BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ukuran kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari berbagai instrumen
perusahaan, salah satunya adalah dari laba yang dihasilkannya. Every firm is most
concerned with its profitability. One of the most frequently used tools of financial
ratio analysis is profitability ratio which is used to determine the company’s
bottom line. Profitability measures are important to company managers and
owner alike.(Enekwe et.al, 2013:107) Selama suatu periode opersional,
perusahaan banyak membuat dan menjalankan berbagai keputusan maupun
kebijakan yang berkaitan dengan elemen-elemen yang terutama terdapat di dalam
perusahaan. Semua keputusan dan kebijakan yang dijalankan dengan berbagai
cara tersebut merupakan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan akhir yaitu
mempertahankan serta meningkatkan laba perusahaan.
Berkaitan dengan banyaknya elemen-elemen yang terdapat di dalam
perusahaan yang dapat digunakan manajemen perusahaan dalam menjalankan
keputusan dan kebijakan, maka manajemen perusahaan harus dengan cermat
memilih penggunaannya sehingga keputusan dan kebijakan yang dijalankan akan
efektif dan efisien. Apabila kebijakan yang diambil saat ini berhasil mencapai
memanfaatkan potensi yang dimilki perusahaan dalam upaya meningkatkan
kinerjanya di periode mendatang.
Keberhasilan suatu kebijakan yang dijalankan dapat diukur menggunakan
pengukuran rasio keuangan mengenai elemen yang berkaitan. Rasio yang
mengukur tingkat efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam menggunakan
aktivanya adalah rasio aktivitas. Menurut Weston dan Eugene (1968 : 38)
“Activity ratio measure how effectively the firm is using its resources”. Rasio
aktivitas yang umum digunakan adalah rasio perputaran piutang
(receivable/debtors’s turnover ratio), rasio perputaran hutang (creditors’ turnover
ratio), rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio), dan perputaran total
aktiva (total assets turnover ratio).
Laba usaha atau biasa disebut dengan laba operasi “merupakan suatu
pengukuran laba perusahaan yang berasal dari aktivitas operasi yang masih
berlangsung” (Wild, 2005 : 417). Banyaknya keuntungan ataupun laba yang
dihasilkan oleh perusahaan dalam suatu periode operasional dapat dilihat dari nilai
laba kotor perusahaan (Gross Profit Margin). Nilai ini merupakan tingkat
persentase yang dihasilkan dengan membandingkan laba kotor perusahaan
(penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan) dengan nilai penjualan
perusahaan. Angka gross profit margin yang tinggi menunjukkan jumlah laba
kotor yang besar pula.
Walaupun perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin untuk
mencapai angka penjualan yang besar, baik yang diperoleh melalui penjualan
membuat kebijakan yang berhubungan dengan penjualan, terutama mengenai
penjualan kredit, tanpa mementingkan pencapaian angka penjualan yang besar
semata.
Hal tersebut dikarenakan kebijakan perusahaan dalam memberikan
penjualan kredit berkaitan dengan banyaknya penjualan kredit dan piutang yang
akan dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Piutang tersebut harus dikendalikan,
baik dari segi jumlahnya maupun waktu penagihannya agar perusahaan dapat
menghindari besarnya kerugian akibat piutang yang tak tertagih. Apabila piutang
mencapai angka yang terlalu besar, kemungkinan perusahaan untuk menanggung
beban atas tidak tertagihnya piutang tersebut juga semakin besar. Hal tersebut
pada akhirnya akan menyebabkan laba yang dihasilkan perusahaan berkurang.
Perputaran piutang yang dimiliki perusahaan dapat diukur dengan rasio
perputaran piutang usaha (debtors’ turnover ratio) yang membandingkan jumlah
penjualan kredit dengan rata-rata piutang awal dan akhir periode. Rasio ini
menunjukkan berapa kali piutang usaha yang dimiliki perusahaan telah berputar
menjadi kas selama periode tertentu. Semakin tinggi nilai yang ditunjukkan oleh
debtors’ turnover ratio, maka semakin baik karena hal itu mengindikasikan
piutang perusahaan yang semakin cepat tertagih.
