Kebijakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di
Kabupaten Purbalingga sebagai Inovasi Kebijakan dalam Bidang
Kesehatan
Ikbal HerdiansyahDepartemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro E-mail: herdiansyahikbal@gmail.com
Abstrak
Pendahuluan 1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu hal yang mendasar bagi manusia untuk itu kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Seseorang dikatakan sehat apabila ia terhindar dari berbagai penyakit dan merasa kondisinya baik dari segi fisik dan mental. Konsep sehat adalah keadaan normal yang berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan, sesuai dengan jenis kelaminnya, dan komunitas masyarakat sekitarnya.
Kesehatan adalah faktor penting yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Sebuah daerah yang tingkat kesehatan masyarakatnya tinggi pasti akan memiliki kemajuan daerah yang sangat tinggi di dalam berbagai aspek kehidupannya. Masyarakat tidak akan bisa memenuhi kebutuhan akan kesehatannya secara individual karena manusia merupakan makhluk sosial (HomoSocius). Pemerintah adalah aktor utama selain masyarakat itu sendiri yang berperan dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan masyarakat. Jika
pemerintah menginginkan
kemajuan suatu daerah maka secara langsung pemerintah pun harus memenuhi kebutuhan akan
kesehatan masyarakatnya.
Pemerintah harus menciptakan sebuah pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien serta tidak menyulitkan masyarakat.
masyarakat kurang mampu di Indonesia masih cukup tinggi yang tentunya menjadi masalah serius yang harus diselesaikan pemerintah dalam hal terciptanya pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dapat berupa sarana dan prasarana kesehatan di daerah-daerah seperti puskesmas, posyandu dan rumah sakit umum. Selain itu, pemerintah juga memberikan pelayanan berupa penempatan tenaga-tenaga medis bagi daerah yang kekurangan tenaga medis.
Kabupaten Purbalingga
adalah salah satu kabupaten yang ada di Jawa Tengah yang berusaha memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat melalui pelayanan-pelayanan yang optimal. Salah satu pelayanan yang diberikan yaitu dengan pengoptimalan posyandu yang ada di desa yang jumlahnya lebih dari 1000 posyandu aktif serta 22 puskesmas yang ada di 18 kecamatan yang dimiliki
Kabupaten Purbalingga.
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga tidak hanya
melakukan pembangunan
kesehatan dalam bidang sarana dan prasarana kesehatan saja, pemerintah melakukan sebuah inovasi kebijakan kesehatan di purbalingga yaitu melalui asuransi kesehatan bagi masyarakat Purbalingga dalam bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat atau yang biasa dikenal dengan JPKM. JPKM adalah program unggulan dari
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Inovasi yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Purbalingga
merupakan sebuah program yang memang belum ada di daerah-daerah lain yang seterusnya dijadikan sebagai percontohan bagi daerah lain yang ingin menerapkan kebijakan yang sama. Kebijakan JPKM tersebutlah yang selanjutnya oleh pemerintah pusat dinasionalisasikan yang sekarang kita kenal dengan JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Kebijakan yang dibuat pada masa Bupati Triyono Budi Sasongko ini dalam sistemnya memberlakukan sistem subsidi silang dimana si miskin akan mendapat biaya yang disubsidi dari si kaya. Kebijakan ini mendapat banyak apresiasi dari berbagai kalangan karena pengimplementasiannya dianggap berhasil dan dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dari tahun ke tahun. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan maka penulis akan melakukan studi tentang
“Kebijakan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Purbalingga sebagai Inovasi Kebijakan dalam Bidang Kesehatan” di Kabupaten Purbalingga sebagai inovasi kebijakan publik yang tepat sasaran, apa saja faktor-faktor keberhasilan dari kebijakan JPKM tersebut, kendala yang dihadapi
pemerintah saat
diterima oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga setelah diimplementasikannya kebijakan JPKM.
2. Arti Penting Studi
Studi tentang “Kebijakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Purbalingga sebagai Inovasi Kebijakan dalam Bidang Kesehatan” dibuat oleh penulis dikarenakan berbagai alasan penting yang melatarbelakangi dan dibuat agar memberi berbagai manfaat bagi masyarakat luas, bagi studi-studi yang memiliki keterkaitan dengan studi tersebut, dan tentunya bagi penulis sendiri. Adapun alasan penting dan manfaat dari studi tersebut adalah:
1. Pengembangan Ilmu
Pengetahuan
Studi yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan angin segar dalam bidang kebijakan publik maupun dalam bidang yang lain sehingga berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Melalui studi tersebut dapat menjadi jalan bagi studi-studi yang lain
dalam mengembangkan
studinya demi tercapainya
perkembangan ilmu
pengetahuan yang pesat serta mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan dinamika yang ada dalam masyarakat.
