah khusus yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan secara turun temurun. Seperti yang sudah dijelaskan dalam subbab sebelumnya bahwa ada beberapa ensambel yang digunakan dalam mengiringi upacara adat masyarakat Batak Toba, setiap ensambel memiliki ciri masing-masing dan ada yang bertambah akibat adanya akulturasi budaya Barat dengan budaya Batak Toba.

(56)

1. Harus mendapat sahala dari Mulajadi Na Bolon (Sang Pencipta). Sahala ini merupakan berkat kepintaran khusus dalam memainkan alat musik yang diberikan kepada seseorang sejak dalam kandungan. Dengan kata lain orang tersebut sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang pargonsi sebagai permintaan Mula Jadi Na Bolon.

2. Melalui proses belajar

Seseorang dapat menjadi pargonsi, dengan adanya berkat khusus yang diberikan Mulajadi Na Bolon sekaligus dipadukan dengan proses belajar. Sehingga itu seseorang memiliki ketrampilan khusus untuk dapat menjadi pargonsi. Walaupun melalui proses belajar, tetapi jika tidak diberikan sahala kepada orang tersebut, maka ia tidak berarti apa-apa atau tidak menjadi pargonsi yang pandai.

3. Mempunyai pengetahuan mengenai ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan dalam adat), maksudnya mengetahui struktur masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan Na Tolu dan penerapannya dalam masyarakat.

4. Umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki, dengan alasan:

a. Laki-laki merupakan hasil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi Na Bolon. b. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah untuk memainkan gondang sabangunan dalam suatu upacara adat.

(57)

Dengan adanya akulturasi dengan budaya Barat maka, pemahaman masyarakat tentang pemusik juga berubah sesuai dengan ensambel yang ada. Istilah pargonsi saat ini tidak hanya disebut kepada pemain gondang sabangunan namun pada upacara adat dalam ensambel yang berbeda banyak juga masyarakat menggunakan istilah tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa pemusik Batak Toba yaitu Marsius Sitohang, Erwin Simbolon dan lain-lain, ini adalah pemahaman yang salah dan sudah tidak bisa diperbaiki kembali. Dalam ensambel musik tiup atau organ tunggal masyarakat Batak Toba memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemusik, biasanya mereka disebut dengan istilah parmusik. Dalam ensambel ini yang lebih diutamakan adalah kemampuan atau keahlian seseorang sehingga dia akan diterima menjadi pemusik dalam sebuah grup musik. Pemusik dalam upacara adat selalu dihormati dan dilayani dengan baik oleh masyarakat Batak Toba lainnya.

3.8 Pemusik dan Stratifikasinya

(58)

3.8.1 Jenis Kelamin Umumnya Laki-laki

Dalam penjelasan sebelumnya disampaikan bahwa dalam tradisi gondang sabangunan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk menjadi seorang pargonsi atau pemusik. Dan salah satu diantaranya adalah “ umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki” dengan alasan:

a. Laki-laki merupakan hasil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi Na Bolon.

b. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah untuk memainkan gondang sabangunan dalam suatu upacara adat.

Referensi

Dokumen terkait