Persediaan barang dagang yang dimiliki suatu perusahaan juga
berpengaruh terhadap tingkat laba yang dihasilkannya karena persediaan berkaitan
dengan kemampuan perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang dimiliki
untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan harus mengambil
dagangnya agar persediaan yang dimiliki tidak terlalu sedikit ataupun terlalu
banyak. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menghitung dan
memperhatikan perputaran persediaan yang dimiliki agar dapat mengambil
keputusan yang tepat berkaitan dengan berapa banyak persediaan yang harus
dimilikinya. Perputaran persediaan dapat diukur dengan rasio perputaran
persediaan (inventory turnover ratio) yang membandingkan nilai harga pokok
penjualan dengan rata-rata persediaan perusahaan dalam suatu periode operasional.
“Perputaran persediaan yang relatif pelan sering kali merupakan tanda dari barang
persediaan yang berlebih, jarang digunakan atau tidak terpakai dalam
persediaan”(Van Horne dan Wachowicz, 2005 : 217). Sedangkan angka yang
tinggi dari hasil perhitungan rasio tersebut mengartikan keadaan yang baik dimana
persediaan memiliki perputaran yang tinggi. Perputaran yang tinggi
memaksudkan perusahaan tidak memerlukan waktu yang terlalu lama untuk
menjual persediaannya dan mengubahnya menjadi penjualan yang
menguntungkan, sehingga perusahaan dapat kembali menyediakan persediaan
yang baru dan perusahaan tidak menumpuk banyak persediaan yang tidak terjual
di gudangnya. Pada perusahaan manufaktur, waktu perputaran persediaan
merupakaan hal yang penting, terutama pada perusahaan manufaktur yang
memproduksi produk-produk yang memiliki batas waktu penggunaan atau
kadaluwarsanya.
Piutang dan persediaan merupakan dua elemen yang terdapat pada bagian
laporan posisi keuangan (neraca) perusahaan. Sedangkan laba kotor merupakan
ketiga elemen tersebut tidak terletak di satu laporan keuangan yang sama, namun
dapat dikatakan terdapat hubungan diantara ketiganya. Dalam kegiatan
operasionalnya, perusahaan akan memanfaatkan aset yang dimilikinya (dalam hal
ini piutang dan persediaan) semaksimal mungkin dalam menghasilkan laba. Hal
ini berhubungan dengan profitabilitas perusahaan dimana perusahaan
memanfaatkan penjualan, total aset maupun modal dalam memperoleh laba.
Penelitian ini menunjukkan bagaimana analisis rasio keuangan dapat
digunakan dalam penentuan profitabilitas perusahaan. Ezeamama (2010)argues
that ratios are most effectively used in interpretation of financial statement when
compared to a standard or norm. A single ratio in itself does not indicate
favourable or unfavourable condition. It has to be compared with a benchmark or
standard before commenting on the ratio.
Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang secara konsisten
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009 – 2012 sebagai populasi.
Perusahaan manufaktur terbagi ke dalam tiga sektor utama yaitu sektor industri
dasar dan kimia, sektor aneka industri dan sektor industri barang konsumsi.
Setiap sektor juga kemudian terbagi ke dalam berbagai subsektor. Sektor indsutri
dasar dan kimia yang terbagi ke dalam subsektor semen, subsektor keramik,
porselen dan kaca, subsektor logam dan sejenisnya, subsektor kimia, subsektor
plastik dan kemasan, subsektor pakan ternak, subsektor kayu dan pengolahnnya,
dan subsektor pulp dan kertas. Sektor aneka industri terbagi ke dalam subsektor
otomotif dan komponennya, subsektor tekstil dan garmen, subsektor alas kaki,
terbagi ke dalam subsektor makanan dan minuman, subsektor rokok, subsektor
farmasi, subsektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, dan subsektor
peralatan rumah tangga.