2. Membantu Praktisi Kebijakan
dalam Merumuskan
Kebijakan yang Berguna bagi Pemecahan Masalah Publik
Studi tersebut dapat menjadi solusi bagi praktisi kebijakan dalam perumusan kebijakan publik yang solutif. Hasil dari studi tersebut diharapkan dijadikan sebuah acuan dalam evaluasi kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah sehingga
meminimalisir kegagalan dalam kebijakan-kebijakan
yang akan
diimplementasikan.
Kedepannya studi tersebut diharapkan akan membantu
melahirkan
kebijakan-kebijakan yang dapat
menopang program
pembangunan.
3. Guna Pemenuhan Tugas International Paper dalam Mata Kuliah Teknik Analisis Kebijakan
Studi yang dilakukan oleh penulis mempunyai arti penting guna memenuhi tugas yang diberikan. Tugas dalam bentuk international paper ini merupakan tugas dalam mata kuliah konsentrasi pada semester tiga (ganjil) yaitu Teknik Analisis Kebijakan.
Rumusan Masalah
Studi kebijakan JPKM di Kabupaten Purbalingga yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengkaji rumusan-rumusan masalah yang telah ditentukan oleh
penulis. Adapun rumusan masalah yang ditentukan oleh penulis yaitu:
1.Apa yang menjadi latar belakang
JPKM di Kabupaten Purbalingga ?
2.Bagaimana implementasi
kebijakan JPKM di Kabupaten Purbalingga?
3.Apa dampak yang ditimbulkan selama kebijakan JPKM diimplementasikan di Kabupaten Purbalingga?
Kerangka Kerja Teoritik
1. Pengertian dan Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Kebijakan publik (public policy) sebenarnya adalah sebuah istilah yang sering kita dengarkan sehari-hari baik dalam kegiatan-kegiatan akademis maupun non akademis. Pembahasan kebijakan publik dalam studi ilmu politik maupun ilmu pemerintahan merupakan contoh pembahasan kebijakan publik dalam ranah akademis. Istilah kebijakan dalam arti yang luas dapat dikatakan
sebagai kebijakan yang
menyangkut stabilitas sebuah negara seperti “Kebijakan Luar Negeri Indonesia”, “Kebijakan Ekonomi Jepang”, atau kebijakan-kebijakan lain yang skalanya besar. Namun, kebijakan tidak hanya dimaknai sebagai sesuatu yang luas, akan tetapi, juga dipakai untuk menunjuk sesuatu yang lebih khusus atau spesifik seperti kebijakan pemerintah tentang debirokratisasi dan deregulasi. Menurut Charles O. Jones dalam bukunya yang berjudul An Introduction to the Study of Public Policy mengatakan bahwa dalam praktek kehidupan sehari-hari kebijakan dimaknai sebagai sesuatu yang digunakan untuk menggantikan
kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda.
Secara umum, istilah kebijakan atau policy menjadi alat untuk menunjuk perilaku seorang aktor seperti pejabat, manajer, lembaga pemerintah, maupun lembaga swasta. Namun, kebijakan publik memerlukan batasan atau konsep yang lebih tepat, jika kita melihat pada pengertian kebijakan tersebut kita hanya dapat menggunakannya dalam pembicaraan biasa, pengertian tersebut kurang memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih sistematis dan bersifat ilmiah yang menyangkut analisis kebijakan publik. Kebijakan publik (public policy) pada dasarnya mempunyai banyak batasan atau definisi dalam literature-literature ilmu politik. Latar belakang yang berbeda dari para ahli yang
menyebabkan berbagai
penekanan-penekanan yang
berbeda pula. Sementara disisi lain, pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli pada akhirnya akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan.
Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert Eyestone. Ia mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungannya”.
kebijakan publik yaitu “kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Seorang pakar ilmu politik lain, Richard Rose menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai “serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan
beserta
konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri”. Definisi tersebut berguna meskipun sebenarnya bersifat ambigu, karena kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.
Proses pembuatan kebijakan publik adalah proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
membagi proses-proses
penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti itu agar memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap kebijakan publik dengan urutan yang berbeda. Adapun tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn sebagai berikut:
1. Tahap Penyusunan Agenda Pada tahap ini masalah-masalah yang ada saling berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin
tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah yang ditunda karena alasan-alasan tertentu.
2. Tahap Formulasi Kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan
kebijakan (policy
alternatives/policy options) yang ada.
3. Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4. Tahap Implementasi
Kebijakan
Kebijakan yang telah diambil kemudian dilaksanakan oleh unti-unti administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing.
dibuat telah mampu memecahkan masalah.
2. Good governance
Dalam dunia pemerintahan terdapat dua istilah yang sangat terkenal yaitu government dan governance. Dua istilah tersebut saling terkait satu sama lain. Government atau pemerintah dapat diartikan sebagai nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara. Sedangkan Governance berasal dari akar kata ‘govern’ dengan definisi yang relevan adalah rule with authority and conduct the policy, actions, and affairs (of State, subjects) constiutionally; Governance mengambil peran yang lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan, dan lembaga yang memungkinkan pengelolaan dan pengendalian
masalah-masalah kolektif
masyarakat. Secara luas, governance termasuk totalitas dari semua lembaga dan unsur masyarakat, baik pemerintah maupun non-pemerintah.
ESCAP mengartikan
governance sebagai proses pengambilan keputusan dan proses diimplementasikan atau
tidak diimplementasikannya
keputusan tersebut. ESCAP mengidentifikasi bahwa istilah governance dapat digunakan dalam beberapa konteks seperti corporate governance, international governance, national governance, dan local governance.
Dalam perkembangan
selanjutnya, governance menjadi sebuah istilah yang dipakai untuk
menciptakan sebuah sistem dengan kualitas yang lebih baik. Istilah governance kemudian bertransformasi menjadi good
governance (tata kelola
pemerintah yang baik). Ada berbagai macam definisi tentang good governance, definisi yang
umum dipakai adalah
kepemerintahan yang baik. Definisi lain tentang good governance diperkenalkan oleh World Bank yaitu sebagai suatu
penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan kerangka hukum dan politik bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Terdapat tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan good governance, yakni pemerintah (the state), civil society (masyarakat adab, masyarakat madani, masyarakat sipil), dan pasar atau dunia usaha. Masing-masing pilar tersebut bekerja bersama sesuai dengan fungsinya.
Prinsip-prinsip dalam good governance adalah hal penting yang harus dipahami apabila hendak mengimplementasikan good governance. UNDP
merumuskan beberapa
karakteristik good governance yang harus dicapai adalah:
Semua masyarakat mempunyai hak dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaha-lembaga perwakilan yang sah yang
mewakili kepentingan
masyarakat.
2. Tegaknya Supremasi Hukum Prinsip penegakan hukum diwyujudkan melalui adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa terkecuali, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Transparansi
Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. 4. Daya Tanggap
Para penyelenggara pelayanan publik harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang dapat ditunjukkan dalam bentuk kebijakan, penyusunan program dan pelaksanaannya
dengan menggunakan
prosedur berdasarkan prinsip-prinsip good governance.
5. Berorientasi pada
Kepentingan Publik
Tata kelola pemerintahan yang
baik harus selalu
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok
masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal
kebijakan-kebijakan dan
prosedur-prosedur. 6. Kesetaraan (Equity)
Pemerintah harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua elemen masyarakat tanpa memandang atribut yang menempel pada subjek tertentu.
7. Efektivitas dan Efisiensi Proses-proses Pemerintahan dan Lembaga-lembaga
Prinsip ini menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
8. Akuntabilitas
(Pertanggungjawaban terhadap Publik)
Prinsip ini mengandung
makna meningkatkan
akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. 9. Visi Strategis
Para pemimpin dan
masyarakat memiliki
perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk
mewujudkan perkembangan tersebut.
Metodologi Penelitian
1. Tempat Penelitian
Studi tentang
Masyarakat di Kabupaten Purbalingga sebagai Inovasi Kebijakan dalam Bidang Kesehatan” bertempat di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
2. Teknik Pengambilan Data Studi yang dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian Studi Pustaka, semua data yang menyangkut tentang rumusan masalah pada studi tentang “Kebijakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Purbalingga sebagai Inovasi Kebijakan dalam Bidang Kesehatan” diambil dari buku-buku referensi maupun semacamnya.
Pembahasan
1. Latar belakang diberlakukannya kebijakan JPKM di Kabupaten Purbalingga
Tidak dapat dipungkiri modal utama pembangunan sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. Kualitas sumber daya manusia yang baik di suatu daerah akan menjamin majunya pembangunan suatu daerah. Kualitas sumber daya manusia tentunya mempunyai korelasi yang erat dengan taraf kesehatan yang ada, itu berarti bahwa masyarakat harus memiliki taraf kesehatan yang baik. Pemerintah
tidak dapat menuntut
permbangunan yang baik jika taraf kesehatan masyarakatnya rendah. Untuk itu, bidang kesehatan masyarakat mempunyai
peranan yang penting dalam pembangunan suatu daerah.
Ternyata hal tersebut juga disadari oleh Pemerintah
Kabupaten Purbalingga.
Berangkat dari kesadaran tersebut,
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga melakukan sebuah inovasi kebijakan publik dalam bidang kesehatan. Inovasi tersebut ialah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga menaruh harapan yang besar pada kebijakan JPKM dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan masyarakat di
Kabupaten Purbalingga.
Kebijakan JPKM yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga berangkat dari pengalaman pahit yang dirasakan
sebelumnya. Sebelum
diberlakukannya JPKM di
Kabupaten Purbalingga,
Namun kendala yang datang tidak hanya dari hal tersebut, belum padunya peran pemerintah daerah, badan usaha (swasta), dan masyarakat sebagai pilar utama
penyelenggaraan good
governance juga menjadi kendala dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat di Kabupaten Purbalingga. Kondidi tersebut yang menjadi penyebab pelayanan kesehatan kepada masyarakat kurang optimal dan belum merata. Terbukti dari kurangnya kesadaran masayarakat dalam menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Purbalingga.
Belajar dari pengalaman tersebut sistem atau tatanan sosial dalam pelayanan kesehatan di Kabupaten Purbalingga mulai ditata oleh Pemerintah Kabupaten
Purbalingga dengan
diterapkannya kebijakan JPKM pada tahun 2001.
2. Implementasi kebijakan JPKM di Kabupaten Purbalingga
Untuk merealisasikan
kebijakan JPKM di Purbalingga,
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga mengeluarkan
landasan pelaksanaan sistem JPKM melalui Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 34 Tahun
2001 yang selanjutnya
ditingkatkan menjadi Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2003 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Kabupaten Purbalingga. Dalam perkembangannya, Pemerintah Kabupaten Purbalingga pun membuat aturan pelaksanaan JPKM melalui, yaitu:
1. Keputusan Bupati Nomor 440/167/2001 tentang
Pembentukan Badan
Pembina JPKM;
2. Keputusan Bupati Nomor 40/63 Tahun 2001 tentang Penunjukan Pra Bapel “Sadar Sehat Mandiri” sebagai Bapel JPKM; 3. Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial
Nomor 1884/4827/2001
tentang Penunjukan
Penyelenggaraan JPKM; 4. Keputusan Bupati Nomor
5 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan JPKM; 5. Keputusan Bupati Nomor
440/224 Tahun 2003
tentang Pembentukan
Badan Pembina JPKM; 6. Keputusan Bupati Nomor
29 Tahun 2003 tentang Kriteria Gakin;
7. Perjanjian Kerja Sama Antara Pra Bapel JPKM dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan/PPK tentang
Pelayanan Kesehatan
JPKM.
Diterbitkannya dasar hukum pelaksanaan kebijakan JPKM oleh
Pemerintah Kabupaten
Subsidi tersebut diharapkan dapat menjadi rangsangan bagi masyarakat miskin dan pasca miskin. Sistem subsidi yang diberlakukan oleh pemerintah terdiri dari tiga jenis yang selanjutnya disebut strata sebagai berikut:
1. Strata I, yaitu subsidi yang diberikan kepada keluarga miskin dengan total premi subsidi 100% dari pemerintah daerah.
2. Strata II, yaitu subsidi yang diberikan kepada keluarga pasca miskin dengan total premi subsidi 50% dari pemerintah daerah.
3. Strata III, yaitu kategori keluarga mampu yang preminya ditanggung total oleh peserta JPKM.
Tidak hanya dalam sistem subsidi, sistem JPKM pun
memiliki beberapa Benefit
Packaged meliputi:
1. Pelayanan kesehatan
dasar di seluruh
Puskesmas beserta
jaringannya (Unlimited). 2. Pelayanan rujukan di
RSUD (Limited).
Di awal pemberlakuan JPKM ternyata belum maksimal dan banyak kendala yang dihadapi.
Penyebab dari kurang
maksimalnya pelaksanaan JPKM adalah masyarakat belum memahami konsep dasar JPKM dan cara pelaksanaannya. Selain masyarakat ternyata petugas pelayanan kesehatan seperti dokter dan bidan pun masih beranggapan bahwa adanya JPKM akan mengurangi kegiatan
kunjungan pasien. Pemerintah Kabupaten Purbalingga tidak tinggal diam dalam dalam menangani masalah tersebut, dengan tanggap Pemerintah
Kabupaten Purbalingga
melakukan sosialisasi menyeluruh tentang manfaat JPKM. Selain itu,
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga menetapkan tahap-tahap pelaksanaan JPKM yang meliputi:
1. Tahap Inisiasi dan Sosiallisasi (Tahun 2001-2005);
2. Tahap Penguatan Instalasi (Tahun 2006-2009);
3. Tahap Pemantapan
(Tahun 2010-2014);
4. Tahap Kemandirian
(Tahun 2015-dst).
Pada awal tahap sosialisasi,
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga berusaha
melakukan perekrutan sendiri, menerima dana premi, dan menerima imbalan jasa.
Di tahun 2001 saat awal mula pemberlakuan sistem JPKM, tercatat hanya ada 67.707 keluarga yang terdaftar sebagai peserta JPKM pada tahap pertama. Namun pada tahap ketiga pelaksanaannya terjadi peningkatan peserta JPKM yang signifikan yaitu sebesar 100.184 keluarga. Angka tersebut membuktikan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga dan stakeholder yang terkait sudah cukup berhasil dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang JPKM. Seperti dikutip dari IYPD: Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (Kartu Sehat untuk Si Miskin), “Kepala Puskesmas Padamara, salah satu Puskesmas yang memiliki sarana rawat inap, mengatakan bahwa saat ini masyarakat tidak merasa ragu lagi berobat ke Puskesmas”. Dengan terdaftarnya masyarakat sebagai peserta JPKM, masyarakat mendapatkan fasilitas yang dapat digunakan meliputi:
1. Polindes, pemeriksaan kehamilan dan persalinan normal;
2. Puskesmas Pembantu, pelayanan rawat jalan; 3. Puskesmas, rawat jalan
semua pelayanan
kesehatan di Puskesmas. 4. Puskesmas Rawat Inap,
rawat jalan semua pelayanan kesehatan di Puskesmas Rawat Inap dan rawat inap dengan
subsidi dan JPKM maksimal Rp. 100.000,00; 5. RSUD, rawat jalan spesialis. Rawat inap di kelas III dan dapat naik kelas, tindakan operasi dengan subsidi maksimal Rp. 500.000,00 dan pemeriksaan penunjang dengan keringanan. 3. Manfaat yang diperoleh dari
kebijakan JPKM di Kabupaten Purbalingga
Kebijakan JPKM yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga ternyata menuai berbagai manfaat baik dari segi pemberdayaan masyarakat maupun dari segi taraf kesehatan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Purbalingga telah melibatkan berbagai elemen
masyarakat dalam
pengimplementasian kebijakan JPKM di Kabupaten Purbalingga seperti kader kesehatan desa yang mempunyai tugas melakukan sosialisasi tentang sistem JPKM kepada seluruh masyarakat di
Kabupaten Purbalingga.
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga telah menjalin kerjasama yang baik dengan masyarakat sebagai pilar penyokong good governance.
Melalui kebijakan JPKM,
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga pada tahun 2006 sampai 2010 yang mengalami penyusutan. Bahkan dari tahun 2006 sudah tidak ada lagi peserta JPKM pada strata I. Data tersebut menunjukkan bahwa peningkatan taraf kesehatan masyarakat sudah terealisasi oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga.
Keberhasilan kebijakan
JPKM tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Purbalingga, keberhasilan tersebut menimbulkan reaksi dan ketertarikan dari pemerintah kabupaten lain untuk mempelajari pola pengelolaannya. Sebanyak 59 pemerintah kabupaten lain yang tercatat yang telah melakukan studi banding maupun kunjungan ke Kabupaten Purbalingga untuk mempelajari pengelolaannya secara langsung.
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga melalui Dinas Kesehatan pun sering diundang untuk memberikan masukan maupun pandangan tentang program kesehatan masyarakat di kabupaten lain.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa kebijakan
JPKM yang diberlakukan oleh
Pemerintah Kabupaten
Purbalingga merupakan sebuah inovasi kebijakan yang pro-rakyat. Kebijakan JPKM telah meningkatkan taraf kesehatan masyarakat yang berdampak pada pembangunan daerah Kabupaten
Purbalingga. Pemerintah
Kabupaten Purbalingga telah membangun pondasi yang kokoh dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di Kabupaten Purbalingga.
2. Saran
Saran yang dapat
disampaikan oleh penulis dalam studi tentang “Kebijakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Purbalingga sebagai Inovasi Kebijakan dalam Bidang Kesehatan” yaitu agar pengelolaan JPKM atau kebijakan yang sejenis dievaluasi sebaik mungkin dari tahap perencanaan sampai pelaksanaan dan monitoring sebuah kebijakan sehingga tidak terjadi kurangnya pemahaman dari masyarakat
maupun stakeholder terkait.
Penulis juga menyarankan kepada pembaca agar memberikan perbaikan dalam studi ini karena penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam studi ini.