• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Salimi Muhammad Baindowi

Salimi_muhammad@students.unnes.ac.id

DATA BUKU

Nama /Judul Buku : Hukum Hak Asasi Manusia

Penulis /Pengarang : PUSHAM UII

Penerbit : Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia

Tahun Terbit : 2008

Kota Terbit : Yogyakarta

Bahasa Buku : Bahasa Indonesia

Jumlah Halaman : xxiv + 405 hlm

(2)

A. EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia

Sejak bangkitnya sistem negara modern serta penyebaran industri dan kebudayaan Eropa ke seluruh dunia, telah berkembang serangkaian kebiasaan dan konvensi yang unik mengenai perlakuan manusiawi terhadap orangorang asing. Konvensi itu, yang diberi nama “Hukum Internasional mengenai Tanggungjawab Negara terhadap Pelanggaran Hak-Hak Orang Asing”, dapat dianggap mewakili perhatian awal yang besar terhadap promosi dan perlindungan hak asasi manusia di tingkat internasional. Para pendiri hukum internasional, khususnya Francisco de Vitoria (1486-1546), Hugo Grotius (1583-1645) dan Emmerich de Vattel (1714-1767), sedari awal menyadari bahwa semua orang, baik orang asing maupun bukan, berhak atas hak-hak alamiah tertentu, dan karenanya, mereka menekankan pentingnya memberi perlakuan yang pantas kepada orang-orang asing.

Tetapi baru pada abad ke-19 mulai menyingsing dengan jelas minat dan perhatian internasional terhadap perlindungan hak-hak warga negara. Perdamaian Westphalia (1648), yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun dan yang menetapkan asas persamaan hak bagi agama Katolik Roma dan Protestan di Jerman, telah membuka jalan ke arah itu. Satu setengah abad kemudian, sebelum Perang Dunia II, beberapa upaya yang patut dicatat sebagai tonggak-tonggak penting, walaupun pada pokoknya tidak berkaitan, dalam upaya menggalakkan perhatian terhadap warga negara melalui sarana hukum internasional mulai membentuk apa yang dewasa ini dinamakan “Hukum Hak Asasi Manusia Internasional”. Tonggak-tonggak penting itu antara lain, doktrin perlindungan negara terhadap orang asing, intervensi kemanusiaan, penghapusan perbudakan, pembentukan Komite Palang Merah Internasional (1863), pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations) melalui Perjanjian Versailles. Norma, doktrin, dan kelembagaan hukum internasional yang lahir pada periode pasca Perang Dunia II yang melahirkan hukum hak asasi manusia internasional.

B. PRINSIP-PRINSIP HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

(3)

1. Prinsip Kesetaraan

Hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia kontemporer adalah ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia. Masalah muncul ketika seseorang berasal dari posisi yang berbeda tetapi diperlakukan secara sama. Jika perlakuan yang sama ini terus diberikan, maka tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus menerus walaupun standar hak asasi manusia telah ditingkatkan. Karena itulah penting untuk mengambil langkah selanjutnya guna mencapai kesetaraan. Tindakan afirmatif mengizinkan negara untuk memperlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili

2. Prinsip Diskriminasi

Pelarangan terhadap diskriminasi adalah salah satu bagian penting prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara, maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan).

3. Kewajiban Positif untuk Melindungi Hak-Hak Tertentu

Menurut hukum hak asasi manusia internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan.Sebaliknya negara diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan terpenuhinya hak-hak dan kebebasan- kebebasan.

C. INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA .

1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)

Instrumen internasional yang ada saat ini diawali dengan pembentukan Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan kerja Komisi Hak Asasi Manusia PBB (suatu komisi fungsional di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial PBB) dalam merumuskan tabulasi hak dan kebebasan dasar manusia yang dapat diterima.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah elemen pertama dari Peraturan Perundang-Undangan Hak Asasi Manusia Internasional (International Bill of Rights), yakni suatu tabulasi hak dan kebebasan f undamental. Kovenan-kovenan internasional menetapkan ta bulasi hak yang mengikat secara hukum dan Protokol Tambahan pada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta kedua komite yang memantau penerapan setiap Kovenan menyediakan mekanisme bagi penegakan hak-hak tersebut.

2. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP)

(4)

Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) menguraikan hak-hak yang tercantum pada paruh kedua DUHAM.

Akan lebih mudah untuk memahami dampak dari Kovenan tersebut dengan melihat beberapa contoh hak. Untuk menunjukkan lingkup dan penerapan tiap hak atau kebebasan, adalah penting untuk mempertimbangkan kerja badan-badan pemantau perjanjian internasional dan regional. Beberapa hak akan diidentifikasikan untuk dibahas yaitu kebebasan untuk menyampaikan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk hidup dan kebebasan beragama.

D. HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Wacana hak asasi manusia bukanlah wacana yang asing dalam diskursus politik dan ketatanegaraan di Indonesia. Kita bisa menemuinya dengan gamblang dalam perjalanan sejarah pembentukkan bangsa ini, di mana perbin cangan mengenai hak asasi manusia menjadi bagian daripadanya. Jauh sebelum kemerdekaan, para perintis bangsa ini telah memercikkan pikiran-pikiran untuk memperjuangkan harkat dan martabat manusia yang lebih baik. Pecikan pikiran tersebut dapat dibaca dalam surat-surat R.A. Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, karangan-karangan politik yang ditulis oleh H.O.S. Cokroaminoto, Agus Salim, Douwes Dekker, Soewardi Soeryaningrat, petisi yang dibuat oleh Sutardjo di Volksraad atau pledoi Soekarno yang berjudul ”Indonesia Menggugat” dan Hatta dengan judul ”Indonesia Merdeka” yang dibacakan di depan pengadilan Hindia Belanda. Percikan- percikan pemikiran pada masa pergerakan kemerdekaan itu, yang terkristalisasi dengan kemerdekaan Indonesia, menjadi sumber inspirasi ketika konstitusi mulai diperdebatkan di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Disinilah terlihat bahwa para pendiri bangsa ini sudah menyadari pentingnya hak asasi manusia sebagai fondasi bagi negara.

Pada waktu menyusun konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, terjadi perdebatan mengenai apakah hak warga negara perlu dicantumkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar? Soekarno dan Supomo mengajukan pendapat bahwa hak-hak warga negara tidak perlu dicantumkan dalam pasal-pasal konstitusi.Sebaliknya,MohammadHatta dan Muhammad Yamin tegas berpendapat perlunya mencantumkan pasalmengenai kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan di dalam Undang-Undang Dasar. Perdebatan dalam sidang-sidang BPUPKI tersebut merupakan tonggak penting dalam diskursus hak asasi manusia di Indonesia, yang memberi pijakan bagi perkembangan wacana hak asasi manusia periode-periode selanjutnya

(5)

mengajukan Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas. Pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat juga tidak memakan waktu yang lama dan pada 23 September 1999 telah dicapailah konsensus untuk mengesahkan undangundang tersebut yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang tersebut dilahirkan sebagai turunan dari Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

E. INSTRUMEN NASIONAL POKOK HAK ASASI MANUSIA

Sejarah mencatat bahwa Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950360 yang pernah berlaku selama sekitar 10 tahun (1949–1959), justru memuat pasal-pasal tentang hak asasi manusia yang lebih banyak dan lebih lengkap dibandi ngkan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sering disebut sebagai angin segar bagi jaminan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia, meskipun pada waktu itu Undang-Undang Dasar 1945 masih dianggap cukup memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia.

Hak -Hak yang Diatur dan Dijamin dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yaitu: Hak untuk hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, Hak untuk Mengembangkan Diri, Hak untuk Memperoleh Keadilan, Hak atas Kebebasan Pribadi, Hak atas Rasa Aman, Hak atas Kesejahteraan, Hak untuk Turut Serta dalam Pemerintahan, Hak Perempuan, dan Hak Anak.

F. MEKANISME PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA NASIONAL

1. Mahkamah Konstitusi

Perkembangan pengaturan hak asasi manusia di Indonesia telah dipengaruhi oleh perubahan politik setelah kejatuhan Presiden S oeharto tahun 1998. Sidang Istimewa MPR bulan November 1998, misalnya, menghasilkan Ketetapan No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan disusul dengan penerbitan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 t entang Hak Asasi Manusia. Ketentuan lebih ekstensif tentang hak asasi manusia dicantumkan pula dalam Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (tahun 2000), meskipun terdapat kemiripan rumusan antara hasil amandemen konstitusi dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan Ketetapan No. XVII/ MPR/1998.

2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

(6)

internasional institusi ini dimaksudkan sebagai rekan kerja Komisi HAM PBB di tingkat nasional. Maka, sebagaimana Komisi HAM PBB – lembaga nasional hak asasi manusia merupakan salah satu mekanisme pemajuan/perlindungan hak asasi manusia. Di Indonesia, lembaga nasional tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang pada awal berdirinya dibentuk berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993 dan dalam perkembangannya diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (yang selanjutnya akan disebut dengan KPAI) dibentuk untuk merespon berbagai laporan tentang adanya kekerasan, penelantaran dan belum terpenuhinya hak-hak dasar anak di Indonesia. Keputusan politik untuk membentuk KPAI juga tidak dapat dilepaskan dari dorongan dunia internasional. Komunistas internasional menyampikan keprihatinan mendalam atas kondisi anak di I ndonesia. Banyaknya kasus pekerja anak, anak dalam area konflik, pelibatan anak dalam konflik senjata (childs soldier) seperti yang terjadi di Aceh, tingginya angka putus sekolah, busung lapar, perkawinan di bawah umur, trafficking, dan lain sebagainya telah memantik perhatian komunitas internasional untuk menekan pemerintah Indonesia agar membuat lembaga khusus yang bertugas memantau kondisi perlindungan anak di Indonesia.

4. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau sering disingkat sebagai Komnas Perempuan adalah sebuah institusi hak asasi manusia yang dibentuk oleh negara untuk merespon isu hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia, khususnya isu kekerasan terhadap perempuan. Karena mandatnya yang spesifik terhadap isu kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak-hak perempuan maka ada yang mengkategorikan Komnas Perempuan sebagai sebuah insitusi hak asasi manusia yang spesifik,berbeda dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang bersifat lebih umum mencakupi seluruh aspek dari hak asasi manusia.

5. Komisi Ombudsman Nasional (KON)

(7)

lebih didasari oleh semangat reformasi yang bertujuan menata kembali perikehidupan berbangsa dan bernegara serta dalam rangka melakukan reformasi birokrasi yang telah mandeg selama puluhan tahun.

Semangat untuk melakukan reformasi birokrasi inilah yang sangat terasa dan pada saat dimunculkannya Komisi Ombudsman Nasional sedang menjadi pembicaraan meluas di kalangan masyrakat. Walaupun tidak serta merta t ujuan perlindungan hak asasi manusia tidak ada, namun secara formal dibentuknya Komisi Ombudsman Nasional lebih dikarenakan tuntutan reformasi birokrasi.

G. PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA

Memburuknya situasi keamanan dan hak asasi manusia di Timor Timur pasca jajak pendapat tahun 1999 menarik perhatian dunia internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk memulihkan keadaan tersebut. Menurut laporan Komisi Penyidik Pelanggaran (KPP) Hak Asasi Manusia untuk Timor Timur telah terjadi beberapa pelanggaran berat hak asasi manusia di antaranya adalah pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa, kekerasan berbasis gender, pemindahan penduduk secara paksa dan pembumihangusan.

Dewan Keamanan PBB (DK PBB) kemudian mengeluarkan Resolusi Nomor 1264 Tahun 1999 yang isinya mengecam pelanggaran berat hak asasi manusia yang terjadi pasca jajak pendapat di Timor-Timur, penyerangan terhadap personil kemanusiaan nasional dan internasional, dan menderitanya rakyat sipil akibat pemindahan paksa secara besar-besaran. Oleh karena itu DK PBB meminta para pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia tersebut mempertanggungjawabkan tindakannya di muka pengadilan.

Menyikapi Resolusi DK PBB tersebut yang merupakan bentuk desakan dunia internasional dan demi untuk melindungi kepentingan nasional yang lebih besar lagi, Pemerintah Indonesia akhirnya setuju untuk membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia dengan mengundangkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tanggal 23 Nopember 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai pengganti PERPU Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia karena PERPU ini oleh DPR dianggap tidak relevan.

1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Apa saja fungsi-fungsi Modalpartikeln (aber, denn, doch, ja, mal) dalam tiap jenis kalimat yang terdapat dalam video buku ajar Redaktion-D..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: mengetahui pengaruh kepuasan kerja terhadap OCB pada guru di TK Fastrack FunSchool Yogyakarta, mengetahui pengaruh komitmen

ASURANSI TUGU PRATAMA INDONESIA

Dalam metodologi Penulisan akan diuraikan langkah-langkah dalam pembuatan peta laut kertas menggunakan perangkat lunak CARIS PCC 2.1 yang memiliki standar S-4 dan S-57,

Proses produksi adalah tahapan yang sangat penting dan menentukan produk dari mutu yang dihasilkan, untuk itu proses dalam suatu produksi harus diperhatikan dan

Sudah tidak lagi menjadi satu kesatuan jiwa tak terpisahkan dengan fungsi Kabupaten karena rancangannya memang tidak berlandaskan filosofi alun-alun, tetapi sudah murni

Setelah selesainya kegiatan ini diharapkan kepada anak-anak, orang tua dan para guru untuk dapat meneruskannya dalam kegiatan sehari-hari untuk mencuci tangan dan

Sistem Presensi Online merupakan suatu solusi untuk mengatasi hal tersebut, dengan sistem ini maka presensi mahasiswa dapat dilakukan dengan melakukan scan terhadap RFID yang