PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART PRINTER
MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER
QUANTITY DENGAN BACK ORDER PADA
PT. MITRA INFOPARAMA MEDAN
SKRIPSI
OKY SANDI R. SIHOMBING
090803033
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART PRINTER MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN BACK ORDER
PADA PT. MITRA INFOPARAMA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
OKY SANDI R. SIHOMBING 090803033
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART
PRINTER MENGGUNAKAN METODE
ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN
BACK ORDER PADA PT. MITRA INFOPARAMA MEDAN
Kategori : SKRIPSI
Nama : OKY SANDI R. SIHOMBING
NomorIndukMahasiswa : 090803033
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juli 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Rachmad Sitepu, M.Si Drs. Djakaria Sebayang, M.Si NIP. 19530418 198703 1 001 NIP. 19511227 198503 1 002
Diketahui/ Disetujui oleh
DepartemenMatematika FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART PRINTER MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER
QUANTITY DENGAN BACK ORDER PADA PT. MITRA INFOPARAMA MEDAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapakutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2013
PENGHARGAAN
Segala pujian, hormat dan ucapan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat,
kasih, pertolongan dan penyertaanNya yang dirasakan penulis dalam hidup yang
dipercayakanNya selama saya kuliah terkhusus saat proses pengerjaan skripsi ini.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Alm Bapak Drs. Djakaria Sebayang,
M.Si selaku pembimbing 1 dan Drs. Rachmad Sitepu, M.Si selaku pembimbing 2
yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada
prof. Dr. Tulus, M.Si. Ph.D dan Ibu Dra. Mardiningsih, M.Sc selaku Ketua
Departemen dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU Medan, Dekan dan
Pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh Staff dan Dosen Matematika FMIPA USU,
pegawai FMIPA USU dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada
Bapak, Ibu dan keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang
PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART PRINTER MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN BACK ORDER PADA PT.
MITRA INFOPARAMA MEDAN
ABSTRAK
Persediaan adalah barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Penelitian ini dihadapkan pada masalah perusahaan yang selalu mengalami kekukarangan persediaan akibat kebutuhan yang besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang optimal sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum dari persediaan spare part printer EPSON jenis inkjet dan
spare part printer EPSON jenis dot matrix pada PT. Mitra Infoparama Medan. Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model EOQ (Economic Order Quantity) dengan back order. Berdasarkan hasil perhitungan EOQ dengan back order
diperoleh jumlah pemesanan optimal spare part printer jenis inkjet sebanyak 454 unit dengan waktu putaran 45 hari dan spare part printer jenis dot matrix sebanyak 279 unit dengan waktu putaran 42 hari. Total biaya persediaan spare part printer jenis
inkjet adalah Rp Rp. 1.072.368.316,9 dan spare part printer jenis dot matrix adalah Rp. 1.594.563.750,00.
INVENTORY CONTROL OF PRINTER SPARE PART USING ECONOMIC ORDER QUANTITY METHOD WITH BACK ORDER
IN PT. MITRA INFOPARAMA MEDAN
ABSTRACT
Inventories are goods that are stored to be used to fulfill a specific purpose, such as for use in the production or assembly process, for resale, or for parts of an equipment or machinery. The research firm faced with a problem that has always suffered lack inventory because of great need. The purpose of this research is to determine the optimal amount of inventory in order to obtain the minimum inventory cost of EPSON printer spare part inventories type of inkjet and type of dot matrix in PT. Mitra Infoparama Medan. Model analysis of the data used in this research is a model of EOQ (Economic Order Quantity) with back order. Based on the results of the calculation of EOQ with back orders obtained optimal order quantity types of inkjet printer spare parts as much as 454 units with 45 days cycle time and printer parts dot matrix type as much as 279 units with lap times of 42 days. Total cost of printer spare part inventories type of inkjet is Rp. 1072368316.9 and type of dot matrix is Rp. 1,594,563,750.00.
DAFTAR ISI
2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan 7
2.2 Fungsi Pengendalian Persediaan 8
2.3 Tujuan Pengendalian Persediaan 9
2.4 Komponen Biaya Persediaan 10
2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost) 10
2.4.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost) 11
2.4.3 Biaya penyimpanan (Holding Cost) 11
2.4.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost) 13
2.5 Uji Lilliefors 13
2.6 Model Persediaan Back Order 15
Bab 3 Pembahasan
3.1 Pengumpulan Data 19
3.1.1 Data Permintaan Spare Part Printer Epson 19 3.1.2 Biaya Pemesanan Spare PartPrinter Epson 21 3.1.3 Biaya Penyimpanan Spare PartPrinter Epson 21 3.1.4 Biaya Kekurangan Persediaan Spare PartPrinter Epson 22
3.2.1 Uji Kenormalan Data 22
3.2.2 Economic Order Quantity dengan Back Order 27
3.2.3 Siklus dan Frekuensi Pemesanan 29
3.2.4 Reorder Point 31
3.3 Total Biaya Persediaan 32
3.4 Hubungan antara EOQ, Back Order, dan ROP pada PT. Mitra Infoparama
Medan 33
Bab4 Kesimpulan dan Saran 36
4.1 Kesimpulan 36
4.2 Saran 36
Daftar Pustaka 37
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Halaman
3.1 Data Permintaan Spare Part Printer Epson Jenis Inkjet Tahun 2012
20
3.2 Data Permintaan Spare Part Printer Epson Jenis Dot Matrix Tahun 2012
20
3.3 Data Biaya Pemesanan Spare Part Printer Epson 21
3.4 Data Biaya Penyimpanan Spare Part Printer Epson 21
3.5 Data Biaya Kekurangan Persediaan Spare Part Printer Epson 22 3.6 Data Permintaan untuk Spare Part Printer Epson Jenis Inkjet
setelah Diurutkan
22
3.7 Uji Kenormalan Lilliefors Data Permintaan Spare Part Printer
Jenis Inkjet
24
3.8 Data Permintaan untuk Spare Part Printer Epson Jenis Dot Matrix setelah Diurutkan
25
3.9 Uji Kenormalan Lilliefors Data Permintaan Spare Part Printer
Jenis Dot Matrix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
2.1 Persediaan Model Back Order 17
3.1 Model Persediaan Back Order Spare Part Printer Jenis Inkjet 34 3.2 Model Persediaan Back Order Spare Part Printer Jenis Dot
Matrix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lamp.
Judul Halaman
1 Tabel Distribusi Normal 39
2 Tabel Nilai Kritis untuk Uji Kenormalan Lilliefors 41 3 Surat Tanda Terima Riset PT. Mitra Infoparama Medan 42 4 Rekapan Data Sekunder Tahun 2012 PT. Mitra Infoparama
Medan
PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART PRINTER MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DENGAN BACK ORDER PADA PT.
MITRA INFOPARAMA MEDAN
ABSTRAK
Persediaan adalah barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Penelitian ini dihadapkan pada masalah perusahaan yang selalu mengalami kekukarangan persediaan akibat kebutuhan yang besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang optimal sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum dari persediaan spare part printer EPSON jenis inkjet dan
spare part printer EPSON jenis dot matrix pada PT. Mitra Infoparama Medan. Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model EOQ (Economic Order Quantity) dengan back order. Berdasarkan hasil perhitungan EOQ dengan back order
diperoleh jumlah pemesanan optimal spare part printer jenis inkjet sebanyak 454 unit dengan waktu putaran 45 hari dan spare part printer jenis dot matrix sebanyak 279 unit dengan waktu putaran 42 hari. Total biaya persediaan spare part printer jenis
inkjet adalah Rp Rp. 1.072.368.316,9 dan spare part printer jenis dot matrix adalah Rp. 1.594.563.750,00.
INVENTORY CONTROL OF PRINTER SPARE PART USING ECONOMIC ORDER QUANTITY METHOD WITH BACK ORDER
IN PT. MITRA INFOPARAMA MEDAN
ABSTRACT
Inventories are goods that are stored to be used to fulfill a specific purpose, such as for use in the production or assembly process, for resale, or for parts of an equipment or machinery. The research firm faced with a problem that has always suffered lack inventory because of great need. The purpose of this research is to determine the optimal amount of inventory in order to obtain the minimum inventory cost of EPSON printer spare part inventories type of inkjet and type of dot matrix in PT. Mitra Infoparama Medan. Model analysis of the data used in this research is a model of EOQ (Economic Order Quantity) with back order. Based on the results of the calculation of EOQ with back orders obtained optimal order quantity types of inkjet printer spare parts as much as 454 units with 45 days cycle time and printer parts dot matrix type as much as 279 units with lap times of 42 days. Total cost of printer spare part inventories type of inkjet is Rp. 1072368316.9 and type of dot matrix is Rp. 1,594,563,750.00.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk
memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau
perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau
mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses,
barang jadi ataupun suku cadang. Barang-barang tidak selamanya tersedia setiap saat.
Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada resiko bahwa pada suatu
waktu perusahaan tidak dapat memenuhi keinginan konsumen yang membutuhkan
barang atau jasa yang diproduksi. Hal ini dapat mengakibatkan perusahaan akan
kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan.
Menurut pengamatan penulis, persediaan spare part printer EPSON pada PT.. Mitra Infoparama Medan selalu mengalami kekurangan barang. Hal ini terjadi karena
kebutuhan spare part printer EPSON sangat besar. Untuk pemenuhan kebutuhan
spare part printer EPSON di Sumatera Utara dan tiga propinsi lainnya, yaitu NAD, Riau dan Pekan Baru hanya dipenuhi oleh PT. Mitra Infoparama Medan. Sehingga
dalam sistemnya sering mengalami kekurangan persediaan barang. Barang yang
kurang biasanya akan dipesan lagi supaya kebutuhan pelanggan tetap terpenuhi,
walaupun dalam pemenuhannya akan membutuhkan waktu. Jadi pelanggan biasanya
menunggu sampai pada batas waktu barang tersedia. Hal kekurangan persediaan
barang tersebut dinamakan back order.
Perusahaan yang mengalami kekurangan persediaan akan mengalami kerugian,
dimana perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Dan
dikeluarkan perusahaan tidak hanya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, tetapi
juga biaya kekurangan persediaan atau shortage cost. Sehingga menurut pengamatan penulis metode Economic Order Quantity dengan back order ini adalah metode yang tepat untuk menganalisis persediaannya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka model Economic Order Quantity (EOQ) dengan Back Order sangat tepat diaplikasikan pada penentuan persediaan
spare part printer EPSON pada PT. Mitra Infoparama Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas adalah menentukan persediaan spare part printer
EPSON jenis inkjet dan spare part printer EPSON jenis dot matrix yang optimal dengan metode Economic Order Quantity dengan Back Order pada PT. Mitra Infoparama Medan tahun 2012.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Hanya menentukan persediaan spare part printer EPSON bagian PrintHead yang optimal pada PT. Mitra Infoparama Medan.
b. Data atau informasi periode tahun 2012 dari PT. Mitra Infoparama Medan
perihal:
1. Jumlah permintaan spare part printer EPSON setiap bulan. 2. Biaya dan lamanya tenggang waktu pemesanan spare part printer
EPSON.
3. Besarnya biaya penyimpanan tiap unit persediaan spare part printer
EPSON.
c. Besarnya harga barang, biaya simpan, biaya pesan dan biaya kekurangan
persediaan tidak mengalami perubahan.
d. Jenis spare part printer yang diteliti, yaitu: spare part printer EPSON jenis
inkjet dan spare part printer EPSON jenis dot matrix.
1.4 Tinjauan Pustaka
Arman Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan, dalam bukunya yang berjudul “Perencanaan & Pengendalian Produksi” (2008) mengemukakan bahwa persediaan adalah sumber daya menganggur (idle rerources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada
sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan
pangan pada sistem rumah tangga.
Menurut Yamit (2005: 228) paling sedikit ada 3 alasan perlunya persediaan bagi
perusahaan maupun organisasi, yaitu:
1. Adanya unsur ketidakpastian permintaan (permintaan yang mendadak).
2. Adanya unsur ketidakpastian dari pasokan supplier.
3. Adanya unsur ketidakpastian tenggang waktu pemesanan.
Subagyo (1990) mengemukakan bahwa shortage cost timbul akibat tidak terpenuhinya kebutuhan langganan. Bila langganan mau menunggu, maka biaya
terdiri dari ongkos produksi yang terburu-buru. Tetapi, bila langganan tidak rela
menunggu, maka biaya terdiri dari kehilangan untung dan kehilangan kepercayaan.
Biaya dari jenis ini umumnya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena
akibatnya tidak segera terasa dan sifatnya merusak serta berlangsung secara
Uji kenormalan data Lilliefors diawali dengan penentuan taraf sigifikansi,
yaitu pada taraf signifikasi 5% (0,05) dengan hipotesis yang diajukan adalah sebagai
berikut (Sudjana, 2002) :
H0 : Sampel berdistribusi normal
H1 : Sampel tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria pengujian :
Jika Whitung < Wtabel terima H0, dan
Jika Whitung > Wtabel tolak H0
nilai Whitung didapat dari rumus | |
dengan:
= fungsi distribusi normal baku
= fungsi distribusi kumulatif sampel
Menurut Siagian (2006: 27) rumus EOQ untuk model back order yaitu:
√ √
√ √
Dan rumusan biaya persediaan tahunan total, yaitu:
dengan:
= jumlah pemesanan optimal
= ordering cost per pemesanan
= jumlah barang yang dibutuhkan dalam 1 periode
= holding cost (biaya simpan)
= biaya backordering per unit dalam satu periode
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah persediaan spare part printer EPSON jenis inkjet dan spare part printer EPSON jenis dot matrix dan biaya total persediaan yang optimal menurut metode Economic Order Quantity dengan Back Order pada PT. Mitra Infoparama Medan tahun 2012.
1.6 Kontribusi Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi perusahaan
dalam mengambil keputusan dalam hal pengadaan persediaan spare part printer yang optimal.
b. Menjadi referensi bagi mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian
serupa.
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus. Adapun
langkah-langkah yang diambil adalah:
dot matrix setiap bulan pada tahun 2012.
2. Data biaya pemesanan spare part printer EPSON untuk jenis inkjet dan
dot matrix periode tahun 2012.
3. Data biaya penyimpanan spare part printer EPSON untuk jenis inkjet
dan dot matrix periode tahun 2012.
b. Pengolahan Data
Data diuji dengan menggunakan uji lilifors. Selanjutnya dengan data yang
telah memenuhi persyaratan, maka akan dihitung jumlah persediaan dan biaya
total persediaan yang optimal menurut metode Economic Order Quantity
dengan Back Order pada PT. Mitra Infoparama Medan tahun 2012.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan
Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan
digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau
perakitan, untuk dijual kembali, atau suku cadang dari suatu peralatan atau mesin
(Herjanto, 1999). Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang
dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang. Pengendalian persediaan produksi
dapat diartikan sebagai semua aktivitas ataupun langkah-langkah yang digunakan
untuk menentukan jumlah yang tepat untuk persediaan suatu item. Pengendalian
persediaan juga merupakan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan
tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan menambah persediaan, dan berapa besar
pesanan yang harus diadakan.
Pengendalian persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun
barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah
solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang
serendah-rendahnya. Timbulnya persediaan suatu item dapat disebabkan oleh:
a. Mekanisme atas pemenuhan permintaan.
Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang
tersebut tidak ada tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan suatu barang
diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, sehingga dengan adanya
persediaan hal seperti ini dapat diatasi.
b. Keinginan untuk meredam ketidakpastian
Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam
tidak konstan, dan waktu tenggang yang cenderung tidak pasti karena banyak
faktor tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan
persediaan.
c. Keinginan untuk melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
2.2 Fungsi Pengendalian Persediaan
Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang
dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya
hambatan-hambatan pada proses produksi. Kekurangan persediaan barang jadi di
pasaran akan menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan akan mengakibatkan
perusahaan kehilangan mereka, sedangkan kelebihan persediaan akan menimbulkan
biaya ekstra (biaya penyimpanan dan lain-lain), di samping resiko kerusakan karena
penyimpanan barang yang terlalu lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pengendalian persediaan yang efektif sangat diperlukan oleh suatu perusahaan.
(Subagyo, 1984: 205)
Oleh karena itu pengendalian persediaan pada hakikatnya mencakup dua
fungsi yang berhubungan sangat erat yaitu: (Siagian, 2006: 16)
a. Perencanaan persediaan
Aspek perencanaan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang
akan disediakan atau diproduksi dan sumber terbaik pengadaan
barang-barang.
b. Pengawasan persediaan
Aspek pengawasan yaitu:
1. Bilamana dan berapa kali pesanan atau produksi dilaksanakan.
Fungsi pengendalian persediaan ditentukan oleh berbagai kondisi yaitu:
(Subagyo, 1984: 206)
a. Bila jangka waktu pengiriman relatif lama maka perusahaan perlu persediaan
bahan baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama
jangka waktu pengiriman. Atau pada perusahaan dagang, persediaan barang
dagangan harus cukup untuk melayani permintaan langganan selama jangka
waktu pengiriman barang dari penyedia atau produsen.
b. Seringkali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar daripada yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena membeli dan memproduksi dalam
jumlah yang besar pada umumnya lebih ekonomis. Karena sebagian
barang/bahan yang belum digunakan disimpan sebagai persediaan.
c. Apabila permintaan barang bersifat musiman sedangkan tingkat produksi
setiap saat adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan
tersebut dengan membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti
fluktuasi permintaan. Tingkat produksi yang konstan umumnya lebih disukai
karena biaya-biaya untuk mencari dan melatih tenaga kerja baru, upah lembur,
dan sebagainya (bila tingkat produksi berfluktuasi) akan lebih besar daripada
biaya penyimpanan barang di gudang (bila tingkat persediaan berfluktuasi).
d. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan
apabila biaya untuk mencari barang/bahan pengganti atau biaya kehabisan
barang/bahan (stock out cost) relatif besar.
2.3 Tujuan Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan dijalankan untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat
yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan pada persediaan tersebut
yaitu untuk menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat
menjaga kontonuitas produksi dengan biaya yang ekonomis.
Dari pengertian di atas, maka tujuan pengendalian persediaan adalah sebagai
a. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat.
b. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang berakibat terhentinya proses
produksi.
c. Untuk mempertahankan dan meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.
d. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat
mengakibatkan biaya pemesanan menjadi lebih besar.
e. Menjaga agar persediaan di gudang tidak berlebihan, karena dapat
mengakibatkan meningkatnya resiko dan juga biaya penyimpanan di
gudang.
2.4 Komponen Biaya Persediaan
Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya system persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem
persediaan terdiri dari: (Nasution, 2008: 121)
2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya
biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan
barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli
tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini bias disebut sebagai quantity discount
atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli banyak.
Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak
dimasukkan ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga
pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya 1 tahun) konstan dan hal ini tidak
akan mempengaruhi berapa banyak barang yang harus dipesan.
2.4.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang, yaitu:
a. Biaya pemesanan (ordering cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan
barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier),
pengetikan pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini
diasumsikan konstan untuk sekali pesan.
b. Biaya pembuatan (setup cost)
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam
mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi
biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja
dan seterusnya.
2.4.3 Biaya penyimpanan (Holding Cost)
Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang.
Biaya ini meliputi:
a. Biaya Modal
Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal
perusahaan memiliki ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu bunga bank. Oleh karena itu biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus
diperhitungkan dalam suatu biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan
b. Biaya Gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul
biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya
merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka
biaya gudang merupakan biaya depresiasi.
c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena
beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan
penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai persentasenya.
d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan
teknologi dan model sepeti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya
diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.
e. Biaya Asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tak
diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang
diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya Administrasi dan Pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada,
baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya
untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk
2.4.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)
Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi
keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena
proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan
atau kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehiggan beralih ke tempat lain.
Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:
a. Kuantitas tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi
permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini
diistilahkan sebagai biaya penalti atau hukuman kerugian bagi perusahaan.
b. Waktu Pemenuhan
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau
lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur
tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur
berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang.
c. Biaya Pengadaan Darurat
Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang
biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan
biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan
biaya kekurangan persediaan.
2.5 Uji Lilliefors
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing
kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data akan diuji dengan uji
Liliefors. Menurut Nana Sudjana, uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan
uji Liliefors dilakukan dengan langkah-langkah berikut. Diawali dengan penentuan
taraf sigifikansi, yaitu pada taraf signifikasi 5% (0,05) dengan hipotesis yang diajukan
H0 : Sampel berdistribusi normal
= fungsi distribusi normal baku
= fungsi distribusi kumulatif sampel
Adapun langkah-langkah pengujian normalitas adalah :
1. Data pengamatan X1, X2 , X3, …, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2 , Z3,..., Zn
2. Untuk setiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi normal
baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z < Zi).
3. Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2 , Z3, …, Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi) maka :
1. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya.
2. Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih
Untuk menerima atau menolak hipotesis nol (H0), dilakukan dengan cara
membandigkan W0 ini dengan nilai Wkritis yang terdapat dalam tabel untuk taraf nyata
yang dipilih 5%. Untuk mempermudah perhitungan dibuat dalam bentuk tabel.
2.6 Model Persediaan EOQ Back Order
Yamit (2005) mengemukakan bahwa untuk model persediaan back order, pelanggan yang tidak dapat dipenuhi permintaannya menyetujui untuk menunggu pengiriman
pada pesanan berikutnya. Hal ini berarti perusahaan tidak akan kehilangan penjualan
tetapi perusahaan menanggung biaya tambahan untuk melakukan pemesanan kembali
dan biaya dari nama baik pelanggan, meskipun biaya nama baik ini sulit untuk
dihitung.
Persediaan model back order dapat ditunjukkan oleh gambar 2.1 dimana kekurangan persediaan adalah unit dan persediaan maksimum adalah atau .
Jika jumlah permintaan adalah , maka persediaan maksimum dapat memenuhi
permintaan selama ⁄ . Setelah itu back order mulai terjadi, sebab permintaan tidak
dapat dipenuhi dari persediaan. Dengan demikian siklus persediaan adalah ⁄ .
Rata-rata persediaan adalah ⁄ , dan waktu kehabisan persediaan adalah ⁄ .
Sehingga biaya simpan per siklus:
( ) ( )
dengan jumlah siklus per tahun ⁄ , maka biaya simpan menjadi
Q
= (biaya back order)(rata-rata back order)(periode back order)
(
dengan jumlah siklus per tahun ⁄ , maka biaya back order menjadi
persediaan
Gambar 2.1 Persediaan model back order
Persediaan Q optimal menurut Siagian (2006) didapat dengan mencari
turunan pertama persamaan (2.4) terhadap Q dan kemudian disamakan dengan nol,
maka diperoleh:
Dan jika persamaan (2.4) diturunkan terhadap L yang disamakan dengan nol,
= jumlah waktu operasi per tahun
= ordering cost per pemesanan
= jumlah barang yang dibutuhkan dalam 1 periode
= holding cost (biaya simpan)
= biaya backordering per unit dalam satu periode = total biaya persediaan tahunan
= tingkat persediaan maksimum
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pengumpulan Data
Data yang diperoleh berasal dari data sekunder dari PT. Mitra Infoparama Medan
yang berlokasi di Jl Prof HM Yamin SH No. 216 E.
Data yang dikumpulkan adalah:
5. Data jumlah permintaan spare printer EPSON untuk jenis inkjet dan
dot matrix setiap bulan pada tahun 2012.
6. Data biaya pemesanan spare part printer EPSON untuk jenis inkjet dan
dot matrix periode tahun 2012.
7. Data biaya penyimpanan spare part printer EPSON untuk jenis inkjet
dan dot matrix periode tahun 2012.
8. Data biaya kekurangan persediaan spare part printer EPSON untuk jenis inkjet dan dot matrix periode tahun 2012.
3.1.1 Data Permintaan Spare Part Printer Epson
Permintaan (demand) merupakan jumlah pelanggan yang memesan barang dari perusahaan. Dalam pemenuhannya, bila barang tersedia pelanggan dapat langsung
mendapatkan barang yang dipesan tetapi apabila barang tidak tersedia pelanggan
harus menunggu sampai barang yang dipesan tersedia. Data permintaan tahun 2012
Tabel 3.1 Permintaan spare part printer Epson jenis inkjet tahun 2012
Tabel 3.2 Permintaan spare part printer Epson jenis dot matrix tahun 2012
10 Oktober 184
11 November 196
12 Desember 187
Jumlah 2439
3.1.2 Biaya Pemesanan Spare PartPrinter Epson
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang
dari luar hingga sampainya barang digudang. Dalam hal ini biaya pemesanan
perusahaan meliputi biaya pengiriman dan biaya administrasi.
Tabel 3.3 Biaya pemesanan spare part printer Epson
No. Jenis Printer Biaya Pesan
1 Inkjet Rp. 375.000,00
2 Dot Matrix Rp. 520.000,00
3.1.3 Biaya Penyimpanan Spare Part Printer Epson
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang terkait dengan proses penyimpanan
barang. Biaya penyimpanan pada PT. Mitra Infoparama adalah sebesar 7,5% dari
harga spare part printer tersebut.
Tabel 3.4 Biaya penyimpanan spare part printer Epson
No. Jenis Printer Harga Biaya Simpan
1 Inkjet Rp. 290.000,00 Rp. 21.750,00
3.1.4 Biaya Kekurangan Persediaan Spare Part Printer Epson
Biaya kekurangan persediaan merupakan biaya yang timbul akibat kuantitas
permintaan yang tidak dapat terpenuhi. Biaya kekurangan persediaan pada PT. Mitra
Infoparama adalah sebesar 12% untuk jenis inkjet dan 15% untuk jenis dot matrix dari harga spare part printer tersebut.
Tabel 3.5 Biaya kekurangan persediaan spare part printer Epson
No. Jenis Printer Harga Biaya Kekurangan
Persediaan
1 Inkjet Rp. 290.000,00 Rp. 34.800,00
2 Dot Matrix Rp. 650.000,00 Rp. 97.500,00
3.2 Pengolahan Data
3.2.1 Uji Kenormalan Data
Uji kenormalan data atau biasa yang disebut uji Lilliefors digunakan untuk
mengetahui data permintaan yang diambil dari PT. Mitra Infoparama Medan layak
untuk dipakai.
a. Spare part printer jenis inkjet
Data permintaan untuk spare part printer Epson jenis inkjet bila diurutkan adalah sebagai berikut.
Tabel 3.6 Data permintaan untuk spare part printer Epson jenis inkjet setelah diurutkan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
256 278 287 289 295 305 312 324 325 327 334 345
nilai rata-rata hitung:
̅ ∑
Simpangan baku:
√
∑ ̅√
Dari hasil simpangan baku dan nilai rata-rata, diperoleh nilai .
̅
Dari hasil , dengan menggunakan tabel distribusi normal (lampiran 1)
diperoleh . Kemudian dicari nilai , lalu dihitung nilai mutlak
| |.
Sehingga diperoleh tabel kumulatif berikut.
Tabel 3.7 Uji kenormalan Lilliefors data permintaan spare part printer jenis
inkjet
No. | |
1 256
2 278
3 287
4 289
5 295
6 305
7 312
8 324
9 325
10 327
11 334
12 345
Dengan , nilai (lampiran 2). Dan dari nilai
yang terbesar adalah . Oleh karena , maka dapat
diartikan diterima. Sehingga data permintaan spare part printer Epson jenis
b. Spare part printer jenis dot matrix
Data permintaan untuk spare part printer Epson jenis dot matrix bila diurutkan adalah sebagai berikut.
Dengan , nilai (lampiran 2). Dan dari nilai
yang terbesar adalah . Oleh karena , maka dapat
diartikan diterima. Sehingga data permintaan spare part printer Epson jenis
dot matrix pada PT. Mitra Infoparama Medan adalah mengikuti distribusi normal.
3.2.2 EOQ dengan Back Order
a. Spare Part Printer Jenis Inkjet
Perhitungan EOQ back order pada PT. Mitra Infoparama adalah sebagai berikut.
√ √
√ √
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian spare part printer yang optimal adalah 454 unit untuk setiap kali pesan. Dan untuk persediaan maksimum dapat
dihitung sebagai berikut.
√ √
Persediaan maksimumnya adalah 279 unit. Sehingga jumlah barang yang mengalami
kekurangan dapat dihitung sebagai berikut.
175
Jumlah kekurangan barang spare part printer Epson jenis Inkjet yang optimal adalah 175 unit.
b. Spare Part Printer Jenis Dot Matrix
Perhitungan EOQ back order pada PT. Mitra Infoparama adalah sebagai berikut.
√ √
√ √
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pembelian spare part printer yang optimal adalah 279 unit untuk setiap kali pesan. Dan untuk persediaan maksimum dapat
√ √
√ √
Persediaan maksimumnya adalah 186 unit. Sehingga jumlah barang yang mengalami
kekurangan dapat dihitung sebagai berikut.
Jumlah kekurangan barang spare part printer Epson jenis dot matrix yang optimal adalah 93 unit.
3.2.3 Siklus dan Frekuensi Pemesanan
a. Spare Part Printer Jenis Inkjet
dan
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa satu siklus persediaan spare part printer
Epson jenis inkjet pada PT. Mitra Infoparama Medan adalah 45 hari dengan frekuensi pemesanan sebanyak 8 kali dalam satu tahun.
b. Spare Part Printer Jenis Dot Matrix
dan
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa satu siklus persediaan spare part printer
Epson jenis dot matrix pada PT. Mitra Infoparama Medan adalah 42 hari dengan frekuensi pemesanan sebanyak 9 kali dalam satu tahun.
3.2.4 Reorder Point
Perusahaan melakukan pemesanan kembali yaitu disaat sebelum persediaan yang ada
di gudang habis. Hal ini diperlukan karena tidak selamanya pesanan bahan baku dapat
segera terkirim atau terpenuhi oleh pihak pemasok, sehingga diperlukan waktu
tenggang atau lead time. Pada PT. Mitra Infoparama Medan lamanya lead time adalah 1 minggu dimana waktu operasi satu tahun perusahaan 50 minggu.
a. Spare Part Printer Jenis Inkjet
Reorder point dilakukan pada saat persediaan -101 unit.
b. Spare Part Printer Jenis Dot Matrix
3.3 Total Biaya Persediaan
a. Spare Part Printer Jenis Inkjet
Total biaya persediaan untuk spare part printer Epson jenis inkjet pada tahun 2012 adalah Rp. 6.038.316,9. Total biaya ini belum termasuk biaya pembelian barang. Bila
dihitung biaya pembelian, yaitu harga barang dikalikan dengan jumlah permintaan,
maka hasilnya adalah sebagai berikut.
Sehingga total biayanya adalah Rp. 1.072.368.316,9
b. Spare Part Printer Jenis Dot Matrix
Total biaya persediaan untuk spare part printer Epson jenis dot matrix pada tahun 2012 adalah Rp. 9.213.750,00. Total biaya ini belum termasuk biaya pembelian
barang. Bila dihitung biaya pembelian, yaitu harga barang dikalikan dengan jumlah
Sehingga total biayanya adalah Rp. 1.594.563.750,00
3.4 Hubungan antara EOQ, Back Order, dan ROP pada PT. Mitra Infoparama Medan
Dari pengolahan data diperoleh hubungan antara EOQ, jumlah back order dan ROP
pada PT. Mitra Infoparama Medan tahun 2012.
a. Spare Part Printer Jenis Inkjet
Perusahaan melakukan 8 kali pemesanan dalam satu tahun dengan jumlah 454
unit untuk setiap kali pesan. Tingkat persediaan maksimum 279 unit, dan
jumlah back order 175 unit. Jika dilihat hubungannya antara jumlah persediaan dan jumlah permintaan dalam satu putaran, maka dalam setiap
putarannya persediaan dapat memenuhi kebutuhan sebanyak 61,45% dan
sisanya dipenuhi dengan melakukan pemesanan kembali. Secara grafis, model
279
454 Lt Lt
0 45 90 waktu (hari) -101
ROP ROP
-175
Satu siklus
Gambar 3.1 Model persediaan back order spare part printer Epson jenis inkjet tahun 2012
b. Spare Part Printer Jenis Dot Matrix
Perusahaan melakukan 9 kali pemesanan dalam satu tahun dengan jumlah 279
unit untuk setiap kali pesan. Tingkat persediaan maksimum 186 unit, dan
jumlah back order 93 unit. Jika dilihat hubungannya antara jumlah persediaan dan jumlah permintaan dalam satu putaran, maka dalam setiap putarannya
persediaan dapat memenuhi kebutuhan sebanyak 66,67% dan sisanya dipenuhi
186
Lt Lt
279 0 42 84 waktu (hari)
-44
ROP ROP
-93
Satu siklus
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data menurut metode EOQ dengan back order pada PT. Mitra Infoparama Medan diperoleh kesimpulan:
1. Pemesanan yang optimal oleh perusahaan pada tahun 2012 adalah 454 unit
spare part printer Epson jenis inkjet dengan jumlah back order 175 unit dan 279 unit spare part printer Epson jenis dot matrix dengan jumlah back order 93 unit.
2. Total biaya persediaan menurut metode EOQ dengan back order pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 1.072.368.316,9 untuk spare part printer Epson jenis
inkjet dan Rp. 1.594.563.750,00 untuk spare part printer Epson jenis dot matrix.
4.2 Saran
PT. Mitra Infoparama sebaiknya dapat menjadikan metode EOQ dengan back order
sebagai salah satu referensi dalam menentukan kebijakan perusahaan pada saat
melakukan pengendalian persediaan, khususnya pada saat terjadi kondisi
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. Hani. 1984. Dasar – dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta : BPFE – Yogyakarta.
Herjanto, Eddy. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Grasindo
Nasution, A. H. dan Prasetyawan, Y. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ristono, Agus. 2009. ManajemenPersediaan. Yogyakarta: GrahaIlmu.
Siagian, P. 2006. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI – Press)
Subagyo, Pangestu. Asri, Marwan. dan Handoko, T. Hani. 1984. Dasar-Dasar Operation Research. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito Bandung
Taha, Hamdy A. 1982. Operation Research an Introduction. New York: MacMillan Publishing Co, Inc.
Lampiran 2. Tabel Nilai Kritis untuk Uji Kenormalan Lilliefors
N 0,20 0,15 0,10 0,05 0,01
4 0,300 0,319 0,352 0,381 0,417
5 0,285 0,299 0,315 0,337 0,405
6 0,265 0,277 0,294 0,319 0,364
7 0,247 0,258 0,276 0,300 0,348
8 0,233 0,244 0,261 0,285 0,331
9 0,223 0,233 0,249 0,271 0,311
10 0,215 0,224 0,239 0,258 0,294
11 0,206 0,217 0,230 0,249 0,284
12 0,199 0,212 0,223 0,242 0,275
13 0,190 0,202 0,214 0,234 0,268
14 0,183 0,194 0,207 0,227 0,261
15 0,177 0,187 0,201 0,220 0,257
16 0,173 0,182 0,195 0,213 0,250
17 0,169 0,177 0,189 0,206 0,245
18 0,166 0,173 0,184 0,200 0,239
19 0,163 0,169 0,179 0,195 0,235