Enekwe et.al (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Financial Ratio
Analysis as a Determinant of Profitability in Negerian Pharmaceutical Industry”
yang dimuat dalam jurnal internasional dan penelitian tersebut menjadi acuan
replikasi untuk penelitian ini. Penelitian tersebut menguji hubungan antara
inventory turnover ratio, debtors’ turnover ratio, creditors’ velocity ratio, dan
total assets turnover ratio terhadap gross profit margin. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan hubungan yang negatif antara semua variabel independen terhadap
gross profit margin. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa inventory
turnover ratio memiliki hubungan yang signifikan terhadap gross profit margin,
sedangkandebtors’ turnover ratio, creditors’ velocity ratio, dan total assets
turnover ratio tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap gross profit
margin.
Penelitian lainnya mengenai pengaruh rasio keuangan (terutama rasio
aktivitas) terhadap profitabilitas yang pernah dilakukan antara lain, penelitian
yang dilakukan oleh Bangun (2010) tentang analisis pengaruh receiveble turnover
ratio, inventory turnover ratio, dan total assets turnover ratio terhadap earning
power pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan secara bersama-sama semua variabel independen memiliki
variabel total assets turnover ratio yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
earning power.
Hasil penelitian Bangun (2010) berbeda dengan penelitian Sihombing
(2011) yang meneliti tentang pengaruh efektivitas modal kerja terhadap laba
usaha perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia. Sihombing
(2011) menguji pengaruh dari working capital turnover, receivable turnover dan
inventory turnover terhadap laba usaha yang diwakili oleh return on investment.
Hasil penelitian Sihombing (2011) menunjukkan bahwa secara simultan, semua
variabel bebas memiliki pengaruh terhadap return on investment. Sedangkan
secara parsial, hanya variabel inventory turnover ratio yang memiliki pengaruh
terhadap return on investment.
Hasil yang berbeda ditunjukkan pula oleh penelitian yang dilakukan oleh
Pakpahan (2011) yang meneliti mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap
perubahan laba perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Penelitian Pakpahan
(2011) menguji pengaruh current ratio, debt to equity ratio, total assets turnover
ratio, inventory turnover ratio,dan gross profit margin terhadap perubahan laba.
Hasilnya menunjukkan bahwa current ratio, debt to equity ratio, total assets
turnover ratio, inventory turnover ratio, dan gross profit margin baik secara
parsial maupun simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan
laba.
Melihat adanya ketidaksamaan antara hasil yang ditunjukkan oleh
penelitian yang dimuat dalam jurnal internasional maupun hasil
Efek Indonesia, maka peneliti tertarik untuk mencari tahu lebih jauh mengenai
hubungan rasio keuangan (terutama rasio aktivitas) terhadap profitabilitas
perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini akan menyajikan hubungan antara
Inventory Turnover Ratio, dan Debtors’ Turnover Ratio terhadap Gross Profit
Margin yang terdapat pada perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia pada periode 2009 sampai dengan 2012.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu apakah inventory
turnover ratio dan debtors’ turnover ratio berpengaruh baik secara parsial
maupun simultan terhadap gross profit margin pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah inventory turnover
ratio dan debtor’s turnover ratio berpengaruh baik secara parsial maupun
simultan terhadap gross profit margin pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
1. Bagi peneliti, penelitian ini akan memberikan tambahan ilmu
pengetahuan dan bermanfaat sebagai masukan bagi peneliti mengenai
rasio perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap margin
laba kotor.
2. Bagi perusahaan manufaktur, penelitian ini diharapkan menjadi bahan
masukan ketika mengambil keputusan yang berkaitan dengan
pengaruh rasio perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap
margin laba kotor.
3. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan ketika akan melakukan keputusan investasi pada emiten
yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia khususnya perusahaan
manufaktur.
4. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian