• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOPTIMALAN PERSEDIAAN SPARE PART LISTRIK PADA PT. SUMPRATAMA JURU ENGINEERING MABAR MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) BACK ORDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGOPTIMALAN PERSEDIAAN SPARE PART LISTRIK PADA PT. SUMPRATAMA JURU ENGINEERING MABAR MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) BACK ORDER"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

MABAR MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY

(EOQ) BACK ORDER

SKRIPSI

SUINDRIANI 130803034

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) BACK ORDER

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SUINDRIANI 130803034

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

Judul : Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order

Kategori : Skripsi

Nama : Suindriani

Nomor Induk Mahasiswa : 130803034

Program Studi : Sarjana (S1) Matematika

Departemen : Matematika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, April 2017

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Ujian Sinulingga, M.Si Drs. Pengarapen Bangun, M.Si NIP. 19560303 198403 1 004 NIP. 19560815 198503 1 005

Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Suyanto, M.Kom

NIP. 19590813 198601 1 002

(4)

PENGOPTIMALAN PERSEDIAAN SPARE PART LISTRIK PADA PT.

SUMPRATAMA JURU ENGINEERING MABAR MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC

ORDER QUANTITY (EOQ) BACK ORDER

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2017

Suindriani 130803034

(5)

Alhamdullah hirobbil’alamin, puji dan syukur atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT.

Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order” dengan baik.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Pengarapen Bangun, M.Si dan Bapak Drs. Ujian Sinulingga, M.Si selaku dosen pembimbing yang berkenan dan rela mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran guna memberikan petunjuk dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini. Bapak Dr. Open Darnius, M.Sc dan Bapak Dr. Pasukat Sembiring, M.Si selaku dosen pembanding atas kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Bapak Dr. Suyanto, M.Kom dan Bapak Drs. Rosman Siregar, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU beserta staf pegawai. Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S selaku Dekan FMIPA USU dan Pembimbing Akademik penulis beserta staf pegawai. Bapak Ir. Johanes I.W selaku Direktur PT. Sumpratama Juru Engineering dan Ibu Melli selaku staf atas bantuannya. Terkhusus untuk kedua orang tua yang saya sayangi Ayahanda Sukeri dan Ibunda Ngatmini, yang selalu memberikan doa, pengertian, perhatian, kasih sayang, semangat dan dorongan yang luar biasa dan tiada hentinya bagi penulis. Abang saya tercinta Sumarno dan Kakak Ipar saya Restuty Cipta Prihatin Waruwu yang memberikan dukungan dan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sahabat-sahabat penulis Ayuna, Defen, Raja, Melda, Ferninda, Marlina, Rini, dan teman-teman Matematika 2013 yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala bentuk dukungannya. Teman-teman penulis Rendi, Ade Lihu, Ade Irma, Nurhandayani dan Desy atas segala bentuk dukungannya.

Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, baik dalam teori maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi perbaikan bagi penulis. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2017

Suindriani 130803034

(6)

QUANTITY (EOQ) BACK ORDER

ABSTRAK

Persediaan adalah barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.

Penelitian ini dihadapkan pada masalah perusahaan yang selalu mengalami kekurangan persediaan akibat kebutuhan yang besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang optimal sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum dari persediaan spare part listrik jenis MCCB dan spare part listrik jenis Kapasitor Bank 3 phase pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar. Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model Economic Order Quantity (EOQ) Back Order. Berdasarkan hasil perhitungan EOQ Back Order diperoleh jumlah pemesanan optimal spare part listrik jenis MCCB sebanyak 1.143 unit dengan waktu putaran 134 hari dan spare part listrik jenis Kapasitor Bank 3 phase sebanyak 1.014 unit dengan waktu putaran 151 hari. Total biaya persediaan spare part listrik jenis MCCB adalah Rp.

1.914.898.934,5 dan spare part listrik jenis Kapasitor Bank 3 phase adalah Rp.

1.850.773.621,5.

Kata kunci: Pengendalian Persediaan, Economic Order Quantity (EOQ), Back Order,Spare Part Listrik.

(7)

PT. SUMPRATAMA JURU ENGINEERING MABAR

ABSTRACT

Inventories is the goods that are stored is used to fulfill a specific purpose, such as processing or assembling produch, resaling, and using in spare part of a machine.

This research is aimed a firm which has always a shortage of supplies due to the great need. This research aims it determining all optimal inventory level order to minimizes total inventory cost of electrical spare part MCCB and Kapasitor Bank 3 phase type at PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar. File analysis using Economic Order Quantity (EOQ) Back Order model. Using Economic Order Quantity (EOQ) Back Order, the optimal order quantities of electrical spare part are 1.143 units per 134 days for MCCB and 1.014 units per 151 days for Kapasitor Bank 3 phase. Total cost of spare part inventory are Rp.

1.914.898.934,5 for MCCB and Rp. 1.850.773.621,5 for Kapasitor Bank 3 phase.

Keywords: Inventory Control, Economic Order Quantity (EOQ, Back Order, Electrical Spare Part

(8)

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Kontribusi Penelitian 5

1.6 Metodologi Penelitian 6

BAB 2 LANDASAN TEORI 8

2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan 8

2.2 Fungsi Pengendalian Persediaan 9

2.3 Tujuan Pengendalian Persediaan 11

2.4 Jenis-Jenis Persediaan 12

2.5 Komponen Biaya Persediaan 14

2.5.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost) 14 2.5.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost) 14

2.5.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost) 15

2.5.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost) 16

2.6 Uji Lilliefors 17

2.7 Total Biaya Persediaan Perusahaan 19

2.8 Model Persediaan Economic Order Quantity Back Order 19 2.9 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) 29 2.10 Persediaan Maksimum (Maximum Inventory) 30

2.11 Penelitian Terkait 30

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

3.1 Pengumpulan Data 32

3.1.1 Data Permintaan Spare Part Listrik MCCB 32 3.1.2 Biaya Pemesanan Spare Part Listrik 34 3.1.3 Biaya Penyimpanan Spare Part Listrik 34 3.1.4 Biaya Kekurangan Persediaan Spare Part Listrik 34

3.2 Pengolahan Data 35

3.2.1 Uji Kenormalan Data 35

(9)

3.2.4 Siklus dan Frekuensi Pemesanan 51

3.2.5 Reorder Point (ROP) 52

3.2.6 Penentuan Persediaan Maksimum (Maximum Inventory) 53

3.2.7 Total Biaya Persediaan 54

3.2.8 Perbandingan Total Biaya Persediaan Perusahaan dengan Total Biaya Persediaan EOQ Back Order 55 3.2.9 Hubungan antara EOQ, Back Order, dan Reorder Point

(ROP) pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar 56

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 58

4.1 Kesimpulan 58

4.2 Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN

(10)

Nomor Judul Halaman Tabel 3.1 Tabel Permintaan Spare Part Listrik Jenis MCCB Tahun 2016 32 3.2 Tabel Permintaan Spare Part Listrik Jenis Kapasitor Bank 3

Phase Tahun 2016 33

3.3 Tabel Biaya Pemesanan Spare Part Listrik 34

3.4 Tabel Biaya Penyimpanan Spare Part Listrik 34 3.5 Tabel Biaya Kekurangan Persediaan Spare Part Listrik 35 3.6 Data Permintaan Spare Part Listrik Jenis MCCB Setelah

Diurutkan 36

3.7 Simpangan Baku Spare Part Listrik Jenis MCCB 37 3.8 Uji Normalitas Data Permintaan Spare Part Listrik Jenis

MCCB 41

3.9 Data Permintaan Spare Part Listrik Jenis Kapasitor Bank 3

phase Setelah Diurutkan 42

3.10 Simpangan Baku Spare Part Listrik Jenis Kapasitor Bank 3

phase 43

3.11 Uji Normalitas Data Permintaan Spare Part Listrik Jenis

Kapasitor Bank 3 phase 47

3.12 Perbandingan Total Biaya Persediaan Berdasarkan EOQ Back

Order dan Berdasarkan Perusahaan 56

3.13 Pemesanan Optimal dan Persediaan Optimal Model EOQ

Back Order 57

(11)

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1 Persediaan Model Back Order 22

(12)

QUANTITY (EOQ) BACK ORDER

ABSTRAK

Persediaan adalah barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.

Penelitian ini dihadapkan pada masalah perusahaan yang selalu mengalami kekurangan persediaan akibat kebutuhan yang besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah persediaan yang optimal sehingga diperoleh biaya persediaan yang minimum dari persediaan spare part listrik jenis MCCB dan spare part listrik jenis Kapasitor Bank 3 phase pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar. Model analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah model Economic Order Quantity (EOQ) Back Order. Berdasarkan hasil perhitungan EOQ Back Order diperoleh jumlah pemesanan optimal spare part listrik jenis MCCB sebanyak 1.143 unit dengan waktu putaran 134 hari dan spare part listrik jenis Kapasitor Bank 3 phase sebanyak 1.014 unit dengan waktu putaran 151 hari. Total biaya persediaan spare part listrik jenis MCCB adalah Rp.

1.914.898.934,5 dan spare part listrik jenis Kapasitor Bank 3 phase adalah Rp.

1.850.773.621,5.

Kata kunci: Pengendalian Persediaan, Economic Order Quantity (EOQ), Back Order,Spare Part Listrik.

(13)

PT. SUMPRATAMA JURU ENGINEERING MABAR

ABSTRACT

Inventories is the goods that are stored is used to fulfill a specific purpose, such as processing or assembling produch, resaling, and using in spare part of a machine.

This research is aimed a firm which has always a shortage of supplies due to the great need. This research aims it determining all optimal inventory level order to minimizes total inventory cost of electrical spare part MCCB and Kapasitor Bank 3 phase type at PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar. File analysis using Economic Order Quantity (EOQ) Back Order model. Using Economic Order Quantity (EOQ) Back Order, the optimal order quantities of electrical spare part are 1.143 units per 134 days for MCCB and 1.014 units per 151 days for Kapasitor Bank 3 phase. Total cost of spare part inventory are Rp.

1.914.898.934,5 for MCCB and Rp. 1.850.773.621,5 for Kapasitor Bank 3 phase.

Keywords: Inventory Control, Economic Order Quantity (EOQ, Back Order, Electrical Spare Part

(14)

1.1 Latar Belakang

Salah satu persoalan manajemen yang potensial adalah masalah persediaan. Masalah umum suatu model persediaan bersumber dari kejadian- kejadian yang dihadapi setiap saat dalam bidang usaha, baik dibidang perdagangan, industri, maupun jasa. Masalah persediaan dapat ditinjau dari dua segi yaitu, frekuensi pemesanan bahan dan dari segi jumlah kebutuhan bahan pada waktu yang akan datang. Ditinjau dari segi pemesanan bahan dapat dibagi menjadi dua yaitu, pemesanan yang dilakukan secara statis dan pemesanan yang dilakukan secara dinamis. Sedangkan jika ditinjau dari segi jumlah kebutuhan bahan pada waktu yang akan datang,masalah persediaan dapat diketahui dengan pasti atau tidak dapat diketahui sama sekali. Menyimpan bahan baku dalam jumlah besar dapat menanggulangi kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan tetapi persediaan yang besar dapat mengakibatkan besarnya pula biaya penyimpanan bahan baku tersebut. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengendalian persediaan dalam mengatur tersedianya tingkat optimum yang dapat memenuhi kebutuhan bahan dalam jumlah yang tepat serta biaya yang rendah.

Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang. Barang-barang tidak selamanya tersedia setiap saat. Tanpa adanya persediaan, perusahaan akan dihadapkan pada resiko bahwa pada suatu waktu perusahaan tidak dapat memenuhi keinginan konsumen yang membutuhkan barang atau jasa yang diproduksi. Hal ini dapat mengakibatkan perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan. Dalam matematika sendiri terdapat studi tentang

(15)

persediaan, yang umum disebut dengan pengendalian persediaan. Pada teori tentang pengendalian persediaan terdapat metode-metode yang digunakan dalam mengatur persediaan. Salah satu metode tersebut adalah metode Economic Order Quantity (EOQ).

Metode EOQ adalah model persediaan yang pertama kali dikembangkan tahun 1915 secara terpisah oleh Ford Harris dan R.H. Wilson. Pada model EOQ dasar, diasumsikan bahwa pesanan akan datang tepat waktu, sehingga masalah kehabisan persediaan tidak pernah terjadi. Model ini kurang cocok bila digunakan dalam kondisi permintaan yang tidak pasti. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengamati pengendalian persediaan yang mengandung faktor ketidakpastian yaitu menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) Back Order. EOQ Back Order memperhitungkan kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan yang diakibatkan dari bervariasinya jumlah permintaan. Para peneliti telah membahas secara luas berbagai jenis model persediaan dengan tingkat permintaan yang bervariasi. Selain dikarenakan permintaan, masalah persediaan juga dapat dikarenakan oleh pasokan bahan baku yang tidak pasti. Hal tersebut bisa dikarenakan oleh mesin yang rusak, bencana alam atau alasan lainnya yang mengakibatkan bervariasinya pasokan. Sebagai contoh perusahaan dealer kendaraan yang sering mengalami kekurangan persediaan. Pembeli dijanjikan bahwa kendaraan yang dipesannya akan ada beberapa hari (minggu, bulan dan seterusnya) kemudian.

Pada industri yang beroperasi 24 jam non-stop banyak terdapat faktor- faktor ketidakpastiaan (uncertainty) dalam lingkungan industri tersebut dan ketersediaan bahan baku untuk mempertahankan kelancaran proses produksi adalah sangat penting. PT. Sumpratama Juru Engineering yang terletak di Jalan Todai Kompleks Kawasan Industri-Mabar Estate BI A 22/23 adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang Elektrikal, yang memproduksi alat-alat listrik mulai dari tegangan rendah, tegangan menengah maupun tegangan tinggi. Proses kerja di bagian produksi terbagi atas 4 unit yaitu pada unit produksi (panel) pekerja melakukan perakitan logam, seperti proses pembuatan panel, pekerja memotong plat menggunakan mesin Computer Numerical Control (CNC), pekerja

(16)

melakukan pengelasan, pada unit produksi (painting) pekerja melakukan painting atau pengecetan pada komponen, membersihkan karat. Unit wiring pekerja melakukan perakitan dan memasang komponen. Unit quality control tempat pengecekan atau pengontrolan barang masuk hingga barang yang telah siap akan di test dan di cek dengan teliti oleh pekerja yang bekerja di quality control. Selain itu, PT. Sumpratama Juru Engineering merupakan distributor besar di kota Medan yang menjual berbagai jenis spare part listrik dan panel-panel listrik. Pada tahun 2016 melihat bahwa kebutuhan persediaan spare part listrik pada PT.

Sumpratama Juru Engineering Mabar selalu mengalami kekurangan barang. Hal ini terjadi karena kebutuhan spare part listrik sangat besar. Untuk pemenuhan kebutuhan spare part listrik di Sumatera Utara khususnya kota Medan hanya dipenuhi oleh PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar. Sehingga dalam sistemnya sering mengalami kekurangan persediaan barang. Barang yang kurang biasanya akan dipesan lagi supaya kebutuhan pelanggan tetap terpenuhi, walaupun dalam pemenuhannya akan membutuhkan waktu. Jadi pelanggan biasanya menunggu sampai pada batas waktu barang tersedia. Hal kekurangan persediaan barang tersebut dinamakan back order. Perusahaan yang mengalami kekurangan persediaan akan mengalami kerugian, dimana perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Dan kerugian ini berupa biaya tambahan yang disebut shortage cost. Jadi biaya yang dikeluarkan perusahaan tidak hanya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, tetapi juga biaya kekurangan persediaan atau shortage cost. Maka, berdasarkan fakta ini penulis akan mengaplikasikan metode EOQ Back Order pada persediaan spare part listrik pada tanggal 01 Januari - 31 Desember 2016 dengan memerhatikan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan spare part listrik.

Dengan data tersebut maka penulis akan menganalisis bagaimana metode EOQ Back Order yang digunakan agar optimasi jumlah persediaan dapat diminimalisir.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis memberi judul penelitian ini dengan “Pengoptimalan Persediaan Spare Part Listrik Pada PT.

Sumpratama Juru Engineering Mabar Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Back Order” sangat tepat diaplikasikan pada penentuan persediaan spare part listrik pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar.

(17)

1.2 Perumusan Masalah

PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar merupakan distributor besar di kota Medan yang menjual berbagai jenis spare part listrik. Masalah persediaan dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi konsumen sehingga dapat menyebabkan berkurangnya pelanggan yang datang untuk melakukan pembelian karena tidak terpenuhinya persediaan. Kadang juga terjadi keadaan dimana konsumen harus menunggu barang yang dipesan datang dengan waktu yang cukup lama. Dalam hal ini dapat merugikan perusahaan karena tingginya biaya operasional. Setiap perusahaan, seperti perusahaan perdagangan, industri atau jasa selalu mengadakan persediaan. Kebutuhan akan sistem pengendalian persediaan pada dasarnya muncul karena adanya permasalahan yang mungkin dihadapi oleh perusahaan berupa terjadinya kelebihan atau kekurangan persediaan. Jika perusahaan mengalami kelebihan persediaan maka dapat merugikan, karena menyebabkan terhentinya perputaran uang atau modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak diperlukan. Jika perusahaan kekurangan persediaan, maka perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar, sehingga untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, perusahaan harus memesan barang lebih sering, yang berarti akan meningkatkan biaya pemesanan. Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pembahasan bagi penulis adalah permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana model EOQ Back Order dalam pemenuhan persediaan spare part listrik pada PT. Sumratama Juru Engineering Mabar.

2. Bagaimana model EOQ Back Order dalam meminimumkan total biaya persediaan pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan batasan masalah sebagai berikut:

1. Studi kasus perusahaan adalah PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar.

2. Metode yang digunakan adalah metode EOQ Back Order.

(18)

3. Data spare part listrik yang digunakan adalah periode Januari 2016 sampai dengan Desember 2016.

4. Besarnya harga barang tidak mengalami perubahan.

5. Tidak ada diskon

6. Stockout harus dihindari dengan adanya pemesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan.

7. Back order dan pemesanan dipenuhi secara bersamaan, artinya setiap pemesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan.

8. Objek penelitian meliputi: spare part listrik tegangan tinggi untuk jenis MCCB (Molded Case Circuit Breaker) dan jenis kapasitor bank 3 phase.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang diperoleh dari penelitian, maka tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengoptimalkan jumlah persediaan spare part listrik MCCB dan kapasitor bank 3 phase agar tidak terjadi kekurangan persediaan barang sehingga tidak mengecewakan pelanggan.

2. Untuk menentukan total biaya persediaan pada PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar tahun 2016.

1.5 Kontribusi Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Dengan menganalisis efektivitas jumlah persediaan pada kali ini dengan studi kasus PT. Sumpratama Juru Engineering Mabar diharapkan dapat mengetahui jumlah pemesanan dan jumlah persediaan yang optimal yang dapat meminimumkan total biaya sehingga perusahaan dapat menghemat biaya- biaya operasional dalam pemenuhan persediaan.

(19)

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan perusahaan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang berkenaan dengan pengadaan persediaan spare part listrik yang optimal.

3. Menjadi referensi dalam melakukan penelitian yang sama khususnya dalam metode EOQ Back Order.

1.6 Metodologi Penelitian

Objek penelitian dilakukan pada PT. Sumpratama Juru Engineering yang berlokasi di Mabar. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh berasal dari data sekunder dari PT. Sumpratama Juru Engineering adalah:

a. Jumlah permintaan spare part listrik setiap bulan pada tahun 2016.

b. Biaya pemesanan spare part listrik periode tahun 2016.

c. Biaya penyimpanan spare part listrik periode tahun 2016.

d. Biaya kekurangan persediaan spare part listrik periode tahun 2016.

2. Pengolahan Data

Data yang digunakan adalah data perusahaan pada periode Januari 2016- Desember 2016. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Melakukan uji kenormalan data menggunakan uji Lilliefors.

b. Menentukan total biaya persediaan spare part listrik perusahaan.

c. Mengolah data dengan metode EOQ Back Order untuk menghitung jumlah persediaan spare part listrik untuk jenis MCCB dan kapasitor bank 3 phase yang optimal.

d. Menentukan siklus dan frekuensi pemesanan per tahun.

e. Menentukan titik pemesanan kembali (Reorder Point).

f. Menentukan persediaan maksimum (maximum inventory).

(20)

g. Menentukan total biaya persediaan yang optimal berdasarkan metode EOQ Back Order.

h. Membandingkan total biaya persediaan perusahaan dengan total biaya persediaan EOQ Back Order.

i. Menentukan hubungan antara EOQ Back Order dengan titik pemesan kembali (ROP) pada PT. Sumpratama Juru Engineering.

3. Membuat kesimpulan dan saran.

(21)

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan

Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, atau suku cadang dari suatu peralatan atau mesin (Herjanto, 1999). Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang. Pengendalian persediaan produksi dapat diartikan sebagai semua aktivitas ataupun langkah-langkah yang digunakan untuk menentukan jumlah yang tepat untuk persediaan suatu item. Pengendalian persediaan juga merupakan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan menambah persediaan, dan berapa besar pesanan yang harus diadakan.

Timbulnya persediaan disebabkan oleh mekanisme pemenuhan atas permintaan, keinginan untuk memedam permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan serta adanya keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa yang akan mendatang (Baroto, 2002).

Indriyo (2002) berpendapat bahwa persediaan merupakan bagian utama dari modal kerja merupakan aktiva yang pada setiap saat mengalami perubahan.

Pada dasarnya persediaan meliputi 3 macam yang utama, adalah:

1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory)

2. Persediaan bahan setengah jadi (work in process inventory) 3. Persediaan barang jadi (finish goods inventory)

Subagyo (1990) mengemukakan bahwa shortage cost timbul akibat tidak terpenuhinya kebutuhan langganan. Bila langganan mau menunggu, maka biaya

(22)

terdiri dari ongkos produksi yang terburu-buru. Tetapi, bila langganan tidak rela menunggu, maka biaya terdiri dari kehilangan untung dan kehilangan kepercayaan. Biaya dari jenis ini umumnya mendapat perhatian yang sungguh- sungguh karena akibatnya tidak segera terasa dan sifatnya merusak serta berlangsung secara lambat-laun.

Pengendalian persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendalian bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Ciri khas dari model persediaan adalah solusi optimalnya difokuskan untuk menjamin persediaan dengan biaya yang serendah-rendahnya. Timbulnya persediaan suatu item dapat disebabkan oleh:

1. Mekanisme atas pemenuhan permintaan.

Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak ada tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan suatu barang diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, sehingga dengan adanya persediaan hal seperti ini dapat diatasi.

2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian

Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu memproduksi barang cenderung tidak konstan, dan waktu tenggang yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan persediaan.

3. Keinginan untuk melakukan spekulasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari kenaikan harga di masa mendatang.

2.2 Fungsi Pengendalian Persediaan

Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya hambatan-hambatan pada proses produksi. Kekurangan persediaan barang jadi di pasaran akan menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan akan mengakibatkan

(23)

perusahaan kehilangan mereka, sedangkan kelebihan persediaan akan menimbulkan biaya ekstra (biaya penyimpanan dan lain-lain), di samping resiko kerusakan karena penyimpanan barang yang terlalu lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian persediaan yang efektif sangat diperlukan oleh suatu perusahaan. (Subagyo, 1984: 205)

Siagian (2006: 16) pengendalian persediaan pada hakikatnya mencakup dua fungsi yang berhubungan sangat erat yaitu:

1. Perencanaan persediaan

Aspek perencanaan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang akan disediakan atau diproduksi dan sumber terbaik pengadaan barang- barang.

2. Pengawasan persediaan Aspek pengawasan yaitu:

a. Bilamana dan berapa kali pesanan atau produksi dilaksanakan.

b. Berapa banyak pesanan atau produksi tersebut.

Subagyo (1984: 206) fungsi pengendalian persediaan ditentukan oleh berbagai kondisi yaitu:

1. Bila jangka waktu pengiriman relatif lama maka perusahaan perlu persediaan bahan baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama jangka waktu pengiriman. Atau pada perusahaan dagang, persediaan barang dagangan harus cukup untuk melayani permintaan langganan selama jangka waktu pengiriman barang dari penyedia atau produsen.

2. Sering kali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar daripada yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena membeli dan memproduksi dalam jumlah yang besar pada umumnya lebih ekonomis. Karena sebagian barang/bahan yang belum digunakan disimpan sebagai persediaan.

3. Apabila permintaan barang bersifat musiman sedangkan tingkat produksi setiap saat adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan tersebut dengan membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti fluktuasi permintaan. Tingkat produksi yang konstan umumnya lebih

(24)

disukai karena biaya-biaya untuk mencari dan melatih tenaga kerja baru, upah lembur, dan sebagainya (bila tingkat produksi berfluktuasi) akan lebih besar daripada biaya penyimpanan barang di gudang (bila tingkat persediaan berfluktuasi).

4. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan apabila biaya untuk mencari barang/bahan pengganti atau biaya kehabisan barang/bahan (stock out cost) relatif besar.

2.3 Tujuan Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan dijalankan untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan pada persediaan tersebut yaitu untuk menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontonuitas produksi dengan biaya yang ekonomis.

Ristono (2009: 5) dari pengertian di atas, maka tujuan pengendalian persediaan adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat.

2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang berakibat terhentinya proses produksi.

3. Untuk mempertahankan dan meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.

4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan biaya pemesanan menjadi lebih besar.

5. Menjaga agar persediaan di gudang tidak berlebihan, karena dapat mengakibatkan meningkatnya resiko dan juga biaya penyimpanan di gudang.

(25)

2.4 Jenis-Jenis Persediaan

Handoko, (1984) menjelaskan bahwa setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas:

1. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang- barangyang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

Herjanto (1990) persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya ke dalam empat jenis sebagai berikut:

1. Fluctuation Stock

Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak diperkirakan sebelumnya dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan atau penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang.

(26)

2. Anticipation Stock

Merupakan jenis persediaan untuk mengahadapi permintaan yang dapat diramalkan, misalnya: pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. Baroto (2002), menjelaskan bahwa seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal itu, maka diperlukan persediaan produk jadi agar tak terjadi stock out. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi, tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah merupakan tindakan rasional. Disamping itu, Handoko (1984) menyatakan bahwa perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang- barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra atau safety inventories.

3. Lot-size inventory

Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (potongan kuantitas) karena pembelian dalam jumlah (lot size) yang besar atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah.

4. Pipeline inventory

Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat di mana barang itu digunakan. Misalnya: barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.

(27)

2.5 Komponen Biaya Persediaan

Nasution (2008: 121) mengemukakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan.

Biaya sistem persediaan terdiri dari:

2.5.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini bisa disebut sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli banyak.

Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya 1 tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi berapa banyak barang yang harus dipesan.

2.5.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost)

Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang, yaitu:

1. Biaya pemesanan (ordering cost)

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk sekali pesan.

2. Biaya pembuatan (setup cost)

Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik

(28)

yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.

2.5.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost)

Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini meliputi:

1. Biaya Modal

Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan memiliki ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu bunga bank. Oleh karena itu biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam suatu biaya sistem persediaan.

Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

2. Biaya Gudang

Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.

3. Biaya Kerusakan dan Penyusutan

Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai persentasenya.

4. Biaya Kadaluarsa (Absolence)

Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model sepeti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.

5. Biaya Asuransi

Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.

6. Biaya Administrasi dan Pemindahan

(29)

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.

2.5.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)

Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:

1. Kuantitas tidak dapat dipenuhi

Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti atau hukuman kerugian bagi perusahaan.

2. Waktu Pemenuhan

Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang.

3. Biaya Pengadaan Darurat

Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan.

(30)

2.6 Uji Lilliefors

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data akan diuji dengan uji Liliefors. Menurut Nana Sudjana, uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors dilakukan dengan langkah-langkah berikut. Diawali dengan penentuan taraf signifikansi, yaitu pada taraf signifikasi 5% (0,05) dengan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

𝐻0 = Sampel berdistribusi normal 𝐻1 = Sampel tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria pengujian:

Jika 𝑊𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑊𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 terima 𝐻0, dan Jika 𝑊𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑊𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 tolak 𝐻0

Nilai 𝑊𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 didapat dari rumus 𝑊𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑚𝑎𝑥 𝐹 𝑍𝑖 − 𝑆 𝑍𝑖 Dengan:

𝐹 𝑍𝑖 = Fungsi distribusi normal baku 𝑆 𝑍𝑖 = Fungsi distribusi kumulatif sampel

Adapun langkah-langkah pengujian normalitas adalah:

a. Data pengamatan 𝑋1, 𝑋2, 𝑋3,… , 𝑋𝑛 dijadikan bilangan baku 𝑍1, 𝑍2, 𝑍3,… , 𝑍𝑛 dengan menggunakan rumus (dengan 𝑋 dan 𝑆 masing- masing merupakan rata-rata dan simpangan baku).

Menghitung rata-rata sampel pengamatan digunakan rumus:

𝑋 = 𝑛𝑖=1𝑋𝑖

𝑛 (2.1) Menghitung simpangan baku dari sampel digunakan rumus:

(31)

𝑆 = 𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 − 𝑋 2

𝑛 − 1 (2.2)

Menghitung bilangan baku dari sampel digunakan rumus:

𝑍𝑖 =𝑋𝑖 − 𝑋

𝑆 (2.3) Dengan:

𝑋 = Rata-rata hitung 𝑆 = Simpangan baku 𝑍𝑖 = Bilangan baku 𝑋𝑖 = Data ke-𝑖 𝑛 = Jumlah data 𝑖 = 1, 2, 3, ..., 𝑛

b. Untuk setiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang dengan rumus sebagai berikut:

𝐹 𝑍𝑖 = 𝑃 𝑍 ≤ 𝑍𝑖 (2.4)

c. Selanjutnya dihitung proporsi 𝑍1, 𝑍2, 𝑍3,… , 𝑍𝑛 yang lebih kecil atau sama dengan 𝑍𝑖. Jika proporsi ini dinyatakan oleh 𝑆 𝑍𝑖 maka rumus yang digunakan adalah:

𝑆 𝑍𝑖 =𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑍1, 𝑍2, … , 𝑍𝑛 ≤ 𝑍𝑖

𝑛 (2.5)

d. Hitung selisih dengan rumus sebagai berikut:

𝐹 𝑍𝑖 − 𝑆 𝑍𝑖 (2.6) Kemudian tentukan harga mutlaknya.

e. Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih

|𝐹 𝑍𝑖 − 𝑆 𝑍𝑖 |, misal harga tersebut 𝑊𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 atau 𝑊0 sebagai berikut:

𝑊𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = max |𝐹 𝑍𝑖 − 𝑆 𝑍𝑖 | (2.7)

(32)

Untuk menerima atau menolak hipotesis nol 𝐻0 , dilakukan dengan cara membandingkan 𝑊0 ini dengan nilai 𝑊𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 yang terdapat dalam tabel untuk taraf nyata yang dipilih 5%. Untuk mempermudah perhitungan dibuat dalam bentuk tabel.

2.7 Total Biaya Persediaan Perusahaan

Perhitungan total biaya persediaan perusahaan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑇𝐼𝐶𝑝𝑒𝑟 = 𝑕𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑏𝑎𝑟𝑎𝑛𝑔 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑠𝑎𝑛

𝑇𝐼𝐶𝑝𝑒𝑟 = 𝑃𝑅 + 𝐷 × 𝐻 + 𝑛 × 𝑆 (2.8)

dimana:

𝑇𝐼𝐶𝑝𝑒𝑟 = Total biaya persediaan perusahaan 𝑃 = Harga barang

𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode

𝐷 = Rata-rata penggunaan permintaan per tahun 𝑆 = Biaya pesan

𝐻 = Biaya simpan

𝑛 = Banyak bulan per tahun (12 bulan)

2.8 Model Persediaan Economic Order Quantity Back Order

Yamit (2005) mengemukakan bahwa untuk model persediaan back order, pelanggan yang tidak dapat dipenuhi permintaannya menyetujui untuk menunggu pengiriman pada pesanan berikutnya. Hal ini berarti perusahaan tidak akan kehilangan penjualan tetapi perusahaan menanggung biaya tambahan untuk melakukan pemesanan kembali dan biaya dari nama baik pelanggan, meskipun biaya nama baik ini sulit untuk dihitung.

(33)

Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya ordering cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1 periode, dimana frekuensi pemesanan tergantung pada:

1. Jumlah kebutuhan barang atau jumlah permintaan selama 1 periode 𝑅 .

2. Jumlah setiap kali pemesanan 𝑄 .

Dari keterangan di atas, bisa dituliskan bahwa frekuensi pemesanan sebagai berikut:

𝐹𝑃 = 𝑅

𝑄 (2.9)

dimana:

𝐹𝑃 = Frekuensi pemesanan

𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode 𝑄 = Kuantitas pemesanan

Dengan siklus optimal sebagai berikut:

𝑆𝑂= 𝑄

𝑅 (2.10) dimana:

𝑆𝑂 = Siklus optimum

𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode 𝑄 = Kuantitas pemesanan

Biaya pesan (ordering cost) setiap periode diperoleh dengan mengalikan 𝑅

𝑄 dengan biaya setiap kali pesan 𝐶 , sehingga diperoleh:

𝑂𝐶 = 𝑅 𝑄 𝐶

(34)

𝑂𝐶 =𝐶𝑅

𝑄 (2.11)

dimana:

𝑂𝐶 = Biaya pesan (ordering cost) 𝐶 = Biaya setiap kali pesan 𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode 𝑄 = Kuantitas pemesanan

Berbeda dengan penyusunan model matematika pada sistem persediaan sederhana tanpa back order, maka dalam model ini akan ditinjau dalam satu siklus terlebih dahulu. Untuk satu siklus persediaan akan dapat dibuat sebuah ilustrasi sperti pada Gambar 2.1. Pada gambar tersebut, pada suatu saat diterima pesanan sejumlah 𝑄 diperlukan siklus sebesar 𝑄

𝑅 maka sebanyak 𝐽 sudah harus diberikan pada konsumen yang menunggu dengan siklus sebesar 𝐽

𝑅, karena ada dalam daftar tunggu dan mereka tidak mau membeli barang di tempat lain. Oleh sebab itu dalam satu siklus terdapat dua waktu. Interval waktu 𝑡1 merupakan waktu dimana kondisi persediaan adalah positif, dan interval waktu 𝑡2 dimana kondisi persediaan tidak ada barang dan dikatakan minus karena konsumen masih menunggu dilayani.

(35)

Tingkat Persediaan

Q 𝑡2

0 Waktu

𝑡1 𝐽

𝐽

𝑅

𝑄

𝑅

𝑡3

Gambar 2.1 Persediaan Model Back Order

Karena hanya sebagian dari seluruh kebutuhan 𝑄 yang mengalami penyimpanan, sehingga perhitungan biaya simpan (holding cost) hanya pada tahap pertama dari setiap siklus persediaan yaitu:

𝐻𝑜𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 = 𝐾 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 1

𝐻𝐶𝑆 = 𝐾 1 2× 𝐽

𝑅× 𝐽

𝐻𝐶𝑆 =𝐾𝐽2 2𝑅 Maka

𝐻𝑜𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 = 𝐻𝐶𝑆 × 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛

(36)

𝐻𝐶𝑃 =𝐾𝐽2 2𝑅 ×𝑅

𝑄

𝐻𝐶𝑃 =𝐾𝐽2

2𝑄 (2.12)

dimana:

𝐻𝐶𝑆 = Biaya simpan (holding cost) per siklus 𝐻𝐶𝑃 = Biaya simpan (holding cost) per periode 𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode

𝐾 = Biaya kekurangan (back order cost) 𝐽 = Jumlah back order tiap siklus 𝑄 = Kuantitas pemesanan

Dalam model ini dipakai asumsi bahwa perusahaan menanggung beban biaya kehabisan persediaan (shortage cost) sebesar "𝐻", yaitu kerugian atas ketidak mampuan perusahaan menyediakan barang yang dibutuhkan (tetapi tidak tersedia) dan lama kebutuhan itu bru dapat dipenuhi. Biaya kekurangan (shortage cost) diperoleh dari perkalian antara beban biaya "𝐻" dengan luas segitiga 2, sehingga diperoleh:

𝑆𝑕𝑜𝑟𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 = 𝐻 × 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑆𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 2

𝑆𝐶𝑆 = 𝐻 1

2× 𝑄 − 𝐽

𝑅 × 𝑄 − 𝐽

𝑆𝐶𝑆 = 𝐻 𝑄 − 𝐽 2 2𝑅

Maka

𝑆𝑕𝑜𝑟𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 = 𝑆𝐶𝑆 × 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛

𝑆𝐶𝑃 = 𝐻 𝑄 − 𝐽 2 2𝑅 ×𝑅

𝑄

(37)

𝑆𝐶𝑃 =𝐻 𝑄 − 𝐽 2

2𝑄 (2.13)

dimana:

𝑆𝐶𝑆 = Biaya kehabisan (shortage cost) per siklus 𝑆𝐶𝑃 = Biaya kehabisan (shortage cost) per periode 𝐻 = Biaya simpan per unit per satuan waktu 𝑄 = Kuantitas pemesanan

𝐽 = Jumlah back order tiap siklus 𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode

Berdasarkan persamaan (2.10), (2.11) dan (2.12) di atas, maka total biaya persediaan model back order dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

𝑇𝐼𝐶 = 𝑝𝑢𝑟𝑐𝑕𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝑠𝑕𝑜𝑟𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑐𝑜𝑠𝑡 + 𝑕𝑜𝑙𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑐𝑜𝑠𝑡

𝑇𝐼𝐶 = 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑠𝑎𝑛 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑕𝑎𝑏𝑖𝑠𝑎𝑛 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛

𝑇𝐼𝐶 = 𝑃𝑅 +𝐶𝑅 𝑄 +𝐾𝐽2

2𝑄 +𝐻 𝑄 − 𝐽 2

2𝑄 (2.14)

dimana:

𝑇𝐼𝐶 = Total biaya persediaan back order 𝑃 = Harga barang

𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode 𝐶 = Biaya setiap kali pesan 𝑄 = Kuantitas pemesanan

𝐽 = Jumlah back order tiap siklus

𝐻 = Biaya simpan per unit per satuan waktu 𝐾 = Biaya kekurangan (back order cost)

(38)

Fungsi persediaannya adalah 𝑇𝐼𝐶 = 𝑃𝑅 +𝐶𝑅

𝑄 +𝐾𝐽2

2𝑄 +𝐻 𝑄−𝐽 2

2𝑄 , sehingga jika dicari gradien bidang 𝑚 yang melewati titik kritis yang terdiri dari dua nilai 𝑚, karena terdapat dua variabel keputusan sehingga dilakukan penurunan secara parsial.

Turunan terhadap 𝑄 didapatkan hubungan sebagai berikut:

𝜕𝑇𝐼𝐶 𝑄, 𝐽

𝜕𝑄 = 𝜕 𝑃𝑅

𝜕𝑄 +𝜕 𝐻 𝑄 − 𝐽 2

𝜕 2𝑄 +

𝜕 𝐶𝑅 𝑄

𝜕𝑄 +

𝜕 𝐾𝐽2 2𝑄

𝜕𝑄

Untuk mempermudah pengerjaan, maka dilakukan penurunan secara sendiri- sendiri untuk masing-masing suku atau bagian. Sehingga diperoleh

𝜕 𝑃𝑅

𝜕𝑄 = 0

𝜕

𝐻 𝑄 −𝐽 2 2𝑄

𝜕𝑄 , bentuk ini merupakan bentuk 𝑢

𝑣, maka jika diturunkan akan berbentuk 𝑢

𝑣−𝑣𝑢

𝑣2 , dimana 𝑢 = 𝐻 𝑄 − 𝐽 2 dan 𝑣 = 2𝑄 sehingga 𝑢 = 2𝐻 𝑄 − 𝐽 dan 𝑣 = 2. Oleh sebab itu turunan suku ini adalah

2𝐻 𝑄 − 𝐽 2𝑄 − 2𝐻 𝑄 − 𝐽 2 2𝑄 2

↔𝐻 𝑄 − 𝐽 2𝑄 − 𝐻 𝑄 − 𝐽 2 2 𝑄 2

↔ 𝑄 − 𝐽 2𝐻𝑄 − 𝐻𝑄 + 𝐻𝐽 2 𝑄 2

↔ 𝑄 − 𝐽 𝐻𝑄 + 𝐻𝐽 2 𝑄 2

↔𝐻 𝑄 − 𝐽 𝑄 + 𝐽 2 𝑄 2

𝜕

𝐶𝑅 𝑄

𝜕𝑄 =−𝐶𝑅

𝑄2

𝜕

𝐾𝐽 2 2𝑄

𝜕𝑄 = −𝐾𝐽2

2𝑄2

Oleh sebab itu

(39)

𝜕𝑇𝐼𝐶 𝑄, 𝐽

𝜕𝑄 = 𝐻 𝑄 − 𝐽 𝑄 + 𝐽

2 𝑄 2 + −𝐶𝑅

𝑄2 + −𝐾𝐽2 2𝑄2

↔𝐻 𝑄 − 𝐽 𝑄 + 𝐽

2 𝑄 2 + −2𝐶𝑅

2𝑄2 + −𝐾𝐽2 2𝑄2

↔𝐻 𝑄2− 𝐽2 − 2𝐶𝑅 − 𝐾𝐽2 2 𝑄 2

Pada persamaan terakhir, jika dimasukkan syarat untuk mendapatkan nilai optimal yakni 𝜕𝑇𝐼𝐶 𝑄,𝐽

𝜕𝑄 = 0, maka akan diperoleh sebagai berikut 𝐻 𝑄2− 𝐽2 − 2𝐶𝑅 − 𝐾𝐽2

2 𝑄 2 = 0

↔ 𝐻 𝑄2− 𝐽2 − 2𝐶𝑅 − 𝐾𝐽2 = 0

↔ 2𝐶𝑅 = 𝐻𝑄2− 𝐻𝐽2− 𝐾𝐽2

↔ 𝐻𝑄2 = 2𝐶𝑅 + 𝐽2 𝐻 + 𝐾

Apabila nilai 𝐽 (disebut sebagai 𝐽 optimal) yang diperoleh sebelumnya, dimasukkan pada 𝐻𝑄2 = 2𝐶𝑅 + 𝐽2 𝐻 + 𝐾 , maka akan diperoleh sebagai berikut

↔ 𝐻𝑄2 = 2𝐶𝑅 + 𝐻𝑄 2

𝐻 + 𝐾 2 𝐻 + 𝐾

↔ 𝐻𝑄2 = 2𝐶𝑅 + 𝐻𝑄2 𝐻 + 𝐾

↔ 𝐻𝑄2− 𝐻𝑄2

𝐻 + 𝐾 = 2𝐶𝑅

↔ 𝑄2− 𝐻𝑄2

𝐻 + 𝐾 = 2𝐶𝑅 𝐻

(40)

↔ 𝑄2 1 − 𝐻

𝐻 + 𝐾 =2𝐶𝑅 𝐻

↔ 𝑄2 𝐻 + 𝐾

𝐻 + 𝐾 − 𝐻

𝐻 + 𝐾 =2𝐶𝑅 𝐻

↔ 𝑄2 𝐾

𝐻 + 𝐾 =2𝐶𝑅 𝐻

↔ 𝑄 = 2𝐶𝑅 𝐻

𝐻 + 𝐾 𝐾

Sehingga jumlah pemesanan optimal diperoleh:

𝑄 = 2𝐶𝑅 𝐻

𝐻 + 𝐾

𝐾 (2.15)

Turunan terhadap 𝐽 didapatkan hubungan sebagai berikut

𝜕𝑇𝐼𝐶 𝑄, 𝐽

𝜕𝐽 = 𝜕 𝑃𝑅

𝜕𝐽 +𝜕 𝐻 𝑄 − 𝐽 2

𝜕 2𝐽 +

𝜕 𝐶𝑅 𝑄

𝜕𝐽 +

𝜕 𝐾𝐽2 2𝑄

𝜕𝐽

Untuk mempermudah pengerjaannya, maka dilakukan penurunan secara sendiri- sendiri untuk masing-masing suku atau bagian, yakni

𝜕 𝑃𝑅

𝜕𝐽 = 0

𝜕

𝐻 𝑄 −𝐽 2 2𝑄

𝜕𝐽 , bentuk ini merupakan bentuk 𝑢

𝑣, maka jika diturunkan akan berbentuk 𝑢

𝑣−𝑣𝑢

𝑣2 , dimana 𝑢 = 𝐻 𝑄 − 𝐽 2 dan 𝑣 = 2𝑄 sehingga 𝑢 =

−2𝐻 𝑄 − 𝐽 dan 𝑣 = 0. Oleh sebab itu turunan suku ini adalah

−2𝐻 𝑄 − 𝐽 2𝑄 − 0 2𝑄 2

↔−𝐻 𝑄 − 𝐽 2𝑄 2 𝑄 2

(41)

↔𝐻 𝐽 − 𝑄 𝑄

𝜕

𝐶𝑅 𝑄

𝜕𝐽 = 0

𝜕

𝐾𝐽 2 2𝑄

𝜕𝐽 = 2𝐾𝐽

2𝑄 =𝐾𝐽

𝑄

Oleh sebab itu

𝜕𝑇𝐼𝐶 𝑄, 𝐽

𝜕𝐽 = 𝐻 𝐽 − 𝑄 𝑄 + 𝐾𝐽

𝑄

↔𝐻𝐽 + 𝐾𝐽

𝑄 − 𝐻 = 0

↔𝐽 𝐻 + 𝐾

𝑄 = 𝐻

↔ 𝐽 = 𝐻𝑄 𝐻 + 𝐾

Sehingga tingkat persediaan yang mengalami kekurangan barang diperoleh:

𝐽 = 𝐻𝑄

𝐻 + 𝐾 (2.16) dimana:

𝑄 = Kuantitas pemesanan optimal 𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode 𝐾 = Biaya kekurangan (back order cost) 𝐽 = Jumlah back order tiap siklus 𝑄 = Kuantitas pemesanan

𝐶 = Biaya setiap kali pesan

𝐻 = Biaya simpan per unit per satuan waktu

(42)

𝑃 = Harga barang

𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode

𝐽 = Jumlah persediaan back order yang optimal

2.9 Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Titik pemesanan kembali (reorder point) adalah suatu tingkat tertentu di dalam persediaan dimana pemesanan harus segera dilaksanakan pada saat titik tersebut telah tercapai (Freddy Rangkuti, 1995).

Agus Ristono (2009) mengemukakan bahwa ketika back order diijinkan, maka titik pemesanan kembali dapat dikalkulasi dengan sedikit modifikasi yakni melalui cara dikurangi dengan ukuran back order. Titik pemesanan kembali adalah lead time permintaan dikurangi dengan banyaknya unit back order, sehingga dapat ditulis sebagai berikut:

𝑅𝑒𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟 𝑃𝑜𝑖𝑛𝑡 = 𝑙𝑒𝑎𝑑 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑑𝑒𝑚𝑎𝑛𝑑 − 𝑏𝑎𝑐𝑘 𝑜𝑟𝑑𝑒𝑟

𝑅𝑂𝑃 =𝑅𝐿

𝑁 − 𝐽 (2.17) dimana:

𝑅𝑂𝑃 = Titik pemesanan kembali 𝑁 = Jumlah operasi hari per tahun

𝐿 = Lama waktu antara barang dipesan sampai barang tiba di gudang (lead time)

𝑅 = Jumlah permintaan 1 periode

𝐽 = Jumlah persediaan backorder yang optimal

Titik pemesanan kembali bisa akan bernilai negatif jika lead time permintaan adalah kurang dari ukuran backorder. Hal ini akan mengakibatkan suatu pesanan (order) tidak dapat dipenuhi sampai suatu jumlah backorder yang diperoleh dari kedatangan pemesanan periode selanjutnya. Walaupun titik

(43)

pemesanan kembali mungkin dapat bernilai negatif atau positif dibandingkan dengan backorder, tetapi akan selalu pasti ada suatu periode tertentu di mana tidak ada ketersediaan stock.

2.10 Persediaan Maksimum (Maximum Inventory)

Persediaan maksimum diperlukan oleh perusahaan agar jumlah persediaan yang ada di gudang tidak berlebihan sehingga tidak terjadi pemborosan modal kerja.

Adapun untuk mengetahui besarnya persediaan maksimum dapat digunakan rumus sebagai berikut:

𝑀𝐼 = 𝐽 + 𝑄 (2.18)

dimana:

𝑀𝐼 = Persediaan maksimum (maximum inventory) 𝑄 = Kuantitas pemesanan

𝐽 = Jumlah back order tiap siklus

2.11 Penelitian Terkait

Penelitian yang tekait dengan penulisan ini adalah penelitian yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang pengendalian persediaan dengan metode Economic Order Quantity Back Order.

Jurnal dari Septadianti, Usadha, dan Wahyuningsih (2013) yang berjudul

“Sistem Pengendalian Persediaan Dengan Permintaan Dan Pasokan Tidak Pasti (Studi Kasus Pada PT. XYZ)” memaparkan pengendalian persediaan, permintaan maupun pasokan yang tidak pasti dengan metode EOQ model Back Order dan model pengendalian persediaan Fuzzy. Dalam jurnal tersebut, dipaparkan perhitungan jumlah barang yang dipesan yang optimal, bahan baku yang tidak

(44)

tersedia (back order quantity), frekuensi pesanan, persediaan pengaman (safety stock), titik pemesanan kembali (reorder point), dan perbandingan antara total biaya persediaan menurut metode EOQ Back Order dan model pengendalian persediaan Fuzzy lebih kecil dari total biaya persediaan menurut kebijakan perusahaan menyebabkan biaya total EOQ Back Order dan pengendalian persediaan Fuzzy lebih efisien dari biaya total perusahaan.

Prosiding dari Wulan dan Lukman (2013) yang berjudul “Penentuan Kebijakan Persediaan Dalam Cost Reduction Menggunakan Model Economic Order Quantity (EOQ) Backorder dengan Shortage” memaparkan jumlah pemesanan yang ekonomis supaya dapat meminimumkan biaya persediaan.

Dalam prosiding tersebut, dipaparkan tentang adanya kekurangan persediaan dikarenakan adanya barang yang rusak dan barang yang rusak tersebut akan langsung dibuang, mereduksi biaya supaya dapat meminimumkan biaya.

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengumpulan Data

Data yang diperoleh berasal dari data sekunder dari PT. Sumpratama Juru Engineering yang berlokasi di Jl. Todai Blok A No. 22/23 Komplek Mabar Estate Medan.

Data yang dikumpulkan adalah:

1. Data jumlah permintaan spare part listrik untuk jenis MCCB dan Kapasitor bank 3 phase setiap bulan pada tahun 2016.

2. Data biaya pemesanan spare part listrik untuk jenis MCCB dan Kapasitor bank 3 phase periode tahun 2016.

3. Data biaya penyimpanan spare part listrik untuk jenis MCCB dan Kapasitor bank 3 phase periode tahun 2016.

4. Data biaya kekurangan persediaan spare part listrik untuk jenis MCCB dan Kapasitor bank 3 phase periode tahun 2016.

3.1.1 Data Permintaan Spare Part Listrik MCCB

Permintaan (demand) merupakan jumlah pelanggan yang memesan barang dari perusahaan. Dalam pemenuhannya, bila barang tersedia pelanggan dapat langsung mendapatkan barang yang dipesan tetapi apabila barang tidak tersedia pelanggan harus menunggu sampai barang yang dipesan tersedia. Data permintaan tahun 2016 untuk spare part listrik jenis MCCB pada PT. Sumpratama Juru Engineering adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Permintaan Spare Part Listrik Jenis MCCB Tahun 2016

No Bulan Permintaan (Unit)

(1) (2) (3)

1 Januari 209

2 Februari 214

3 Maret 197

4 April 232

(46)

(1) (2) (3)

5 Mei 241

6 Juni 215

7 Juli 189

8 Agustus 226

9 September 202

10 Oktober 218

11 November 237

12 Desember 240

Sumber: PT. Sumpratama Juru Engineering

Dan data permintaan tahun 2016 untuk spare part listrik jenis Kapasitor bank 3 phase adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2 Permintaan Spare Part Listrik Jenis Kapasitor Bank 3 phase Tahun 2016

No Bulan Permintaan (Unit)

1 Januari 142

2 Februari 121

3 Maret 153

4 April 174

5 Mei 167

6 Juni 195

7 Juli 188

8 Agustus 189

9 September 182

10 Oktober 168

11 November 197

12 Desember 186

Sumber: PT. Sumpratama Juru Engineering

(47)

3.1.2 Biaya Pemesanan Spare Part Listrik

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar hingga sampainya barang di gudang. Dalam hal ini, biaya pemesanan perusahaan meliputi biaya pengiriman dan biaya administrasi.

Tabel 3.3 Biaya Pemesanan Spare Part Listrik

No Jenis Spare Part Listrik Biaya Pesan

1 MCCB Rp. 7.370.000,00

2 Kapasitor Bank 3 phase Rp. 9.430.000,00 Sumber: PT. Sumpratama Juru Engineering

3.1.3 Biaya Penyimpanan Spare Part Listrik

Biaya penyimpanan merupakan biaya yang terkait dengan proses penyimpanan barang. Biaya penyimpanan pada PT. Sumpratama Juru Engineering adalah sebesar 7,5% dari harga spare part listrik tersebut.

Tabel 3.4 Biaya Penyimpanan Spare Part Listrik

No Jenis Spare Part Listrik Harga Biaya Simpan

1 MCCB Rp. 718.000,00 Rp. 53.850,00

2 Kapasitor Bank 3 phase Rp. 879.000,00 Rp. 65.925,00 Sumber: PT. Sumpratama Juru Engineering

3.1.4 Biaya Kekurangan Persediaan Spare Part Listrik

Biaya kekurangan persediaan merupakan biaya yang timbul akibat kuantitas permintaan yang tidak dapat terpenuhi. Biaya kekurangan persediaan pada PT.

Sumpratama Juru Engineering dilihat dari besarnya keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian selanjutnya di lakukan oleh Zahreni & Pane (2012) menggunakan teori Ajzen & Fisbein (1975) yang menyatakan bahwa intensi berwirausaha merupakan

Pabrik Kulit Lumpia Kang Atoini masih terdapat beberapa permasalahan dalam proses penggajian. Permasalahan yang timbul diantaranya, lamanya proses

Model dengan memperhatikan pengaruh acak korelasi spasial dalam masalah pendugaan area kecil pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (1991) yang dikenal dengan

Pemberian kapur dolomit, pupuk kimia dan isolat bakteri pereduksi sulfat dapat meningkatkan pertambahan diameter batang tanaman bibit kelapa sawit lebih baik dari

bola kepada rakan sepasukannya dengan pelbagai jenis hantaran dan perlu dihantar kepada pemain yang berada di dalam gelung sementara pasukan lawan akan bertahanh. 1

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi rumput gajah odot yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antar

Pengelompokan indeks similaritas pada saat pengerukan (PT Holcim Indonesia Tbk., 2007) memiliki kemiripan lebih dari 50% yang ditunjukkan oleh kelompok dengan

pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah sulfat masam di rumah kaca. - Interaksi kapur dolomit, pupuk dan bakteri pereduksi